BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA KENAKALAN GENG MOTOR
Klasifikasi Dan Tipe Kenakalan Remaja Kenakalan dalam diri seorang anak atau remaja merupakan perkara yang lazim terjadi. Tidak seorang pun yang tidak melewati tahap / fase negatif ini atau sama sekali tidak melakukan perbuatan kenakalan. Masalah ini tidak hanya menimpa beberapa golongan anak atau remaja di suatu daerah tertentu saja. Dengan kata lain, keadaan ini terjadi di setiap tempat, lapisan dan kawasan masyarakat. Bentuk kenakalan anak atau remaja terbagi mengikuti tiga kriteria, yaitu : “kebetulan, kadang-kadang, dan habitual sebagai kebiasaan, yang menampilkan tingkat penyesuaian dengan titik patahan yang tinggi, medium dan rendah. Klasifikasi ilmiah lainnya menggunakan penggolongan tripartite, yaitu :historis, instinktual, dan mental. Semua itu dapat saling berkombinasi. Misalnya berkenaan dengan sebab-musabab terjadinya kejahatan instinktual, bisa dilihat dari aspek keserakahan, agresivitas, seksualitas, kepecahan keluarga dan anomali-anomali dalam dorongan berkelompok”.7 Klasifikasi ini dilengkapi dengan kondisi mental, dan hasilnya menampilkan suatu bentuk anak atau remaja yang agresif, serakah, pendek pikir, sangat emosional dan tidak mampu mengenal nilai-nilai etis serta kecenderungan untuk menjatuhkan dirinya ke dalam perbuatan yang merugikan dan berbahaya.
12 Universitas Sumatera Utara
Adapun macam dan bentuk-bentuk kejahatan yang dilakukan oleh anak atau remaja dibedakan menjadi beberapa macam : Kenakalan biasa. Kenakalan yang menjurus pada tindak kriminal. Kenakalan khusus.8 ad. 1. Kenakalan biasa. Adalah suatu bentuk kenakalan anak atau remaja yang dapat berupa berbohong, pergi keluar rumah tanpa pamit pada orang tuanya, keluyuran, berkelahi dengan teman, membuang sampah sembarangan, membolos dari sekolah dan lain sebagainya. ad. 2. Kenakalan yang menjurus pada tindakan Kriminal. Adalah suatu bentuk kenakalan anak atau remaja yang merupakan perbuatan pidana, berupa kejahatan yang meliputi : mencuri, mencopet, menodong, menggugurkan kandungan, memperkosa, membunuh, berjudi, menonton dan mengedarkan film porno, dan lain sebagainya. ad. 3. Kenakalan Khusus. Adalah kenakalan anak atau remaja yang diatur dalam Undang- Undang Pidana khusus, seperti kejahatan narkotika, psikotropika, pencucian uang (Money Laundering), kejahatan di internet (Cyber Crime), kejahatan terhadap HAM dan sebagainya. Bentuk lain dari kenakalan remaja (juvenile delinquency) ialah berdasarkan ciri kepribadian yang defek, yang mendorong mereka menjadi delinquen. Anak7
Kartini Kartono, 2003, Patologi Sosial Buku 1, Jakarta: Raja Grafindo Persada, halaman
47. 8
Akirom Syamsudin Meliala dan E. Sumarsono, 1985, Kejahatan Anak Suatu Tinjauan dari Psikologi dan Hukum, Yogyakarta: Liberty, halaman 22.
Universitas Sumatera Utara
anak muda ini pada umumnya bersifat pendek pikir, sangat emosional, agresif, tidak mampu mengenal nilai-nilai etis, dan cenderung suka menceburkan diri dalam perbuatan yang berbahaya. Hati nurani mereka hampir tidak dapat digugah, beku. Tipe Delinquen menurut struktur kepribadian ini dibagi atas : Delinquensi terisolir Delinquensi neurotik Delinquensi psikopatik Delinquensi defek mental.9
ad. 1. Delinquensi Terisolir Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari para remaja delinquen; merupakan kelompok mayoritas. Pada umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan kejahatan mereka disebabkan oleh dorongan faktor sebagai berikut: Kejahatan mereka tidak didorong oleh motifasi kecemasan dan konflik batin yang tidak dapat diselesaikan, dan motif yang mendalam, akan tetapi lebih banyak dirangsang oleh keinginan meniru, ingin konform dengan norma gengnya. biasanya semua kegiatan mereka lakukan bersama-sama dalam bentuk kegiatan kelompok. Mereka kebanyakan berasal dari daerah-daerah kota yang transisional sifatnya memiliki subkultur kriminal. sejak kecil anak melihat adanya geng-geng kriminal, sampai suatu saat dia ikut menjadi anggota salah satu kelompok geng tersebut. Di dalam geng ini anak merasa diterima, mendapat kedudukan terhormat, pengakuan status sosial dan prestise tertentu. Semua nilai, norma
Universitas Sumatera Utara
dan kebiasaan kelompoknya dengan subkultur kriminal itu, diopernya dengan serta merta. Pada umumnya anak delinquen tipe ini berasal dari keluarga berantakan, tidak harmonis, tidak konsekuen dan mengalami banyak frustasi. Situasi keluarga dipenuhi dengan konflik hebat di antara sesama anggota keluarga, dan ada suasana penolakan oleh orang tua, sehingga anak merasakan disiakan serta kesepian. Dalam situasi demikian anak tidak pernah merasakan iklim kehangatan emosional. Kebutuhan elementernya tidak terpenuhi, misalnya, tidak pernah merasa aman, harga dirinya terasa diinjak, merasa dilupakan dan ditolak oleh orang tua, dan lain-lain. Pendeknya, anak mengalami banyak frustasi dalam lingkuang keluarga sendiri, dan mereaksi negatif terhadap lingkungannya. Sebagai jalan keluarnya, anak memuaskan semua kebutuhan dasarnya ditengah lingkungan anak-anak kriminal. Geng delinquen memberikannya alternatif hidup yang menyenangkan. Mereka akhirnya mengadopsi etik dan kebiasaan gengnya, dan dipakai sebagai sarana untuk meyakinkan diri sendiri bahwa dirinya adalah penting, cukup “menonjol” dan berarti. geng tersebut memberikan pada dirinya perasaan aman, diterima, bahkan mendapatkan bimbingan untuk menonjolkan egonya. Secara typis mereka dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali mendapatkan supervisi dan latihan disiplin dan teratur. Sebagai akibatnya, anak tidak sanggup menginternalisasikan norma hidup normal. Bahkan banyak dari mereka kebal terhadap nilai kesusilaan, sebaliknya lebih peka terhadap 9
Kartini Kartono, Op Cit, halaman 49.
Universitas Sumatera Utara
pengaruh jahat. Ringkasnya, delinquensi terisolasi itu mereaksi terhadap tekanan dari lingkungan sosial. Mereka mencari panutan dan sekuritas dari dan di dalam diri kelompok gengnya. Namun pada usia dewasa, mayoritas anak delinquen tipe terisolir tadi meninggalkan tingkah laku kriminalnya. ad. 2. Delinquensi Neurotik10 Pada umumnya anak-anak delinquen tipe ini menderita ganguan kejiwaan yang cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa terancam, tersudut dan terpojok, merasa bersalah dan berdosa, dan lainlain. Ciri tingkah laku mereka itu antara lain : a. Tingkah laku delinquennya bersumber pada sebab-sebab psikologis yang
sangat dalam, dan bukan hanya berupa adaptasi pasif menerima norma dan nilai subkultur gengnya yang kriminal itu saja, juga bukan berupa usaha untuk mendapatkan prestise sosial dan simpati dari luar. b. Tingkah laku kriminal mereka merupakan ekspresi dari konflik batin yang
belum terselesaikan, karena itu tindak kejahatan mereka merupakan alat pelepas bagi rasa ketakutan, kecemasan dan kebingungan batinnyayang jelas tidak terpikulkan oleh egonya. c. Biasanya, anak remaja delinquen tipe ini melakukan kejahatan seorang diri,
dan mempraktekkan jenis kejahatan tertentu, misalnya suka memperkosa lalu membunuh korbannya, kriminal dan sekaligus neurotik. d. Anak delinquen neurotik ini banyak yang berasal dari kelas menengah, yaitu
10
Ibid, halaman 52.
Universitas Sumatera Utara
dari lingkungan konvensional yang cukup baik kondisi sosila ekonominya. Namun pada umumnya keluarga mereka mengalami banyak ketegangan emosional yang parah, dan orang tuanya biasanya juga neurotik atau psikotik. e. Anak delinquen neurotik ini memiliki ego yang lemah, dan ada kecenderungan
untuk mengisolir diri dari lingkungan orang dewasa dan anak-anak remaja lainnya. f. Motivasi kejahatan mereka berbeda-beda. Misalnya, para penyundut api
(pyromania, suka membakar) didorong oleh nafsu ekshibisionistis, anakanak yang suka membongkar melakukan pembongkaran didorong oleh keinginan melepaskan nafsu seks, dan lain-lain. g. Perilakunya
memperlihatkan
kualitas
kompulsif
(paksaan).
Kualitas
sedemikian ini tidak terdapat pada tipe delinquen terisolir. Anak-anak dan orang muda tukang bakar, para peledak dinamit dan bom waktu, penjahat seks, dan pecandu narkotika dimasukkan dalam kelompok tipe neurotik ini. Oleh karena perubahan tingkah laku anak-anak delinquen neurotik ini berlangsung atas dasar konflik jiwani yang serius atau mendalam sekali, maka mereka akan terus melanjutkan tingkah laku kejahatannya sampai usia dewasa dan umur tua. ad. 3. Delinquen Psikopatik11 Delinquen psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum kriminal yang paling berbahaya. Ciri tingkah laku mereka ialah : 11
Ibid, halaman 53.
Universitas Sumatera Utara
a. Hampir seluruh anak delinquen ini berasal dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak pertikaian keluarga, berdisiplin keras namun tidak konsisten, dan selalu menyiakan anaknya. Tak sedikit dari mereka berasal dari rumah yatim piatu. Dalam lingkungan demikian mereka tidak pernah merasakan kehangatan, kasih sayang dan relasi personal yang akrab dengan orang lain. Sebagai akibatnya mreka tidak mempunyai kapasitas untuk menumbuhkan afeksi, sedang kehidupan perasaan pada umumnya menjadi tumpul atau mati. Sebagai akibatnya mereka tidak mampu menjalin relasi emosional yang akrab atau baik dengan orang lain. b. Mereka tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa atau melakukan pelanggaran. Karena itu sering meledak dan tidak terkendali. c. Bentuk kejahatan majemuk, tergantung pada suasana hatinya yang kacau tidak dapat diduga-duga. Mereka pada umumnya sangat agresif dan impulsif. Biasanya mereka residivis yang berulangkali keluar masuk penjara, dan sulit sekali diperbaiki. d. Mereka selalu gagal dalam menyadari dan menginternalisasikan norma-norma sosial yang umum berlaku. Juga tidak perduli terhadap norma subkultur gengnya sendiri. e. Acapkali mereka juga menderita gangguan neurologis, sehingga mengurangi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri. Psikopat itu merupakan bentuk kekalutan mental dengan ciri-ciri sebagai berikut : tidak memiliki pengorganisasian dan integrasi diri. Orangnya tidak pernah bertanggung jawab secara moral, dia selalu konflik dengan norma sosial dan
Universitas Sumatera Utara
hukum. Biasanya juga immoral. Tingkah laku dan relasi sosialnya selalu a-sosial, eksentrik kegila-gilaan, dan jelas tidak memiliki kesadaran sosial serta intelegensi sosial. Mereka sangat egoistis, fanatik, dan selalu menentang apa dan siapapun juga. sikapnya aneh, sangat kasar, kurang ajar, ganas buas terhadap siapapun tanpa sebab sesuatu pun juga. Kata-katanya selalu menyakiti hati orang lain, perbuatannya sering ganas sadis, suka menyakiti jasmani orang lain tanpa motif atau apapun juga. Karena itu, remaja delinquen yang psikopatik ini digolongkan kedalam bentuk penjahat yang paling berbahaya. ad. 4. Delinquen Defek Moral12 Defek (defect, defectus) artinya: rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, kurang. Delinquensi defek moral mempunyai ciri : selalu melakukan tindakan asosial atau anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan dan gangguan kognitif, namun ada disfungsi pada intelegensinya. Kelemahan dn kegagalan para remaja delinquen tipe ini adalah : mereka tidak mampu mengenal dan memahami tingkah lakunya yang jahat, juga tidak mampu mengendalikan dan mengaturnya. Selalu saja mereka ingin melakukan perbuatan kekerasan, penyerangan dan kejahatan. Relasi kemanusiaannya sangat terganggu. Sikapnya sangat dingin dan beku, tanpa afeksi (perasaan), jadi ada kemiskinan afektif dan sterilitas emosional. Mereka tidak memiliki rasa harga diri. Terdapat kelemahan pada dorongan instinktif yang primer, sehingga pembentukan super egonya sangat lemah. Impulsnya tetap ada dalam tarif primitif, sehingga 12
Ibid, halaman 54.
Universitas Sumatera Utara
sukar dikontrol dan dikendalikan. Mereka merasa cepat puas dengan “prestasinya”, namun sering perbuatan mereka disertai agresivitas yang meledak. mereka juga selalu bersikap bermusuhan terhadap siapapun juga, karena itu mereka selalu melakukan perbuatan kejahatan. Pada umumnya bentuk tubuh para penjahat habitual dan residivis itu lebih kecil daripada tubuh orang normal. Berat badan mereka juga lebih ringan. Acapkali mereka memiliki kelainan jasmaniah. Pengaruh lingkungan adalah relatif kecil dalam membentuk seseorang menjadi defek moralnya. Sebaliknya, konstitusi dan disposisi psikis yang abnormal menyebabkan pertumbuhan anak muda menjadi defek moralnya. Selanjutnya, apabila perbuatan kejahatan anak muda dan remaja yang defek moralnya itu sangat mencolok ekstrim biasanya mereka digolongkan ke dalam tipe delinquen psikopatik.
Perkembangan Kenakalan Remaja Kenakalan remaja tidak dapat dipisahkan dari perkembangan zaman dari era ke era. Sebab setiap zaman memiliki ciri khas yang berbeda dan memiliki tantangan yang berbeda khususnya kepada generasi mudanya, sehingga anak-anak muda ini bereaksi dengan cara yang khas pula terhadap situasi atau zaman yang berbeda. Pada tahun 50 sampai pada tahun 60-an di Indonesia yang menjadi masalah rumit bagi orang muda ialah adaptasi terhadap situasi sosial politik yang baru, yaitu setelah menjalani kemelut merebut kemerdekaan. Kenakalan remaja pada saat itu umumnya berupa penodongan sekolah-sekolah untuk mendapatkan izasah dan penonjolan diri yang berlebihan bak pahlawan kesiangan.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, kenalan remaja pada zaman ini juga berupa keberandalan dan tindak-tindak kriminal ringan ala anak-anak jalanan, menirukan pola perilaku anak-anak muda di luar negeri yang mereka hayati dengan hadirnya film-film impor dan buku-buku bacaan sadistis dan buku-buku porno. Adapun faktor kejahatan mereka adalah karena ketidak mampuan si anak memanfaatkan waktu kosong dan kurangnya pengendalian terhadap dorongan meniru. Sayangnya yang mereka tiru justru perbuatan yang tidak terpuji, misalnya; hidup bermalas-malasan dan hidup seperti hippis, melakukan tindak kriminal untuk memuaskan ambisi sosial yang semakin meningkat. Pada tahun 70-an keatas, kenakalan remaja di kota-kota besar di tanah air sudah menjurus pada kejahatan yang lebih serius, antara lain berupa tindak kekerasan, penjambretan, penggarongan, perbuatan seksual dalam bentuk perkosaan sampai pada perbuatan pembunuhan danperbuatan kriminal lain seperti pecandu narkotika. Kejahatan dan kenakalan tersebut erat kaitannya dengan makin derasnya arus urbanisasi dan semakin banyaknya jumlah remaja desa bermigrasi kedaerah perkotaan tanpa jaminan sosial yang mantap, ditambah sulitnya mencari pekerjaan yang cocok dengan keinginan mereka. Pada tahun berikutnya kenakalan remaja semakin meluas baik dalam frekuensinya maupun dalam kualitas kejahatannya. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya pengedaran dan penggunaan ganja dan narkotika ditengah masyarakat dan memasuki ruang sekolah. Seiring dengan berkembangnya zaman, tak dapat kita pungkiri kenakalan
Universitas Sumatera Utara
remaja pun semakin berkembang. Pada masa sekarang ini yang dikenal dengan masa atau era reformasi dan kebesasan sepertinya membawa dampak yang nyata dalam perkembangan kenakalan remaja. Dimana pada masa sekarang ini remaja juga cenderung lebih berani mengutarakan keinginan hatinya, lebih berani mengemukakan pendapatnya, bahkan akan mempertahankan pendapatnya sekuat mungkin. Hal ini yang sering ditanggapi orang tua sebagai pembangkangan. Remaja tidak ingin diperlakukan seperti anak kecil lagi, mereka lebih senang bergaul dengan kelompok yang dianggapnya sesuai dengan kesenangannya. Mereka juga semakin berani menentang tardisi orang tua yang dianggapnya kuno dan tidak berguna, maupun peraturan-peraturan yang menurut mereka kurang beralasan. Kenakalan remaja lain yang sedang populer di zaman sekarang ini adalah kenakalan remaja geng motor. Remaja khususnya laki-laki, lebih suka membentuk sebuah kelompok yang dinamai dengan “geng motor”, dimana para remaja ini merasa populer dan disegani oleh orang lain apabila bergabung kedalam sebuah geng motor, karena banyak orang yang berasumsi bahwa geng motor itu merupakan segerombolan pemuda yang brutal, sadis, tidak berpendidikan dan memiliki hobi menyakiti orang lain. Namun, bagi remaja yang bergabung dalam geng motor tersebut, malah menyukai asumsi masyarakat yang seperti itu. Semakin buruk asumsi masyarakat terhadap geng motor, maka semakin senanglah para remaja yang tergabung dalam geng tersebut. Geng motor ini, cenderung melakukan kenakalannya dengan melakukan aksi balap liar di jalan raya, perkelahian antar geng motor yang lain, penjambretan,
Universitas Sumatera Utara
dan penganiayaan terhadap orang lain yang tidak mereka sukai. Dewasa ini banyak hal yang meresahkan masyarakat akibat ulah para remaja baik itu dalam kondisi statis maupun dinamis. Seiring dengan perkembangan dan pencarian identitas kepribadian, banya wujud dan perilaku delinquen yang dilakukan remaja baik yang diketahui ataupun yang tidak diketahui. Umumnya perbuatan remaja yang tidak diketahui selalu tidak terjerat hukum yang disebabkan oleh : a) Kejahatan yang dianggap sepele, b) Tidak pernah dilaporkan kepada yang berwajib karena orang malas dan segan berurusan dengan polisi dan pengadilan, c) Orang takut akan adanya balas dendam. Sementara itu wujud-wujud perilaku kenakalan remaja yang dapat diketahui dan terjerat hukum adalah : a) Kebut-kebutan di jalanan yang mengganggu keamanan lalu lintas, dan membahayakan jiwa sendiri serta orang lain. b) Perilaku ugal-ugalan, brandalan, urakan yang mengacaukan ketenraman masyarakat sekitar. Tingkah ini bersumber pada kelebihan energi dan dorongan primitif yang tidak terkendali serta kesukaan menteror lingkungan. c) Perkelahian antar geng, antar kelompok, antar sekolah, antar suku, sehingga kadang-kadang membawa korban jiwa. d) Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan, atau bersembunyi di tempat-tempat terpencil sambil melakukan eksperimen bermacam-macam kedurjanaan dan tindak asusila. e) Kriminalitas anak, remaja dan adolesens antara lain berupa perbuatan
Universitas Sumatera Utara
mengancam, intimidasi, memeras, maling, mencuri, mencopet, merampas, menjambret, menyerang, merampok, menggarong, melakukan pembunuhan dengan jalan menyembelih korbannya, mencekik, meracun, tindak kekerasan dan pelanggaran lainnya. f) Berpesta pora, sambil mabuk-mabukan, melakukan hubungan seks bebas, atau orgi (mabuk-mabukan dengan menimbulkan keadaan yang kacau-balau) yang mengganggu lingkungan. g) Perkosaan, agresivitas seksual dan pembunuhan dengan motif seksual, atau didorong oleh reaksi-reaksi kompensatoris dari perasaan inferior, menurut pengakuan diri, depresi hebat, rasa kesunyian, emosi, balas dendam, kekecewaan ditolak cintanya oleh seorang wanita dan lain-lain. h) Kecanduan dan ketagihan bahan narkotika (obat bius; drugs) yang erat bergandengan dengan tindak kejahatan. i)
Tindak-tindak immoral seksual secara terang-terangan, tanpa tendenga alingaling, tanpa rasa malu dengan cara yang kasar. Ada seks dan cinta bebas tanpa kendali (promiscuity) yang didorong oleh hiperseksualitas, geltungsrieb (dorongan menuntut hak) dan usaha-usaha kompensasi lainnya yang kriminal sifatnya.
j)
Homoseksualitas, erotisme anal dan oral, dan gangguan seksual lain pada anak remaja lain disertai tindakan sadistis.
k) Perjudian dalam bentuk-bentuk permainan lain dengan taruhan, sehingga mengakibatkan ekses kriminalitas. l)
Komersialisasi seks, pengguguran janin oleh gadis-gadis delinquen, dan
Universitas Sumatera Utara
pembunuhan bayi-bayi oleh ibu-ibu yang tidak kawin. m) Tindakan radikal dan ekstrim, dengan cara kekerasan, penculikan dan pembunuhan yang dilakukan oleh anak-anak remaja. n) Perbuatan a-sosial dan anti-sosial lain disebabkan oleh gangguan kejiwaan pada anak-anak dan remaja psikopatik, psikotik, neurotik, dan menderita gangguan-gangguan jiwa lainnya. o) Tindakan kejahatan disebabkan oleh penyakit tidur ( encephalitis lethargical), dan ledakan meningitis serta post- enchepalitics; juga luka dikepala dengan kerusakan pada otak adakalanya membuahkan kerusakan mental, sehingga orang yang bersangkutan tidak mampu melakukan kontrol diri. p) Penyimpangan tingkah laku disebabkan oleh kerusakan pada karakter anak yang menuntut kompensasi, disebabkan oleh adanya organ-organ yang inferior.13 Dari uraian diatas maka dukungan dari teman-teman seperjuangan tidak dapat
diabaikan
keberadaannya.
Steven
Box
dalam
Kartini
Kartono
mengemukakan bahwa ada anak-anak dan remaja yang mempunyai kemauan untuk melakukan kejahatan tetapi tidak pernah terwujud. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, ada beberapa hal yang diperlukan yaitu:14 Keahlian (skills) a) Anak-anak remaja yang mempunyai keinginan untuk melakukan kejahatan, mungkin harus menunda keinginannya mengingat mereka tidak mempunyai
13
Ibid, halaman 32.
14
Ibid., halaman 35,
Universitas Sumatera Utara
tingkat pengetahuan yang khusus atau keahlian (skills). b) Keahlian dalam melakukan kejahatan merupakan proses belajar, yang diperoleh
dari
teman-teman
sekelompok.
Cara-cara
mengompas,
mengancam, menggunakan senjata tajam merupakan keahlian yang harus dipelajari. Perlengkapan (suplay) Seseorang yang mempunyai keinginan melakukan kejahatan akan mengabaikan keinginannya
bila
tidak
mempunyai
perlengkapan
yang
memadai.
Perlengkapan ini pun tidak mudah diperoleh. Hanya mereka yang dikenal dan termasuk dalam kelompoklah yang mudah memperoleh perlengkapan. Misalnya untuk memperoleh obat-obat terlarang, narkotika, bahan-bahan kimia tertentu, senjata api, dan sebagainya. Mereka yang mempunyai keinginan untuk melakukan penyimpangan/kejahatan baru dapat melaksanakan keinginannya bila terdapat dukungan kelompok. Dukungan sosial, yang berbentuk dukungan kelompok sangat penting bagi pelaksanaan kejahatan. Dengan adanya dukungan kelompok ini segala perbuatan yang akan dilakukan dapat direncanakan dengan baik. Dan yang lebih penting lagi, dengan dukungan sosial ini akan diperoleh pembenaran dari perbuatan tersebut. Para remaja yang mempunyai kemauan dan kemampuan dalam melaksanakan kejahatan, memerlukan dukungan simbolis sebagai dasar pembenaran dari perbuatan yang dilakukan. Adanya dukungan sosial Adanya dukungan simbolis (symbolic support)
Universitas Sumatera Utara
Dari paparan di atas jelas bahwa perbuatan kenakalan remaja akan menjurus menjadi kejahatan bila dilakukan secara berkelompok atau mendapat dukungan dari kelompok. Adanya dukungan dari kelompok yang berbentuk “geng” akan mempermudah pelaksanaan kejahatan. Oleh karena itu, kerumunan tempat remaja-remaja berkumpul/berkelompok akan menjadi tempat yang rawan dan perlu mendapat perhatian.
Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Kenakalan Geng Motor Berita tentang perilaku geng motor akhir-akhir ini bisa dianggap sudah sangat meresahkan masyarakat, sehingga dapat dikategorikan sebagai kondisi patologi sosial, penyakit masyarakat yang perlu segera diobati. Lembaga kepolisian sampai mempermaklumkan akan menembak di tempat anggota geng motor yang melakukan kebrutalan.15 Subkultur geng anak muda, kata kriminolog Cloward dan Ohlin, akan tumbuh subur tergantung pada tipe atau cara pertentangan di mana mereka tinggal. Ada tiga tipe geng yaitu:
Geng pencurian (thief gangs), mereka berkelompok melakukan pencurian yang mula-mula hanya untuk menguji keberanian anggota kelompok. Geng konflik (conflict-gangs) kelompok ini suka sekali mengekpresikan dirinya melalui perkelahian berkelompok supaya tampak gagah dan pemberani. Geng pengasingan (retreats gangs), kelompok geng ini sengaja mengasingkan dirinya dengan kegiatan minum minuman keras, atau napza yang kerap dianggap sebagai suatu cara pelarian dari alam nyata. Tetapi bisa saja sebuah geng memiliki lebih dari satu macam tipe.16 Khususnya di Kota Medan termasuk di Polsekta Medan Baru biasanya 15
Nur Rahman, “Geng Motor dan Patologi http://asepnurrahman.wordpress.com/2011/09/30/geng-motor-dan-patologi-sosial/, tanggal 19 Mei 2012.
Sosial”, Diakses
16
Gunadia’as Blog, “Geng Motor dan Patologi Sosial”, http://gunardia.wordpress.com/geng-motor-dan-patologi-sosial/, Diakses tanggal 10 Mei 2012.
Universitas Sumatera Utara
geng motor melakukan aksinya di sekitar wilayah Medan Medan Baru dan ringroad. Sedangkan jenis kejahatannya adalah berupa pengrusakan, pencurian dan penganiayaan.17 Geng acapkali tumbuh subkultur kekerasan (subculture of violence). Munculnya subkultur itu disebabkan oleh adanya sekelompok orang yang memiliki sistem nilai yang berbeda dengan kultur dominan. Masing-masing subkultur memiliki nilai dan peraturan berbeda-beda yang kemudian mengatur anggota kelompoknya. Nilai-nilai itu terus berlanjut karena adanya perpindahan nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Hal ini diperparah oleh adanya perubahan yang cepat (reformasi) dalam masyarakat. Perubahan pada struktur sosial memperlemah nilai-nilai tradisional yang berasosiasi dengan penundaan kepuasan, belum lagi peningkatan jumlah anak muda dari kelas menengah yang tidak lagi memiliki keyakinan bahwa cara untuk mencapai tujuan mereka adalah melalui kerja keras dan menunda kesenangan. Mereka terlibat dalam delinquent gang, hate gang, atau satanic gang (pemuja setan) yang berkembang di kalangan anak muda kelas menengah di Amerika Serikat.18 Di Indonesia keberadaan geng ini tidak sama dengan di AS, karena perbedaan kultur. Untuk itu masih diperlukan penelitian yang mendalam agar soal geng ini dapat ditanggulangi secara tepat dan penuh kebijakan. Meskipun demikian, secara umum ada karakteristik yang sama untuk remaja di seluruh dunia. Mereka energik dan dinamis, senang mencoba hal baru yang penuh tantangan dan memiliki keingintahuan yang besar serta sangat terfokus pada diri sendiri.19 17
Hasil Wawancara Dengan Bapak Dony, Kepala Kepolisian Sektor Medan Baru, tanggal 19 Mei 2012. 18 19
Gunadia’as Blog, Op.Cit. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Terkadang mereka tidak sadar bahwa ada kemungkinan terbuka peluang bagi para penjahat yang menyusup ke dalam geng motor, sehingga masyarakat menganggap perilaku kriminal tersebut dilakukan oleh para remaja yang sebenarnya tidak berniat untuk melakukan tindak kriminal. Penyusupan tersebut sulit untuk diidentifikasikan. Berita dan wacana tersebut tentunya akan mengundang banyak pertanyaan dan analisa. Menjadi suatu pertanyaan yang mendalam adalah apa yang ada dalam benak mereka, apa latarbelakang anggota geng motor tersebut melakukan tindak pidana seperti pencurian, penganiayaan dan bentuk-bentuk kejahatan anak muda lainnya. Hasil wawancara dengan Bapak Kapolsek Medan Baru, menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan geng motor adalah karena kurangnya pengawasan dari orang tua, dan merasa tidak diperhatikan oleh keluarga, sehingga timbul kenakalan yang melampaui batas, dan adapula yang disebabkan oleh pengaruh teman atau lingkungan.20 Hasil wawancara dengan anggota geng motor yang ditahan di Polsekta Medan Baru mengapa seorang remaja menjadi anggota geng motor, maka diketahui faktor tersebut adalah: Berbeda Geng. Kalau musuh sudah berbeda bendera jelas merupakan musuh bagi suatu geng motor. Doktrinasi anggota.
Universitas Sumatera Utara
Doktrinasi anggota ini biasanya dilakukan oleh senior terhadap anggotaanggota baru suatu geng motor, dimana senior menjelaskan bahwa geng motor lain adalah musuh. Doktrinasi ini sangat ketat dan keras dalam suatu geng motor. Penunjukan rasa kesetiakawanan. Penunjukkan rasa kesetiakawanan ini adalah apabila seorang geng motor yang sama disakiti atau diejek oleh pihak lain maka anggota geng motor lainnya akan melakukan pembalasan. Penunjukkan rasa kesetiakawanan ini lebih terfokus karena berada dalam suatu bendera yang sama. Rasa setiakawan suatu geng motor merupakan hal yang paling utama, apalagi sesama anggota geng, itu dah tidak bisa ditawar lagi. Broken home. Broken home ini digembarkan dalam suatu bentuk ketidakharmonisan sebuah keluarga dimana orang tuanya sering bertengkar, orang tuanya bercerai, orang tuanya tidak memperhatikan anak-anaknya. Kondisi ini mengakibatkan anak mencari hiburan di luar rumah termasuk menjadi anggota suatu geng motor. Pergaulan yang tidak baik. Faktor ini biasanya dimulai dengan ajakan teman yang memiliki perilaku tidak baik. Akibat pergaulan yang terus-menerus maka seorang anak terlibat dengan pergaulan tersebut termasuk menjadi anggota geng motor. Mencari identitas diri. Terkadang seorang anak tidak bisa berpuas diri dengan keadaan yang
20
Hasil Wawancara Dengan Bapak Dony, Kepala Kepolisian Sektor Medan Baru, tanggal 19 Mei 2012.
Universitas Sumatera Utara
diterimanya selama ini. Ia berusaha mencari dan menemukan identitas diri termasuk bergaul dengan sesama anggota geng motor, yang selanjutnya dimasukinya.21 Perilaku nakal remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). 22 1. Faktor internal: a. Krisis identitas Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua. b. Kontrol diri yang lemah Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku nakal. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya. 2. Faktor eksternal: a. Keluarga 21
Hasil Wawancara dengan anak anggota geng motor yang ditahan di Kepolisian Sektor Medan Baru, tanggal 19 Mei 2012. 22 Mizrazan Mariam, “Penanganan Komunitas Geng Motor Sebagai Salah Satu Kenakalan Remaja Dengan Pendekatan Psikologi, http://benyahya.student.umm.ac.id/download-aspdf/umm_blog_article_144.pdf, Diakses tanggal 14 Mei 2012.
Universitas Sumatera Utara
Perceraian orang tua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja. b. Teman sebaya yang kurang baik c. Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik. Berdasarkan uraian di atas dapat digolongkan golongkan latar belakang terjadinya tindak pidana atau kenakalan yang dilakukan oleh anggota geng motor mencakup dua faktor utama. Faktor tersebut adalah faktor internal sipelaku dan faktor eksternal dari si pelaku. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu, sedangkan faktor eksternal datang dari luar individu tetapi sangat mempengaruhi pola perilaku individu. Suatu hal yang patut diketahui bahwa tingkah laku individu atau manusia yang a sosial itu ataupun yang bersifat kriminal tidaklah dapat dipisahkan dari manusia itu. Karena manusia yang satu dengan lainnya adalah merupakan suatu jaringan dan mempunyai dasar yang sama.23 Faktor yang termasuk internal adalah faktor dari dalam diri individu itu sendiri seperti keyakinan agama, pengetahuan individu, pengalaman individu, dan proses belajar. Keyakinan agama tentunya membentengi setiap manusia dalam melelakukan sesuatu yang buruk. Kemudian pengetahuan individu akan menuntun seseorang memilih suatu yang benar atau salah. Pengalaman dan proses belajar
23
Chainur Arrasjid, 1988, Pengantar Psikologi Kriminal, Medan: Yani Corporation,
halaman 9.
Universitas Sumatera Utara
tentunya akan mengakibatkan individu melihat lebih jauh pilihan yang akan ditentukan. Faktor internal tumbuh dalam diri pribadi setiap individu dimulai dengan suatu rangsangan. Rangsangan kemudian akan diteruskan hingga pada fase respon yang akan membawa individu kepada proses pengambilan sikap. Sikap sangat mempengaruhi pola prilaku, karena setiap perilaku seseorang akan diwarnai atau dilatarbelakangi oleh sikap. Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi relative ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara yang tertentu yang dipilihnya. Tiga komponen tersebut adalah komponen yang membentuk struktur sikap yang terdiri dari: 24 a. Komponen kognitif (komponen perceptual), yaitu koponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap. b. Komponen afektif (komponen emosional) yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. c. Komponen konatif (komponen perilaku), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukan intensitas sikap, yaitu menunjukan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.
24
Ibid., hal. 10.
Universitas Sumatera Utara
Jika ditelaah lebih dalam maka akan ditemukan bahwa ada suatu hubungan yang cukup signifikan antara persepsi anggota geng motor dengan kejahatan yang mereka lakukan sebagai perilaku kejahatan. Pada komponen kognitif (komponen perceptual), yaitu koponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap, anggota geng motor mempersepsikan bahwa kejahatan merupakan sebagai aksi balas dendam, sebagai cara mempertahankan diri, setuju sebagai cara aktualisasi diri, sebagai cara menaikan popularitas kelompok, dan sebagai suatu tradisi kekerasan. Komponen
afektif
(komponen
emosional)
yaitu
komponen
yang
berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Dapat dilihat bahwa ada motiv tersendiri dari anggota geng motor setelah melakukan kejahatan seperti bangga karena popularitasnya terangkat, takut, menyesal dan biasa saja.
Kemudian dari komponen konatif (komponen perilaku), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukan intensitas sikap, yaitu menunjukan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap. Setelah kedua komponen tersebut bersatu baik kognitif maupun akfektif akan menimbulkan perasaan yang kuat, keyakinan yang kuat serta kemauan untuk bertindak. Jika dikaitkan dengan fakta mengenai faktor yang mempengaruhi persepsi anggota geng motor terhadap perilaku kejahatan maka dapat ditemukan
Universitas Sumatera Utara
bahwa penyebab utama dari persepsi tersebut adalah doktrin senior. Doktrin tersebut meresap dan mengakar pada komponen kognitif. Sejumlah teori psikologi diatas tentunya telah mengupas sisi pribadi individu. Jika dikaitkan dengan teori asosiasi difrensial dapat diketahui bahwa pola perilaku jahat tidak diwariskan tetapi dipelajari melalui pergaulan yang akrab. Tingkah laku jahat dipelajari dalam kelompok melalui interaksi dan komunikasi, dan yang dipelajari dalam kelompok adalah teknik untuk melakukan kejahatan dan alasan yang mendukung perbuatan jahat . Berdasarkan teori tersebut maka dapat diambil suatu prediksi bahwa kejahatan yang dilakukan oleh anggota geng motor merupakan hasil dari pergaulan yang akrab. Tingkah laku jahat dipelajari dalam kelompok/geng motor melalui interaksi dan komunikasi, dan yang dipelajari dalam kelompok/geng adalah teknik untuk melakukan kejahatan dan alasan yang mendukung perbuatan jahat seperti mengembangkan bendera geng dan lainnya. Lingkungan yang buruk tentunya akan menghasilkan output yang buruk karena kepribadian personal akan dipengaruhi oleh lingkungan. Jika dikaitkan dengan teori subkultur seperti teori delinquent subculture. Akan diketahui bahwa perilaku delinkuen lebih banyak terjadi pada laki-laki kelas bawah dan mereka lebih banyak membentuk geng. Terdapat alasan yang rasional bagi delinkuen subkultur untuk mencuri (selain mencari status kebersamaan) mencari kesenangan dengan menimbulkan kegelisahan pada orang lain. Mereka juga mencoba untuk meremehkan nilai-nilai kelas menengah. Ada kesamaan yang identik teori tersebut dengan fakta penelitian. Ada alasan
Universitas Sumatera Utara
anggota geng motor melakukan kejahatan seperti balas dendam, mempertahankan harga diri yang merupakan alasan rasional seperti naiknnya popularitas anggota geng motor. Sebab musabab kejahatan dapat dirangkum dalam beberapa kelompok, antara lain: 1. Kejahatan disebabkan oleh pengaruh-pengaruh dari luar terhadap si pelaku. 2. Kejahatan adalah akibat dari sifat-sifat si pelaku ditentukan oleh bakatnya. 3. Kejahatan disebabkan baik oleh pengaruh-pengaruh dari luar maupun oleh sifat-sifat si pelaku. Noach menjelaskan kejahatan lingkungan memberikan pengaruh terhadap kejahatan. Lingkungan ditentukan sebagai pusat dari pengaruh kejahatan.25 Secara eksternal yang menstimulir munculnya banyak kejahatan antara lain: 1. Saat-saat penuh perubahan transformasi sosial dan ekonomi, yaitu: di waktu perang, masa inflasi, banyak pengangguran saat malaise. 2. Pemerintahan yang lemah dan korup. 3. Konflik-konflik kebudayaan. 4. Mobilitas vertikal yang terhambat dan tidak memungkinkan penyaluran usaha untuk meningkatkan status sendiri. 5. Kebudayaan judi. 6. Pengembangan sikap-sikap mental yang keliru pada zaman modern.26 Sepakat
dengan
pendapat
poin
ke
tiga
tersebut
maka
penulis
mengkualifikasikan latar belakang terjadinya tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh anggota geng motor terbagi menjadi dua kategori utama yaitu
25
Noach, 1992, Kriminologi Suatu Pengantar, Bandung: Citra Aditya Bakti, Halaman
26
Kartini Kartono, 2003, Patologi Sosial Buku 1, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Halaman
104. 159.
Universitas Sumatera Utara
kejahatan disebabkan baik oleh pengaruh-pengaruh dari luar maupun oleh sifatsifat si pelaku. Pembagian tersebut dinamakan faktor internal yaitu faktor dari dalam diri anggota geng motor yang mempengaruhi anggota geng motor melakukan tindak pidana penganiayaan. Kemudian faktor eksternal yaitu faktor dari luar diri anggota geng motor yang mempengaruhi anggota geng motor melakukan tindak pidana penganiayaan. Dari kualifikasi tersebut maka dapat digambarkan latar belakang terjadinya tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh anggota geng motor adalah sebagai berikut: Geng motor merupakan kelompok sosial yang memiliki dasar tujuan yang sama atau asosiasi yang dapat disebut suatu paguyuban tapi hubungan negatif dengan paguyuban yang tidak teratur dan cenderung melakukan tindakan anarkis. Salah satu kontributor dari munculnya tindakan anarkis adalah adanya keyakinan/anggapan/perasaan bersama (collective belief). Keyakinan bersama itu bisa berbentuk, siapa yang cenderung dipersepsi sebagai maling, atau situasi apa yang mengindikasikan adanya kejahatan. Media-massa dalam hal ini amat efektif menanamkan citra, persepsi, pengetahuan ataupun pengalaman bersama tadi. Maka, sesuatu yang mulanya kasus individual, setelah disebarluaskan oleh media-massa lalu menjadi pengetahuan publik dan siap untuk disimpan dalam memori seseorang. Memori tersebut pada suatu waktu kelak dapat dijadikan referensi oleh yang bersangkutan dalam memilih model perilaku. Adanya keyakinan bersama (collective belief) tentang suatu hal tersebut amat sering dibarengi dengan munculnya geng, simbol, tradisi, graffiti, ungkapan khas dan bahkan mitos serta fabel yang bisa
Universitas Sumatera Utara
diasosiasikan dengan kekerasan dan konflik.27 Pada dasarnya kemunculan hal-hal seperti simbol geng, tradisi dan lain-lain itu mengkonfirmasi bahwa masyarakat setempat mendukung perilaku tertentu, bahkan juga bila diketahui bahwa itu termasuk sebagai perilaku yang menyimpang. Adanya dukungan sosial terhadap suatu penyimpangan, secara relatif, memang menambah kompleksitas masalah serta, sekaligus kualitas penanganannya. Secara perilaku, dukungan itu bisa juga diartikan sebagai munculnya kebiasaan (habit) yang telah mendarah-daging (innate) dikelompok masyarakat itu. Adanya geng-geng motor seperti “XTC, BRIGEZ, GBR, M2R”. Maka adanya pula kecenderungan peningkatan anarki di masyarakat, sadarlah kita bahwa kita berkejaran dengan waktu. Pencegahan anarki perlu dilakukan sebelum tindakan itu tumbuh sebagai kebiasaan baru di masyarakat mengingat telah cukup banyaknya kalangan yang merasakan “asyik”-nya merusak, menjarah, menganiaya bahkan membunuh dan lain-lain tanpa dihujat apalagi ditangkap. Para pelaku geng motor memang sudah menjadi kebiasaan untuk melanggar hukum. Kalau soal membuka jalan dan memukul spion mobil orang itu biasa dan sering dilakukan pada saat konvoi. Setiap geng memang tidak membenarkan tindakan itu, tapi ada tradisi yang tidak tertulis dan dipahami secara kolektif bahwa tindakan itu adalah bagian dari kehidupan jalanan. Apalagi jika yang melakukannya anggota baru yang masih berusia belasan tahun. Mereka mewajarkannya sebagai salah satu upaya mencari jati diri dengan melanggar
27
Moonraker, “Geng Motor Dari Segi Sosiologi Dan Hukum Serta Solusi Meminimalisir Geng-Geng Motor”, http://moonrakerindonesia.blogspot.com/2010/09/geng-motor-dari-segisosiologi-dan.html, Diakses tanggal 11 Mei 2012.
Universitas Sumatera Utara
kaidah hukum. Kondisi seperti ini sangat memprihatinkan dan perlu penyikapan yang bijaksana. Dalam konteks penanganan kejahatan yang dilakukan anak-anak dan remaja masih diperdebatkan apakah sistem peradilan pidana harus dikedepankan atau penyelesaian masalah secara musyawarah tanpa bersentuhan dengan sistem peradilan pidana yang lebih dominan walaupun dalam sistem hukum pidana positif Indonesia, penyelesaian perkara pidana tidak mengenal musyawarah. Meskipun demikian dikenal dalam sistem pemidanaan berupa restorative justice, dengan perdamaian antara korban dan pembuat disertai dengan ganti kerugian, penuntutan tidak diteruskan.28 Pada dasarnya pidana dan tindakan adalah sama yitu berupa penderitaan. Perbedaannya hanyalah penderitaan pada tindakan lebih kecil atau ringan daripada penderitaan yang diakibatkan oleh penjatuhan pidana.29 Suatu hal yang patut dipahami pada kapasitas ini bahwa tujuan hukum pidana itu adalah untuk melindungi kepentingan orang perserorangan atau hak asasi manusia dan melindungi kepentingan masyarakat dan negara dengan perimbangan yang serasi dari kejahatan tindakan tercela di satu pihak dan dari tindakan penguasa yang sewenang-wenang di pihak lain.30 KUHP tidak memberi ruang sedikit pun untuk menyelesaikan kejahatankejahatan yang dilakukan anak selain melalui sistem peradilan pidana yang sering dikatakan selalu memberikan penderitaan kepada pihak-pihak yang terlibat di
28
Andi Hamzah, 2009, Delik_Delik Tertentu (Speciale Delicten) Di Dalam KUHP, Jakarta, Sinar Grafika, Halaman 3. 29 Adami Chazawi, 2011, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Halaman 23.
Universitas Sumatera Utara
dalamnya khususnya pelaku kejahatan baik pelaku dewasa maupun pelaku anakanak dan remaja. Peradilan pidana bagi anak-anak pelaku kejahatan mempunyai dua sisi yang berbeda, di satu sisi sebagaimana diakui konvensi anak-anak, bahwa anakanak perlu perlindungan khusus. Di sisi lain, "penjahat anak-anak" ini berhadapan dengan posisi masyarakat yang merasa terganggu akibat perilaku jahat dari anakanak dan remaja tersebut. Kemudian juga anak-anak dan remaja ini akan berhadapan dengan aparat penegak hukum yang secara sempit hanya bertugas melaksanakan undang-undang sehingga pelanggaran dan tata cara perlindungan terhadap pelaku anak, rentan terjadi. Sebetulnya perhatian terhadap perlindungan anak-anak dan remaja pelaku kejahatan harus semakin meningkat. Dunia internasional pun sejak 1924 dalam deklarasi hak-hak anak kemudian diperbarui 1948 dalam deklarasi hak asasi manusia dan mencapai puncaknya dalam Deklarasi Hak anak (Declaration on The Rights of Child) 1958 menegaskan karena alasan fisik dan mental serta kematangan anak-anak, maka anak-anak membutuhkan perlindungan serta perawatan khusus termasuk perlindungan hukum.31 Manakala anak-anak dan remaja pelaku kejahatan tersebut bersentuhan dengan sistem peradilan pidana, masyarakat meyakini bahwa mereka sedang belajar di akademi penjahat. Hasil yang dikeluarkan oleh sistem peradilan pidana hanya akan menghasilkan penjahat-penjahat baru.
30
Erdianto Effendi, 2011, Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: Refika Aditama, Halaman
31
Moonraker, Op.Cit.
33.
Universitas Sumatera Utara
Kegetiran ataupun masalah-masalah yang dihadapi anak dalam menghadapi sistem peradilan pidana tentu harus ada perhatian dan penyelesaian yang baik, namun kita juga tidak perlu mengabaikan terlaksana hukum dan keadilan, sebab peradilan menunjukkan kepada kita bahwa penyelesaian melalui pengadilan dilakukan secara benar demi kepentingan pelaku anak-anak dan remaja serta masyarakat di lain pihak. Satu hal penting dalam peradilan anak adalah segala aktivitas harus dilakukan atau didasarkan prinsip demi kesejahteraan anak dan demi kepentingan anak itu sendiri tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat mengingat setiap perkara pidana yang diputus pengadilan tujuannya adalah demi kepentingan publik. Akan tetapi, kepentingan anak tidak boleh dikorbankan demi kepentingan masyarakat Dalam dunia akademis penanganan delik anak selalu terfokus kepada usaha penal dengan cara menggunakan hukum pidana dan usaha nonpenal yang lebih mengedepankan usaha-usaha di luar penggunaan hukum pidana (preventif). Pendekatannya lebih mengedepankan pendekatan khusus dengan alasan pertama bahwa anak yang melakukan kejahatan jangan dipandang sebagai seorang penjahat, tetapi harus dipandang sebagai anak yang memerlukan kasih sayang. Kedua,
kalaupun
akan
dilakukan
pendekatan
yuridis
hendaknya
lebih
mengedepankan pendekatan persuasif, edukatif, serta psikologi. Pendekatan penegakan hukum sejauh mungkin dihindari karena akan menjatuhkan mental dan semangat anak tersebut untuk kembali ke jalan yang benar. Ketiga, tata cara peradilan pidana kalaupun akan dilakukan haruslah benar-benar mencerminkan
Universitas Sumatera Utara
peradilan yang dapat memberikan kasih sayang kepada anak-anak dan remaja tersebut. Perlindungan hukum terhadap anak-anak dan remaja yang melakukan tindak pidana telah diberikan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak di samping instrumen hukum internasional berupa konvensikonvensi yang dikeluarkan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa seperti Beijing Rules. akan tetapi, secara subtansi masih terlihat bahwa UU tentang Pengadilan Anak ini masih mengedepankan penggunaan sanksi pidana baik pidana badan maupun pidana lainnya sehingga apa yang diharapkan kepada tindakan persuasif dan edukatif belum terlihat. Dalam pengadilan anak semestinya dikembangkan konsep-konsep seperti famili model dalam sistem peradilan pidana, pelaku kejahatan apalagi anak-anak diperlakukan sebagai sebuah anggota keluarga yang tersesat dalam mengarungi kehidupan
sehingga
penyelesaiannya
lebih
mengedepankan
memberikan
kesempatan dan membimbing pelaku kejahatan supaya kembali lagi kepada kehidupan yang sejalan dengan norma masyarakat dan norma hukum. Tidak kalah pentingnya dalam penanganan anak-anak delikuen apabila menggunakan sarana penal melalui sistem peradilan pidana adalah kesempatan menggunakan penasihat hukum atau access to legal council. Di samping hak-hak lain yang harus dibedakan dengan pelaku dewasa. Kesempatan anak-anak pelaku kejahatan menghubungi keluarganya harus dibuka lebar-lebar oleh polisi, jaksa, maupun pengadilan mengingat seluruh subsistem peradilan pidana ini pun mempunyai kewajiban memikirkan nasib anak-anak dan remaja pelaku kejahatan
Universitas Sumatera Utara
ini baik ketika menjalani hukuman maupun setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan. Sebetulnya, ruang pengadilan yang ada sekarang ini tidak kondusif bagi peradilan pidana terhadap anak-anak delikuen. Harus diciptakan suasana ruang pengadilan yang betul-betul mencerminkan perlindungan hukum, perlindungan mental, dan suasana kasih sayang terhadap anak-anak dan remaja pelaku kejahatan sehingga kejadian terdakwa yang anak-anak menangis di pengadilan tidak terulang lagi. Pengadilan harus bisa menciptakan atau memutuskan perkara-perkara yang melibatkan anak-anak dan remaja ke arah putusan yang menjadikan pelaku anak itu menjadi baik serta menjamin hak-hak masyarakat tidak terabaikan.
Universitas Sumatera Utara