BAB V PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilakukan uji pendahuluan sebagai dasar penetapan konsentrasi granul ekstrak daun salam yang akan dipakai pada uji penelitian. Pada uji pendahuluan didapatkan LC50 sebesar 6.121,48 mg/100 ml. Menurut Ismail et al. (2007) LC50 adalah suatu nilai yang menunjukkan konsentrasi zat toksik yang dapat mengakibatkan kematian organisme sampai 50%. Hasil LC50 pada uji pendahuluan digunakan untuk menetapkan konsentrasi granul ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum) untuk uji penelitian yaitu sebesar 0,25 LC50, 0,5 LC50, LC50, 1,5 LC50, dan 2 LC50 (Yudhani, 2014). Sehingga konsentrasi granul ekstrak daun salam Syzygium polyanthum) yang digunakan untuk uji penelitian adalah sebesar 1.500, 3.000, 6.000, 9.000 dan 12.000 mg/100 ml. Dari tabel 4.2 diketahui bahwa pada semua kelompok perlakuan didapatkan adanya mortalitas larva Aedes aegypti L. Jumlah mortalitas larva meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi granul ekstrak daun salam. Dari tabel 4.2 juga diketahui bahwa pada kelompok kontrol yang berisi akuades dan dekstrin tanpa pemberian granul ekstrak daun salam tidak didapatkan adanya mortalitas larva. Hal ini menunjukkan akuades dan atau dekstrin tidak menyebabkan mortalitas larva Aedes aegypti L. pada kelompok perlakuan. Akuades tidak mempengaruhi mortalitas larva Aedes aegypti L. sesuai dengan pernyataan Gabriel (2001) bahwa akuades merupakan salah satu jenis air yang terlah terpenuhi syarat fisik, syarat kimia dan
44
45
bakteriologi sehingga akuades relatif tidak menyebabkan kematian suatu organisme. Dekstrin menurut Voight dalam Khotimah (2014) merupakan salah satu bahan pengikat yang biasa digunakan dalam pembuatan obat bentuk tablet. Dekstrin mempunyai sifat inert yang artinya tidak bereaksi/berpengaruh terhadap senyawa lain. Kemudian dari hasil uji Kruskal-Wallis yang disajikan pada tabel 4.4 diketahui bahwa nilai p = 0,01. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan rerata mortalitas larva Aedes aegypti L. yang signifikan di antara kelompok perlakuan. Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa granul ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum) dapat menyebabkan mortalitas larva Aedes aegypti L. Penelitian Lumowa dan Trani (2015) yang menggunakan ekstrak murni daun salam (Syzygium polyanthum) sebagai larvasida Aedes aegypti L. juga menunjukkan hasil yang serupa dengan penelitian ini. Pada penelitian tersebut diketahui bahwa ekstrak murni daun salam (Syzygium polyanthum) menyebabkan mortalitas larva Aedes aegypti L. sebanyak 50% pada konsentrasi 657,65 mg/100 ml. Terjadinya mortalitas larva Aedes aegypti L. ini kemungkinan disebabkan karena pengaruh dari metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak daun salam berupa saponin, tanin, flavonoid dan alkaloid. Metabolit sekunder tersebut bersifat toksik terhadap larva Aedes aegypti L. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Gunawan dan Sri (2004) bahwa saponin mempunyai sifat sebagai racun pencernaan. Selain itu, menurut Aminah et al. (2001) saponin juga dapat menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus larva sehingga dinding digestivus menjadi korosif. Tanin yang terkandung dalam ekstrak daun salam juga mempunyai peran dalam mortalitas larva pada
46
kelompok perlakuan. Menurut Farida (2000) tanin menghambat aktivitas enzim pencernaan larva dengan cara membentuk ikatan protein-enzim yang menyebabkan substrat/makanan tidak dapat dicerna oleh larva. Flavonoid dan alkaloid yang terkandung dalam ekstrak daun salam juga menyebabkan kerusakan pada sistem saraf larva. Menurut Cania (2013) alkaloid merusak sistem saraf larva dengan cara menghambat aktivitas enzim acetylcholinesterase, sedangkan flavonoid menghambat aktivitas pernafasan larva sehingga larva tidak dapat bernafas dan akhirnya mati. Berdasarkan hasil analisis probit diketahui bahwa nilai LC50 sebesar 7.166,51 mg/100 ml. Menurut Zubaidah dan Darmiah (2013), suatu larvasida alami dianggap efektif jika kemampuan daya larvasidanya mendekati daya larvasida abate 1% yang mampu membunuh 100% larva dalam waktu 24 jam dengan konsentrasi 1%. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa meskipun granul ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum) mempunyai efek larvasida terhadap larva Aedes aegypti L, tetapi daya larvasidanya jauh lebih rendah daripada daya larvasida abate. Penelitian ini kemudian dibandingkan dengan penelitian Lumowa dan Trani (2015) yang menggunakan ekstrak murni daun salam (Syzygium polyanthum) sebagai larvasida Aedes aegypti L. Penelitian Lumowa dan Trani (2015) menunjukkan LC50 sebesar 657,65 mg/100 ml, sedangkan pada penelitian ini LC50 sebesar 7.166,51 mg/100 ml. Konsentrasi 7.166,51 mg/100 ml ini bukan merupakan konsentrasi ekstrak murni melainkan konsentrasi granul yang di dalamnya mengandung campuran ekstrak murni dan dekstrin dengan perbandingan 1 : 9. Bila konsentrasi granul
tersebut
dikonversikan
menjadi
konsentrasi
ekstrak
murni,
maka
47
konsentrasinya menjadi 716,65 mg/100 ml. Jika dilihat dari LC50 maka penelitian Lumowa dan Trani (2015) menunjukkan hasil yang lebih efektif karena pada penelitian Lumowa dan Trani (2015) LC50 sebesar 657,65 mg/100 ml, sedangkan pada penelitian ini LC50 sebesar 716,65 mg/100 ml. Perbedaan LC50 ini kemungkinan disebabkan karena perbedaan bentuk ekstrak yang digunakan. Pada penelitian Lumowa dan Trani (2015) ekstrak yang digunakan dalam bentuk gel, sedangkan pada penelitian ini ekstrak yang digunakan dalam bentuk granul dimana terdapat campuran dekstrin di dalamnya sehingga kadar ekstrak murninya lebih sedikit. Selain itu perbedaan LC50 kemungkinan disebabkan karena perbedaan jumlah metabolit sekunder yang terkandung pada ekstrak tersebut. Perbedaan jumlah kandungan metabolit sekunder ini bisa terjadi karena perbedaan lingkungan tanaman sebagaimana yang diungkapkan Brielmann (2006) bahwa faktor lingkungan sangat berperan dalam regulasi biosintesis metabolit tumbuhan. Daun salam pada penelitian Lumowa dan Trani (2015) diambil dari tanaman yang tumbuh di daerah Kalimantan sedangkan daun salam pada penelitian ini diambil dari tanaman yang tumbuh di daerah Jawa. Bentuk granul pada penelitian ini dipilih karena mengadaptasi bentuk granul abate SG 1% yang telah lama digunakan masyarakat. Bentuk granul lebih tahan lama dalam penyimpanan, tidak mengubah warna air dan mudah diaplikasikan. Namun dari hasil penelitian diketahui bahwa pada kelompok perlakuan warna airnya berubah menjadi keruh. Perubahan warna air menjadi keruh ini bukan disebabkan karena adanya dekstrin karena pada kelompok kontrol yang berisi akuades dan dekstrin
48
warna air tetap jernih. Perubahan warna air ini kemungkinan disebabkan karena pengaruh ekstrak daun salam. Di sisi lain keruhnya air bukan menjadi penyebab mortalitas larva pada kelompok perlakuan. Menurut Fauziah (2012) larva Aedes aegypti L. mampu hidup baik pada air yang jernih maupun pada air yang keruh. Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yaitu konsentrasi dekstrin dan granul ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum) yang digunakan pada uji pendahuluan tidak sesuai dengan penghitungan. Hal ini dikhawatirkan berpengaruh terhadap jumlah mortalitas larva Aedes aegypti L. pada uji pendahuluan. Konsentrasi granul yang digunakan seharusnya 2.250, 4.500, 6.750 dan 9.000 mg/100 ml serta konsentrasi dekstrin sebesar 8.300 mg/100 ml. Keterbatasan pada penelitian ini disebabkan karena persediaan granul ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum) tidak terlalu banyak.