BABl
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Negara membutuhkan ketersediaan dana untuk membiayai keperluan pemerintah dalam rangka pembangunan nasional. Kekayaan sumberdaya alam yang pada awalnya dijadikan sebagai komoditi utama untuk menghasilkan penerimaan Negara, sudah tidak dapat dipertahankan lagi karena sifatnya yang terbatas dan pada suatu waktu akan habis. Menyadari hal tersebut pemerintah Indonesia menetapkan tekadnya bahwa pajak dijadikan tulang punggung dalam membiayai pembangunan, dimulai sejak reformasi perpajakan pada tahun 1984 dengan prinsip kepastian hukum, keadilan dan netralitas yang mutlak diperhatikan dalam upaya memungut pajak. Pajak berasal dari iuran masyarakat dan dapat dipaksakan dengan tidak mendapat imbalan secara langsung yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak. Menurut Menteri Keuangan Brodjonegoro (20 15), realisasi pendapatan negara tercatat mencapai Rp 1.5 37,2 triliun, atau 94 persen dari rene ana dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 yang sebesar Rp1.635,4 triliun. Dari jumlah realisasi pendapatan negara tersebut, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp1.143,3 triliun, atau 91,7 persen dari target yang ditetapkan
sebesar
Rp 1.246,1
triliun.
Pemerintah masih
mengandalkan
penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan negara. Pemerintah menargetkan
1
2
penerimaan pajak sebesar Rp1.246,1 triliun atau sekitar 76 persen dari total penerimaan negara (www.kemenkeu.go.id). Terdapat dua jenis sistem pemungutan pajak yaitu Official Assessment System dan Self Assessment System. Di Indonesia sistem perpajakannya menganut Self Assessment System yaitu suatu sistem dimana Wajib Pajak diberi
kepercayaan untuk menghitung sendiri
besarnya pajak
yang terutang,
memperhitungkan besarnya pajak yang sudah dipotong oleh pihak lain, membayar pajak yang harus dibayar dan melaporkan ke Kantor Pajak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan yang berlaku (Sari, 2013: 79). Supaya sistem tersebut dapat berhasil dibutuhkan kesadaran, kejujuran, kedisiplinan dan keinginan Wajib Pajak untuk melakukan kewajibannya sesuai peraturan perpajakan yang berlaku. Akan tetapi dalam kenyataannya, keinginan masyarakat untuk membayarkan pajak masih tergolong rendah. Menurut Menteri Keuangan Brodjonegoro (20 15) bahwa berdasarkan data pada tahun 2014, jumlah penduduk Indonesia yang memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ada sebanyak 44,8 juta orang. Namun demikian, baru 26,8 juta orang di antaranya yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak (WP). Dari jumlah tersebut, hanya 10,3 juta Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Hal serupajuga terjadi dengan Wajib Pajak Badan, dari 1,2 juta perusahaan yang terdaftar sebagai Wajib Pajak Badan, hanya sekitar 45,8 persen atau 550 ribu perusahaan yang menyampaikan SPT. Menurut Menkeu, salah satu faktor penyebab rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak adalah karena kekurangpahaman Wajib Pajak akan ketentuan perpajakan.
3
Oleh karena itu, untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, Direktorat Jenderal Pajak selalu berupaya mengoptimalkan pelayanan sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan keinginan masyarakat untuk tertib sebagai Wajib Pajak, salah satunya dengan melakukan reformasi perpajakan. Gunadi (dalam Rahman, 2010: 210) menyatakan bahwa reformasi perpajakan meliputi dua area, yaitu reformasi kebijakan pajak berupa regulasi atau peraturan perpajakan seperti undang-undang perpajakan dan reformasi administrasi perpajakan. Reformasi administrasi perpajakan memiliki beberapa tujuan. Pertama, memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Kedua, mengadministrasikan penerimaan pajak sehingga transparansi dan akuntabilitas penerimaan sekaligus pengeluaran pembayaran dana dari pajak setiap saat dapat diketahui. Ketiga, memberikan suatu pengawasan terhadap pelaksanaan pemungutan pajak, terutama adalah kepada aparat pengumpul pajak, kepada Wajib Pajak, ataupun kepada masyarakat pembayar pajak. Agar tujuan tersebut tercapai, program reformasi administrasi perpajakan perlu dirancang dan dilaksanakan secara menyeluruh dan komprehensif melalui perubahan-perubahan dalam bidang struktur organisasi, proses bisnis dan teknologi informasi dan komunikasi, manajemen sumber daya manusia, dan pelaksanaan good governance (Sari, 2013: 7). Salah satu perubahan yang dilakukan adalah dengan melakukan perbaikan proses bisnis yaitu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan menerapkan Electronic Filing System sistem (e-Filing). Melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-88/PJ/2004 pada bulan Mei tahun
4
2004 secara resmi diluncurkan produk e-Filing. Tepatnya pada tanggal 24 Januari 2005 bertempat di Kantor Kepresidenan, Presiden Republik Indonesia bersamasama dengan Direktorat Jenderal Pajak meluncurkan produk e-Filing atau
Electronic Filing System (Novarina, 2005). e-Filing, yaitu pelayanan penyampaian Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) dan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) yang berbentuk formulir elektronik dalam media komputer. SPT ini tidak berbentuk kertas, melainkan berbentuk formulir elektronik yang ditransfer atau disampaikan ke Dirjen Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak dengan proses yang terintegrasi dan
real time. e-Filing sebagai salah satu program dalam modernisasi juga merupakan wujud e-government yang bertujuan memberikan kemudahan dalam penyampaian SPT Tahunan PPh Pribadi dengan harapan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak orang pribadi (Abdurrohman et al, 2010). Sedangkan bagi aparat pajak, teknologi e-Filing ini mampu memudahkan mereka dalam pengelolaan database karena penyimpanan dokumen-dokumen Wajib Pajak telah dilakukan secara terkomputerisasi. Dengan diterapkannya sistem e-Filing, diharapkan dapat memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam mempersiapkan dan menyampaikan SPT. Karena e-Filing dapat dikirimkan kapan saja dan dimana saja sehingga dapat meminimalkan biaya dan waktu yang digunakan Wajib Pajak untuk penghitungan,
pengisian dan
penyampaian SPT.
e-Filing dapat
meminimalkan biaya dan waktu karena hanya dengan menggunakan komputer yang terhubung internet, penyampaian SPT dapat dilakukan kapan saja.
5
Fleksibilitas suatu sistem informasi menunjukkan bahwa sistem informasi dianggap sukses jika pengguna sistem dapat memenuhi kebutuhannya secara fleksibel dan jauh dari kesulitan serta nyaman dalam menggunakan sistem tersebut Widyadinata dan Toly, (2014). Penerapan sistem e-Filing diharapkan dapat memudahkan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT. Namun dalam kenyataannya, masih banyak Wajib Pajak yang belum menggunakan fasilitas tersebut. Berikut ini ditunjukkan oleh tabel 1 tentang rasio penggunaan sistem e-Filing oleh Wajib Pajak Orang Pribadi:
Tabel1 Rasia Penggunaan Sistem e-Filing Tahun Diterimanya SPT
2010
2011
2012
2013
Jumlah SPT 7.700.961 8.812.251 8.934.821 10.188.730 Tahunan (Jiwa) Jumlah WP yang 26.187 4.941 9.850 21.799 menggunakan e-Filing (Jiwa) Rasia 0,06% 0,11% 0,24% 0,26% penggunaan e-Filing (%) Sumber : Direktorat Jenderal Pajak (Diolah kern bali oleh penulis, 20 15)
2014 10.258.948 1.029.296
10,3%
Berdasarkan tabel 1 tersebut ditunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2010 sampai 2014 jumlah Wajib Pajak yang menggunakan e-Filing masih sangat rendah, terlihat dari rasio penggunaan eFiling oleh Wajib Pajak Orang Pribadi tahun 2010- 2014 hanya mencapai kurang
lebih 10%. Penggunaan e-Filing memanfaatkan jaringan internet, maka untuk dapat menggunakan e-Filing Wajib Pajak dituntut untuk dapat mengoperasikan
6
internet Namun disisi lain, masyarakat Indonesia yang dapat mengoperasikan internet dapat dikatakan belum banyak. Hal tersebut terlihat dari data statistik penetrasi pengguna internet di Indonesia tampak pada tabel 2 berikut:
Tabel2 Statistik Penetrasi Pengguna Internet di Indonesia
Nama Propinsi
Pengguna Internet
Penetrasi Pengguna Internet
(Jhva) ( 0/o) Aceh 2,4 juta 49 % Sumatera Utara 3,5 juta 49% Sumatera Barat 1,8 juta 25 % Riau 1,8 juta 35% Jambi 1,2 juta 29 % 37% Sumatera Selatan 2,6 juta Bengkulu 0,7 juta 33% Lampung 3,4 juta 33 % Kep. Bangka Belitung 0,4 juta 41 % Kepulauan Riau 0,8 juta 56 % 36 % DKI Jakarta 5,6 juta Jawa Barat 2,0 juta 32 % Jawa Tengah 3,3 juta 54 % D.l Yogyakarta 2,0 juta 31 % Jawa Timur 12,1 juta 28% Banten 2,4 juta 50 % Bali 1,4 juta 28 % Nusa Tenggara Barat 1,1 juta 23% Nusa Tenggara Timur 0,7 juta 30% Kalimantan Barat 1,2 juta 31 % Kalimantan Tengah 1,2 juta 30% Kalimantan Selatan 0,9 juta 36 % 1,0 juta 36 % Kalimantan Timur Sulawesi Utara 3,7 juta 44% Sulawesi Tengah 0,7 juta 44% Sulawesi Selatan 0,4 juta 29% Sulawesi Tenggara 0,6 juta 24% Gorontalo 0,5 juta 20 % 0,3 juta 37% Sulawesi Barat Maluku 0,2 juta 30 % Maluku Utara 1,2 juta 34% Papua Barat 16,4 juta 36 % Papua 10, 7 juta 42 % Sumber: Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (2015)
7
Berdasarkan tabel 2 ditunjukkan bahwa di Jawa Timur terlihat masih sedikitnya pengguna internet sebesar 28%, sedangkan berdasarkan usia pengguna, mayoritas pengguna internet di Indonesia berusia 18-25 tahun, yaitu sebesar 49% hampir setengah dari total jumlah pengguna internet di Indonesia. Artinya, dapat dikatakan bahwa pengguna internet didominasi oleh kaum remaja. Terdapat beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu mengenai kepatuhan Wajib Pajak, diantaranya penelitian yang memiliki hasil sejenis yang dilakukan oleh Zuhdi (2015) yang menunjukkan adanya pengaruh peningkatan kepatuhan Wajib Pajak sebelum dan sesudah program Elektronik Surat Pemberitahuan (e-SPT) dalam melaporkan SPT masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Penelitian yang dilakukan oleh Fasmi dan Misra (2013) mengenai Pengaruh Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan Terhadap Tingkat Kepatuhan Pengusaha Kena Pajak di KPP Pratama Padang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa modernisasi sistem administrasi perpajakan berpengaruh terhadap kepatuhan Pengusaha Kena Pajak di KPP Pratama Padang. Penelitian sejenis lainnya memiliki hasil berbeda, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Abdurrohman et al. (2014) mengenai Implementasi Program eFi/ing dalam Upaya Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi
Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bojonegoro ). Hasil penelitian terse but menunjukkan
Implementasi
Program
e-Filing
tidak
berpengaruh
pada
Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bojonegoro.
8
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas mengenai beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang memiliki hasil berbeda, oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai penerapan sistem e-Filing untuk mengetahui sampai sejauh pengaruhnya terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan kenyataan bahwa kepatuhan Wajib Pajak masyarakat Indonesia masih rendah. Selain itu, peneliti juga ingin meneliti apakah pemahaman terhadap internet dapat memoderasi hubungan antara penerapan sistem e-Filing dengan kepatuhan Wajib Pajak karena untuk dapat menggunakan e-Filing Wajib Pajak harus dapat mengoperasikan internet.
1.2. Rumusan Masalah Sesuai latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalahnya dalam penelitian ini yaitu: 1. Apakah Penerapan Sistem e-Filing berpengaruh terhadap Kepatuhan Wajib Pajak? 2. Apakah Pemahaman Internet dapat memoderasi pengaruh antara Penerapan Sistem e-Filing dan Kepatuhan Wajib Pajak?
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. Menguji secara empiris dan menganalisis pengaruh Penerapan Sistem e-Filing terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. 2. Menguji secara empiris dan menganalisis pengaruh pemahaman internet terdapat hubungan antara Penerapan Sistem e-Filing dan Kepatuhan Wajib
9
Pajak.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai berikut: 1. Kontribusi Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian sejenis yang tertarik melakukan penelitian selanjutnya. b. Penelitian ini diharapkan mampu menambah dan mengembangkan wawasan, informasi, serta pemikiran dan ilmu pengetahuan yang khususnya berkaitan dengan Pengaruh Sistem e-Filing terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dengan Pemahaman Internet sebagai Variabel Pemoderasi. 2. Kontribusi Praktis a. Bagi Direktorat Jendral Pajak dan KPP Pratama Surabaya Sawahan, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi aparat pajak dalam memberikan gambaran mengenai pengaruh sistem e-Filing terhadap kepatuhan Wajib Pcijak sehingga dapat berinovasi dalam mengembangkan teknologi untuk mengoptimalkan pelayanan terhadap Wajib Pajak. b. Bagi pihak pembaca dan penulis sendiri, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi untuk menambah wawasan mengenai kemudahan pelaporan SPT bagi Wajib Pajak. 3. Kontribusi Kebijakan a. Sebagai informasi dan bahan evaluasi atas penerapan sistem e-Filing di lingkungan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Sawahan sebagai prototipe KPP percontohan sehingga dapat mendorong digulirkannya
10
reformasi administrasi perpajakanjangka menengah oleh Direktorat Jenderal Pajak yang menjadi prioritas dalam reformasi perpajakan terutama dalam melanjutkan penerapan sistem administrasi perpajakan modem pada kantorkantor pajak lainnya di seluruh Indonesia secara bertahap. b. Sebagai informasi yang perlu diperhatikan bagi Direktorat Jenderal Pajak dalam memahami aspek-aspek yang berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak sebagai salah satu tujuan dari modernisasi administrasi perpajakan melalui penerapan sistem e-Filing.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan beberapa identifikasi masalah yang ada, peneliti membatasi masalah yang hendak dipecahkan melalui kegiatan penelitian. Wajib Pajak yang dijadikan subyek penelitian adalah Wajib Pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Surabaya Sawahan.