75
BAB V KABUPATEN AGAM DAERAH AGRARIS
5.1. Karakteristik Wilayah dan Kependudukan Kab. Agam Secara administratif, Kabupaten Agam berada di Provinsi Sumatera Barat. Terletak diantara 00º01'34''-00º28'43'' Lintang Selatan dan 99º46'39'' - 100º32'50'' Bujur Timur, serta berada pada ketinggian diantara 0 – 2.891 m di atas permukaan laut. Sebelah Utara Kabupaten Agam berbatasan dengan Kabupaten Pasaman dan Pasaman Barat, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten 50 Kota, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tanah Datar dan Padang Pariaman serta sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia. Menurut Agam Dalam Angka (2010), luas wilayah keseluruhan Kab.Agam mencapai 2.237,81 Km2 atau sama dengan
223.781 Ha, dengan
karakteristik tanah seperti dijelaskan dalam Tabel 5.1 berikut, Tabel 5.1 karakteristik Wilayah dan Kependudukan Kabupaten Agam No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Karakteristik Tanah
Luas ( Km2) 662 153 801 153 1 66
Luas (Ha) 66.200 15.300 80.100 15.300 100 9.500 6.600 sisanya
Kemiringan 0-3º Kemiringan 3º-8º Kemiringan 8º-15º kemiringan > 15º Bukit Pulau-pulau Danau pesisir danau Gunung Merapi dan Singgalang Batang1 Antokan, Kalulutan dan Agam Sumber : diolah dari Bappeda dan Kabupaten Agam dalam Angka 2010
Sawah (Ha) 81.500 95.400 Hutan Kebun
Dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Agam, terdapat dua gunung yang statusnya masih aktif, yakni gunung Singgalang dan Gunung Merapi. Kedua gunung ini, dalam sejarah, sering memuntahkan lahar dan abu vulkanik sehingga menyebabkan sebahagian besar lahan pertanian menjadi subur (Dobbins 2008). 1
Batang dalam bahasa Minangakabau berarti Sungai. Ketiga sungai ini cukup besar dan rus airnya deras. Perhitungan salah seorang ahli tim Konsultan NSIASP kedua arus batang Antokan dan Kalulutan lebih dari 20 liter per detik. potensial mengairi sawah seluas 21.000 Ha
76
Selain itu, terdapat pula sebuah danau, yakni danau Maninjau yang luasnya mencakup 9.500 Ha. Danau ini bukan saja menjamin ketersediaan air pertanian di sebagian wilayah Kabupaten Agam, namun juga telah menjadi pusat PLTA (pembangkit listrik tenaga air) serta menjadi salah satu daerah tujuan wisata di Sumatera Barat. Di samping itu, menurut data daerah irigasi (DI), danau Maninjau yang mengairi batang Anai-Kuranji-Arau-Mangau-Antokan (Satuan Wilayah Sungai) menjadi menjadi sumber 170 Daerah Irigasi.2 Wilayah Kab. Agam terdiri dari 16 Kecamatan, 82 Nagari dan 332 Jorong (Agam Dalam Angka, 2010). Lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut. Tabel 5.2. Gambaran Wilayah kecamatan Baso dan Nagari Tabek Panjang NO 1 2
KECAMATAN Tjg.Mutiara Lubuk Basung
3 4
Ampek Nagari Tanjung Raya
5
Matur
6
Ampek Koto
7
Malalak
8
Banu Hampu
9
Sungai Puar
10
Ampek Angkek
11 12
Candung Baso
13 14 15
Tilatang Kamang Magek Palembayan
16
Palupuah
NAGARI 1) Tiku Selatan; 2) Tiku Utara; 3) Tiku Limo Jorong 1) Manggopoh ; 2) Geragahan; 3) Kampung Tangah ; 4) Kampung Pinang ; 5) Lubuk Basung 1) Bawan ; 2). Sitanang; 3) Batu Kambing ; 4) Sitalang 1) Tanjung Sani ; 2) Sungai Batang; 3) Maninjau; 4) Bayua; 5) Duo Koto; 6) Paninjauan; 7) Koto Kaciak; 8) Koto Gadang Anam Koto; 9) Koto Malintang 1) Matua Mudik; 2) Parit Panjang; 3) Panta Pauh; 4) Matua Hilia; 5) Tigo Balai; 6) Lawang 1) Koto Tuo; 2) Balingka; 3) Sungai Landia; 4) Koto Panjang; 5) Sianok Anam Suku; 6) Koto Gadang; 7) Guguak T Sarojo 1) Malalak Selatan; 2) Malalak Barat; 3) Malalak Timur; 4) Malalak Utara 1) Pakan Sinayan; 2) Sungai Tanang; 3) Padang Luar; 4) Cingkariang; 5) Ladang Laweh; 6) Taluak IV Suku; 7) Kubang Putiah 1) Batu Palano; 2) Padang Laweh ; 3) Batagak; 4) Sariak; 5) Sungai Puar 1)Batu Taba 2) Pasia; 3) Balai Gurah ; 4) Ampang Gadang; 5) Biaro Gadang 6) Lambah 7) Panampuang 1)Bukik Batabuah; 2) Lasi; 3) Canduang Koto Laweh; 4) Panampuang 1) Koto Tinggi; 2) Padang Tarok; 3) Simarosok; 4) Tabek Panjang; 5) Koto Baru; 6) Salo KApau; 2) Gadut; 3) Koto Tangah 1) MAgek; 2) KAmang Hilia; 3) Kamang Mudiak 1) Baringin; 2) Sungai Pua; 3)Sipinang; 4) IV Koto Palembayan; 5) Tigo Koto Silungkang; 6) Salareh Aie 1) Koto Rantang, 2) Pasie Laweh; 3) Pagadih; 4) Nan Tujuah
Sumber: diolah dari Kabupaten Agam Dalam Angka 2010
2
http://www.pu.go.id/satminkal/index.asp?Site_id=0400 (diunduh Maret 2011)
77
Berdasarkan hasil sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kab. Agam mencapai 455.484 jiwa, yang terdiri atas 223.544 laki-laki dan 231.940 perempuan. Luasnya mencapai 2.237,81 Km2, dengan rata-rata tingkat kepadatan penduduk 204 jiwa per Km2. Sedangkan rata-rata laju pertambahan penduduknya, semenjak tahun 2000 sampai tahun 2010, mencapai 0,9 persen per tahun. Jika dilihat dari data laju pertumbuhan perkecamatan, maka laju pertumbuhan tertinggi yaitu Kecamatan Baso yaitu mencapai 2,86 persen per tahun. Namun, terdapat beberapa Kecamatan yang laju pertumbuhan penduduknya justru minus, dimana penyebab utamanya adalah tradisi merantau yang masih berlangsung hingga kini, yakni Kecamatan Palembayan, Kamang Magek, Malalak, dan Matur. Lebih lanjut lihat grafik berikut ini;
Sumber: dikutip dari Kabupaten Agam Dalam Angka 2010
Gambar 5.1 Grafik Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Agam Menurut Kecamatan, Tahun 2000-2010
78
5.2. Gambaran Wilayah Kecamatan Baso dan Nagari Tabek Panjang Kecamatan Baso merupakan salah satu dari 16 kecamatan yang berada dalam wilayah paling Timur Kabupaten Agam. Menurut Kecamatan Baso Dalam Angka (2007), luas wilayah Kec. Baso adalah 70,30 Km2. Berada pada ketinggian 900 M dari permukaan laut, serta bersuhu 19-22 C. Letak Kecamatan Baso berbatasan dengan dua kecamatan dan dua kabupaten, yakni sebelah Utara berbatasan dengan Kec. Tilatang Kamang, sebelah Selatan berbatasan dengan Kab. Tanah Datar, sebelah Barat berbatasan dengan Kec. Ampek Angkek, sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Kab. 50 Kota. Kecamatan Baso terdiri dari enam Nagari, 27 Jorong. Jumlah penduduknya mencapai 32.650 jiwa, 6.949 KK seperti terlihat dalam Tabel 5.3, berikut
Tabel 5.3. Jumlah Nagari, Jorong, Penduduk dan Luas Wilayah Kec. Baso, 2010 No
Nagari
Luas (Km2)
Jumlah Penduduk KK
1
Koto Tinggi
15,60
8.217
1.817
2.
Padang Tarok
16,34
6.599
1.650
3.
Simarasok
14,25
6.050
1.493
4.
Tabek Panjang
19,19
9.309
1.213
5.
Koto Baru
2,20
1.202
390
6.
Salo
2,72
1.273
386
Jumlah dan Nama Jorong 1. Kubang Pipik 2. Koto Gadang 3. Sungai Sariak 4. Ladang hutan 5. Koto Tinggi 6. Batu Taba 1. Padang Tarok 2. Tangah 3.Salasa 4.Titih 5. Mancuang 6. Ujuang Guguak 7. Bukit Apit 1. Koto Tuo 2. Sungai Angek 3. Simarasok 4. Kampeh 1. Sungai Janiah 2. Tabek 3. Baso 4. Sungai Cubadak 1. Kasiak Jalan Kapakan 2. Kampuang Ampek 3. Tigo Surau 1. Tigo Kampuang 2. Solok Baruah 3. Kuruak Kampuang Panjang
Sumber: Diolah dari Kecamatan Baso Dalam Angka 2008 dan Kabupaten Agam Dalam Angka 2010
79
Sedangkan Nagari Tabek Panjang merupakan salah satu Nagari dari enam Nagari, yang berada dalam wilayah Kecamatan Baso. Luas wilayah Nagari ini, mencapai 1919 Ha. Terdiri dari 4 jorong yaitu jorong Sei Cubadak, Baso, Tabek Panjang dan jorong Sungai Janiah, dengan masing-masing luas seperti terlihat dalam Tabel 5.4 berikut,
Tabel 5.4. Nama dan luas wilayah Jorong dalam Nagari Tabek Panjang, 2010 No
Nama Jorong
Luas wilayah (Ha)
1 2 3 4 Jumlah
Sei Cubadak Baso Tabek Panjang Sei Janiah
540 570 399 410 1919
Persentase
28 % 30 % 21 % 21 % 100 %
Sumber : Profil Nagari dan Agam Dalam Angka 2007-2010
Nagari Tabek Panjang berbatasan dengan beberapa Nagari, yakni sebelah Utara berbatasan dengan Koto Baru, Salo. Sebelah Selatan berbatasan dengan Koto Tinggi, sebelah Barat berbatasan dengan Nagari Simarasok, sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Kecamacan Ampek Angkek. Menurut profil Nagari 2008, jumlah penduduk Nagari Tabek Panjang adalah 9.151 jiwa yang terdiri dari 2094 KK.
Kepadatan penduduk Nagari
mencapai 477 per KM, dengan jumlah penduduk menurut jenis kelamin 4484 untuk laki-laki dan 4667 untuk perempuan. Lebih lanjut lihat Tabel 5.5 berikut;
Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Per Jenis Kelamin dan Kepadatan Penduduk, Tahun 2010 No
Keterangan
Jumlah dalam Jiwa
Persentase
1
Laki-laki
4484
49 %
2
Perempuan
4667
51 %
3
Jumlah seluruhnya
9151
100 %
4
Kepadatan Penduduk
477 per KM
Sumber: Diolah dari Profil Nagari 2010
80
Pusat ibu kota Nagari Tabek Panjang terletak di tepi jalan lintas provinsi yang menghubungkan kota Bukittinggi dengan kota Payakumbuh. Jalan ini juga merupakan bagian dari jalan lintas Sumatera, yang menghubungkan kota Padang ibukota Provinsi Sumatera Barat dengan Kota Pekanbaru, yang merupakan ibukota Provinsi Riau. Kantor Wali Nagari Tabek Panjang, letaknya bersebelahan dengan Pasar Baso yang cukup dikenal di Sumatera Barat. Nagari Tabek Panjang juga menjadi pusat kecamatan Baso. Jarak kantor Wali Nagari dengan Kantor Camat 0,5 Km. Sedangkan jarak Nagari Tabek Panjang dengan pusat Kabupaten adalah 70 Km.3 Berjalan dari pusat pemerintah Nagari dan Kecamatan menuju pusat Kabupaten, akan melalui jalan menurun disela tebing-tebing terjal dengan melampaui dua objek wisata terkenal di Sumatera Barat, yakni Kelok 44 dan Danau Maninjau.4 Nagari Tabek Panjang terletak pada ketinggian antara 879-909 meter di atas permukaan laut, curah hujan rata-rata 1500-2000 mm pertahun, dan suhu rata-rata 19-22 C,5 Nagari ini, berada pada jalur Bukit Barisan serta berdekatan pula letaknya dengan Gunung Merapi dan Singgalang. Meskipun berada didataran tinggi, berada diantara Bukit Barisan, Gunung Merapi dan Singgalang, Namun, sebahagian besar wilayah Nagari ini terdiri dari tanah dataran yang menjadi lahan pertanian, seperti terlihat dalam tabel berikut, Tabel 5.6. Bentuk Permukaan Tanah Wilayah Nagari Tabek Panjang No
Bentang Lahan
Luas (Ha)
Persentase
1
Dataran
1452
76 %
2
Perbukitan/Pegunungan
200
10 %
3
Lain-lain
267
14 %
Julmlah 1919 Sumber: Dinas Pertanian, UPT Kecamatan Baso, tahun 2009
3
100 %
Penduduk lazim menyebut pusat kabupaten dengan istilah “bawah”, karena letaknya secara topografis di pinggir pantai. Bandingkan letak Nagari Tabek Panjang dan Kec.Baso yang berada pada ketinggian 879-909 dari permukaan laut. 4 disamping salah satu tujuan Wisata di Sumatera Barat, Danau Maninjau juga merupakan salah satu pusat PLTA untuk Sumatera Barat dan Riau. 5 Kec.Baso dalam Angka 2008 dan Kabupaten Agam Dalam Angka 2007.
81
Menurut data dinas Pertanian Provinsi Sumatera Barat (UPT Kecamatan Baso, 2009), 173,53 Ha lahan yang ada di Nagari Tabek Panjang dikategorikan sangat subur. Sedangkan 403,06 Ha diantaranya, dapat dikategorikan tanah subur. Serta, 864,88 Ha merupakan tanah dalam kondisi atau kategori sedang. Hanya 74 Ha, yang memiliki kategori tanah tidak subur dan kritis. Dengan kondisi tanah seperti itu, maka sebahagian besar pekerjaan utama penduduk adalah bertani, baik sawah, ladang maupun perkebunan. Lebih lanjut lihat Tabel 5.7 berikut; Tabel 5.7 Struktur Penguasaan Tanah di Nagari Tabek Panjang, Tahun 2010 No
Status
Jumlah (orang)
Persentase
1
Pemilik Tanah Sawah
921
46 %
2
Pemilih tanah tegal/ladang
526
26 %
3
Pemilik Tanah Perkebunan
284
14 %
4
Penyewa/Penggarap
27
1,3 %
5
Buruh tani
227
11 %
6
Buruh perkebunan
39
1,7 %
Jumlah 2018 100 % Sumber: Diolah dari Profil Nagari Tabek Panjang 2008-2010
Penduduk Di Kanagarian Tabek Panjang, terdiri dari kesatuan paruik, kaum dan Suku. Terdapat 9 (sembilan) suku yang berada dalam Nagari, namun, tidak seluruh suku yang ada dalam Nagari menyebar secara merata dalam wilayah Jorong. Suku yang memiliki sebaran ke seluruh Jorong (Suku Besar) terdiri dari 5 (lima) suku yakni, suku Caniago, Koto, Sikumbang, Jambak dan Pisang. Sisanya, yakni suku Tanjung, Guci, Piliang dan Melayu merupakan suku kecil yang penyebarannya tidak di merata serta memiliki anggota yang lebih sedikit. Lebih lanjut lihat Tabel 5.8 berikut;
82
Tabel 5.8. Jumlah Suku Berdasarkan Jorong Di Nagari Tabek Patah, Tahun 2010 Nama-Nama Suku (Jorong) No
Sungai Cubadak
Baso
Tabek Panjang
Nama & jumlah Suku di Nagari Tabek Panjang
Sungai Janiah
1
Caniago
Caniago
Caniago
Caniago
Caniago
2
Koto
Koto
Koto
Koto
Koto
3
Pisang
Pisang
Pisang
Pisang
Pisang
4
Jambak
Jambak
Jambak
Jambak
Jambak
5
Sikumbang
Sikumbang
Sikumbang
Sikumbang
Sikumbang
6
Piliang
Guci
Piliang
Tanjuang
Piliang
7
Melayu
-
Melayu
Melayu
Melayu
8
-
-
-
-
Guci
9
-
-
-
-
Tanjuang
7 suku 6 suku 7 suku Sumber : Diolah dari Data Primer 2010
7 suku
9 suku
Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat lima suku besar yang umumnya ada di dalam Tabek Panjang, yakni Caniago, Koto, Pisang, Jambak dan Sikumbang. Selebihnya adalah suku yang jumlahnya sedikit, yaitu Guci, Melayu dan Tanjuang. Kelompok kekerabatan berdasarkan suku ini, sebagaimana akan di jelaskan selanjutnya, sudah kurang berfungsi dalam sehari-hari. Namun tetap penting di Nagari Tabek Panjang, diantara untuk menunjukkan kelompok kekerabatan (ranji Nagari), menentukan jodoh dan menjaga dan menegakkan gelar-gelar kebesaran kelompok kekerabatan pada tingkat suku. 5.3. Pola Kepemilikan dan Penguasaan Lahan Pertanian Secara tradisional, sistem pemilikan dan penguasaan lahan pertanian pada masyarakat Nagari Tabek Panjang khususnya, dan Kecamatan Baso pada umumnya, masih dimiliki secara komunal dan di wariskan menurut garis ibu. Pada awalnya, tanah-tanah yang dimiliki dan dikuasai oleh anggota keluarga luas pada tingkat kaum (sakaum). Tanah milik kaum ini kemudian diberikan kepada
83
anggota-anggota keluarga sarumah yang merupakan unit keluarga terkecil, dengan aturan adat secara ganggam bauntuak.6 Berbeda yang berlaku di Nagari lain di Kabupaten Agam, sebagaimana studi Erwin (1991), memperlihatkan bahwa di Nagari Sungai Tanang, tanah milik paruik penguasaannya diberikan kepada keluarga samande7 dengan dua mekanisme penguasaan tanah, yakni sistem ganggam bauntuak dan cara bergiliran. Cara ganggam bauntuak berlaku pada paruik yang memiliki tanah luas, namun anggota keluarganya sedikit. Anggota paruik, selanjutnya memperoleh hak penguasaan terhadap tanah secara terus menerus. Sedangkan cara bergiliran dipakai oleh paruik yang memiliki anggota keluarga yang banyak, namun memiliki tanah yang sempit. Sehingga, tidak memungkinkan pemberian hak penguasaan tanah secara terus menerus pada anggotanya. Oleh karena itu, pengelolaan lahan pertanian dilakukan secara bergiliran dari anggota keluarga yang satu dengan yang lain, menurut kekerabatan ibu. Temuan Erwin memperlihatkan bahwa, pada lahan pertanian yang penguasaan dengan mekanisme ganggam bauntuak ditemukan banyak kasus pelepasan hak penguasaannya kepada orang lain melalui gadai, jual dan hibah, sehingga banyak tanah paruik kemudian terlepas penguasaannya kepada kelompok kekerabatan lain. Di Nagari Tabek Panjang, seperti telah dijelaskan di atas, umumnya tanah diberikan kaum pada anggota keluarga sarumah (yang merupakan struktur sosial terendah dalam Nagari) dengan cara ganggam bauntuak. Namun, sesuai dengan temuan Erwin (1991), terdapat kasus dimana lahan pertanian kaum tersebut kemudian penguasaannya beralih pada anggota keluarga lain melalui pagang gadai8 dan jual beli. Pengalihan penguasaan lahan pertanian ini, baik melalui mekanisme pagang gadai maupun jual beli, harus sepengetahuan dan disetujui oleh mamak kaum yang berfungsi sebagai manajer harta pusaka kaum. Mamak Kaum kemudian memusyawarahkannya dengan seluruh anggota keluarga kaum, terutama mamak-rumah. Jika hasil musyawah memutuskan untuk membolehkan
6
Hak kelola. Dalam pepatah disebutkan, Buahnya boleh di makan. airnya boleh di minum, namun batangnya tetap tinggal, yang selanjutnya akan diperuntukkan pada generasi selanjutnya. 7 satu ibu 8 istilah dalam tradisi masyarakat Minangkabau untuk praktek gadai-menggadai lahan pertanian
84
pelepasan hak penguasaan lahan pertanian, maka persyaratan lain adalah, pengalihan penguasaan lahan pertanian tersebut, baik melalui gadai, maupun jual beli, harus terhadap penduduk jorong atau Nagari yang sama, sehingga penguasaan lahan pertanian tidak beralih pada “orang luar”. Peralihan penguasaan lahan pertanian melalui gadai dan jual beli, kemudian menyebabkan, lahan pertanian tidak saja diperoleh melalui waris, tetapi juga dari hasil pencarian, yakni melalui memagang gadai dan membeli.9 Menurut tokoh Adat, pengalihan hak penguasaan lahan pertanian diperbolehkan di Tabek Panjang, sepanjang mengikuti aturan adat yang berlaku. Seperti harus di setujui kaum dan mamak kaum, dan biasanya hasil gadai atau penjualan lahan pertanian untuk kepentingan mendesak dan kepentingan bersama, seperti membuat rumah baru, membangun irigasi. Di Nagari Pasie, Nagari tetangga dari Tabek Panjang, Tanah Kaum telah diperjualbelikan untuk kepentingan bersama, seperti membangun rumah besar yang dipakai untuk menjadi penginapan para perantau dari anggota kelompok kekerabatan kaum tersebut ketika pulang kampung. Di Tabek Panjang, pengalihan lahan pertanian dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga dalam satu kaum. Pada kaum yang memiliki jumlah anggota keluarga yang lebih banyak, sangat sulit terjadi pengalihan penguasaan lahan pertanian kepada pihak lain, hal ini disebabkan karena persetujuan dari semua anggota kaum dan mamak kaum sulit diperoleh. Pada prinsipnya, mengalihkan penguasaan lahan pertanian, baik melalui gadai, maupun menjual, merupakan hal dihindarkan dan aib bagi kaum. Hal ini disebabkan karena, lahan pertanian merupakan alat produksi utama untuk mempertahankan hidup. Kedua, menunjukkan menurunnya status sosial keluarga sarumah dan sakaum, kaum dianggap menjadi „bangsek”10. Namun, menurut Dobbins (1983/2008; 23-24) gejala mutasi lahan pertanian telah teridentifikasi sejak masa kolonial Belanda. Perlu dicatat di sini, nilai tanah bagi orang Minangkabau, bukan hanya sekedar alat produksi atau potensi praktis yang terkandung di dalamnya saja, namun, tanah memiliki prestise sosial. Keberadaan tanah menunjukkan eksistensi 9
Menurut responden tanah di Nagari Tabek Panjang sekitar 10% telah diperjual belikan. Namun, mereka (para petani) tidak dapat menjelaskan bagaimana perhitungan dari jumlah 10% tersebut. 10 Jatuh miskin.
85
kelompok sosial dan keanggotaan sosial seseorang dalam Nagari (Navis, 1984). Di Minangkabau, orang yang tidak punya tanah berarti tidak orang Minangkabau (Pak, 1986 dalam Manan, 1995) atau “urang kurang” (Navis, 1984).11 Sesuai dengan studi Erwin (2001), ketika tanah terlepas penguasaannya pada kelompok kekerabatan lain, baik melalui gadai maupun jual-beli, maka hubungan kekerabatan pada tingkat “paruik” melemah. Oleh karena itu, dapat ditambahkan di sini bahwa tanah (lahan pertanian) juga merupakan alat perekat sosial antar individu, dalam kelompok kekerabatan, sehingga menjadi penopang utama sistem matrilineal (Benda-Beckman, 1979). Itulah sebabnya, tidak mudah melepaskan penguasaan tanah, baik pada antar sesama anggota kaum maupun ke luar kaum. Jika terjadi pelepasan penguasaan lahan pertanian, maka itu akan terjadi dalam kondisi sangat terdesak, dalam pepatah Minangkabau disebutkan “indak ado kayu, janjang di kapiang”.12 Dahulunya, pada masyarakat Minangkabau yang agraris, tanah sangat memegang peranan penting. Setiap pasangan yang baru menikah akan diberikan hak penguasaan atas tanah dengan cara gangam bauntuak, berupa tanah untuk areal pertanian serta tanah untuk rumah yang diberikan oleh keluarga luas pada tingkat paruik/kaum. Namun, pada saat penelitian ini dilakukan, di Tabek Panjang,13 perempuan yang baru berkeluarga sudah tidak lagi memperoleh hak penguasaan terhadap tanah pusaka (secara gangam bauntuak), karena tanah terutama dalam bentuk lahan pertanian telah habis dibagi. Hak atas penguasaan tanah tetap dipegang oleh ibu sampai akhir hayatnya. Lahan pertanian diupayakan secara bersama diantara laki-laki dan perempuan yang menjadi anggota dalam rumah, baik itu Sumando (menantu lelaki), mamak (paman), maupun kemanakan (keponakan). Umumnya, lelaki mengerjakan pekerjaan yang membutuhkan tenaga lebih besar seperti membajak, memupuk serta menyiang sawah. Pekerjaan menanam, dilakukan oleh perempuan dan memanen dilakukan secara bersama oleh perempuan dan lelaki.
11
konotasi kata “urang kurang” ini adalah manusia tidak sempurna. Orang Miskin. tidak ada kayu, tangga di belah-belah. Pemahamannya, dulunya orang Minang masih memasak memakai kayu bakar,ketika kayu bakar habis, sedangkan memasak makanan adalah suatu kewajiban, maka tangga rumah boleh diambil untuk menjadi kayu bakar. 13 Kecenderungan juga berlaku pada Nagari tetangga Tabek Panjang, Pasie, Panampuang, IV Angkek, CKL. 12
86
Ekonomi semi subsistensi di Tabek Panjang berlaku untuk pertanian padi sawah. Bagi yang menguasai lahan lebih besar, sisa dari kebutuhan sarumah untuk satu kali masa tanam, kemudian di jual. Namun, terdapat juga beberapa petani yang memiliki cara lain yakni menjual hasil seluruh panen padinya, kemudian sebagian hasil penjualan dipakai membeli beras „RASKIN”14 untuk konsumsi keluarganya. Sedang sisanya, dipakai untuk kebutuhan lain dari keluarga. Terdapat pula cara lain, yakni menanam beras dengan kualitas terbaik yang memiliki harga jual tinggi, setelah panen kemudian seluruh hasil panennya dijual, kemudian membeli beras dengan harga yang lebih rendah untuk dikonsumsi oleh kelurga. Sehingga, sisa lebihnya, dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan lain. Beberapa ragam pola tanam di Tabek Panjang adalah, padi-padi-palawija, atau padi, palawija-palawija, padi, atau padi palawija, sayur mayor, padi. Semua itu dilakukan untuk mendapat keuntungan dari usaha tani, yang dipakai untuk membiayai kebutuhan sarumah lainnya. 5.4. Adat Selingkar Jorong Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Kabupaten Agam merupakan bagian dari Luhak Agam yang merupakan salah satu dari tiga luhak (Luhak Agam, luhak Tanah Datar15 dan Luhak 50 Kota16) yang merupakan tempat asal orang Minangkabau. Darek, yang merupakan kata lain dari penamaan tiga Luhak tersebut, bersama rantau merupakan bagian dari Alam Minangkabau (Mansoer 1970; Naim 1978; Benda-Beckman 1979). Dalam alam Minangkabau masyarakat tinggal dalam Nagari-Nagari dengan sistem matrilineal yang telah berkembang (Datuk Sanggoeno 1919; de Jong 1960;
Benda-Beckman 1979; Kato 1983; van Reenen 1999; Biezeveld
2009; Hadler 2010). Nagari-Nagari laksana negara-negara mini, yang bersifat otonom (Abdullah 1972). Oleh karena itu, tidak ada kekuasaan yang terpusat di Minangkabau (Manan 1995). Hal yang diungkapkan para ahli tersebut sesuai dengan yang terjadi Di Nagari Tabek Panjang. Bahkan, perbedaan itu telah
14
Program Pemerintah : Beras bantuan untuk masyarakat Miskin Kini menjadi bagian dari Kabupaten Tanah Datar 16 Kini termasuk wilayah Kota Payakumbuh dan Kabupaten 50 Kota. 15
87
terlihat pada tingkat Jorong yang merupakan wilayah dibawah Nagari. Seperti proses musyawarah termasuk musrenbang, misalnya, terdapat perbedaan mekanisme pelaksanaan seperti nanti dijelaskan dalam bab selanjutnya. Perbedaan lain juga, terlihat dalam suku, walau dalam jorong dan Nagari yang sama, terdapat perbedaan dalam suku yang sama. Misalnya, suku Tanjung, terdapat tiga macam suku Tanjung yakni, Tanjung di Pakan, Tanjung di Aur dan Tanjung di Gobah. Dalam penelitian lapangan juga menemukan, perbedaan suku yang sama dalam Nagari Tabek Panjang, dimana salah satu suku dalam salah satu Jorong, melakukan tradisi mambangkik batang tarandam, managakkan penghulu, yakni mengangkat kepala suku baru dan merayakan dalam rangka memberi tahu pada khalayak Nagari bahwa telah ada kepala suku baru pada suku tersebut, tetapi suku tersebut tidak mengundang suku yang sama yang berdomisili dalam jorong yang lain dalam Nagari. Gejala ini cukup unik, mengingat kajian para ahli selama ini menunjukkan bahwa Nagari terdiri dari suku-suku yang berbeda dan setiap suku berasal dari keturunan yang sama (Mansoer 1970, von Benda-Beckman 1979; Kato 1983; Navis 1984). Sehingga, mestinya suku yang sama namun berbeda jorong tersebut secara bersama malewakan (merayakan) kepala suku mereka. Gejala ini menunjukkan bahwa masih cukup relevannya pendapat BendaBeckman (1979), Afrizal (1996), Erwin (2001) yang menyatakan bahwa kelompok kekerabatan pada tingkat suku sudah tidak bekerja lagi. 5.5. Struktur Sosial Masyarakat Nagari Konsekuensi dari Nagari-Nagari laksana negara-negara yang otonom diantara satu dengan yang lainnya adalah struktur sosial Minangkabau yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip sistem kekerabatan matrilineal (de Jong 1960; Naim, 1979; Benda-Beckman 1979; Kato 1984; Manan 1995; Reenen 1999), berbeda diantara Nagari-Nagari. Studi empiris yang telah dilakukan, Burzilla (dalam Saptomo 1994) pada 16 Nagari yang kini termasuk dalam 6 Kabupaten yang berbeda membuktikan berbedanya struktur sosial antar Nagari, seperti di Nagari Pariangan, Tanah Datar terdiri dari: 1) Suku, 2) Payuang, 3) Rumah, 4) Kaum, 5) Paruik, 6) Jurai, 7) Samande. Sedangkan di Nagari Bayur, Luhak Agam, hanya terdapat 3 lapis struktur sosial yakni, 1) Suku, 2) Payung dan 3) Paruik. Reenen (1998) menemukan perbedaan lain, bahwa pada Nagari Rao-Rao, Luhak
88
Tanak Datar terdapat 7 lapis tingkatan struktur sosial, yakni, 1) Pasangan, 2) Pasukuan, 3) Suku, 4) Kampuang, 5) kaum atau ompuak, 6) Rumah dan 7) Samande. Studi von Benda-Beckman (1979), menemukan kata buah gadang untuk level tertinggi dalam masyarakat Nagari Canduang Koto Lawas. Bahkan, terdapat temuan menarik dari Edi (2001), bahwa di Nagari Selaras Air Kec.Palembayan, Kabupaten Agam, terdiri dari dua Langgam, yakni Langgam Angku Saripado dan Langgam Rajo nan Balimo, keduanya merupakan struktur politik tradisional masyarakat Selaras Aie. Konsep Pemerintahan Nagari, semula tidak dikenal dalam masyarakat Selaras Aie, namun, pada masa penjajahan kolonial Belanda melakukan penyeragaman (pemaksaan) kepada Selaras Aie untuk ikut mengorganisasikan pemerintahannya dengan sistem pemerintahan Nagari. Pada masyarakat Nagari Tabek Panjang, pengelompokan keluarga berdasarkan pada tiga tingkat ikatan kekerabatan, yakni kelompok satu rumah (sarumah), satu kaum dan satu suku. Kelompok satu rumah, merupakan pengelompokkan keluarga yang sedikit lebih luas dengan konsep keluarga inti. Di dalamnya terdapat tiga generasi, atau lebih dari satu keluarga inti. Kelompok yang lebih besar dari satu rumah, adalah kaum, di dalamnya terdapat empat hingga lima generasi. Keluarga luas pada tingkat rumah, mempunyai seorang pemimpin yang disebut mamak rumah. Sedangkan keluarga luas pada tingkat kaum, akan terikat pada harta pusaka, dulunya mempunyai satu rumah gadang sebagai pusat orientasi serta dipimpin oleh mamak kaum, untuk sebagian juga dipimpin oleh Datuk Kaum. Selanjutnya, keluarga luas pada tingkat suku, terdiri dari 11 sampai 40 kaum, di dalamnya terdapat 7 sampai 8 generasi yang dipimpin oleh Kepala Suku atau Datuk Suku. Untuk lebih jelasnya, lihat Gambar 5.2 berikut;
89
STRUKTUR SOSIAL DI SUNGAI JANIAH – TABEK PANJANG NAGARI
SUKU
KAUM
RUMAH
Kapalo Suku =Datuak Suku
Mamak Kaum = Datuak Kaum
Mamak Rumah
Sumber: Data Primer (diolah) 2010
Sumber: diolah dari data empiris, 2010. Gambar 5.2 Struktur Sosial di Sungai Janiah – Tabek Panjang
Para anggota keluarga tersebut disatukan oleh kesadaran kolektif berupa ide-ide tentang kesamaan yang mereka miliki. Mereka menganggap diri mereka sebagai orang yang sahina-samalu17, se-harta (kepemilikan bersama) dan sepusako (satu warisan) (Navis 1984). Ide-ide ini menjadikan mereka terikat dalam solidarity group (Afrizal 200).
17
sehina semalu