BAB V KONSEP PERANCANGAN Konsep Perancangan 5.1.
Konsep Makro Konsep Makro terbentuk dari pendekatan antara kebutuhan akan ruang konservasi dan rehabilitasi serta penyesuaian terhadap pendekatan konteks lingkungan. Pendekatan konservasi dan rehabilitasi didasarkan pada kebutuhan pengatasan permasalahan terhadap Hutan Mangrove di Kalimantan yang mulai menipis akibat penebangan, konversi lahan hingga ketidaktahuan masyarakat terhadap pentingnya Mangrove bagi keseimbangan ekosistem lingkungan. Selain itu terdapatnya kawasan cagar alam yaitu Taman Nasional Kutai membuat kegiatan konservasi dan rehabilitasi menjadi poin utama penunjang dan penjaga cagar alam ini. Tidak hanya sampai disitu pendekatan dilanjutkan dengan melihat konteks lingkungan dari site. Sehingga pembangunan menciptakan integrasi yang sejalan dengan lingkungan, tanpa harus merusak atau mengubah. Penggabungan dua pendekatan tersebut menciptakan suatu ruang dengan Konsep Makro Mangrove Action Center, dimana penggabungan konsep tersebut menciptakan suatu kumpulan aksi-aksi yang berfungsi untuk peyelamatan dan edukasi Mangrove. Karena sifat konservasinya yang cenderung formal membuat bangunan ini tidak hanya berisi kegiatan penyelamatan tetapi bangunan juga memiliki karateristik tidak merusak alam bahkan menunjang perbaikan alam. 5.2.
Konsep Tata Massa Bangunan
5.2.1.
Konsep Mikro Bangunan Konsep utama bangunan memakai konsep dari kontekstual yaitu Mimikri. Mikmikri diartikan sebagai pemiripan atau peniruan secara fisik dengan tujuan peniruan ini terdapat manfaat didalamnya. Konsep mimikri ini diambil dari salah satu jenis model tanaman Mangrove pada konteks yaitu bakau. Bakau menjadi salah satu tanaman utama pada Hutan Mangrove ini. Site yang berada di kawasan Cagar Alam sudah seharusnya ikut menjadi pendukung dari fungsi kawasan. Konsep Mimikri ini dirasa tepat, bagaimana mimikri ini dapat menyatukan bangunan sebagai fungsi kegiatan konservasi dan fisik bangunannya sendiri sebagai pendukung lingkungan. Konsep peniruan secara fisik pada tanaman Bakau ini akan mempengaruhi bentukan massa Bangunan, serta fungsi dan anatomi dari tanaman bakau menjadi model pendekatan terhadap konsep Zonasi, Konsep Massa Bangunan, Pemilihan Material, hingga sistem utilitas. 5.2.2.
Konsep Zonasi Pada zonasi konsep Mimikri dengan model tanaman Bakau mengambil pembagian fungsi anatomi tanaman bakau hal ini untuk menjadikan bangunan serasi dengan alam sekitarnya bukan merusak. Secara fungsi besar Tanaman Bakau dibagi menjadi tiga bagian : 102
A. Vertikal Konsep zonasi vertikal memperhatikan ketinggian lantai bangunan yaitu dua lantai karena terdapat di daerah cagar Alam. Selain itu konsep vertikal dipisahkan menurut sifat ruangnya. Sehingga ruang yang bersifat publik sudah seharusnya berada didekat yang mudah dijangkau oleh umum yaitu di ground floor, sementara yang bersifat semipublik peletakan masih bersifat mudah dijangkau tetapi peletakan lebih privasi yaitu dilantai satu area depan. Untuk peletakan fungsi yang bersifat privasi diletakan agak tersembunyi di lantai satu sehingga hanya pelaku kegiatan khusus saja yang bisa mengakses, peletakan ini juga mempengaruhi keamanan dari suatu fungsi ruang. Fungsi service diletakan didaerah yang mudah terjangkau dari luar, tetapi bersifat tertutup dan privasi hal ini untuk memudahkan penjangkauan dalam hal maintenance. •
• •
Secara vertical dari pemodelan Konsep Mimikri dengan fungsi Bakau , area Akar tanaman bakau yang menancap ke dalam tanah berfungsi sebagai penopang menjadi struktur pondasi dari bangunan Area akar tanaman yang muncul di dalam air sebagai tempat tinggal ikan, udang, dll pada bangunan menjadi area public space dan service pada groundfloor bangunan. Daun tanaman bakau sebagai pengolah dan tempat tinggal hewan tertentu menjadi ruang kegiatan utama bangunan yang dominan bersifat Private Space dan Semipublic space.
Diagram 5.1. Konsep Zonasi Vertikal Sumber Analisa Penulis
Gambar 5.1. Alternatif 1 Konsep Vertikal Sumber Analisa Penulis
Gambar 5.2. Alternatif 2 Konsep Vertikal Sumber: Analisa Penulis
103
B. Horizontal Konsep zonasi horizontal memiliki dasar bahwa bangunan yang dibuat memiliki KDB dua persen. Hal ini membuat bangunan nantinya memiliki perbandingan yang lebih kecil dari luas site. Untuk konsep zonasi Horizontal dibagi menjadi zonasi secara umum yaitu lansekap dan zonasi dari bangunannya sendiri. Pembagian zonasi masih didasarkan dari sifatnya yaitu privasi, semipublic, dan public. Untuk Konsep zonasi horizontal lansekap sangat memperhatikan konteks site. Sehingga dalam pembuatan konsep sangat memperhatikan kriteria jalur akses utama, sinar matahari, vegetasi, dan potensi pemandangan.
Diagram 5.2. Konsep Zonasi Horizontal Sumber: Analisa Penulis
•
Untuk area parkir didesain dekat dengan jalur akses sirkulasi sehingga tidak mengganggu fungsi kegiatannya. Zonasi yang bersifat publik dibuat dekat dengan area ini dan masih belum ada pembatasan sehingga masih dapat dinikmati umum.
•
Area semipublik untuk aktifitas lansekap dibuat agak lebih kedalam setelah area publik hal ini juga memperhatikan fungsi aktifitasnya. Dan kegiatannya yang berbayar membuat area ini lebih terjaga keamanannya dari masyarakat yang tidak ingin menikmati kegiatan tersebut.
Untuk lokasi bangunan dibuat area mudah diakses dari tempat parkir, hal ini untuk memudahkan pemindahan manusia, dan membuat perjalanan tidak terlalu jauh. Bangunan juga memperhatikan arah orientasi matahari sehingga sebisa mungkin bangunan tidak menjadi terlalu panas, tetapi kebutuhan akan cahaya dan pemandangan dapat terpenuhi. Yang paling penting letak bangunan berada di lokasi area aman dari sepadan tepi pantai yaitu sejauh seratus meter.
104
Tabel 5.1. Alternatif Desian Zonasi Sumber Analisa Penulis
ALTERNATIF 1
ALTERNATIF 2
ALTERNATIF 3
Konsep zonasi horizontal bangunan memperhatikan fungsi kegiatan, analisa site serta fungsi. Untuk ruang publik sebisa mungkin mendapatkan cahaya langsung dari luar sehingga tidak boros energy. Area publik juga dibuat dekat dengan enterance sehingga memudahkan akses dan tidak perlu sampai tersesat ke dalam bangunan, area publik juga dibuat dengan memperhatikan view potensial sehingga dapat dinikmati. Untuk area semipublik diletakan setelah dari fungsi resepsionis atau harus melewati penjagaan sehingga keamanan dapat dipantau. Untuk area privasi dibuat masuk lebih jauh dari enterance. Hanya orang dengan kegiatan tertentu yang bisa masuk, ruang, ruang juga dikondisikan tidak terkena panas matahari yang banyak sehingga aktifitas yang berlangsung dapat nyaman. Ruang bangunan juga memperhatikan vegetasi pada site sehingga perancangan bangunan sejalan dengan lingkungannya.
Gambar 5.3. Konsep Zonasi Bangunan Sumber Analisa Penulis
105
Gambar 5.4. Alternatif 1 Konsep Zonasi Horizontal Sumber Analisa Penulis
Gambar 5.5. Alternatif 2 Konsep Zonasi Horizontal Sumber Analisa Penulis
106
5.2.3.
Konsep Massa Bangunan Konsep Massa Bangunan memakai konsep mimikri dimana bangunan bertindak menyamar terhadap lingkungan sekitarnya. Lingkungan sekitar didominasi oleh pepohonan, dimana pohon bakau menjadi pohon yang paling sering ditemui disekitar site. Konsep penerapan mimikri terhadap site ini menciptakan keserasian lingkungan sehingga bangunan tidak terlihat mendominasi. 5.2.3.1. Bentuk Massa Bangunan Massa bangunan berdasarkan pendekatan terhadap bidang-bidang dasar yaitu bujur sangkar, segitiga dan lingkaran diterapkan dengan konsep mimikri maka yang paling sesuai adalah bidang lengkung dan bujur sangkar. Dimana bidang ini dapat sejalan dengan sifat lingkungan sekitarnya. Bidang lengkung dan bujur sangkar juga disesuaikan dengan pendekatan konservasi sehingga bentuk ini diharapkan dapat memenuhi kebutuha bangunannya. Bidang lengkung terhadap fungsi bangunan konservasi membuat bangunan ini memiliki view hadap yang banyak sehingga penggunan bangunan dapat menikmati keindahan cagar alam tersebut. Sedangkan bidang bujursangkar, membuat 4 hadap sisi, dan lebih mudah mengatur peletakan bukaannya.
Gambar 5.6. Konsep Massa Bangunan Sumber Analisa Penulis
Sejalan dengan fungsinya yaitu sebagai sarana konservasi mangrove sudah sewajarnya juga memperlihatkan bangunan yang beradab terhadap alam. Selain dari sifatnya penarikan bidang lengkung dan bujur sangkar terhadap bangunan juga didapat dari analisi tampak pohon bakau dari atas dan dari samping. Pohon bakau memiliki sifat rapat satu sama lain dan antara pohon bakau memiliki variasi ketinggian yang berbeda-beda. Perbedaan ketinggian ini apabila diterapkan membuat setiap fungsi ruang bisa mendapatkan cahaya dan pemandangan dari segala sisi. Untuk gubahan massa dari bangunan ini tidak menjadi satu bangunan tunggal, namun menjadi beberapa massa bidang lengkung atau bujur sangkar yang saling berdekatan satu sama lain. Ini membuat bangunan memiliki kesan kuat sebagai pohon bakau juga, selain itu memudahkan pemisahan fungsi dari bangunan. 107
Gambar 5.7. Kiri. Desain Alternatif satu Kanan. Desain Alternatif dua Sumber Analisa Penulis
Gambar 5.8. Atas. Perspektif Desain Massa Alternatif satu ,Bawah. Desain Alternatif 2 Sumber Analisa Penulis
5.2.3.2. Konsep Fasad Bangunan Konsep Fasad bangunan sejalan dengan konsep mimikri, dimana pendekatan terhadap tampak dari Pohon Bakau. Konsep fasad mengatasi masalah bukaan-bukaan , pencahayaan dan 108
penghawaan. Pohon Bakau memiliki daun yang rapat satu sama lain jika daun-daun yang rapat diambil geometri dasarnya, menjadi bentuk segitiga yang saling berdempetan. Segitiga-segitiga ini yang nanti menjadi pengisi dari fasad disertai dengan garis-garis tegak yang bersifat dinamis terhadap massa bangunan. Untuk garis-garis tegak diambil dari geometri dasar cabang-cabang batang Bakau.
Gambar 5.9. Konsep Daun Sebagai Fasad Bangunan Sumber Analis penulis
5.3.
Konsep Sirkulasi A. Sirkulasi Ruang Luar
Konsep dari sirkulasi ruang luar terhadap wahana-wahana Mangrove Action Center memakai pola komposit, yaitu menggabungkan antara liniear dengan radial. Untuk liniear terdapat mulai dari area parkir menuju bangunan dan taman, semetara radial dimulai dari playground menyebar kearah Mangrove Track, Shipping Track, Area Budidaya, Lahan Konservasi. Pemakaian konsep komposit ini memperhatikan bentukan konteks site, dan pertimbangan peletakan zona. Sehingga konsep komposit dapat memudahkan pencapaian ruangruang lansekap.
Gambar 5.10. Konsep Sirkulasi Lansekap Parkir Sumber Analis penulis
109
B. Sirkulasi Ruang Dalam Sirkulasi ruang dalam Mangrove Action Center ini menurut buku Francis dk ching mengambil konsep radial. Bangunan dengan massa yang terpisah-pisah dalam bentuk cluster membuat konsep sirkulasi radial memudahkan pelaku kegiatan mengakses setiap fungsi ruang. Konsep radial juga melalui pendekatan terhadap Pohon Bakau dimana setiap sirkulasi dan transportasi pada Bakau kepada daun-daunnya dibawa oleh batang yang menjadi pusat utama lalu disaluran ke setiap lanting-ranting yang bertindak sebagai tangan dari radial. Sirkulasi utama pada Mangrove Action Center berada di ruang lobby yang merupakan tempat publicspace setelah enterance. Konsep radial juga memudahkan dalam pengawasan keamanan sehingga setiap pelaku kegiatan terakses dengan resepsionis yang terdapat di ruang lobby.
Gambar 5.11. Alternatif Konsep Sirkulasi Dalam Bangunan Sumber Analis penulis
5.4.
Konsep Material A. Material Bangunan
Material bangunan untuk struktur kaki memakai bahan beton karena bangunan akan dibuat panggung dan permanen, sementara untuk bangunannya sendiri memakai konsep Material Lokalitas dengan warna-warna monokrom. Ini untuk menimbulkan kesan menyatu dengan lingkungan serta material seperti kayu ulin lebih tahan terhadap kondisi udara bercampur garam serta kekuatannya membuat material ini tahan lama.
110
Gambar 5.12. Konsep Material Bangunan Lantai 2 Sumber http://inhabitat.com/
Selain material strukturnya material untuk tampilan fasad dipilih yang sesuai konsep bangunan yaitu mimikri sehingga terdapat pemakaian bahan-bahan buatan yang dapat menunjang konsep ini seperti radiasi glass , kaca ini bertindak sebagai pemantul dari panas dan radiasi matahari.
Gambar 5.13. Konsep Material Fasad Pengisi Sumber http://inhabitat.com/
B. Material Lansekap Material lansekap dipilih material alami dan material yang tahan terhadap cuaca bergaram. Kayu ulin, batu-batuan atau coral, beton, tanaman, air menjadi penyusun utama sementara untuk pemakaian material berbahan besi, seng dan baja dihindari karena akan membuat cepat korosi di daerah bergaram. 5.5.
Konsep Sistem Penghawaan Hawa di Bontang khususnya di tepi pantai terbilang cukup tinggi, sehingga diperlukannya sirkulasi udara yang baik, bukaan-bukaan yang cukup banyak, serta menghindari penyimpananpenyimpanan udara. Untuk itu pengaturan ruang seperti ruang ditinggikan, material kayu, dan system bukaan yang menghalangi cahaya matahari langsung sangat dibutuhkan pada bangunan ini. Untuk tempat-tempat khusus seperti ruang display pameran, ruang conference, ruang meeting dan ruang dengan kapasitas cukup banyak orang memakai pendingin ruangan.
111
Gambar 5.14. Presedence Konsep Sistem Penghawaan Sumber http://inhabitat.com/
Pendingin ruangan tidak dalam bentuk central hal ini karena bangunan berupa gabungan beberapa massa, untuk menyatukan sirkulasi pendingin central cukup sulit sehingga dipakai system pendingin terpisah (Split AC). 5.6.
Konsep Sistem Pencahayaan Pencahayaan memberikan pengaruh terhadap suasana ruang, dan bagaimana tepatnya pencahayaan itu pada ruang-ruang tertentu diterapkan. 1. Pencahayaan Alami Pencahayaan alami merupakan pencahayaan yang memakai cahaya dari matahari, bisa bersifat langsung atau telah terdifusi. Penggunaan cahaya ini sangat cocok diterapkan pada daerah yang memiliki sumber cahaya cukup banyak. Pemakaian cahaya alami cocok pada ruangan-ruang bersifat public yang dipakai terus menerus karena akan mempengaruhi pemborosan energy jika dipakai cahaya buatan. Dengan catatan ruangan tersebut harus diantisipasi bagaimana meminimalisir panas yang diterima. Misal ruang kantor, Lobby dan Food Court, pencahayaan alami dipakai ketika siang hari. Atau pencahayaan alami dapat dipakai pada ruangan yang tidak membutuhkan besaran cahaya khusus untuk kegiatan tertentu seperti mushola.
Gambar 5.15. Konsep Bukaan Fasad Sumber http://inhabitat.com/
2. Pencahayaan Buatan Pencahayaan buatan digunakan sebagai pencahayaan pendukung saat dibutuhkan disaat kekurangan pencahayaan alami seperti sewaktu gelap saat mendung atau pada 112
malam hari. Adapun ruangan tertentu yang memang perlu pencahayaan buatan setiap saat seperti ruangan auditorium, ruang display pameran toilet. 5.7.
Konsep Penataan Lansekap
Penataan Lansekap memakai konsep organik dimana penataan ruang-ruang lansekap tidak mengganggu konteks yang ada, seperti memperhatikan vegetasi yang tumbuh, kontur lahan hingga bebatuan. Penataan alur sirkulasi dan ruang juga mengikuti site sehingga antara bangunan , ruang lansekap, dan lingkungan terlihat menyatu dan memberikan kesan alami. Jalur-jalur lengkung organic menjadi konsep dari sirkulasi pada site sehingga memberikan kesan mengalir, dinamis tetapi membawa kedamaian. Untuk area ruang lansekap yang berbatasan langsung dengan rumah penduduk diatasi dengan pohon-pohon yang sudah ada serta penambahan vegetasi dan pengalihan fungsi menjadi taman. Hal ini untuk menciptakan ruang pemisah antara luar site dengan dalam, serta peredam kebisingan dari luar sehingga memberikan kesan intim. 5.8.
Konsep Sistem Transportasi Bangunan Sirkulasi utama bangunan adalah ramps dan tangga. Dimana ini memperhatikan bangunan yang hanya memiliki dua lantai sehingga tidak membutuhkan escalator. •
Untuk Sirkulasi masuk ke lobby dari luar bangunan untuk menuju ruang kegiatan inti pada bangunan memakai ramps, hal ini dikarenakan pada groundfloor menjadi tempat public space dan service .
•
Hubungan antara zona ruang yang terpisah massa memakai tangga dan ramps. Tangga tidak terlalu tinggi berkisar hanya sampai satu border (kurang lebih dua belas anak tangga). Hal ini untuk mengatasi massa yang berbeda ketinggian serta kebutuhan akan cahaya disetiap massanya. Perbedaan ketinggian antara massa juga tidak terlalu besar ini untuk mempermudah penyatuan ruang dengan ramps sehingga jarak antar massa masih berdempetan.
•
Untuk pintu masuk utama ke bangunan memakai dua pintu masuk. Pertama pintu masuk langsung menuju lobby yang memakai ramps, sementara pintu masuk kedua berada di belakang bangunan yang terhubung dengan zona service, dengan memakai ramps dan tangga.
113
5.9.
Konsep Jalur Evakuasi Jalur evakuasi pada lansekap mengikuti jalur sirkulasi lansekap, karena untuk jalur sirkulasi lansekap sudah dibuat sederhana dengan pencapaian yang mudah. Sementara jalur evakuasi pada bangunan terdapat tiga titik, yaitu pada pintu masuk depan dan belakang dan satu jalur evakuasi berada diantara massa bangunan dengan letak strategis menggunakan tangga.
Gambar 5.16. Konsep Jalur Evakuasi Sumber Analisa penulis
5.10.
Konsep Utilitas Untuk utilitas sejalan dengan konsep utama Mimikri. Pendekatan dari tanaman bakau yang mengalirkan segala jenis transportasi untuk kebutuhan penunjang pohonnya melewati batangnya. Dari penerapan itu system utilitas baik air dan listrik melalui tengah bangunan yaitu shat beton yang berada ditengah massa. Selain berfungsi sebagai struktur penopang massa, shaff beton juga berfungsi sebagai tempat jaringan utilitas. • Untuk listrik memakai sumber dari PLN pada kawasan sekitar dan pemakaian satu gendset saja, yang hanya dinyalakan untuk fungsi-fungsi pada zona tertentu. Zona tersebut adalah ruang kantor, ruang konservasi dan ruang conference. • Untuk penyediaan listrik pada lansekap juga memakai PLN dan Solar Panel dimana dihubungkan kepada pusat Kantor ME pada bangunan lalu dialirkan ke lansekap. 114
Gambar 5.17. Presedence Panel Surya Sumber http://inhabitat.com/
•
Untuk utilitas keamanan seperti kebakaran , penulis memakai hydran untuk di halaman bangunan karena sumber air yang mudah didapat. Sedangan untuk dalam bangunan pemakaian hydran dan heat detector tipe Fix Temperature. Hal ini dikarenakan sifat fix temperature yang menangkap suhu panas yang cukup tinggi. Pemakaian ini dikarenakan site berada di lokasi dengan suhu yang cukup tinggi sehingga jika ditempatkan Heat Detector tipe ROR akan dapat mengalami false Alarm karena sensitivitasnya.
Gambar 5.18.Konsep Ruang Sirkulasi Utilitas Sumber Analis penulis
•
•
•
Penangkal petir karena bangunan terdiri dari beberapa massa yang terpisah dan jangkauan setiap massa tidak terlalu luas dan tinggi sehingga bangunan ini dapat menerapkan system konvensional atau disebut Franklin yang cukup praktis dan ekonomis pada setiap titik bangunan. Sumber air bersih didapat dari air sumur yang ditampung ke groundtank, karena lokasinya yang menyimpan cukup banyak air memudahkan perolehan air. Namun, air pada site ini akan terasa payau. Air limbah dari setiap sumber disalurkan menuju Septitank lalu diolah oleh sehingga menjadi kembali bersih.
115
Gambar 5.19. Konsep Jalur Air Bersih dan Kotor Sumber Analis penulis
•
Untuk air hujan yang jatuh pada sekitar area lahan bangunan disalurkan dengan bioporibiopori menuju tanah. Sementara air hujan yang jatuh keata disalurkan dengan talang ke tanah.
116