147
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan: a. Remaja kelas XII SMA PGII 1 Bandung tahun ajaran 2009/2010 secara umum memiliki persepsi pola asuh yang bervariasi, yaitu otoriter (authoritarian), acuh tak acuh (leissez-faire) dan demokratis (authoritative). Tipe pola asuh demokratis (authoritative) merupakan pola asuh yang paling banyak dipersepsi oleh remaja kelas XII SMA PGII 1 Bandung tahun ajaran 2009/2010 jika dibandingkan tipe pola asuh yang lain. b. Secara umum remaja kelas XII SMA PGII 1 Bandung tahun ajaran 2009/2010 memiliki kecerdasan emosional tergolong tinggi. Artinya, dapat dikatakan remaja memiliki kemampuan untuk mengenali emosi, mengelola emosi, memanfaatkan emosi secara produktif, berempati, dan membina hubungan dengan orang lain. c. Pola asuh orang tua memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan kecerdasan emosional remaja kelas XII SMA PGII 1 Bandung tahun ajaran 2009/2010. Hal tersebut menunjukkan pola asuh orang tua memiliki peranan yang penting dengan kecerdasan emosional remaja. d. Terdapat hubungan yang positif dan tidak memiliki hubungan yang signifikan antara persepsi remaja tentang pola asuh orang tua otoriter (authoritarian)
148
dengan kecerdasan emosional remaja kelas XII SMA PGII 1 Bandung tahun ajaran 2009/2010. Artinya semakin tinggi persepsi remaja tentang pola asuh orang tua otoriter (authoritarian) yang diterapkan maka semakin tinggi kecerdasan emosional remaja. e. Terdapat hubungan yang negatif dan tidak memiliki hubungan yang signifikan antara persepsi remaja tentang pola asuh orang tua acuh tak acuh (leissezfaire) dengan kecerdasan emosional remaja kelas XII SMA PGII 1 Bandung tahun ajaran 2009/2010. Artinya semakin tinggi persepsi remaja tentang pola asuh orang tua acuh tak acuh (leissez-faire) yang diterapkan maka semakin rendah kecerdasan emosional remaja. f. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi remaja tentang pola asuh orang tua demokratis (authoritative) dengan kecerdasan emosional remaja kelas XII SMA PGII 1 Bandung tahun ajaran 2009/2010, artinya semakin tinggi persepsi remaja tentang pola asuh orang tua demokratis (authoritative) yang diterapkan maka semakin tinggi kecerdasan emosional remaja.
149
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi Pihak Sekolah Sekolah
memiliki
peranan
yang
penting
dalam
perkembangan
kecerdasan emosional, maka ada beberapa hal yang dapat dijadikan saran bagi pihak sekolah, yaitu: a. Sekolah dapat melakukan penyediaan sarana dan prasarana seperti adanya kegiatan-kegiatan di sekolah yang mengacu pada kegiatan yang bersifat pengembangan kemampuan dan kecerdasan emosional remaja. b. Untuk remaja yang kecerdasan emosionalnya relatif rendah, sekolah dapat memberikan
bimbingan
konseling
untuk
meningkatkan
kualitas
kecerdasan emosional remaja. 2. Bagi Guru Adapun saran bagi guru di sekolah adalah sebagai berikut: a. Guru dapat mengembangkan metode pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam aspek kecerdasan emosional dengan cara lebih sering berdialog dengan siswa dan senantiasa memberikan pengarahan dan semangat kepada para siswanya. b. Guru dapat menciptakan suasana di kelas yang lebih interaktif agar siswa terdorong berani untuk bertanya atau mengeluarkan pendapat sehingga tercipta suasana sosial yang harmonis.
150
c. Guru dapat membangun kehangatan dan keterbukaan kepada siswa di dalam dan di luar kelas melalui tegur sapa atau guru bisa menjadi tempat siswa bercerita tentang masalah yang dialaminya. 3. Bagi Orang Tua (bahan artikel untuk koran/ mading/ majalah yang dapat dibaca oleh orang tua) Peran Orang Tua dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosional Remaja Kuat atau tidaknya pengaruh pola asuh yang dirasakan oleh remaja terhadap kemampuan kecerdasan emosional remaja tergantung pada kualitas dan kuantitas dari konsisten dan pemenuhan kebutuhan remaja oleh sikap orang tua. Orang tua merupakan orang yang berpengaruh (significan other) dalam pengembangan kecerdasan emosional remaja, sehingga orang tua perlu memiliki pemahaman dan keterampilan agar menjadi umpan balik yang berkualitas, terutama ketika membimbing dan mendampingi remaja dalam manjalin hubungan dengan orang tua. Cara orang tua dalam membimbing dan mendampingi remaja berkaitan erat dengan respon orang tua terhadap perlakuan remaja, yaitu menciptakan suasana yang hangat serta penuh kasih sayang dalam keluarga, menerima remaja sesuai dengan kemampuannya, memberi kesempatan kepada remaja untuk lebih mengembangkan kecerdasan emosional, membantu remaja untuk mengembangkan kemampuan sosialnya sesuai dengan kaidah norma sosial yang berlaku, memberikan remaja alternatif-altrenatif dalam mementukan
151
pilihan
serta
memberi
remaja
tanggung
jawab
berdasarkan
tahap
perkembangan remaja. Setiap orang tua mempunyai kecenderungan tertentu dalam menerapkan pola pengasuhan. Disaat tertentu mungkin orang tua lebih otoriter (authoritarian), tetapi disaat yang lain mungkin lebih acuh tak acuh (leissezfaire) atau demokratis (authoritative). Menurut Sigelma dan Shaffer (Yusuf, 2000:92) pola asuh orang tua digolongkan menjadi tiga yaitu: 1). Otoriter (authoritarian) Pola asuh orang tua yang bersifat otoriter mempunyai ciri-ciri sikap kepercayaan rendah namun kontrolnya tinggi, suka menghukum secara fisik, bersikap mengomando (menghasilkan atau memerintah remaja untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi), bersikap keras, cenderung
emosional
dan
bersikap
menolak
sehingga
dapat
mempengaruhi perkembangan sosial dan emosionalnya. Sikap orang tua yang otoriter akan membentuk remaja menjadi sulit untuk membina hubungan dengan orang lain seperti bertingkah laku mudah tersinggung, penakut, pemurung, mudah terpengaruh, mudah stress. Perilaku remaja seperti itu, akan membuat remaja menjadi sulit untuk berinteraksi dengan teman serta lingkungannya, karena remaja tidak dapat mengelola emosi dengan baik dan tidak bersahabat. 2). Acuh Tak Acuh (feissez-faire) Pola asuh leissez-faire adalah membiarkan remaja bertindak sendiri tanpa
memonitir
dan
membimbingnya,
bersikap
masa
bodoh,
152
membiarkan saja apa yang dilakukan remaja, kurangnya keakraban dan hubungan yang hangat dalam keluarga. Sikap orang tua yang terlalu membebaskan tersebut akan membentuk anak sulit untuk dapat mengelola
emosinya
sendiri,
misalnya
bersikap
agresif,
suka
memberontak, suka mendominasi, dikarenakan remaja tidak dapat mengungkapkan emosinya dengan tepat sehingga remaja tidak dapat mengendalikan dirinya untuk bertingkah laku agresif kepada orang lain serta
kurangnya
percaya
diri
sehingga
remaja
kurang
berani
mengekpresikan kemampuannya. 3). Demokratis (authoritative) Perlakuan orang tua yang bersifat demokratis adalah orang tua dalam
menentukan
peratuan-peraturan
terlebih
dahulu
mempertimbangkan dalam mencari jalan keluar suatu permasalahan, hubungan antar keluarga saling menghormati, adanya hubungan yang harmonis antar anggota keluarga, adanya komunikasi dua arah, memberikan bimbingan dengan penuh perhatian. Sikap orang tua yang demokratis akan dapat mendukung perkembangan emosional remaja. Sikap orang tua yang melibatkan remaja dalam menentukan peraturan yang akan ditentukan memberikan contoh dan membentuk remaja untuk dapat membina hubungan dengan orang lain, seperti dapat bekerja sama dengan orang lain. Dalam pola asuh orang tua demokratis juga dapat membentuk remaja untuk mengembangkan sikap empatinya seperti anak lebih
153
mampu menerima sudut pandang dari orang lain, remaja juga dapat bersikap bersahabat, memiliki rasa percaya diri untuk mengungkapkan pendapat diri sendiri.
Dengan berbagai macam pola asuh, orang tua harus dapat melihat dan mempertimbangkan pola asuh mana yang dapat membantu atau menghambat perkembangan kecerdasan emosional. Berikut ini merupakan saran bagi orang tua yang cenderung menggunakan salah satu gaya pola asuh dalam mengasuh remaja. Orang tua yang cenderung mengasuh remaja dengan menggunakan pola asuh demokratis (outhoritative) hendaknya lebih memperhatikan kondisi emosi remaja yang terkadang kurang stabil dalam berperilaku dengan memberikan kehangatan serta menerima keadaan remaja apa adanya. Pemberian kebebasan kepada remaja dalam mewujudkan keinginannya, hendaknya perlu mendapat kontrol dari orang tua sehingga orang tua dan remaja saling mengtahui keinginan antara kedua belah pihak dan orang tua dapat
membimbing
remaja
dalam
mengembangkan
keterampilan–
keterampilan hidup. Orang tua yang cenderung mengasuh remaja dengan menggunakan pola asuh otoriter (aothoritarian) hendaknya lebih memperhatikan perkembangan emosi remaja yang kurang stabil, perkembangan sosial yang cenderung sulit menjalin hubungan akrab dengan orang lain, serta perkembangan berfikir remaja. Upaya yang dapat dilakukan oleh orang tua yang menggunakan pola
154
asuh gaya otoriter adalah memberikan kebebasan kepada remaja untuk mengungkapkan dan mewujudkan pemikiran serta perasaan dan keikutsertaan dalam berbagai diskusi sehingga mereka dapat mempelajari keterampilanketerampilan hidup yang lain dengan baik sebagai bekal dalam menjalani tahap perkembangan selanjutnya. Perlu upaya yang cukup keras bagi orang tua yang menggunakan pola asuh acuh tak acuh (leissez-faire) untuk mendidik remajanya agar lebih mampu bertahan dalam menjalani kehidupan. Untuk itu, orang tua yang cenderung mengasuh remaja dengan menggunakan pola asuh acuh tak acuh, hendaknya membatasi kebebasan yang diberikan kepada remaja dan cenderung lebih memperhatikan perkembangan rasa tanggung jawab remaja terhadap perilakunya dengan mengontrol prilaku mereka. Remaja yang diasuh dengan pola asuh acuh tak acuh terlihat lebih labil dibandingkan dengan remaja yang diasuh dengan pola asuh yang lain, sehingga jika dibiarkan terus-menerus dalam jangka waktu yang lama akan banyak mengalami permasalahan, salah satunya adalah terjerumus dalam pemakaian napza atau pergaulan bebas. Hal tersebut dikarenakan remaja yang diasuh dengan pola asuh acuh tak acuh kurang mendapatkan dukungan, perhatian dari orang tua dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya dan cenderung merasa diabaikan keberadaannya. Apapun yang dilakukan oleh remaja tidak akan memberikan pengaruh bagi orang tuanya dan dia dapat melakukan apapun yang diinginkannya. Orang tua yang cenderung mengasuh remaja dengan menggunakan pola asuh
155
acuh tak acuh, hendaknya lebih memperhatikan kebutuhan-kebutuhan remaja, mengikutsertakan remaja dalam diskusi atau pengambilan keputusan, mendengarkan keinginan serta keluhannya dan mengontrol perilaku remaja melalui
pemberian
tanggung
jawab
agar
remaja
lebih
menghargai
kehidupannya dengan belajar keterampilan-keterampilan hidup yang lain. 4. Bagi peneliti selanjutnya Mengingat penelitian masih memiliki keterbatasan, maka saran bagi peneliti selanjutnya, yaitu: a. Mengembangkan penelitian terhadap jumlah populasi yang lebih besar dan dapat mengembangkan penelitian dengan metode dan instrumen penelitian yang diberikan kepada orang tua sehingga dapat menambah khasanah keilmuan khususnya keilmuan psikologi. b. Meneliti perbedaan berbagai aspek yang berkenaan dengan persepsi remaja terhadap pola asuh orang tua dengan kecerdasan emosional remaja, misalnya dilihat dari jenis kelamin, jenjang pendidikan, latar belakang ekonomi, dan lain sebagainya. c. Penelitian yang telah dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif, untuk
itu
direkomendasikan
kepada
peneliti
selanjutnya
dapat
menggunakan pendekatan yang berbeda yaitu penelitian kualitatif agar data yang diperoleh dapat dilakukan kajian yang lebih mendalam terhadap orang tua yang menerapkan pola asuh tersendiri seperti otoriter (outhoritarian), acuh tak acuh (leissez-faire), demokratis (authoritative).
156
d. Mengembangkan penelitian tentang pola asuh orang tua yang lebih spesifik sehingga dapat melihat besarnya pengaruh pola asuh orang tua terhadap kecerdasan emosional remaja dan dapat menambah khasanah keilmuan khususnya keilmuan psikologi.