Bab V Konsep Perancangan Kawasan TOD Dukuh Atas Melalui Hasil Analisis dirumuskan konsep perancangan bagi kawasan transit intermoda Dukuh Atas sebagai berikut
V.1 Visi dan Misi Pengembangan Kawasan Dukuh Atas V.1.1 Visi Pengembangan Kawasan Dukuh Atas Pengembangan kawasan Dukuh Atas memiliki visi sebagai berikut: ”Pengembangan
Menciptakan
Perancangan
Distrik
Transit
yang
Terintegrasi dan Menawarkan Keramahan serta Pengalaman Unik dalam Berkegiatan dan Mengenal Jakarta”1 Visi ini kemudian disederhanakan dalam bentuk slogan pemasaran (marketing slogan) sebagai berikut : “Hospiltality of Jakarta Transit City”
Dengan visi tersebut, Kawasan Dukuh Atas diarahkan untuk menjadi kawasan pusat kota yang memiliki kekhasan sebagai area transit sekaligus mewakili keunikan Jakarta. Dengan demikian setiap orang yang datang ke kawasan ini, baik penduduk asli Jakarta, penduduk komuter, wisatawan bisnis, maupun wisatawan mancanegara merasakan keberadaannya di pusat kota Jakarta.
Gambar V.1. “Hospitality of Jakarta Transit City”. Sumber: gettyimages.com
1
Hasil adaptasi dari Visi Perencanaan Kawasan Dukuh Atas_“Mendorong terjadinya integrasi fungsi kawasan Dukuh Atas dan sekitarnya, khususnya dalam hal mengintegrasikan layanan antar moda sehingga dapat mendukung pengembangan kawasan ekonomi prospektif ThamrinSudirman” (Bapeko Jakarta Pusat, 2006)_dengan konsep perencanaan kompetensi utama dan keunikan kawasan.
98
V.1.2 Misi Pengembangan Kawasan Dukuh Atas Untuk mencapai visi diatas maka dirumuskan misi pengembangan kawasan Dukuh Atas sebagai berikut: (1) Menciptakan kawasan transit yang aktif dan akomodatif bagi berbagai kegiatan. Misi ini dimaksudkan agar kawasan Dukuh Atas dapat berkembang optimal bagi berbagai jenis kegiatan dengan adanya sinergi dengan fungsi transit secara efektif dan efisien. Pada kerangka ini peluang-peluang yang dimunculkan oleh fungsi transit akan membawa kekhasan bagi pengembangan kawasan. (2) Menciptakan identitas dan ‘Sense of Place’ yang kuat bagi kawasan Sebuah kawasan akan memiliki arti saat identitasnya dikenal dan memiliki kesan yang kuat sebagai sebuah ‘place’. Tanpa memunculkan identitasnya, Kawasan Dukuh Atas dengan predikatnya sebagai kawasan transit hanya akan menjadi sebuah tempat peralihan (transit). Dengan demikian Kawasan ini harus memunculkan identitasnya sebagai kawasan pusat dati jantung kota Jakarta.
V.1.3 Tujuan dan Sasaran Visi dan misi pengembangan kawasan Dukuh Atas ini harus dijabarkan menjadi seperangkat tujuan dan sasaran sehingga dapat dirinci menjadi kriteria, dan indikator yang dituangkan dalam sebuah rancangan (lihat Tabel V.1.1). Dalam menjalankan misi “Menciptakan Kawasan Transit yang Aktif dan Akomodatif bagi Berbagai Kegiatan”, perlu dicapai tujuan-tujuan sebagai berikut: (1) Menciptakan kawasan TOD yang bersinergi dengan fungsi transit. Untuk itu, kawasan TOD Dukuh Atas harus dapat mendukung kegiatan transit dengan standar perencanaannya, serta mengatasi permasalahan tersebarnya titik transit dalam sebuah integrasi. Selain itu, sebuah pergerakan adalah sebuah fungsi aktifitas yang melibatkan interaksi abstrak dari manusia. Oleh karena itu fungsi mixed use dalam sebuah fasilitas transit dapat menjadi respon terhadap
99
interaksi ini. Sehingga
sasaran-sasaran yang perlu dijadikan fokus
pengembangan antara lain adalah: a. menciptakan fasilitas transit intermoda yang terintegrasi b. Memaksimalkan potensi konfigurasi land use pada mixed use akibat fungsi transit c. Menata elemen sirkulasi dalam kawasan yang akomodatif bagi kegiatan transit (2) mendukung vitalitas dan kekuatan pusat pertumbuhan. Untuk mencapai tujuan ini, maka pengembangan aruslah berfokus untuk mempromosikan kegiatan berbasis perhotelan, bisnis, dan kreatifitas budaya secara berkelanjutan.
Sedangkan dalam menjalankan misi “Menciptakan Identitas dan ‘Sense of Place’ yang Kuat bagi Kawasan”, Pengembangan Kawasan Dukuh Atas perlu dititik beratkan untuk mencapai tujuan-tujuan berikut: (1) Menciptakan kawasan yang kontekstual terhadap daerah tepi air Kali Malang dan Kali Krukut serta kawasan konservasi Menteng. Untuk mencapai tujuan ini
perlu
dirumuskan
beberapa
sasaran
yang
menjadi
fokus
dari
pengembangan, yakni: a.
menciptakan kawasan yang melindungi dan mengapresiasi sumber ruang hijau dan konservasi air
b. menciptakan kawasan yang ramah terhadap bangunan dan kawasan cagar budaya (2) Menciptakan kawasan dengan identitas Jakarta. Untuk mencapai tujuan ini perlu dirumuskan beberapa sasaran yang menjadi fokus dari pengembangan: a. menciptakan bagian kawasan dengan kekhasan fisik Jakarta b. menampung aktifitas dan kreatifitas yang berbasis budaya khas Jakarta Sasaran-sasaran tersebut dapat dirumuskan menjadi kriteria-kriteria perancangan sesuai dengan kriteria perancangan TOD berdasarkan optimalisasi sirkulasi (Tabel II.8) sebagaimana ditunjukkan pada Tabel V.1
100
kegiatan
bagi berbagai
akomodatif
transit
fungsi
dan
aktif
dengan
yang bersinergi
transit
TOD
kawasan
yang
kawasan
Menciptakan
Tujuan
Menciptakan
Misi
potensi
transit
terintegrasi
intermoda yang
fasilitas
menciptakan
transit
use akibat fungsi
use pada mixed
konfigurasi land
kan
Memaksimal-
Sasaran
Lokasi Transit
luasan
Konfigura-si
lokasi
Jenis land use
densitas
Aspek
101
kualitas pengembangan suatu kawasan
terintegrasi dengan kepadatan lokasi dan
Lokasi jalur transit harus ditentukan secara
ruang terbuka publik
Lokasi titik transit menjadi pusat dari area komersial dekat dengan
perhentian transit.
minimal 10.000 sqft (926 m2) area retail yang berbatasan dengan daerah
dari total daerah perancangan modul TOD yang ada. Harus memiliki
mendukung fungsi transit
taksonomi intermoda
sama lain
ukuran area transit sebagai pusat area komersial paling sedikit 10 %
dan potensi yang telah ada berdasarkan analisis pasar, tapak dan
Luas masing-masing peruntukan
konfigurasi land use sesuai dengan kompetensi kawasan yang ditentukan
perhentian transit.
diletakkan di tempat yang mudah dilihat berdekatan dengan
Bangunan institusional dan bangunan komunitas lingkungan harus
menit berjalan kaki
Mengintegrasikan peruntukan yang secara
−
Area sekunder berada pada jangkauan Jangkauan lebih dari 10
mutual berkesesuaian dan mendukung satu
berjalan kaki
area publik lainnya pada jarak10 menit
pada daerah komersial, area sekunder, dan
−
Area permukiman berada pada jangkauan 10 menit berjalan kaki. (760 m)
−
transit Melibatkan orientasi kegiatan berjalan kaki
Fungsi fublik berada pada jangkauan 5 menit berjalan kaki (380 m)
( 380 m)
Pusat area komersial berada pada Jangkauan 5 menit berjalan kaki
−
−
berdasarkan analisis pasar dan analisis tapak
mixed use pada setiap area pengembangan dengan jenis fungsi
dihubungkan dengan peraturan setempat
unit/ha) dan rata-rata 15 unit/acre (37,5 unit/ha) yang harus
Kepadatan hunian pada Urban TOD sebaiknya minimal 12 unit/acre (30
Indikator
dalam jangkauan berjalan kaki dari fungsi
permukiman, pekerjaan, dan fungsi umum
menempatkan fungsi komersial,
malam hari dan meningkatkan keamanan
Mempromosikan aktifitas pagi hingga
70:20:10
komersial: hunian: publik maksimal =
Densitas urban TOD antara land use
Prinsip
Tabel V.1 Penurunan Visi dan Misi menjadi Indikator
dalam yang
sirkulasi kawasan
kegiatan transit
akomodatif bagi
elemen
Menata
Adanya pemisahan jalur tiap moda transportasi dengan elemen
−
Adanya distribusi pergerakan yang baik tidak menimbulkan kemacetan
102
Adanya kualitas visual yang baik
m) dan lebar jalan 7,27 – 7,88 m sesuai hirarki jalan
Ukuran, bentuk, dan lebar menciptakan skala pejalan kaki yang nyaman
Ukuran jalan
Visual jalan
Lebar harus dikurangi menjadi lebar lintasan bersih 8-10 feet (2,42-3,03
pejalan kaki yang nyaman
kendaraan
Pembentukan arah jalan terhadap alam dan bangunan yang membentuk
yakni 15 miles/hour (24 km/jam)
Kecepatam lalu lintas menciptakan skala
Kecepatan
Batas kecepatan jalan-jalan bagian dalam kawasan rencana diperlambat
Los jalan maksimal C sesuai dengan hirarki jalan dan bangkitan fungsi.
wayfinding
penghubung menuju dan dari area transit jelas dan mudah
adanya orientasi jelas ke arah titik-titik transit melalui vista dan sistem
Aksesibilitas berupa pengaturan jalur-jalur
seimbang
fungsi komersial atau antar permukiman
Gang kecil sebagai alternatif penghubung permukiman dengan
pejalan kaki pada area komersial pusat
Trotoar bersisian dengan jalur kendaraan.
−
pelayanan jalan
Mengurangi kebutuhan parkir kendaraan dari standar
−
penghubung yang tercepat dan termudah
Penyediaan parkir bagi sepeda
−
parkir, ataupun penggunaan bangunan parkir.
diterapkan di berbagai tipe jalan, kecuali jalan arteri, bangunan/
−
Tingkat
Orientasi jalan
Penempatan garasi dan tempat parkir diintegrasikan dalam bentuk
−
termudah. Konfigurasi jalur kendaraan dan
menghubungkan komunitas setempat bagi
jalan
Adanya jalur sepeda yang terpadu dengan keseluruhan desain TOD.
−
Parkir di sisi jalan (sejajar) sekitar 7 – 8 feet (2,1 – 2,4 m) dan
Jalur kendaraan berupa drop off. bangunan parkir dan basement
kaki
Penggabungan titik transitnya dengan bangunan atau jalur pejalan
ground underground dan upperground
Pemisahan jalur moda yang berbeda dengan memanfaatkan level
−
−
−
kendaran dalam jarak tercepat dan
dibutuhkan akses langsung yang
Mendukung fungsi transit
Memudahkan pencapaian
adanya konflik pada area crossing
transportasi yang berbeda. Meminimalkan
dan memisahkan jalur dari moda-moda
Menyediakan, menyambungkan titik transit
Konfigurasi
parkir
Titik transit
kendaraan namun juga gang dan jalur
jalan
fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan Jalur-jalur pejalan kaki menerus dan saling berhubungan dengan jarak tercepat dan termudah. Ada akses penghubung antar
kaki Keterhubu ngan jalur pejalan kaki
kaki
Daerah drop off dari moda transportasi tidak mengganggu pejalan
pejalan kaki dengan jalur kendaraan
Desain persimpangan harus mengakomodasi integrasi antara jalur
keamanan pejalan kaki, parkir sisi jalan (on-
kaki
pfm (LOS C), publik dan komersial (LOS D) serta hunian (maksimal LOS jalur pejalan kaki C)
menekankan kenyamanan berjalan kaki dengan daya dukung yang sesuai area transit
pelayanan jalur pejalan kaki
103
termudah & tercepat
underground tunnel secara proporsional
Penggunaan escalator, ramp, skywalk/pedestrian bridge, dan
dan transit-transit dalam jarak ternyaman,
pejalan kaki
Jalur pejalan kaki penghubung titik transit dalam jangkauan 5 menit menggunakan kombinasi taksonomi vertikal dan horizontal.
memudahkan aksesibilitas transit- fungsi
Kecepatan
kendaraan. Tingkat pelayanan jalar pejalan kaki pada area transit 10-12
Adanya distribusi pergerakan yang baik,
Tingkat
Konfigurasinya seimbang antara jalur pejalan kaki dengan jalur
nyaman. Semua ini tanpa mengurangi aspek
jalur pejalan
street parking) dan jalur sepeda.
Adanya penerangan pada setiap jarak 10-15 m
menciptakan skala pejalan kaki yang
Penerangan
Adanya pembentukan vista dan sistem wayfinding. pola sirkulasi dapat
−
−
menghubungkan titik transit
skybridge/skywalk untuk menandakan jalur pejalan kaki yang
Penggunaan zebracross, jenis perkerasan yang berbeda, jembatan,
terbaca, berhirarki, dan sesuai kebutuhan fungsi yang dikaitkannya
adanya orientasi jelas
dan area komersial.
dibutuhkan terutama antar bangunan hunian
−
pada lokasi-lokasi yang sesuai
Trotoar harus menyediakan jalur sepeda dan difabel sesuai standar
Perlunya penerangan yang cukup berada pada jarak 10-15 meter
pejalan kaki
Orientasi
pergerakan bagi berbagai pengguna dan
jalur pejalan
bangunan atau jalan setapak / gang. ini
Memperhitungkan berbagai skenario
Tipe pengguna
pejalan kaki
Perlunya penerangan tidak hanya pada jalur
Penera-ngan
vista yang baik, khususnya pada area stasiun.
kan
kawasan
dan
of
yang
bagi
identitas
‘Sense
Place’
kuat
tepi
air
Kali
terhadap daerah
kontekstual
yang
Menciptakan
bisnis,
ekonomi
Menciptakan
perhotelan,
pertumbuhan
yang
dan
sumber
ruang
mengapresia-si
melindungi dan
kawasan
menciptakan
budaya
kreatifitas
berbasis
kekuatan pusat
kegiatan
Mempromosi-
vitalitas
dan
mendukung
Aliran air
terbuka
Sumber ruang
Aktifitas
luar
Desain ruang
aktifitas
Magnet
pengolahan system biologis alami (Reclaimed water) harus dapat dipakai irigasi setempat
mencegah banjir, polusi,& eksternalitas negatif lainnya
104
penggunaan system penanganan air limbah di tempat dengan
Penanganan air, limbah dan reklamasi air
dilibatkan dalam perencanaan lingkungan
Difungsikan sebagai ruang terbuka aktif maupun pasif
kegiatan 24 jam
dikonservasi sebagai aset ruang terbuka dan
kegiatan 24 jam bagi pelaku pergerakan
dan sebagainya
aktifitas, seperti amphiteater, public art, panggung, bangku gerobak
Adanya elemen-elemen lansekap yang mendukung terjadinya
maupun berkala
Menempatkan aktifitas tematik pada ruang-ruang luar secara rutin
penempatan fungsi komersial 24 jam di level ground atau perencanaan
−
−
aktifitas lain
terdekat dari titik transit dan terjauh dari titik transit dan magnet
Magnet aktifitas dari perhotelan, binis dan kreatifitas berada pada titik
Bersisian dengan jalan mobil, sehingga terlihat langsung dari jalan raya.
bagian-bagian kawasan
khususnya pada area stasiun
Pembentukan vista terhadap alam dan bangunan yang menarik
Penggunaan bollard.
konflik pada area crossing dengan jembatan penyeberangan
Memberikan wadah interaksi sosial dan
pasif
untuk penggunaan ruang publik aktif dan
Plaza dan taman umum harus didesain
titik-titik transit.
kreatifitas dapat dikenal dengan jelas dari
Magnet aktifitas dari perhotelan, binis dan
pejalan kaki mudah dilihat dari jalan
Adanya aktifitas yang menjamin keamanan pejalan kaki selama 24 jam
Aktifitas
Akses visual
Memberikan wadah interaksi sosial dan kegiatan 24 jam khusunya pada area transit melalui penempatan fungsi dan kegiatan 24 jam pada
Adanya akses visual yang baik
visual
−
kendaraan bermotor
pejalan kaki
moda-moda kendaraan yang berbeda. Meminimalkan adanya
Pejalan kaki terlindung dari kecelakaan
Keselamatan
Menyediakan dan memisahkan jalur pejalan kaki, sepeda, dan
daerah komersial.
dicapai −
terputus), dengan lebar 5 feet (1,5 m). Lebar ini akan bertambah pada
kenyamanan, kemudahan dilihat dan
pejalan kaki
Jalur pejalan kaki didesain sepanjang sisi jalan menerus (tanpa
Lebar jalur pejalan kaki harus memberi
Lebar jalur
dan
aktifitas
koridor tertentu dan pada ruang-ruang hijau aktif Bangunanan mempunyai facade yang
Facade bangunan
berbasis budaya khas Jakarta menciptakan bagian kawasan
identitas Jakarta
Jakarta
kekhasan fisik
dengan
pada bangunan dan jalur pejalan kaki pada
kreatifitas yang
dengan
105
dan Jakarta yang modern
mencerminkan Jakarta yang tradisional
baik rutin maupun insidental dilibatkan
dan
aktifitas
kawasan
Aktifitas tradisional dan semi tradisional
optimal
dengan tepat untuk mendapatkan lahan
menampung
budaya
kawasan
Intensitas retail dan perkantoran diterapkan
dan tepi air Kali Malang dan Kali Krukut.
dan cagar
bangunan
tetap memperhatikan skyline yang baik
Intensitas mendukung fungsi transit dengan
atau basement
Disarankan parkir dalam bangunan parkir
sesuai dengan kebutuhan pergerakan.
jalur pejalan kaki ternaungi dan sejuk dan
terhadap kawasan cagar budaya menteng
yang
Intensitas
parkir
Peneduh
ramah terhadap
kawasan
menciptakan
konservasi air
hijau
Mencipta-kan
Menteng
konservasi
kawasan
serta
dan
Krukut
Kali
Malang
Sumber: hasil hasil analisa
kawasan
−
−
−
−
−
koridor yang ditujukan bagi kegiatan bisnis
Penggunaan langgam arsitektur modern pada bangunan sepanjang
yang ditujukan bagi kegiatan budaya.
Penggunaan ornamen betawi pada bangunan sepanjang koridor
ruang-ruang hijau aktif yang dikonsepkan bagi aktifitas tersebut
semi tradisional pada bangunan dan jalur pejalan kaki dan pada
Adanya ruang-ruang yang mengakomodasi aktifitas tradisional dan
menurun dengan seimbang
Skyline ke arah kawasan menteng dan Kali Malang dan Krukut
penambahan intensitas
dikurangi. Disesuaikan aturan KLB rata-rata ditambah
dan kendal dapat menggunakan TDR dan khusus retail tidak boleh
rumah susun. Intensitas retail dan perkantoran di sekitar jalan blora
penambahan intensitas dan dengan penambahan lantai untuk fungsi
Jumlah lantai di area komersial boleh melewati FAR standar akibat
Menempatkan basement pada area yang jauh dari aliran air
dengan area tunggu dan nyaman dan terlindung dari cuaca.
menjadi pengarah bagi pejalan kaki. Perhentian transit dilengkapi
Pepohonan ditanam dengan jarak maksimal 30 feet (9 m), sekaligus
V.2
Konsep Besar dan Strategi Pengembangan
Dalam mencapai tujuan, sasaran sesuai dengan prinsip dan indikator-indikator yang telah dirumuskan perlu direncanakan sebuah konsep besar yang menjadi strategi perancangan yakni interlocking antara kawasan pengembangan dengan fasilitas transit. Dalam konsep ini kawasan pengembangan diumpamakan sebagai sebuah lubang kunci dan fasilitas transit diumpamakan sebagai kuncinya. Keduanya memiliki hubungan spesifik yang hanya dapat berkesesuaian dengan satu sama lain. Perancangan TOD akan optimal dalam aspek sirkulasi, memiliki karakter berorientasi pejalan kaki, mengurangi pergerakan kendaraan bermotor, dan memperhitungkan pergerakan transit serta pergerakan alami kawasan untuk meningkatkan intensitas kawasan dan mensinergikannya dengan land use. Bentuk hubungan dapat dilustrasikan dalam tahapan sebagai berikut: (1)
adanya transit intermoda yang melibatkan moda-moda transportasi massal pada satu kawasan yang berjangkauan 5 menit berjalan kaki akan menjadi salah satu aspek yang memprovokasi perpindahan penggunaan kendaraan pribadi ke kendaraan umum.
(2)
dengan asumsi hal tersebut dapat tercapai sesuai studi yang telah dilakukan, akan terjadi penurunan volume kendaraan bermotor pada jalan yang secara langsung akan menaikkan tingkat pelayanan (level of service) jalan dan mengurangi kebutuhan parkir
(3)
hal tersebut dimanfaatkan untuk meningkatkan intensitas pengembangan kawasan
(4)
kenaikan intensitas pengembangan juga akan menaikkan besarnya bangkitan kawasan (trip attraction) yang jika desesuaikan dengan analisis pasar yang benar dapat diasumsikan merepresentasikan anemo pasar terhadap kawasan.
(5)
bangkitan kawasan_bagi pengguna kendaraan pribadi, pengguna transit yang berdestinasi ke kawasan ataupun yang hanya akan berkegiatan transit_akan meningkatkan vitalitas bagian-bagian kawasan bagi kegiatan komersial, bisnis dan budaya khususnya pada jalur pejalan kaki dan bangunan.
(6)
terpencarnya titik-titik transit dapat menjadi kondisi yang mengaktifkan pergerakan tersebut pada seluruh bagian kawasan khususnya pada jalur pejalan kaki dan bangunan
106
(7)
jalur pejalan kaki dan bangunan menjadi aktif dan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan komersial
(8)
dengan demikian jalur pejalan kaki harus cukup lebar untuk mengakomodasi pergerakan dan ativitas tersebut serta tetap harus dapat memenuhi syarat kegiatan transit yakni memiliki jangkauan 5 menit ke titik transit lainnya.
(9)
persayaratan ini dapat merubah struktur jalur pejalan kaki yang umumnya berada pada level ground menjadi berada pada level lantai tertentu pada bangunan
(10) hal tersebut akan memodifikasi land use level tertentu pada bangunan tersebut menjadi peruntukan komersial yang akan mengaktifkan level tersebut (11) kawasan akan memiliki banyak elemen tembusan yang meningkatkan aksesibilitas bagian-bagian kawasan. Dengan demikian pengguna dapat berlalu lalang ke berbagai bagian kawasan dan memperoleh kesempatan menikmati ’Sense of Place’ kawasan yang telah diciptakan oleh aktifitas dan desain
Melalui hubungan tersebut keaktifan kawasan akan meningkat bersama dengan sinergisnya hubungan timbal balik antara land use dan transit. Dengan demikian kawasan pengembangan dan fasilitas transit benar-benar berperan sebagai sebuah Transit Oriented Development yang mensinergikan pengembangan kawasan dengan kegiatan transit.
Konsep di atas dapat dilakukan melalui beberapa rekayasa yakni: (1) melalui rekayasa elemen sirkulasi, dengan cara: a. menentukan elemen sirkulasi yang sesuai bagi jarak antar titik transit, agar antar satu sama lain dapat dicapai dalam waktu maksimal 5 menit. b. menentukan lebar jalur pejalan kaki yang optimal sesuai bagi pergerakan transit yakni dengan tingkat pelayanan (level of service/LOS) C. c. menentukan taksonomi transit intermoda yang mempersingkat waktu perjalanan.
107
(2) Melalui rekayasa land use tidak hanya secara horizontal, tapi juga secara vertikal. Dalam
rekayasa ini land use yang berbeda dapat saling
mengintervensi sesuai dengan vitalitas level vertikal land use tersebut. Selain itu, elemen sirkulasi dapat mempengaruhi intervensi land use maupun sebaliknya.
V.2.1 Konsep Struktural Terlebih dahulu dahulu titik-titik transit dan magnet-magnet aktifitas ditempatkan sebagai dasar penerapan konsep interlock (lihat Gambar V.2).
Gambar V.2. Penempatan Magnet Aktifitas dan Titik Transit. Sumber: hasil hasil analisa
Sebagaimana yang telah dirumuskan dalam analisis tapak, maka dirumuskan rencana secara struktural sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar V.3. Kawasan dibagi menjadi 4 area magnet aktifitas (area komersial pusat) pada ujung-ujung area transit yang saling berjauhan untuk membangkitkan pergerakan dan keaktifan pada seluruh bagian kawasan secara merata. Daerah di sekitar keempat magnet aktifitas pun dikembangkan sesuai tema magnet aktifitas, yakni pusat komersial
108
transit, pusat budaya, pusat bisnis, dan pusat ikan hias. Magnet-magnet ini diperuntukkan bagi fungsi-fungsi yang menjadi anchor point, seperti swalayan skala besar, toko buku, pasar kerajinan, pasar ikan serta pusat konvensi. Peruntukan lahan lainnya adalah konfigurasi area mixed use antara komersial, perkantoran, dan hunian sebagai pengikat antara magnet-magnet aktifitas.
Gambar V.3 Rencana Struktural. Sumber: hasil hasil analisa
V.2.2 Konsep Land Use Dalam perencanaan land use terdapat beberapa indikator sebagaimana yang telah dirumuskan sebelumnya (lihat Tabel V.1) sebagai tolak ukur. Dengan tolak ukur tersebut, perletakan land use pun disesuaikan dengan kriteria bagi masing-masing jenis land usenya (lihat Gambar V.4). Magnet aktifitas (core area) keseluruhannya berada pada jangakauan 5 menit berjalan kaki dari titik-titik transit terdekat. Area hunian (area permukiman) diletakkan pada bagian pusat kawasan dimana tidak terdapat kebisingan. Area ini dapat dicapai dengan jarak perjalanan 7 menit dari titik transit terjauh yakni halte busway dukuh atas. Daerah aliran air yang berada pada perifer kawasan dimanfaatkan sebagai daerah sekunder (area sekunder) yang mendapatkan perlindungan ekologis dan dapat
109
dicapai dengan mudah dari titik-titik transit karena letaknya yang berbatasan langsung dengan titik-titik transit tersebut.
Gambar V.4 Perletakan Land Use. Sumber: hasil hasil analisa
Selain itu disebutkan bahwa konfigurasi land use perlu meninjau analisis pasar, tapak, serta taksonomi intermoda. Mixed use pada setiap area pembangunan pun perlu disesuaikan dengan jenis fungsi berdasarkan analisis pasar dan analisis tapak. Dengan demikian konfigurasi land use diatas perlu dimodifikasi berdasarkan analisis taksonomi intermoda dan analisis pasar. Analisis taksonomi intermoda berkesimpulan bahwa dari level underground 2 hingga level lantai 3 pada area fungsi publik dan sebagian area komersial dapat menjadi sebuah taksonomi vertical separation bagi terminal monoraíl, waterway, MRT, kereta api, dan xtrans dengan pergerakan yang aktif. Dengan demikian 5 level ini memiliki potensi menjadi penghubung berupa jalur sirkulasi yang aktif dan fungsi komersial. Begitu pula jalur yang menghubungkan area tersebut dengan halte tosari, halte sudiman, dan halte latuharhari pada 3 level underground, ground, dan lantai satu. Untuk memanfaatkan potensi tersebut, land use bagi kelima level tersebut perlu direncanakan sesuai dengan hasil analisis pasar.
110
Pada level underground 2 (lihat Gambar V.5) direncanakan adanya area transit yang menghubungkan titik transit waterway kendal, dan MRT. Titik transit waterway Galunggung tidak dapat diakses pada level ini karena adanya kali Malang, sehingga untuk mencapai titik transit tersebut perlu mengakses level ground terlebih dahulu. Diluar area transit ini terdapat area komersial bagi fungsi retail yang akan mengaktifkan dan menjamin keamanan area undergound ini. Pada level underground (lihat Gambar V.6) Area retail ini dapat diteruskan hingga titik transit halte tosari secara opsional. Diluar area retail terdapat area basement bagi parkir bawah tanah (underground parking) yang satu sama lain dihubungkan dengan jalur pejalan kaki.
Gambar V.5 Peruntukan pada Level Underground 2. Sumber: hasil hasil analisa
111
Gambar V.6 Peruntukan pada Level Underground . Sumber: hasil analisa
Pada level ground (lantai 1) dan lantai 2 (lihat Gambar V.7) area transit berhubungan langsung dengan area publik seperti plaza transit, dan pusat ekshibisi (cultural center) berisi pusat konvensi, concert hall & pasar budaya (cultural market). Fungsi-fungsi publik ini pun lebih didekatkan dengan area taman umum tepi kali Malang. Selain fungsi tersebut, keseluruhan lantai ground didominasi fungsi komersial seperti retail dan hotel. Fungsi retail yang direncanakan menyesuaikan tema magnet aktifitas, yakni retail yang dibutuhkan area transit seperti swalayan 24 jam, apotik, dan kuliner; retail yang berkaitan dengan kegiatan bisnis seperti elektronik, dan toko buku; retail yang berkaitan dengan kegiatan budaya seperti kuliner lokal, butik, dan kerajinan; dan retail yang berkaitan dengan kegiatan eksisting penjualan ikan hias seperti bunga, hewan peliharaan, dan lain-lain. Direncanakan pula taman umum sepanjang kali Malang dan Krukut sebagai area sekunder. Taman umum juga terdapat pada daerah transit plaza, pusat kawasan dan persimpangan.
112
Gambar V.7. Peruntukan pada Level Ground (lantai 1) dan lantai 2. Sumber: hasil analisa
Level lantai 3 (lihat Gambar V.8) berhubungan langsung dengan jembatan jalan Sudirman dan Thamrin serta berhubungan langsung pula dengan lobby utama area transit sehingga level ini disebut pula level upperground. Pada level ini direncanakan adanya taman umum melayang dekat area transit (public park). Taman ini menerus hingga level upperground (lantai 3) dari bangunan. Bangunan-bangunan yang berhubungan langsung dengan taman ini memiliki peruntukan sebagai area publik dan komersial. Area publik yang direncanakan memiliki fungsi sebagai pusat kebudayaan (cultural center) berisi museum, pusat konvensi, concert hall dan pasar budaya (cultural market). Sedangkan area komersial yang direncanakan memiliki fungsi-fungsi retail yang dibutuhkan oleh kegiatan transit seperti kuliner, swalayan 24 jam, penitipan anak, dan pusat kebugaran dan kecantikan. Area komersial lainnya yang terdapat pada kawasan memiliki fungsi yang mengikuti magnet aktifitas yakni retai berbasis bisnis, kreativitas dan budaya.
113
Gambar V.8. Peruntukan pada Level Upperground (lantai 3) . Sumber: hasil hasil analisa
Level selanjutnya yakni level upperground 2 (lantai 4) (lihat Gambar V.9). Pada level ini tidak terdapat jalur jalur sirkulasi antar area transit, sehingga level ini lebih sesuai bagi peruntukan yang lebih privat. Dengan demikian jenis peruntukan yang direncanakan pada level ini sebagian besar adalah fungsi komersial dan fungsi hunian. Sedangkan fungsi publik berupa transit mall bagi stasiun monorail tidak memiliki keterikatan secara langsung dengan bangunan karena jalur sirkulasi transit akan lebih efisien dengan mengakses level dibawahnya. Fungsi pada area komersial yang direncanakan adalah kantor sewa (perkantoran), dan hotel transit. Sedangkan fungsi pada area hunian yang direncanakan adalah apartemen, soho, dan apartemen kelas menengah. Terdapat pula parkir pada atap bangunan.
114
Gambar V.9 Peruntukan pada level upperground 2 (lantai 4). Sumber: hasil hasil analisa
Dari perencanaan peruntukan masing-masing level ini dapat disimpulkan bahwa dengan adanya sinergi dengan kegiatan transit, land use dapat termodifikasi tidak hanya secara horizontal tapi juga secara vertikal.
Setelah merencanakan peruntukan masing-masing level, perlu direncanakan kepadatan hunian pada Urban TOD sebagai indikator lainnya dalam perencanaan land use. Disebutkan sebelumnya bahwa kepadatan hunian pada Urban TOD sebaiknya minimal 12 unit/acre (30 unit/ha) dan rata-rata 15 unit/acre (37,5 unit/ha). Sedangkan batas maksimal ditentukan oleh peraturan setempat. dengan mengetahui bahwa luas keseluruhan persil dari daerah perencanaan adalah 88760 m2 atau 8,9 hektar , maka banyaknya unit hunian selayaknya 333 unit. Sedangkan pada kota Jakarta tidak ada batasan maksimal densitas untuk kawasan tertentu. Dengan demikian, pada kawasan Dukuh Atas ini densitas yang direncakan adalah 466 unit (lihat Tabel V.3). Selain itu disebutkan pula dalam indikator perancangan bahwa ukuran area transit sebagai pusat area komersial paling sedikit 10 % dari total daerah perancangan modul TOD yang ada. Harus memiliki minimal 10.000
115
sqft (926 m2) area retail yang berbatasan dengan daerah perhentian transit. Dengan demikian direncanakan luas area transit adalah 19 % dari total modul TOD yang ada (lihat Tabel V.2: akumulasi luas lantai dasar transit mall, plaza transit kereta, waterway dan monorail dibagi dengan total luas lantai dasar). Dan dengan demikian pula, direncanakan area retail yang berbatasan dengan daerah perhentian transit adalah seluas 139081 m2 (lihat Tabel V.3).
V.2.3 Konsep Tata Massa Dalam perencanaan tata masa terdapat beberapa indikator sebagaimana yang telah dirumuskan sebelumnya (lihat Tabel V.1) sebagai tolak ukur. Dengan demikian dalam perencanaan tata masa perlu direncanakan intensitas bangunan di atas KLB standar yakni KLB yang telah memperhitungkan penambahan intensitas. Besar KLB baru ini dapat dihitung dengan mengkonversikan besar volume pergerakan yang boleh dibangkitkan dari kawasan menjadi luas lantai pengembangan mixed use yang diperbolehkan. Dengan besar pergerakan yang boleh dibangkitkan kawasan sebesar 4676 smp dan perbandingan persentase pengembangan
seperti
tercantum
pada
Tabel
V.2
(kolom
persentase
pengembangan), maka besar KLB yang baru dapat dihitung. Perhitungan ini dilakukan dengan terlebih mencari rasio bangkitan dari persentase pengembangan yang dipilih, atau dengan menggunakan rasio bangkitan mixed use 0,013. Didapatkan rasio (koefisien) bangkitan sebesar 0,0109 (lihat tabel
5.2.4).
koefisien ini kemudian dikalikan dengan total perkiraan pengembangan dan dibagi dengan luas persil sehingga didapatkan besar KLB baru adalah 4,8 (lihat Tabel V.3). Dengan luas persil sebesar 88760 m2, maka luas seluruh pengembangan yang diperbolehkan adalah 4,8 dikali dengan 88760 m2 yaitu 426048 m2. Untuk itu dikombinasikan pembangunan agar sesuai dengan luas ini yakni sebesar 413495 m2 (luas keseluruhan pengembangan dikurangi luas area parkir). Dengan angka ini diketahui bahwa total pengembangan tidak melewati batas KLB.
116
Tabel V.2 Spesifikasi Pengembangan
Sumber: hasil hasil analisa
Tabel V.3 Perhitungan KDB dan KLB kawasan
Sumber: hasil analisa
Telah disebutkan pula dalam indikator perancangan bahwa Skyline
ke
arah
kawasan menteng dan Kali Malang dan Krukut menurun dengan seimbang (lihat Gambar V.2.9). Maka direncanakan ketinggian bangunan sebagaimana yang dapat dilihat pada Tabel V.2.
117
Gambar V.10. Konsep Intensitas Bangunan. Sumber: hasil analisa
V.2.4 Konsep Aktifitas Pendukung Dalam perencanaan aktifitas pendukung terdapat beberapa indikator sebagaimana yang telah dirumuskan sebelumnya (lihat Tabel V.1) sebagai tolak ukur. Dalam indikator tersebut disebutkan bahwa diperlukan adanya aktifitas tematik pada ruang-ruang luar secara rutin maupun berkala. Hal ini memerlukan adanya elemen-elemen lansekap yang mendukung terjadinya aktifitas, seperti amphiteater, public art, panggung, bangku, gerobak dan sebagainya. Selain itu, dibutuhkan juga adanya penempatan bagi fungsi komersial 24 jam di level ground atau perencanaan kegiatan 24 jam seperti kuliner, dan swalayan. Oleh karena direncanakan jenis-jenis aktifitas rutin dan insidentai pada jalur-jalur sirkulasi melalui konsep berikut ini: (1) Konsep penataan tema jalur sirkulasi Melalui penataan tema ini akan diketahui jalur-jalur sirkulasi yang membutuhkan perencanaan even, dan aktifitas pendukung lainnya (lihat Gambar V.11). pada jalur tersebut akan direncanakan adanya gerobak PKL (pedagang kaki lima) , jenis komoditas PKL dan ekstensi cafe.
118
Gambar V.11 Konsep aktifitas pada jalur pejalan kaki. Sumber: hasil analisa
Dari konsep aktifitas tersebut, direncanakan adanya jalur pejalan kaki yang diperuntukkan kegiatan insidental yakni jalur cultural promenade. Pada jalur ini diselenggarakan even-even budaya seperti perayaan tujuh belas Agustus, betawi festival, festival anak, festival bunga, dan festival ikan hias.
(2) Konsep penataan jalur yang diperuntukkankan bagi PKL Penataan jalur PKL dapat menjaga keamanan jalur-jalur pejalan kaki. Namun tidak semua jalur pejalan kaki cocok untuk diperuntukkan bagi PKL. Oleh karena itu perlu ada penataan jalur PKL dan jenis komoditas PKL tersebut. Melalui penataan jalur-jalur PKL ini akan diketahui jalur-jalur sirkulasi yang membutuhkan lot bagi aktifitas pendukung berupa PKL (lihat Gambar V.12).
119
Gambar V.12 Konsep Penataan PKL. Sumber: hasil analisa
(3) Konsep penataan jalur yang membutuhkan ekstensi cafe Melalui penataan jalur-jalur ini akan diketahui jalur-jalur sirkulasi yang membutuhkan aktifitas pendukung 24 jam berupa ekstensi cafe.
Gambar V.13 Konsep Penataan Ekstensi Kuliner. Sumber: hasil analisa
120
V.2.5 Konsep Sirkulasi dan Parkir Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa dalam konsep interlock antara kawasan pengembangan dengan fasilitas transit, diupayakan pengembangan benar-benar berperan sebagai sebuah Transit Oriented Development yang mensinergikan pengembangan kawasan dengan kegiatan transit. Karena itu perancangan TOD akan optimal dalam aspek sirkulasi, memiliki karakter berorientasi pejalan kaki, mengurangi pergerakan kendaraan bermotor, dan memperhitungkan pergerakan transit serta pergerakan alami kawasan untuk meningkatkan intensitas kawasan dan mensinergikannya dengan land use. Oleh karena itu direncanakan sistem parkir sebagaimana yang telah dijelaskan pada Gambar V.5. Selain itu, perlu menyediakan parkir pada jalan. Sehingga jalan dibuat dengan lebar 7 hingga 8 meter (lihat gambar V.14). Dalam penyediaan parkir pun jumlah kebutuhan parkir telah dikurangi yakni menjadi 80% dari kebutuhan parkir standar (lihat Tabel V.2). Pengurangan ini didasari oleh asumsi bahwa kebutuhan parkir dikurangi 30% yang berasal dari pengguna mobil telah beralih ke transit, dan ditambah kembali dengan 10% yang berasal dari pengguna mobil yang memarkir mobilnya di kawasan untuk beralih ke transit.
Gambar V.14 Konsep Sirkulasi Mobil dan Akses Menuju Parkir. Sumber: hasil analisa
121
Jalur dan parkir sepeda juga direncanakan (lihat Gambar V.15). Melalui penataan tersebut akan diketahui jalur-jalur sirkulasi yang membutuhkan ruang bagi jalur sepeda. Untuk menghindari tidak terintegrasinya kawasan dengan kawasan di sekitarnya, maka jalur sepeda pun dibuat untuk dapat menembus jalan-jalan arteri dan batas alam menuju kawasan di sekitarnya. Penempatan parkir sepeda pun di dekatkan dengan titik-titik transit untuk memudahkan pengguna sepeda untuk mengakses fasilitas transit.
Gambar V.15 Konsep Perencanaan Jalur Sepeda. Sumber: hasil analisa
V.2.6 Konsep Jalur Pejalan Kaki Untuk mencapai
pengembangan TOD
yang benar-benar
mensinergikan
pengembangan kawasan dengan kegiatan transit, perancangan TOD dalam aspek pejalan kaki menekankan kebutuhan pejalan kaki, dan memperhitungkan pergerakan transit. Oleh karena itu diterapkan indikator yang sebelumnya telah ditentukan bagi aspek pejalan kaki (lihat Tabel V.1).
122
Dengan demikian direncanakanlah jalur pejalan kaki untuk memenuhi kriteria tingkat pelayanan C dan waktu perjalanan antara titik transit selama 5 menit. Untuk itu direncanakan jenis elemen penghubung untuk mengintegrasikan segmen-segmen
kawasan
yang
terpecah
dengan
penggunaan
skywalk,
underground mall, landscraper/landscape bridge, dan movingwalkway (lihat gambar V.16).
Gambar V.16 Elemen Penghubung Segmen Kawasan Sumber: hasil analisa
Dilakukan pula perhitungan untuk menemukan lebar jalur pejalan kaki yang dibutuhkan. Besarnya volume pejalan kaki adalah bangkitan transit secara mandiri ditambah dengan 30% dari bangkitan land use kawasan TOD. Besarnya pegerakan oleh kegiatan transit harus didistribusikan sesuai dengan jalur-jalur antar titik transit (lihat Gambar V.17), dimana besar masing-masing pergerakan pada jalur tersebut diasumsikan sebanding dengan kapasitas angkut masingmasing moda (lihat Lampiran 1: Tabel Pergerakan Bangkitan Pejalan Kaki dari Transit). Sedangkan pada pergerakan yang dibangkitkan oleh land use kawasan TOD, distribusi pergerakan dipengaruhi oleh tarikan-tarikan magnet aktifitas,
123
sehingga diperoleh besar pergerakan pada masing-masing jalur. Setelah mengetahui besar pergerakan masing-masing jalur, dicari lebar jalur pejalan kaki yang akomodatif bagi pergerakan tersebut melalui perhitungan:
P = S/M
P = V/W
Maka,
W (lebar jalur pejalan kaki) = (V x M)/S
Jika pejalan kaki membutuhkan ruang bebas (buffer zone) selebar 0,75 m, maka lebar jalur pejalan kaki adalah,
W = ((V x M)/S)+0.75 (meter)
Melalui perhitungan tersebut didapatkanlah lebar masing-masing jalur sirkulasi ditambah dengan fungsi dan aktifitas pendukung sebagaimana dapat dilihat pada Tabel V.4.
Gambar V.17 Jalur-jalur sirkulasi pejalan kaki Sumber: hasil analisa
Tabel V.4. Lebar jalur pejalan kaki pada setiap jalur sirkulasi Nomor Jalur
Lebar Baku (m) *)
0 1
5,33 7,67
Sepeda (1,2 m)
Lot.PKL (1,5 m)
Jenis Kebutuhan Ekstensi even Café (3 m) (3 m) 3 3
124
Curb (1 m)
Lampu (0.5 m) 0,5 0,5
Total (m) 9,00 11,17
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
2,70 4,65 3,93 6,40 1,60 3,90 2,33 2,25 2,16 199 2,10 174 1,60 1,60 1,60 1,60 1,60 1,60 1,60 1,60 1,60 1,60 1,60 1,60 1,60 1,60 1,60 1,60 1,60 1,60 1,60 2,17 1,60 1,60 1,60 3,20 1,60 1,60 1,60 1,60 2,14 1,60 1,60 1,60 1,60 1,60 1,60
1 1 1 1,2 1,2
1 1
2,5
3 3 3
1 1
3 1 1 1 1 3
0,5 3
1,2 1,2 1,2 1,2
1 1 1
0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
1 1
3 1 3 3 3
1
1,2 1,2 1,2 1,2 1,2
1 1 1 1
1,2 1,2 1,2
1
3 3 3 1
1,2 1,2 1,2 1,2
3 1 1 1 1 1 1 1
0,5 3
3 1
1 1 1,2 1,2 1,2
0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
1
1 1
1
0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
4,20 5,77 5,43 6,90 8,80 6,10 3,33 3,25 3,16 5,99 9,10 6,24 5,60 5,30 7,30 5,30 4,60 7,30 4,60 3,30 2,10 7,30 7,30 4,30 7,30 3,10 4,30 6,30 3,80 2,60 3,10 3,67 10,30 5,30 4,30 4,90 2,10 2,10 2,10 2,10 3,64 3,30 4,30 3,30 3,30 4,10 3,10
Sumber: hasil analisa Keterangan: *) = lihat Lampiran 1
Sedangkan pada jarak antara titik transit yang lebih dari 400 m, akan menyebabkan jangkauan antara titik-titik ini menjadi lebih dari 5 menit. Maka permasalahan ini dijawab dengan menempatkan moving walkway seperti yang biasa diterapkan pada taksonomi linked adjacent. Kecepatan moving walkway akan memungkinkan pengguna fungsi transit untuk mencapai titik transit terjauh
125
dalam waktu lima menit (2,5 menit dengan moving walkway, dan 2,5 menit sisanya dengan berjalan kaki biasa). Moving walkway ini diletakkan pada level lantai 3 pada bangunan.
V.2.7 Konsep Ruang Terbuka dan vegetasi Pada perancangan ruang terbuka, telah dirumuskan indikator-indikator yang dapat dijadkan tolak ukur pada tabel V.1 Dengan demikian, direncanakan tema-tema pada ruang terbuka berupa Ruang Hijau Transit, Ruang Hijau Preservasi dan budaya, Ruang hijau lingkungan dan ruang hijau berbentuk pulau-pulau. Pada ruang hijau transit dapat digunakan sebagai ekstensi bagi kegiatan transit yang aktif. Ruang hijau preservasi lebih diutamakan bagi fungsi rekreasi, Pada ruang ini pun dapat diusulkan adanya kegiatan seperti atraksi seni dan budaya. Pada ruang hijau lingkungan aktivitas yang diusulkan adalah olah raga dan permainan anak. Ruang hijau pulau dimaksudkan bagi penghijauan jalan.
Gambar V.18. Konsep Ruang Terbuka dan Vegetasi
Penanaman pohon pun diatur baik jarak maupun vegetasinya. Pepohonan ditanam dalam jarak 10 meter hingga 15 meter. Pohon yang digunakan pun diseragamkan kecuali pada akses utama kawasan yang berbentuk loop. Sedangkan jenis vegetasi
126
yang yang diusulkan adalah pohon Dukuh. Hal ini dimaksudkan untuk memberi identitas yang khas bagi kawasan Dukuh Atas. Sedangkan pada akses utama kawasan di tanam pohon palem pada median jalan. Hal ini dimaksudkan untuk memberi kesan diterima oleh kawasan.
127