BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, SARAN, DAN IMPLIKASI MANAJERIAL
5.1 Kesimpulan Tujuan
dari
penelitian
ini
adalah
menguji
faktor-faktor
yang
mempengaruhi perilaku mengkonsumsi ikan pada konsumen muda secara signifikan. Beberapa variabel yang diduga mempengaruhi konsumsi ikan pada konsumen muda adalah konsumsi ikan di masa kanak-kanak, sikap, kesadaran kesehatan, tekanan sosial, cara pengolahan dan penyajian, serta harga. Melalui perhitungan regresi linier diperoleh variabel yang mempengaruhi konsumsi ikan pada konsumen muda secara positif signifikan adalah konsumsi ikan di masa kanak-kanak (koefisien regresi 0,508), dan kesadaran kesehatan (koefisien regresi 0,090). Variabel sikap signifikan mempengaruhi konsumsi ikan pada konsumen muda secara negatif (koefisien regresi -0,131). Variabel tekanan sosial (koefisien regresi 0,018), cara pengolahan dan penyajian (koefisien regresi 0,012), dan harga (koefisien regresi -0,008) tidak mempengaruhi konsumsi ikan pada konsumen muda. Variabel konsumsi ikan di masa kanak-kanak paling berpengaruh terhadap konsumsi ikan usia muda. Variabel sikap mempengaruhi konsumsi ikan pada konsumen muda secara negatif. Penelitian ini melihat sikap mengkonsumsi ikan dengan indikator ikan memiliki bau yang amis, beranggapan bahwa mengkonsumsi daging lebih mengenyangkan daripada mengkonsumsi ikan, perasaan merepotkan ketika mengkonsumsi ikan, serta perilaku benar-benar tidak suka mengkonsumsi ikan.
98
Hal tersebut menunjukkan bahwa walaupun ikan memiliki bau yang amis, mengkonsumsi ikan merepotkan, responden tidak merasa benar-benar kenyang setelah mengkonsumsi ikan, tidak menghambat konsumen untuk mengkonsumsi ikan. Hal tersebut dimungkinkan karena kesadaran kesehatan yang dimiliki oleh responden. Variabel tekanan sosial tidak mempengaruhi konsumsi ikan. Hal tersebut dimungkinkan karena ada responden yang benar-benar tidak menyukai rasa, bau, dan tekstur ikan. Hal tersebut menyebabkan responden tidak terpengaruh oleh orang tua dan teman untuk mengkonsumsi ikan. Terbatasnya iklan mengenai olahan ikan sebagai tema utama (selain sardin kalengan) juga memungkinkan responden tidak terpengaruh iklan untuk mengkonsumsi ikan. Variabel cara pengolahan dan penyajian tidak mempengaruhi konsumsi ikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden yang terampil memilih, mengevaluasi, dan memasak ikan belum tentu memiliki tingkat konsumsi ikan yang tinggi. Keterbatasan waktu dalam mempersiapkan dan keterbatasan keterampilan dalam memasak ikan juga dapat menjadi hambatan untuk mengkonsumsi ikan. Konsumen muda cenderung menginginkan olahan ikan yang praktis dan siap untuk di masak. Hal tersebut merupakan sebuah peluang untuk mengembangkan produk ikan fillet, ikan beku, serta olahan ikan lainnya yang mudah dikonsumsi. Beberapa persyaratan untuk produk yang akan dipasarkan adalah: sehat, menarik, cara penyajian yang jelas, produk yang bervariasi, tersedia secara luas, ketersediaan resep-resep baru, serta mudah untuk dikonsumsi.
99
Variabel harga tidak mempengaruhi konsumsi ikan. Hal tersebut disebabkan karena responden sudah memiliki kesadaran kesehatan yang lebih baik. Responden lebih memilih kualitas ikan dibandingkan dengan harga. Responden tidak terpengaruh dengan diskon untuk membeli ikan. Hal tersebut disebabkan oleh tingkat pengeluaran untuk konsumsi perbulan yang cukup tinggi, yaitu Rp. 1.000-000,00 - < Rp. 3.000.000,00. Penelitian ini juga menemukan bahwa konsumen ikan usia muda lebih menyukai olahan berbahan dasar ikan laut dibandingkan dengan ikan air tawar. Responden yang berasal dari daerah pesisir memiliki tingkat frekuensi mengkonsumsi ikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang berasal dari daerah non pesisir. Variabel konsumsi ikan di masa kanak-kanak, sikap, kesadaran kesehatan, tekanan sosial, cara pengolahan dan penyajian, serta harga, secara bersama-sama mempengaruhi konsumsi ikan pada konsumen muda sebesar 41,3%. Hal tersebut memungkinkan penelitian selanjutnya untuk menambahkan berbagai variabel eksternal lainnya.
5.2 Keterbatasan Penelitian Beberapa keterbatasan yang penulis alami dalam penelitian ini adalah: 1. Tidak melakukan face validity sehingga ada beberapa item pernyataan yang dihapus dalam kuesioner. 2. Kuesioner merupakan gabungan dari beberapa jurnal yang memiliki konstruk berbeda, tetapi tidak menggunakan construct validity.
100
3. Kuesioner uji coba tidak ditambahkan dengan wawancara kepada responden uji coba mengenai item-item pertanyaan yang sebaiknya ditambahkan, sehingga kurang mendapatkan pertanyaan yang utuh untuk menjawab tujuan penelitian.
5.3 Saran Bagi Penelitian Selanjutnya Saran-saran berikut dapat digunakan sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya: 1. Menggunakan jenis ikan yang lebih spesifik. Karakter jenis ikan yang berbeda juga memiliki segmen yang berbeda. Ikan tuna misalnya, lebih disukai oleh pecinta sushi, sedangkan ikan mas lebih disukai oleh konsumen yang berasal dari daerah Jawa Barat. Penggunaan jenis ikan yang lebih spesifik diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih mendalam mengenai niche market untuk ikan tersebut. 2. Mencakup responden yang lebih luas. Penggunaan responden yang lebih luas memungkinkan hasil penelitian yang didapat lebih mewakili kondisi pasar sesungguhnya. Hal tersebut dapat dilihat dari perbedaan hasil yang cukup nyata ketika peneliti menyebarkan kuesioner uji coba dan kuesioner penelitian. 3. Memasukkan variabel lainnya seperti status sosial, pendidikan terakhir orang tua, lokasi pembelian ikan, budaya, dan sebagainya. Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel konsumsi ikan di masa kanak-kanak, sikap, kesadaran kesehatan, tekanan sosial, cara pengolahan dan penyajian, serta harga baru mempengaruhi konsumsi ikan sebesar 34,4%. Penambahan
101
variabel lainnya seperti status sosial, pendidikan terakhir orang tua, lokasi pembelian ikan, budaya, dan sebagainya diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih menyeluruh mengenai model konsumsi ikan pada konsumen muda. 4. Menggunakan metode eksperimental. Penggunaan metode eksperimental akan memberikan gambaran yang lebih utuh mengenai seberapa besar pengaruh iklan, variasi menu dan harga mempengaruhi konsumsi ikan pada konsumen muda.
5.4 Implikasi Manajerial Tingkat konsumsi ikan di Indonesia mengalami peningkatan tiap tahunnya. Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, tercatat peningkatan tingkat konsumsi ikan dari 30,48 kg/kapita/tahun (tahun 2010), menjadi 32,25 kg/kapita/tahun (tahun 2011), 33,89 kg/kapita/tahun (2012), dan mencapai 35,14 kg/kapita/tahun (tahun 2013) (www.statistik.kkp.go.id). Data dari kementerian Perikanan dan Kelautan juga menunjukkan adanya peningkatan konsumsi sebesar 5,17% selama sepuluh tahun terakhir (tahun 2003-2013). Tingkat konsumsi ikan D.I. Yogyakarta tahun 2014 sebesar 17,03 kg/kapita/hari. BPS (2013) juga menyebutkan bahwa nilai rata-rata konsumsi ikan di D.I. Yogyakarta sebesar 4,23%, sedikit berada dibawah konsumsi telur, susu, dan hasilnya sebesar 5,13%, namun lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi daging dan hasilnya sebesar 3,50%. Data diatas menunjukkan bahwa semakin banyak penduduk D.I. Yogyakarta yang memasukkan ikan sebagai pilihan menu
102
konsumsi harian. Hal tersebut juga didukung oleh semakin menjamurnya restoran seafood dengan kisaran harga yang sangat variatif. Sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk D.I Yogyakarta berada pada kisaran usia muda (27,58%). Pengetahuan mengenai selera konsumen muda terhadap produk olahan ikan menjadi bahan pertimbangan yang cukup penting bagi manajer produk olahan ikan, restoran seafood, dan pemasok ikan. Konsumen muda D.I Yogyakarta rata-rata mengkonsumsi ikan dua kali dalam seminggu. Hal tersebut sudah memenuhi standar WHO. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa konsumen muda D.I Yogyakarta cukup menghargai makanan berbahan dasar ikan. Konsumen usia muda D.I. Yogyakarta lebih menyukai olahan berbahan dasar ikan air laut dibandingkan ikan air tawar. Hal tersebut merupakan sebuah peluang untuk mengembangkan produk dengan bahan dasar ikan laut yang lebih bervariasi. Hal tersebut juga merupakan peluang bagi pemasok ikan untuk menyediakan ikan air laut yang berkualitas. Ikan air laut yang paling sering dikonsumsi adalah ikan tongkol, tuna, kembung, kakap, dan tengiri. Konsumen muda juga menginginkan ikan yang praktis dan mudah untuk di masak. Konsumen muda D.I Yogyakarta cenderung menyukai olahan ikan yang sederhana seperti digoreng. Hal tersebut berdasarkan adanya anggapan bahwa makanan yang sehat adalah makanan olahan ikan yang diolah sesedikit mungkin. Adanya keinginan untuk mengkonsumsi ikan yang praktis dan mudah untuk di masak merupakan peluang untuk mengembangkan produk ikan beku ataupun fillet yang berkualitas dengan jenis ikan yang lebih bervariasi.
103
Tingginya pengaruh konsumsi ikan di masa kanak-kanak terhadap tingkat konsumsi ikan pada konsumen muda menjadi dasar kebijakan untuk memberikan penyuluhan kepada orang tua mengenai cara menanamkan pola makanan sehat dan mengkonsumsi ikan kepada anak-anak. Orang tua perlu dibekali dengan cara memilih ikan, menilai kesegaran ikan, serta cara memasak ikan. Adanya informasi mengenai variasi olahan ikan juga sangat membantu para orang tua untuk membentuk kebiasaan makan anak. Pengadaan event seperti makan ikan di sekolah-sekolah perlu dilakukan untuk memberikan pengalaman mengkonsumsi ikan pada anak-anak usia sekolah dasar. Pembetukan kebiasaan makan ikan sejak masa kanak-kanak diharapkan akan mempengaruhi tingkat konsumsi ikan pada saat dewasa. Penggunaan iklan di media massa untuk meningkatkan awareness masyarakat mengenai manfaat kesehatan mengkonsumsi ikan, produk olahan ikan, cara memilih ikan, dan tips memasak ikan juga perlu dilakukan. Iklan yang mengangkat ikan sebagai tema utama masih terbatas. Iklan di media baru sebatas produk ikan sardin kaleng. Hal tersebut menjadi peluang tersendiri melihat karakteristik konsumen muda yang menghabiskan waktu 5-6 jam/hari untuk menggunakan kombinasi berbagai media seperti televisi, radio, internet, majalah, dan lainnya. Hal tersebut didukung oleh Freisling et al. (2009) yang melaporkan bahwa remaja yang terpapar iklan buah dan sayuran memiliki kemungkinan 47%59% lebih tinggi untuk mengkonsumsi buah dan sayuran yang diiklankan. Altintzoglou et al. (2010) juga menyatakan bahwa setelah melihat iklan mengenai ikan, responden tertarik untuk melihat dan mulai berfikir untuk membeli.
104
Tingginya pengaruh media pada produk lainnya terhadap niat pembelian tersebut memungkinkan adanya peningkatan konsumsi ikan setelah manajer memutuskan untuk menggunakan iklan di media.
105