BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian Untuk mendapatkan informasi lebih lengkap dan memperkuat interpretasi hasil pengujian Hipotesis, maka dipaparkan deskripsi data berupa karakteristik sampel penelitian. Berikut ini deskripsi data sampel yang terdiri atas karakteristik sampel berupa usia, dan jenis kelamin. Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Rentangan Usia Konvensional Kinesiotaping MRP
55 – 72 50 – 72 55 – 73
Usia Rerata SB 62,3 5,79 65,1 6,69 62,6 6,16
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 5 5 6 4 6 4
Dari Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa sampel penelitian kelompok I memiliki rerata usia (62,3 ± 5,795), pada kelompok II (65,1 ± 6,691), dan pada kelompok III (62,6 ± 6,168) hal ini memberikan bahwa sampel penelitian mewakili Kelompok dewasa tua. Jumlah sampel dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan, dengan total jumlah sampel laki-laki 17 orang dan perempuan 14 orang.
5.2 Uji Normalitas Data Pola Jalan Untuk menentukan penggunaan statistika dalam pengujian hipotesis, maka pada dilakukan uji normalitas data. Hasil uji normalitas data dapat dilihat pada Tabel 5.2 di bawah ini
65
66
Tabel 5.2 Hasil Analisis Uji Normalitas Data Skor WGS Kelompok
n
Rerata
SB
p
Sebelum Perlakuan
10
29,73
1,56
0,525
Setelah Perlakuan
10
25,48
2,36
0,220
Sebelum Perlakuan
10
28,93
1,88
0,207
Setelah Perlakuan
10
20,68
2,43
0,226
Sebelum Perlakuan
10
27,75
2,42
0,354
Setelah Perlakuan
10
20,68
1,60
0,835
Konvensional
Kinesiotaping
MRP
Berdasarkan hasil pengujian normalitas data pada Tabel 5.2 di atas, Skor WGS untuk Kelompok data sebelum intervensi pada Kelompok Konvensional, Kinesiotaping, dan MRP, didapatkan nilai p > 0,05 yang berarti data berdistribusi normal. Untuk Skor WGS kelompok data setelah
intervensi Kelompok
Konvensional, Kinesiotaping, dan MRP, didapatkan nilai p > 0,05 yang berarti data berdistribusi normal.
5.3 Beda Rerata Pola Jalan Sebelum dan Setelah Intervensi Untuk mengetahui pengaruh intervensi terhadap peningkatan pola jalan pasien post stroke maka dilakukan uji beda rerata pola jalan sebelum dan setelah intervensi pada setiap kelompok perlakuan. Hasil uji beda rerata pola jalan sebelum dan setelah intervensi dapat dilihat pada Tabel 5.3 di bawah ini:
67
Tabel 5.3 Hasil Uji Beda Rerata Skor WGS Sebelum dan Setelah Intervensi Kelompok
n
Konvensional
Sebelum
Setelah
Beda
t
p
Rerata
SB
Rerata
SB
10
29,73
1,56
25,48
2,36
4,25
7,506 0,000
Kinesiotaping
10
28,92
1,88
20,68
2,43
8,24
22,93 0,000
MRP
10
27,75
2,42
20,68
1,60
7,07
9,626 0,000
Berdasarkan Tabel 5.3 di atas dilakukan
uji beda rerata skor WGS
sebelum dan setelah pada setiap kelompok perlakuan didapatkan nilai p < 0,05. Sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara skor WGS sebelum dan setelah intervensi. Pada kelompok perlakuan metode Konvensional terjadi penurunan rerata skor WGS sebesar 4,25 (14,28%), pada kelompok perlakuan Kinesiotaping terjadi penurunan rerata skor WGS sebesar 8,25 (28,51%), dan kelompok perlakuan MRP terjadi penurunan rerata skor WGS sebesar 7,07 (25,48%), sehingga dapat dikatakan bahwa metode Konvensional, Kinesiotaping, dan MRP sama-sama meningkatkan pola jalan pasien post stroke di Klinik Ontoseno Malang.
5.4 Uji Homogenitas Data Untuk mengetahui apakah data berasal dari kelompok varian yang sama, maka dilakukan pengujian homogenitas data untuk kelompok data usia responden, skor WGS sebelum perlakuan, dan selisih skor WGS sebelum dengan setelah
68
perlakuan. Hasil pada uji homogenitas varian dapat dilihat pada Tabel 5.4 di bawah ini Tabel 5.4 Hasil Analisis Uji Homogenitas Data
Kelompok
n
F
p
Usia
10
0,024
0,976
Skor WGS sebelum intervensi
10
1,520
0,237
Selisih Skor WGS sebelum dengan setelah intervensi
10
1,332
0,281
Berdasarkan hasil pengujian homogenitas data pada Tabel 5.4 di atas, usia sampel, skor WGS sebelum intervensi, dan selisih skor WGS sebelum dengan setelah intervensi didapatkan nilai p > 0,05 yang berarti data bersifat homogen, sehingga data dapat dikatakan comparable.
5.5 Uji Beda Rerata Pola Jalan Antar Kelompok Untuk mengetahui apakah Metode Konvensional, Kinesiotaping, dan Motor
Relearning
Programme
memiliki
perbedaan
efektifitas
dalam
meningkatkan pola jalan pasien post stroke di Klinik Ontoseno Malang, maka dilakukan uji beda rerata skor WGS sebelum dan setelah intervensi antar kelompok perlakuan, didapatkan nilai sebagai berikut:
69
Tabel 5.5 Hasil Analisis Uji Anova Skor WGS Sebelum dan Setelah Intervesi Kelompok
Rerata
SB
Konvensional
25,48
2,36
Kinesiotaping
20,68
2,43
MRP
20,68
1,60
Sebelum
Setelah
F
P
F
p
2,504
0,101
16,357
0,000
Berdasarkan Tabel 5.5 di atas menunjukkan bahwa ada perbedaan skor WGS yang tidak bermakna pada kelompok data sebelum intervensi, dimana didapatkan nilai p = 0,101 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa data skor WGS sebelum intervensi comparabel. Pada kelompok data setelah intervensi didapatkan nilai p = 0,000 (p<0,05) sehingga kelompok data setelah intervensi menunjukan perbedaan yang bermakna. Sehingga dapat dikatakan bahwa penurunan skor WGS terjadi karena intervensi yang diberikan. Untuk mengetahui metode yang paling efektif dalam peningkatan pola jalan pasien post stroke di Klinik Ontoseno Malang, maka dilakukan uji LSD dan didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 5.6 Hasil Analisis Selisih Skor WGS Sebelum dan Setelah Intervensi Antar Kelompok Kelompok
Beda Rerata
P
Konvensional – Kinesiotaping
4,801
0,000
Konvensional – MRP
4,796
0,000
Kinesiotaping – MRP
0,005
0,996
Berdasarkan Tabel 5.6 di atas dapat dilihat bahwa Metode Kinesiotaping dan MRP menghasilkan perubahan pola jalan yang lebih besar secara signifikan
70
dibandingkan dengan Metode Konvensional, terbukti dari hasil uji LSD dimana menunjukkan hasil p < 0,05. Sehingga dapat dikatakan bahwa metode MRP dan Kinesiotaping lebih efektif daripada Metode Konvensional. Untuk metode MRP dengan Kinesiotaping didapatkan nilai p sebesar 0,996 (p > 0.05) sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ditemukan perbedaan yang signifikan dalam peningkatan pola jalan pasien post stroke. Dari analisis data dapat ditetapkan hasil pengujian sebagai berikut: 1. Terjadi peningkatan pola jalan pasien post stroke secara bermakna (p<0,05) antara sebelum dan setelah pemberian Metode Konvensional, yang digambarkan dengan rerata penurunan skor WGS sebesar 4,25 (14,28%). 2. Terjadi peningkatan pola jalan pasien post stroke secara bermakna (p<0,05) antara sebelum dan setelah pemberian aplikasi Kinesiotaping, yang digambarkan dengan rerata penurunan skor WGS sebesar 8,25 (28,51%). 3. Terjadi peningkatan pola jalan pasien post stroke secara bermakna (p<0,05) antara sebelum dan setelah pemberian Metode Motor Relearning Programme, yang digambarkan dengan rerata penurunan skor WGS sebesar 7,02 (25,48%). 4. Metode Motor Relearning Programme sama efektifnya dengan aplikasi Kinesiotaping dalam meningkatkan pola jalan pasien post stroke di klinik Ontoseno Malang (p>0,05), tetapi lebih efektif jika dibandingkan dengan Metode Konvensional (p < 0,05).