KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Keynotes Speech Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air, Workshop Nasional Penguatan Kapasitas, Kemampuan dan Penguasaan Iptek dalam Penilaian Sumber daya Hutan (Forest Resource Assessment) di Indonesia, Jakarta, 11-12 Maret 2014 Assalaamu ‘alaikum wr.wb, Selamat Pagi, dan Salam Sejahtera Pertama-tama kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Putera Parthama, M.Sc selaku Plt. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan atas undangannya kepada kami untuk ikut hadir disini dan menyampaikan pandangan kami mengenai satu dari sekian banyak permasalahan yang dihadapi sektor kehutanan saat iniyaituPenguatan Kapasitas, Kemampuan dan Penguasaan Iptek dalam Penilaian Sumber daya Hutan (Forest Resource Assessment/FRA) di Indonesia. Pada kesempatan ini kami ingin berbagi pandangan tentang apa yang kami amati dari FRA di Indonesia selama ini dan langkah kebijakan serta reformasi yang diperlukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kapasitas, kemampuan dan penguasaan IPTEK untuk mendukung terselenggaranya FRA yang baik dan komprehensif. Saudara-Saudara Sekalian hadirin yang kami hormati, Dalam berbagai kesempatan, seringkali kami ditanya oleh banyak pihak termasuk pimpinan di Bappenas tentang seberapa besar sesungguhnya value/nilaisumber daya hutan di Indonesia.Belum lagi pertanyaan yang lebih sulit dilontarkan terkait dengan kontribusi hutan dalam konservasi air, tanah, keanekaragaman hayati, dan karbon. Apakah bisa sumber daya hutan mendukung ketahanan pangan dan ketahanan energy?. Bisakah sektor kehutanan tidak menjadi penghalang pembangunan nasional?.Untuk menjawab berbagai pertanyaan tersebut sering kami bolak balik data-data yang dipublikasi melalui Statistik Kehutanan secara regular setiap tahun, namun sering pula kami kecewa karena data dan informasi yang ingin kami 1
dapatkan tidak tersedia dengan baik dalam dokumen tersebut. Kamijuga membuka referensireferensi lain yang kerap dipublikasikan oleh berbagai Journal Ilmiah, lembaga swadaya masyarakat nasional maupun internasional, serta berbagai publikasi lembaga-lembaga internasional, namun hasilnya malah membuat kami bingung karena terjadi ketidakkonsistenan antara data dan informasi dari berbagai publikasi tersebut mengingat definisi, metode pengumpulan data dan analisis yang berbeda-beda. Hal yang lebih menyakitkan hati adalah ketika sebuah institusi asing atau lokal mempublikasi suatu data dan informasi tentang kehutanan di Indonesia yang menyudutkan posisi Pemerintah Indonesia, sementara kita kesulitan untuk mengklarifikasi-balik publikasi tersebut dengan data dan informasi yang sahih. Walaupun Einstein mengatakan ‘Information is not knowledge’, tetapi Ronald Reagan mengatakan ‘Information is the oxygen of the modern age. It seeps through the walls topped by barbed wire, it wafts across the electrified borders’. Kami ingin menggarisbawahi bahwa RPJPN periode ketiga atau RPJMN 2015-2019 telah ditetapkan sebagai periode transisi dengan sasaran Indonesia harus mampu keluar dari middle income trap. Telah disebutkan dalam RPJPN bahwa periode 2015-2019 Indonesia harus unggul dalam persaingan global dengan berpijak kepada segitiga faktor utama, yaitu: sumber daya alam, sumber daya manusia, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sumber daya alam sebagai endowment harus dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk mensejahterakan rakyat Indonesia. Selama ini, dengan keterbatasan sumber daya manusia dan masih rendahnya kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi Indonesia dengan kekayaan alamnya telah memberikan sumbangan kepada bangsa-bangsa lain untuk sejahtera dan makin sejahtera mereka. Sekarang saatnya kita harus mampu mengoptimalkan sumber daya alam yang masih tersisa, khususnya sumber daya hutan yang merupakan renewable natural resources, dengan kemampuan sumber daya manusia dan penguasaan IPTEK yang tinggi melakukan ‘rebound’ mensejahterakan rakyat Indonesia. Saat kita ingin memanfaatkan sumber daya hutan maka muncul pertanyaan pertama adalah ‘masih adakah sumber daya hutan kita?’, bila masih ada maka pertanyaan kedua adalah ‘dimana gerangan keberadaan sumber daya hutan kita dan masih berapa besar?’, pertanyaan ketiga ‘bagaimana memanfaatkannya agar tetap dapat berkelanjutan?’. Untuk dapat menjawab beberapa pertanyaan tersebut maka kita tidak bisa mengikuti pola pembangunan sector kehutanan yang selama ini dijalankan (business as usual). Diperlukan langkah-langkah progressive dan transformative dalam tata kelola sektor kehutanan. Untuk melakukan transformasi tata kelola sektor kehutanan yang progressive tentunya perlu didukung dengan data dan informasi yang handal, valid, dan updated. Oleh karena itu, kami sangat mendukung pengembangan National Forest Monitoring System yang dikembangkan oleh Kementerian Kehutanan,sebagai bagian dari Forest Resources Assessments, dan terdiri atas Forest Inventory, Forest Monitoring, Mapping, dan Spatial Data Networking. Kami sangat berharap dengan adanya dukungan data dan informasi sumber daya hutan yang lengkap, perencanaan dan pengelolaan sektor kehutanan dapat menjadi lebih baik dan sekaligus 2
dapat mendukung akuntabilitas dan transparansi penyelenggaraan pemerintahan khususnya di bidang kehutanan.Untuk itu, perlu disusun regulation framework, institutional framework, dan budgeting framework yang mantap untuk pengembangan kegiatan tersebut di atas sebagai business process sektor kehutanan. Kami ingin sedikit mengulas mengenai metodologi National Forest Inventory (NFI) yang selama diacu. Menurut pendapat kami ada beberapa hal yang perlu disempurnakan terkait dengan aspek yang diperhatikan dalam NFI tersebut, antara lain: (1) konsep dan metoda pemutakhiran data stock sumber daya hutan seyogyanya mempergunakan kombinasi antara proyeksi stock SDH dan inventarisasi berulang untuk mendapatkan stock SDH terkini; (2) parameter sumber daya hutan sebaiknya ditambah dengan keanekaragaman hayati, karbon, sumber daya air, dan tanah (soil), termasuk parameter non SDH seperti kondisi social-ekonomibudaya masyarakat di sekitar kawasan hutan; (3) mencakup seluruh kawasan hutan termasuk hutan di luar kawasan; dan (4) masukan teknis lainnya yang tidak dapat kami sebut satu per satu dan sebaiknya dibahas dalam diskusi teknis berikutnya. Dengan banyaknya parameter-parameter yang harus diukur, tentunya diperlukan suatu standarisasi dalam penetapan berbagai indikator, definisi yang jelas serta metodologi pengukuran yang memenuhi kaidah scientific dari setiap indikator. Saudara-Saudara Sekalian Hadirin Yang Kami Hormat Dalam perspektif perencanaan pembangunan nasional, kami menginginkan agar sector kehutanan dapat hidup kembali sebagai salah satu sektor andalan pembangunan nasional. Sektor kehutanan memiliki specific competitiveness yang tidak dimiliki sektor lain, seperti sifatnya renewable, kelihatan dan terhitung, multi manfaat, dan bisa melibatkan semua lapisan masyarakat. Kami menginginkan agar sector kehutanan dapat menjadi a driver and an enabler of sustainable development, yang mampu mengatasi kesenjangan antar wilayah (regional disparity), mengatasi kemiskinan (poverty alleviation), dan penyediaan lapangan kerja. Dalam RPJMN 2015-2019 salah satu langkah transformasi tata kelola sektor kehutanan adalah pengembangan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sebagai operator seluruh kawasan hutan di Indonesia.Melalui pengembangan KPH diharapkan: a) meningkatkan nilai ekonomi kawasan hutan tanpa melalaikan nilai-nilai sosial dan lingkungan yang terkandung di dalamnya; b) menggerakan investasi lokal dan membuka lapangan kerja baru; c) meningkatkan sinergi dengan spatial and land based activities sektor lain; d) meningkatkan perlindungan kawasan hutan (termasuk kepentingan publik dari hutan); e) mampu menjawab jangkauan dampak pengelolaan hutan yang bersifat lokal, nasional dan sekaligus global (misalnya peran hutan dalam mitigasi perubahan iklim global/climate change); dan f) berbasis pada profesionalisme kehutanan. Dengan transformasi tata kelola hutan yang mengandalkan KPH sebagai pengelolaan hutan di tingkat tapak diharapkan kawasan hutan dapat dikelola secara langsung tanpa terkendala oleh sistem birokratis pemerintah akibat berbaurnya fungsi regulator dengan operator.
3
Untuk mendukung terselenggaranya pengelolaan hutan secara lestari oleh KPH, tentunya dibutuhkan FRA yang komprehensif yang didukung pula oleh sumber daya manusia yang memiliki kompetensi, dedikasi, kreativitas, ketelitian, kesabaran, keuletan, responsive, dan juga kejujuran dalam mengolah serta menyediakan data dan informasi. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya yang sistematis dalam menyediakan sumber daya manusia di bidang FRA melalui proses perencanaan terintegrasi dan koordinasi yang efektif antar eselon satu pada Kementerian Kehutanan serta dukungan yang kuat dalam menciptakan sumber daya manusia di bidang FRA di tingkat daerah.Strategi rekruitment SDM bidang kehutanan dan pelatihan tentang berbagai metodologi pengumpulan data di tingkat tapak maupun melalui citra satelit perlu didukung terutama dalam penguasaan IPTEK yang semakin canggih.Dengan tersedianya sumber daya manusia yang handal di bidang FRA dan sekaligus mendukung pengelolaan KPH, diharapkan visi dan misi pengelolaan hutan yang lestari dapat dijalankan secara efektif. Keseluruhan upaya dalam mengembangkan FRA tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu, dalam RPJMN 2015-2019 kami berupaya keras untuk memprioritaskan pendanaan bagi kegiatan FRA termasuk penguasaan IPTEK yang terkait dengan kegiatan FRA. Namun tentunya ketersediaan pendanaan melalui APBN akan sangat terbatas. Untuk itu, dibutuhkan sinergi pendanaan, baik APBN maupun APBD bahkan bila perlu dana masyarakat dan atau dunia usaha. Mengingat KPHP dan KPHL merupakan kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota, sudah sepantasnya pemerintah daerah kabupaten/kota juga mengalokasikan dana untuk menunjang kegiatan FRA dalam lima tahun mendatang. Berbagai potensi pendanaan hibah luar negeri juga patut dipertimbangkan mengingat negara-negara maju sangat peduli dengan kelestarian hutan tropic, terutama di Indonesia.Saat ini, kami perhatikan pendanaan hibah luar negeri lebih banyak dimanfaatkan oleh lembaga swadaya masyarakat internasional sehingga akhirnya pemerintah menjadi tergantung dengan berbagai LSM tersebut dalam melengkapi profil FRA nasional.Apakah ini berarti networking kita masih rendah atau kemampuan sumber daya manusia yang rendah sehingga tidak ada pihak yang mau bermitra.Ini merupakan tantangan. Saudara-Saudara Sekalian Hadirin yang Kami Hormati, Sebagai penutup, izinkan kami membuat rangkuman dari apa yang telah kami sampaikan. Pertama, FRA menjadi satu unsur utama sebagai landasan transformasi tata kelola sektor kehutanan; Kedua, FRA difokuskan dalam konteks mendukung pengelolaan/penyelenggaraan KPH; Ketiga, berbagai masalah dan tantangan, termasuk didalamnya jumlah dan kualitas sumber daya manusia, standarisasi indicator, dan metodologi pengumpulan dan analisis FRA, harus dapat diselesaikan dalam dua tahun pertama periode RPJMN 2015-2019, dan Terakhir, optimalisasi berbagai potensi sumber pendanaan FRA harus diupayakan termasuk dukungan dari APBN, APBD dan hibah luar negeri. Besar harapan kami agar workshop ini dapat memberikan suatu rekomendasi konkrit kepada pemerintah sehingga FRA dapat berjalan dengan baik dan sekaligus mendukung pencapaian transformasi tata kelola sektor kehutanan.
4
Semoga kita selalu diberi bimbingan oleh Tuhan Yang Maha Esa.Terima kasih dan selamat melakukan workshop dan mudah-mudahan memberikan hasil yang dapat diajukan sebagai kebijakan yang operasional dalam pelaksanaan FRA Indonesia yang lebih baik di masa yang akan datang.
Wassalaamu’alaikum wr.wb.
Basah Hernowo Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air
5