Gambar 2.1 Kriteria yang Digunakan dalam Pengklasifikasian Heat Exchanger
3. Satu fase atau dua fase Evaporasi atau kondensasi yang terjadi pada salah satu maupun kedua aliran pada heat exchanger dua fase merupakan hal yang kompleks
Universitas Sumatera Utara
apabila dibandingkan dengan heat exchanger satu fase. Proses perpindahan panas satu fase atau dua fase dapat dilihat pada gambar 2.1.iii. 4. Geometri Ukuran dan bentuk heat exchanger sangat bervariasi tergantung dari kebutuhan dan fungsinya. Bentuk-bentuk heat exchanger yang banyak dipakai ditunjukan oleh gambar 2.1.iv, yaitu tube, plates, dan enhanced surface. Dalam menentukan bentuk maupun tipe heat exchanger yang tepat, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memilih antara tiga alternatif tipe dasar, yaitu kontak langsung atau direct contact, regeneratif, atau recuperative indirect (transmural heat transfer). Heat exchanger tipe kontak langsung merupakan tipe yang paling murah, namun hanya dapat digunakan apabila kedua fluida memiliki tekanan yang sama dan pada proses yang diperbolehkan terjadi percampuran. Pada beberapa jenis regenerative heat exchanger, kemungkinan terjadinya percampuran di antara kedua fluida dapat berkurang, namun juga memerlukan tekanan yang sama. Oleh karena itu, heat exchanger tipe intramural merupakan salah satu tipe heat exchanger yang paling banyak digunakan. Setelah langkah pertama terpenuhi, langkah berikutnya adalah memelih geometri yang tepat.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Heat Exchanger Tipe Shell and Tube Heat exchanger tipe shell and tube merupakan tipe heat exchanger yang paling banyak di dalam industri proses. hal ini dikarenakan tipe shell and tube dapat digunakan untuk proses-proses dengan cakupan variasi tekanan dan temperatur yang luas. Selain itu, tipe shell and tube dapat dikonstruksi dengan cakupan variasi material yang luas. Shell and tube dibagi lagi menjadi tiga tipe utama, seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.2. Susunan tipe shell and tube secara konvensional diklasifikasikan berdasarkan nomenklatur dari Tubular Exchanger Manufacturers Association (TEMA) yang ditunjukkan oleh gambar 2.3. Gambar 2.2 menunjukkan tiga tipe utama shell and tube heat exchanger, yaitu: 1. Fixed tubesheet (Shell dengan pelat tube tetap) Jenis ini sangat sederhana apabila dibandingkan dengan 2 jenis berikutnya. Ciri yang dimiliki adalah adanya tubesheet yang tetap atau stasioner. Dari segi perawatan, cara mekanik maupun kimiawi dapat diterapkan pada sisi bagian dalam pipa. Cara mekanik dilakukan dengan menggunakan sikat pembersih, sedangkan cara kimiawi dengan menggunakan cairan kimia yang disemprotkan ke dalam pipa. Kesulitan yang muncul adalah apabila harus melakukan pembersihan kerak yang berada pada sisi luar pipa, mengingat adanya fixed tubesheet menyebabkan bagian luar pipa ini tidak dapat diakses dari luar. Kelemahan dari penukar kalor tipe ini adalah apabila terjadi ekspansi termal akan menyebabkan kebocoran pada sisi tubesheet. Oleh karena itu, heat exchanger jenis ini disarankan untuk tidak
Universitas Sumatera Utara
digunakan pada temperatur yang terlalu tinggi. Penambahan ruang ekspansi diperlukan untuk mengatasi masalah ekspansi termal tersebut. 2. U – tube type Tipe ini memiliki bentuk yang tidak terlalu kompleks sepeti pada tipe fixed tubesheet sehingga biaya pembuatannya pun tidak terlalu mahal. Heat exchanger jenis ini memiliki pipa yang berbentuk U. Kelebihan dari tipe ini adalah kemudahan perawatan untuk sisi luar pipa yaitu dengan melepas tube bundle. Setelah tube bundle dikeluarkan dari shell, pembersihan secara mekanik pada bagian luar pipa atau pada sisi shell dapat dengan mudah dilakukan. Sebaliknya untuk pipa yang berbentuk U, maka pembersihan secara mekanik cukup sulit dilakukan untuk bagian dalam pipa karena adanya belokan U menyebabkan sikat penggosok tidak dapat menjangkau bagian ini sehingga lebih disarankan untuk menggunakan cairan kimiawi. Kelebihan lain dari jenis ini adalah ekspansi termal akan terjadi pada sisi belokan pipa. 3. Floating head type Heat exchanger jenis ini memiliki susunan paling kompleks apabila dibandingkan dengan dua jenis sebelumnya. Hal ini karena adanya floating head cover yang menyebabkan biaya pembuatan lebih mahal. Jenis ini sangat tepat apabila bekerja pada kondisi tekanan dan temperatur tinggi. Adanya ekspansi termal akan diterima oleh bagian floating head cover. Tube bundle pada heat exchanger ini terdiri atas susunan pipa lurus yang terpasang kuat pada ujungnya. Diameter tubesheet pada sisi fluida masuk
Universitas Sumatera Utara
memiliki diameter yang lebih besar dari pada diameter dalam shell, sedangkan pada sisi yang lain memiliki diameter tubesheet yang lebih kecil dari pada diameter dalam shell. Tujuan pemilihan konfigurasi ini adalah untuk kemudahan pada sisi floating head cover dalam bergerak secara translasi apibila terjadi ekspansi termal. Perawatan sisi dalam maupun luar pipa dapat dilakukan dengan mudah. Untuk sisi luar pipa dapat dilakukan dengan melepas bagian tube-bundle sedangkan sisi dalam pipa menggunakan sikat penggosok maupun cairan kimiawi.
Gambar 2.2 Tipe Utama Penukar Panas Shell and Tube
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 (Lanjutan)
2.1.3. Kebaikan-kebaikan Heat Exchanger Tipe Shell and Tube Walaupun dewasa ini sangat banyak jenis heat exchanger yang dikembangkan pada industri-industri, namun heat exchanger jenis shell and tube ini masih jauh lebih banyak digunakan dibanding dengan jenis lainnya. Hal ini adalah diakibatkan beberapa keuntungan yang diperoleh, antara lain adalah : Konfigurasi yang dibuat, akan memberikan luas permukaan yang besar dengan bentuk atau volume yang kecil. Mempunyai lay-out mekanik yang baik, bentuknya cukup baik untuk operasi bertekanan. Menggunakan teknik fabrikasi yang sudah mapan (well-established) Dapat dibuat dengan berbagai jenis material, dimana dapat dipilih jenis material yang dipergunakan sesuai dengan temperatur dan tekanan operasinya. Mudah membersihkannya.
Universitas Sumatera Utara
Prosedur perencanaannya sudah mapan. Konstruksinya sederhana, pemakaian ruangan relatif kecil. Prosedur
mengoperasikannya
tidak
berbelit-belit,
sangat
mudah
diketahui/dimengerti oleh para operator yang berlatar belakang pendidikan rendah. Konstruksinya dapat dipisah-pisah satu sama lain, tidak merupakan satu kesatuan yang utuh, sehingga pengangkutannya relatif gampang.
2.1.4. Bagian-Bagian Heat Exchanger Tipe Shell and Tube a. Cangkang (Shell) Shell Biasanya terbuat dari baja maupun paduannya. Mengenai dimensi dan tebal dinding shell, standar TEMA mengatur dalam satuan inch dan millimeter mulai dari 6 inch (152 mm) hingga 100 inch (2540 mm) untuk diameter dalam shell dan 1/8 inch (3,2 mm) sampai dengan ½ inch (12,7 mm) untuk ketebalannya. Sedangkan material yang digunakan untuk spesifikasi shell disarankan mengacu kepada ASTM. Untuk shell cover, ketebalan yang dipakai minimal sama dengan ketebalan dari shell. Gambar 2.4 menunjukkan susunan mekanik penukar panas shell and tube. Gambar 2.4(a) memperlihatkan susunan one shell and single tube-pass, sedangkan Gambar 2.4(b) sampai dengan Gambar 2.4(d) menunjukkan susunan one shell and two tube-passes. Gambar 2.4(b) merupakan susunan untuk tipe Utube, Gambar 2.4(c) untuk fixed tubesheet, dan Gambar 2.4(d) untuk floating tubesheet.\
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Nomenklatur Konfigurasi Heat Exchanger yang digunakan oleh TEMA
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Susunan Mekanik Heat Exchanger Tipe Shell and Tube
b. Pipa (Tube) Karakteristik tube di dalam heat exchanger berpengaruh besar terhadap perpindahan panas diantara fluida kerja. Karakteristik ini meliputi
Universitas Sumatera Utara
dimensi, material, maupun susunannya. Dimensi dari pipa tersedia dalam satuan inch. Dalam standar TEMA, diameter luar pipa dibatasi mulai dari ¼ inch (6,4 mm) sampai dengan 2 inch (50,8 mm). Tebal tipisnya dinding tube ini berkaitan dengan tahanan termal pada sisi dinding pipa, semakin tebal berarti tahanan termal semakin besar dan semakin buruk dalam menghantarkan panas. Material pipa yang tersedia untuk pembuatan tube ini biasanya berupa baja karbon dan paduannya, nikel dan paduannya, maupun aluminium dan paduannya.
c. Sekat Menyilang (Baffle) Baffle berfungsi sebagai sekat untuk mengarahkan aliran fluida di dalam shell dan menaikkan kecepatan aliran atau membuat aliran menjadi turbulen. Adanya turbulensi akan meningkatkan koefisien perpindahan panas sehingga akan meningkatkan laju perpindahaan panas. Meskipun demikian, pemasangan baffle juga menaikkan penurunan tekanan atau pressure drop aliran fluida. Baffle terpasang pada tie rod. Dalam standar TEMA, diatur jarak antara satu baffle dengan baffle yang lainnya yang disebut sebagai baffle spacing. Jarak antara baffle yang satu dengan yang lainnya dibuat sama, apabila tidak memungkinkan maka bisa diambil jarak yang terdekat adalah bagian yang berdekatan dengan ujung shell, sedangkan yang lain dibuat jarak yang sama antara baffle satu dengan baffle yang lainnya. Jarak antar baffle dibatasi paling dekat 1/5 dari diameter dalam shell. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya pressure drop yang terlalu besar, sedangkan jarak terjauh biasanya tidak lebih besar dari pada diameter dalam shell,
Universitas Sumatera Utara
hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya getaran pada pipa. Apabila terjadi getaran, maka pipa yang terpasang pada tubesheet akan ikut bergetar dam berpotensi untuk menciptakan kebocoran. Dalam perancangan heat exchanger, akan dipergunakan satu dari beberapa desain baffle seperti ditunjukkan pada gambar 2.5. Pada baffle diatas terdapat bagian yang terpotong sebagai jalan fluida untuk mengalir. Nama baffle biasanya disesuiakan dengan beberapa persen dari baffle yang terpotong. 25% segmental baffle cut berarti 25% dari diameter baffle terpotong sebagai jalan masuknya fluida.
d. Tie Rod Tie rod adalah batang silinder dengan diameter tertentu yang berfungsi sebagai tempat bertumpunya baffle. Tie rod terpasang pada tubesheet dengan mekanisme ulir, sedangkan pada ujung lainnya dilengkapi dengan pasangan baut dan ulir untuk menahan baffle tetap berda pada posisinya. Dalam standar TEMA, diatur tentang ukuran besar diameter tie rod sebagai fungsi dari diameter dalam shell, semakin besar diameter dalam shell, maka semakin besar pula diameter tie rod dan jumlahnya semakin banyak karena ukuran baffle semakin besar dan berat.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Desain-Desain Baffle
e. Tubesheet Fungsi tubesheet ini adalah sebagai tempat terpasangnya pipa. Susunan pipa yang terpasang bisa berbentuk triangular, rotated triangular, square, maupun rotated square. Pipa biasanya terpasang tidak simetris. Ketidaksimetrisan ini terdapat pada bagian yang berdekatan dengan nozzle tempat fluida yang mengalir masuk ke dalam shell. Bagian tersebut tidak terdapat pipa karena bertujuan untuk meminimalkan kontraksi yang terjadi pada perpipaan sebagai efek dari fluida masuk shell.
Universitas Sumatera Utara
f. Tube Pitch Dalam standar TEMA, diatur bahwa jarak-jarak terpendek adalah 1- 1/4 kali dari titik pusat pipa. Jarak terdekat antara kedua lubang ini biasanya disebut clearance. Keuntungan dari bentuk square pitch adalah kemudahan dalam perawatan secara mekanik karena terdapat suatu clearance yang teratur posisinya membentuk garis horizontal dan vertical, juga pressure drop yang dimiliki tipe ini kecil karena aliran fluida tidak ada yang menghalangi. Apabila diinginkan laju perpindahan panas yang lebih besar, dapat dipilih tipe triangular pitch. Pada tipe ini aliran fluida tidak dapat mengalir lancar karena terhalang oleh pipa yang berada di depannya sehingga terjadi turbulensi dan pressure drop menjadi besar. Dari sisi perawatan secara mekanik tipe ini lebih sulit dalam pembersihan kerak yang berada diluar pipa karena sikat penggosok tidak dapat melewati clearance dengan mudah. Adanya susunan pipa yang berbentuk segitiga menghalangi sikat penggosok.
2.2 Proses Perancangan Banyak alternatif desain yang dapat digunakan dalam perancangan heat exchanger namun perlu adanya optimalisasi desain untuk mengurangi biaya. Perlu adanya teknik trial and error untuk mendapatkan desain yang paling optimal. Beberapa parameter dan batasan yang digunakan dalam perancangan adalah : 1. Temperatur masuk dan keluar 2. Laju aliran massa fluida 3. Tekanan operasi
Universitas Sumatera Utara
4. Pressure loss/drop atau penurunan tekanan yang diijinkan pada kedua sisi heat exchanger. 5. Sifat-sifat fluida 6. Fouling resistance atau tahanan pengotor untuk masing-masing aliran. Dalam perancangan kita juga harus mempertimbangkan adanya penurunan tekanan yang di dalam tube maupun di dalam shell. Selain itu, ada juga beberapa parameter yang menjadi batasan, yaitu : 1. Kecepatan maksimum di dalam tube. Bila kecepatan aliran fluida di dalam tube terlalu besar maka akan terjadi erosi. 2. Kecepatan minimum di dalam tube. Laju pengotoran dapat menigkat apabila kecepatan fluida di dalam tube terlalu kecil. 3. Kecenderugan getaran-getaran pada tube. Banyak kegagalan pada heat exchanger yang disebabkan oleh terjadinya flow-induced vibration pada tube. Peristiwa ini terjadi karena terdapat kecepatan kritis pada tube yang dapat menyebabkan getaran pada tube.
2.3 Perpindahan Panas pada Heat Exchager Tipe Shell and Tube Persamaan dasar yang digunakan untuk menghitung laju perpindahan panas dalam heat exchanger adalah : Q = U . A . ΔT
(2.1)
Dimana Q adalah laju perpindahan panas total, ΔT adalah perbedaan temperatur yang dihitung menggunakan metode logarithmic mean temperatur difference
Universitas Sumatera Utara
(LMTD), A adalah luas permukaan perpindahan panas, dan U adalah koefisien perpindahan panas total. Luas permukaan perpindahan panas diperoleh dari : A = n.(π.D.L)
(2.2)
dimana n adalah jumlah tube, dan L adalah panjang tube. Karena luas perpindahan panas yang dipilih sebagai referensi adalah luas permukaan luar tube, maka diameter D yang digunakan adalah diameter luar tube.
2.3.1. Laju Perpindahan Panas Pada heat exchanger terjadi proses perpindahan panas dari fluida bertemperatur lebih tinggi ke fluida bertemperatur lebih rendah. Berdasarkan hukum keseimbangan energi, panas yang dilepaskan oleh fluida panas harus sama dengan panas yang diterima fluida dingin sehingga laju perpindahan panas total yang terjadi adalah :
Q = M h C ph (Th ,in − Th ,out ) = M c C pc (Tc ,out − Tc ,in )
(2.3)
subscript h dan c masing-masing mempresentasikan fluida panas dan fluida dingin.Mh dan Mc adalah laju aliran massa masing-masing fluida, Th,in dan Tc,in adalah temperatur masuk masing-masing fluida. Th,out dan Tc,out adalah temperatur keluar masing-masing fluida, serta cph dan cpc adalah kapasitas panas spesifik masing-masing fluida. Jika salah satu fluida yang mengalir dalam heat exchanger adalah udara basah, maka terdapat kemungkinan terjadi kondensasi pada uap air yang terkandung di dalam udara basah tersebut. Analisis yang berhubungan dengan kondensasi akan dijelaskan pada anak subbab serikutnya.
Universitas Sumatera Utara
1. Psikometrik Istilah udara basah digunakan untuk mempresentasikan campuran antara udara kering dengan uap air dimana udara kering dianggap sebagai komponen murni (bukan sebagai campuran). Sebagaimana dapat diperiksa dengan referensi terhadap data sifat yang sesuai, campuran keseluruhan dan setiap komponen campuran bereprilaku sebagai gas ideal pada kondisi-kondisi yang telah ditentukan. Oleh karena itu, dalam perhitungan sifat-sifat udara basah dapat digunakan konsep-konsep dalam perhitungan sifat-sifat gas ideal. Sebuah tingkat kaeadaan tipikal uap air dalam udara basah diperlihatkan pada gamnbar 2.6. Pada tingkat keadaan tersebut, ditetapkan dengan tekanan pv dan temperatur campuran T, uap yang terjadi adalah uap super panas. Jika tekanan parsial uap air dihubungkan dengan tekanan jenuh air pada temperatur campuran, Pg pada gambar 2.6, maka campuran dikatakan sebagai campuran jenuh. Udara jenuh merupakan campuran udara kering dan uap air jenuh. Jumlah uap air dalam udara basah bervariasi (tergantung dari tekanan dan temperaturnya) dari nol pada udara kering hingga maksimum pada kondisi campuran jenuh. Kondensasi uap air terjadi pada temperatur titik embun, yaitu temperatur jenuh pada tekanan parsial uap air tersebut. Tekanan parasial uap air dihitung berdasarkan rasio kelembaban udara ω, yaitu perbandigan massa uap air (mv) terhadap massa udara kering (ma) yang dinyatakan sebagai :
ω=
mv ma
(2.4)
Rasio kelembaban juga dikenal dengan kelembaban spesifik.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Diagram T-v untuk Uap Air dalam Suatu Campuran Udara-Uap Air
Rasio kelembaban udara dapat dinyatakan dalam bentuk tekanan parsial (pv) dan berat molekul (Mv)
ω=
mv M v p vV RT M p = = v v ma M a p aV RT M a p a
(2.5)
Dengan mengetahui bahwa pa = p – pv dan perbandigan antara berat molekul air (18 kg/kmol) terhadap berat molekul udara kering (28.97 kg/kmol) adalah 0,622 maka
ω = 0,622
pv p − pv
(2.6)
Dari persamaan di atas, dapat diperoleh tekanan parsial uap air.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Logaritmic Mean Temperature Difference (LMTD) 1. Heat Exchanger Aliran Belawanan Murni Kasus heat exchanger aliran berlawanan murni diperlihatkan dalam gambar 2.7. Panas berpindah dari suatu fluida panas pada temperatur Th menuju fluida dingin pada temperatur Tc, dimana fluida yang satu mengalir dalam arah yang berlawanan terhadap fluida lainnya.
Gambar 2.7 Heat Exchanger Aliran Berlawanan Murni
Pada kasus heat exchanger aliran berlawanan murni, perbedaan temperatur ratarata disebut sebagai logarithmic mean temperatur difference ΔTLM yang dinyatakan sebagai
∆TM = ∆TLM =
[(T ln[(T
h ,in
− Tc ,out ) − (Th ,out − Tc ,in )]
h ,in
− Tc ,out ) / (Th ,out − Tc ,in )]
(2.7)
Universitas Sumatera Utara
2. Heat Exchanger Aliran Searah Murni Kondisi untuk aliran searah murni diperlihatkan dalam gambar 2.8. Perbedaan temperatur rata-rata dapat diperoleh melalui prosedur yang sama seperti dalam perhitungan aliran berlawanan, yang dinyatakan dalam persamaan berikut
∆TM = ∆TLM =
[(T ln[(T
h ,in
− Tc ,in ) − (Th ,out − Tc ,out )]
h ,in
− Tc ,in ) / (Th ,out − Tc ,out )]
(2.8)
Gambar 2.8 Heat Exchanger Aliran Searah Murni
Heat exchanger aliran searah murni mempunyai efisiensi yang lebih rendah dari pada heat exchanger aliran berlawanan. Pada heat exchanger aliran searah, temperatur keluar fluida dingin tidak bisa melebihi temperatur keluar fluida panas. Sedangkan pada heat exchanger aliran berlawanan, temperatur keluar fluida dingin bisa mendekati temperatur masuk fluida panas. Oleh karena
Universitas Sumatera Utara
itu, heat exchanger aliran searah hanya digunakan dalam kondisi khusus seperti pada saat dibutuhkan pendinginan awal suatu fluida yang cepat.
3. Heat Exchanger Tipe Shell and Tube dengan Aliran Tube Dua laluan Kasus ini diperlihatkan secara skematik dalam gambar 2.9 dan telah ditemukan solusinya oleh Underwood (1934). Pada kasus penukar panas tipe shell and tube dengan aliran tube dua laluan atau one shell and two tube-passes terhadap suatu faktor koreksi dalam menentukan perbedaan temperatur rata-rata. Perbedaan temperatur rata-rata aktual diperoleh dengan cara mengalikan perbedaan temperatur rata-rata pada kasus aliran berlawanan murni (persamaan 2.7) dengan nilai suatu faktor F sehingga diperoleh
∆TM = F ⋅ ∆TLM
(2.9)
Gambar 2.9 Heat Exchanger Tipe Shell and Tube Dua Laluan
Universitas Sumatera Utara
Nilai faktor F merupakan fungsi dari perbandingan temperatur R dan P yang didefenisikan sebagai
R=
P=
M c c pc M h c ph
(T (T
c ,out h ,in
=
(T (T
− Th ,out )
h ,in c ,out
− Tc ,in )
(2.10)
− Tc ,in )
− Tc ,in )
(2.11)
dimana R dan P berkaitan erat terhadap efektivitas heat exchanger. Selanjutnya, nilai faktor F dapat dihitung melalui persamaan
F=
[
R 2 + 1 ln[(1 − P ) / (1 − PR )]
(R − 1) ln (2 − P{(R + 1) −
}) ( {
})]
R 2 + 1 / 2 − p (R + 1) + R 2 + 1
(2.12)
Persamaan 2.12 juga dapat digunakan untuk heat exchanger dengan jumlah laluan empat, enam, delapan, dan lebih besar meskipun terdapat perbedaan yang kecil. Persamaan tersebut banyak dipakai dalam perhitungan untuk semua heat exchanger dengan jumlah laluan genap. Selain menggunakan persamaan 2.12, nilai faktor F juga bisa diperileh dari grafik pada gambar 2.10
Gambar 2.10 faktor F untuk Heat Exchanger tipe Shell and Tube Dua Laluan
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Koefisien Perpindahan Panas Total Koefisien perpindahan panas total (U) yang merupakan jumlah dari seluruh koefisien perpindahan panas pada aliran internal, aloran eksternal, tahanan pengotoran atau fouling resistance, dan tahanan dinding pipa dapat dihitung dari persamaan
A 1 1 = + ro + rw + ri o U ho Ai
1 + hi
Ao Ai
(2.13)
diamana ho dan hi adalah koefisien perpindahan panas untuk aliran eksternal dan internal, ro dan ri, masing-masing adalah tahanan termal akibat pengotoran aliran fluida eksternal dan internal, serta rw adalah tahanan termal dinding tube. Ao dan Ai adalah luas permukaan luar dan dalam tube.
1. Aliran Internal Penggambaran aliran fluida dalam pipa dapat dilihat kembali dari penemuan bilangan Reynolds dimana pada kecepatan rendah aliran yang terjadi adalah laminar, yaitu fluida mengalir dalam aliran-aliran yang halus disertai perpindahan momentum dan panas di antara aliran-aliran yang diatur oleh pergerakan molekul, serta penurunan tekanan dalam pipa berhubungan langsung dengan konduktivitas termal yang dipengaruhi oleh viskositas dan perpindahan panas. Pada kecepatan yang lebih tinggi, aliran yang terjadi adalah turbulen dimana proses transport dipercepat oleh komponen-komponen lateral kecepatan fluida sehubungan dengan adanya pusaran-pusaran yang terjadi. Peralihan dari aliran laminar menuju turbulen terjadi pada suatu harga bilangan Reynolds kritis.
Universitas Sumatera Utara
Re = ρ . U . D
(2.14)
antara 2000 hingga 4000. Untuk beberapa perhitungan, suatu nilai kritis 2300 dapat digunakan, namun perlu diingat bahwa dalam kondisi sebenarnya, perubahan pola aliran tidak diperlihatkan secara tajam sehingga diperiksa sebagai pola aliran transisional.
1.1 Faktor Gesekan pada Aliran dalam Pipa Faktor gesekan fo, didefenisikan sebagai fo = τ 0
1 ρU∞2 2
(2.15)
dimana τ0 adalah tegangan geser di dinding pipa dan U ∞ adalah untuk kecepatan fluida di luar lapisan batas. Faktor gesekan berhubungan dengan penurunan tekanan sebagaimana dinyatakan dalam persamaan berikut untuk suatu pipa dengan panjang L dan diameter D
∆p
πD 2
1 = τ 0πDL = f 0 ρU 2 πDL 4 2
(2.16)
atau
∆p = 4 f 0
L ρU 2 D 2
(2.17)
Faktor gesekan adalah suatu fungsi dari bilangan Reynolds, ReD. Fungsi tersebut dapat diturunkan secara analitik unutk aliran laminar, namun bergantung pada kolerasi data ekperimental untuk aliran turbulen. Faktor gesekan untuk aliran laminar fully developed di dalam suatu pipa yang halus adalah
Universitas Sumatera Utara
f0 =
16η 16 = ρUD Re
(2.18)
sedangkan faktor gesekan untuk aliran turbulen fully developed di dalam suatu pipa yang halus dinyatakan dengan
f 0 = 0,079 Re
−1
4
untuk Re ≤ 2ҳ104
(2.19)
dan
f 0 = 0,046
−1
5
untuk Re > 2x104
(2.20)
Selain itu menggunakan persamaan-persamaan di atas, faktor gesekan untuk aliran turbulen dapat dicari dari gambar 2.11. Pada gambar tersebut efek kekasaran permukaan diklasifikasikan menurut nilai perbandingan e/D, dimana e adalah tinggi kekasaran ekuivalen. Nilai f pada gambar merupakan empat kali dari nilai fo, (f=4f0). Faktor gesekan untuk permukaan kasar yang mempunyai bilangan Reynolds di atas nilai yang tercantum dalam diagram Moody tidak lagi sebagai fungsi dari Re. Dalam kenyataannya, permukaan pipa tidaklah halus sempurna, dan faktor gesekan aliran turbulen sangat dipengaruhi oleh kondisi permukaan pipa. Meskipun demikian, hal tersebut tidak terjadi pada aliran laminar. Sebuah persamaan eksplisit yang cukup berguna untuk aliran turbulen (104 > Re > 4.108) baik di dalam pipa halus maupun pipa kasar telah diberikan oleh N.H Chen (1979), yaitu
1 e 1,1098 5,8506 e 5,0452 log + 0,8981 = −2,0 log − Re Re 4 f0 3,7065 D 2,8257 D 1
(2.21)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11 Faktor Gesekan sebagi Fungsi Bilangan Reynolds dan Kekasaran Relatif untuk Pipa Bulat – Diagram Moody
1.2 Koefisien Perpindahan Panas Aliran dalam Pipa Koefisien perpindahan panas untuk aliran dalam pipa merupakan fungsi dari bilangan Nusselt, konduktivitas termal, dan diameter dalam pipa. Bilangan Nusselt sendiri mempunyai kolerasi dengan bilangan Reynolds dan bilangan Prandtl. Perhitungan koefisien perpindahan panas aliran dalam pipa dapat menggunakan persamaan-persamaan yang tercantum dalam tabel 2.1 sesuai dengan bilangan Reynolds dan bilangan Prandtl yang diberikan. Hubungan bilangan Nusselt (Nu) dengan koefisien perpindahan panas (h) dinyatakan sebagai Nu D =
h.D k
(2.22)
dimana k adalah konduktivitas termal fluida dan D diameter dalam pipa.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Rangkuman Persamaan-Persamaan Konveksi untuk Aliran dalam Pipa
2. Aliran Eksternal 2.1. Metode Bell-Delaware Bell-Delaware menemukan metode perhitungan perpindahan panas dan penurunan tekanan untuk aliran fluida di dalam shell dengan menggunakan beberapa faktor koreksi. Faktor-faktor tersebut meliputi :
Universitas Sumatera Utara
1. Kebocoran yang melalui celah anatar tube dan baffle serta celah antara baffle and shell 2. Aliran yang melalui celah antar tube bundle dan shell 3. Efek dari konfigurasi baffle 4. Efek kerugian gradient temperatur dalam perpindahan panas pada aliaran laminar. Perhitungan koefisien perpindahan panas dan penurunan tekanan pada metode Bell-Delaware dilakukan melalui beberapa langkah. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut : 1. Bilangan Reynolds (Re) yang dinyakan sebagai Re =
ρ .Vmax .D0 η
(2.23)
dimana ρ dan η adalah kerapatan dan viskositas fluida, serta D0 adalah diameter luar tube. Sedangkan Vmax adalah kecepatan maksimum antar tube di sekitar garis tengah aliran yang dihitung dari persamaan Vmax =
MT ρ .S m
(2.24)
MT adalah laju aliran massa total pada sisi shell dan Sm adalah luas penampang aliran di sekitar garis tengah. Nilai Sm untuk susunan tube triangular dinyatakan sebagai
D −D S m = LB Ds − DOTL + OTL s (PT − Do ) PT
(2.25)
Universitas Sumatera Utara
dimana LB adalah jarak selang antar baffle, Ds adalah diameter dalam shell , DOTL adalah diameter bundle, dan PT adalah tube pitch. 2. Fraksi tube pada aliran menyilang (Fc) yang besarnya dapat dihitung dengan persamaan
Fc =
2(Ds − 2 Lc ) D − 2 Lc D − 2 Lc 1 − 2 cos −1 s sin cos −1 s π + π DOTL DOTL DOTL (2.26)
Lc adalah jarak baffle cut yang dinyatakan sebagai
Lc =
Bc D s 100
(2.27)
diamana Bc adalah % baffle cut. 3. Faktor koreksi untuk konfigurasi baffle (Jc) yang dinyatakan sebagai Jc = 0,55 + 0,72 . Fc
(2.28)
4. Luas penampang aliran pada celah antara shell dan baffle (Ssb) yang diperoleh dari persamaan 2L S sb = Ds .δ sb π − cos −1 1 − c Ds
(2.29)
δ sb adalah jarak radial antara shell dan baffle. 5. Luas penampang pada celah antara shell dan baffle (Stb)
S tb =
π .D0 .δ tb .N T (1 + Fc ) 2
(2.30)
δ tb adalah jarak radial antara tube dan baffle. 6. Fraksi luas penampang aliran menyilang yang tersedia untuk aliran bypass (Fbp) yang dihitung dengan persamaan
Universitas Sumatera Utara
Fbp =
(Ds − DOTL ).LB
(2.31)
Sm
7. Jumlah baris menyilang (Nc) yang diperoleh dari persamaan 2L Ds 1 − c Ds Nc = PTP
(2.32)
dimana PTP adalah jarak antar baris-baris tube searah aliran. Untuk susunan tube triangular nilai PTP adalah 0.866 PT 8. Koefisien perpindahan panas di sisi shell ( α 0 ) yang dinyatakan sebagai
α 0 = α c . JC. JL . JB
(2.33)
dimana JL adalah faktor koreksi karena adanya celah antara shell dan baffle serta tube dan baffle yang nilainya dapat diperoleh dari Gambar 2.12. Sedangkan JB adalah faktor koreksi akibat aliran bypass yang nilainya dapat dicari dari Gambar 2.13. α c adalah koefisien perpindahan panas aliran menyilang ideal yang diperoleh dari persamaan
αc =
N U .λ D0
(2.34)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12 Faktor Koreksi Karena Kebocoran antara Shell dan Baffle serta Tube dan Baffle untuk Perhitungan Koefisien Perpindahan Panas (JL)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.13 Faktor Koreksi karena Aliran Bypass untuk Perhitungan Koefisien Perpindahan Panas (JB)
Seperti halnya pada perhitungan koefisien perpindahan panas, perhitungan penurunan tekanan pada metode Bell-Delaware juga memperhitungkan beberapa faktor koreksi. Adapun langkah-langkah perhitungan penurunan tekanan berdasarakan metode Dellware adalah sebagai berikut : 1. Penurunan tekanan aliran menyilang ideal (ΔPc) yang dinyatakan sebagai ΔPc = Nc . Kf (½ ρ . V2max)
(2.35)
Universitas Sumatera Utara
dimana Kf adalah suatu parameter (bilangan Euler) yang diperoleh dari persamaan
K f = 0,975 +
0,247.10 3 0,335.10 4 0,155.10 4 0,241.10 4 + + + Re Re 2 Re 3 Re 4
(2.36)
untuk 3 < Re < 103
K f = 0,245 +
0,339.10 4 0,984.10 7 0,113.1011 0,599.1013 − + − Re Re 2 Re 3 Re 4
(2.37)
untuk 103 < Re < 106 2. Penurunan tekanan untuk ideal window zone (Δpw) yang dihitung dengan persamaan ∆p w =
(2 + 0,6.N cw )M s 2 2.S m .S w .ρ
for Re > 100
(2.38)
3. Jumlah baris aliran menyilang efektif pada window zone (Ncw) diperoleh dari persamaan Ncw =
0,8.Lc PTP
(2.39)
4. Luas penampang aliran pada window zone (Sw) yang dinyatakan sebagai 2 2 Ds − 2.Lc N T Ds −1 Ds − 2.Lc Ds − 2.Lc (1 − Fc )π .D0 2 Sw = cos − 1− − 4 Ds Ds Ds 8
5. Diameter Ekuivalen pada window zone (Dw) yang dihitung dengan persamaan
Dw =
π 2
4.S w N T (1 − Fc )D0 + Ds Θ b
(2.41)
dimana Θ b adalah besaran yang dinyatakan sebagai
Universitas Sumatera Utara
D − 2.Lc Θ b = 2. cos −1 s Ds
(2.42)
6. Penurunan tekanan melintasi shell (Δps) yang dinyatakan sebagai
N ∆p s = [(N − 1)∆p c .R B + N .∆p w ]R L + 2.∆p c .RB 1 + cw Nc
(2.43)
dimana RL adalah faktor koreksi karena adanya celah antara shell dan baffle serta tube dan baffle yang nilainya dapat diperoleh dari Gambar 2.14. Sedangkan RB adalah faktor koreksi akibat aliran bypass yang nilainya dapat dicari dari Gambar 2.15.
Gambar 2.14 Faktor Koreksi karena Kebocoran antara Tube dan Baffle serta Shell dan Baffle untuk Perhitungan Penurunan Tekanan (RL)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.15 Faktor Koreksi karena Aliran Bypass untuk Perhitungan Penurunan Tekanan (RB)
2.2 Metode Delaware dan Wills and Johnstone Metode ini merupakan basis kode-kode komputer modern untuk prediksi serta perhitungan aliran dan perpindahan panas pada sisi shell walaupun belum dikembangkan untuk perhitungan manual. Meskipun demikian, Wills and Johnston (1984) telah mengembangkan sebuah versi sederhana metode tersebut yang dapat digunakan untuk perhitungan manual. Metode tersebut telah diadopsi oleh Engineering Sciences Data Unit (ESDU, 1983) dan mampu menghasilkan solusi terpercaya dalam prediksi komputer.
Universitas Sumatera Utara
Basis metode ini diperlihatkan dalam Gambar 2.16. Fluida mengalir dari A ke B dengan berbagai rute yang masing-masing ditandai dengan subscript. Kebocoran-kebocoran terjadi antara tube dan baffle (t), antara baffle dan shell (s), bagian aliran menyilang yang melewati tube (c), serta bagian aliran bypass di luar bundle (b). Aliran menyilang dan bypass bersatu membentuk aliran yang melalui celah di luar baffle-cut (w).
Gambar 2.16 Aliran-aliran Berdasarkan Metode Wills and Johstone
Prosedur perhitungan dengan menggunakan metode Wills and Johstone : 1. Perhitungan koefisien-koefisien tahanan i.
Koefisien tahanan kebocoran antara shell dan baffle (ns) yang diperoleh dari
ns =
0,036(t b / δ sb ) + 2,3(t b / δ sb ) 2 ρS s
2
−0 ,177
(2.44)
Universitas Sumatera Utara
Dimana Ss adalah luas penampang aliran pada celah antara shell dan baffle yang dihitung dari S s = π (Ds − δ sb )δ sb
(2.45)
δ sb adalah jarak radial antara baffle dan shell serta tb adalah ketebalan baffle. ii.
Koefisien tahanan kebocoran antara tube dan baffle (nt) yang didefenisikan sebagai
nt =
0,036(t b / δ tb ) + 2,3(t b / δ tb ) 2 ρS t
−0 ,177
2
(2.46)
Dimana δ tb adalah jarak radial antara tube dan baffle sera St adalah luas penampang aliran pada celah antara tube dan baffle yang dihitung dari S t = N T π (D0 − δ tb )δ tb iii.
(2.47)
Koefisien tahanan aliran pada window (nw) yang dinyatakan sebagai nw =
1,9 exp(0,6856 S w / S m ) 2 ρS w
2
(2.48)
Dimana Sm adalah luas aliran menyilang dan Sw adalah luas aliran pada window yang keduanya telah didefenisikan dalam metode Delaware. iv.
Koefisien tahanan aliran bypass (nb) yang diperoleh dari nb =
a(Ds − 2 Lc ) / PTP + N ss 2 ρS b
2
(2.49)
Dimana Ds adalah diameter dalam shell, Lc adalah jarak baffle cut, PTP adalah selang antar baris tube searah dengan aliran, Nss adalah jumlah
Universitas Sumatera Utara
strip penutup, dan Sb adalah luas penampang aliran bypass yang dihitung dari S b = (2δ by + δ pp )LB
(2.50)
δ by adalah jarak radial antara bundle dan shell serta δ pp adalah jarak yang berhubungan dengan pass partition. Keberadaan pass partition di dalam shell akan menaikkan luas bypass jika berada searah dengan aliran. Konstanta a pada persamaan 6.53 bernilai 0,266 untuk susunan tube square dan bernilai 0,133 untuk susunan triangular, rotated triangular, dan rotated square. 2. Perhitungan koefisien tahanan aliran menyilang (nc) yang dinyatakan sebagai nc =
Nc K f 2 ρS m
(2.51)
2
Kf telah didefenisikan pada metode Delaware yang merupakan fungsi dari bilangan Reynolds, dimana
Re =
ρD0Vmax D0 M c = η ηS m
(2.52)
Mc merupakan laju aliran massa menyilang yagn melewati tube yang besarnya adalah Mc = Fcr MT
(2.53)
Nilai Fcr diperkirakan terlebih dahulu sebagai harga tebakan awal. 3. Memperkirakan harga fraksi aliran menyilang Fcr yang baru dengan mencari nilai koefisien-koefisien berikut
Universitas Sumatera Utara
(
ncb = nc
−1
+ nb
2
−1
)
−2
2
(2.54a)
na = n w + ncb
(
n p = na
−1
+ ns
2
−1
2
(2.54b)
+ nt
−1
)
−2
2
(2.54c)
Nilai Fcr baru diperoleh dari persamaan
np Fcr = na
1
2
n 1 + c nb
1
2
−1
(2.55)
4. Iterasi untuk memperoleh nilai Fcr 5. Perhitungan fraksi-fraksi aliran diberikan oleh persamaan-persamaan berikut : i. Aliran bypass
np Fb = na
1
2
n 1 + b nc
1
2
−1
(2.56)
ii. Aliran pada celah antara shell dan baffle np Fs = ns
1
2
(2.57)
iii. Aliran pada celah antara tub dan baffle np Ft = nt
1
2
(2.58)
Sebagai perhatian, bahwa Fb + Fs + Ft + Fcr = 1 6. Perhitungan penurunan tekanan pada sisi shell Penurunan tekanan di setiap selang antar baffle Δp dinyatakan sebagai
Universitas Sumatera Utara
∆p = n p M T
2
(2.59)
Penurunan tekanan sisi shell total adalah ∆p s = (N + 1)∆p
(2.60)
7. Perhitungan koefisien perpindahan panas Koefisien perpindahan panas dihitung seperti pada metode Delaware namun harga Re diambil dari persamaan 6.57 sehingga
α=
Nuλ λ = a Re m Pr 0,34 D0 D0
(
)
(2.61)
dimana a = 0,273 dan m = 0,635 untuk susunan staggered tube banks dan bilangan Reynolds 3 x 102 < Re ≤ 2 x 105
2.3.3.3. Kondensasi pada Bagian Luar Sistem Tube Horisontal Tube horisontal sering digunakan sebagai permukaan perpindahan panas untuk kondensasi. Kondensasi dapat terjadi pada bagian luar maupun bagian dalam tube. Koefisien perpindahan panas kondensasi yang terjadi pada bagian luar tube dan tube bank diperoleh dari bilangan Nusselt. Adapun langkah-langkah dalam perhitungan koefisien perpindahan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Koefisien perpindahan panas rata-rata untuk kasus tube horisontal yang dihitung dengan persamaan −
α
f
λ L 2 .ρ L .(ρ L − ρ G )g .hLG = 0,275 η L .D(Tsat − TW )
1
4
(2.62)
2. Koefisien perpindahan panas air ( α W ) yang dinyatakan sebagai
α W = 0,023. ReW 0,8 . PrW
1
3
(2.63)
Universitas Sumatera Utara
3. Bilangan Prandtl air (PrW) yang diperoleh dari persamaan
PrW =
CpW .ηW
(2.64)
λW
4. Bilangan Reynolds air (ReW) yang diperoleh dari persamaan
ReW =
U W .ρW .D2
(2.65)
ηW
5. Laju kondensasi persatuan panjang tube (mc) yang dihitung dari persamaan .
m=
− π .D1 .q hLG
(2.66)
Keterangan dari simbol-simbol yang digunakan dalam perhitungan koefisien perpindahan panas kondensasi di atas adalah sebagai berikut : D1
= diameter tube bagian dalam
η
= viskositas
D2
= diameter tube bagian luar
Cp
= koefisien kapasitas panas
Ρ
= kerapatan fluida
T
= temperatur
λ
= konduktivitas termal
U
= kecepatan
g
= percepatan grafitasi
q
= fluks panas
h
= entalpi
Pada susunan tube vertikal, lapisan film kondensasi pada baris tube teratas akan turun pada tube di bawahnya, sehingga koefisien perpidahan panas pada tube yang berada di bawahnya lebih kecil. Koefisien perpindahan panas rata-rata dapat dihitung dengan persamaan −
α N = α 1 .N
−1
4
(2.55)
Universitas Sumatera Utara
−
dimana N adalah jumlah baris pada susunan tube vertikal, dan α 1 adalah koefisien perpidahan panas pada baris pertama. Pada kenyataannya, kondisi ideal tidak dapat tercapai. Oleh karena itu, Kern menyarankan bahwa nilai koefisien perpindahan panas berkurang dengan cepat seiring bertambahnya jumlah baris sehingga persamaan di atas dimodifikasi menjadi −
α N = α 1 .N
−1
6
(2.56)
Universitas Sumatera Utara