BAB VII KESIMPULAN
7.1.
Kesimpulan Terbentuknya KORSI terjadi dalam 3 (Tiga) Fase yaitu; Fase Inisiasi, Fase
Konsolidasi dan Fase Perlawanan. Di Fase Inisiasi, 4 (Empat) Elemen Kelompok Kelompok Kepentingan bisa bekerjasama dan mendeklarasikan KORSI karena faktor interaksi yang sering dilakukan, faktor kesamaan pandangan, faktor saling percaya (trust) bahwa satu sama lain saling membutuhkan dan satu sama lain memiliki idealisme dan faktor kesepakatan terhadap isu yang diusung. Dalam Fase Konslodiasi, 14 elemen Kelompok Kepentingan bergabung ke dalam KORSI karena faktor kesepakatan dengan isu, faktor kedekatan jaringan, sebagai sarana aktualisasi, dan faktor kepercayaan (trust) bahwa gerakan KORSI adalah gerakan independen. Dan dalam Fase Perlawanan, 5 elemen Kelompok Kepentingan bergabung karena faktor kepentingan politik pencitraan, faktor peluasan jaringan dan faktor kesepakatan dengan isu. Adapun faktor yang menjadi nilai pemersatu koalisi sehingga KORSI mampu menguatkan dan menyolidkan institusi koalisinya adalah; Pertama faktor isu yang diusung KORSI; isu tersebut pada mulanya dirumuskan oleh aktivis lingkungan dan GPI di dalam Fase Inisiasi untuk kemudian ditajamkan di dalam Fase Konsolidasi. Dengan adanya penajaman isu melalui assessment bersama, seluruh elemen Kelompok Kepentingan yang bergabung di dalam KORSI menjadi merasa memiliki dan menjadi bagian dari isu tersebut. Kedua, faktor kedekatan emosional antar sesama elemen Kelompok Kepentingan yang tergabung di dalam KORSI. Kedekatan itu terbangun sudah sejak lama, baik secara
193
personal, dalam aktivitas-‐aktivitas politik, maupun di dalam forum aktivis di Kabupaten Subang. Ketiga, faktor kepercayaan (trust) antar sesama elemen Kelompok Kepentingan. Satu sama lain menyadari kelemahan masing-‐masing dan menyadari bahwa apa yang tidak dimiliki oleh organisasinya dimiliki oleh Kelompok Kepentingan lain. Sehingga terjadilah hubungan timbal balik untuk melakukan kerjasama. Di sisi lain yang tidak kalah pentingnya adalah adanya rasa percaya (trust) bahwa masing-‐masing elemen Kelompok Kepentingan bergabung ke dalam KORSI atas dasar idealisme bukan atas kepentingan politik. Dan seluruh elemen Kelompok Kepentingan meyakini bahwa apa yang diperjuangkan oleh KORSI bisa dipertanggung jawabkan indenpendensinya, tidak dikendalikan oleh gerbong politik tertentu. Keempat, faktor egaliterianisme dengan struktur koalisi yang dibentuk melalui presedium, dimana satu sama lain memiliki seorang perwakilan dalam pengambilan keputusan, sehingga tidak ada anggota koalisi yang lebih superior dibandingkan dengan anggota koalisi yang lainnya. Koalisi mampu mengakomodir kepentingan bersama dan meredam ego masing-‐masing Kelompok Kepentingan. Kelima, faktor kesepakatan yang dibangun sebagai nilai dasar yang akan mampu meredam konflik dan pebedaan pendapat, yaitu kesepakatan bahwa pengambilan keputusan dilakukan oleh masing-‐ masing perwakilan anggota koalisi dan keputusan mayoritas anggota koalisi merupakan representasi dari keputusan koalisi. Dan terakhir keenam, faktor keterbukaan koalisi, elemen Kelompok Kepentingan apapun andai memiliki kesepakatan dan kesepahaman
194
dengan isu yang diperjuangkan oleh KORSI, secara terbuka bisa bergabung ke dalam koalisi. Melalui kapasitas institusi koalisi yang kuat dan solid itulah KORSI melakukan upaya-‐upaya politik untuk mempengaruhi proses perumusan kebijakan kawasan peruntukan industri di dalam Raperda RTRW Kabupaten Subang 2011-‐2031. Upaya-‐upaya politik yang dilakukan oleh KORSI tersebut dilakukan melalui berbagai cara yaitu; (1) Demonstrasi yang dilakukan oleh KORSI sebanyak 6 kali; (2) melalui Audiensi yang dilakukan oleh KORSI sebanyak 3 kali; (3) KORSI melakukan tindakan-‐tindakan teror dan ancaman yang dimaksudkan untuk menebarkan ancaman baik melalui sosial media, ancaman dalam orasi dan audiensi, maupun melalui spanduk aksi; (4) KORSI pun berhasil membangun opini publik melalui media masa, yaitu melalui tintahijau.com, inilah.com dan Radar Karawang; (5) KORSI berusaha memecah fraksi-‐fraksi partai politik yang berada di DPRD Kabupaten Subang, sehingga Fraksi Demokrat, PKS dan KPAP menjadi berpihak terhadap isu yang diusung oleh KORSI; dan (6) KORSI berusaha memecah fraksi PDIP sebagai fraksi pengusung usulan penambahan 3 kawasan peruntukan industri baru dengan memanfaatkan konflik yang terjadi antara faksi Eep Hidayat dengan faksi Muhammad Nur Wibowo. Dengan kapasitas institusi koalisi yang kuat dan solid, berikut upaya-‐upaya politik yang dilakukan itulah, KORSI berhasil mempengaruhi proses perumusan kebijakan kawasan peruntukan industri dalam Raperda RTRW Kabupaten Subang 2011-‐2031, sehingga di dalam Pasal 43 kawasan peruntukan industri di Kabupaten Subang tetap berada di 7 Kecamatan sesuai dengan agregasi nilai yang diperjuangkan oleh KORSI.
195
Adapun faktor-‐faktor yang menyebabkan keberhasilan KORSI dalam mempengaruhi proses perumusan kebijakan kawasan peruntukan industri tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, secara institusional keberhasilan KORSI disebabakan oleh faktor soloditas dan kuatnya koalisi. Koalisi sangat terbuka untuk menerima elemen Kelompok Kepentingan manapun. Proses perekrutan anggota koalisi dilakukan secara natural dengan tanpa ada paksaan. Basis argumentasi isu direproduksi melalui assessment bersama, sehingga menjadi tajam, argumentatif dan dimiliki secara bersama. KORSI pun berhasil membangun struktur yang egaliter antar satu Kelompok Kepentingan dengan Kelompok Kepentingan lainnya melalui mekanisme presedium. Setiap elemen Kelompok Kepentingan yang bergabung memiliki kepercayaan bahwa satu sama lain saling membutuhkan dan meyakini bahwa perjuangan KORSI merupakan perjuangan yang independen sebagai reprsentasi dari kepentingan rakyat. Dan di dalam koalisi ditetapkan satu rumusan bersama bahwa suara mayoritas mewakili keputusan KORSI sehingga semua elemen Kelompok Kepentingan harus menyepakatinya sekalipun secara pribadi memiliki perbedaan pendapat. Kedua, faktor isu dan basis argumentasinya. Dengan tuntutan utama berupa penolakan terhadap usulan penambahan 3 kawasan peruntukan industri baru. KORSI melihat usulan penambahan 3 kawasan peruntukan industri baru tersebut sebagai bentuk pembenaran terhadap pelanggaran yang dilakukan dan dimaksudkan untuk mengakomodir kepentingan perusahaan-‐perusahaan yang telah mengantri untuk melakukan investasi di Kabupaten Subang. Isu tersebut ketika diterima oleh Jurnalis Media Masa, Anggota-‐Anggota DPRD Fraksi Demokrat, PKS dan KPAP disadari sebagai isu
196
strategis dan krusial yang dihadapi oleh Kabupaten Subang. Sehingga Jurnalis Media Masa di dalam pemberitaannya memihak terhadap kepentingan KORSI. Sehingga The Official Policy Makers dan Non-‐governmental dalam proses pengambilan kebijakan tersebut memihak terhadap kepentingan KORSI. Ketiga, faktor semangat dan keberlanjutan perjuangan yang terus dilakukan dengan tanpa henti dan tidak kenal lelah. Perjuangan yang dilakukan KORSI sangat gigih, melalui berbagai cara dan terus menerus sampai pada akhirnya tujuan perjuangan tercapai. Keempat adalah faktor keberhasilan dalam memetakan peta politik untuk kemudian membuka komunikasi atau manfaatkan jaringan yang dimiliki dalam upaya menggolkan tujuan koalisi. Pemetaan dilakukan terhadap media masa, elemen-‐elemen Kelompok Kepentingan di Kabupaten Subang, dan konstalasi politik fraksi-‐fraksi partai politik di DPRD dan Pemerintahan Daerah Kabupaten Subang. Kelima adalah faktor keberanian KORSI untuk melakukan transaksi politik dengan kepentingan elite tertentu. Tetapi bentuk transaksi sebagai keuntungannya bukanlah materi melainkan alat yang bisa mewujudkan cita-‐cita perjuangan koalisi. Dan yang keenam adalah faktor konstalasi politik Kabupaten Subang yang menguntungkan bagi KORSI. Hal itu tidak terlepas dari masa transisi kepemimpinan Kepala Daerah Kabupaten Subang dari Eep Hidayat ke Bupati Pelaksana Tugas Ojang Suhandi yang menjadi celah bagi KORSI untuk memanfaatkan keterpecahan PDIP melalui faksi-‐faksinya. Maka kesimpulan tersebut dapat digambarkan dalam Gambar 7.1. berikut ini:
197
Gambar. 7.1 How to articulate public interesting by Interest Group Coalition Step 1; Building capacity Interest Group coalition and Building collective issue Interest Group Coalition 23 Issue Interest Groups
Step 2; Lobbying, expand coalition, and building public opinion Elite Partai Oposisi A B C Demonstrasi Audiensi Mass Media Public Opinion Online News paper Elite Partai Penguasa Faksi 1 Society
Keterangan: -‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐ = Hubungan tidak langsung = Hubungan langsung
198
Step 3; Decision Making in Legislative Branch Legislative Branch Fraksi Oposisi A B C Faksi 1 A B Faksi 2 Penguasa Pendukung
Policy
7.2.
Implikasi Teoritis
Di dalam studi proses perumusan kebijakan publik Kelompok Kepentingan
merupakan salah satu stakeholders dari Non-‐Governmental Particapan yang bisa menentukan keputusan akhir dari proses perumusan kebijakan publik (Anderson, 2005). Para ahli bersepakat salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan daya tawar kelompok kepentingan adalah melalui koalisi. Keberhasilan koalisi dalam mempengaruhi proses perumusan kebijakan ditentukan oleh; kerja keras anggota koalisi sehingga perjuangan dilakukan dengan tanpa henti dengan berbagai cara (Beamish & Lubbers, 2009); luas jaringan dalam melakukan kampanye (Krinsky & Reeses, 2011); terjadinya dinamisasi untuk bertukar informasi yang bisa memunculkan inovasi dalam aktivitas politiknya (Wang, 2011); semakin membesarnya resources di dalam lobi sehingga lebih powerful (Mahoney & Baumgartner, 2004; Almond, 1976; Kluver, 2010), faktor informasi penting yang didapatkan saat berkoalisi yang dibutuhkan oleh pengambil kebijakan (Hebda, 2010); faktor isu dan keterbukaan sistem politik (Almond, 1976); dan faktor jaringan formal dan informal yang terbangun dengan koalisi dan partai politik (Heaney, 2006). Secara teroritis sebagai kebaruan di dalam penelitian ini, peneliti menyimpulkan bahwa koalisi akan bisa berhasil mempengaruhi proses perumusan kebijakan publik apabila: 1. Koalisi bisa memetakan peta politik untuk kemudian membuka komunikasi atau manfaatkan jaringan yang dimiliki dalam upaya menggolkan tujuan koalisi. Pemetaan dilakukan baik terhadap media masa, elemen-‐elemen
199
Kelompok Kepentingan lain, dan konstalasi fraksi-‐fraksi partai politik di Legislatif/ Parlemen. 2. Koalisi memliki keberanian untuk melakukan transaksi politik dengan kepentingan elite tertentu. Tetapi bentuk keuntungan dari transaksi tersebut bukanlah materi, melainkan sumber daya (resourcess) yang bisa mewujudkan cita-‐cita perjuangan koalisi. 3. Adanya konstalasi politik yang menguntungkan bagi koalisi dan koalisi bisa memanfaatkan konstalasi yang menguntungkan itu. Di dalam kasus Subang keberhasila KORSI tidak terlepas dari masa transisi kepemimpinan Kepala Daerah Kabupaten Subang dari Eep Hidayat ke Bupati Pelaksana Tugas Ojang Suhandi yang menjadi celah bagi KORSI untuk memanfaatkan keterpecahan PDIP melalui faksi-‐faksinya. Para ahli memiliki pandangan bahwa koalisi akan bisa kuat dan solid apabila ada tujuan bersama dan adanya penegasan terhadap tujuannya tersebut (Carmichael & Hamilton (1967); Beamish & Lubbers, 2009). Adanya aturan main bersama yang sudah dirumuskan saat koalisi terbentuk. Dan adanya komitmen yang didasarkan pada loyalias, kedekatan ideologi, dan motivasi dari elit kelompok kepentingan yang terlibat terhadap anggotanya (Beamish & Lubbers, 2009). Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah adanya identitas bersama, seperti; kemiripan struktur organisasi, tujuan, cara kerja, dinamisasi emosi, simbol, sumberdaya, strategi yang digunakan, dan cara pengambilan keputusan (Krinsky & Reeses, 2011).
200
Sementara di dalam penelitian ini salah satu kebaruan yang ditemukan adalah koalisi akan kuat dan solid apabila ada kepercayaan (trust) antar elemen Kelompok Kepentingan di dalam koalisi. Dengan rumusan sebagai berikut: 1. Antar sesama anggota koalisi satu sama lain harus menyadari/ mempercayai (trust) kelemahan masing-‐masing dan menyadari bahwa apa yang tidak dimiliki oleh organisasinya dimiliki oleh Kelompok Kepentingan lain. Sehingga terjadilah hubungan timbal balik untuk melakukan kerjasama. 2. Adanya rasa percaya (trust) bahwa masing-‐masing elemen Kelompok Kepentingan bergabung ke dalam koalisi atas dasar idealisme bukan atas kepentingan politik. 3. Dan seluruh elemen Kelompok Kepentingan meyakini (trust) bahwa apa yang diperjuangkan oleh koalisi bisa dipertanggung jawabkan indenpendensinya, tidak dikendalikan oleh gerbong politik tertentu.
201