BAB. V EVALUASI PROGRAM PPJTD. Dalam evaluasi program yakni ada dua evaluasi program pertama adalah evaluasi penguatan keuangan internal, kegiatan iuran
pengembangan kapasitas
PPJTD, bertujuan untuk mengetahui dan mengevaluasi sejauhmana penggunaan hasil program
iuran anggota PPJTD dalam ketercapaian tujuan program
penguatan keuangan internal. Sedangkan evaluasi kedua adalah evaluasi program pengadvokasian bertujuan untuk mengetahui sejauhmana ketercapaian pengadvokasian dalam memperjuangkan lokasi jualan bagi anggota. Evaluasi kedua program tersebut tidak terlepas dari
faktor-faktor yang mempengaruhi seperti, faktor kapasitas
kepemimpinan, kapasitas keuangan, kapasitas sarana dan prasarana, kapasitas sumberdaya manusia dan kapasitas keorganisasian. Selain untuk mengetahui beberapa faktor tersebut di atas
untuk melihat
pengaruhnya terhadap kemajuan atau kemunduran penggunaan uang internal dan pengadvokasian yang dilakukan oleh organisasi untuk mencapai tujuan program. Kelemahan-kelemahan
yang
menjadi
faktor
penghambat
dalam
proses
pengadvokasian yang dilakukan PPJTD pada saat mendatangi ke DPRD, untuk memperjuangkan lokasi bagi anggota dengan maksud pemerintah seharusnya memberikan perlindungan kepada sektor informal untuk meningkatkan ekonomi, bukan untuk mengusur anggota PPJTD. Mereka merasa penggusuran yang dilakukan pemerintah sangat dirugikan, dan adanya Perda No. 11 tentang K3 tersebut yang menjadi dasar bagi Satpol PP untuk melakukan penggusuran terhadap usaha-usaha anggota PPJTD sangat tidak adil.
5.1 Evaluasi Program Penguatan Keuangan Internal. Dalam pengevaluasian program penguatan keuangan internal yang dilakukan oleh PPJTD akan mengarah pada latar belakang program, tujuan program, kegiatan pelaksanaan program, sasaran program, kegiatan, waktu pelaksanaan dan sarana penggunaan penguatan keuangan internal.
55
5.1.1 Deskripsi Evaluasi Program Keuangan Internal. Untuk
mengetahui
secara
singkat
terhadap
uraian-uraian
dalam
mengevaluasi program keuangan internal, maka perlu diketahui seperti latar belakang, tujuan program, pelaksanaan program, sasaran program, kegiatan program, waktu pelaksanaan program, dan sasaran program sebagai berikut:
1) Latar Belakang Organisasi PPJTD merupakan wadah yang menghimpun seluruh PKL yang ada Wilayah Jl IR H. Djuanda Dago. Mereka pada umumnya bekerja sebagai sektor informal. Usaha yang dilakukan penjualan makan dan minuman yang pada umumnya menggunakan lahan publik sebagai sandaran untuk mengurangi biaya pengeluaran pensewaan karena pada dasar mereka kurang mampu. Organisasi melihat anggotanya banyak tidak mampu dengan fakta riil alat perlengkapan sebagai fasilitas untuk menjajakan makanan yang sangat sederhana sehingga menganggu pemandangan mata dan keindahan. Hal inilah organisasi melakukan program penguatan keuangan internal untuk memperkuat anggota dan operasional organisasi PPJTD. Tujuan penguatan keuangan internal di bagi menjadi dua bagian. Bagian pertama untuk kepentingan anggota dengan kegiatan arisan tenda yang bertujuan untuk menggantikan tenda-tenda yang dipandang rusak serta dianggap sangat menggangu keindahan kota. Usaha penguatan uang iuran melalui anggota setiap orang sebesar Rp. 3.000,00 per hari. Kemudian pada akhir bulan digocok untuk dua orang pemenang. Dengan adanya arisan tenda ini harapan ikut menciptakan keindahan pemandangan kota Bandung. Sedangkan tujuan kedua adalah penguatan keuangan internal operasional organisasi PPJTD. Kegunaan iuran uang internal untuk organisasi PPJTD adalah bertujuan untuk mendukung kegiatan operasional PPJTD baik dalam orgainisasi maupun kegiatan operasional dilapangan. Kegiatan operasional ke dalam adalah penggunaan iuran untuk keadminstrasi PPJTD seperti peralatan kantor dan keperluaan lainnya yang berkaitan dengan kantor serta biaya honor kepada pengurus organisasi PPJTD, dan
kegiatan keluar adalah biaya
berjalanan bagi pengurus, biaya pengurusan ijin ke kantor kelurahan dan kantor Notaris serta pembiayaan pengadvokasian serta perencanaan pelatihan ketrampilan kuliner dan lain-lain.
56
Pembiayaan beberapa kegiatan tersebut diatas mengharapkan uang iuran anggota PPJTD sebesar Rp. 1.000,00 per hari per orang. Uang yang dikumpulkan dari anggota PPJTD masih dirasakan masih kurang untuk mendukung kegiatan-kegiatan tersebut. Dengan demikian banyak perencanaan program lainnya tidak bisa dilaksanakan karena kekurangan dana.
2) Tujuan program pengumpulan dana keuangan internal. Program penguatan keuangan internal
mempunyai tujuan yakni untuk
kegiatan operasional PPJTD dan kegiatan arisan tenda anggota PPJTD. Keigiatan operasional organisasi sangat memerlukan dukungan dana dari anggota. Dana yang dikumpulkan dari anggota PPJTD sebesar Rp. 1.000,00 perhari perorang (satu unit). Dana yang digunakan dalam opersional organisasi adalah perbaikan administrasi kantor, honor pengurus, pembiayaan ijin organisasi, pembiayaan pengadvokasian dan pengembangan sumber daya manusia. Sampai saat ini keuangan hanya mampu membiayai operasional ATK kantor dan pengurus ijin dan honor disesuai dengan kemampuan keuangan. Sedangkan untuk pengembangan sumberdaya manusia dalam pelatihan ketrampilan kepemimpinan dan manajemen belum bisa dilaksanakan karena keterbatasan dana. Sedangkan program penguatan uang iuran internal dalam kegiatan arisan tenda yakni untuk memperbaiki sarana pedagang kaki lima. Kegiatan penguatan ini melalui pengurus yang melakukan pengumpulan dana anggota setiap harinya. Iuran arisan tenda yang ditentukan secara bersama-sama antara para anggota PPJTD. Nilai iuran arisan perharinya sebesar Rp 3.000,00 per orang. Sampai saat ini telah dilaksanakan dan menghasilkan 16 buah tenda baru. Dengan adanya perbaikan fasilitas sarana tersebut diharapkan tidak ada penggusuran terhadap anggota PPJTD yang sedang menjalankan kegiatan melalui usaha dagang di lahan publik dapat dihindari dari Satpol PP. Selain itu juga untuk meningkatkan ekonomi dari pendapatan para anggota PPJTD tersebut sehingga kebutuhan akan terpenuhi dalam memenuhi kehidupan.
3) Pelaksanaan program pengumpulan dana keuangan internal Pelaksana program penguatan internal adalah pengurus PPJTD. pengurus yang bertugas untuk mengadakan iuran dari anggota setiap hari. Yang
57
melakukan pelaksanaan iuran atau penguatan kapasitas keuangan adalah bendahara dan seksi logistik yang bertugas untuk mengadakan iuran setiap anggota. Pelaksanaan iuran anggota untuk operasional PPJTD sebesar Rp.1.000,00 per orang perhari dan iuran arisan tenda anggota untuk pengadaan tenda baru Rp. 3.000,00 perorang perhari.
4) Sasaran program pengumpulan dana keuangan internal Sasaran program penguatan keuangan internal adalah pedagang kaki lima yang tergabung atau menjadi anggota PPJTD. Jumlah mereka pada saat ini sebanyak 60 unit usaha. 60 unit usaha terdiri dari usaha bakar jagung sebanyak 19 unit, usaha Indomie rebus 6 unit, usaha nasi ayam goreng 5 unit, usaha bakso 5 unit, usaha sate kambing dan ayam 4 unit, soto ayam 3 unit, usaha bubur ayam dan mie baso masing-masing 2 unit, usaha nasi wuduk, pisang goreng, mie ayam, roti bakar, empe-empe, es buah, nasi godek dan batagor masing-masing 1 unit.
5) Kegiatan program pengumpulan dana keuangan internal Kegiatan sehari-hari yang dilakukan pengurus adalah
menagih iuran
anggota oleh seksi logistik dan bendahara. Setelah pengumpulan dana dilapangan lokasi anggota berjualan dan mencatat pada buku cacatan iuran. Bagi mereka yang tidak sempatan membayar iuran atau tertunda akan diberikan kesempatan pada hari berikut untuk membayar dan melunasi hari sebelumnya. Uang iuran tersebut akan di cacatan di buku hari dibagi menjadi dua yakni, Rp. 1.000,00 untuk operasional PPJTD dan yang kedua Rp. 3.000,00 untuk arisan tenda. Uang arisan akan dilakukan pada setiap akhir bulan. Kegiatan pengadaan tenda dilaksanakan oleh seksi logistik dan bendahara.
6) Waktu pelaksanaan program pengumpulan dana keuangan internal Waktu pelaksanaan program penguatan keuangan internal ini mulai sejak bulan Juni tahun 2006 sampai dengan juni 2007. Dalam waktu penagihan dilakukan pada malam hari setelah semua anggota PPJTD sedang berjualan dilapangan. Kegiatan berjualan dilapangan dari sore hari pukul 16.00 wib. sampai dengan pukul 00.00 wib. Dana yang terkumpul untuk iuran operasional
58
PPJTD dalam satu tahun sebesar Rp. 21.600.000,00. Sedangkan dana iuran arisan tenda yang terkumpulan dalam satu tahun sebanyak Rp. 49.680.000,00.
7) Sarana program pengumpulan dana keuangan internal. Sarana program penguatan keuangan internal adalah organisasi PPJTD dan pengurus serta seluruh anggota. Sarana yang digunakan oleh organisasi adalah di kantor GGM kota Bandung. Sedangkan untuk sasaran sarana pembaharuan tenda adalah seluruh anggota PPJTD yang ikut dalam arisan tenda. Dalam pelaksanaan kegiatan sarana digunakan adalah alat tulis dan buku. Setelah mengadakan cacatan di lapangan kemudian cacatan itu diketikan ke komputer.
5.1.2
Tujuan Evaluasi Program Keuangan Tujuan
evaluasi
program
keuangan
anggota
PPJTD
adalah
untuk
mengevaluasi dan mengetahui sumber dana, manfaatnya dana dan dampaknya penggunaan dana yang dimanfaatkan organisasi PPJTD untuk pengembangan dan peningkatan ekonomi anggota PPJTD. Selain itu untuk mengetahui faktor kelemahan-kelemahan
yang
ada
pada
organisasi
dalam
mempengaruhi
penggunaan keuangan, apakah penggunaan keuangan tersebut dapat bermanfaat secara efesien dan efektif bagi seluruh anggota atau ada penyelewengan dan oleh pengurus.
5.1.3
Hasil Evaluasi Tujuan Pengumpulan Dana Internal Untuk mengetahui hasil evaluasi tujuan pengumpulan dana internal adalah
bagaimana penggunaan atau pemanfaatan iuran (pemasukan dana), serta bagaimana
dampaknya
internal organisasi PPJTD kebutuhan organisasi dan
anggotanya.
1) Evaluasi ketercapaian penggunaan dana internal organisasi PPJTD. Dalam evaluasi ketercapaian penggunaan sumber dana pendapatan dari internal organisasi untuk mendukung biaya operasional PPJTD maka Rp 1.000.00 dari iuran anggota dialokasikan untuk
membiayai seluruh biaya
operasional yang dibutuhan oleh PPJTD untuk mendukung keberlangsungan organisasi. Dari iuran tersebut, jumlah dana yang terkumpul untuk setiap harinya
59
dari 60 unit usaha anggotanya adalah sebesar Rp. 60.000,00 atau Rp 1.800.000,00 per bulan atau Rp 21.600.000,00 per tahun. Anggaran yang terhimpun tersebut, PPJTD memanfaatkannya untuk membiayai Alat Tulis Kantor (ATK), Honor 7 (tujuh) orang karyawan dan sumbangan lainnya. Honor tidak ditetapkan karena disesuaikan dengan kebutuhan organisasi PPJTD. kadang-kadang Rp. 150.000,00 sampai dengan 200.000,00 per orang perbulan gaji seperti ini tidak memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan. Sedangkan ruang kantor di gedung Gelanggang Generasi Muda (GGM) Bandung adalah merupakan pinjaman GGM kepada PPJTD tanpa memungut biaya sewa ruangan. Sedangkan sarana kerja seperti komputer adalah pinjaman dari grup Boxer yang bermarkas di GGM yang juga dipinjamkan tanpa menyediakan biaya sewa sarana komputer. Jika dilihat dari aspek jumlah yang terkumpul dan kebutuhan dana untuk membiayai ATK, honor dan sumbangan lainnya maka masih sangat kurang. Apalagi suatu saat GGM tidak lagi meminjamkan ruangan bagi kantor maupun sarana kerja lainnya maka beban keuangan bagi operasional kantor pastinya akan membesar. Hal ini sesuai ungkapan ketua PPJTD mengenai sumber yang tersedia untuk membiaya operasional organisasi bahwa:
“Ketua PPJTD” kami kesulitan untuk mengakses sumber kelembagaan lain yang bisa membantu kami dalam pengembangan kapasitas organisasi. Akhirnya kami dibantu oleh organisai Grup Boxer dan organisasi kepemudaan memberikan pinjaman ruangan alat komputer buat PPJTD. Tapi semua biaya ATK, honor dan operasional dalam hubungan perlengkapan keadministrasian kami gunakan iuran anggota. Kalo tidak PPJTD tidak bisa jalan, itupun masih kurang. Apalagi untuk biaya penambahan pegawai. Belum lagi ruangan kami sewaktu-waktu diambail makin kurang pembiayaan mencari tempat kantor.” Hasil ungkapan tersebut dapat disimpulkan bahwa, selama kegiatan operasional organisasi hanya mengandalkan iuran anggota, dan dari intern tersebut dirasakan belum mampu untuk mencukupi kebutuhan anggota dan pengurus. Untuk mengakses sumber dana yang ada didalam masyarakat dan lembaga donatur untuk memberikan kredit kepada organisasi dan anggota PPJTD sampai saat ini belum ada.
60
2) Evaluasi pemanfaatan dana internal anggota PPJTD. Dalam organisasi PPJTD memanfaatkan pendapatan internal organisasi untuk membiayi investasi anggota adalah melalui iuran anggota yang dialokasi perhari sebesar Rp 3.000,00 per unit usaha. Peserta iuran anggota ini berjumlah 46 unit. Dari hasil iuran anggota yang dilalokasikan untuk investasi, dalam satu hari dapat terkumpul Rp 138.000,00, dan untuk satu bulan terkumpul Rp 4.140.000,00. Sedangkan dalam satu tahun dapat terhimpun dana sebesar Rp 49.680.000,00. Dana yang dikumpulan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan anggota yakni dengan kegiatan arisan tenda kepada 46 unit usaha anggota PPJTD yang aktif mengikuti iuran anggota untuk arisan tenda, yakni untuk menghindari tuduhan ketidakbersihan dan ketidakindahan dari pemerintah ke anggota PPJTD. Usaha arisan tenda tersebut merupakan salah bentuk untuk memperjuangkan lokasi jualan. Untuk mengetahui penggunaan ddana internal terhadap usaha pembelian dengan harga tenda sebesar Rp 1.850.000,00 per unit. Jatah untuk dapatkan tenda adalah 2 (dua) unit usaha. Harga tersebut termasuk kerangka besi untuk tenda. Dengan demikian anggaran yang disediakan untuk biaya tenda bagi ke dua unit usaha adalah sebesar Rp 3.700.000,00. per bulan. Sedangkan sisanya sebesar Rp 440.000,00 per bulan di masukan dalam kas organisasi. Sisa dana yang dapat di kumpulkan dalam pertahun adalah sebesar Rp. 5.280.000,00. Dana tersebut digunakan untuk menutupi kekurangan biaya operasional dan honor pengurus belum juga mencukupi. Hal ini seperti yang dungkapkan oleh anggota “WS” bahwa “WS” pak arisan tenda terus kami lakukan tiap hari Rp 3.000,00 per hari kemudian dikocok tiap bulan untuk dua orang yang akan menjadi jatah arisan tenda. kami arisan ini bermanfaat bagi kami dan organisasi. Selain itu kami merasa tenang karena tidak dituduh lagi penyebab kekumuhan kota.” Dari ungkapan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, manfaat dan peran organisasi untuk mengkoordinir para anggota PPJTD untuk mendukung dan membangun ekonomi kerakyatan melalui pengembangan tenda dapat dirasakan oleh anggotanya. Meskipun masih ada kendala-kendala dihadapi oleh anggota PPJTD.
yang
61
3) Evaluasi dampaknya dana internal anggota PPJTD. Setelah dana digunakan oleh anggota PPJTD melalui iuran anggota sangat bermanfaat dan dampaknya adalah meningkatkan aktivatas dan organisasi
dan
peningkatan
kapasitas
setiap
anggota
PPJTD.
Dana
dimanfaatkan untuk keperluan organisasi PPJTD seperti ATK, honor pengurus, pembiayaan notaris dan pembiayaan dalam pengadvokasian ke DPRD yakni pembelian air minum kepada anggota, pembelian nasi bungkus kepada anggota. Selain itu juga manfaat bagi anggota PPJTD adalah iuran arisan tenda kepada anggota yang selama ini arisan tenda telah menghasil 16 buah kepada anggota PPJTD. Hal ini seperti yang dungkapkan oleh anggota “WS” bahwa “WS”Dana iuran anggota sangat bermanfaat bagi organisasi dan anggota. Untuk organisasi kan bisa beli kertas tinta komputer sedikit untuk pengurus dan lain-lain. Sedangkan untuk anggota PPJTD sekarang 16 orang sudah mendapatkan tenda baru pak,” Dari ungkapan
tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa,
dampaknya manfaat iuran sangat bagus bagi organisasi PPJTD dan anggota PPJTD untuk meningkatkan keperluan baik organisasi maupun anggota PPJTD.
5.1.4 Faktor Faktor Kelemahan Mempengaruhi Program Pengumpulan Dana Keuangan Internal. Dalam evaluasi untuk melihat faktor penyebab kelemahan-kelemahan yang mempengaruhi program keuangan internal yang selama ini dilaksanakan oleh organisasi
PPJTD
untuk
meningkatkan
usaha
ekonomi
dan
proses
memperjuangkan lokasi dengan tolok ukur pemimpin, keuangan, sarana dan prasarana, sumberdaya manusia, dan keorganisasian sebagai berikut::
1) Faktor kelemahan pemimpinan. Pengaruhnya pemimpin organisasi dalam program keuangan internal yang dapat dilihat gaya pengaruhnya dalam mengambil prioritas keuangan. Dalam hal ini gaya pemimpinan yang dilakukan dengan prioritas kebutuhan pengadaan pembukuan untuk administrasi keuangan dan peralatan lainnya yang ada di PPJTD. Selain itu prioritas untuk kepentingan yang mendesak seperti pengeluaran untuk pembiayaan pengadvokasian dan pembiayaan pengurus ijin
62
organisasi dan iuran arisan tenda dan biaya honor pengurus. Segala kegiatan pengeluaran dalam administrasi selama ini, pemimpin kurang memperhatikan kondisi adminsitrasi, sehingga pencacatan belum menunjukkan kemajuan karena ketidaktahuan cara mengelola adminsitrasi. Faktor kelemahan pemimpin organisasi PPJTD yakni kelemahan dalam hal ini
dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan. Sehingga pada saat ini
belum mampu untuk mengakses sumber-sumber yang bisa membantu finansial. Selama ini hanya
memanfaatkan kemampuan keuangan organisasi hanya
sebatas dari anggota saja. Untuk memaksimalkan penggunaan hasil iuran dipengaruhi
oleh
keahlian
ketrampilan
manajemen.
Sedangkan
ilmu
pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki pemimpin PPJTD sangat minim dan kurang menunjang. Selain itu juga belum pernah mengikuti keterampilan kepemimpinan agar bisa mengarahkan organisasi. Faktor ini menjadi kendala bagi ketua dan pengurus untuk membuat konsep pengadvokasian dan administrasi lainnya.
2) Faktor kelemahan keuangan Organisasi PPJTD sangat membutuhkan dana untuk mengembangkan atau menginvestasikan kepada anggota. Namun faktor kelemahan keuangan yang ada pada organisasi untuk mengembangkan program sangat terbatas. Organisasi berusaha untuk menaikan iuran anggotapun tidak bisa karena pendapatan anggota sangat terbastas pula. Oleh karena itu penggunaan uang hanya diharapkan dari iuran anggota yang telah ditetapkan. Namun kesepakatan ini tidak secara mulus bagi anggota untuk membayar iuran anggota. Kadang–kadang macet setoran karena alasan pendapatan kurang. Untuk menutupi kekurangan ini, organisasi terpaksa mengeluarkan uang operasional untuk ditalangi kegiatan arisan tenda anggota. Selain itu organisasi belum mengadakan hubungan dengan koperasi dan Bank yang diwilayah untuk membantu keuangan organisasi. Kenyataanya bahwa pada bulan April 2008 pengadaan arisan tenda tertunda karena kemacetan iuran anggota, sehingga kas organisasi Rp. 3.500.000,- sebagian digunakan untuk tanggulangi kekurangan tersebut.
63
3) Faktor kelemahan sarana dan prasarana Sarana dan prasarana keuangan seperti pembukuan admisnitrasi pembuatan kwuitansi dan faktor penunjang suatu organisasi dalam proses pekerjaan yang efektif dan efesien serta tepat guna yang cepat sehingga proses penyelesaian dan kualitas pekerjaan pun meningkat terutama dalam bidang keadministrasian keuangan masih sangat lemah. Sedangkan faktor kelemahan sarana dan prasarana yang
kurang dalam organissasi PPJTD turut
mempengaruhi kelancaran organisasi untuk mengembangkan kapasitas keuangan organisasi dan anggota. Hal ini sesuai dengan penggunaan sarana pendukung seperti pembukuan keuangan dari iuran anggota untuk operasional organisasi dan arisan anggota tidak dimilik oleh pengurus iuran PPJTD. Inilah menjadi fakor kelemahan bagi orgranisasi PPJTD untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk sementara PPJTD melakukan kegiatan-kegiatan rapat organisasi, arisan tenda dan kegiatan-kegiatannya masih menggunakan fasilitas GGM tersebut. Kelemahan prasarana pembukuan kas tidak ada untuk mencatati pemasukan dan pengeluaran.
4) Faktor kelemahan sumber daya manusia. Sumber daya manusia untuk pengelolaan keuangan internal mempunyai peran penting dalam pengembangan organisasi. Pengelolaan keuangan internal tidak terlepas dari sumber daya pimpinan, bendahara dan seksi logistik. Keberadaan sumber daya manusia dalam organisasi dan proses manajemen keuangan merupakan aspek yang sangat penting. SDM yang berkualitas yang baik akan mendorong terwujudnya tujuan organisasi dalam mengelola keuangan dalam kegiatan iuran secara efekif dan efesien. Namun pada kenyataannya kelemahan sumber daya manusia pengurus bendahara dan logistik PPJTD dan pemimpin untuk mengembangkan keuangan yang dimiliki oleh orginisasi masih sangat lemah. Dalam penagihan, tidak langsung diketikan ke pembukuan kas tetapi hanya pencatatan di buku bisa. Kemudian tidak pembukuan keuangan untuk mengetahui pengeluaran dan pemasukan. Aspek yang melatarbelakangi kelemahan adalah tingkat pendidikan pada pengurus adalah rata-rata Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP). Dengan demikian untuk mengurus dan pengelolaan keuangan dan
administrasi keorganisasian masih tergantung
64
pendamping atau penasehat organisasi, bahwa sewa orang untuk mengerjakan administrasi dalam pengetikan komputer.
5) Faktor kelemahan keorganisasian Bendahara dan petugas logistik merupakan kunci utama dalam penguatan keuangan organisasi. Mereka melakukan kegiatan setiap harinya adalah penagihan. Tugas dan tanggung jawab yang diberikan telah dilaksanakan. Tetapi upah pengurus tidak sangat sedikit, bahkan kadang tidak terima sama sekali.
Apabila digaji berdasarkan pada jumlah dana yang terkumpul dari
anggota PPJTD pun sangat kecil sekali. Itupun jika ada sisa dana iuran arisan tenda baru bisa diberikan. Dalam organisasi terdapat individu-individu saling berintegrasi satu sama lain, kelompok berhubungan dengan kelompok lain serta organisasi mengadakan hubungan dengan organisasi lain untuk mendapatkan hubungan kerjasama yang saling membutuhkan satu sama yang lain. Sedangkan untuk melakukan hubungan dengan organisasi masyarakat agar bisa mendapatkan dana dari lembaga donatur belum pernah. Sehingga sampai saat ini hanya mampu mengadakan hubungan dengan pihak GGM yang memberikan fasilitas ruangan. Hal inilah menjadi kelemahan bagi organisai PPJTD untuk mendapatkan dukungan. Selain itu faktor Kelemahan organisasi PPJTD ini juga adalah antara individu pengurus dengan yang lain kurang mendukung karena masing-masing mementingkan kepentingan individual. Selanjutnya kelemahan pada organisasi tidak mengadakan relasi dengan organisasi lain untuk mendapatkan masukanmasukan dalam rangka penanganan manajemen dan administrasi keuangan secara baik untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Dari kelima faktor kelemahan tersebut diatas dapat dikemukakan oleh pemimpinan PPJTD “GN” sebagai berikut: “GN” Organisasi tadinya cari yang pintar tapi kami semua sama, akhirnya teman-teman pilih saya menjadi ketua berdasarkan pengalaman dagang yang paling lama. Kalau mengenai administrasi keuangan, mengetik keorganisasi dan lain kami pengurus semua kurang ngerti. Maklun pak pendidikan kami yah Cuma SMP pak, inilah kelemahan saya” Ungkapan
tersebut
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa,
kelemahan
penanganan keuangan disebakan oleh latar belakang pendidikan dan latar belakang dan pengetahuan yang minim. Pada umumnya pengurus profesinya
65
sebagai penjualan, kemudian dipilih menjadi pemimpin dan pengurus organisasi, sehingga terjadinya kelemahan-kelemahan dalam pengelolaan keuangan organisasi dan kesulitan menjaring hubungan dengan donatur untuk menambah dana sebagai sumber kekuatan untuk pengembangan organisasi dan anggota.
5.2 Evaluasi Program Pengadvokasian Dalam pengevaluasian program pengadvokasian yang dilakukan oleh PPJTD akan mengarah pada latar belakang program, tujuan program, kegiatan pelaksanaan program, sasaran program, kegiatan, waktu pelaksanaan dan sumber dana pengadokasian.
5.2.1 Deskripsi Program Pengadvokasian. Untuk
mengetahui
secara
singkat
terhadap
uraian-uraian
dalam
mengevaluasi program pengadvokasian dalam memperjuangkan lokasi anggota, maka perlu diketahui seperti latar belakang, tujuan program, pelaksanaan program, sasaran program, kegiatan program, waktu pelaksanaan program, dan sasaran program sebagai berikut: 1) Latar Belakang. Adanya program pengadvokasian dalam memperjuangkan lokasi PKL yang tergabung dalam organisasi PPJTD di Kelurahan Citarum khusunya yang berada di Jl, Ir.H. Dujanda dan Jl Merdeka dan sekitarnya. Ketika itu pemerintah melaksanakan peraturan pemerintah daerah No.11 tahun 2005 tentang penyelengggaraan ketertiban, kebersihan dan keindahan (K3). Oleh karena itu pemerintah kota melalui Polisi Satpol PP melakukan penggusuran terhadap PKL yang ada di kota Bandung termasuk anggota PPJTD. Melihat perlakukan yang tidak manusia terhadap PKL yang bergabung dalam organisasi PPJTD melakukan pemprotesan terhadap pemerintah kota Bandung melalui DPRD. Dalam proses dialog dengan DPRD dihadiri juga instansi-instansi terkait untuk membahas tuntutan para anggota PPJTD terhadap kebijakan-kebijakan walikota, dalam proses dialog diharapkan ada kebijakan baru terhadap mereka. Harapan lain dari mereka juga adalah bahwa untuk membuat kebijakan harus melibatkan pengurus organisasi yang dianggap bertanggung jawab kepada
66
anggota. Namun pelaksanaannya selama ini tentang kebijakan Perda tersebut tidak melibatkan PPJTD. Selanjutnya DPRD menfasilitasi PPJTD untuk bertemu langsung dengan Walikota. Setelah diterima oleh wali kota untuk berdialog namun karena walikota sibuk maka diharapkan pertemuan dilain waktu, tetapi waktu akan ditentukan oleh walikota. Setelah beberapa bulan menunggu, tidak ada panggilan dari walikota. Ketua PPJTD merasa terlalu lama menunggu panggilan dari walikota, maka dengan inisiatif sendiri dengan pengurus ke Walikota kemudian langsung diantar oleh ajudanya kekediaman Walikota. Setelah bertemu ada kesepakatan untuk bertemu dan bicarakan di kantor. Selanjutnya pengurus PPJTD ke kantor untuk bertemu langsung dengan Walikota, namun sampai di kantor petugas meminta nota sebagai bukti pertemuan dari walikota tidak ada, dengan demikian maka walikota tidak bisa menerima pengurus PPJTD untuk berdialog. Upaya lain yang dilakukan pemerintah kecamatan dan kelurahan yang mendatangi ke lokasi anggota PPJTD, untuk memberikan tawaran agar menerima kebijakan baru dengan dipindahkan anggota PPJTD dari tempat yang lama ke tempat yang baru di Taman Sari juga tidak berhasil. Sebab lokasi yang akan direlokasikan anggota PPJTD tersebut tidak ada konsumen (pembeli). Oleh karena itu ketua dan pengurus anggota PPJTD menuntut untuk tetap melakukan kegiatan di wilayah Citarum jalan Ir. H. Djunda dan jalan Merdeka dan sekitarnya. Waktu mulai usaha mereka mulai dari sore menjelan malam sampai subuh. Tempat yang digunakan oleh anggota PPJTD adalah trotoar, depan pintu mati baik toko, kantor dan sekolahan. Usaha lain yang dilakukan oleh ketua dan pengurusnya dengan melakukan pengadvokasian mendatangi ke toko, mall dan rumah pemiliki untuk meminta ijin kepada pemiliki agar memberikan sedikit arealnya kepada anggota PPJTD. Namun pada kenyataannya pihak toko dan mall menolak permintaan dari pengurus PPJTD. Penolakan dengan alasan bahwa dari pihak pengusaha kwatir akan ada masalah ketika ingin merenovasi bangunan-bangunan toko akan ada tuntut ganti rugi atau ada uang pemindahan kepada anggota PPJTD. Sehingga sampai sekarang hanya ada beberapa anggota mendapat ijin dari kantor dan pemilik rumah pribadi untuk sementara melakukan aktivitas jualan. Maksud dari pengadvokasian karena tidak ada tempat lain bagi anggota PPJTD untuk melakukan dagangnya. Mereka adalah ekonomi lemah yang
67
hanya bisa melakukan usaha dagang untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarga. 2) Tujuan Program Pengadvokasian Program
pengadvokasian
mempunyai
tujuan
yakni
untuk
mempertahankan dan membela kaum miskin dalam hal ini adalah PKL yang tidak di perhatikan oleh pemerintah. Yang semestinya pemerintah mendukung untuk memberikan subsidi tambahan pengembangan usaha ekonomi rakyat agar bisa mandiri dan meningkatkan tarif hidup masyarakat PKL. Tujuan khusus dari pengadvokasian adalah untuk mendapatkan ijin dari pemerintah agar mereka tetap eksis dengan leluasa dan tidak dipengaruhi oleh faktor penggusur dari pemerintah.
3) Pelaksanaan program pengadvokasian Pelaksanaan
program
pengadvokasian
untuk
membela
perlakuan
pemerintah dareah terhadap PKL yang tergabung organisasi PPJTD. yang memimpin pengadvokasian ini adalah ketua PPJTD dan pengurusnya. Dalam proses pengadvokasian mereka melakukan berundingan terlebih dahulu. Mereka melakukan rapat anggota PKL yang bergabung di dalam organisasi PPJTD.
Dalam
pngadvokasian
rapat tidak
mereka bisa
memutuskan
dilakukan
secara
bahwa
untuk
individual.
Hal
melakukan ini
akan
memperlemahan posisi PKL. Jika berjuang secara bersama-sama akan diperhatikan oleh pemerintah. Dengan asumsi ini mereka melakukan protes ke DPRD secara bersama-sama dengan anggota PKL yang ada dalam organisasi PPJTD.
4) Sasaran program pengadvokasian Sasaran program pengadvokasian yang dilakukan oleh pengurus dan anggota PPJTD sebagai sandaran dan harapan untuk merubah kebijakan pemerintah terhadap anggotanya adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Propinsi Jawa Barat, yang dianggap bisa mempengaruhi kebijakan pemerintah terutama yang dianggap mempunyai wewenang seperti Walikota Bandung. Hal ini dilakukan berdasarkan pemikiran mereka bahwa yang menjadi masalah implementasi kebijakan di dasarkan pada sosialisisi kebijikan tidak melibatkan para PKL. Sehingga PKL dianggap sebagai penyebab permasalah
68
K3. Padahal yang menyebabkan termasuk pengusaha mal dan swalayan. Sarana lain yang digunakan untuk mempengaruhi kebijakan adalah wartawan untuk mempublikasikan dilakukan oleh seksi humas dan logistik.
5) Kegiatan pengadvokasian. Kegiatan yang dilakukan adalah mendatangi DPRD untuk membicarakan permasalahan yang dirasakan oleh anggota PPJTD. Selain pengurus mengkoordinir anggota untuk tetap setia kepada pengurus dan memperkuat persaudaraan melalui ikatan sosial dalam organisasi PPJTD. Selain itu juga mendatangi
walikota
untuk
memberikan
argurmentasi
dalam
rangka
memperjuangkan lokasi ke pemerintah agar bisa merubah kebijakan tehadap mereka yang telah lama melakukan akvitas berjualan di atas lahan publik.
6) Waktu pelaksanaan pengadvokasian Waktu pengadvokasian yang dilakukan oleh PPJTD dan anggotanya untuk membela kepentingan hak penggunaan lahan publik yang ada di wilayah Kelurahan Citarum khusunya di jalan Ir. H, Djuanda yakni pada bulan Oktober sampai bulan November tahun 2006. Pada tahun
2006 merupakan
implementasi kebijakan pemerintah untuk membersihkan PKL yang ada di Kota Bandung. Mereka lobi diantara PKL untuk menghadapi DPRD. Jumlah anggota pada waktu mendatangi DPRD sebanyak 100 orang PKL. Dalam proses dialog yang dilakukan PPJTD dengan DPRD yang sangat vokal membicarakan hak PKL adalah pengurus PPJTD yang terdiri dari Penasehat organisasi 1 orang, Ketua PPJTD, Sekretaris, Bendahara, seksi keamanan, yang sangat berperan pada saat dialog dengan pemerintah. Hal yang disampaikan pada waktu itu adalah bahwa penyebab kecamatan bukan berasal dari mereka, melainkan dari outlet-outlet yang memakir kendaraannya di pingir jalan.
7) Sarana pengadvokasian. Sarana yang digunakan dalam pengadvokasian untuk mencapai tujuan anggota PPJTD diantaranya adalah sarana dialog melaui pertemuan. Untuk penunjang pelaksanaan adalah prasarana uang yang digunakan untuk menyiapkan pembelajaan minuman kepada anggota PPJTD yang berkumpul di DRPD.
Sarana
lain
adalah
DPRD
merupakan
sarana
penyampaian
69
permasalahan PKL yang tergabung organisasi PPJTD. Sarana lain adalah tempat GGM yang sebagai pusat berkumpulan bagi PKL untuk menyiapkan segala sesuatu sebelum menuju ke DPRD. Selain untuk sarana yang digunakan untuk
mempengaruhi
kebijakan
adalah
internet,
koran,
untuk
mempublikasikannya. 5.2.2 Tujuan Evaluasi Program Pengadvokasian. Tujuan evaluasi program pengadvokasian yang dilakukan oleh pengurus dan anggota PPJTD adalah untuk mengetahui proses dan kendala-kendala dalam memperjuangkan lokasi ke pemerintah. Dalam evaluasi ini juga untuk mengetahui kemampuan organisasi baik dalam pembuatan konsep dan menggalang kekuatan mempersiapkan argumen untuk mempertahankan lokasi jualan bagi anggota. Selain itu juga untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi pengadvokasian
dengan tolok ukur faktor kepemimpinan, Keuangan, sarana prasarana, SDM, dan keorganisasian.
5.2.3
Hasil Evaluasi Ketercapaian Tujuan Program Pengadvokasian. Untuk mengetahui hasil evaluasi ketercapai tujuan program pengadvokasian
dalam rangka memperjuangkan lokasi anggota adalah untuk mengetahui sejauhmana perjuangan dan kendala-kendala apa yang menjadi penyebab dalam mencapai tujuan sebagai berikut: 1) Hasil evaluasi usaha pengadvokasian mendapatkan ijin dari pemerintah bagi anggota PPJTD. Pengadvokasian yang dilakukan oleh pengurus PPJTD merupakan hal yang wajar dimana sering kali pemerintah melakukan penggusuran yang tidak manusiawi, oleh karena itu anggota dan pengurus serta ketua PPJTD melakukan pengadvokasian ke pemerintah dalam hal ini adalah DPRD. Dalam proses pengadvokasian, ketua dan pengurus secara bersama-sama mengambil sikap untuk berkonsultasi dan berdialog dengan DPRD. Dalam pertemuan di DPRD tidak menghasilkan sebuah kebijakan untuk kepentingan anggota PPJTD. Kemudian ketua PPJTD menggerakan lagi anggota untuk bertemu dengan Walikota Bandung. Hasil usaha yang dilakukan ketua PPJTD dan anggota PPJTD dalam rangka pengadvokasiannya
ke DPRD dan
walikota menunjukan bahwa sedang terjadi proses belajar masyarakat dalam
70
menciptakan
pemimpin-pemimpin
yang
baik.
Namun
masih
terdapat
keterbatasan keterampilan teknis (technical skill) dan keahlian menggerakan orang lain (managerial skill) pada pimpinan PPJTD seperti keterbatasan penguasaan teknik komunikasi, keterbatasan kemampuan pembuatan konsep serta
keterbatasan kemampuan membangun kekuatan untuk mendukung
memperjuangkan lokasi. Hal ini menyebabkan ketidak tercapaian indikatorindikator seperti berijinan lokasi dan mendapatkan modal usaha untuk mengembangkan ekonomi. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh “WS” bahwa “WS” usaha saya memimpin untuk ke DPRD tidak berhasil untuk membuahkan keputusan pak, lalu kami ke Walikota juga sampai sekarang belum ada realisasi pak.” Dari
ungkapan
tersebut
di
atas
dapat
disimpulkan
bahwa,
pengadvokasian yang dilakukan oleh organisasi PPJTD masih menjadi kendala dalam memperjuangkan lokasi disebabkan oleh keterbatasan kemampuan pengurus.. Faktor yang mempengaruhi kepemimpinan mereka adalah kemampuan dalam pemahaman pengadvokasian dan keterampilan dalam melobi pejabat tidak disiapkan dengan konsep dalam bernegoisasi dengan pemerintah. Hal ini menunjukkan kelemahan pada kepemininan sehingga perlu dikuatan kapasitas advokasi kemimpinan PPJTD. Indikator yang menyebabkan kelemahan dalam pengadvokasian adalah tingkat pendidikan yang disadang rendah, sehingga mempengaruhi seluruh proses perjuangan. Selain itu juga para pengurus belum pernah mengikuti programprogram pelatihan kemimpinan dan pembinaan pemahaman pengadvokasian. Dengan demikian pada akhirnya mereka tidak mampu secara politik dan daya tawar yang kuat untuk mendukung dan mendapatkan tempat usaha dan sumber modal dalam pengembangan organisasi dan anggotanya. Keahlian dalam membangun kemitraan masih sangat kurang hal ini dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan.
2) Hasil evaluasi usaha pengadvokasian mendapatkan pengakuan hak. Usaha pengadvokasian yang dilakukan PPJTD untuk mendapatkan pengakuan hak dari pemerintah terhadap keberadaan organisasi PPJTD di Kota Bandung. Hal ini yang dilakukan adalah mengusahakan Akte Notaris dan pemerintah dengan nomor 09 tertanggal 26 Mei 2007 oleh Pejabat Notaris
71
Riena Sabrina, SH. dengan nama Lembaga Paguyuban Pedagang Jasa Tradisional Dago. Dengan adanya Akte Notaris maka organisasi PPJTD ini yang dulu menjadi organisasi informal berubah status menjadi organisasi formal. Organisasi PPJTD tetap mengupayakan pengadvokaasian terhadap anggota PPJTD yang ada di Jl Ir. H. Djuanda untuk tetap melakukan aktivitasnya. Mengingat pemerintah memberikan ijin kepada PKL yang lain di simpang Dago untuk berjualan di lahan publik, tetapi anggotanya PPJTD dilarang untuk melakukan kegiatan usaha berjualan dilahan publik yang ada di jalan Ir. H. Djuanda Dago tersebut. Awal mereka mengadakan rapat secara bersama di kantor GGM yang dipimpim oleh Ganepo. Dalam pengadvokasian dilakukan sendiri oleh pengurus dan anggota PPJT, tanpa ada bantuan hukum ataupun lembaga lain yang mendampingi mereka untuk memperjuangkan hak mereka, beramai-ramai berjalan kaki menuju ke DPRD. Sampai ke DPRD mereka diterima untuk berdialog. Setelah mengadakan dialog dengan DPRD tidak mendapatkan hasil yang
sesuai
dengan
tuntutan
dari
anggota
PPJTD,.
namun
DPRD
menyarangkan ke walikota karena yang mempunyai wewenang adalah walikota. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh anggota “WS” bahwa “WS” kami melakukan mengadakan pengadvokasian ke pemerintah untuk tetap memberikan hak kepada kami untuk tetap berjualan disini. Masa kami dilarang tapi pak pemerintah memberikan ijin kepada yang lain kan tidak adil kan pak contoh di simpang Dago tapi organisasi telah ada Akte Notaris” Ungkapan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pemerintah membeda-bedakan para pedagang
PKL, sehingga terjadi diskrinatif yang
dirasakan oleh anggota PPJTD tersebut, akan memberikan dampak kecemburuan antara sesama PKL yang berada di kota Bandung.
3) Evaluasi dampak pengadvokasian dalam memperjuangkan lokasi (ijin) Setelah melakukan pengadvokasian untuk memperjuangkan lokasi ke pemerintah dalam hal ini mendatangi ke DPRD dan Walikota Bandung dapat berdampak pada pengurus dan anggota PPJTD, yakni apabila anggota PPJTD yang melakukan kegiatan jualan yang menonjol ke tenggah jalan dapat ketahuan oleh walikota, maka walikota tidak menegur langsung ke anggota PPJTD tapi ke Satpol PP kecamatan kemudian, Satpol PP menegur ketua dan pengurus untuk
72
mengurus anggotanya. Ini artinya pemerintah mengetahui keberadaan PPJTD. hal ini menunjukkan bahwa secara politik pemerintah menolak keberadaannya tetepi dalam pelaksanaan di lapangan tidak secara langsung diakui beradaan orgranisasi PPJTD. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh anggota “WS” bahwa “WS” kemarin teh ada teguran dari Walikota Bandung terhadap anggota kami, tapi tidak langsung ke anggota kami mala ke Satpol PP kecamatan, kemudian pak Djammiah kami pengurus, kemudian kami tegur anggota. Nah ini kan pemerintah tidak secara sudah mengakui keberadaan organisasi PPJTD kan pak.” Dari ungkapan tersebut dapat ditarikan kesimpulan bahwa, keberadaan organisasi PPJTD berdampak pada pelaksanaan aturan dilapangan dengan cara peneguran tersebut yang dilakukan oleh pemerintah kota Bandung. 5.2.4 Faktor-Faktor Kelemahan Mempengaruhi Program Pengadvokasian. Dalam evaluasi untuk melihat faktor penyebab kelemahan-kelemahan yang mempengaruhi program pengadvokasian dalam rangka memperjuangkan lokasi anggota yang selama ini dilaksanakan oleh organisasi PPJTD, untuk meningkatkan usaha ekonomi dengan tolok ukur pemimpin, keuangan, sarana dan prasarana, sumberdaya manusia, dan keorganisasian sebagai berikut:
1) Faktor kepemimpinan PPJTD Upaya yang dilakukan oleh PPJTD untuk melakukan pengadvokasian dalam rangka memperjuangkan lokasi, melalui tiga upaya tersebut diatas yakni untuk mendapatkan ijin, pengakuan ke pemerintah dan areal kosong ke pihak swasta. Upaya untuk mendapatkan ijin atau kebijakan bagi anggota PPJTD belum berhasil. Sementara upaya yang dilakukan untuk mendapat pengakuan dari pemerintah di kelurahan telah ada dengan adanya Akte Notaris. Sedangkan bernegoisasi dengan pihak swasta baru diterima lima orang anggota PPJTD. Beberapa hal tersebut diatas merupakan pengaruhi dari pemimpin organisasi PPJTD. Namun tujuan utama pengadvokasian agar pemerintah mengambil kebijakan baru terhadap mereka sampai saat ini belum berhasil. Disebabkan organisasi PPJTD belum mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah. Oleh sebab itu, pemerintah telah membuat aturan pemerintah daerah mengenai kebijakan pemerintah kepada PKL yang ada di kota
73
Bandung.
Selain
memperjuangkan
itu
karena
lokasi
konsep
dari
pengadvokasian
organisasi
beragumentasi dengan pemerintah
sebagai
dalam
pegagang
rangka untuk
belum siap, karena dipengaruhi latar
belakang pengurus yang mayoritas berpendidikan rendah. 2) Faktor keuangan PPJTD Faktor keuangan dalam sebuah organisasi sangatlah penting untuk kemajuan organisasi. Jika suatu
kegiatan pengadvokasian tidak didukung
oleh keuangan akan sangat sulit untuk mengembangkan sumber daya manusia dalam organisasi maupun pengadvokasian. Sebab pengadvokasian memerlukan teknik-teknik dan pengetahuan untuk mempengaruhi suatu kebijakan. Sedangkan keuangan organisasi sangat tidak memungkinkan untuk memberikan pelatihan pengadvokasian pengurus PPJTD untuk menambah wawasan dalam hal pemahaman advokasi dan kebutuhankebutuhan lain organisasi tersebut.
3) Faktor sarana dan prasarana Sarana dan prasarana sangat penting dalam pengadvokasian. Sarana yang dimaksud adalah sumber pendukung dari organisasi dari luar atau lembaga hukum. Sampai saat ini lembaga pendamping dalam advokasi belum ada.
Sedangkan
prasarana
seperti
dokumentasi,
spanduk
untuk
menyampaikan pendapat tidak dibuat. Mereka menggunakan DPRD dan Gedung GGM sebagai sarana organisasi untuk memyampaikan pendapat. Tidak ada LSM yang ikut mendukung dalam pengadvokasian. Hal inilah yang menjadi hambatan organisasi PPJTD dalam memperjuangkan lokasi PKL.
4) Faktor sumber daya manusia Sumberdaya manunsia merupakan hal penting dalam mengembangkan personil adalah kemampuan untuk memikirkan persoalan mencari alternatif baru, konpotensi konseptual, kemampuan untuk mendengar, berkomunikasi, mengoptimalkan sumber daya yang tersedia. Sedangkan sumberdaya manusia PPJTD berkaitan dengan pengetahuan pengadvokasian baik dalam pembuatan konsep dan hubungan dengan LSM hukum belum terlihat. Dalam hal ini organisasi secara praktis telah melakukan pengadvokasian, namun harus perlu didukung oleh ilmu pengetahuan tentang pemahaman advokasi. Pengadvokasian harus disiapkan konsep secara yang mendalam tentang
74
argumen-argumen yang kuat untuk memperjuangkan lokasi pun tidak disiapkan dengan pemaparan yang singkat dan jelas di depan para pejabat. Hal ini menjadi kelemahan sumber daya manusia organisasi PPJTD, yang disebabkan oleh latar belakang pendidikan pengurus. Selain itu pengurus belum
pernah
mengikuti
pendidikan
ketrampilan
manajemen
dan
pengadvokasian sehingga sulit bagi mereka untuk mempengaruhi kebijakan untuk mendapatkan ijin usaha.
5) Faktor keorganisasian Organisasi PPJTD telah mempunyai struktur dengan jelas sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing pengurus untuk melaksanakan tugas kesehariannya. Namun struktur yang ada belum menjamin adanya kerja sama diantara pengurus. Pengurus ada yang tidak melaksanakan tugasnya dan ada yang menyelenwengan kewajibannya sehingga kurang ada relasi dengan lembaga organisasi lain yang bergerak dibidang hukum untuk menggalang kekuatan
pengadvokasian
menjadi
lemah.
Lemahnya
organisasi
ini
disebabkan oleh kurang menjalankan fungsinya, karena pengurus organisasi PPJTD kurang pengetahuan tentang keorganisasian. Kelemahan untuk menjalin hubungan sistem sumber yang yang dalam masyarakat sagat terbatas.
Hal
ini
mengakibatkan
dalam
pengadvokasian
untuk
memperjuangkan lokasi jualan ke pemerintah tidak berhasil. Oleh karena itu pemerintah menganggap organisasi tidak ada pengaruhnya sehingga, pemerintah melakukan penggusuran tanpa memberikan alternatif atau solusi bagi anggota PPJTD. Dari kelima faktor pengaruhi pengadvokasian tersebut diatas dapat dikemukakan oleh pemimpinan PPJTD “WS” sebagai berikut: “WS” pak kami secara keorganisasian telah kami lakukan sesuai kemampuan kami. Kami berusaha mengadakan tatap muka dengan DPRD dan wali kota tapi hasil ya begitu tidak ada, belum ada kebijakan buat kami sampai saat ini.” Dari ungkapan tersebut diatas dapat ditarikan kesimpulan bahwa, pengaruhi organisasi PPJTD untuk ke pemerintah belum berarti. Karena pemerintah menganggap pengurus dan anggota PPJTD tidak akan mampu mempengaruhi pemerintah, daya tawar belum kuat karena belum memiliki konsep-konsep pengadvokasian ke pemerintah. Dengan adanya konsep
75
yang tidak ada
dari pengurus PPJTD,
akan tetap menjadi ancaman
penggusuran bagi anggota PPJTD di kemudian hari.