BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN (B P KP) Nomor Lampiran Hal
Yth.
: S-01.00.00-782/K/2000 Jakarta, 6 Desember 2000 : satu berkas : Penyampaian Pokok-Pokok Kebijakan Pengawasan APFP Tahun 2001
1. Para Inspektur Jenderal Departemen/ Pimpinan Unit Pengawasan LPND 2. Para Deputi Kepala BPKP 3. Para Kepala Pusat BPKP 4. Para Kepala Perwakilan BPKP 5. Para Kepala Itwilprop/Kab/Kota di Seluruh Indonesia
Sesuai dengan pasal 53 Keputusan Presiden Nomor : 166 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi dan Tata Kerja LPND, bersama ini kami sampaikan Pokok-Pokok Kebijakan Pengawasan APFP Tahun Anggaran 2001. Kami harapkan agar Pokok-Pokok Kebijakan Pengawasan ini digunakan sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) tahun 2001. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN, TTD ARIE SOELENDRO NIP 060035861 Tembusan Yth: 1. Bapak Menteri Koordinator Perekonomian 2. Bapak Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara 3. Bapak Sekretaris Negara 4. Bapak Sekretaris Kabinet
Bagian Peraturan Perundang-undangan Biro Hukum & Humas BPKP
1
POKOK - POKOK KEBIJAKAN PENGAWASAN APARAT PENGAWASAN FUNGSIONAL PEMERINTAH (APFP) TAHUN ANGGARAN 2001
I. PENDAHULUAN Garis-garis Besar Haluan Negara tahun1999-2004 yang ditetapkan dalam TAP MPR Nomor IV/MPR/1999 mengamanatkan agar Presiden selaku Kepala Negara/Kepala Pemerintahan mewujudkan penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari praktik-praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dengan memberikan sanksi seberat-beratnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, meningkatkan efektivitas pengawasan internal dan fungsional serta pengawasan masyarakat dan mengembangkan etik dan moral. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen sangat diperlukan untuk menjamin bahwa pelaksanaan kegiatan sesuai dengan kebijakan dan rencana yang telah ditetapkan serta untuk menjamin bahwa tujuan tercapai secara hemat, efisien, dan efektif. Tuntutan masyarakat yang menghendaki penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme sebagaimana diamanatkan dalam TAP MPR Nomor: XI/MPR/1998 dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 semakin dirasakan kebutuhan akan peranan pengawasan untuk menjawab tantangan tuntutan masyarakat tersebut. Sebagai salah satu elemen dari sistem pengawasan penyelenggaraan pemerintahan, pengawasan fungsional internal pemerintah akan berhasil secara optimal apabila dilaksanakan secara terpadu dan bersinergi dengan baik dengan elemen sistem pengawasan penyelenggaraan pemerintah lainnya yaitu pengawasan fungsional ekstern pemerintah, pengawasan masyarakat, dan pengawasan legislatif. Peran APFP sebagai pengawasan fungsional internal dapat dikategorikan sebagai "watchdog " evaluator dan katalisator harus mampu merespon terhadap berbagai perubahan yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan untuk memenuhi tuntutan terselenggaranya good governance. Perubahan yang signifikan dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya kepada pemerintah daerah beserta aspek keuangannya seperti yang tercantum Undang-Undang Nomor: 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor: 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pada era otonomi daerah, maka daerah sebagai bagian integral dari negara kesatuan RI mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan nasional. Dalam hal ini aparat pengawasan fungsional internal pemerintah diharapkan mampu untuk mendukung dan memperlancar pelaksanaan otonomi daerah yang semakin berat dan beragam. Terwujudnya good governance merupakan tuntutan bagi terselenggaranya manajemen pemerintahan dan pembangunan yang berdayaguna, berhasilguna dan bebas KKN. Dalam rangka itu diperlukan sistem akuntabilitas yang baik pada keseluruhan jajaran aparatur negara. Diharapkan dengan akuntabilitas yang baik,
Bagian Peraturan Perundang-undangan Biro Hukum & Humas BPKP
2
setiap instansi/organisasi akan mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi instansi/organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik. Melalui asistensi yang intensif dan evaluasi atas laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah oleh APFP, diharapkan instansi pemerintah dapat menyusun laporan Akuntabilitas Kinerja seperti yang dimaksud dalam Instruksi Presiden Nomor: 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Masalah lain yang perlu mendapat perhatian dari APFP adalah mengenai penyehatan manajemen keuangan BUMN/BUMD/BUL, pengelolaan pinjaman dan hibah luar negeri, peningkatan penerimaan negara, efisiensi dan efektivitas pengeluaran negara, perbaikan pelayanan masyarakat, serta efisiensi dan efektivitas pengelolaan kekayaan negara. Kebijakan pengawasan ini merupakan acuan dalam penyusunan rencana dan pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan APFP, sehingga akan jelas keterkaitannya dengan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT), baik dalam hal obyek pemeriksaaan atau kegiatan yang akan diperiksa, sasaran pemeriksaan, jadual waktu pemeriksaan, serta jenis pemeriksaannya. Kebijakan Pengawasan Tahun Anggaran 2001 ini meliputi periode 1 Januari 2001 sampai dengan 31 Desember 2001, sesuai dengan Perubahan Anggaran dan tahun Fiskal menjadi Tahun Takwim. Kegiatan yang diperiksa meliputi tahun anggaran 2000 yang berakhir per 31 Desember 2000 dan sebagian lagi untuk pemeriksaan tertentu meliputi tahun 2000 dan 2001 (current) II. ARAH KEBIJAKAN PENGAWASAN • •
Sasaran utama pengawasan adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja pemerintah. mewujudkan aparatur yang produktif, profesional, bersih, dan bertanggung jawab.
III. KEGIATAN PENGAWASAN Kegiatan pengawasan dalam Tahun Anggaran 2001 meliputi dua jenis kegiatan, yaitu Kegiatan Utama dan Kegiatan Penunjang. Untuk melaksanakan kegiatan pengawasan tersebut, diperlukan keterpaduan perencanaan dan koordinasi pelaksanaan pengawasan antara BPKP dengan APFP lainnya. A. Kegiatan Utama Pengawasan terdiri dari: 1. Pemeriksaan yang diarahkan untuk mengungkap adanya indikasi TPK/ KKN. Dalam melaksanakan setiap tugas pemeriksaan, terutama pemeriksaan terhadap obrik/kegiatan yang rawan terhadap kebocoran, setiap APFP wajib mengembangkan dan melaksanakan prosedur pemeriksaan yang diarahkan untuk mengungkapkan adanya unsur-unsur TPK/KKN. Apabila ditemukan
Bagian Peraturan Perundang-undangan Biro Hukum & Humas BPKP
3
indikasi yang kuat adanya unsur-unsur tindak pidana korupsi, maka akan dilanjutkan dengan pemeriksaan khusus. Selain dari hasil pengembangan pemeriksaan itu, pemeriksaan khusus juga dilaksanakan berdasarkan pengembangan atas temuan pemeriksaan yang belum ada atau belum tuntas tindak lanjutnya (TPB), pengaduan masyarakat baik yang melalui Kotak Pos 5000 maupun yang langsung ditujukan kepada APFP yang bersangkutan, serta permintaan dari instansi yang berwenang. Tanggapan terhadap pengaduan masyarakat serta kerjasama dengan instansi lain mencakup kejaksaan dan kepolisian, perlu ditingkatkan dan dikembangkan secara lebih intensif. Untuk lebih mendalami dan mengungkap adanya unsur-unsur tindak pidana korupsi, maka jumlah Hari Pemeriksaan (HP) untuk pemeriksaan khusus dalam tahun 2001 ditetapkan 25% dari total HP. 2. Pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan dan Kinerja BUMN/BUMD/BUL Pemeriksaan terhadap kekayaan negara yang dipisahkan yang dikelola oleh BUMN/BUMD/BUL termasuk usaha Perminyakan dan Gas Bumi, meliputi: Pemeriksaan atas laporan keuangan (Pemeriksaan Umum) dan kinerja badan usaha untuk perusahaan yang belum go public. Pemeriksaan terhadap kontrak bagi hasil bidang migas. Pemeriksaan terhadap pengelolaan dana untuk Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK) termasuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Pemeriksaan atas permintaan pihak-pihak yang berkepentingan untuk tujuan tertentu. 3. Pemeriksaan terhadap Pemanfaatan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri Pemeriksaan atas pengelolaan dana Bantuan Luar Negeri yang mencakup instansi pengelola dan proyek-proyeknya adalah berupa pemeriksaan yang bertujuan untuk memberikan pernyataan pendapat akuntan terhadap kewajaran Laporan Keuangan Konsolidasi per nomor pinjaman. Sesuai dengan permintaan Institusi atau Negara donor/lender hasil pemeriksaan terhadap bantuan luar negeri, disamping memberikan pernyataan pendapat akuntan juga memuat mengenai efisiensi, efektivitas pengelolaan, dan penggunaan dana bantuan. Hal ini dimaksudkan agar bantuan luar negeri dapat dimanfaatkan secara optimal dan terarah, serta sesuai kebijakan pembangunan yang telah digariskan. Jika terhadap obyek pemeriksaan berbantuan luar negeri dilakukan pemeriksaan lainnya (post audit), maka diupayakan agar pemeriksaannya dilakukan dalam waktu yang bersamaan. 4. Pemeriksaan terhadap Kredit Usaha Tani (KUT) Upaya pemerintah untuk meningkatkan usaha pertanian di pedesaan, di antaranya adalah dengan menyalurkan Kredit Usaha Tani (KUT) dan atau Kredit Ketahanan Pangan (KKP). Untuk menunjang upaya pemerintah ini,
Bagian Peraturan Perundang-undangan Biro Hukum & Humas BPKP
4
perlu dilakukan pemeriksaan untuk memperoleh informasi sejauh mana efisiensi dan efektivitas pengelolaan dan penyalurannya melalui Departemen Keuangan, Bank Indonesia, Bank-Bank Pemerintah dan Bank Swasta. 5. Pemeriksaan terhadap Peningkatan Penerimaan Negara Untuk menunjang peningkatan penerimaan dalam negeri sebagai sumber pembiayaan pembangunan, baik Penerimaan Pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP.) sebagaimana diatur dalam UU Nomor : 20 Tahun 1997, perlu dilakukan pemeriksaan kinerja terbadap instansi pengelolanya dan evaluasi terhadap peraturan perundang-undangan dan sistem prosedur intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan negara. Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap kantor-kantor Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai, instansi pengelola penerimaan sektor kehutanan, pertambangan, pertanian, kelautan/perikanan, migas, pariwisata, dan Instansi lainnya. 6. Pemeriksaan terhadap APBN Pengeluaran negara berupa pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan, baik yang dibiayai dari dana APBN yang dialokasikan untuk pelaksanaan dekonsentrasi, tugas pembantuan, dan desentralisasi, maupun dana APBD perlu dikelola dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh instansi pemerintah baik instansi pusat maupun daerah. APFP dalam hal bertugas untuk melakukan pemeriksaan agar dapat memberikan penilaian atas pelaksanaan APBN secara keseluruhan termasuk anggaran TNI dan Polri. Pemeriksaannya dilakukan pada Departemen/LPND per kelompok/program kelompok Anggaran Rutin/Pembangunan mencakup total/besaran anggaran serta alokasinya dan pemeriksaan serentak terhadap proyek-proyeknya. 7. Pemeriksaan Operasional terhadap Kegiatan Perijinan dan Pelayanan Masyarakat Salah satu ukuran dari keberhasilan pembangunan adalah masyarakat telah terlayani keperluannya dengan kualitas pelayanan yang prima. APFP perlu memastikan bahwa kualitas pelayanan yang diberikan oleh instansi pemerintah kepada masyarakat telah sesuai dengan standar yang baku. Untuk tahun 2001 pemeriksaan operasional terhadap kegiatan pelayanan masyarakat yang akan dilakukan meliputi jasa perhubungan, kesehatan, dan sosial, pendidikan, keimigrasian, penyelenggaraan ibadah haji, kepabean, pelayanan perpajakan dan pelayanan penyediaan air minum oleh PDAM. 8. Inventarisasi Barang Inventaris Milik/Kekayaan Negara (BIM/KN) Inventarisasi BIM/KN yang telah dilaksanakan dalam tahun 2000 dilanjutkan dalam tahun 2001 terhadap barang-barang inventaris yang berada dalam penguasaan Departemen/LPND, baik ditingkat Pusat maupun Daerah untuk mendorong tertib administrasi dan tersusunnya neraca kekayaan negara. Disamping itu, untuk memperoleh titik awal BIM/KN yang dikelola oleh Daerah Otonom, maka inventarisasi juga akan dilakukan terhadap BIM/KN milik daerah otonom.
Bagian Peraturan Perundang-undangan Biro Hukum & Humas BPKP
5
9. Pemeriksaan terhadap dana offbudget yang dikelola oleh Yayasan dan dana of balance sheet BUMN serta pemeriksaan tindak lanjut terhadap temuan dana offbudget pada Departemen/LPND. Pemeriksaan terhadap dana offbudget yang dikelola oleh Yayasan dan dana offbalance sheet BUMN dilakukan untuk memastikan adanya dan kewajaran pertanggungjawaban keuangan baik penerimaan maupun penggunaannya yang dananya bersumber dari APBN, APBD dan BUMN. Pemeriksaan terhadap tindak lanjut hasil pemeriksaan tahun lalu terhadap temuan dana off budget pada Departemen/LPND untuk memastikan bahwa Departemen/LPND telah melaksanakan tindak lanjut yang disarankan. 10. Asistensi Penyusunan dan Evaluasi Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah APFP agar membantu instansi pemerintah untuk merumuskan format maupun substansi Laporan Akuntabilitas Kinerja instansi Pemerintah. Di samping itu, perlu dilakukan penyuluhan yang intensif ke berbagai instansi tentang manfaat dan tata cara penyusunan Laporan Akuntabilitas seperti dimaksud dalam Instruksi Presiden Nomor : 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Kegiatan ini dilaksanakan oleh BPKP bekerjasama dengan Lembaga Administrasi Negara (LAN). Dalam tahun 2001 disamping melakukan asistensi penyusunan LAKIP juga dilaksanakan evaluasi LAKIP pada Instansi Pusat maupun daerah, sehingga dapat dilakukan penilaian terhadap tugas pokok dan fungsi Departemen/ Instansi. 11. Pemeriksaan terhadap Mata Anggaran XVI Perlu dilakukan pemeriksaan atas efisiensi dan efektivitas pengeluaran melalui bagian Mata Anggaran XVI termasuk evaluasi dan pemeriksaan terhadap kelayakan pemberian subsidi pemerintah kepada Bulog, PLN, Pertamina, Obat-obatan, serta subsidi-subsidi lainnya. 12. Penugasan Lainnya APFP dapat melakukan penugasan lain atas pennintaan Departemen/LPND, Pemerintah Daerah, BUMN/BUMD dan Badan/lnstansi lain untuk tujuan tertentu baik berupa penugasan pemeriksaan, evaluasi, penyuluhan dan asistensi. B. Kegiatan Penunjang Pengawasan terdiri atas: 1. Penyusunan Kebijakan Pengawasan Jangka Panjang Kebijakan Pengawasan Jangka Panjang (5 tahun) perlu disusun untuk memberikan arah pengawasan dan menjadi pedoman penyusunan kebijakan pengawasan tahunan. Sehubungan dengan telah ditetapkannya GBHN tahun 1999-2004 hasil Sidang MPR tahun 1999, maka dalam Tahun Anggaran 2001 perlu disusun kebijakan pengawasan jangka panjang dengan mengacu GBHN tersebut.
Bagian Peraturan Perundang-undangan Biro Hukum & Humas BPKP
6
2. Peningkatan Sinergi Pengawasan . Sinergi pengawasan perlu ditingkatkan melalui kerjasama dan koordinasi yang harmonis antara BPKP, Itjen Departemen, Unit Pengawasan LPND, ItwilProp/Kab/Kodya, dan SPI BUMN/BUMD/BUL, dengan memperhatikan program pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan. 3. Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Latihan Pengawasan Upaya peningkatan pendidikan dan latihan pengawasan yang telah dilakukan tahun sebelumnya terus dilanjutkan untuk meningkatkan profesionalisme Aparat APFP. Dalam Tahun Anggaran 2001 perlu dilakukan pendidikan dan latihan pengawasan yang meliputi Diklat Sertifikasi JFA, Diklat Penjenjangan Struktural, Diklat Manajerial Pengawasan, Diklat Teknis Substansi, dan Diklat Penunjang. Selain itu, perlu ditingkatkan kualitas SDM melalui berbagai forum seperti seminar, PKS, diskusi, studi kasus mengenai masalahmasalah yang berhubungan dengan pengawasan dalam rangka meningkatkan dan memelihara konsep pendidikan dan pelatihan berkelanjutan (Continuing Professional Education) Pendidikan dan latihan tersebut selain dilakukan di Jakarta, juga dilakukan di daerah-daerah. 4. Peningkatan Kualitas Penelitian dan Pengembangan Sistem Pengawasan Dalam Tahun Anggaran 2001 perlu dilanjutkan berbagai penelitian dan pengembangan Sistem Pengawasan yang lebih berkualitas, untuk menunjang kegiatan pengawasan seperti telah dilakukan dalam tahun-tahun sebelumnya. 5. Penyusunan Database Sistem Informasi Pengawasan Dalam Tahun Anggaran 2001 penyusunan database pengawasan perlu dilanjutkan dan terus dikembangkan dalam rangka penyusunan Sistem Informasi Pengawasan yang terpadu, yang meliputi: Penyusunan dan pemutakhiran database obyek pemeriksaan secara nasional, yang menggambarkan peta obrik per wilayah, per APFP. Pemutakhiran temuan dan tindak lanjut hasil pengawasan. Administrasi kepegawaian, dan sebagainya. 6. Pembinaan APFP, SPI, dan KAP Perlu adanya pembinaan mela1ui evaluasi kinerja APFP, SPI. dan KAP, serta pembinaan Jabatan Fungsional APFP guna mempertahankan standar kerja dan meningkatkan mutu pelaksanaan kinerjanya.
IV. KOORDINASI PENGAWASAN Koordinasi pengawasan antar APFP perlu ditetapkan untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Untuk pelaksanaan pengawasan Tahun Anggaran 2001 ditetapkan koordinasi pengawasan sebagai berikut:
Bagian Peraturan Perundang-undangan Biro Hukum & Humas BPKP
7
1. Rapat Koordinasi Pengawasan (Rakorwas) dan Pertemuan Bilateral Untuk meningkatkan koordinasi pengawasan, APFP mengadakan Rapat Koordinasi Pengawasan agar memperoleh pemahaman yang sama atas Kebijakan Pengawasan, memantapkan sinergi pengawasan dan sekaligus menghilangkan tumpang tindih pemeriksaan dalam PKPT. 2. Pemisahan tugas antara BPKP dan APFP lainnya. BPKP selaku aparat pengawasan internal pemerintah yang bertanggungjawab kepada Presiden berkonsentrasi pada audit terhadap kegiatan yang bersifat lintas instansi dan isu strategis nasional. penanganan kasus-kasus Tindak Pidana Korupsi dan KKN, evaluasi kinerja instansi dan kekayaan negara yang dipisahkan. Bagi aparat pengawasan internal pemerintah yang bertanggungjawab kepada Menteri/Kepala LPND/Gubernur/Bupati/Walikota menangani audit ketaatan, audit operasional dan audit lain yang dibutuhkan oleh pimpinan instansi yang bersangkutan terhadap kegiatan dalam lingkup organisasinya. Pembagian obyek pemeriksaan antara BPKP dengan APFP lainnya ditetapkan secara sinergis melalui pertemuan bilateral antara : - BPKP Pusat dengan Itjen Departemen/Unit Pengawasan LPND - Perwakilan BPKP dengan Itwil Prop/Kab/kota. 3. Frekuensi Pemeriksaan Dalam satu tahun anggaran, terhadap satu obrik maksimal dilakukan dua kali pemeriksaan, yaitu satu kali oleh APFP yang berada dalam lingkup Departemen/LPND/Pemda Pemda Propinsi/Pemda Kabupaten/Kodya dan satu kali oleh BPKP. Pengecualian dapat dilakukan apabila terhadap obrik yang bersangkutan dilakukan pemeriksaan khusus.
Bagian Peraturan Perundang-undangan Biro Hukum & Humas BPKP
8