BAB V KONSEP PERANCANGAN
5.1
Pendekatan perancangan Perancangan merupakan suatu wadah atau tempat yang berdedikasi
kepada alam melalui kegiatan pemberdayaan tanaman jamur meliputi, konservasi, preservasi, dan pengolahan produk jamur. Ada berbagai cara yang dilakukan dari pendekatan ekologi pada perancangan arsitektur, tetapi pada umumnya mempunyai inti yang sama , antara lain : Ecological design, is bioclimatic design, design with the climate of the locality, and low energy design (Yeang 2006). Pendekatan Arsitektur Ekologi yang dipilih dalam perancangan bangunan agrowisata dan budidaya tanaman jamur ini nantinya adalah design with the climate of the locality. Pendekatan tersebut pada intinya mengedepankan desain yang ramah lingkungan dan selaras dengan alam (harmoni), melalui langkah 3R yaitu Respect Site, Respect Village’s Life, dan Respect Nature Resources.
5.2
Konsep Dasar Harmoni Alam dengan Iklim Lokalitas melalui 3R Ekologi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara
manusia dengan alam. Pada dasarnya alam terdiri dari berbagai jenis populasi mahkluk hidup yang membentuk suatu ekosistem dimana hubungan antara ekosistem satu dengan lainnya berupa hubungan timbal balik atau siklus tertutup (holistic).
222
Gambar 5.1. Siklus alam (lingkungan, manusia, & arsitektur) Sumber : Henz Frick 2007
Menurut Heinz Frick, arsitektur ekologis sendiri: Mencerminkan perhatian terhadap lingkungan dan sumber daya alam yang terbatas. Arsitekur ekologis mengupayakan perubahan budaya dalam menata lingkungan, dalam pola dan gaya hidup untuk mendukung keberlanjutan lingkungan, serta pembentukan sikap yang baru dari interaksi manusia terhadap alam. Arsitektur ekologis akan resposif terhadap kondisi lingkungan dan pola kehidupan setempat serta menghargai pengalaman dan pengetahuan praktis yang telah mentradisi dan dimiliki oleh masyarakat .
Gambar 5.2. Siklus terutup ekologis Sumber : Henz Frick 2007 223
Harmoni dengan alam merupakan suatu bentuk simbiosis antara manusia, alam dan lingkungan binaan. Bentuk simbiosis tersebut berupa bentuk interaksi timbal balik antara manusia, alam dan lingkungan buatan yang saling mengambil dan memberi manfaat satu sama lain. Jadi ada satu siklus tertutup (holistic) yang dapat meminimalkan sumber daya terbuang, sehingga untuk mencapai harmoni dengan alam perancangan mengutamakan potensi lingkungan setempat dengan mempertahankan siklus tertutup tersebut. Potensi setempat yang dimaksud adalah integrasi dengan karakter fisik lingkungan setempat, integrasi dengan pola kehidupan warga setempat, dan meminimalkan penggunaan sumber daya alam yang baru. Lingkungan buatan yang diciptakan manusia memiliki sistem yang tidak akan sama dengan sistem siklus alam. Dengan pendekatan arsitektur ekologis, diharapkan dapat tercipta suatu desain buatan manusia yang selaras dengan alam melalui pemahaman terhadap perilaku alam. Integrasi untuk mencapai arsitektur ekologis yang harmoni dengan alam dapat dicapai melalui 3 variabel tingkatan:
224
Gambar 5.3. Tiga Variabel Tingkatan untuk mencapai arsitektur ekologis Sumber : Henz Frick 2007
Harmoni dengan alam merupakan bentuk simbiosis manusia, alam, dan lingkungan buatan. Untuk mencapai itu, dicapai melalui 3 aspek yaitu respect site, respect villager’s life, dan respect nature resources.
Gambar 5.4. Skema hubungan aspek perancangan dengan karakter ruang Sumber : Henz Frick 2007
225
5.2.1
Respect Site pada bangunan Respect site merupakan bentuk integrasi fisik perancangan dengan
karakter fisik setempat, meliputi keadaan tapak dan iklim setempat seperti matahari, angin, temperatur, vegetasi, curah hujan, dan keadaan lingkungan di sekitar tapak. Tanggapan perancangan yang dilakukan adalah bagaimana bangunan mengurangi penggalian tanah serta kerusakan tanah terutama di area berkontur, mengantisipasi perbedaan suhu yang besar antara siang dan malam, mengantisipasi pengaruh angin terhadap bangunan, dan memanfaatkan curah hujan tinggi untuk membantu kebutuhan air sehari-hari agar menghemat pengadaan air bersih, serta memanfaatkan angin untuk penghawaan alami untuk mengurangi penggunaan energi buatan.
226
1 4
2
3
1
Wisata (palyground)
2
Market
3
Spa
4
Lobby
5
Edukasi
6
Konservasi
7
Preservasi
8 9
8
5
Hutan Lindung Buatan
10 Cottage
7
11 Pengelola
9
6 10 11
Gambar 5.5. Perancangan site berdasarkan keadaan iklim Sumber : konsep 2012
A.
Respon terhadap iklim Respon perancangan terhadap iklim berdasarkan data iklim Kota Batu
yang paling mendekati yaitu memiliki suhu udara rata-rata maksimum 25oC dan minimum 17oC serta kelembaban relatif rata-rata maksimum 60% dan minimum 50%.
227
Tabel 5.1. Data Suhu Kota Batu
Sumber:
Berdasarkan pada bioclimatic chart olgay yang berada di bawah tingkat kenyamanan manusia
membutuhkan kondisi
yang lebih hangat,
maka
penyelesaian dalam perancangan adalah arah hadap massa yang sebagian besar dihadapkan ke barat laut dan tenggara untuk memaksimalkan matahari yang masuk. Namun, untuk mengatasi glare (silau) digunakan shading berupa kisi-kisi kayu yang terbuat dari material bambu. Penggunaan shading hanya sebagai filter atau penyaring, jadi radiasi masih bisa masuk ke bangunan tanpa adanya glare (silau). Penggunaan atap tumpuk pada bangunan bertujuan untuk memasukkan cahaya matahari dari samping ke dalam bangunan. Hal ini sebagai pencahayaan alami pada bangunan dan untuk menghemat energi.
228
Gambar 5.6. Perancangan bangunan respon terhadap iklim Sumber : konsep 2012
229
5.2.2
Respect Villager’s Life pada Bangunan Respect Villager’s Life merupakan bentuk integrasi manusia & aesitektur
pada perancangan tapak dengan pola kehidupan warga setempat, meliputi kebiasaan warga Sumberbrantas-Bumiaji dan kehidupan perkebunan.
Perancangan
tapak
berdasarkan pada rutinitas warga sehari-hari bekerja diperkebunan serta
memiliki
kebiasaan
berkumpul pada sore hari yaitu dengan penataan ruang luar yang melingkupi kebersamaan warga
dan
mengesankan
seperti
Sumber
kebiasaan
Brantas-Bumiaji.
Sedangkan perancangan bangunan berdasarkan material hunian yang biasa
dipakai
pada
penduduk sekitar tapak.
230
hunian
Gambar 5.7. Perancangan bangunan respon terhadap budaya setempat Sumber : konsep 2012
A.
Bentuk hunian Penduduk di Sumber brantas Bentuk hunian Penduduk yang ada di Sumber Brantas Kota Batu
mayoritas berbentuk segipanjang dan memiliki atap pelana. Menggunakan material dinding bata, dan anyaman bambu, serta material genteng menggunakan genteng tanah liat ataupun sneg gelombang
B.
Material hunian Penduduk di Sumber brantas Pemilihan material pada bangunan menggunakan material yang bisa
digunakan pada hunian penduduk di Sumber brantas-Bumiaji Kota Batu. Material yang biasa digunakan pada hunian penduduk adalah batu bata dengan finishing cat dan juga bambu berupa gedhek pada dinding bangunan. Penggunaan material atap mayoritas berupa genteng tanah liat dan lainnya berupa penutup atap seng gelombang. Penggunaan material konstruksi pada bagian badan bangunan mayoritas menggunakan beton, sedangkan untuk konstruksi atap menggunakan konstruksi kayu. Pengaplikasian pada perancangan penutup atap menggunakan material genteng dengan mempertimbangkan penggunaan atap seng dalam jangka waktu lama akan membuat seng berkarat dan efek terhadap kenyaman ruangan menjadi panas. Untuk konstruksi atap menggunakan kayu dengan pertimbangan material kayu yang cukup banyak di kawasan Sumber brantas seperti kayu sengon dan
231
mahoni. Material dinding pengisi menggunakan batu bata dengan pertimbangan penyesuaian dengan iklim untuk mencapai kenyamanan thermal manusia di Sumber brantas. Konstruksi bangunan menggunakan beton dengan pertimbangan transmisi panas beton yang cukup besar dan juga pertimbangan bila menggunakan kayu akan menghabiskan membabat hutan cukup besar karena luasan bangunan juga besar.
Gambar 5.8. Bentuk dan material penduduk sekitar Sumber : konsep 2012
Penggunaan material bambu digunakan untuk finishing bukan sebagai konstruksi karena mempertimbangkan jumlah bambu yang ada di sekitar tapak tidak sebanyak material kayu. Penggunaan dinding bambu berupa gedhek tetap dipertahankan
agar
identitas
hunian
penduduk
masih
terasa,
namun
pengaplikasiannya disesuaikan dengan kebutuhan misalnya untuk ruang
232
penyimpanan bibit jamur dan pertumbuhannya yang membutuhkan area gelap dan membutuhkan kesejukan.
5.2.3
Respect Nature Resousrces pada Site dan Bangunan Respect Nature Resources merupakan upaya untuk meminimalkan
sumber daya alam yang terbuang, meliputi energi, udara, air, dan tanah.
Bagaimana perancangan bangunan menghemat energi yang tidak dapat diperbaharui dengan desain pasif yang memanfaatkan pencahayaan
dan
penghawaan
alami sebagai sumber energi serta pemilihan material yang ekologis. Serta
mengurangi
pencemaran
udara
dengan
mengurangi
kendaraan
bermotor
di
dalam
tapak dan memperbanyak area berjalan
kaki.
Selain
itu
pengelolaan air bekas pakai, air hujan,
serta
mengurangi
penebangan pohon existing.
Gambar 5.9. Perancangan tapak respon terhadap iklim Sumber : konsep 2012
233
Dalam mencapai peminimalan sumber daya alam yang terbuang pada perancangan dilakukan dua pendekatan yaitu melalui desain secara pasif dan penggunaan material yang ekologis.
5.2.3.1 Desain Pasif Salah satu cara memaksimalkan integrasi manusia dan bangunan dengan alam da upaya untuk menghemat penggunaan energi adalah dengan pengendalian secara pasif. Untuk memaksimalkan integrasi ruang dalam bangunan dengan ruang luar yaitu alam, perancangan bangunan dengan aktivitas siang hari dibuat terbuka. Bangunan dibuat terbuka untuk cross ventilasi dan penenrangan alami. Dengan memanfaatkan udara alam sekitar untuk penghawaan, maka dapat mengurangi penggunaan energi untuk sirkulasi udara ruangan.
234
Bangunan yang dibuat terbuka dapat
dimanfaatkan
sebagai
pencahayaan alami yang masuk ke dalam bangunan secara maksimal, selain itu dapat juga menggunakan sidelighting dari bawah atap. Ha ini dapat
mengurangi
penggunaan
energi pencahayaan buatan.
Gambar 5.10.Sistem desain pasif pada erancangan Sumber : konsep 2012
235
5.2.3.2 Penggunaan Material Ekologis Material yang ekologis adalah : material yang keberadaannya di alam masih besar (raw material), serta material yang minim dampaknya terhadap lingkungan sekitar (environment impact). Selain itu juga dapat menghemat penggunaan energi pada bangunan (energy saving), serta kemungkinan potensi material yang dapat direuse ataupun direcycle.
a.
Rawa avallability material Tersedianya material bangunan baik pada saat ini maupun tersedianya di masa mendatang.
b.
Minimum envirinment impact Penggunaan
bahan
material
tidak
menimbulkan dampak yang merusak lingkungan, mulai dari pengambilan, pemakaian, hingga sampai material tersebut
tidak
dapat
digunakan
kembali. c.
Embodied Energy Energi
yang
pengambilan
dipakai bahan
pembangunan, peletakan,
236
saat
material,
pengangkutan, hingga
penelesaian
pembangunan.
(material
bangunan
yang
memiliki
embodied
ekologis
energy rendah. d.
pada
d.
Product Life-span Berapa lama sebuah material bangunan dapat terpakai. Makin lama material tersebut dapat digunakan makin ekologis.
e.
Re-use potensial Material yang dapat digunakan kembali untuk kebutuhan yang berbeda pada bangunan.
f.
Re-cyecle potensial Material yang dapat diolah kembali untuk kemudahan dipakai kembali pada kebutuhan lainnya.
Gambar 5.11. Bentuk dan material lokal Sumber : konsep 2012
5.3
Konsep Tata Massa Konsep penataan masa yang sejajar dengan jalan mengikuti pola
bangunan di Sumber Brantas yang juga sejajar dengan jalan. Penataan massa yang sejajar dengan jalan juga untuk memaksimalkan view yang sudah ada yaitu kebun atau ladang sayuran moushroom dengan latar pengunungan dan hutan Tahura. Penataan massa yang berbeda di sekeliling tapak merupakan respon terhadap iklim sekitar.
237
Orientasi mengarah pada kolektor jalan utama kota (Barat Laut).
Edukasi
Konservasi & preservasi
RTH
Wisata
Cottage
Pengelola
Gambar 5.12. Tata masa pada perancangan Sumber : konsep 2012
238
Tapak memiliki orientasi ke barat laut dan cenderung memanjang dari timur laut ke barat daya. Tapak yang cenderung memanjang untuk mendapatkan radiasi matahari lebih besar. Peletakkan massa di arahkan menghadap barat laut dan tenggara untuk memaksimalkan radiasi matahari yang masuk ke dalam bangunan, karena tapak berada di dataran tinggi dan membutuhkan radiasi matahari untuk mendapatkan kenyamanan thermal manusia. Massa percontohan (konservasi & preservasi)
di letakkan di area
belakang tapak yaitu pada sisi barat daya. Massa ini diarahkan menghadap barat daya agar bangunan mendapatkan angin siang untuk cross ventilasi, mengingat bahwa daerah ini membutuhkan tingkat kelembaban yang tinggi, namun tidak tegak lurus sehingga angin yang masuk tidak terlalu besar. Selain itu juga di orientasikan ke arah Pabrik pengolahan, agar akses menuju pasca panen lebih efisien & efektif. Untuk menghubungkan 2 daerah ini terdapat area terbuka sebagai konektor antara ruang konservasi ke pabrik pengolahan. Sedangkan massa yang lainnya sebagian besar menghadap ke timur laut dan barat daya untuk mengurangi angin yang masuk ke bangunan konservasi (budidaya jamur) dan angin malam yang masuk ke tapak. Desain massa bangunan sebagian besar dibuat satu lantai, hal ini dilakukan untuk memaksimalkan ruang terbuka hijau mengingat jenis tanah latosol dan andosol yang baik bila digunakan untuk lahan pertanian atau perkebunan, selain itu juga untuk meminimalkan kerusakan tanah.
239
Pendaerahan zoning pada tapak berdasarkan pola pergeragakan matahari lingkungan sekitar, pergerakan angin, tingkat kebisingan, kebutuhan akan view, pancapaian, pasokan air dan listrik, serta sirkulasi pengunjung dan pengelola. Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan integrasi dengan alam dan iklim setempat. Bangunan
cenderung
menggunakan
pengendalian
pasif
yaitu
dengan
memaksimalkan pencahayaan dan penghawaan alami.
Berdasarkan anlisa tapak di atas, maka dilakukan pendaerahan zoning pada tapak menjadi 5 zona yaitu zona umum, penunjang, servis, percontohan, dan penginapan. ZONA UMUM ZONA PENGINAPAN ZONA PENUNJANG
ZONA SERVIS
ZONA PERCONTOHAN
Skema 5.1. Penzoningan Pada Tapak Sumber :RDTRK Kota Batu 2003-2008
240
Gambar 5.13. tata masa bangunan berdasarkan penzoningan Sumber : konsep 2012
Area cottage dibuat lebih tertutup untuk mengantisipasi udara dingin di malam hari, sehingga tidak membutuhkan penghangat ruangan seperti perapian penghangat. Bukaan pada cottage dibuat jendela yang bisa ditutup untuk malam hari, namun bisa dibuka saat pagi atau siang hari sehingga sirkulasi cross ventilasi masih bisa terjadi di dalam ruangan. Massa cottage dibuat panggung untuk mengurangi kerusakan di area lahan berkontur, mengingat bahwa kontur yang ada pada tapak termasuk curam 15-40%. Untuk mengatasi longsor pada lahan berkontur yang curam, area kontur
241
ditanami sayur mayur yang nantinya juga bisa dijual di kios wisata. Lokasi cottage yang di tempatkan dekat dengan kebun moushroom tidak mengurangi privasi pengunjung, dengan begitu view yang didapat juga maksimal yaitu pemandangan alam Wisata Cangar dan Hutan Tahura.
Gambar 5.14. bentuk tata massa cottage Sumber : konsep 2012
242
5.3.1
Konsep Matahari Berdasarkan keadaan iklim dengan temperatur rata-rata 17oC hingga
25oC perancangan pada tapak membutuhkan kondisi yang lebih hangat yaitu 24untuk mendapatkan kenyamanan manusia dan kenyamanan budidaya jamur yaitu 10-32oC. Oleh karena itu dalam tanggapan perancangannya, orientasi bangunan dihadapkan ke barat laut untuk memasukkan radiasi. Namun, untuk menghindari silau diberi penghalang sinar matahari langsung dengan shading. Matahari juga berpengaruh pada posisi konservasi (budidaya) yang tidak terlalu membutuhkan radiasi matahari sebagai pencapaian tingkat kelembaban yang dibutuhkan jamur agar tumbuh dengan baik. Oleh karena itu dalam tanggapan perancangannya, area yang mendapatkan radiasi besar untuk area kebun moushroom dengan orientasi menghadap ke radiasi matahari yang besar dan area hunian yang membutuhkan radiasi matahari untuk menaikkan suhu ruangan pada malam hari.
243
Gambar 5.15. Perancangan bangunan terhadap gerak matahari Sumber : konsep 2012
244
Gambar 5.16. Sistem pencahayaan pada bangunan perancangan Sumber : konsep 2012
Bangunan yang terbuka juga dapat memaksimalkan cahaya matahari yang masuk ke dalam bangunan, sehingga ruangan akan terang tanpa harus menggunakan penerangan buatan yang membutuhkan dan menghabiskan energi. Untuk memaksimalkan pencahayaan alami digunakan side lighting dari bawah atap untuk mengurangi penggunaan energi buatan (lampu).
245
5.3.2
Konsep Angin Pola pergerakan angin di tapak dipengaruhi angin gunung pada siang hari
dan angin lembah pada malam hari. Arah datangnya angin lembah dari timur laut tapak, sedangkan arah datangnya angin gunung gunung dari barat daya tapak. Lokasi tapak yang berada 1500 m diatas permukaan laut yang termasuk di dataran tinggi, membuat terjadinya perbedaan temperatur yang cukup tinggi antara siang dan malam hari. Oleh karena itu dalam tanggapan perancangannya, peletakkan fungsi bangunan yang tidak membutuhkan angin malam terlalu besar diletakkan di area yang mendapat angin gunung (barat daya) agar cross ventilasi lebih baik. Sedangkan massa yang bagian memanjang lainnya lebih besar menghadap ke timur laut dan barat daya untuk mengurangi angin yang masuk ke bangunan konservasi (budidaya jamur) dan angin malam yang masuk ke tapak.
246
Gambar 5.17. Tata masa & bentuk bangunan terhadap gerak matahari Sumber : konsep 2012
247
Angin malam dari arah timur laut dihalangi dengan vegetasi existing pohon sono yang cukup rindang, juga dibatasi dengan massa toko / market souvenir yang tidak digunakan pada malam hari untuk megurangi besarnya angin malam yang masuk ke tapak.
5.3.3
Konsep Kebisingan Aktivitas di sekitar tapak adalah wisata, dan perkebunan. Kebisingan
pada lokasi disebabkan oleh kendaraan bermotor yang menuju dan dari wisata Cangar ataupun Kabupaten Mojokerto. Namun, intensitas kendaraan tidak terlalu besar karena lokasi berada di kawasan perkebunan dan berjarak ± 1.5 km dari pusat kota Batu sehingga kebisingan yang ada tidak terlalu menggangu aktivitas dalam tapak. Tanggapan perancangannya adalah zona dengan kebisingan sedang, yaitu zona yang paling dekat dengan jalan utama lebih baik digunakan aktivitas yang tidak membutuhkan ketenangan, antara lain zona servis dan umum. Zona dengan tingkat kebisingan rendah, yaitu zona yang jauh dari jalan utama lebih baik dimanfaatkan untuk fasilitas yang membutuhkan ketenangan seperti zona penginapan dan zona edukasi/percontohan.
248
Gambar 5.18. Tata Massa berdasarkan sifat dan tingkat kebisingan Sumber : konsep 2012
249
5.3.4
Konsep View Lokasi perancangan yang berada di dataran tinggi memiliki view alam
yang sangat indah. Pemandangan alam terbaik berada di sebelah timur tapak yaitu kebun Moushroom dan pemandian air anas Cangar dengan hutan Tahuranya. Sedangkan pemandangan alam yang cukup baik berada di sebelah barat laut tapak yaitu gunung Arjuno. Untuk memanfaatkan potensi view yang ada, area yang membutuhkan view seperti zona penginapan dan zona percontohan & eduksai diletakkan dilokasi yang menghadap ke pemandangan terbaik maupun pemandangan yang cukup baik dengan orientasi massa ke arah view. Lokasi perancangan yang berada di dataran tinggi memiliki view alam yang sangat indah. Pemandangan alam terbaik berada di sebelah timur tapak yaitu kebun Moushroom dan pemandian air anas Cangar dengan hutan Tahuranya. Sedangkan pemandangan alam yang cukup baik berada di sebelah barat laut tapak yaitu gunung Arjuno. Untuk memanfaatkan potensi view yang ada, area yang membutuhkan view seperti zona penginapan dan zona percontohan & eduksai diletakkan dilokasi yang menghadap ke pemandangan terbaik maupun pemandangan yang cukup baik dengan orientasi massa ke arah view.
250
Gambar 5.19. Tata Massa memanfaatkan view Sumber: konsep 2012
5.3.5
Konsep Aksesbilitas /Pencapaian Pencapaian wisatawan ke tapak dari arah Pusat Kota Batu sejalan dari
arah kabupaten Mojokerto. Oleh karena itu untuk pencapaian yang lebih cepat, maka zona umum diletakkan di dekat pencapaian dari arah pusat Kota Batu dan Kabupaten Mojokerto yaitu arah barat laut. Pengaruh aliran air dan listrik
251
mempengaruhi peletakan zona servis, dimana zona servis diletakkan di aea yang paling dekat dengan pasokan listrik dan air. Tapak berada ± 1.5 km dari pusat Kota Batu ke arah Selatan atau sekitar 2-2,5 jam menggunakan mobil dan kendaraan roda dua. Penentuan pintu masuk dan keluar pada tapak memperhatikan kondisi lingkungan sekitar dan jalur pencapaian pengunjung. Pencapaian pengunjung hanya bisa dari arah kabupaten Mojokerto, sedangkan untuk pengelola yang merupakan warga sekitar memiliki pencapaian dari pusat Kota Batu. Pencapian diletakkan lebih dekat dengan jalan utama dari arah Kabupaten Mojokerto karena arah pusat Kota Batu posisi tapak berada di bawah badan jalan, sehingga akes pintu masuk dari arah pusat kota Batu kurang efisien. Pencapaian wisatawan ke tapak dari arah Pusat Kota Batu sejalan dari arah kabupaten Mojokerto. Oleh karena itu untuk pencapaian yang lebih cepat, maka zona umum diletakkan di dekat pencapaian dari arah pusat Kota Batu dan Kabupaten Mojokerto yaitu arah barat laut. Pengaruh aliran air dan listrik mempengaruhi peletakan zona servis, dimana zona servis diletakkan di aea yang paling dekat dengan pasokan listrik dan air. Aktivitas pengunjung dan pengelola juga mempengaruhi peletakkan zona dalam tapak. Berdasarkan aktivitas dan fasilitas yang ingin dihadirkan, maka membentuk sirkulasi dari zona umum ke zona penunjang atau ke zona penginapan dan kemudian ke zona percontohan. Pada zona servis terdapat akses sendiri karena hanya pengelola yang bisa mengakses dan loading dock barang.
252
Gambar 5.20. Tata Massa akses & pencapaian Sumber : konsep 2012
253
5.3.6
Konsep Sirkulasi
Aktivitas pengunjung dan pengelola juga mempengaruhi peletakkan zona dalam tapak. Berdasarkan aktivitas dan fasilitas yang ingin dihadirkan, maka membentuk sirkulasi dari zona umum ke zona penunjang atau ke zona penginapan dan kemudian ke zona percontohan. Pada zona servis terdapat akses sendiri karena hanya pengelola yang bisa mengakses dan loading dock barang. Sirkulasi pengunjung dan pengelola didasarkan pada aktivitas pengunjung dan pengelola, fasilitas yang ingin dihadirkan, serta jenis pengunjung yaitu pengunjung yang menginap dengan paket wisata, pengunjung tidak menginap dengan paket wisata, dan pengunjung tidak menginap tanpa paket wisata.
Gambar 5.21. Sirkulasi pada Tapak secara Universal Sumber : konsep 2012
254
Dari perbedaan jenis pengunjung, maka aktivitas pengunjung akan berbeda pula dan hal ini akan mempengaruhi peletakkan fasilitas yang ada di dalam tapak serta sirkulasi yang terjadi. Berikut ini adalah alur sirkulasi pengunjung dan pengelola pada tapak yang didasarkan pada jenis pengunjung yang datang dan zona di dalam tapak yang bisa diakses oleh pengunjung maupun pengelola. 1. Sirkulasi pengunjung menginap dengan paket wisata = zona umum – zona penginapan – zona penunjang – zona percontohan – pabrik
Gambar 5.22. pola Sirkulas pengunjung 1 Sumber : konsep 2012
2. Sirkulasi pengunjung tidak menginap tanpa paket wisat = sona umum – zona penunjang
255
Gambar 5.23. pola sirkulasi pengunjung 2 Sumber : konsep 2012
256
3. Sirkulasi pengunjung menginap dengan tidak paket wisata = zona umum – zona penunjang – zona penginapan
Gambar 5.24. Pola Pengunjung 3 Sumber : konsep 2012
257
4. Sirkulasi pengelola (servis) = Zona umum – zona servis – menyebar ke zona penunjang / percontohan / penginapan berdasarkan bagian pekerjaan.
Gambar 5.25. pola sirkulasi pengelola Sumber : konsep 2012
258
5.3.7
Konsep Vegetasi
Rumput
Palem
Tulip Lidah metua
Gambar 5.26. pola Ruang terbuka & Vegetasi Sumber : konsep 2012
Glodokan tiang digunakan sebagai pohon pengarah
Rumput sebagai elemen pendukung RTH
Tulip sebagai penambah desain landskape
Palem sebagai pohon pengarah
Thunbergia sebagai penambah elemen ruang luar
Lidah mertua sebagai desain ruang luar
259
5.3.8
Konsep Bentuk
Gambar 5.27. Bentuk bangunan pada perancangan Sumber : konsep 2012
260
Bentuk bangunan di rancang sesuai tanggapan terhadp perlakuan iklim lokalitas di daerah Sumber Brantas, Bumiaji Kota Batu serta perpaduan antara bentuk bangunan di sekitar tapak. Dengan mempertahankan unsur bentuk persegi dengan atap pelana menjadi identitas dari bangunan pada perancangan.
5.3.9
Konsep Ruang Pendalaman karakter ruang dipilih bedasar pada respect villager’s life
dan dikarenakan ingin menghadirkan kesan alam (feels nature) serta suasana perkebunan ke dalam fasilitas agrowisata sehingga pengunjung dapat merasakan kealamian daerah Sumber brantas beserta potensi yang dimliki baik dari komoditas agro, kehidupan masyarakat, keadaan iklim maupun sumber daya alam yang dimiliki. Untuk menyatukan ruang dalam bangunan dengan ruang luar (alam), perancangan bangunan dengan aktivitas siang hari dibuat terbuka. Bangunan dibuat terbuka untuk cross ventilasi dan pencahayaan alami. Selain itu, juga memanfaatkan udara sejuk pegunungan yang ada di Sumber brantas ini sebagai penghawaan alami. Maka kedua perlakuan di atas dapat mengurangi penggunaan energi pada ruangan ruangan. Ruang-ruang luar yang ada menjadi penghubung antar zona dan mengaplikasikan konsep kebiasaan penduduk sekitar yang berkumpul. Dengan adanya ruang luar melingkar dan fungsi masing-masing ruang luar, diharapkan suasana dan kesan kebersamaan dapat dirasakan pengunjung. Ruang luar berupa kebun tidak dibuat melingkar untuk memaksimalkan lahan tanam dan juga karena
261
pengaruh matahari ke tanaman. Adanya ruang-ruang luar juga menambah susana alam dan asri karena banyak tanaman yang ditanam seperti kebun sayur-sayuran, bunga dan pohon rindang. Penataan ruang luar pada tapak didasarkan pada kebiasaan penduduk berkumpul pada sore hari sehingga membutuhkan area luar untuk tempat berkumpul warga. Selain itu, pada hunian memiliki kekhasan yaitu memiliki kebun kecil dibagian depan rumah. Oleh karena itu, muncul konsep ruang luar dengan tujuan unuk mengumpulkan pengunjung dan memberikan kesan berkumpul dan kebersamaan. Hubungan antar massa dominan dihubungkan dengan ruang luar berbentuk lingkaran karena ingin menghadirkan konsep ruang luar dalam hunian penduduk dan mengintepretasikan kebiasaan penduduk yang berkumpul dalam bentuk melingkar. Bentuk ini memberi kesan melingkupi dan mengumpulkan pengunjung ke pusat lingkaran untuk beraktivitas sehingga kesan berkumpul dapat dirasakan oleh pengunjung yang datang. Ruang luar berupa kebun tidak menggunakan bentuk lingkaran karena untuk memanfaatkan lahan penanaman yang luas. Pada ruang luar penerima terdapat kolam air mancur yang berguna sebagai elemen pemersatu untuk menarik pengunjung lebih masuk lagi ke dalam tapak. Selain itu, pengunjung juga bisa duduk bersantai di gazebo dan di pinggir kolam. Pohon rindang dan semak menjadi elemen pelingkap ruang luar serta sebagai elemen pengarah pengunjung ke fasilitas di zona umum dan zona penunjang.
262
Ruang luar pada area penerima ini dibuat terbuka untuk memberi kesan lapang dan menerima bagi pengunjung yang datang. Area samping di zona penunjang dilingkupi oleh atap disekitar untuk memperkuat kesan kebersamaan. Area ini menjadi awal dan akhir paket wisata percontohan (konservasi). Pengunjung bisa mendapat sample makanan atau olahan jamur lainnya sambil menikmati alam sekitar.
Gambar 5.28. hall Sumber : konsep 2012
263
Area jamur berbentuk persegi panjang untuk memaksimalkan lahan. Bentuknya memanjang dari arah tenggara-barat laut untuk mendapatkan untuk mendapatkan sirkulasi angin dan cahaya matahari. Ada space aktivitas pengunjung ditengah area konservasi sebagai area berkumpul setelah memetik jamur. Sedangkan area kebun sayur berbentuk kotak karena tidak membutuhkan radiasi dan angin yang besar. Pada area tengah kebun sayur diberi space berbentuk lingkaran untuk aktivitas pengunjung berkumpul setelah bercocok tanam ataupun panen.
Gambar 5.29. RTH Sumber : konsep 2012
264
Area luar depan cottage juga berupa kebun sayur. Pengadaan kebun sayur ini selain untuk menguatkan susana perkebunan, juga sebagai penahan kontur curam agar tidak longsor. Selain itu, konsep ruang luar dengan kebun digunakan agar pengunjung dapat merasakan kehidupan seperti penghuni di SumberbrantasBumiaji terutama pengunjung yang menginap. Playground pada zona penginapan berbentuk lingkaran untuk menguatkan kesan berkumpul. Pada playground sendiri dekat dengan perkebunan dan memilki akses secara visual ke sana, sehingga susana perkebunan tetap dapat dirasakan. Adanya atap dan area duduk menjadi barier antara kebun dan playground.
Gambar 5.30. pemanfaatan kontur Sumber : konsep 2012
265
Open space yang berada di area cottage merupakan area
penerima
pengunjung cottages. Jarak antara cottage satu dengan yang lain tidak terlalu besar untuk menghindari kesan hunian penduduk yang memiliki ruang luar. Adanya kolam air sebagai elemen pemersatu dan area duduk disekitar kolam serta penggunaan atap pada area penerima sebagai tanda area berkumpul disana.
5.3.9.1 Zona Umum Zona umum adalah zona awal dimana pengunjung baru datang. Zona ini merupakan area penerima diharapkan dapat menarik pengunjung. Oleh karena itu, karakter yang ingin dihadirkan adalah area yang menerima dan didukung oleh suasana yang terbuka. Dengan tema besar harmoni yang menghadirkan kesan alam, maka penggunaan material alam seperti kayu, gedhek bambu, beton dan batu alam yang diekspos sangat dominan ditambah warna asli material juga terlihat dapat menunjukkan kesan alam yang sangat kuat. Hal ini dapat mendukung karakter menerima (welcome) pada area penerima karena pengunjung disuguhkan potensi material setempat dengan kesan alamnya. Suasana terbuka juga mendukung kesan welcome yang ingin didapat pengunjung yang masuk dapat melihat area ruang luar secara lapang karena dibuat terbuka dengan kolam air mancur di tengahnya.
266
Gambar 5.31. zona umum Sumber : konsep 2012
Penggunaan material keramik pada lantai lobby dengan tekstur memberi kesan kealamian material yang diekspos. Dengan keadaan tapak yang sangat terasa suasana alam, ditambah dengan kesan alam yang dihadirkan dari material, pengunjung akan merasakan kesan welcome dari kealamian tersebut. Untuk memberi kesan welcome menggunakan warna shoft dari material keramik pada lobby dan gedhek bambu pada plafon. Pada area lobby tidak menggunakan dinding pengisi tetapi hanya menggunakan railing kayu memberi kesan terbuka dan ruang yang terbuka pada area lobby juga didukung dengan adanya shading berupa kisi-kisi kayu vertikal dan sosoran sebagai antisipasi glare serta tampias hujan. Furniture yang dipakai pada lobby adalah kursi kayu atau bambu untuk
267
menambah kesan alam dan menggunakan material lokal kayu sengon sehingga menguatkan penggunaan serta keberadaan potensi material setempat. Penggunaan material kayu sengon sendiri memiliki tujuan untuk mengoptimalkan potensi hasil perkebunan. Pencahayaan pada bangunan yang terbuka lebih efisien menggunakan pencahayaan alami, selain menghemat energi juga lebih menguatkan kesan terbuka dari luar ke dalam bangunan serta pemanfaatan unsur alam yang lebih menguatkan suasana alam pada area penerima. Ruang luar area penerima dibuat terbuka tanpa penutup atap agar memberi kesan terbuka sehingga pandangan menjadi luas. Dengan pandangan yang luas dan terbuka, pengunjung dapat melihat secara leluasa ke zona sekitar di dalam tapak. Dengan begitu, kesan welcome dapat dirasakan pengunjung melalui keterbukaan tersebut. Sebagai antisipasi terhadap hujan, area sekitar ruang luar seperti bangunan restoran maupun toko / mini dan supermarket menggunakan sosoran yang bisa digunakan untuk berteduh. Adanya kolam dengan air mancur di tengah area sebagai penerima untuk menarik pengunjung masuk lebih dalam lagi ke area tapak. Pepohonan tinggi di samping area kolam berfungsi sebagai pengarah pengunjung ke zona lainnya, selain itu juga untuk lebih menguatkan kesan alam dengan banyaknya pepohonan. Penggunaan material batu alam pada pedestrian dan penggunaan material setempat, seperti genteng, bata, kayu, bambu menambah kesan hunian/bangunan di area Sumber brantas serta menambah kesan alam. Perbedaan warna batu alam
268
untuk memisahkan area sirkulasi dan area kolam penerima dengan air mancur dimana pengunjung bisa tertarik ke tengah dan berkumpul.
5.3.9.2 Zona penunjang Zona penunjang merupakan zona perantara antara zona umum dengan zona konservasi & preservasi (percontohan). Pada zona ini diharapkan pengunjung dapat merasakan kebiasaan berkumpul warga yang diaplikasi dalam ruang luar yang berbentuk lingkaran. Secara fungsi, area ini mengumpulkan pengunjung, karena merupakan area awal mulai perjalanan wisata dan akhir dari area penunjang.
Gambar 5.32. zona pengunjung Sumber : konsep 2012
269
Oleh
karena
itu,
kesan
kebersamaan
ingin
dihadirkan
untuk
mengumpulkan semua jenis pengunjung ke dalam satu area. Selain itu, pengunjung juga diharapkan bisa merasakan kedekatan dengan kebun. Supaya mendukung suasana yang ingin dihadirkan, pengaplikasian pada perancangan dilakukan dengan penggunaan material alam, warna asli material, dan warna kuning memberikan kesan kebersamaan. Selain itu, bentuk lingkaran yang melingkupi serta open view ke kebun juga dapat menambah suasana kebersamaan dan dekat dengan kebun. Material dominan yang digunakan adalah kayu, bambu, dan batu alam pada area jalan kaki. Penggunaan material tersebut tentunya untuk memperkuat kesan alam, apalagi jika material diekspose dengan warna aslinya, sehingga pengunjung dapat melihat dengan jelas susunan material hingga menjadi atap pelindung di area ini. Warna kuning untuk mendukung suasana kebersamaan didapat dari material batu alam dan atap bambu yang digunakan. Bentuk lingkaran yang digunakan untuk ruang luar berdasarkan pada kebiasaan berkumpul warga. Bentuk ini memberi kesan melingkupi dan mengumpulkan pengunjung ke pusat lingkaran untuk beraktivitas. Penggunaan furniture bambu yang berbentuk lingkaran juga bertujuan untuk mengumpulkan sekelompok orang dalam satu lingkup lingkaran. Dengan bentuk melingkar pada furniture, pengunjung dapat berinteraksi dengan nyaman dengan pengunjung yang lain maupun kerabat yang datang bersama. Penggunaan atap untuk melindungi pengunjung dari radiasi langsung dan hujan struktur atap juga dibuat ekspose. Selain itu, ketinggian atap yang hanya 3 m membuat
270
pandangan ke area kebun lebih fokus sehingga pengunjung akan merasa lebih dekat dengan kebun. Pencahayaan menggunakan pencahayaan alami untuk memperkuat suasana alam perkebunan dengan area terbuka supaya lebih dekat dengan alam.
5.3.9.3 Zona Penginapan Zona penginapan merupakan fasilitas bagi pengunjung yang ingin menginap. Pada zona ini di harapkan pengunjung dapat merasakan hunian warga yang diaplikasikan dalam cottages yang berhadapan dengan ruang luar. Selain itu, pada zona ini juga ingin menghadirkan kesan dekat dengan alam termasuk perkebunan. Kesan hunian yang ingin dihadirkan juga didukung dengan suasana kebersamaan yang bisa dirasakan pengunjung dari ruang luar dan interior cottages. Kesan kebersamaan dihadirkan berdasarkan kebiasaan warga berkumpul dan berinteraksi dengan tetangga. Oleh karena itu dengan kesan kebersamaan, diharapkan pengunjung dapat berkumpul dalam satu area yang melingkupi sehingga kesan kebersamaan semakin terasa. Namun jarak yang kecil menghadirkan kesan menekan. Oleh karea itu, penggunaan material dipilih dengan warna yang cerah seperti kuning material bambu yang mengesankan kebersamaan dan menerima. Dengan menggunakan warna yang cerah, jarak antara bangunan yang kecil tidak mengesankan menekan, hal ini akan berbeda keadaanya apabila material yang digunakan berwarna gelap misalnya kayu. Suasana kebersamaan juga dibentuk dari ruang luar di tengah cottages dengan air mancur untuk menambah kesan rileks dari gemricik air. Penggunaan
271
atap pada area kolam ini memberi kesan melingkupi sehingga kebersamaan akan lebih terasa. Selain itu, material bambu yang digunakan ini juga berfungsi sebagai secondart scene untuk shading serta memberikan privasi kepada pengunjung yang menginap karena jarak antar cottages yang cukup dekat. Penggunaan material bata ekspose menambah kesan alami pada bangunan, selain itu juga berfungsi sebagai material yang mentransmisikan panas lebih besar ke dalam cottages. Cottages dibuat dekat dengan kebun dan langsung menghadap kebun supaya terasa lebih dekat dan merasa hidup diarea perkebunan. Hal ini juga sesuai dengan konsep ruang luar di rumah penduduk sekitar yang di depan rumah terdapat kebun kecil. Pada cottages bisa melihat kebun dengan pemandangan luas seperti berada dan tinggal di kebun. Interior cottages dominan menggunakan furniture kayu untuk menunjukkan material lokal yang ada dan tentunya menunjukkan potensi perkebunan serta kekhasan dari fasilitas agro ini.
272
Gambar 5.33. zona & bentuk bangunan cottage Sumber : konsep 2012
273
Plafon menggunakan gedhek bambu untuk memberi kesan hunian penduduk yang juga menggunakan gedhek bambu pada bangunan. Selain itu, dengan warna asli material bambu yaitu kuning juga memberikan kesan alam dan kebersamaan di dalam cottages. Finishing dinding cat dengan warna kuning digunakan untuk menambah susana kebersamaan juga berdasarkan pada fungsi thermal dinding yang lebih besar transmisinya bila hanya bata ekspose dan plester. Penutup lantai cottages menggunakan material kayu untuk memberikan kesan hangat pada ruangan karena pada malam hari suhu dingin di Sumber brantas. Penggunaan material kayu pada lantai dengan warna coklat akan menambah suasana hangat pada cottages. Area playground dibuat terbuka ke kebun agar terasa lebih dekat dengan kebun tetapi dibatasi dengan area duduk, sehingga hanya ada koneksi secara visual ke kebun. Dengan adanya area playground yang dibuat terbuka, suasana perkebunan tidak lepas dari playground.
5.3.9.4 Zona percontohan /konservasi merupakan fasilitas utama pada proyek ini. Perancangan zona ini tidak lepas dari persyaratan penanaman jamur dan sayuran. Pada zona ini pengunjung diharapkan dapat merasakan kesan dekat dengan perkebunan. Oleh karena itu untuk mendapatkan kesan tersebut perlu didukung dengan suasana yang terbuka, alami, dan asri. Pencapian kesan dan suasana tersebut juga didukung oleh material alam yaitu bambu, kayu, beton, serta kebun dan konservasi jamur. Oleh karena itu, untuk mencapai kesan yang
274
diinginkan dibutuhkan perancangan yang disesuaikan dengan persyaratan tanam jamur dan sayuran lainnya agar tanaman bisa tumbuh dengan baik dan fungsi fasilitas agrowisata ini dapat berjalan dengan baik, sehingga tujuan untuk merasakan suasana perkebunan dan alam dapat dirasakan oleh pengunjung.
Gambar 5.34. zona percontohan 1 Sumber : konsep 2012
Bagaimana pembibitan dibuat terbuka agar dapat melihat view kebun dan preservasi jamur secara maksimal. Untuk lebih memperluas area pandang, bangunan di naikkan 1 m. Bangunan dinaikkan agar pengunjung dapat memandang kebun lebih leluasa dari bangunan melalui perbedaan 1.5 dari batas pohon penaung 2,5 m dan bangunan yang dinaikkan 1m. Selain itu, pada kebun jamur ketinggian bedengan 30 cm membuat pandangan masih baik dari jarak dekat. Jadi lebih baik bila bangunan dinaikkan agar kebun lebih terlihat dengan jelas baik dari jarak dekat maupun jauh.
275
Bangunan percontohan preservasi yang terbuka membutuhkan antisipasi terhadap tampias hujan. Cara mengatasinya adalah dengan menggunakan sosoran. Penggunaan kisi-kisi penyaring glare (silau) tidak dibutuhkan karena bibit tanaman yang ada di dalamnya masih membutuhkan radiasi meskipun tidak besar. Dengan bangunan yang terbuka dan kedekatannya dengan kebun akan membuat pengunjung bisa merasakan lebih dekat dengan perkebunan karena mereka dapat melihat aktivitas pekerja.
Gambar 5.35. zona percontohan 2 Sumber : konsep 2012
276
Pencahayaan alami pada konservasi dibutuhkan selain untuk menambah suasana alam, juga pemenuhan kebutuhan akan cahaya matahari pada tanaman agar dapat berfotosintesa dengan baik meskipun tudak membutuhkan secara terus menerus dan sepanjang hari. Bagian tengah bangunan dibiarkan kosong untuk sirkulasi pengunjung. Selain itu, bibit diletakkan di bagian pinggir agar masih bisa terkena radiasi matahari. Kesan alam didapat dari pemilihan material kayu, bambu, dan beton yang diekspos. Warna asli bahan juga menambah kesan alam pada ruagan. Ruang dalam tidak dibuat tinggi agar terkesan lebih dekat dengan kebun karena area pandang masih terfokuskan dengan ketinggian yang rendah. Namun, dengan adanya atap ekspos maka interior bangunan akan terkesan tinggi. Hal ini diatasi dengan penggunaan kuda-kuda penuh, sehingga suasana yang dekat dengan kebun bisa di dapat. Pemberian atap bangunan ditujukan sebagai pelindung (atap bedengan) bibit jamur dari radiasi matahari secara langsung dan sepanjang hari. Namun, ketika posisi matahari rendah (orientasi barat daya dan timur laut) maka tanaman akan mendapat radiasi matahari. Jadi dengan penggunaan bangunan yang terbuka dengan atap, tanaman masih bisa mendapat radiasi matahari tetapi tidak terus menerus. Penggunaan plafon gedhek bambu bertujuan untuk mengurangi kesan langit-langit tinggi. Pemasangan atap dengan plafon gedhek bambu akan terlihat lebih tinggi, kotor, dan memang bisa lebih mudah mengotori bangunan. Ruang penyimpanan dan pembibitan jamur memiliki karakter gelap tetapi sejuk. Hal ini berdasarkan kebutuhan jamur dalam upaya untuk pertumbuhannya menjadi
277
miselium jamur yang sempurna. Syarat ruang penyimpanan yang gelap dan sejuk membutuhkan ruangan yang tertutup, namun masih bisa dimasuki oleh udara. Oleh karena itu menggunakan gedhek bambu dengan anyaman bilik yang memasukkan cahaya 0,1 % (Frick, Heinz 97).
Gambar 5.36. sistem material 1 pada bangunan budidaya Sumber : konsep 2012
Gambar 5.37. sistem material 2 pada bangunan budidaya Sumber : konsep 2012
278
Jadi keseluruhan ruangan plafon gedhek, dinding gedhek, lantai bilah bamu) agar udara tetap masuk, tetapi cahaya matahari diminimalkan. Ruangan yang gelap tidak ditambah material dengan warna gelap untuk menghindari kesan sempit dan pengap. Penggunaan bambu selain untuk memenuhi persyaratan ruang juga agar lebih mudah dibersihkan dan tetap dapat dirasakan unsur alamnya. Peletakkan bibit jamur sendiri membutuhkan bedengan. Bedengan dibuat bersusun untuk lebih menghemat tempat. Bedengan paling bawah dinaikkan karena tidak boleh langsung menempel pada lantai. Bedengan dibuat 5 susun untuk menyesuaikan ketinggian manusia supaya lebih mudah meraih bedengan. Rak bedengan terbuat dari bambu dengan alas bilah bambu, agar kotoran (jamur yang busuk) lebih mudah dibersihkan. Rak bedengan dibuat lebih besar agar meletakkan dan mengambil bedengan lebih leluasa.
Gambar 5.38. sistem rak pada bangunan budidaya Sumber : konsep 2012
279
5.3.9.5 Kebun sayuran Karakter dekat dengan diselesaikan dengan perancangan yang sesuai dengan persyaratan penanaman serta kesan ruang yang dihasilkan dengan perancangan berupa jalan setapak sejajar kebun disekeliling kebun untuk lebih mudah mendekatkan dengan kebun. Kebun sayuran dibuat memanjang untuk menyesuaikan dengan persyaratan penanaman. Kebun dibuat terbuka agara matahari dapat menyinari secara maksimal ke kebun. Pedestrian dibuat datar agara pengunjung lebih dekat dengan kebun dan memudahkan pengunjung beraktivitas. Kebun sayuran diapit 2 bangunan yaitu cottages dan pembibitan, hal ini dilakukan untuk mendapatkan ruang luar seperti hunian penduduk. Perbandingan 1:3 pada ketinggian bangunan dan kebun membuat kebun menjadi lebih terbuka dan lebih luas, sehingga pengunjung dapat melihat beberapa bangunan sekaligus site. Kebun sayuran memberikan view hampir keseluruhan bangunan yang memberi kesan asri. Apalagi ditambah dengan penggunaan material alam dan didukung oleh banyaknya pepohonan di dalam tapak. Penggunaan material alam seperti kayu, bambu, dan beton pada bangunan sekitar kebun serta batu alam pada pedestrian akan menambah kesan alam. Selain warna material alam pada bangunan sekitar kebun, warna tanah, kebun sayuran yang ada menghadirkan suasana asri dan segar. Pencahayaan alami digunakan untuk kebutuhan sayuran akan matahari. Dengan penataan massa dengan jarak cukup besar memungkinkan cahaya matahari menyinari kebun.
280
Gambar 5.39. RTH Sumber : konsep 2012
5.3.9.6 Konservasi Kesan dekat dengan kebun juga ingin dihadirkan di konservasi jamur, oleh karena itu dalam penyelesainnya dibuat jalan setapak dengan kebun sayuran supaya terasa seperti benar-benar berada di perkebunan yang asli. Jalan setapak dan open area yang ada juga disesuaikan dengan fungsi dimana akan diadakan kegiatan memetik jamur dan pengarahan yang dilakukan oleh guide. Pedestrian pada area konservasi mengarah ke area preservasi / pabrik sebagai akses langsung pengunjung untuk ke pabrik dan untuk menunjukkan bahwa fasilitas agrowisata merupakan bagian dari buidaya jamur. Bangunan pasca panen dibuat terbuka agar kesan dekat dengan kebun dan welcome pada pengunjung lebih terasa. Secara fungsi, bangunan di sekitar
281
kebun juga berhubungan dengan kebun sayuran dan konservasi jamur yaitu pasca panen jamur.
Gambar 5.40. Ruang Terbuka Konservasi Sumber : konsep 2012
Jarak pandang pengunjung yang baru masuk ke area penerima cukup luas karena jarak antar massa bangunan 2 kali tinggi bangunan apalagi di tambah dengan desain yang terbuka dan jarak lantai ke plafon lobby cukup tinggi yaitu 5 m sehingga lebih terkesan luas dan menerima. Ruang luar dipusatkan di area kolam dengan air mancur sebagai penerima awal dan penarik pengunjung. Pepohonan dan massa serta restauran menjadi pengarah sirkulasi ke zona penunjang. Pada area drop off diberi kolam dengan air mancur untuk memberi kesan menerima dan menarik pengunjung. Penggunaan material kayu pada atap drop off untuk memperkuat kesan alam dari material dan lebih utamanya adalah
282
untuk menyaring cahaya agar tidak gelap. Atap drop off dibuat lebih menjorok untuk memberi kesan mengundang dan menerima di samping untuk antisipasi hujan. Penggunaan material grassblock pada entrance memiliki tujuan untuk mengurangi reflectance matahari pada tapak dan untuk mengurangi perkerasan sehingga bisa menjadi resapan air tanah dan tidak terjadi kerusakan tanah yang berlebihan.
Gambar 5.41. Drop off Sumber : konsep 2012
283
5.4
Konsep Sistem Bangunan
5.4.1
Konsep Struktur Sistem struktur yang digunakan adalah sistem sruktur rangka.
Penggunaan konstruksi sesuai dengan konsep harmoni dengan alam dengan 3 aspek perancangan yang memperngaruhi pemilihan material. Berdasarkan pemilihan material, maka konstruksi yang digunakan adalah konstruksi beton pada bangunan, konstruksi atap kayu, dan bahan penutup atap dari genteng beton. Sisi samping bangunan menggunakan gevel dari bahan batu bata ekspos. Gevel dan kuda-kuda kayu menopang gording, usuk, reng serta genteng penutup atap. Pada akhiran genteng terdapat talang air hujan untuk menampung air hujan dan dialirkan ke kolam tampung melalui pipa. Diantara setiap kuda-kuda terdapat ikatan angin yang mengikat kuda-kuda satu dengan yang lain agar tidak roboh bila terkena beban angin. Bagian ujung kuda-kuda menopang pada ringbalk dan beban dari atap diratakan oleh ringbalk kemudian akan diteruskan ke tanah melalui kolom.
284
Gambar 5.42. sistem penyaluran beban bangunan Sumber : konsep 2012
5.4.2
Konsep Material Bangunan menggunakan atap miring untuk mengantisipasi curah hujan
yang tinggi. Jenis atap yang digunakan adalah atap pelana dengan kemiringan 30o. Atap juga berguna untuk memasukkan cahaya sehingga dapat mengurangi penggunaan energi untuk lampu. Sisi gevel pada atap juga bisa digunakan untuk menyerap panas matahari sehingga kebutuhan panas tidak hanya terpenuhi dari
285
sisi dinding dan atap saja, tetapi juga dari gevel. Pada atap terdapat sosoran kecil untuk mengantisipasi tampias hujan sehingga bangunan di dalam tidak terkena tampias hujan dan pengunjung akan nyaman beraktivitas di dalamnya. Berdasarkan data yang ada di atas, maka dipilih material genteng beton sebagai penutup atap, gravel dan paving beton untuk jalan, keramik untuk penutup lantai, rangka kayu untuk kusen jendela, dan menggunakan material bambu sebagai finishing sesuai kebutuhan. Dinding pengisi batu bata dan konstruksi beton tetap dipilih karena mengacu pada kemampuan mentransmisikian panas yang lebih besar dari material lain. Langkah berikutnya untuk menghemat penggunaan energi adalah dengan memilih material yang bisa direcycle maupun direuse. Hal yang dilakukan adalah menggunakan bahan kayu yang sudah tidak produktif dan menggunakan bata yang reuse. Material kayu tidak memiliki potensi untuk digunakan dan diolah untuk digunakan kembali, oleh karena itu pengolahan material kayu (sengon dan mahoni) dilakukan dengan menanam kembali yaitu dengan melakukan pembibitan di tapak. Selain itu, menggunakan batang mahoni dan sengon yang sudah tidak produktif untuk finishing dan furniture. Dari data yang ada pada bab 2 dapat disimpulkan bahwa material terpilih seperti beton, kayu, kramik, genteng beton, bata memiliki ketersediaan yang sangat besar di alam. Oleh karena itu, masih sangat memungkinkan untuk menggunakan material tersebut dalam perancangan, dengan mengkombinasikan material ekologis yang ada di sekitar tapak yaitu berupa kayu pohoh sono dan bambu.
286
Material bambu dan kayu
Batu bata
Beton
Gambar 5.43. material bangunan perancangan Sumber : konsep 2012
5.4.3
Konsep Utilitas
5.4.3.1 Sistem Penyediaan Air Bersih Sistem pendistribusian dan biocycle untuk mengurangi penggunaan mata air baru. Sistemnya adalah ketika musim hujan tiba, rainwater harvesting dan wastewater dapat membantu menggantikan suplai air bersih untuk menyiram tanaman maupun glontor. Namun, ketika musim kemarau, hanya wastewater saja yang dapat membantu menyupali air bersih ke tanaman dan glontor karena tidak ada hujan.
287
Gambar 5.44. sistem air bersih Sumber : konsep 2012
288
Sistem pendistribusian air bersih menggunakan sistem up down, dimana hanya menggunakan tandon atas dan pompa untuk menyalurkan air bersih ke alat plumbing. Air bersih berasal dari mata air pegunungan dengan arah aliran dari pusat kecamatan Bumiaji menuju Sumber brantas. Air bersih berasal dari saluran setempat masuk ke tapak ditampung ditandon atas, kemudian dipompa ke tandon transfer
dan
ke
fasilitas-fasilitas
lainnya.
Terdapat
2
tandon
untuk
mendistribusikan air bersih, dengan adanya 2 tandon maka pendistribusian air bersih menjadi 2 wilayah yaitu wiayah penunjang dan percontohan serta wilayah umum dan penginapan.
Tandon Distribusi Air sekaligus tower
Gambar 5.45. Siklus alam (lingkungan, manusia, & arsitektur) Sumber : Konsep 2012
289
5.4.3.2 Sistem Pembuangan Air Kotor Pembuangan air kotor (grey water) dan kotoran (black water) ke biocycle untuk diolah dan kemudian digunakan kembali untuk menyiram tanaman dan glontor. Biocycle ditanam di dalam tanah dan membutuhkan kira-kira 3 x 3m, dengan ukuran 2,5m dan tinggi 2, 35m per biocycle. Jumlah biocycle yang digunakan dalam tapak ada 12 biocycle. Bila letak unit utilitas berdekatan maka dilakukan penggabungan pembuangan dalam 1 biocycle. Pada biocycle dilakukan 4 tahap perlakuan hingga bisa digunakan kembali.
Gambar 5.46. sistem biocycle Sumber : konsep 2012
Tahap pertama adalah primary treatment chamber, dimana solid waste diambangkan dan dihancurkan dengan bakteri anaerobic. Perlakuan yang kedua adalah secondary treatment chamber, dimana filter biocycle yang melakukan oksigenasi secara terus menerus untuk mempercepat kinerja bakteri. Perlakuan ketiga adalah clarification chamber, dimana partikel-partikel kecil yang masih tersisa dikembalikan lagi ke primary chamber. Perlakuan yang terakhir adalah pumpout chamber, dimana air yang tidak terinfeksi dan sudah dibersihkan akan terpompa secara otomatis untuk digunakan kembali. Pembuangan air kotor
290
(greywater) pada massa restoran diberi grease trap untuk menyaring lemak terlebih dahulu kemudian air kotor (greywater) disalurkan ke biocycle untuk direcycle.
Gambar 5.47. sistem persampahan Sumber : Konsep 2012
Gambar 5.48. Sistem pembuangan air kotor pada tapak Sumber : konsep 2012
291
5.4.3.3 Sistem Elektrikal Aliran listrik diterima oleh trafo untuk diturunkan tegangannya kemudian dilanjutkan ke meteran PLN dan dialirkan ke panel utama. Dari panel utama, listrik dialirkan ke sub-sub panel masing-masing bangunan. Pada area cottages terdapat 1 subu panel yang mengatur panel listrik pada masing-masing cottages. Apanila terjadi listrik padam, sumber listrik diganti oleh genset.
5.4.3.4 Sistem Penanggulangan dan Pencegahan Kebakaran Sistem proteksi kebakaran menggunakan hydrant halaman dengan radius 30m. Suplai air untuk proteksi kebakaran berasal dari tandon bawah dengan pertimbangan mata air yang selalu ada.
Gambar 5.49. Sistem ME Sumber : konsep 2012
292
5.4.3.5 Sistem Air Hujan Sistem air hujan menggunakan rainwater harvesting dari atap. Pada atap terdapat talang air yang menampung air hujan untuk disalurkan ke kolam tampung. Sebelum masuk ke kolam tampung air difilter terlebih dahulu karena air hujan biasanya kotor. Setelah difilter air hujan dialirkan ke kolam tampung. Dari kolam tampung, air hujan difilter kembali lalu dipompa untuk digunakan menyiram tanaman maupun glontor. Kapasitas kolam tampung bila kapasitas kolam tampung tidak mencukupi, maka ada selokan kecil di samping kolam untuk mengalirkan air tersbut ke jalur drainase. Air hujan yang jatuh ke tanah dibiarkan meresap ke dalam tanah. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan agar masih ada air hujan yang meresap ke dalam tanah dan hal ini juga penting untuk keberlanjutan air tanah.
Skema5.2. Sistem air hujan Sumber : konsep 2012
293
Gambar 5.50. sistem air hujan pada bangunan Sumber : konsep 2012
294
5.4.3.6 Sistem Sampah Sistem sampah dilakukan di tempat pembuangan akhir di pusat kecamatan Bumiaji. Oleh karean itu, untuk mengolah sampah menjadi pupuk kompos sampah tanaman di tapak dibawa ke luar ke tempat pembuangan akhir. Pada tapak hanya disediakan tempat pembuangan sementara yang nantinya sampah akan diangkut oleh mobil pengangkut sampah.
Skema 5.3 sistem pengolahan sampah Sumber :konsep 2012
Selain itu sampah juga dapat menggunakan sistem biopori sebagai alternatif mengatasi persampahan yang ada di lokasi.
Gambar 5.51. sistem biopori Sumber : konsep 2012
295