BAB V PEMBAHASAN
A. Uji Tekanan Darah Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada hewan uji yang diinduksi larutan NaCl 8%, didapatkan hasil berupa penurunan rerata tekanan darah sebelum dan sesudah perlakuan dengan menggunakan ekstrak etanol daun belimbing wuluh. Pada kelompok kontrol negatif (dengan pemberian aquadest) terjadi peningkatan rerata tekanan darah. Hal ini kemungkinan dikarenakan kelompok tersebut hanya mendapatkan aquadest dan induksi tetap berlanjut sehingga menyebabkan tekanan darah hewan uji meningkat. Pada kelompok kontrol positif (dengan pemberian Hidroklorotiazid 0,225 mg/100gBB) terjadi penurunan namun tidak begitu besar. Penurunan tersebut masih berada dibawah ketiga kelompok dosis perlakuan. Pada kelompok perlakuan dengan tiga variasi dosis (57,5 mg/100gBB, 115 mg/100gBB, dan 172,5 mg/100gBB) juga terjadi penurunan rerata tekanan darah. Kelompok dosis III (172,5 mg/100gBB) mengalami penurunan rerata tekanan darah yang terbesar. Selanjutnya diikuti kelompok dosis II (115 mg/100gBB) dan kelompok dosis I (57,5 mg/100gBB). Data rerata penurunan tekanan darah pada kelima kelompok perlakuan dianalisis perbedaannya dengan uji Friedman. Hasil uji Friedman terhadap penurunan rerata tekanan darah diastol pada kelima kelompok perlakuan didapatkan nilai p sebesar < 0,05. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan penurunan tekanan darah diastol yang bermakna sebelum dan sesudah perlakuan dengan ekstrak etanol daun belimbing wuluh.
58
59
Hasil pengukuran tekanan darah menunjukkan adanya perbedaan rerata tekanan darah diastol diantara kelima kelompok perlakuan. Hal ini kemungkinan karena adanya respon individual dari hewan uji. Respon individual tersebut dapat berupa variasi kepekaan tikus putih jantan terhadap zat dan obat yang digunakan, keadaan ginjal tikus putih jantan, serta adanya stres yang terjadi pada hewan uji akibat adaptasi lingkungan tempat percobaan (Ngatidjan, 2006). Pada uji statistik post hoc Wilcoxon didapatkan nilai p < 0,05 pada rerata tekanan darah diastol kelompok dosis III, hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada rerata tekanan darah diastol sebelum dan sesudah perlakuan dengan menggunakan ekstrak etanol daun belimbing wuluh. Berdasarkan penjelasan diatas, diketahui bahwa ekstrak etanol daun belimbing wuluh dapat menurunkan tekanan darah. Hal ini kemungkinan melalui mekanisme penghambatan terhadap kerja enzim ACE (Angiotensin Converting Enzym) dan peningkatan volume urin (efek diuresis) oleh flavonoid dan ion kalium yang dikandungnya. Hasil pada penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Irawati pada tahun 2015. Irawati (2015) melaporkan bahwa flavonoid yang terkandung di dalam ekstrak daun avocado (Persea americana mill) diperkirakan dapat mempengaruhi kerja dari Angiotensin Converting Enzym (ACE) dalam sistem RAA (ReninAngiotensin-Aldosteron).
Penghambatan
ACE
akan
menginhibisi
perubahan
angiotensin I menjadi angiotensin II, yang menyebabkan vasodilatasi sehingga tekanan resistensi perifer turun dan dapat menurunkan tekanan darah. Selain itu, penelitian ini juga didukung oleh Fankania pada tahun 2011. Fankania (2011) melaporkan bahwa senyawa flavonoid dalam ekstrak daun teh hijau (Camellia sinensis L.) mampu menurunkan tekanan darah dan memperbaiki mikroskopis
60
miokard pada tikus putih. Pada penelitian tersebut, penurunan tekanan darah diperkirakan dapat melalui mekanisme efek diuresis pada teh hijau. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Wijayanti (2012) mengenai senyawa flavonoid terhadap efek antihipertensi ekstrak etanol 70% buah oyong (Luffa acutangula (L) Roxb) pada tikus putih jantan yang diinduksi natrium klorida. Wijayanti (2012) menyatakan bahwa ekstrak buah oyong mampu menurunkan tekanan darah. Hal tersebut diperkirakan karena adanya kandungan flavonoid pada buah oyong yang dapat menghambat kerja dari Angiotensin Converting Enzym (ACE) yang akan menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Norman tahun 2008. Norman (2008) menyatakan bahwa jus buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) dalam konsentrasi 5% menghambat Angiotensin Converting Enzym (ACE). Pemberian captopril sebanyak 15% dan jus buah mengkudu dengan konsentrasi 10% dapat menghambat ACE sebesar 20%. Hal tersebut diperkirakan karena jus buah mengkudu mengandung senyawa flavonoid yang menghambat kerja ACE sehingga angiotensin I tidak diubah menjadi angiotensin II sehingga menyebabkan vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah. Selain itu juga flavonoid dapat menyebabkan penurunan sekresi ADH sehingga absorpsi air berkurang, akibatnya tekanan darah menurun. Susilo et al. (2013) melaporkan bahwa dalam penelitian yang dilakukannya terkait senyawa flavonoid dan ion kalium terhadap efek antihipertensi ekstrak etanol daun sukun (Artocarpus altilis (Park) Fosberg.) pada tikus putih jantan menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mampu menurunkan tekanan darah. Flavonoid mempengaruhi kerja dari Angiotensin Converting Enzym (ACE). Penghambatan ACE akan menginhibisi perubahan angiotensin I menjadi angiotensin
61
II, yang menyebabkan vasodilatasi sehingga tekanan resistensi perifer turun dan dapat menurunkan tekanan darah. Sedangkan kalium bekerja dengan menurunkan resistensi pembuluh darah perifer yang secara langsung dapat melebarkan arteri, peningkatan pengeluaran air dan natrium dari tubuh, penekanan sekresi renin angiotensin, dan stimulasi dari aktivitas pompa natrium-kalium. Kalium mempunyai efek natriuretik dengan cara menghambat pelepasan renin-angiotensin yang dapat meningkatkan ekskresi natrium dan air. Hal tersebut, menyebabkan terjadinya penurunan volume plasma, curah jantung, dan tekanan perifer sehingga tekanan darah akan turun (Debra, 2004; Kotchen, 2006).
B. Uji Efek Diuresis Penelitian uji efektivitas diuretik berbagai dosis ekstrak etanol daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus) ini bertujuan untuk mengetahui efek diuresis berbagai dosis ekstrak yang diujikan pada tikus putih model hipertensi. Efek diuresis terjadi akibat penghambatan reabsorbsi ion Na+ dan Cl- yang tersisa di tubulus bekerja dengan cara osmotik untuk menurunkan reabsorbsi air (Guyton, 2012). Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air, dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah (Nafrialdi, 2007). Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap efek diuresis ekstrak etanol daun belimbing wuluh dengan menggunakan kontrol positif berupa hidroklorotiazid, obat ini mengalami kenaikan volume urin mulai waktu pengamatan 6 jam I kemudian menurun setelah 6 jam berikutnya. Hal ini sesuai dengan teori yang disebutkan oleh Arini dan Amroni (2006) bahwa onset dari aksi diuretik hidroklorotiazid pada
62
pemakaian per oral adalah sekitar 2 jam dengan kadar plasma tertinggi dicapai dalam 4-6 jam dan masa kerja 6-12 jam. Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan adanya efek diuresis ekstrak etanol daun belimbing wuluh pada seluruh waktu pengukuran, namun hanya pada waktu 6 jam I, II, dan III yang terdapat perbedaan bermakna secara statistik dengan nilai P < 0,05. Pada penelitian ini pengaruh dosis I (57,5 mg/100 g BB) menimbulkan efek diuresis dibawah hidroklorotiazid, dosis II (115 mg/100 g BB) menimbulkan efek diuresis yang hampir setara dengan hidroklorotiazid. Sedangkan pada pemberian dosis III (172,5 mg/100 g BB) menunjukkan efek diuresis yang ditimbulkan berada diatas hidroklorotiazid. Pada gambar 4.1 terlihat ketiga kelompok dosis mengalami kenaikan volume urin sampai 6 jam III dan mencapai puncaknya pada titik pengukuran tersebut kemudian mulai mengalami penurunan. Adanya peningkatan dosis tidak menimbulkan terjadinya hambatan dalam mengabsorbsi ekstrak etanol daun belimbing wuluh, tetapi tetap menunjukkan kemampuan absorbsi yang baik, yang terlihat pada kemiripan pola kurva tiap dosisnya. Hal ini ditunjukkan pada kurva dosis III yang tetap berada diatas kurva dosis II, begitu pula kurva dosis II yang tetap berada di atas kurva dosis I. Dosis III merupakan dosis yang paling tinggi yang digunakan, sehingga dapat diasumsikan kadar flavonoid dan ion kalium yang dikandung lebih banyak dibandingkan dosis I dan dosis II. Dengan demikian, semakin besar dosis ekstrak etanol daun belimbing wuluh yang diberikan maka semakin kuat pula efek diuresisnya. Pada uji statistik Post Hoc Mann-Whitney terdapat beberapa kelompok yang mengalami perbedaan volume urine secara bermakna pada waktu pengamatan 6 jam I, II, dan III, namun tidak pada 6 jam IV. Pada waktu pengamatan 6 jam I, terdapat perbedaan volume urin yang bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan
63
kelompok kontrol positif, kelompok kontrol positif dengan kelompok dosis 1, dan kelompok kontrol positif dengan kelompok dosis III. Pada waktu pengamatan 6 jam II, terdapat perbedaan volume urin yang bermakna antara kelompok dosis I dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok kontrol positif. Sedangkan pada waktu pengamatan 6 jam III, terdapat perbedaan volume urin yang bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok dosis II. Selain itu juga antara ketiga kelompok dosis ekstrak etanol daun belimbing wuluh tersebut tidak mempunyai perbedaan yang bermakna secara statistik pada seluruh waktu pengukuran. Hasil penelitian yang dilakukan telah membuktikan bahwa ekstrak etanol daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) yang memiliki kandungan flavonoid di dalamnya menunjukkan adanya efek diuresis. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan volume urin tikus jantan. Flavonoid dapat menyebabkan penurunan retensi air dan garam oleh ginjal, sekresi aldosteron, dan sekresi Anti Diuretic Hormone (ADH) oleh kelenjar hipopituitari. Sekresi aldosteron yang menurun berefek terhadap penurunan retensi air dan garam oleh ginjal, sedangkan penurunan sekresi ADH menyebabkan penurunan absorpsi air. Penurunan retensi air dan garam serta absorpsi air menyebabkan volume urin meningkat (Loizzo, 2007). Ditinjau dari kandungan senyawa dari hasil pengujian fitokimia didapatkan bahwa daun belimbing wuluh memiliki kandungan senyawa alkaloid, flavonoid, dan saponin (Roy et al., 2011). Patel et al. (2009) melaporkan bahwa dalam penelitian yang dilakukannya tentang aktivitas diuretik ekstrak metanol Lepidium sativum pada tikus putih jantan menyatakan bahwa kandungan flavonoid yang terkandung dalam ekstrak metanol Garden Cress (Lepidium sativum) kemungkinan memberikan efek diuretik pada tikus putih jantan.
64
Anshori (2007) melaporkan bahwa dalam penelitiannya mengenai senyawa flavonoid dalam ekstrak akar nanas sebagai diuretik secara signifikan juga terbukti dapat meningkatkan produksi urin pada tikus putih jantan. Hal tersebut diperkirakan karena senyawa flavonoid tersebut bekerja dengan cara meningkatkan ekskresi natrium dan klorida yang menyebabkan peningkatan volume urin. Penelitian Landiasari (2011) terkait senyawa flavonoid dalam jus buah nanas (Ananas comosus Merr.) pada tikus putih jantan menunjukkan hasil adanya peningkatan volume urin. Landiasari (2011) melaporkan bahwa semakin tinggi dosis jus buah nanas yang diberikan, maka semakin tinggi kandungan flavonoid dalam dosis tersebut, hal tersebut menyebabkan adanya perbedaan efek diuresis pada masing-masing kelompok perlakuan. Sulastri (2008) melaporkan bahwa dalam penelitiannya mengenai senyawa flavonoid dalam ekstrak etanol 70% daun tapak liman (Elephantopus scaber L.) secara signifikan juga terbukti dapat meningkatkan produksi urin pada tikus putih jantan. Hal ini dikarenakan flavonoid yang terkandung dalam ekstrak tersebut diduga mampu bekerja dengan meningkatkan ekskresi ion natrium dan klorida yang menyebabkan adanya peningkatan volume urin. Pada penelitian yang dilakukan oleh Evanti (2012) tentang senyawa flavonoid terhadap uji efektivitas diuretik ekstrak seledri (Apium graviolens L.) pada tikus putih jantan, menggunakan 3 pembagian dosis, dosis I (1,2/3ml), dosis II (2,4/3ml), dan dosis III (4,8/3ml). Evanti (2012) melaporkan bahwa dosis II (2,4 g/3ml) menghasilkan volume urin rata- rata tertinggi dan menghasilkan efek diuresis yang paling kuat. Menurut teori okupansi reseptor, peningkatan dosis obat tidak akan berarti lagi jika Emax telah tercapai, hal ini terjadi karena pada tahap ini semua reseptor yang ada telah diduduki oleh obat (Setiawati et al., 2007). Namun, hal tersebut tidak
65
berlaku pada penelitian ini, karena pada penambahan dosis terjadi peningkatan efek diuresis, dan dosis III (172,5 mg/100 g BB) memiliki efek diuresis yang paling kuat. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pada penelitian ini Emax belum tercapai. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun belimbing wuluh dapat menurunkan tekanan darah pada hewan uji serta memiliki efek diuresis dan perbedaan efek diuresis ekstrak tersebut disebabkan karena adanya perbedaan dosis yang diberikan pada ketiga kelompok perlakuan, sehingga kadar zat yang dikandung didalamnya juga berbeda. Pada ekstrak etanol daun belimbing wuluh dosis III kandungan ekstraknya lebih pekat daripada ekstrak dosis I dan II, sehingga dapat dinyatakan bahwa kadar flavonoid dan ion kalium yang terkandung didalamnya juga lebih banyak sehingga dapat memberikan pengaruh diuresis yang lebih kuat serta menyebabkan penurunan tekanan darah yang lebih besar.