109
BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA 5.1. Hasil Penelitian Dalam bab ini akan diuraikan karakteristik responden yang meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan dan kedudukan dalam program. Disamping itu juga akan dijelaskan tentang variabel penelitian yaitu implementasi program Keluarga Berencana yang meliputi tentang komunikasi, sumber-sumber, kecenderungankecenderungan dan struktur birokrasi serta faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi program KB Nasionaldi Sumatera Utara. 5.2. Karakteristik Responden Penyajian karakteristik responden bertujuan untuk mengenal ciri-ciri khusus yang dimiliki responden sehingga memudahkan peneliti untuk mengadakan analisis. Karakteristik responden dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini : Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin No
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase (%)
1
Laki-lakai
38
69,09
2
Perempuan
17
30,91
55
100,00
JUMLAH Sumber: Angket Penelitian, 2007
Dari tabel di atas terlihat bahwa sebahagian besar responden (69,09 persen) adalah laki-laki, dan responden yang perempuan hanya 30,91 persen.
110
Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Umur Umur (Tahun) Frekuensi
No
Persentase (%)
1
20 – 30
16
29,09
2
31 – 40
24
43,64
3
41 – 50
11
20,00
4
> 50
4
7,27
55
100,00
JUMLAH Sumber: Angket Penelitian, 2007
Apabila dilihat dari umur responden secara keseluruhan, sebahagian responden (43,64 persen) adalah mereka yang berusia 31-40 tahun, sedangkan yang berusia 50 tahun ke atas sebanyak 7,27 persen. Namun apabila dilihat dari kelompok umur, yang terbanyak adalah mereka yang berada pada kelompok umur 31-40 tahun sebesar 43,64 persen dan kelompok umur 20-30 tahun sebesar 29,09 persen, sedangkan untuk kelompok umur 41-50 tahun sebanyak 20 persen. Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Pendidikan Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
No 1
SLTP
2
3,64
2
SLTA
18
32,73
3
DIPLOMA (D3)
10
18,18
4
SARJANA
25
45,45
72
100,0
JUMLAH Sumber: Angket Penelitian, 2007
Di lihat dari segi tingkat pendidikan formal yang ditempuh oleh responden,
yang terbanyak adalah mereka yang berpendidikan SLTA (32,73
persen), dan Perguruan Tinggi (45,45 persen) sedangkan yang berpendidikan SLTP sebesar 3,64 persen.
111
5.3.
Variabel Penelitian Faktor-faktor yang diukur dalam implementasi program KB Nasional
pada Pemerintah Propinsi Sumatera Utara adalah meliputi komunikasi, sumbersumber, wewenang dan struktur birokrasi. 5.3.1. Komunikasi Kebijakan Program KB Nasional Komunikasi (Communication), persyaratan pertama dalam pelaksanaan yang efektif adalah bahwa yang melaksanakan tugas tersebut mengetahui apa yang harus mereka lakukan, jika ada suatu kejelasan tentang apa yang harus dilakukan. Selanjutnya dalam komunikasi ini perlu adanya konsistensi dari aspek komunikasi adalah bagaimana penetralisian tugas fungsi tertentu yang akan dilakukan. Tabel 5.4 Pendapat Responden Tentang Kejelasan Konsep Kebijakan program KB Nasional
No
Kriteria Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
1
Cukup Jelas
36
65,45
2
Kurang Jelas
13
23,64
3
Tidak Jelas
6
10,91
JUMLAH
55
100,0
Sumber : Angket Penelitian, 2007 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebahagian besar (65,45 persen) responden menyatakan bahwa kejelasan konsep program KB Nasional pada BKKBN Propinsi Sumatera Utara adalah cukup jelas, sedangkan yang menyatakan kurang jelas sebesar 23,64 persen dan 10,91 persen lainnya responden yang menyatakan tidak jelas. Hal ini berarti bahwa secara umum
112
implementasi program KB Nasional era desntralisasi pada Pemerintah Propinsi Sumatera Utara belum sepenuhnya dipahami oleh para pelaksana terutama bagi pejabat di kabupaten/kota. Sesuai dengan Perpres Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009, arah kebijaksanaan pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas dalam program keluarga berencana antara lain untuk mengendalikan tingkat kelahiran melalui upaya memaksimalkan akses dan kualitas pelayanan KB terutama bagi keluarga miskin dan rentan serta daerah terpencil, meningkatkan kualitas kesehatan reproduksi remaja dalam rangka menyiapkan kehidupan berkeluarga yang lebih baik, serta pendewasaan usia perkawinan melalui upaya peningkatan pemahaman kesehatan reproduksi remaja. Asas kebijakan pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas dalam program KB nasional yang tertuang dalam Perpres Nomor 7 Tahun 2005 tentang RPJMN tahun 2004-2009 ini merupakan suatu paket program yaitu dalam upaya pelaksanaan kebijakan antara program KSPK dan KBKR yang diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan dalam penggarapan program KB nasional. Pengembangan program KB yang mengarah pada keluarga kecil berkualitas pada prinsipnya adalah dalam pemberian pelayanan KB untuk tetap lestari dan setia harus diikuti oleh program pemberdayaan keluarga khususnya keluarga akseptor KB yang kondisinya miskin. Disamping itu juga diarahkan untuk pemberdayaan dan ketahanan keluarga dalam kemampuan
pengasuhan
dan
penumbuh
kembangan
anak,
peningkatan
113
pendapatan keluarga khususnya bagi keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I, peningkatan kualitas lingkungan keluarga, dan memperkuat kelembagaan dan jejaring pelayanan KB bekerja sama dengan masyarakat luas. Tabel 5.5 Pendapat Responden Tentang Kejelasan Tujuan dan Sasaran Kebijakan Program KB Nasional
No
Kriteria Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
1
Cukup Jelas
33
60,00
2
Kurang Jelas
14
25,45
3
Tidak Jelas
8
14,88
JUMLAH
55
100,0
Sumber : Angket Penelitian, 2007 Sama halnya dengan kejelasan konsep kebijakan, pemahaman responden tentang kejelasan tujuan dan sasaran program KB Nasional menunjukkan bahwa sebahagian besar (60 persen) responden menyatakan bahwa kejelasan tujuan da sasaran program KB Nasional pada BKKBN Propinsi Sumatera Utara adalah cukup jelas, sedangkan yang menyatakan kurang jelas sebesar 25,45 persen dan 14,88 persen lainnya responden yang menyatakan tidak jelas. Sasaran program KB Provinsi Sumatera Utara dalam RPJM 2005-2009 dtetapkan bahwa laju pertumbuhan penduduk diharapkan akan turun dari 1,37% pada tahun 2005 menjadi 1,05% pada tahun 2009, demikian juga halnya dengan indikator TFR, Unmed Need, KB pria dan Median Kawin I, seperti terlihat dalam tabel berikut ini.
114
Tabel 5.6 Sasaran Progran KB Provinsi Saumatera Utara 2005 – 2009
No
Indikator
1
Laju Pertumbuhan Penduduk
2
TFR
3
Unmet Need
Saat Ini (2005)
Sasaran RPJM (2009)
1,13 %
1,05%
2,96
2,53
12,40%
4,50%
21-22 Thn
23 Thn
Median Kawin I Sumber : BKKBN Prov. Sumatera Utara, 2007
Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2009 laju pertumbuhan penduduk Sumatera Utarasebesar 1,05% dan angka TFR adalah 2,53 serta Median Kawin I diharapkan 23 tahun jika dibandingkan dengan kondisi saat ini yang rata-rata 21-22 tahun.
Tabel 5.7 Pendapat Responden Tentang Pengetahuan Adanya Perangkat Aturan Yang Efektif dalam Kebijakan Program KB Nasional
No
Kriteria Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
1
Cukup Jelas
44
80,00
2
Kurang Jelas
7
12,73
3
Tidak Jelas
4
7,27
JUMLAH
55
100,0
Sumber : Angket Penelitian, 2007 Pemahaman responden tentang adanya perangkat aturan yang efektif tentang program KB Nasional menunjukkan bahwa sebahagian besar (80 persen) responden menyatakan bahwa mengetahui adanya perangkat aturan program KB
115
Nasional, sedangkan yang menyatakan kurang jelas sebesar 12,73 persen dan 7,27 persen lainnya responden yang menyatakan tidak jelas. Adanya perangkat aturan yang efektif dalam program KB adalah sangat penting dalam mencapai tujuan dan sasaran program KB di Sumatera Utara. Perangkat aturan tersebut yang mengatur program KB adalah Perarturan Pemerintah maupun Peraturan Kepala BKKBN. Peraturan Kepala BKKBN yang secara khusus mengatur tentang visi, misi dan grand strategi BKKBN adalah Keputusan Kepala BKKBN Nomor: 28/HK-010/B5/2007 . Keputusan Kepala BKKBN tersebut dikeluarkan atas dasar bahwa program keluarga berencana nasional merupakan upaya pokok dalam mengendalikan jumlah penduduk dan meningkatkan kesejahteraan keluarga sebagai bagian integral pembangunan nasioanal, perlu terus dilanjutkan dan ditingkatkan pelaksanaannya; bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, keluarga berencana nasional adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Sehubungan dengan hal tersebut diatas dan dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan program keluarga berencana nasional, serta untuk mewujudkan keluarga kecil berkualitas sebagai pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, dipandang perlu menetapkan visi, misi dan Grand Strategi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dengan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.
116
5.3.2. Sumber-Sumber Kebijakan Program KB Nasional Sumber-sumber (Resources) yang penting dalam suatu pelaksanaan staf-staf dengan keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas dan informasi, wewenang dan
fasilitas-fasilitas
di
dalam
menerjemahkan
suatu
peraturan
dalam
pelaksanaannya. Staf tersebut haruslah memadai jumlahnya dalam melaksanakan sesuatu program, namun tidak hanya jumlah tetapi juga harus didukung oleh keahlian yang baik dalam tugas tersebut. Informasi menyangkut bagaimana melaksanakan sesuatu hak dan ketaatan dari personil-personil lain terhadap peraturan-peraturan pemerintah. Sumberdaya - sumberdaya yang digunakan dalam implementasi program KB ( SDM, teknologi, keuangan, sarana dan prasarana) sebagai ujung tombak dalam proses administrasi maupun organisasi pelaksana. Ketersediaan sumberdaya dalam implementasi program KB pada BKKBN Propinsi Sumatera Utara adalah sangat menentukan keberhasilan kebijakan tersebut. Sumberdaya utama adalah kersediaan sumberdaya manusia dalam mengelola program KB. Tabel 5.8 Pendapat Responden Tentang Ketersediaan Sumberdaya Manusia dalam Implementasi program KB No
Kriteria Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
1
Cukup Tersedia
16
29,09
2
Kurang Tersedia
33
60,00
3
Tidak Tersedia
6
10,91
JUMLAH
55
100,0
Sumber : Angket Penelitian, 2007
117
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa
sebahagian besar (60
persen) responden menyatakan bahwa ketersediaan sumberdaya manusia dalam implementasi program KB pada Propinsi Sumatera Utara masih kurang tersedia, sedangkan yang menyatakan cukup tersedia sebesar 29,09 persen dan 10,91 persen lainnya responden yang menyatakan tidak tersedia. Hal ini berarti bahwa secara umum implementasi program KB pada Pemerintah Propinsi Sumatera Utara belum mencukupi terutama dilihat dari jumlahnya. Kualitas
dan
kuantitas
petugas
lapangan
KB.
Pada era desentralisasi dimana kuantitas dan kualitas PLKB/PKB semakin berkurang, hal ini dikarenakan lebih dari lima tahun tidak ada penambahan PLKB/PKB selain banyak yang dialihtugaskan ke Pemda Kab/Kota dan pensiun. Dengan berkurangnya jumlah PLKB/PKB
sangat berpengaruh terhadap
operasional penggarapan program KB di lini lapangan. Hal ini karena PLKB/PKB sebagai pembina IMP dan Poktan juga sebagai mitra aparat desa/kelurahan dalam penggerakan
masyarakat
khususnya
dalam
program
KB.
Penurunan jumlah PLKB/PKB ini sangat terasa dalam kegiatan mekanisme operasional dan pembinaan institusi masyarakat yang denyutnya menurun. Diharapkan dengan adanya himbauan dari Mendagri dan Menpan untuk memfungsikan kembali PLKB/PKB dan menambah jumlah formasi PKB serta adanya dukungan refreshing sebagian besar PLKB/PKB akan mengembalikan peran mereka di lini lapangan. Sumberdaya manusia yang utama dalam implementasi program KB adalah para petugas PLKB dan PKB. Mereka inilah sebagai ujung tombak dalam menjalankan program KB karena petugas PLB dan PKB berada diKelurahan dan Desa. Jumlah tenaga PLKB dan KB pada Januari 2006 sebanyak 1.260 orang dan jumlah tersebut berkurang menjadi 1.225 orang pada Nopember 2006. Keadaan ini disebabkan karena sebahagian dari mereka tidak lagi aktif menjadi petugas PLKB dan PKB karena telah dipindahkan pada posisi lain oleh kepala daerah masing-masing. Keadaan ini akan berdampak terhadap keberhasilan program KB karena raio rata-ratanya hanya 0,2 per desa/kelurahan. Artinya masih terdapat kekurang perugas PLKB dan PKB.
118
Tabel 5.9 Jumlah PLKB/PKB Menurut Kabupaten / Kota
No
Kab/Kota
Jlh PLKB/PKB Nopember 2006
Jlh PLKB/PKB Januaru 2006
+/-
1
Deli Serdang
200
200
-
2
Langkat
115
129
(14)
3
Kab. Karo
39
36
3
4
Simalungun
88
88
-
5
Asahan
87
90
(3)
6
Labuhan Batu
85
85
-
7
Tapanuli Tengah
19
19
-
8
Tapanuli Selatan
63
74
(11)
9
Tapanuli Utara
33
26
7
10
Nias
23
23
-
11
Dairi
23
23
-
12
Medan
136
151
(15)
13
Pematang Siantar
39
46
(7)
14
Tanjung Balai
16
13
3
15
Binjai
42
43
(1)
16
Tebing Tinggi
22
22
-
17
Sibolga
16
16
-
18
Mandailing Natal
33
33
-
19
Toba Samosir
19
21
(2)
20
Padang Sidempuan
37
24
13
21
Humbang Hasundutan
15
15
-
22
Pak-Pak Bharat
6
6
-
23
Nias Selatan
8
8
-
24
Samosir
12
15
(3)
25
Serdang Bedagai
49
54
(5)
1.260
(35)
Jumlah 1.225 Sumber : BKKBN Provinsi Sumatera Utara, 2007
119
Tabel 5.10 Pendapat Responden Tentang Ketersediaan Sumberdaya Teknologi dalam Implementasi program KB No
Kriteria Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
1
Cukup Tersedia
9
16,36
2
Kurang Tersedia
42
76,36
3
Tidak Tersedia
4
4,27
JUMLAH
55
100,0
Sumber : Angket Penelitian, 2007 Sama halnya dengan ketersediaan sumberdaya manusia, ketersediaan teknologi dalam implementasi program KB Nasional pada di Propinsi Sumatera Utara telah belum tersedia. Hal ini terlihat berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa
sebahagian besar (76,36 persen) responden menyatakan bahwa
ketersediaan teknologi dalam implementasi program KB Nasional pada Pemerintah Propinsi Sumatera Utara menyatakan belum tersedia dan sebesar 16,36 persen menyatakan tersedia dan 4,27 persen lainnya responden yang menyatakan tidak tersedia. Teknologi yangdikembangkan dalam menunjang program KB adalah dengan dikembangkanya Sistem Informasi Penduduk dan Keluarga (SIDUGA) yang telah dikembangkan sejak tahun 2003. Namun sistem ini baru terdapat pada tingkat provinsi, sedangkan pada tingkat kabupaten /kota sistem ini beluym tersedia, sehingga dalam pelaksanaan progran KB masih dilaksanakan secara manual. Hal ini berarti bahwa dilihat dari ketersediaan teknologi secara umum implementasi program KB di Propinsi Sumatera Utara telah tersedia. Teknologi informasi dan komunikasi yang paling utama adalah dengan tersedia website BKKBN, yaitu : http://www.bkkbn.go.id/.
120
Tabel 5.11 Pendapat Responden Tentang Ketersediaan Sumberdaya Keuangan dalam Implementasi Program KB No
Kriteria Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
1
Cukup Tersedia
6
10,91
2
Kurang Tersedia
45
81,82
3
Tidak Tersedia
4
7,27
JUMLAH
55
100,0
Sumber: Angket Penelitian, 2007 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebahagian besar (81,82 persen) responden menyatakan bahwa ketersediaan sumberdaya keuangan dalam implementasi program KB di Pemerintah Propinsi Sumatera Utara masih kurang tersedia, sedangkan yang menyatakan cukup tersedia baru sebesar 10,91 persen dan 7,27 persen lainnya responden yang menyatakan tidak tersedia. Hal ini berarti bahwa secara umum keterseduaan sumberdana keuangan dalam implementasi PROGRAM KB DI Propinsi Sumatera Utara belum mencukupi terutama dilihat dari anggaran yang disediakan oleh Pemerintah melalui APBN, pemerintah daerah melalui APBD kabupaten dan kota.
Berdasarkan data tahun 2006 diketahui
bahwa dukungan anggaran BKKBN Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggran 2006 yang berasal dari APBD
Sumatera Utara sebesar Rp.873.150.000,-,
sedangkan dukungan dana dari 25 kabupaten dan kota se Sumatera Utara keseluruhan untuk tahun anggaran 2006 adalah sebesar Rp. 5.601.714.180,-.
121
Tabel 5.12 Dukungan Dana APBD Kabupaten Kota Tahun 2006 NO 1
KAB/KOTA LANGKAT
Jumlah Anggaran 356,667,800
2
KAB. KARO
211,844,300
3
DELI SERDANG
504,768,060
4
LABUHAN BATU
332,014,800
5
ASAHAN
350,014,920
6
MEDAN
412,451,680
7
TANJUNG BALAI
76,631,180
8
TEBING TINGGI
71,715,680
9
BINJAI
103,815,480
10
SIMALUNGUN
387,313,700
11
TAPANULI UTARA
196,101,480
12
DAIRI
159,552,600
13
PEMATANG SIANTAR
107,327,680
14
TAPANULI SELATAN
602,258,480
15
TAPANULI TENGAH
169,434,240
16
NIAS
288,886,480
17
SIBOLGA
62,291,180
18
MANDAILING NATAL
256,123,280
19
TOBA SAMOSIR
154,412,480
20
PADANG SIDEMPUAN
99,844,680
21
SERDANG BEDAGAI
247,797,480
22
HUMBANG HASUNDUTAN
124,866,080
23
NIAS SELATAN
162,303,480
24
SAMOSIR
114,687,480
25
PAK-PAK BHARAT
51,497.480
JUMLAH
5,601,714,180
Sumber : BKKBN Provinsi Sumatera Utara, 2007
122
Tabel 5.13 Pendapat Responden Tentang Ketersediaan Sumberdaya Sarana dan Prasarana dalam Implementasi Program KB No
Kriteria Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
1
Tersedia
19
34,55
2
Kurang Tersedia
28
50,91
3
Tidak Tersedia
8
14,55
JUMLAH
55
100,0
Sumber : Angket Penelitian, 2007 Hal lain yang penting dalam implementasi program KB pada Pemerintah Propinsi Sumatera Utara adalah ketersediaan sarana dan prasarana berupa perangkat keras (hard ware) dan perangkat lunak (soft ware). Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa
ketersediaan sarana dan prasarana tersebut belum
mencukupi. Hal ini terlihat dari jawaban responden yang menyatakan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana dalam implementasi program KB di Propinsi Sumatera Utara baru mencapi 50,91 persen, sedangkan yang menyatakan kurang tersedia sebesar 34,55 persen dan 14,55 persen lainnya responden yang menyatakan tidak tersedia. Hal ini berarti bahwa secara umum keterseduaan sarana dan prasarana dalam menunjang implementasi program KB di Propinsi Sumatera Utara belum mencukupi terutama dilihat dari ketersediaan perangkat jaringan komunikasi yang bisa terkait antar instansi yang ada pada lingkup Pemerintah Propinsi Sumatera Utara. Seperti diketahui bahwa proses pelaksanaan program KB dilaksanakan hanya ada pada tingkat provinsi, sedangkan untuk kabupaten dan kota sarana dan prasara penagolahan data belum tersedia.
123
5.3.3. Wewenang/Kecenderungan Kebijakan Program KB Wewenang adalah otoritas yang dimiliki oleh pelaksana dalam melakukan tugasnya termasuk dalam penerapan sanksi jika ada pelanggaran, apakah sudah cukup memadai. Fasilitas-fasilitas di dalam menerjemahkan suatu peraturan dalam pelaksanaannya mutlak diperlukan dalam melakukan tugas tertentu, seperti bangunan fisik. Kecenderungan-kecenderungan para pelaksana sangat menentukan dalam pelaksanaan, tingkah laku mereka terhadap kebijakan dan peraturan yang telah ditentukan sebelumnya mempengaruhi hasil selanjutnya. Tingkah laku ini juga menyangkut cara pandang terhadap sesuatu hal atau kebijakan.
Tabel 5.14 Pendapat Responden Tentang Peranan Pemerintah Provinsi dalam Implementasi Program KB No
Kriteria Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
1
Cukup Berperan
39
70,91
2
Kurang Berperan
8
14,55
3
Tidak Berperan
7
12,73
JUMLAH
55
100,0
Sumber : Angket Penelitian, 2007 Peranan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalam implementasi program KB adalah cukup berperan , hal ini terlihat dari jawaban responden yang menyatakan sebesar 70,91 persen cukup berperan dan 14,55 persen kurang bereperan. Hal ini disebabkan karena kedudukan BKKBN Provinsi Sumatera Utara yang masih berada di bawah BKKBN Pusat.
124
Tabel 5.15 Pendapat Responden Tentang Peranan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Implementasi Program KB No
Kriteria Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
1
Cukup Berperan
16
29,09
2
Kurang Berperan
33
60,00
3
Tidak Berperan
7
12,73
JUMLAH
55
100,0
Sumber : Angket Penelitian, 2007 Berbeda halnya dengan Peranan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalam implementasi program KB, peranan Pemerintah kabupaten/kota masih kurang berperan. Peranan yang sangat penting adalah dalam dukungankegiatan dan penyediaan dana adalah masih kurang, hal ini terlihat dari jawaban responden sebesar 60 persen yang menyatakan kurang
berperan sedangkan yang
menyatakan cukup berperan hanya sebesar 29,09 persen dan 12,73 persen lainnya menytakan tidak bereperan. Tabel 5.16 Pendapat Responden Tentang Peranan Masyarakat dalam Implementasi Program KB No
Kriteria Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
1
Cukup Berperan
26
47,27
2
Kurang Berperan
13
23,64
3
Tidak Berperan
7
12,73
JUMLAH
55
100,0
Sumber : Angket Penelitian, 2007
125
Sejalan dengan Visi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional sebagai pengemban mandat penyusunan kebijaksanaan dan pelaksanaan Program KB adalah SELURUH KELUARGA IKUT KB , maka peranan masyarakat dalam
implementasiprogram KB adalah mutlak diperlukan. Keberhasilan program KB akan sangat ditentukan bagaimana partisipasi masyakat dalam progran KB tersebut. Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa baru 47,27 persen responden yang menyatakan peranan masyarakat berperan dalam implementasi program KB sedang 23,64 persen belum berperan dan bahkan terdapat 12,73 persen menytakan masyrakat tidak berperan. Dukungan Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan Mitra Kerja yang tinggi sangat diperlukan. Dukungan terhadap program KB oleh Toma, Toga dan mitra kerja ini dibuktikan dengan institusi masyarakat di lini lapangan yang masih cukup banyak jumlahnya walaupun pada era otonomi daerah. Walaupun dari segi kualitas masih memerlukan pembinaan dan dukungan moral, namun kerja sama dengan mitra kerja tetap harus dipertahankan karena kekauatan program KB terdapat pada koordinasi dan keterpaduan yang baik. Issue
KB
tidak
menjadi
agenda
nasional
yang
utama
Dampak krisis ekonomi pada tahun 1997 menjadi isu yang berkepanjangan dan menjadi tantangan bagi pembangunan nasional serta sekaligus membuat isu program KB semakin tenggelam. Di samping itu, berbagai bencana nasional yang menimpa
Indonesia
telah mengakibatkan penyelenggaraan pembangunan
khususnya pelaksanaan Program KB Nasional belum menjadi agenda nasional yang utama.
126
5.3.4. Struktur Birokrasi Kebijakan Program KB Nasional Struktur birokrasi (bureaucratic strcture), menyangkut prosedurprosedur kerja dan pragmentasi. Prosedur-prosedur berkembang secara internal dari respon terhadap tugas untuk keseragaman demi pencapaian tugas dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam era otonomi daerah kegiatan keterpaduan dengan mitra kerja merupakan kegiatan yang sangat strategis, terutama mitra yang memiliki akar sampai di akar rumput. Ke depan kegiatan keterpaduan ini diharapkan saling menguntungkan dan dipertahankan bahkan ditingkatkan kualitas keterpaduannya dengan berbagai sektor terkait. Keberhasilan dan pencapaian program KB nasional banyak didukung dan mendapat sumbangan dari kegiatan momentum dan keterpaduan dari sektor terkait, kegiatan momentum ini dilakukan melalui kegiatan Bhakti IBI, Bhakti Bhayangkara KB Kes, TNI Manunggal KB Kes (TMKK), Kesatuan gerak PKK KB Kes, dan lain-lain. Tabel 5.17 Pendapat Responden Tentang Keterpaduan Komponen Pelaksanan dalam implementasi Program KB No
Kriteria Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
1
Cukup Baik
34
61,82
2
Kurang baik
16
29,09
3
Tidak Baik
5
9,09
JUMLAH
55
100,0
Sumber: Angket Penelitian, 2007 Salah satu hal penting untuk keberhasilan suatu kebijakan adalah adanya komunikasi dan koordinasi antara instasi terkait. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa sebahagian besar responden (61,82 persen) menyatakan komunikasi dan koordinasi yang terjadi adalah cukup baik, sedangkan yang menyatakan kurang baik sebesar 29,09 persen. Keadaan ini disebabkan karena setelah kebijakan otonomi daerah, di mana kedudukan BKKBN kabupaten / kota bukan lagi bawahan dari BKKBN provinsi, sehingga dalam komunikasi dan koordinasi sering terjadi hambatan.
127
Tabel 5.18 Pendapat Responden Tentang Adanya Pengaruh dari Luar Yang Mempengaruhi Keterpaduan Komponen Pelaksanan dalam Implementasi Program KB No
Kriteria Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
1
Cukup Bepengaruh
12
21,82
2
Kurang Bepengaruh
36
65,45
3
Tidak Bepengaruh
7
12,73
JUMLAH
55
100,0
Sumber: Angket Penelitian, 2007 Dalam era otonomi daerah maka keterpaduan melalui kegiatan momentum dengan mitra kerja terutama yang memiliki akar sampai lini lapangan merupakan kegiatan yang strategis dalam pelaksanaan program KB. Oleh karena itu kegiatankegiatan momentum yang semula telah dilaksanakan hendaknya tetap diteruskan dan dimantapkan, bahkan dikembangkan dengan berbagai sektor lain yang terkait. Adapun kegiatan tersebut antara lain : TMKK, Kesatuan Gerak PKK KB Kes, Bhakti KB Kes Bhayangkara, Bhakti IBI, Bhakti PGRI, dan sebagainyaSalah satu hal penting untuk keberhasilan suatu kebijakan adalah adanya komunikasi dan koordinasi antara instasi terkait. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa sebahagian besar responden (65,45 persen) menyatakan adanya pengaruh dari luar terhadap keterpaduan komponen pelaksana program KB kurang berpengaruh, sedangkan yang menyatakan berpengaruh sebesar 12,81 persen.
128
5.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Program KB di Sumatera Utara 5.4.1. Dukungan Politik dan Operasional Kabupaten / Kota Dengan telah dilaksanakannya otonomi secara utuh sejak tahun 2001, maka berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang pemerintah Daerah sebagai mana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
kepada
Daerah
diberikan
keleluasaan
untuk
menyelenggarakan
pemerintahan yang mencakup seluruh bidang pemerintahan, kecuali bidangbidang yang berdasar Undang-Undang telah ditetapkan sebagai kewenangan Pusat. Keleluasaan otonomi ini mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan pemerintahan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. Pembagian kewenangan diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, di mana pada dasarnya seluruh kewenangan ada di Daerah, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. Secara rinci pembagian kewenangan antara Pusat dan Provinsi diatur dalam PP 25/2000, sedangkan kewenangan Kabupaten/Kota adalah seluruh kewenangan di luar yang telah menjadi kewenangan Pusat dan Provinsi. Kewenangan Pusat di luar 5 kewenangan yang tidak diserahkan adalah kewenangan yang bersifat perencanaan makro, penetapan pedoman, norma, kriteria, dan standar. Sementara kewenangan Provinsi adalah yang bersifat lintas Kabupaten/Kota dalam Provinsi yang bersangkutan. Dengan desentralisasi ini, maka secara umum hal-hal yang berkait dengan stabilisasi dan distribusi dilakukan oleh Pemerintah yang tingkatannya lebih tinggi (Pemerintah Pusat), sementara fungsi alokasi akan lebih banyak dilaksanakan oleh Daerah, karena Daerah lebih dekat kepada masyarakat sehingga dapat diketahui prioritas dan kebutuhan masyarakat setempat. Terkait dengan penyelenggaraan Keluarga Berencana Nasional, maka berdasarkan PP 25 Tahun
129
2000, pemerintah pusat mempunyai kewenangan untuk melakukan penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi, dan anak, serta kewenangan untuk menetapkan pedoman pengembangan kualitas keluarga. Terlihat jelas di sini bahwa yang masih termasuk sebagai kewenangan Pusat (yang akan dilaksanakan oleh BKKBN secara langsung) adalah kewenangan yang sifatnya makro seperti perencanaan, penetapan kebijakan nasional, dan pedoman. Sementara kewenangan selain yang diatur PP 25/2000 merupakan kewenangan
Daerah.
Namun
demikian,
sebagaimana
diketahui
bahwa
berdasarkan Keppres 103 Tahun 2001, kewenangan yang ada di BKKBN sampai saat ini masih dipegang oleh Pusat (belum diserahkan kepada Daerah). Kewenangan di lingkup BKKBN harus diserahkan kepada Daerah selambatlambatnya Desember Tahun 2003. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 Pasal 43 disebutkan bahwa BKKBN mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas tersebut, BKKBN menyelenggarakan fungsi : a. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera; b. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BKKBN; c. fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan Insttansi pemerintah, swasta, Lembaga Sosial dan Organisasi Masyarakat dan masyarakat di bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera; d. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan, dan rumah tangga. Sedangkan kewenangan BKKBN berdasarkan Pasal 45 adalah : e. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya; f. Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro;
130
g. Perumusan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi dan anak; h. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku yaitu : 3) perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera; 4) perumusan pedoman pengembangan kualitas keluarga. Dalam
rangka
pelaksanaan
kebijakan
desentralisasi
di
bidang
penyelenggaraan Keluarga Berencana, memperhatikan Pasal 114 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2002 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, bahwa sebagian tugas pemerintahan yang dilaksanakan oleh BKKBN di Daerah tetap dilaksanakan oleh Pemerintah, dan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan, dialihkan kepada Pemerintah Daerah berdasarkan ketentuan peraturan perUndang-Undangan yang berlaku. Berdasarkan Keputusan Presiden dimaksud, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengirimkan surat Kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengirimkan surat Kepada Menteri Dalam Negeri Selaku Ketua Tim Keppres Nomor 157 Tahun 2000 Nomor 84/M.PAN/3/2003 tanggal 14 Maret 2003 perihal Penyampaian Daftar Insttansi Vertikal BKKBN Kabupaten Kota. Berdasarkan hasil kajian Pemerintah atas kewenangan Kabupaten dan Kota maka Menteri Dalam Negeri dengan surat Nomor 045/560/Otda tanggal 24 Mei 2002 telah menyampaikan susulan Daftar Kewenangan Kabupaten/Kota (Positif
List) dan BKKBN, untuk ditndaklanjuti oleh Kabupaten/Kota dalam
menyusun kebijakan dibidang keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Pencanangan penyerahan sebagaian tugas pemerintahan yang dilaksanakan oleh BKKBN Pusat kepada Pemerintah Kabupaten/Kota secara nasional, dilaksanakan pada tanggal 29 Juni 2003 bertepatan dengan Hari Keluarga Nasional. Beradasrkan surat Menteri dalam Negeri tersebut ada 87 kewenangan yang akan diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dan 24
131
kewenangan yang akan diserahkan kepada Pemerintah Propinsi sesuai dengan surat keputusan Kepala BKKBN No. 132/HK-010/B5/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Keluarga Berencana dalam Otonomi daerah. Masalah yang perlu perhatian adalah bagaimana penanganan keluarga berencana di tingkat lokal. BKKBN telah kehilangan kaki, fungsinya saat ini hanya pada tingkat pembuatan kebijakan. Komitmen pemerintah daerah tentang program KB sangat variatif, dan pemerintah pusat tidak memiliki otoritas untuk mengatur pemerintah daerah agar meningkatkan komitmennya. Itulah sebabnya, maka strategi pengelolaan KB pada desntalisasi ini bukan lagi berlandaskan pada hubungan hirarkhis, tetapi lebih diarahkan pada pendekatan yang bersifat pembinaan dan koordinatif. Untuk lebih menjamin keberlangsungan program KB melaui program KB, dibutuhkan komitmen yang kuat dari pimpinan tertinggi di Pemerintahan mulai dari Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota sampai pimpinan di lini lapangan. Dukungan politis juga diperlukan dari kalangan legislatif baik di pusat maupun daerah. Dukungan dari kedua lembaga itu sama pentingnya dengan dukungan dari LSM, swasta, tokoh masyarakat dan tokoh agama, karena berdasarkan pengalaman selama ini keberhasilan KB tidak hanya ditentukan oleh para pengambil kebijakan di kalangan eksekutif dan legislatif, tapi juga ditentukan oleh dukungan moral dari berbagai lapisan masyarakat. Dukungan
komitmen
politis
dan
operasional
di
beberapa
Kabupaten/Kota masih rendah. Seiring dengan adanya desentralisasi/otonomi daerah dimana sebagian kewenangan program KB telah diserahkan ke Kab/Kota dan telah banyak Pemda Kab/Kota yang telah menetapkan Perda tentang kelembagaan program KB, namun bentuk kelembagaan masih sangat bervariasi sehingga dukungan terhadap proram KB baik sarana, dana maupun tenaga masih kecil karena Pemda masih memprioritaskan kepada lembaga yang secara langsung dapat menambah PAD.
132
5.4.2. Faktor Kelembagaan Dampak dari otonomi daerah terhadap implementasi Program KB adalah terjadinya perubahan kelembagaan dalam pengelolaan program KB. Sebelum diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, pengelolaan program KB secara nasional menjadi tanggung jawab BKKBN, dimana mulai dari BKKBN pusat, BKKBN propinsi dan BKKBN Kabupaten / Kota mempunyai keterkaitan secara hirarkhis, sehingga dalam pelaksanaan program termasuk program KB cukup berhasil. Namun setelah kebijakan desentralisasi, kebaijakan pengelolaan program KB telah menjadi salah satu kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota, maka telah terjadi perubahan dalam kelembagaan BKKBN. Sampai dengan Desember 2006. dari 25 kabupaten dan kota se Sumatera Utara telah terjadi perubahan, diamana hanya terdapat 11 kabupaten/kota yang masih utuh kelembagaan BKKBN, sedangkan selebihnya telah terjadi perubahan yaitu terjadi merger 12 daerah dan insert 2 daerah seperti terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 5.19 Perubahan Kelembagaan BKKBN di Kabupaten / Kota Perkembangan SKPD KB Kab/Kota LEMBAGA
MERGER
UTUH
INSERT
JUMLAH
%
DINAS
7
6
2
15
60,0
BADAN
3
4
-
7
28,0
KANTOR
2
1
-
3
12,0
JUMLAH
12
11
2
25
100,0
Sumber : BKKBn Provinsi Sumatera Utara, 2007.
133
Tabel 5.20 Perkembangan Kelembagaan KB dan Pimpinan Kabupaten/Kota NO
KAB/KOTA
1 Deli Serdang 2 Langkat 3 Kab. Karo 4 Simalungun 5 Asahan 6 Labuhan Batu 7 Tapanuli Tengah 8 Tapanuli Selatan 9 Tapanuli Utara 10 Nias 11 Dairi 12 Medan 13 Pematang Siantar 14 Tanjung Balai 15 16 17 18
Binjai Tebing Tinggi Sibolga Mandailing Natal
19 Toba Samosir 20 Padang Sidempuan 21 Humbang Hasundutan 22 Pak-Pak Bharat 23 Nias Selatan 24 Samosir 25 Serdang Bedagai
Nama Lembaga Badan Koordinasi Keluarga Berencana (drs. Zakaria Lubis / ex. BKKBN) Badan Kependudukan KB dan Catatan Sipil (drs. Darwan Hasrimy / ex. BKKBN) Badan Kependudukan, Catatan sipil dan KB-KS (drs. Man Teladan Sinuhaji / ex. Inst. Lain) Dinas KB dan Pembangunan KS (drs. Rozali Amin / ex. BKKBN) Dinas Pembangunan Keluarga Sejahtera (Syaifudin Tarigan SH/ex. BKKBN) Dinas Kependudukan KB dan Catatan Sipil (Rusman Syahnan SH / ex. Inst. lain) Dinas KB dan Kependudukan dan Catatan Sipil (ex/Ins.lain) Dinas Keluarga Berencana (drs. Panusunan Srg/ex.Inst.lain) Dinas KB dan PKS (Marlena Keliat SH /ex.BKKBN) Dinas KB dan Pemberdayaan Perempuan (Din Maruddin SE/ex.BKKBN) Kantor KB (drs. Philipus Munthe/ex.BKKBN) Badan Keluarga Berencana (drs. Naharuddin Lubis/ ex.Inst.lain) Dinas KB dan PKS (drs.Pande Jhony Marpaung/Ex.Inst.lain) Dinas Sosial dan KB (drs. Rahmad Sulaiman/ ex.BKKBN) Dinas KB dan PKS (Sriwati SH. Ex.BKKBN) Kantor Naker dan KB (drs. Hasan Sazili/ ex.Inst.lain) Badan KB dan PKS (drs Miskam/ ex.BKKBN) Dinas Kependudukan dan KB (drs. Amir Husin Lubis /ex.Inst.lain) Badan KB dan PKS (drs. Pahala Manurung SH /ex inst.lain) Dinas KB dan PKS (drs.Amiruddin LM/ex. BKKBN) Dinas Kependudukan, CAPIL dan KB (Robinson Aritonang SE /ex.BKKBN) Kantor Kependudukan, CAPIL dan KB (Ismail Boang Manalu, Sag/ex.inst.lain) Kantor KB dan Pemberdayaan Perempuan (Syamsidik Zebua Amd /ex.BKKBN) Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan KB (Faber Gultom SE/ex.BKKBN) Dinas Kependudukan KB dan Catatan Sipil (dra. Enny Mardiana Toreh/ex.BKKBN)
Simber : BKKBN Provinsi Sumatera Utara, 2007
134
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 25 kabupaten/kota se Sumatera Utara terdapat 15 daerah (60 persen) Satauan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang berbentuk Dinas, 7 daerah (28 persen) berbentuk Badan dan 3 daerah (12 persen) lainnya berbentuk Kantor.
Disamping perubahan
kelembagaan, kebijakan desentralisasi juga telah membawa dampak terhadap sumberdaya manusia dimana yang mengelola program KB di daerah banyak dikelola orang orang-orang di luar BKKN sebaliknya aparat BKKBN bayak yang ditempatkan di luar kelembagaqan BKKBN yang ada. Dampak dari krisis ekonomi tahun 1997 yang berkepanjangan dan dilanjutkan dengan adanya desentralisasi sehingga mengakibatkan program KB tidak menjadi isu nasional dan prioritas pembangunan, maka BKKBN sebagai badan yang mengkoordinasikan program KB baik di tingkat pusat dan daerah perannya menurun. Penurunan peran koordinasi ini sangat mempengaruhi pelaksanaan kegiatan KSPK yang memiliki banyak kegiatan keterpaduan dan kemitraan. Issue
KB
tidak
menjadi
agenda
nasional
yang
utama
Dampak krisis ekonomi pada tahun 1997 menjadi isu yang berkepanjangan dan menjadi tantangan bagi pembangunan nasional serta sekaligus membuat isu program KB semakin tenggelam. Di samping itu, berbagai bencana nasional yang menimpa
Indonesia
telah mengakibatkan penyelenggaraan pembangunan
khususnya pelaksanaan Program KB Nasional belum menjadi agenda nasional yang utama.