BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.1
Tinjauan Umum Ciniru berfungsi menampung air yang nantinya akan digunakan untuk
keperluan irigasi dan memenuhi kebutuhan air baku untuk masyarakat. Dalam perencanaan ini dibatasi pada perancangan tubuh , analisis stabilitas, dan bangunan pelengkap, yang meliputi bangunan pelimpah, bangunan pengelak, bangunan penyadap. 5.2
Dimensi Perhitungan dimensi meliputi penentuan kemiringan lereng, tinggi, dan
lebar puncak . 5.2.1 Kemiringan Lereng Urugan ( Slope Gradient ) Kemiringan lereng ditentukan sedemikian rupa agar stabil terhadap longsoran. Karena tubuh direncanakan menggunakan urugan tanah pilihan maka diperoleh kemiringan lereng (vertikal : horizontal) sebelah hulu 1 : 3 dan sebelah hilir 1: 2,25. 5.2.2 Tinggi Puncak Tinggi puncak
merupakan hasil penjumlahan antara tinggi
dengan
tinggi jagaan. Berdasarkan hasil perhitungan flood routing didapat elevasi muka air normal (MAN) adalah + 229,210 m, elevasi muka air banjir (MAB) yang terjadi + 231,210 m. Sedangkan elevasi dasar kolam + 190,00 m.
V -1
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Tinggi M.A Banjir Tinggi Jagaan
Tinggi M.A. Normal Tinggi Tanah Dasar Kedalaman Pondasi
Gambar 5.1 Dimensi
Tinggi jagaan adalah jarak bebas antara mercu dengan permukaan air maksimum rencana. Tinggi jagaan dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan sebagai berikut : Hf ≥ ∆h + (hw atau Hf ≥hw +
he ) + ha + hi 2
he + ha + hi 2
Tinggi jagaan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : 1.
Tinggi kenaikan permukaan air yang disebabkan oleh banjir abnormal ( ∆h ) dihitung berdasarkan Persamaan sebagai berikut : ∆h =
2 α × Q0 . . 3 Q
h A× h 1+ Q ×T
Untuk perhitungan digunakan data-data sebagai berikut : Qo =
244,2 m³/dt
Q =
244,4 m³/dt
h =
5,8 m
A =
1,287 km2
T = 2 jam ∆h =
2 0,2 × 244.2 . . 3 244,4
5,8 1,287 × 5,8 1+ 244,4 × 2
∆h = 0,76 m V -2
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
2.
Tinggi jangkauan ombak yang disebabkan oleh angin (hw) Tinggi jangkauan ombak yang disebabkan oleh angin sangat dipengaruhi
oleh panjangnya lintasan ombak (F) dan kecepatan angin di atas permukaan air . Panjang lintasan ombak yang dipakai adalah Feff sebesar 410m (Gambar 5.2). Sedangkan kecepatan angin (maksimal) di atas permukaan air diambil dari data di stasiun Ciniru yaitu 20 m/dtk. Perhitungan tinggi ombak (hw) ini menggunakan grafik metode SMB (Gambar 5.2) yang dikombinasikan dengan metode Saville. Dengan kemiringan hulu 1:3 tinggi jangkauan ombak (hw) yang didapat adalah 0,39 m .
Gambar 5.2
3.
Grafik Perhitungan Metode SMB (Sosrodarsono, 1989)
Tinggi ombak yang disebabkan oleh gempa (he) Digunakan data-data pada tabel berikut :
V -3
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Tabel 5.1 Koefisien Gempa (DHV Consultant, 1991) Zone
Koefisien (Z)
A
1,90-2,00
B
1,60-1,90
C
1,20-1,60
D
0,80-1,20
E
0,40-0,80
F
0,20-0,40
Keterangan
Kuningan
Tabel 5.2 Percepatan Dasar Gempa (DHV Consultant, 1991) Percepatan dasar gempa (Ac)
Periode Ulang (tahun)
(cm/dt²)
10
98,42
20
119,62
50
151,72
100
181,21
200
215,81
500
271,35
1000
322,35
5000
482,80
10000
564,54
Tabel 5.3 Faktor Koreksi (DHV Consultant, 1991) Tipe Batuan
Faktor (V)
Rock Foundation
0,9
Diluvium (Rock Fill Dam)
1,0
Aluvium
1,1
Soft Aluvium
1,2
Dari data pada tabel-tabel di atas, maka dapat
ditentukan harga yang akan
digunakan yaitu: (1). Koefisien gempa
(z)
=
0,80
(2). Percepatan dasar gempa (Ac) =
181,21 cm/dt²
(3). Faktor koreksi
1,1
(V) =
V -4
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
(4). Percepatan grafitasi
(g) =
981 cm/dt²
Gambar. 5.3 Pembagian Zone Gempa di Indonesia (SNI Gempa 2002)
Perhitungan intensitas seismis horisontal,
dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut : e = z . Ac .
V g
⎛ 1 ⎞ e = 0,8 . 181,21 . ⎜ ⎟ ⎝ 981 ⎠ e = 0,15 Besarnya tinggi ombak yang diakibatkan oleh gempa (he) dihitung menggunakan Persamaan berikut : he =
e.τ π
g . h0
di mana : e
= Intensitas seismis horizontal
τ
= Siklus seismis ( 1 detik )
V -5
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
h0
= Kedalaman air di dalam (m) = elv.M.A.B – elv.dasar kolam = + 231,21 - (+ 190,00) = 41,21 m
he
=
0,15 . 1 9,81 . 41,21 3,14
= 0,94 m Jadi tinggi puncak ombak di atas permukaan air rata-rata 4.
he = 0,47 m. 2
Kenaikan permukaan air yang disebabkan oleh ketidaknormalan operasi pintu bangunan (ha) diambil = 0,5 m (Sosrodarsono, 1989)
5.
Angka tambahan tinggi jagaan yang didasarkan pada tipe (hi). Mengingat limpasan melalui mercu urugan sangat riskan maka untuk tipe ini angka tambahan tinggi jagaan (hi) ditentukan sebesar (hi = 0.5 m). Berdasarkan data perhitungan tersebut di atas di mana : ∆h
0,76 m
hw
0,39 m
he 2
0,47 m
ha
0,5 m
hi
0.5 m
Maka tinggi jagaan dapat ditentukan , yang hasilnya adalah sebagai berikut : Hf
= 0,39 + 0,47 + 0,5 + 0,5 = 1,86 m
Hf
= 0,76 + 0,39 + 0,5 + 0,5 = 2.15 m
Hf
= 0,76 + 0,47 + 0,5 + 0,5 = 2.23 m
V -6
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Dari ketiga alternatif tinggi jagaan tersebut diambil tinggi jagaan 3,80 m (menyesuaikan elevasi garis kontur pada sisi kanan dan sisi kiri ). Tinggi puncak = tinggi + tinggi jagaan = 41,21+ 3,80 = 45,01m. Jadi elevasi puncak = 190,00 + 45,01 m, elevasi puncak + 235,01 m....+ 235,000 m.
Main Dam +235,000
Ah hw he i
hQ MAB
231,210
Tinggi Jagaan
hi
Gambar. 5.4. Tinggi Jagaan (free board)
5.2.3 Lebar Mercu
Lebar mercu minimum dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut : B = 3,6 H1/3 – 3,0 di mana : H = Tinggi ( 45,00 m ) Maka : B = 3,6 (45,00)1/3 – 3,0 = 10,083 m ≈ 14,000 m Karena digunakan
tipe urugan, maka untuk memberikan rasa aman
terhadap kestabilan terhadap longsornya lapisan kedap air lebar diambil 14 m. Konstruksi Tubuh
Untuk melindungi permukaan lereng
dari ombak serta penurunan air
mendadak, permukaan lereng dilapisi dengan hamparan batu pelindung (rip-rap). Sedangkan untuk lereng
sebelah hilir dihamparkan gebalan rumput, untuk
melindungi lereng terhadap erosi. Dari perencanaan tubuh diatas dapat digambarkan sket tubuh seperti gambar dibawah ini. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran gambar perencanaan.
V -7
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
14,00 +235,00
rip rap filler kasar filler halus
5,00
3
2,25
1
1
+209,00
45,00 rip rap filler kasar filler halus
19,00
URUGAN TANAH HOMOGEN
3
COFFERDAM
1
+190,00
Gambar. 5.5. Konstruksi tubuh Bendungan
5.3
Perhitungan Stabilitas Tubuh
5.3.1 Stabilitas Lereng Terhadap Aliran Filtrasi
Stabilitas lereng terhadap rembesan ditinjau dengan cara sebagai berikut : 1. Formasi garis depresi tubuh bendung kondisi tanpa menggunakan chimney
diketahui : h
= 41,21 m (kondisi FSL)
hwdk = 45,00 m l1
= 140,38 m
l2
= 126,62 m
α
= 24º
d
= 0,333.l1 + l 2 = (0,333 x 140,38) + 126,62 = 173,37 m
Dengan persamaan ini, maka : Y0 = h 2 + d 2 - d
(41,21) 2 + (173,37) 2 − (173,37) = 4,83 m
=
Parabola bentuk dasar dapat diperoleh dengan Persamaan :
y = 2 y 0 .x + y 02
2.4,83x + 4,832
=
Dan diperoleh koordinat parabola sebagai berikut : x y
-2,41 0
0 4.83
5 8.46
10 10.95
15 12.97
20 14.71
25 16.27
30 17.69
x y
35 19.01
40 20.24
45 21.40
50 22.50
55 23.55
60 24.55
65 25.52
70 26.45
V -8
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Untuk α kurang dari 300, harga d a= cos α
2
⎛ d ⎞ ⎛ h ⎞ ⎜ ⎟ - ⎜ ⎟ ⎝ cos α ⎠ ⎝ sin α ⎠
2
Berdasarkan Persamaan ini, maka dapat ditentukan nilai :
a + ∆a =
y0 1 - cos α
=
4,83 = 56.16 m (A-C) 0,086
2
a
=
d ⎛ d ⎞ ⎛ h ⎞ - ⎜ ⎟ -⎜ ⎟ cos α ⎝ cos α ⎠ ⎝ sin α ⎠
=
173,37 cos 24 o
2
2
⎛ 173,37 ⎞ ⎛ 41,21 ⎞ ⎜⎜ ⎟ - ⎜⎜ ⎟ o ⎟ o ⎟ ⎝ cos 24 ⎠ ⎝ sin 24 ⎠
2
= 29,31 m
Sehingga didapat nilai : a
= 29,31 m jarak (A-C)
∆ a = 56,16 – 29,31 = 26,85 m jarak (C0-C)
Dari hasil perhitungan didapat garis depresi aliran yang keluar melalui lereng hilir sehingga tidak aman terhadap bangunan untuk itu perlu digunakan drainase kaki maupun drainase alas
V -9
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
14,0 m 42,1 m
+235,0 m
+231,2 m 3
Co
2,25
1
1
+209,0 m
29, 3m
URUGAN TANAH
19,00
231,210
45,00
4,2 m
2,5 1
COFFERDAM
C
24°
+190,0 m
140,38 m
26,
8m
A
4,8 m
126,62 m 173,3 m
Gambar. 5.6 Garis Depresi Pada Bendungan Homogen (sesuai dengan garis parabola)
V - 10
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
2. Formasi garis depresi tubuh bendung kondisi dengan menggunakan drainase kaki
diketahui : h
=
41,21 m (kondisi FSL)
hwdk =
45,00 m
l1
=
140,38 m
l2
=
111,62 m
α
=
135º
d
=
0,333.l1 + l 2 = (0,333 x 140,38) + 111,62 = 158,36 m
Dengan persamaan ini, maka : (41,21) 2 + (158,36) 2 - (158,36) = 5,27 m
Y0 = h 2 + d 2 - d =
Parabola bentuk dasar dapat diperoleh dengan Persamaan: y = 2 y 0 .x + y 02
2.5,27 x + 5,27 2
=
Dan diperoleh koordinat parabola sebagai berikut : x y
-2.63 0
0 5.27
5 8.46
10 10.95
15 12.97
20 14.71
25 16.27
30 17.65
x y
35 19.01
40 20.24
45 21.40
50 22.50
55 23.55
60 24.55
65 25.51
70 26.45
1 ( 2
h2 + d 2 − d )
Untuk α = 1350, harga a =
Berdasarkan Persamaan ini, maka dapat ditentukan nilai : a + ∆a =
a
=
y0 1 + cos α
=
5,27 = 3,09 m 1 + 0,707
1 ( 41,212 + 158,36 2 - 158.36 ) = 2,64 m 2
∆ a = 3,09 m – 2,64 m = 0,45 m
V - 11
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
14,0 m 42,1 m
1
3
2,25 1
+209,0 m
19,0 m
41,1 m
45,0 m
5,0 m
+235,0 m
URUGAN TANAH PILIHAN
1
3
COFFERDAM
140,4 m
135°
+190,0 m
111,6 m
15,0 m
158,3 m
Gambar 5.7 Garis Depresi Pada Bendungan Homogen Dengan Drainase Kaki
V - 12
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
3. Jaringan Trayektori aliran filtrasi (seepage flow-net)
Kapasitas aliran filtrasi asumsi Kh = Kv Dengan menggunakan Persamaan ini, dihitung jaringan trayektori aliran sebagai berikut :
Nf
Qf =
Ne
×k ×H ×L
Dari data yang ada di dapat :
Nf
= 3
(asumsi)
Ne
= 29
(asumsi)
k
= 5 x 10-6 cm/dtk= 5 x 10-8 m/dtk
(asumsi)
H
= 45,00 m
L
= 267,00 m
Maka debit aliran filtrasi adalah sebagai berikut : Q
=
3 × 5 x10 * −8 × 45 × 267 29
= 6,21 x 10-5 m³/dtk = 6,21 x 10-5 .60.60.24 = 5,37 m³/hari
+235,0 m M.A.B +231,2 m 1:
29 28 27
1:3
26
25
24
23
+190,0 m
22
21
20
19
2 .2
18
5
17
16
15 14 13 12 11 10 9 8 7 6
54 3
21
Gambar 5.8 Jaringan Trayektori
V - 13
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
4.
Tinjauan terhadap gejala sufosi dan sembulan
Kecepatan aliran keluar ke atas permukaan lereng hilir yang komponen vertikalnya dapat mengakibatkan terjadinya perpindahan butiran-butiran bahan , kecepatannya dibatasi dengan dihitung menggunakan Persamaan sebagai berikut :
c=
w1 × g F ×γ
di mana :
c
= Kecepatan kritis (m/dtk)
w1 = Berat butiran bahan dalam air = 0,92 ton/m³ g = Percepatan gravitasi = 9,81 m/dtk² F = Luas permukaan yang menampung aliran filtrasi = 137,6 m x 1 m = 137,6 m² (untuk per satuan meter panjang bidang) maka :
c
=
0,92 .9,8 = 0,256 m/dtk 137,6 . 1
Kecepatan rembesan yang terjadi pada dihitung menggunakan Persamaan ini, yaitu : V = k. i = k.
h2 l
di mana :
k
= Koefisien filtrasi = 5 x 10-8 m/dtk
i
= Gradien debit
h2 = Tekanan air rata-rata = 45 m l
= Panjang rata-rata berkas elemen aliran filtrasi pada bidang keluarnya aliran = 167,22 m
V =
5 x 10 −8 .
45,00 = 1,345 x 10-8 m/det < c = 0,256 m/det → Aman 167,22
V - 14
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.3.2
Stabilitas Lereng Terhadap Longsor
Stabilitas lereng
ditinjau dalam tiga keadaan, yaitu pada saat muka air
mencapai elevasi penuh, baru selesai dibangun dan belum dialiri air. Perhitungan ini menggunakan metode PLAXIS V.7.1 dan irisan bidang glincir bundar sebagai pembanding antara perhitungan sistem komputasi dan manual. 5.3.2.1 Metode irisan bidang gelincir bundar. Data Teknis
Tinggi Puncak = 45,00 m Lebar Mercu
Elevasi Air = + 231,21 m (FSL)
= 14,00 m
Kemiringan Hulu
= 1:3
Tinggi Air
= 41,21 m
Kemiringan Hilir
= 1 : 2,25
Tabel 5.4 Kondisi Perencanaan Teknis Material Urugan Sebagai Dasar Perhitungan Zone tubuh
Kekuatan Geser C θ (t/m³) Zone kedap air 11.25 30
γ timbunan dalam beberapa kondisi Basah Jenuh Air Terendam 3 3 (t/m ) (t/m ) (t/m3) 1,86 2,4 1,000 1,11
Intensitas beban seismis horizontal 0,12
Untuk perhitungan kestabilan terhadap longsor digunakan Persamaan :
Fs =
∑{C.l + (N - U - Ne ) tan φ } ∑ (T + Te )
≥ 1,2
V - 15
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Gambar 5.9 Stabilitas Lereng Pada Kondisi Baru Selesai Dibangun Dengan Metode Pias Hulu
V - 16
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Tabel 5.5 Perhitungan Metode Irisan Bidang Glincir Pada Kondisi Baru Selesai Dibangun Bagian Hulu
α
111.006
3.143
77
Irisan
A(m^2)
γ
1
θ deg
rad 30 0.524
W (t/m)
α
α rad
sinα
cos α
T = W*
Te =
N = W*
sinα
e*W cos α
cos α
e
Ne = e.W sin α
h
γw
u=
sudut
h*γw
pias
l
U=
U=
u*l
ul/cos α
tanθ
(N-Ne-U)*
20.756 1.860 38.606 -18.5 -0.323 -0.317 0.948 176.591 1.860 328.459 -13.5 -0.236 -0.234 0.972
-12.255
4.393
36.610
0.12
-1.471
0.000 1.000 0.000
8.0
15.506
0.000
0.000
0.578
21.996
2
-76.708
38.325
319.377
0.12
-9.205
0.000 1.000 0.000 11.0
21.320
0.000
0.000
0.578
189.799
3
327.401 1.860 608.966
-4.5
-0.079 -0.078 0.997
-47.798
72.850
607.087
0.12
-5.736
0.000 1.000 0.000 11.0
21.320
0.000
0.000
0.578
353.986
4
427.910 1.860 795.913 468.302 1.860 871.042
4.5
0.079
0.078 0.997
62.472
95.215
793.457
0.12
7.497
0.000 1.000 0.000 11.0
21.320
0.000
0.000
0.578
453.995
13.5
0.236
0.234 0.972
203.421
101.635
846.955
0.12
24.411
0.000 1.000 0.000 11.0
21.320
0.000
0.000
0.578
475.128
447.383 1.860 832.132 372.703 1.860 693.228
22.5
0.393
0.383 0.924
318.565
92.249
768.740
0.12
38.228
0.000 1.000 0.000 11.0
21.320
0.000
0.000
0.578
421.967
31.5
0.550
0.523 0.853
362.341
70.919
590.994
0.12
43.481
0.000 1.000 0.000 11.0
21.320
0.000
0.000
0.578
316.260
259.445 1.860 482.568 40.5 106.048 1.860 197.249 48.5 Jumlah
0.707
0.650 0.760
313.507
44.023
366.858
0.12
37.621
0.000 1.000 0.000 11.0
21.320
0.000
0.000
0.578
190.178
0.847
0.749 0.662
147.775
15.678
130.651
0.12
17.733
0.000 1.000 0.000 11.0
21.320
0.000
0.000
0.578
1271.321
535.287
4460.728
152.558
96
186.067
0.000
5 6 7 8 9
Fs =
Fs =
C C.L
tan θ
11.25
π
1678.966
r
65.225 2488.534
Cl + (N U N e ).tgφ > 1,2 T + Te
1678,966 + 2488,534 = 2,306 1271,321 + 535,287
> Fs Syarat = 1,2 ……….aman !!!
V - 17
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
o
Gambar 5.10 Stabilitas Lereng Pada Kondisi Baru Selesai Dibangun Dengan Metode Pias Hilir
V - 18
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Tabel 5.6 Perhitungan Metode Irisan Bidang Glincir Pada Kondisi Baru Selesai Dibangun Bagian Hilir
θ
α
deg
rad
87.02
3.14
83
30
0.52
Irisan
A (m^2)
γ
W (t/m)
α
α rad
sinα
cos α
T = W*
Te =
N = W*
sin α
e*W cos α
cos α
e
Ne =
h
γw
e.W sin α
u=
sudut
l
h*γw pias
U=
U=
u*l
ul/cos α
tan θ
(N-Ne-U)*
1
38.15
1.86
70.96
-16.50
-0.29
-0.28
0.96
-20.16
8.16
68.03
0.12
-2.42
0.00
1.00
0.00
7.00
10.64
0.00
0.00
0.58
40.69
2
259.27
1.86
482.25
-6.50
-0.11
-0.11
0.99
-54.61
57.50
479.15
0.12
-6.55
0.00
1.00
0.00 13.00
19.75
0.00
0.00
0.58
280.56
3
429.60
1.86
799.05
6.50
0.11
0.11
0.99
90.49
95.27
793.91
0.12
10.86
0.00
1.00
0.00 13.00
19.75
0.00
0.00
0.58
452.32
4
483.62
1.86
899.53
19.50
0.34
0.33
0.94
300.39
101.75
847.89
0.12
36.05
0.00
1.00
0.00 13.00
19.75
0.00
0.00
0.58
468.95
5
420.82
1.86
782.72
32.50
0.57
0.54
0.84
420.70
79.20
660.04
0.12
50.48
0.00
1.00
0.00 13.00
19.75
0.00
0.00
0.58
352.10
6
273.47
1.86
508.64
45.50
0.79
0.71
0.70
362.91
42.77
356.40
0.12
43.55
0.00
1.00
0.00 13.00
19.75
0.00
0.00
0.58
180.71
7
71.91
1.86
133.75
58.50
1.02
0.85
0.52
114.07
8.38
69.83
0.12
13.69
0.00
1.00
0.00 13.00
19.75
0.00
0.00
0.58
1213.78
393.03
3275.26
85.00
129.15
0.00
Jumlah
Fs =
Cl + ( N - U - N e ).tgφ > 1,2 T + Te
Fs =
1418,80 + 1807,76 = 2,008 1213,778 + 393,03
145.65
C C.L
tan θ
32.43 1807.76
> Fs Syarat = 1,2 ……….aman !!!
V - 19
1418.80
π
11.25
r
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Gambar 5.11 Stabilitas Lereng Pada Kondisi Air Penuh Dengan Metode Pias Hulu
V - 20
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Tabel 5.7 Perhitungan Metode Irisan Bidang Glincir Pada Kondisi Air Penuh Bagian Hulu
α
111.01
3.14
Irisan A (m^2) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
270.90 20.76 531.99 176.59 446.14 327.40 345.63 427.91 240.28 468.30 139.70 447.38 52.33 372.70 1.65 259.44 106.05
θ deg
rad
77
30
0.52
γ
W (t/m)
α
1.00 2.40 1.00 2.40 1.00 2.40 1.00 2.40 1.00 2.40 1.00 2.40 1.00 2.40 1.00 2.40 1.86
270.90 -20.0 49.81 -20.0 531.99 -13.5 423.82 -13.5 446.14 -4.5 785.76 -4.5 345.63 4.5 1026.98 4.5 240.28 13.5 1123.92 13.5 139.70 22.5 1073.72 22.5 52.33 31.5 894.49 31.5 1.65 40.5 622.66 40.5 197.25 50 Jumlah
α rad -0.35 -0.35 -0.24 -0.24 -0.08 -0.08 0.08 0.08 0.24 0.24 0.39 0.39 0.55 0.55 0.71 0.71 0.87
sin α -0.34 -0.34 -0.23 -0.23 -0.08 -0.08 0.08 0.08 0.23 0.23 0.38 0.38 0.52 0.52 0.65 0.65 0.77
cos α
T=W*
Te =
N = W*
0.94 0.94 0.97 0.97 1.00 1.00 1.00 1.00 0.97 0.97 0.92 0.92 0.85 0.85 0.76 0.76 0.64
sin α -92.69 -17.04 -124.24 -98.98 -35.02 -61.67 27.13 80.61 56.11 262.48 53.48 411.05 27.35 467.54 1.07 404.52 151.15 1512.85
e*W cos α 30.55 5.62 62.07 49.45 53.37 94.00 41.35 122.86 28.04 131.14 15.49 119.03 5.35 91.51 0.15 56.80 15.21 921.98
cos α 254.55 46.81 517.28 412.10 444.76 783.34 344.56 1023.82 233.64 1092.84 129.06 991.92 44.61 762.57 1.25 473.36 126.74 7683.20
e
Ne =
0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12
e.W sin α -11.123 -2.045 -14.909 -11.877 -4.202 -7.401 3.255 9.673 6.734 31.497 6.418 49.326 3.282 56.104 0.128 48.542 18.138 181.54
h 0.00 5.33 0.00 15.05 0.00 22.20 0.00 26.62 0.00 28.20 0.00 26.90 0.00 22.75 0.00 15.48 0.00
γw 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
u = sudut h*γw 0.00 5.33 0.00 15.05 0.00 22.20 0.00 26.62 0.00 28.20 0.00 26.90 0.00 22.75 0.00 15.48 0.00
pias 8.0 11.0 11.0 11.0 11.0 11.0 11.0 11.0 11.0 11.0 11.0 11.0 11.0 11.0 11.0 11.0 11.0 121
Fs =
Cl + ( N - U - N e ).tgφ > 1,2 T + Te
Fs =
4012.07 + 144.06 = 1,707 > Fs Syarat = 1,2 ……….aman !!! 1512.85 + 921.98
l
U=
U=
15.51 21.32 21.32 21.32 21.32 21.32 21.32 21.32 21.32 21.32 21.32 21.32 21.32 21.32 21.32 21.32 21.32 356.63
u*l 0.00 113.64 0.00 320.87 0.00 473.31 0.00 567.54 0.00 601.23 0.00 573.51 0.00 485.03 0.00 330.04 0.00 3030.67
ul/cos α 0.00 120.94 0.00 329.99 0.00 474.77 0.00 569.30 0.00 618.33 0.00 620.81 0.00 568.94 0.00 434.13 0.00
tan θ (N-Ne-U)* C 0.58 0.58 0.58 0.58 0.58 0.58 0.58 0.58 0.58 0.58 0.58 0.58 0.58 0.58 0.58 0.58 0.58
tan θ 153.46 -41.64 307.41 54.29 259.34 182.51 197.15 256.95 131.07 255.90 70.84 185.88 23.87 79.44 0.65 -5.38 62.73 144.06
C.L
4 0 1 2 .0 7
π
1 1 .2 5
r
V - 21
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
o
Gambar 5.12 Stabilitas Lereng Pada Kondisi Air Penuh Dengan Metode Pias Hilir
V - 22
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Tabel 5.8 Perhitungan Metode Irisan Bidang Glincir Pada Kondisi Air Penuh Bagian Hilir
π
α
87.02
3.143
Irisan A(m^2)
θ deg
rad
C.L
83
30
0.52
1418.80
γ
W(t/m)
α
α rad
sinα cosα
T=W*
Te=
N= W*
sinα
e*Wcos α
cosα
-26.01
10.53
87.78
0.12
e
Ne=
h
γw
-3.12
5.20
1.00
e.Wsinα
u=
sudut
l
U=
U=
h*γw
pias
5.20
tanθ
(N-Ne-U)* C
u*l
ul/cos α
7.0
10.64
55.31
57.69
0.58
19.19
tanθ
1
38.15
2.40
91.56
-16.50
-0.29
-0.28 0.96
2
259.27
2.40
622.26
-6.50
-0.11
-0.11 0.99
-70.47
74.19
618.25
0.12
-8.46
14.17
1.00
14.17
13.0
19.75
279.90 281.71
0.58
199.28
3
429.60
0.11
0.11
0.99
116.76
122.93
1024.40
0.12
14.01
18.66
1.00
18.66
13.0
19.75
368.59 370.98
0.58
369.35
4
483.62
2.40 1031.04 6.50 2.40 1160.68 19.50
0.34
0.33
0.94
387.59
131.29
1094.06
0.12
46.51
18.46
1.00
18.46
13.0
19.75
364.64 386.85
0.58
381.64
5
420.82
0.57
0.54
0.84
542.84
102.20
851.67
0.12
65.14
13.59
1.00
13.59
13.0
19.75
268.44 318.34
0.58
270.44
6
273.47
2.40 1009.96 32.50 2.40 656.32 45.50
0.79
0.71
0.70
468.26
55.18
459.87
0.12
56.19
4.28
1.00
4.28
13.0
19.75
84.54
120.66
0.58
163.48
7
71.91
1.86
133.75 58.50 Jumlah
1.02
0.85
0.52
114.07
8.38
69.83
0.12
13.69
0.00
1.00
0.00
13.0
19.75
0.00
0.00
0.58
1533.05
504.70
4205.87
85
129.15 1421.43
Fs =
Cl + ( N - U - N e ).tgφ > 1,2 T + Te
Fs =
1418,80 + 1405,80 = 1,386 1533,05 + 504.70
183.97
11.25
r
32.43 1435.80
> Fs Syarat = 1,2 ……….aman !!!
V - 23
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.3.2.2 Metode Plaxis V.7.1.
Pada perhitungan stabilitas lereng dengan menggunakan irisan bidang gelincir bundar didapat hasil yang kurang begitu akurat, karena hanya meninjau
pada tubuh bendungan. Sedangkan pada Plaxis V.7.1 yang notabene adalah program analisa geoteknik, terutama untuk analisa stabilitas tanah dengan menggunakan metode elemen hingga yang mampu melakukan analisa yang dapat mendekati
perilaku
sebenarnya.
Geometri
tanah
yang
akan
dianalisa
memungkinkan untuk diinput dengan cukup teliti. Karena Plaxis dilengkapi fitur – fitur khusus yang berhubungan dengan banyak aspek dari struktur geometri yang komplek. Aplikasi geoteknik memerlukan model konstruksi tingkat lanjut untuk simulasi perilaku tanah yang tidak linear dan perilaku yang bergantung pada waktu. Disamping itu, material tanah adalah material yang multiphase. Untuk analisa yang melibatkan keberadaan air tanah perlu diperhitungkan tekanan hidrostatis dalam tanah. Selain
itu
Plaxis
V.7.1
menyediakan
berbagai
analisa
tentang
displacement, tegangan-tegangan yang terjadi pada tanah, faktor keamanan dan lain-lain. Untuk melakukan analisis struktur tubuh
dan spillway pada
perencanaan waduk, digunakan metode elemen hingga dengan kondisi plane
strain (regangan bidang). Model plane strain digunakan dengan asumsi bahwa sepanjang sumbu potongan melintang penampang dipandang relatif sama dan peralihan dalam arah tegak lurus potongan tersebut dianggap tidak terjadi.
Tabel 5.9 Parameter Desain Material untuk Tubuh Bendung γ dry
γ sat
( KN/m³ )
( KN/m³ )
undrained
18
24
Pasir kelempungan
undrained
12.28
3-6m
Lempung kepasiran
undrained
6-…
Tanah keras
drained
kedalaman
jenis tanah
tipe
timbunan
Urugan tanah pilihan
0-3m
E
c
φ
ψ
k
( KN/m² )
( KN/m² )
(º)
(º)
( m/hari )
0,3
50000
11.25
30
0.05
0.05
16.11
0.24
20000
14.8
19.97
0.18
5.167E-03
11.85
16.04
0.27
2000
12.2
22.11
0.17
4,1E-03
20.45
24.57
0.3
50000
10.25
8,95
0.11
8.65E-03
v
V - 24
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
a. Tahap Awal Perhitungan Plaxis 7.1
Dalam perhitungan Plaxis 7.1 pertama –tama adalah input geometry, pada tahap input dilakukan permodelan material tanah dan beban yang bekerja terhadap tanah dengan menggunakan geometri line
atau dengan menginput koordinat
dengan mengetikkan pada point on geometri line pada sisi bawah window. Kedua adalah input materials
, pada tahap ini Plaxis 7.1 telah menyediakan jenis-
jenis tanah secara umum. Untuk mendapatkan parameter tanah yang sesuai dengan penyelidikan tanah pada suatu bangunan kita dapat mengganti parameterparameter pada material tanah yang ada, atau membuat baru suatu jenis tanah. Setelah itu dilakukan meshing generation untuk membagi material tanah ke dalam elemen-elemen diskret yang berhingga, dengan menggunakan
toolbar
. Kemudian baru dilakukan penetapan kondisi awal yaitu dengan klik . Penetapan kondisi awal adalah untuk menetapkan elevasi muka
air tanah pada kondisi awal sebuah bangunan. Kondisi awal memiliki 2 mode, yaitu : Mode 1 untuk pembangkitan tekanan air awal (water condition mode). Mode 2 untuk menetapkan konfigurasi tekanan efektif awal (geometry
configuration mode). Setelah melalui tahap-tahap diatas, kemudian klik
. Tahapan
perhitungan selanjutnya adalah mengidentifikasikan, mendefinisikan , dan mengeksekusi tahapan fase-fase perhitungan untuk memperoleh output program yang diinginkan dengan menekan toolbar
untuk menuju PLAXIS
CALCULATION V 7.1.
V - 25
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Gambar 5.13 New Project pada Plaxis Input
Gambar 5.14 Input
Geometry Gambar 5.15 Material Sets
Gambar 5.16 Generate Mesh Fine
b. Plaxis Calculations
Perhitungan stabilitas
Ciniru dengan Plaxis 7.1 ditinjau pada
kondisi-kondisi di bawah ini. 1. Kondisi tanah asli, kondisi dimana tegangan dan regangan awal akibat berat tanah sendiri 2. Kondisi
awal, kondisi dimana terjadi tegangan dan regangan yang
diakibatkan oleh beban sebelum diisi air 3. Kondisi terisi air, kondisi dimana terjadi tegangan dan regangan yang diakibatkan oleh beban dan beban air
V - 26
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
4. Kondisi rapid drawdown, kondisi dimana air tampungan turun secara tibatiba, sehingga pada saat muka air tampungan turun, tapi air pada tubuh belum ikut turun
Gambar 5.17 Tampilan Plaxis Calculations dan Parameter yang Akan Diperhitungkan
c. Fase kondisi yang akan diperhitungkan
Yaitu fase dimana terjadi tegangan dan regangan yang diakibatkan oleh beban pada kondisi-kondisi yang akan diperhitungkan. 1.
Fase tanah asli. Dimana pada fase tersebut beban yang bekerja adalah berat sendiri tanah asli tanpa tubuh dan tekanan air pada tubuh . Pengaturan pada fase ini adalah :
Number / ID
= Nama fase
Calculation type
= Plastic
Control Parameters = Delete intermediate steps Iterative procedure
= Standard
Loading input
= Stage construction
Start from phase
= fase sebelumnya V - 27
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Untuk perubahan pada kondisi-kondisi tertentu dilakukan dengan . Disini kita dapat mengaktifkan atau menonaktifkan suatu
klik
lapisan tanah, dan mengubah permukaan air pada tersebut. 2.
Fase Konsolidasi Yaitu fase dimana terjadi penurunan lapisan tanah akibat keluarnya air pada lapisan tanah karena ada beban yang bekerja. Pengaturan pada fase ini adalah :
Number / ID
= Nama fase
Calculation type
= Consolidation
Control Parameters = -
3.
Iterative procedure
= Standard
Loading input
= Incremental multipliers
Start from phase
= fase kondisi yang diperhitungkan
Fase perhitungan faktor keamanan (SF) Yaitu fase akibat perhitungan beban dan takanan air yang bekerja. Pada perhitungan faktor keamanan (SF) digunakan metode Phi-c
reduction. Phi-c reduction adalah option yang tersedia dalam Plaxis untuk menghitung faktor keamanan (SF). Option ini hanya tersedia untuk tipe perhitungan secara Plastic menggunakan Manual control atau dengan prosedur Load advencement number of steps. Dalam Phi-c
reduction dilakukan pendekatan parameter-parameter kekuatan tanah tan φ dan c dengan mengurangi nilainya sampai tercapainya keadaan dimana kegagalan struktur terjadi. Jumlah pengali ΣMsf
digunakan untuk
mendefinisikan harga dari parameter-parameter kekuatan tanah.
ΣMsf =
tan ϕ input tan ϕ reduced
=
cinput creduced
Parameter-parameter kekuatan tanah secara otomatis dikurangi sampai tercapainya kegagalan struktur. SF =
σ available = harga ΣMsf saat kegagalan σ failure
V - 28
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Pengaturan pada fase ini adalah :
Number / ID
= Nama fase
Calculation type
= Phi-c reduction
Control Parameters = reset displacement to zero Iterative procedure
= Standard
Loading input
= Incremental multipliers
Start from phase
= fase sebelumnya
d. Proses perhitungan
Proses perhitungan dilakukan dengan klik pada
, tapi sebelumnya
ditentukan titik-titik yang akan ditinjau dengan klik pada
dan klik pada titik-
titik yang akan ditinjau.
Gambar 5.18. Penentuan Titik-Titik yang Akan Ditinjau
Fase-fase yang akan dihitung akan diberi tanda anak panah biru depan tulisan Phase, yang akan menjadi centang hijau
di
apabila perhitungan
sukses dilakukan.
V - 29
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Gambar 5.19 Proses Kalkulasi Selesai
e. Plaxis Output V.7.1
Setelah proses kalkulasi selesai maka menuju ke Plaxis Output, pada sesi kali ini dapat diketahui besaran penurunan tanah yang terjadi dan nilai keamanan (SF). 1. Tanah asli adalah kondisi dimana belum ada timbunan tubuh . Gayagaya yang bekerja adalah akibat berat tanah asli sendiri dan tekanan air tanah. Setelah dilakukan perhitungan dengan Plaxis 7.1 didapat bahwa pada kondisi mengalami deformasi sebesar 16,9 cm dengan angka keamanan 2,91. 2. Kondisi awal adalah kondisi sudah ada timbunan tubuh . Setelah dilakukan perhitungan dengan Plaxis 7.1 didapat bahwa pada kondisi ini terjadi deformasi sebesar 51,7 cm dengan angka keamanan 1,72. 3. Kondisi terisi air adalah kondisi sudah ada timbunan tubuh dan air pada tampungan terisi penuh. Gaya-gaya yang bekerja adalah akibat berat timbunan dan tekanan air pada tampungan . Setelah dilakukan perhitungan didapat deformasi sebesar 52 cm dengan angka keamanan 1,71. 4. Kondisi rapid drawdown adalah kondisi setelah air pada tampungan penuh tiba-tiba terjadi penurunan muka air tampungan. V - 30
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Setelah muka air turun tidak didikuti dengan turunnya air yang merembes pada tubuh Waduk. Gaya-gaya yang bekerja adalah akibat berat timbunan dan tekanan air yang masih ada pada tubuh Waduk. Setelah dilakukan perhitungan dengan Plaxis 7.1 didapat bahwa pada kondisi ini terjadi deformasi sebesar 52 cm dengan angka keamanan 1.70. f. Angka Keamanan Tubuh Waduk
Dari keadaan-keadaan yang dianalisis dapat diketahui besarnya angka keamanan pada tiap-tiap keadaan tersebut. Besar angka keamanan pada titik-titik yang ditinjau adalah seperti yang ditampilkan dalam bentuk grafik seperti gambar dibawah ini.
Gambar 5.20 Angka Keamanan Titik A dan B
Gambar 5.21 Angka Keamanan Titik C dan D
Gambar 5.22 Angka Keamanan Titik E
V - 31
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
SF Tanah Asli
SF Waduk Awal SF Waduk + Air
SF Penurunan Air
Gambar 5.23 Grafik Angka Keamanan (SF) Tubuh Waduk
5.4.
Material Konstruksi
5.4.1 Lapisan Kedap Air
Bahan yang dipakai untuk lapisan kedap air dapat berasal dari tanah dan tanah liat (clay), baik tanpa campuran maupun dicampur dengan pasir dengan perbandingan tertentu berdasarkan hasil percobaan penimbunan (trial
embankment). Tanah ataupun tanah liat yang dipakai sebagai bahan timbunan lapisan kedap air ini haruslah memenuhi persyaratan utama untuk bahan kedap air yaitu : •
Koefisien filtrasi serta kekuatan geser yang diinginkan.
•
Tingkat deformasi yang rendah.
•
Mudah pelaksanaan pemadatannya.
•
Tidak mengandung zat-zat organis serta bahan mineral yang mudah terurai. Lapisan kedap air harus mempunyai tingkat permeabilitas yang
rendah, hal ini ditentukan oleh nilai koefisien filtrasinya. Sebagai standar koefisien filtrasi (k) bahan nilainya 1 x 10-5 cm/dtk. Hal ini bertujuan untuk
V - 32
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
mencegah terjadinya rembesan air melalui lapisan kedap air yang bersangkutan. Untuk mendapatkan nilai (k) yang memenuhi syarat untuk lapis kedap air biasanya diperkirakan berdasarkan prosentase butiran tanah yang lolos saringan No.300 (Sosrodarsono, 1989). Gradasi bahan kedap air biasanya mempunyai ukuran butiran seperti tertera pada Gambar 5.21.
Gambar 5.24 Gradasi Bahan Kedap Air (Sosrodarsono, 1989)
5.4.2 Perlindungan Lereng
Lereng sebelah hulu dari Waduk Ciniru dilindungi oleh lapisan timbunan batu (rip-rap) setebal 0,5 m, yang bertujuan untuk melindungi lereng dari pengaruh kekuatan ombak dan aliran air. Kondisi batu untuk perlindungan lereng ini harus baik dan tidak mudah lapuk. Perlindungan lereng bagian hulu ini dimulai dari batas tertinggi gerakan gelombang (mercu) sampai ke permukaan genangan terendah (LWL).
V - 33
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Dalam pelaksanaannya lapisan timbunan batu ini diletakkan di atas suatu lapisan saringan yang terdiri dari batu pasir dengan ukuran butir yang teratur. Lapisan saringan ini memiliki ketebalan sebesar 0,10 m. Penempatan lapisan saringan ini di bawah lapisan timbunan batu, bertujuan mencegah tergerusnya bahan-bahan halus dari Waduk ke dalam tumpukan batu.
Penggunaan rip-rap sebagai lapisan pelindung mempunyai kelebihan, antara lain - Dapat mengikuti penurunan tubuh Waduk. - Mempunyai kemampuan reduksi hempasan ombak yang besar. - Cukup stabil terhadap pengaruh-pengaruh fluktuasi permukaan air dan gerakan ombak. - Konstruksinya dapat dikerjakan secara mekanis. Selain kelebihan-kelebihan seperti di atas, rip-rap juga mempunyai kekurang-kekurangan, yaitu antara lain : - Dibutuhkan banyak bahan batu. - Memerlukan lapisan filter yang relatif tebal. Tabel 5.10 Ukuran Batu dan Ketebalan Hamparan Rip-Rap (Sosrodarsono, 1989) Tinggi Gelombang
Diameter rata2
Ketebalan
Ketebalan minimum
(m)
batu hamparan
minimum hamparan
lapisan filter
pelindung
batu pelindung
(cm)
(D 50 cm)
(cm)
0,0 – 0,6
25
40
15
0,6 – 1,2
30
45
15
1,2 – 1,8
38
60
23
1,8 – 2,4
45
75
23
2,4 – 3,0
52
90
30
V - 34
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.5
Perencanaan Bangunan Pelimpah
Bangunan pelimpah atau spillway adalah bangunan yang berfungsi untuk mengalirkan air banjir yang masuk ke dalam waduk, sehingga air banjir tersebut tidak merusak tubuh embung. Dalam perencanaan Waduk Ciniru ini, bangunan pelimpah yang akan direncanakan adalah bangunan pelimpah terbuka dengan ambang tetap. Bangunan pelimpah tipe ini, biasanya terdiri dari empat bagian uama yaitu: 1. Saluran pangarah aliran 2. Saluran transisi 3. Saluran peluncur 4. Peredam energi
SAL. PENGARAH
SAL. TRANSISI
SAL. PELUNCUR
SAL. PEREDAM
OGEE
BETON K350 BETON K 225
LANTAI KERJA
Gambar 5.25 Skema Bangunan Pelimpah
V - 35
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.5.1 Saluran Pengarah Aliran
Saluran pengarah aliran dimaksudkan agar aliran air senantiasa dalam kodisi hidrolika yang baik dengan mengatur kecepatan alirannya tidak melebihi 4 m/dtk dengan lebar semakin mengecil ke arah hilir. Apabila kecepatan aliran melebihi 4 m/dtk, maka aliran akan bersifat helisoidal dan kapasitas alirannya akan menurun. Disamping itu aliran helisoidal tersebut akan mengakibatkan peningkatan beban hidrodinamis pada bangunan pelimpah tersebut.
1,99
Saluran pengarah aliran Mercu Ogee v
+ 229,210 3,5
+ 225,710
Gambar 5.26 Saluran Pengarah Aliran Pada Bangunan Pelimpah
Dari analisis data sebelumnya di mana didapat : −
Ketinggian air di atas mercu (H)
= + 229,210 – +231,2 = 1,99 m
−
Qout yang melewati spillway (Q)
= 224,2 m3/dtk
−
Lebar ambang mercu embung (b) = 40 m
−
Maka : W≥
1 .H 5
W =
1 × 1,99 = 0,28 m 5
W yang dipakai = 3,5 m > 0,28 m.
V - 36
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.5.2
Saluran Pengatur Aliran
5.5.2.1 Ambang Penyadap Dipakai tipe bendung pelimpah dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh U.S.B.R. Dari analisis data sebelumnya, maka hasil perhitungannya adalah sebagai berikut : Dari hasil flood routing didapatkan : Q = Qout lewat spillway = 224,2 m3/dtk L = Lebar mercu bendung = 40 m He = Total tinggi tekanan air di atas mercu bendung = 1,99 m Hv:0.1 He:1.99
Hd:5.00
W:3.50
Gambar 5.27 Ambang Pengatur Debit Pada Bangunan Pelimpah
Tinggi tekanan kecepatan aliran di dalam saluran pengarah −
Asumsi (b) = 40 m
−
Asumsi kedalaman saluran pengarah = 3,5 m
−
Asumsi tinggi tekanan air total diukur dari dasar saluran pengarah: H total = + 231.20 – + 225,710 = 5,49 m
−
Tinggi air diatas mercu = + 231,20 – + 229,210 = 1,99 m.
−
Misal kedalaman air dalam saluran = 1,50 m, maka kedalaman air dalam saluran (Hd) = 1,5 + 3,5 = 5 m
Luas penampang basah di dalam saluran ini adalah : A = 5 m x 40 m = 200 m² V - 37
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Kecepatan aliran : V=
Q 244,2 = = 1,221 m/dtk A 200
Jadi tinggi kecepatan aliran :
V 2 (1,221) = = 0,076 m ≈0,1 m 2 g (2 . 9,81) 2
Hv =
5.5.2.2. Mercu bendung
Dipakai tipe mercu Ogee dan untuk merencanakan permukaan mercu Ogee bagian hilir U.S Army Corps of Engineers mengembangkan persamaan : Y 1⎡X ⎤ = ⎢ ⎥ hd k ⎣ hd ⎦
n
dimana, X dan Y = koordinator-koordinator permukaan hilir hd
= tinggi rencana di atas mercu ( m )
K dan n = parameter Tabel 5.11 Harga – Harga K dan n
Kemiringan permukaan hilir
K
n
Vertikal
2,000
1,850
3:1
1,936
1,836
3:2
1,939
1,810
3:1
1,873
1,776
V - 38
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Digunakan Mercu Ogee tipe hulu vertical Hd
: 1,99 m
k
: 2,00
n
: 1,850
y 0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500 5.000
x^n 0.000 1.864 3.727 5.591 7.454 9.318 11.181 13.045 14.908 16.772 18.635
Hd
x 0.000 1.400 2.036 2.535 2.961 3.341 3.687 4.000 4.308 4.591 4.860
(0,0) x y 0.282 Hd Gambar 5.28 Mercu Ogee
V - 39
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.5.3. Saluran Transisi
Bentuk saluran transisi ditentukan sebagai berikut :
40
+224.21
+207.00
20
115 Gambar 5.29 Bagian Transisi Pada Bangunan Pelimpah
Dengan ketentuan tersebut diatas dan keadaan topografi yang ada dimana b1 = 40 m, b2 = 20 m maka :
(40 - 20)
• y
=
• l
= 115 m
• l
=
2
= 10 m
y 10 = tg θ tg θ
•
θ
= 5˚
•
S
= ∆H:1
•
0,15 =
•
∆H =17,21 m
• 115 =
∆H 115
10 tg θ
V - 40
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
17.21
115 Gambar 5.30 Penampang Melintang Saluran Pengatur 5.5.4
Saluran Peluncur
Saluran peluncur dalam perencanaan ini dibentuk sebagai berikut : •
b1 = b2 = 20 m
•
l
= 95 m
•
S
= 0,34
•
∆H = l x S = 95 x 0,34 = 32 m
+207.000
32 m
+175.000
Gambar 5.31 Penampang Memanjang Saluran Peluncur
Bagian yang berbentuk terompet pada ujung saluran peluncur bertujuan agar aliran dari saluran peluncur yang merupakan aliran super kritis dan mempunyai kecepatan tinggi. V - 41
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.5.5
Peredam Energi
Guna mereduksi energi aliran air dari saluran peluncur spillway, maka di ujung hilir saluran tersebut dibuat suatu bangunan yang disebut peredam energi pencegah gerusan (scour protection stilling basin). Saluran peredam energi direncanakan sebagai berikut •
b1 = b2 = 20 m
•
L = 29 m
•
Menggunakan kolam olak type USBR II Dari perhitungan HEC-RASdidapat : Karena Fr = 6.3 > 4,5 dan Q = 244,2 m3/dtk maka digunakan
kolam olak type USBR type II.
Gambar 5.32 Bentuk Kolam Olakan
V - 42
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
a
Panjang kolam olakan
Ukuran panjang kolam olakan tergantung pada bilangan Froude aliran yang akan melintasi kolam tersebut. Karena Froude number > 4,5 maka digunakan kolam olak type USBR type II. Saluran transisi diperlukan karena adanya perubahan bentuk penampang saluran pengatur dengan saluran peluncur. Bentuk saluran transisi ditentukan sebagai berikut :
6.30
Gambar 5.33 Panjang Loncatan Hidrolis Pada Kolam Olak Datar
•
Dengan Fr = 6.30 dari grafik didapatkan nilai L/D2 = 4
•
Fr
=
V g D1
•
6,30
=
16,68 9,8 * D1
•
D1
= 0.715 m
V - 43
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
(
2
)-
•
D2/D1
= 0,5 x [ 1 + 8 Fr
•
D2/0.715
= 0,5 x [ (1 + 8 * 6.30 2 ) -1 ]
•
D2
= 6,02 m
•
L
= 4 * 6,02 = 28,08m ~ 29 m
b .
1]
Gigi-gigi pemencar aliran, gigi-gigi benturan dan ambang ujung hilir kolam olakan
Gigi-gigi pemencar aliran yang berfungsi sebagai pembagi berkas aliran terletak di ujung saluran sebelum masuk ke dalam kolam olakan. Sedangkan gigi-gigi benturan yang berfungsi sebagai penghadang aliran serta mendeformir loncatan hidrolis menjadi pendek terletak pada dasar kolam olakan. Adapun ambang ujung hilir kolam olakan dibuat rata tanpa bergerigi.
Gambar 5.34 Ukuran Gigi-Gigi Pemencar dan Gigi-Gigi Benturan Aliran
1. Dimensi kolam olakan
1. Ukuran kolam olakan adalah 20 m x 29 m 2. Ukuran gigi-gigi pemencar aliran adalah Dl = 0.715 m ≈ 0,75 m, karena lebar ujung saluran peluncur adalah 20 m maka jumlah gigi-
V - 44
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
gigi dibuat 13 buah @ 0,75 m, jarak antara gigi-gigi = 0,75 m dan jarak tepi ke dinding masing-masing = 0,625 m, cek jumlah jarak = 13 * 0,75 * + 12 * 0,75 + 2 * 0,625 = 20 m 3. Ukuran ambang ujung hilir kolam olakan dengan mengacu pada gambar 5.26 didapatkan nilai D2 = 6,02 Æ S2 = 0,15 * 6,02 = 1 m, karena lebar kolam olakan adalah 20 m maka jumlah gigi-gigi dibuat = 10 buah @ 1 m, jarak antara gigi-gigi = 1 m dan jarak tepi ke dinding masing-masing = 0,5 m Æ cek jumlah jarak = 10 *1 + 9 * 1 + 2 * 0,5 = 20 m
2. Tinggi jagaan
Tinggi jagaan pada bangunan pelimpah (spillway) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Fb = C . V . d atau Fb
= 0,6 + 0,037 . V. d
1
3
Fb minimal = 0,5 s/d 0,6 m di atas permukaan aliran Fb C
= Tinggi jagaan = Koefisien = 0,1 untuk penampang saluran berbentuk persegi panjang dan 0,13 untuk penampang berbentuk trapesium
V
= Kecepatan aliran (m/dtk)
d
= Kedalaman air di dalam saluran (m)
Tinggi jagaan pada kolam olakan adalah sebagai berikut : d
= 2,69 m
b
= 20 m
A
= 2,69 * 20 = 53,8 m²
V
= Q/A = 244,2 / 53,8 = 4,54 m/dtk
V - 45
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Tinggi jagaan : Fb = 0,10 * 4,54 * 2,69 Fb = 1,22 m Atau Fb = 0,6 + (0,037 * 4,54 * 2,691/3) Fb = 0,833 m Dipakai nilai tertinggi yaitu Fb = 1,22 m dibulatkan Fb = 1,5 m. 5.5.6
Rencana Teknis Hidrolis
Garis dasar saluran ditentukan dengan perhitungan hidrolik yang dilakukan mengacu pada persamaan Barnoulli.Dalam menentukan dimensi, kecepatan aliran, bilangan Froude dibantu dengan program HEC-RAS. Elevasi ambang hilir = elevasi ambang udik V12 V2 + hd1 = 2 + hd 2 + he 2g 2g
he =
S=
V22 V12 n 2 . V 2 + + . ∆l1 4 2g 2g R 3 n2 .V 2 R
4
3
hL = S . ∆l1
di mana : V1
=
Kecepatan aliran air pada bidang-1 (m/dtk)
V2
=
Kecepatan aliran air pada bidang-2 (m/dtk)
hd1
=
Kedalaman air pada bidang-1 (m)
hd2
=
Kedalaman air pada bidang-2 (m)
∆l1
=
Panjang lereng dasar diantara bidang-1 dan bidang-2
∆l
=
Jarak horisontal diantara bidang-1 dan bidang-2
V - 46
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
R
=
Radius (jari-jari) hidrolika rata-rata pada potongan saluran yang diambil
S0
=
Kemiringan dasar saluran
S
=
Kemiringan garis energi
hl
=
Kehilangan energi karena gesekan dan lain-lain
he
=
Perbedaan tinggi antara garis energi dengan permukaan air
=
Angka kekasaran saluran = 0,01
(m) n
5.5.6.1 Perhitungan dengan program HEC-RAS
1. Geometric Data Dalam geometric data kita input dimensi rencana dari saluran pelimpah untuk setiap cross section. Setiap cross section mempunyai dimensi dan elevasi yang berbeda sesuai dengan gambar rencana. Dalam hal ini saluran pelimpah dibagi dalam 19 cross section. 17 cross section yang akan di Run dalam supercritical dan 2 cross section yang di Run dalam subcritical.
Gambar 5.35 Pembagian Cross Section
V - 47
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Gambar 5.36 Pengisian koordinat cross section
2. Steady Flow Data Dalam steady flow data kita input debit banjir yang melalui spillway dalam hal ini adalah 244,2 m³/dtk dan elevasi air diatas mercu +231,200.
Gambar 5.37 Steady Flow Data
3.
Compute HEC-RAS Setelah input selesai maka compute bisa dilakukan. Compute dibagi menjadi 3, subcritical untuk saluran landai, supercritical untuk saluran curam dan mixed untuk gabungan. Dalam hal ini dilakukan 2 compute yaitu subcritical dan supercritical.
V - 48
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Gambar 5.38 Compute HEC-RAS
4. Result HEC-RAS Dengan menggunakan program HEC-RAS kita bisa mencari elevasi air di atas saluran, kemiringan saluran, kecepatan aliran dan juga bilangan Froude. Tabel 5.12 Hasil HEC-RAS compute Supercritical River Sta 17 16 15 14 13 12 11 10 9
Profile 100 years 100 years 100 years 100 years 100 years 100 years 100 years 100 years 100 years
Q Total
Min Ch Elv
WS Elv
Crit WS
E.G Elv
E.G Slope
Vel Chnl
Flow Area
Top Width
Froude
m³/s
m
m
m
m
m/m
m/s
m²
m
244.2
229.21
230.75
230.75
231.49
0.001416
3.86
64.73
44.1
0.99
244.2
228.96
230.14
230.5
231.44
0.003519
5.08
48.88
43.14
1.5
244.2
228.37
229.31
229.91
231.36
0.007434
6.37
38.86
42.51
2.1
244.2
227.34
228.1
228.88
231.24
0.01506
7.89
31.32
42.04
2.88
244.2
225.94
226.58
227.48
231.08
0.027311
9.44
26.13
41.71
3.77
244.2
224.21
224.76
225.75
230.88
0.045447
11
22.38
41.47
4.74
244.2
221.96
222.49
223.57
229.98
0.058118
12.17
20.24
38.81
5.33
244.2
218.97
219.5
220.68
228.55
0.070116
13.38
18.43
35.33
5.85
244.2
215.98
216.53
217.81
226.94
0.077075
14.36
17.19
31.9
6.17
V - 49
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
8 7 6 5 4 3 2 1
100 years 100 years 100 years 100 years 100 years 100 years 100 years 100 years
244.2
212.98
213.57
214.96
225.24
0.079879
15.22
16.25
28.51
6.35
244.2
209.99
210.63
212.15
223.53
0.079211
16.02
15.49
25.17
6.41
244.2
207
207.71
209.37
221.86
0.075718
16.81
14.83
21.89
6.38
244.2
201.95
202.59
204.32
220.17
0.108078
18.73
13.29
21.7
7.49
244.2
195.21
195.79
197.58
217.25
0.149865
20.67
12.02
21.54
8.68
244.2
188.47
190.85
190.85
191.93
0.001201
4.74
54.93
26.32
0.98
244.2
181.74
182.64
184.11
191.12
0.032803
13.05
19.22
22.42
4.37
244.2
175
175.71
177.37
189.63
0.073701
16.68
14.95
21.9
6.3
Tabel 5.13 Hasil HEC-RAS compute Subcritical River Sta 1 0
Profile 100 years 100 years
Q Total
Min Ch Elv
WS Elv
Crit WS
E.G Elv
E.G Slope
Vel Chnl
Flow Area
Top Width
Froude
m³/s
m
m
m
m
m/m
m/s
m²
m
244.2
175
177.69
177.37
178.51
0.000777
4.14
63.34
27.16
0.81
244.2
175
177.38
177.38
178.45
0.00119
4.73
55.09
26.34
0.98
V - 50
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.6 Analisis Stabilitas Bangunan Pelimpah Dengan Plaxis V.7.1
Plaxis V.7.1 yang notabene adalah program analisa geoteknik, terutama
untuk analisa stabilitas tanah dengan menggunakan metode elemen hingga yang mampu melakukan analisa yang dapat mendekati perilaku sebenarnya. Geometri tanah yang akan dianalisa memungkinkan untuk diinput dengan cukup teliti. Karena Plaxis dilengkapi fitur – fitur khusus yang berhubungan dengan banyak aspek dari struktur geometri yang komplek. Selain
itu
V.7.1
Plaxis
menyediakan
berbagai
analisa
tentang
displacement, tegangan-tegangan yang terjadi pada tanah, faktor keamanan (SF)
dan lain-lain. Oleh sebab itu pada perhitungan analisa kestabilan bangunan pelimpah kali ini menggunakan Plaxis V.7.1.
Tabel 5.14 Desain Material untuk Bangunan Pelimpah kedalaman
jenis tanah
tipe
γ dry
γ sat
( KN/m³ )
( KN/m³ )
E
c
φ
ψ
k
( KN/m² )
( KN/m² )
(º)
(º)
( m/hari )
v
undrained
18
24
0,3
50000
11.25
30
0.05
0.05
0-3m
Urugan tanah pilihan Pasir kelempungan
undrained
12.28
16.11
0.24
20000
14.8
19.97
0.18
5.167E-03
3-6m
Lempung kepasiran
undrained
11.85
16.04
0.27
2000
12.2
22.11
0.17
4,1E-03
6-…
Tanah keras
drained
20.45
24.57
0.3
50000
10.25
8,95
0.11
8.65E-03
Jenis
Tipe
timbunan
Kedalaman
Material N/A
γ dry
v
( KN/m² )
( KN/m³ )
Beton
Linear
Bertulang
Elastic
30
E
0,3
7,5 E +6
5.6.1 Tahap Awal Perhitungan
Tahap- tahap perhitungan kestabilan bangunan pelimpah kali ini seperti yang dijelaskan pada tahap-tahap perhitungan kestabilan lereng bendung, adapun yang membedakan
hanya pada input geometry line. Tahapan perhitungan
selanjutnya adalah mengidentifikasikan, mendefinisikan , dan mengeksekusi tahapan fase-fase perhitungan untuk memperoleh output program yang diinginkan
V - 51
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
dengan menekan toolbar
untuk menuju PLAXIS CALCULATION V
7.1.
Gambar 5.39 Input Geometry
5.6.2
Gambar 5.40 Material Sets
Plaxis Calculations
Perhitungan stabilitas Waduk Ciniru dengan Plaxis 7.1 ditinjau pada kondisi-kondisi di bawah ini. 1. Kondisi tanah asli, kondisi dimana tegangan dan regangan awal akibat berat tanah sendiri 2. Kondisi pelimpah, kondisi dimana terjadi tegangan dan regangan yang diakibatkan oleh beban pelimpah dengan muka air sama dengan muka air tanah. 3. Kondisi air normal, kondisi dimana terjadi tegangan dan regangan yang diakibatkan oleh beban pelimpah dan air pada tampungan terisi sampai puncak mercu pelimpah. 4. Kondisi melimpah, kondisi dimana air pada tampungan melimpah diatas mercu pelimpah.
V - 52
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Gambar 5.41 Tampilan Plaxis Calculations dan Parameter yang Akan Diperhitungkan
5.6.3
Plaxis Output V 7.1 A. Kondisi tanah asli
Kondisi tanah asli adalah kondisi dimana belum ada timbunan dan bangunan pelimpah diatasnya. Gaya-gaya yang bekerja adalah akibat berat tanah asli sendiri dan tekanan air tanah. Setelah dilakukan perhitungan dengan Plaxis 7.1 didapat bahwa pada kondisi ini terjadi deformasi sebesar 2,93 cm
dengan angka keamanan 2,37.
Gambar 5.42 Arah Pergerakan Tanah pada Kondisi Tanah Asli
V - 53
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
B. Kondisi Pelimpah Awal
Kondisi dimana terjadi tegangan dan regangan yang diakibatkan oleh beban pelimpah dengan muka air sama dengan muka air tanah. Setelah dilakukan perhitungan dengan Plaxis 7.1 didapat bahwa pada kondisi ini terjadi deformasi sebesar 14,8 cm dengan angka keamanan 1,84.
Gambar 5.43 Arah Pergerakan Tanah pada Kondisi Pelimpah awal
C. Kondisi Air Normal
kondisi dimana terjadi tegangan dan regangan yang diakibatkan oleh beban pelimpah dan air pada tampungan terisi sampai puncak mercu pelimpah. Setelah dilakukan perhitungan dengan Plaxis 7.1 didapat bahwa pada kondisi ini terjadi deformasi sebesar 14,8 cm dengan angka keamanan 2,07.
Gambar 5.44 Arah Pergerakan Tanah pada Kondisi Pelimpah Dengan Air Normal
V - 54
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
D. Kondisi Melimpah
Kondisi dimana air pada tampungan melimpah diatas mercu pelimpah. Setelah dilakukan perhitungan dengan Plaxis 7.1 didapat bahwa pada kondisi ini terjadi deformasi sebesar 79,6 cm dengan angka keamanan 1,39.
Gambar 5.45 Arah Pergerakan Tanah pada Kondisi Pelimpah Dengan Air Melimpah
E. Angka Keamanan (Safety Factor)
Dari keadaan-keadaan yang dianalisis dapat diketahui besarnya angka keamanan pada tiap-tiap keadaan tersebut. Besar angka keamanan ditampilkan dalam bentuk grafik seperti gambar dibawah ini.
Gambar 5.46 Titik Yang Akan Ditinjau
V - 55
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Gambar 5.47 Angka Keamanan Titik A,B,C,D,E,F
Pelimpah Awal
Kondisi Normal
Tanah Asli Kondisi Melimpah
Gambar 5.48 Grafik Angka Keamanan (SF) Tubuh Bangunan Pelimpah
V - 56
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
5.7.
Bangunan Penyadap
Bangunan penyadap dalam perencanaan ini dipakai tipe penyadap menara, hasil sadapan kemudian dialirkan ke hilir sungai melalui bangunan pengambilan untuk dimanfaatkan sebagai air baku dan kebutuhan irigasi. Dan dalam Tugas Akhir kali ini perencanaan bangunan penyadap maupun bagian-bagian lainnya tidak memperhitungkan perhitungan-perhitungan strukturnya.
MENARA PENGAMBILAN
JEMBATAN PELAYANAN
RIP-RAP
BETON BERTULANG
PINTU AIR
BETON BERTULANG
Gambar 5.49. Bangunan Penyadap
1. Konstruksi dan pondasi bangunan penyadap menara
Bangunan penyadap menara merupakan banguanan yang berdiri sendiri, sehingga semua beban luar yang bekerja pada menara tersebut harus ditampung secara keseluruhan oleh pondasinya. Dasar penentuan konstruksi dan pondasi bangunan penyadap ditentukan atas dasar beban-beban luar yang bekerja pada bangunan penyadap, antara lain sebagai berikut :
V - 57
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Berat
menara
beserta
perlengkapannya
(ruang
operasi
dan
pengawasan, pintu-pintu dan perlengkapan operasinya, tubuh menara termasuk tapak menara, berat air di dalam menara, dan kekuatan apung). Beban-beban lainnya, seperti : a)
Jembatan penghubung.
b)
Beban seismik.
c)
Tekanan air dari dalam waduk, termasuk air yang terdapat di dalam menara.
d)
Kekuatan angin termasuk tekanan negatif yang biasanya terjadi pada permukaan menara yang menghadap ke sebelah hilir.
e)
Lain-lainnya, seperti tekanan tanah.
Tinggi menara adalah 38 m, yang pembuatannya masih memungkinkan, baik ditinjau secara ekonomis maupun secara konstruktif.
Menara penyadap
berbentuk persegi panjang, didalam menara tersebut terdapat ruang kosong yang berukuran 8 m x 8 m dan didalamnya terdapat anak tangga untuk memudahkan exploitasi dan pemeliharaannya.
2. Terowongan Pengambilan
Saluran pengambilan berfungsi sebagai saluran untuk mengalirkan air dari pintu air menara penyadap di hulu menuju ke saluran pemanfaatan air tampungan di hilir . Saluran pengambilan direncanakan menggunakan pipa beton K225 berdiameter 1,5 m dan panjang 250,50 m. Lokasi dan formasi saluran diusahakan sedemikian rupa, sehingga mudah untuk dihubungkan dengan menara penyadap dan terletak pada kondisi topografi dan geologi yang paling baik. Untuk penyambungan pipa digunakan angker blok beton bertulang K175 dengan klem agar pipa terjaga kestabilannya dari getaran-getaran aliran air serta tekanan tanah disekitar daerah sambungan tersebut. Perencanaan pipa menggunakan perhitungan HEC-HMS dengan acuan Q25, kebutuhan akan air baku, kebutuhan irigasi, dan kecepatan aliran pada pipa tersebut
2m/s.
V - 58
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
3. Terowongan Pengelak
Saluran pengelak berfungsi untuk mengelakkan air yang dibendung oleh Cofferdam agar tempat yang akan dibuat waduk benar-benar terbebas dari air.
Terowongan saluran pengelak menggunakan pipa beton bertulang K350, supaya lebih dapat lebih memudahkan pembuatannya serta pekerjaan pelaksanaannya dan memudahkan exploitasi pemeliharaannya maka dipilih pipa dengan diameter 6,0 m panjang 310 m yang
berpenampang lintang berbentuk ladam yang telah
distandardkan (standard horse-shoe shaped cross section). Pemilihan diameter pipa dengan menggunakan perhitungan HEC-HMS dan grafik hubungan harga/volume timbunan cofferdam dengan harga/volume beton bertulang. Setelah pembangunan waduk selesai, bagian ujung hulu pipa ditutup beton dan saluran pengelak ini juga berfungsi sebagai saluran pengambilan yang fungsinya sebagai saluran untuk mengalirkan air dari pintu air menara penyadap di hulu menuju ke saluran pemanfaatan air tampungan di hilir.
Diameter pipa (m)
Elevasi cofferdam (m)
Harga (dalam miliar rupiah)
= Kurva Elevasi Cofferdam = Kurva Diameter pipa outlet
Gambar 5.50 Grafik Hubungan Diameter Pipa Dengan Volume Timbunan
V - 59
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
4. Perencanaan Pintu Air
Elevasi dasar pintu air terletak diatas elevasi tampungan sedimen , elevasi tampungan sediman adalah +213,00. Direncanakan elevasi dasar pintu air yaitu +214m, Lubang sadap direncanakan berbentuk persegi. Dimensi lubang direncanakan berdasarkan elevasi muka air minimum dan maksimum tampungan . Pada saat muka air minimum, untuk memenuhi debit air yang akan dimanfaatkan diharapkan pintu air dalam keadaan dibuka penuh. Elevasi muka air maksimum
: +231,21 m
Elevasi muka air minimum
: +229,21 m
Q
= v.A
Q
: debit penyadap sebuah lubang (m3/dt) = 0,526 m3/dt (Q kebutuhan air)
A
: luas penampang penyadap (m2) = 2 x 0,25 m2
v
: kecepatan aliran (m/dt)
maka: Q
= V.A
0,526
= V . (2 x 0,25)
V
= 1,052 m/dt
2 m/dt
Memenuhi Syarat
Dari perhitungan diatas luas pintu air minimum yang diperlukan saat muka air minimum adalah 0,5 m2 (2 x 0,25 m2 ) dan didapat kecepatan aliran = 1,052 m/dt yang dimana dalam perencanaan kecepatan aliran dalam pipa tidak boleh melebihi 2 m/dt. Oleh sebab itu direncanakan pintu air berukuran lebar 0,5 m dan tinggi 0,5 m, dan pintu air tersebut berupa pintu sorong berbentuk persegi dari plat baja sebanyak 2 buah. Untuk operasional, pintu air disambung dengan batang ulir kemudian untuk mengoperasikan digunakan keran pemutar yang terletak pada ruang operasi menara penyadap.
V - 60
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Gambar 5.51 Detail Pipa Pengambilan dan Angker Blok
V - 61
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
BATANG ULIR D 30 BETON BERTULANG K 225
ELEVASI SEDIMEN +213,0 m
PINTU AIR +214,0 m
Gambar 5.52 Pintu Air 5.8. Operasional Pintu Air
Debit aliran air pada pintu air tergantung dari elevasi muka air tampungan dan besarnya bukaan pintu. Operator pintu air harus mengetahui elevasi muka air tampungan untuk menentukan besarnya bukaan pintu sehingga debit air yang disalurkan bisa sesuai. Debit air berdasarkan besarnya bukaan pintu air adalah : 2 g ∆H
Q
=CA
Q
: debit penyadap sebuah lubang (m3/dt) = 0,526 m3/dt (Q kebutuhan air)
A
: luas penampang penyadap (m2) = 2 x 0,25 m2
C
: koefisien debit = 0.62
g
: percepatan gravitasi = 9,8 m/det²
∆H
: tinggi air titik tengah lubang ke permukaan (m)
V - 62
BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI
Tabel 5.14 Operasional Pintu Air Elevasi muka air (m) 229.21 229,46 229.71 229.96 230.21 230.46 230.71 230.96 231.21
Bukaan pintu air (m) 0,09987 0,09903 0.09822 0.09742 0.09664 0.09588 0.09514 0.09441 0.09371
Sumber: Hasil Perhitungan
Bukaan Pintu (m)
Grafik Operasional Pintu Air 0.099 0.098 0.097 0.096 0.095 0.094 0.093 0.092 0.091 229.21
229,46
229.71
229.96
230.21
230.46
230.71
Elevasi Muka Air (m)
Gambar 5.53 Grafik Tinggi Bukaan Pintu dan Elevasi Tampungan untuk Memenuhi Debit Kebutuhan
V - 63