BABH TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Dahlia (Dahlia variabilis) Tanaman Famili Compositae menipakan jenis famili tanaman berbunga yang terbesar. Sebagian besar famili Compositae berupa herba atau perdu, tetapi ada juga yang berupa pepohonan meskipun jarang ditemukan. Tumbuhnya tersebar luas di seluruh dunia dan bisa ditemukan pada berbagai lingkungan (Watson dan Dalwitz, 1992).Tanaman ini bisa ditemukan pada daerah dengan kondisi geografis yang sejuk, iklim sedang, subtropis maupun tropis. Senyawa kimia yang dilaporkan terkandung pada famili Compositae diantaranya: polietilen, alkaloid (adakalanya tidak ditemukan), saponin (ada kalanya tidak ditemukan), inulin (yang ditemukan tersebar luas pada sebagian besar genus) dan Iain-lain (Ezoubeiri, 2005). Famili Compositae menipakan tanaman dengan batang lunak atau mengandung jaringan kayu sedikit sekali. Bagi masyarakat beberapa jenis tanaman ini digunakan sebagai tanaman bias, bunga potong, bahkan sebagai penghasil obat (Hamka, 2004). Salah satu jenis tanaman tingkat tinggi yang termasuk ke dalam famili Compositae adalah dahlia (Dahlia variabilis). Tanaman dahlia menipakan tanaman perdu berumbi yang sifatnya tahunan (perenial), berbimga pada musim panas sampai musim gugur. Dahlia adalah bunga nasional negara Meksiko. Pada tahun 1872, negeri Belanda menerima sekotak umbi Dahlia yang dikirim dari Meksiko. Dari sekotak umbi bunga dahlia temyata hanya satu umbi yang berhasil berbunga namim menghasilkan bunga indah berwama merah dengan daun bunga yang runcing. Bimga dahlia dinamakan untuk menghormati ahli botani berkebangsaan Swedia dari abad ke-18 yang bemama Anders Dahl. Ahli tanaman yang beriiasil mengembangbiakkan dahlia yang kemudian dinamakan Dahlia juarezii. Dahlia juarezii menipakan nenek moyang semua bunga dahlia hibrida (persilangan) yang terdapat sekarang ini (Grieve, 2006). Tanaman ini memiiiki tinggi sekitar 60 hingga 150 cm. Batangnya tegak, bercabang dan tidak berbulu. Letak daun-daunnya tersusun bersebelahan, memiiiki satu sampai tiga buah ship dengan pinggiran yang bergerigi. Di atas tangkai yang kecil, halus dan panjang, terdqiat bunga yang indah dengan waraa4
wama tertentu (Adam, 1999) antara lain: wama putih, laming, jingga, violet, merah, ungu atau campurannya, dengan diameter bimga terkecil sekitar 5 cm, sedangkan yang terbesar sekitar 30 cm. Spesies dahlia yang ada saat ini adalah D. pinnata, D. variabilis (Gambar 1), D. coccinea, danD.juarezi (Lutony, 1993). Tempat yang baik imtuk menanam dahlia adalah pada ketinggian 250 m dpi. Sedangkan syarat tanah tempat penanaman dahlia adalah tanah yang sedikit asam (6,1-6,5) atau pada pH netral (6,6-7,5).
Gambar 1. Dahlia variabilis wama kuning Tanaman ini diklasifikasikan sebagai berikut (Dole dan Wilkins, 2005) Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Kelas : Dycotyledone Ordo : Liliales Famili : Compositae / Asteraceae Genus : Dahlia Spesies : Dahlia variabilis 2.2 Metoda Ekstraksi Senyawa Bahan Alam Ekstraksi adalah proses pengambilan komponen yang lamt dari bahan atau campuran, dengan menggunakan pelamt seperti air, alkohol, eter, aseton, dan sebagainya. Metoda ekstraksi yang dipilih imtuk mendapatkan senyawa bahanalam tergantung pada jenis sampel tumbuhan yang ada. Temtama 5
tergantung padakeadaan fisik senyawa tersebut, misalnya senyawa yang berupa cairan yang mudah menguap berbeda caranya dengan cairan yang tidak menguap (Harbone,1987). Ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari seluruh bagian tumbuhan baik bunga, buah, daun, kulit batang dan akar. Untuk menganalisis, kita hams menggimakan tumbuhan yang tidak berpenyakit, terinfeksi virus, bakteri, jamur atau limiut. Sebab hasil sintesis mikroba yang mimgkin terdeteksi, tetapi infeksipun mungkin mengubah metabolisme tumbuhan secara serius dan membentuk hasil yang tidak diharapkan, bahkan dalam jumlah besar (Harbome, 1987). Metoda yang bisa digunakan antara lain: maserasi, perkolasi, sokletasi, destilasi uap dan pengempaan. 2.2.1 Maserasi Maserasi mempakan proses perendaman sampel dengan pelarut organik yang digunakan pada temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam, karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara didalam dan di luar sel. Sehingga metabolit sekunder yang ada didalam sitoplasma akan terlamt dalam pelamt organik. Teknik maserasi digunakan temtama jika senyawa organik metabolit sekunder yang ada dalam bahan alam tersebut cukup banyak persentasenya dan ditemukan suatu pelamt yang dapat melamtkan senyawa organik tersebut tanpa dilakukan pemanasan. Maserasi biasanya dilakukan imtuk bagian timibuhan yang struktumya limak seperti bimga dan daun (Sharp dkk, 1989). Secara umum metanol mempakan pelamt yang paling banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam karena dapat melamtkan hampir semua senyawa metabolit sekunder. Hasil perendaman kemudian disaring dan filtrat yang didapatkan diuapkan dengan alat rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental tumbuhan yang akan dilakukan pemisahan dengan cara-cara kromatografi (Sharp dkk, 1989).
6
2.2.2 Perkolasi Perkolasi Mempakan proses melewatkan pelamt organik pada sampel sehingga pelamt akan membawa senyawa organik bersama-sama pelamt. Tetapi efektifitas dari proses ini hanya akan lebih besar imtuk senyawa organik yang sangat mudah lamt pada pelamt yang digunakan. Pada prinsipnya teknik perkolasi menggunakan suatu pelamt dimana pelamt tersebut dilewatkan secara perlahan kepada bahan alam yang mengandung senyawa organik tersebut. Perkolasi biasanya digunakan untuk tumbuhan yang keras seperti akar, batang dan biji. Cara perkolasi digunakan apabila kandungan senyawa kimianya sedikit. Filtrat yang didapatkan diuapkan pelamtnya denganalat rotary evaporator (Sharp dkk, 1989). 2J3Sokletasi ^\.^'%-•. ^-'^^t.:-' : -: Menggunakan Sokletasi untuk senyawa yang memiiiki senyawa kimia yang tahan panas dan tidak mengalami pembahan komposisi senyawa kimia akibat pemanasan. Metode ini menggunakan pelamt yang tahan terhadap pemanasan pada suhu titik didih pelamtnya. Dengan sokletasi penggunaan pelamt dapat dihemat karena terjadinya sirkulasi pelamt yang selalu membasahi sampel. Sampel dimasukkan ke dalam tempat khusus (sampel tidak dilamtkan langsung dengan pelamtnya). Hal tersebut dilakukan secara berulang-ulang untuk mendapatkan senyawa kimia yang lamt di dalam pelamt yang digunakan (Sharp dkk, 1989). 2 J.4 Distilasi uap Proses destilasi uap lebih banyak digunakan untuk senyawa yang tahan pada suhu yang cukup tinggi, yang lebih tinggi dari titik didih pelamt yang digunakan. Pada umumnya banyak dilakukan untuk minyak atsiri. Cara distilasi uap khusus digunakan untuk senyawa yang dapat ikut diuapkan bersama uap air. Pada prinsipnya ada dua teknik pengegaan dalam metoda ini, yaitu uap air dihasilkan sendiri atau bahan alam langsung ditambahkan air dan dipanaskan. Untuk sampel yang mempunyai volume besar dapat menggunakan metoda pemisahan zat padat (eksitu), sedangkan sampel yang mempunyai volume kecil 7
dapat digunakan metoda pencampuran bahan baku dan air (insitu) (Sharp dkk, 1989). 2.2.5 Pengempaan Metoda ini banyak dipakai dalam proses industri seperti pada isolasi CPO dari buah kelapa sawit dan isolasi katekin dari gambu-, dimana proses ini tidak menggimakan pelarut (Lenny, 2006) 23 Kromatografi Kromatografi mempakan teknik pemisahan yang paling baik di laboratorium kimia. Hampir setiap campuran kimia dapat dipisahkan dengan metoda ini, mulai dari bobot yang paling besar sampai bobot yang paling kecil. Pemisahan secara kromatografi berdasarkan beberapa kecenderungan sifat fisiknya yaitu: ^ . • n ;a) Kecenderungan molekul untuk lamt dalam cairan (kelamtan). b) Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus (adsorbsi, penyerapan) dan c) kecenderungan molekul untuk menguap atau bembah ke keadaan uap (keatsirian) (Gritter dkk, 1991). Dalam kromatografi terdapat dua fase yaitu fase gerak dan fase diam. Fase gerak kromatografi dapat bempa zat cair atau gas dan fase diam dapat bempa zat padat atau zat cair. Berdasarkan sifat fase gerak dan fase diamnya, maka kromatografi dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok kromatografi. Keempat kelompok kromatografi tersebut adalah cair-padat, gas-padat, cair-cair, dan gas-cair (Day, 1991). Pada metoda kromatografi berlaku prinsip dissolve like" artinya polar mengikat yang polar dan non polar mengikat yang non polar. Dalam hal ini, fasa diam yang polar akan menyer^ lebih kuat komponen yang relatif polar, sedangkan fase diam yang non polar akan menyerap lebih kuat komponenkomponen yang non polar. Hal yang sama berlaku juga pada fase gerak. Fase gerak yang polar yang akan melamtkan lebih baik komponen yang polar. 8
sebaliknya fase gerak yang non polar akan melamtkan relatif lebih baik komponen yang non polar (Day, 1991). 2.3.1 Kromatografi lapis tipis Kromatografi lapis tipis fase diamnya bempa lapisan dan fase geraknya mengalir karena kerja kapiier. Pada kromatografi lapis tipis (KLT), fase padatnya bempa lapisan yang terdiri atas bahan padat yang dilapiskan kepada permukaan penyangga yang biasanya terbuat dari kaca, tetqii dapat pula terbuat dari plat polimer atau logam. Lapisan melekat kepada permukaan dengan bantuan bahan pengikat, biasanya kalsiimi sulfonat atau amilum (pati). Pada KLT lapisan itu biasanya berfungsi sebagai permukaan padat yang menyerap, walaupaun dapat pula dipakai sebagai penyangga zat cair (Gritter dkk, 1991). Cara kerja dari KLT adalah sebagai berikut: campuran yang akan dipisahkan dilamtkan dalam pelamt yang sesuai. Untuk selanjutnya ditotolkan pada garis batas bawah plat dengan menggunakan pipa kapiier, semprit atau alat otomatis. Pelamt dibiarkan menguap ke udara, kemudian dimasukkan kedalam fase gerak, lalu chamber ditutup dan ditunggu sampai pelamt naik pada garis batas (Gritter dkk, 1991). Noda yang telah didapat ditandai dengan menggunkaan pensil. Gxmanya adalah untuk mencari harga Rf. Rf adalah perilaku senyawa-senyawa tertentu di dalam sistem kromatografi tertentu pula. Harga ^/berkisar antara 0 sampai 1 (Gritter dkk, 1991). Cara untuk dapat menghitung jarak yang ditempuh oleh noda maka hams diketahui lokasi noda pada plat dengan tepat. Untuk noda yang berwama dapat dilihat secara visual, tetapi untuk noda tertentu dapat diamati dibawah lampu ultraviolet. Sedangkan imtuk komponen yang tidak berwama hams terlebih dahulu diubah menjadi wama dengan menggunakan pereaksi penampak noda. Persamaan visualisasi wama dibandingkan dengan standardapat digunakan sebagai indikasi tambahan untuk mengidentifikasi suatu senyawa secara kualitatif, karena harga i?/belum tentu digunakan secara mutlak (Gritter dkk, 1991). _ jarak yang ditempuh senyawa jarak yang ditenvpuh eluen 9
23.2 Kromatografi Vakum Cair (VLC) Kromatografi jenis ini pertama kali diperkenalkan oleh Coll dkk., pada tahim 1977. metoda ini digunakan oleh Coll dkk, untuk mengisolasi diterpenasembrenoid dari terumbu karang lunak Australia. Kromatografi vakum cair menggimakan silika gel 60 (63-200 \xm, Merck). Kolom kromatografi dikemas kering (biasanya dengan penyerap mutu 10-40 \xm) dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan maksimum. Vakum dihentikan, pelarut yang kepolarannya rendah dituangkan ke permukaan penyerap lalu divakumkan lagi. Kolom dihisap sampai kering dan sekarang siap dipakai. Cuplikan dilarutkan dalam pelarut yang cocok, dimasukkan langsung pada bagian atas kolom dan dihisap perlahan-lahan ke dalam kemasan dengan memvakumkannya. Kolom, dielusi dengan campuran pelarut yang cocok, mulai dari pelarut dengan kepolaran rendah lalu kepolaran ditingkatkan perlahan-lahan, kolom dihisap sampai kering pada setiap pengumpulan fi^i (Hostettmann dkk, 1995). 2.4 Ekstrak Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedernikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan secara distilasi dengan pengurangan tekanan, agar bahan sesedikit mungkin tericena panas. Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung etanol sebagai pelarut dan pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-masing monografi, tiap ml ekstrak mengandung bahan aktif dari Ig simplisia yang memenuhi syarat (Dep Kes RI, 2000). Ekstrak cair yang cenderung membentuk endapan dapat didiamkan dan disaring atau bagian yang bening diendap tuangkan. Beningan yang diperoleh memenuhi persyaratan farmakope. Ekstrak cair dapat dibuat dari ekstrak yang sesuai (Dep Kes RI, 2000). 10
2.4.1 Simplisia Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan sunplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau senyawa nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia mumi (Dep Kes RI, 2000). Simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap dikonsumsi langsung. Dapat dipertimbangkan 3 konsep untuk menyusun parameter standar umum: 1. Bahwa simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya memenuhi 3 parameter mutu imium suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemumian (bebas dari kontaminasi kunia dan biologis) serta aturan penstabilan (wadah, penyimpanan dan transportasi) 2. Bahwa simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai obat tetap diupayakan memenuhi 3 paradigma seperti produk kefarmasian lainnya, yaitu Quality-Safety-Efficacy (Mutu-Aman-Manfaat). 3. Bahwa simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang bertanggimg jawab terhadap respon biologis harus mempimyai spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandimgan. 2.4.2 Cemaran Mikroba Identifikasi adanya mikroba yang patogen secara analisis mikrobiologis memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak boleh mengandung mikroba patogen dan tidak mengandung mikroba nonpatogen melebihi batas yang ditetapkan karena berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan berbahaya bagi kesehatan. Pertumbuhan koloni bakteri aerob mesofil setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng agar dengan cara tuang dan diinkubasi pada suhu yang sesuai.
11
2.5 Jamur Jamur mempakan organisme kemoheterotrof yang memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya (sumber karbon dan nutrisi). Bila sumber nutrisi tersebut diperoleh dari bahan organik mati, maka fungi tersebut bersifat s^rofit, namun jamur yang memperoleh simiber nutrisi dari organisme hidup bersifat parasit. Jamur bereprodviksi secara aseksual dengan pembelahan, pembentukan tunas atau spora dan secara seksual dengan peleburan inti dari kedua induknya (Silvia, 2008). Pada jamur ada dua istilah yaitu kapang (mold) yang mempakan jamur yang berfilamen dan multiseluler, dan khanur (yeast) yaitu bentuk fungi bempa sel tunggal dengan pembelahan sel melalui pertunasan (Silvia, 2008). Khamir (yeast) mempakan fungi bersel satu, dan berukuran lebih besar dibandingkan dengan sel bakteri, dengan lebar berkisar 1-5 mm dan panjang berkisar 5-30 mm. Pada kapang tubuh kapang dibedakan menjadi dua bagian yaitu miselium dan spora, dan tumbuh pada suhu 24-28°C, dan mempakan organisme aerob sejati (Silvia, 2008). Khamir dan kapang dapat menimbuUcan masalah melalui: 1. Pembentukan metabolit yang toksik 2. Resisten terhadap panas, dingin, antibiotik, dan penyinaran 3. Kesanggupan imtuk mengubah substrat yang tadinya tidak cocok menjadi dapat untuk pertumbuhan bakteri patogen 4. Khamir dan kapang dapat menyebabkan hilangnya bau, rasa, dan wama pada permukaan makanan Khamir bersifat fakultatif (dapat hidup dalam keadaan aerob ataupim anaerob), bereproduksi dengan tunas, serta tumbuh pada suhu 37*'C (Silvia, 2008). Contoh khamir antara lain: Debaryomyces hansenii, Tricospora cutaneum, Kluyveromyces marxianus var. Lactis, Saccharomyces cereviceae, Candida parapsilosis, Torulaspora delbrueckii. Pyclo kluyveri, Rhodotorula rubra.
2.5.1 Candida albicans Candida albicans adalah suatu ragi lonjong, bertunas yang menghasilkan pseudomisellium baik dalam biakan maupun dalam jaringan dan eksudat. Ragi ini 12
adalah anggota flora normal selaput mukosa saluran pemafasan, saluran pencemaan dan genital wanita (Fitriana, 2009). Candida albicans memperbanyak diri dengan membentuk tunas, sehingga spora jamur disebut blastospora atau sel ragi (sel khamir). Jamur membentuk hifa semu yang sebenamya adalah rangkaian blastospora yang juga dapat bercabangcabang. Berdasarkan bentuk-bentuk jamur tersebut maka dikatakan bahwa Candida menyempai ragi (Fitriana, 2009). Bentuk morfologi Candida albicans dapat dilihat pada Gambar 2. yeast-like celts pseudohypha
\
bl^sispore
chtamy(tosporG
50
Gambar 2. Candida albicans Klasifikasi Candida albicans adalah sebagai berikut: Kingdom : Fungi Phylimi : Ascomycota Subphylum : Saccharomycotina Class : Saccharomycetes , Ordo : Saccharomycetales Family : Saccharomycetaceae Genus : Candida Spesies : Candida albicans , Candida albicans mempakan jamur diploid dan mempakan agen penyebab infeksi vagina pada manusia. Sistem infeksi fungi ini mempakan penyebab penting timbulnya murbiditas dan mortalitas pada pasien yang mempunyai masalah dengan kekebalan tubuh ( seperti AIDS, kemoterapi kanker, 13
transplantasi tulang sumsum atau organ). Candida hidup pada mulut manusia dan sistem usus (Pelczar dkk, 1988).
2.5.2 Microsporum gypseum Microsporum gypseum mempakan penyebab penyakit kulit, pemakan zat tanduk atau keratin, serta merusak kuku dan rambut. Jamur Microsporum gypseum dapat ditularkan secara langsung. Penularan langsung dapat terjadi secara fomitis, epitel, rambut-rambut yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang atau dari tanah. Bentuk morfologi jamur Microsporum gypseum dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Microsporum gypseum Klasifikasi Microsporum gypseum adalah sebagai berikut: Kingdom : Fvmgi Division : Ascomycota Class : Eurotiomycetes Ordo : Onygenaless Family : Arthrodermataceae Genus : Microsporum Spesies : Microsporum gypseum Microsporum gypsevaxi menyerang kulit tubuh dan sering dialami oleh anak-anak. Infeksi kulit yang disebabkan terlihat membengkak seperti sarang lebah. Microsporum gypseum biasanya ditularkan dengan gejala bercak-bercak 14
meradang yang tidak berambut yang lama kelamaan dapat menjadi alopesia atau kebotakan permanen (Wicaksana, 2008).
2.53 Tricophyton mentagrophytes
Trichophyton mentagrophytes mempunyai bentuk makrokopis seperti, tenunan lilin, berwama putih sampai putih kekuningan yang agak terang atau berwama violet merah, bahkan berjwama pucat kekuningan dan coklat. Trichophyton mentagrophytes mempakan jamur filamentous yang menyerang kulit yang menggunakan keratin sebagai nutrisinya. Keratin adalah protein utama dalam kulit, rambut dan kuku. Bentuk morfologi jamur Trichophyton mentagrophytes dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Tricophyton mentagrophytes Klasifikasi Tricophyton mentagrophytes adalah sebagai berikut Kingdom :Fimgi Phylum •.Ascomycota Class :Euascomycetes Ordo :Onygenales Family :Arthrodermataceae * Genus •.Trichophyton Spesies •.Trichophyton mentagrophytes Jamur ini biasanya menyerang lapisan kulit dan kadang-kadang mampu menginvasi bagian luar dari kulit, stratum komeum atau bagian tubuh lain yang mempunyai keratin seperti rambut dan kuku. Dari inokulasi tampak hifa tersebar 15
sentrifligal di stratum komeum. Jamur kemudian menginvasi keratin yang ada di rambut. Daerah yang terlibat semakin luas mengikuti pertumbuhan rambut dan tampak di permukaan kulit pada hari ke-12 - 14. Infeksi menyebabkan rambut rapuh dan pada minggu ke-3 rambut yang rusak telah jelas terlihat (Faradilla, 2009). Infeksi berlangsung selama 8-10 minggu dan menyebar ke dalam stratum komeum dan pada rambut sekitamya. Diameter area infeksi ± 3,5-7 cm. Infeksi dapat sembuh secara alami pada saat pub^tas. Akan tetapi mekanism^ya belum diketahui secara pasti. Diduga jumlah kadar asam lemak tersaturasi yang bersifat fungistatik meningkat pada masa pubertas, dan hal ini yang menyebabkan tinea kapitis jarang pada orang dewasa (Faradilla, 2009). 2.5.4 Antijamur Antijamur adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur. Antijamur atau yang sering disebut antifungi mempimyai dua pengertian yaitu ftu^sidal dan fungistatik. Fungisidal didefinisikan sebagai suatu senyawa yang dapat membunuh fungi sedangkan fungistatik dapat menghambat pertumbiihan fimgi tanpa mematikaimya (Ariningsih, 2009). Mekanisme antijamur dapat dikelompokkan menjadi: a. Gangguan pada membran sel Gangguan ini teijadi karena adanya ergosterol dalam sel jamur, iniadalah komponen sterol yang sangat penting sangat mudah diserang olehantibiotik turunan polien. Kompleks polien-ergosterol yang teijadi dapatmembentuk suatu pori dan melalui pori tersebut konstituen essensial sel jamurseperti ion K, fosfat anorganik, asam karboksilat, asam amino dan ester fosfat bocor keluar hingga menyebaWcan kematian sel jamur. Contoh: Nistatin, Amfoterism B dan Kandisidin. b. Penghambatan biosintesis ergosterol dalam sel jamur Mekanisme ini mempakan mekanisme yang disebabkan oleh senyawa turunan imidazol karena mampu menimbulkan ketidakteraturan membran sitoplasma jamur dengan cara mengubah permeabilitas membran dan mengubah fimgsi membran dalam proses pengangkutan senyawa-senyawa 16
essensial yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan metabolik sehingga menghambat pertumbuhan atau menimbulkan kematian sel jamw. Contoh: Ketokonazol, Klortunazol, Mikonazol, Bifonazol. a c. Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein jamur Mekanisme ini mempakan mekanisme yang disebabkan oleh senyawa turunan pirimidin. Efek antijamur terjadi karena senyawa turunan pirimidin mampu mengalami metabolisme dalam sel jamur menjadi suatu antimetabolit. Metabolik antagonis tersebut kemudian bergabung dengan asam ril>onukleat dan kemudian menghambat sintesis asam nukleat dan protein jamur. d. Penghambatan mitosis jamur Efek antijamur ini teijadi karena adanya senyawa antibiotik Griseofulvin yang mampu mengikat protein mikrotubuli dalam sel, kemudian merusak struktur spindle mitotic dan menghentikan metafasa pembelahan seljamur. 2.6 Metode Pengujian Aktivitas Antijamur di Laboratorium Aktivitas antijamur diukur secara in vitro agar dapat ditentukan potensi suatu zat anti mikroba dalam lamtan, konsentrasi dalam cairan badan dan kepekaan suatu mikroba terhad^ konsentrasi obat-obat yang dinilai (Fitriana, 2009). Pengukuran aktivitas anti mikroba dapat dilakukan dengan dua metode: a. Metode dilusi cair/ dilusi padat Prinsip dari metode ini adalah pengenceran anti mikroba sehingga diperoleh beberapa konsentrasi obat yang ditambah suspensi kuman dalam media. Sedangkan pada dilusi padat, tiap konsentrasi obat dicampur dengan media agar lalu ditananu kuman dan diinkubasi. Pada metode ini yang diamati adalah ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri atau kuman atau jika mimgkin, tingkat kesuburan dari pertumbuhan kuman, dengan cara menghitung jumlah koloni, cara dilusi ini dapat digunakan untuk menentukan Kadar Hambatan Minimum atau Kadar Bunuh Minimum (KHM/KBM). b. Metode diflisi Pada metode ini yang diamati adalah diameter daerah hambatan pertumbuhan kuman karena difiisinya obat ini titik awal pemberian ke daerah difusi 17
sebanding dengan kadar obat yang diberikan. Metode ini dilakukan dengan cara menanam kuman pada media agar padat tertentu kemudian diletakkan kertas samir atau disk yang mengandung obat atau dapat juga dibuat sumuran kemudian diisi obat. Setelah diinkubasi 18-24 jam dibaca hasilnya, dalam metode ini dikenal dua pengertia yaitu zona radikal dan zona irradikal. Zona radikal yaitu suatu daerah di sekitar disk atau sumuran dimana sama sekali tidak ditemukan adanya pertumbuhan kuman. Sedang zona irradikal adalah suatu daerah di sekitar disk atau sumuran dimana pertumbuhan bakteri dihambat oleh antimikroba, tetapi tidak mematikan hanya terlihat pertumbuhan kuman yang kurang subur dibanding dengan daerah diluar pengaruh obat tersebut.
18