BAB V ANALISIS SISTEM PENDANAAN (ASPEK FINANSIAL) LSM 5.1 Pengantar Pertumbuhan organisasi masyarakat sipil menimbulkan persoalan baru, yakni bagaimana mempertahankan agar institusi tersebut dapat bertahan. Persoalan sumber pendanaan menjadi hal yang cukup rumit untuk dipecahkan. Mengatasi problem keuangan untuk mempertahankan organisasi masyarakat sipil harus hatihati. Sebab dana yang dimobilisasi dari sumber yang serampangan dapat mengganggu eksistensi organisasi. Syarat utarna bagi dana yang diperoleh oleh organisasi masyarakat sipil seharusnya dapat menjaga independensi organisasi. Dana yang dikelola organisasi diharapkan tidak menjadi kuda tunggangan bagi kepentingan pihak lain untuk mengkooptasi publik. Selain itu sumber-sumber pendanaan seharusnya tidak membuat organisasi menjadi sangat tergantung pada pihak pemberi. Menurut Fakih (2000) LSM mengalami ketergantungan yang cukup kuat terhadap lembaga donor. Sebagaimana diketahui bahwa sejak munculnya organisasi nonpemerintah, yang di Indonesia populer dengan istilah LSM, pada awal 1970, sangat tergantung hibah dari berbagai lembaga donor internasional seperti USAID, FNS, NOVIB, dll. Selain itu, dalam beberapa kegiatan, LSM juga menerima bantuan dana dari lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia dan Asian Development Bank. Dana yang diterima oleh LSM dari sumber terakhir ini ada yang bersifat hibah, ada pula yang bersifat hutang negara. 66
Apapun bentuknya menurut Uhlin (1997), dana bantuan, baik hibah ataupun hutang negara banyak menimbulkan persoalan. Persoalan pertama dana seperti ini terbukti menimbulkan ketergantungan bagi organisasi. Di awal 1970 hingga saat ini, hibah luar negeri mengalir deras. Sehingga oleh sebagian kalangan dianggap sebagai sumber daya yang mudah didapatkan (easy money). Akibatnya, para pengurus organisasi non-pemerintah terbiasa menggantungkan seluruh kegiatan yang dilakukannya pada hibah luar negeri. Padahal belajar dari berbagai pengalaman, pendanaan yang bersumber dari hibah luar negeri tidak dapat diandalkan keberlanjutannya. Persoalan kedua, dana asing tidak bisa membuat organisasi lokal dapat melakukan program sesuai dengan kebutuhan spesifik. Selama ini yang terjadi adalah organisasi lokal selalu mengikuti arah keinginan pemberi dana (donor driven). Dana yang berasal dari luar negeri menurut CPSM (1993) rnembuat posisi organisasi lokal lemah secara politis. Kelemahan ini terutama dalam menghadapi tuduhan yang menyatakan bahwa organisasi lokal menuruti instruksi kekuatan asing yang mungkin merugikan negara. Seberapa besar tingkat ketergantungan LSM terhadap lembaga donor asing? Sulit untuk menjawab pertanyaan itu karena sampai saat ini belum ada penelitian khusus yang berkaitan dengan masalah tersebut. Namun, direktori CSRO (Civil Society Resource Organization) atau organisasi sumber daya masyarakat sipil yang disusun Ibrahim (2002) mungkin bisa menjadi referensi awal rnengenai pola pendanaan dan komposisi dana yang digunakan oleh LSM di Indonesia. Direktori tersebut menunjukkan bahwa mayoritas LSM kita masih mengandalkan sumber bantuan luar negeri yang 67
besarnya mencapai 65 persen, sementara 35 persen sisanya didapat dari berbagai sumber dalam negeri. Sacara lebih terperinci, sumber dalam negeri meliputi hasil usaha sendiri (33 persen), sumbangan perusahaan dan dana abadi (masing-masing 17 persen), sumbangan individu (14 persen), sumbangan pemerintah (5 persen), sumbangan ornop (3 persen), dan sumber lainnya (11 persen). Ketergantungan LSM terhadap lembaga dana asing ini dinilai sudah sangat kronis dan berdampak pada citra dan efektivitas kerja mereka. Menurut Walhi (2001) Sistem pendanaan asing bak pisau bermata dua, dana asing memberikan manfaat sekaligus masalah bagi LSM di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dari pengalaman Walhi mengelola dana bahwa di satu sisi dana asing telah berperan besar dalam mendorong pertumbuhan dan perkembangan LSM Indonesia berikut program dan perjuangannya. Namun, di sisi lain, dana asing juga menciptakan ketergantungan dan mematikan kreativitas LSM. Oleh sebab itulah organisasi seperti Walhi berupaya untuk mengurangi ketergantungannya pada lembaga donor terutama donor asing. Triwibowo (2006) menyebut ketergantungan LSM kita terhadap dana asing juga menyebabkan mereka tidak kreatif, khususnya dalam menggalang potensi lokal. Mereka lebih suka datang dan "menjajakan" programnya ke lembaga donor, ketimbang menggalang dukungan dari masyarakat lokal. Sebagian besar LSM, khususnya LSM yang bergerak di bidang advokasi, masih enggan masuk ke pasar fundraising lokal. Mereka beralasan masyarakat tidak punya kemampuan finansial untuk mendukung dan mendanai program mereka. Sebagian LSM lainnya
68
beranggapan tak banyak masyarakat yang mengerti peran dan fungsi LSM. Mereka juga beralasan bahwa organisasi atau kegiatan mereka bukanlah tergolong organisasi atau kegiatan yang mudah mendapatkan dana atau menarik minat orang untuk mendanainya. Sayangnya, asumsi-asumsi itu belum pernah terbukti karena mereka tidak pernah membuktikannya dengan mencoba masuk ke pasar fundraising lokal. Fakta di atas menunjukkan meskipun dana yang berasal dari luar negeri menimbulkan banyak masalah, akan tetapi tidak ada pilihan yang memadai bagi organisasi lokal. Menurut Fakih (2000) sumber dana dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan LSM. Dana pemerintah, misalnya, dianggap tidak memungkinkan selain karena anggaran pemerintah yang sangat kecil pasca krisis ekonomi, dana seperti ini beresiko mengkooptasi kemandirian masyarakat dalam menghadapi kebijakan publik. Penggalian dana yang berasal dari perusahaan dalam negeri juga problematik. Bagi sebagian organisasi non-pemerintah, sektor swasta di Indonesia punya cukup andil dalam permasalahan bangsa. Pada masa orde baru kalangan swasta, terutama, perusahaan besar bersekongkol dengan rezim berkuasa untuk menguras kekayaan alam negara. Salah satu ulah perusahaan besar adalah mengeksploitasi secara besar besaran hutan di Sumatera dan Kalimantan yang ujungnya menimbulkan kerusakan dan bencana alam. Atas dasar ini organisasi lokai tidak serta merta berkeinginan untuk melakukan penggalangan dana terhadap sektor swasta besar.
69
Sindroma ketergantungan pada aspek pendanaan dapat dilihat dari beragam kepentingan sumber dana. Dana yang berasal dari pemerintah pada masa orde baru membawa kepentingan besar yang membuat LSM harus tunduk dengan pemerintah dan menjadi mitra pemerintah (seperti pengalaman Walhi sehingga mengambil jarak dengan pemerintah). Tetapi sumber dana asing juga menimbulkan ketergantungan dengan agenda kepentingan asing. Dana yang berasal dari perusahaan juga mengandung kepentingan bagi perusahaan dan jalan lain dengan mencoba menggalang dana dari masyarakat sipil. Dana merupakan bahan bakar bagi gerak laju LSM untuk melakukan aksinya. LSM yang terkategori mapan salah satunya bisa dilihat dari seberapa mapan menangani masalah pendanaan. Bahkan struktur paling sederhana dalam tubuh LSM, ada bagian yang disebut bendahara, dalam struktur yang lebih kompleks bagian ini dirinci lagi dalam bagian yang lebih spesifik, misalnya bagian bendahara umum, bendahara harian, bendahara perencanaan, dan bendahara audit. Penelitian ini menfokuskan pada dinamika finansial LSM, mulai dari sumber dana, pengelolaan, hingga monitoring dan evaluasi (termasuk laporan). Pada bab ini akan diuraikan secara lebih rinci mengenai sumber-sumber dana, pengelolaan dana dan monitoring atau evaluasi dana. Penelitian ini membuat kategorisasi hubungan sistem pendanaan (BAB V) dengan aksi (BAB VI) LSM dengan donor.
70
Hasil elaborasi studi pustaka diatas menunjukkan adanya 4 model kontinum ketergantungan LSM donor yaitu : 1.
LSM mandiri, bentuk hubungan yang terjadi adalah LSM secara penuh mengontrol inisiasi, aksi dan evaluasi program sesuai dengan visinya. Ini adalah bentuk ideal dari LSM seperti yang dicita-citakan Walhi.
2.
LSM Kemitraan seimbang, hubungan ini memberi porsi yang seimbang antara LSM dan donor. Bentuk hubungan seperti ini ditunjukkan oleh LSMLSM yang bermitra dengan lembaga-lembaga donor dengan intervensi kepentingan yang seimbang. LSM mempunyai kontrol yang sama dengan donor.
3.
LSM kemitraan asimetris, bentuk hubungan ini memberi porsi inisiasi, aksi dan evauasi oleh LSM. Tetapi donor memberi pengaruh yang lebih besar dari pada LSM sendiri. Sebagai contoh adalah beberapa LSM yang bermitra dengan pemerintah.
4.
LSM yang terkooptasi total, LSM pada tipe ini tergantung secara total terhadap donor. LSM hanya sebagai pekerja/pelaksana kepentingan donor. LSM tipe ini banyak ditunjukkan oleh LSM yang hanya berorientasi proyek dan keuntungan semata.
Keempat tipe diatas hanya gambaran awal peta LSM berhadapan dengan lembaga donor dalam aspek dana dan aksi. Lebih lanjut, tulisan ini akan mengulas aspek pendanaan pada BAB V dan mengulas aksi pada BAB VI. Kedua pembahasan ini akan dijelaskan dan dianalisis dengan lebih mendalam pada dua bab ini. 5.2 Sumber Dana LSM Sumber dana LSM dipahami sebagai lembaga dan individu yang memberikan dana kepada LSM. Sumber-sumber pendanaan LSM bisa berasal dari internal dan eksternal. Penelitian ini membahas sumber dana sebagai pihak diluar sistem
71
internal LSM yang tidak bebas dari kepntingan dan pengaruh, sehingga siapa saja yang menjadi sumber pendanan LSM dan berapa proporsi pendaan menjadi pembahasan yang penting. Baik LKTS maupun LPS akan dijelaskan secara rinci sumber-sumber dana dan besarnya dana yang diberikan. 5.2.1 LKTS LKTS memiliki strategi penggalangan dana yaitu Lembaga Donor Asing 88 persen, 9 persen Donor lokal, dan 3 persen keuntungan usaha pendampingan. Seperti laporan keungan terbaru tahun 2007 sebagai berikut:
Tabel 1. Laporan Keuangan LKTS Tahun 2006 (dilaporkan tahun 2007) Item Lembaga Donor (Terikat Kontrak) Lembaga Donor (Tidak Terikat & Hibah) Usaha Mandiri Program Hak Asasi Perempuan Program Penelitian Program Institusional Tanggap Darurat Operasional Lapang Total Saldo per 31 Desember 2006
Debet (Rp) 742.695.000 (85%) 143.488.000 (14%) 2.113.633 (<1%) 888.296.663
Kredit (Rp) 288.424.192 2.122.500 29.260.000 19.280.000 234.000.000 573.086.692 315.209.941
Sumber: Laporan Keuangan 2006 (diterbitkan 2007)
Tabel 1. menunjukkan bahwa besarnya bantuan donor terikat kontrak mendominasi sumber dana LSM ini (85 persen), Bantuan donor tanpa ikatan kontrak termasuk di dalamnya donor lokal adalah sebesar 14 persen, sisanya adalah hasil usaha mandiri dari perguliran kredit mikro, yang sudah berjalan
72
selama 10 tahun yang nilainya tidak lebih dari 1 persen. Bagi LKTS, sumberdana dari donor luar sudah sejak awal menjadi penopang bagi keberlanjutan LSM ini. Wawancara dengan DT (45) aktivis LKTS bidang pengembangan komunitas menunjukkan bahwa LSM ini belum mempunyai alternatif pendanaan selain dari donor, sebagai berikut: Kami sejak awal melakukan kegiatan degan sumber-sumber dari donor. Saya kira ini sudah menjadi kelaziman di dunia LSM. Bahkan, kalau ada pertemuan sesama LSM, kita biasa dengan joke “marilah kita buka acara ini dengan doa sesuai dengan funding kita masing-masing”. LKTS memang merencankan untuk membangun sistem pendanaan mandiri tapi bagi kami itu rencana jangka panjang. Sekarang sudah dilakukan, tetapi prosentasenya masih sangat kecil
DT (45) aktivis LKTS bidang pengembangan komunitas juga menggambarkan perkembangan awal LKTS dalam sistem pendanaan, sebagai berikut: Sejak awal LKTS bertumpu pada sistem pendanaan donor asing, walaupun pada awal-awal berdiri, kami beberapa pendiri suka urunan kalau uangnya ternyata kurang dalam kegiatan, misalya uang bensin, inventaris pribadi seperti motor, komputer juga milik kami pribai yang dipakai untuk pekerjaan ini. Seiring perjalanan waktu, LKTS memang tumbuh lebih besar, kami bisa merapikan barang-barang inventaris, menghitung pengeluaran sekecil apapun, bahkan kadang barang inventaris juga dipakai pribadi. Sistem administrasi yang sekarang, menuntut kami menjadi berhitung lebih detail untuk pengeluaran organisasi, mencatatnya lebih baik, dan konsekwensinya pengeluaran operasonal menjadi besar. Menurut kami hitunghitungan biaya operasional cukup besar, mencapai lebih dari 1 juta perorang pertahun bila dirata-rata, sebelumnya itu tida terhitung secara optimal.
73
Donor Lain tidak mengikat 14%
Usaha Mikro 1%
Donor Asing Terikat 85%
Gambar 4. Proporsi Sumber Dana LKTS Lembaga donor untuk LKTS terdiri dari donor luar negeri, dan donor dalam negeri. Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa proporsi sumber dana LKTS terdiri dari donor asing terikat, donor lain tidak mengikat dan usaha mengikat. Proporsi terbesar sumber dana LKTS adalah Donor Asing Terikat (85 persen). Besarnya persentase dana asing diatas juga disertai besarnya pengaruh pada aksi LSM. Donor memberikan pengaruh besar pada inisiasi, aksi dan evaluasi program-program yang dilaksanakan. Secara lebih rinci penjelasan mengenai pengaruh donor pada aspek aksi akan dijelaskan pada BAB VI per kegiatan. Setiap kegiatan akan dilihat dari mulai proses inisiasi, aksi dan evaluasinya. Adapun lembaga-lembaga Donor bagi kegiatan-kegiatan LKTS adalah: 1. Depkes RI (1998), Departemen Kesehatan sebagai mitra LKTS dalam kegiatan kampanye air bersih dan gaya hidup sehat. Kegiatan ini dilakukan bersamaan dengan kegiatan kampanya lingkungan hidup. 74
LKTS mendapatkan dana dari Depkes karena wilayah yang menjadi target kegiatan LKTS merupakan wilayah kerja Depkes untuk program tersebut. 2. SDC/Swiss Development and Cooperation (1998 – 1999) merupakan lembaga luar negeri pemerintah SWISS yang mempunya agenda pada kegiatan-kegiatan pembangunan berkelanjutan yang meliputi dengan pendekatan lingkungan hidup, tata pemerintahan, dan ekonomi masyarakat terutama di negara-negara dunia ketiga. Kegiatan-kegiatan banyak dilakukan dalam bentuk penelitian dan aksi. Untuk LKTS, SDC membiayai proyek pemetaan sumber air bersih dan pipanisasi air bersih. 3. YBKS – NZAID (1998 – 2001) merupakan lembaga pemerintah luar negeri New Zealand yang membiayai proyek-proyek pemberdayaan sipil dan penguatan hak-hak minoritas dan pengentasan kemiskinan NZAID membiayai LKTS pada proyek gender. 4. PKM/CRP/Community Recovery Programme (2001 – 2002), adalah lembaga nirlaba yang memberikan dukungan pada kegiatan-kegiatan daerah konflik, kekerasan sosial dan penguatan hak-hak sipil. LKTS bermitra dengan PKM/CRP dalam kegiatan advokasi kekerasan pada perempuan. 5. DAP Australian Embassy (2003) adalah lembaga kedutaan Australia yang
banyak
memberikan
dukungan
pada
kegiatan-kegiatan
penguatan demokrasi, kampanye pasar bebas, pluralisme dan liberalisme. LKTS bermitra denga DAP dalam kegiatan kampanye demokratisasi sosial dan kredit ekonomi mikro. 6. KIA (2004) 7. Cordaid
Netherlands
(2002-2005)
adalah
lembaga
nirlaba
internasional yang berasosiasi dengan organisasi-organisasi katolik. Kegiatan dari lembaga ini adalah mengakampanyekan kehidupan 75
beragama yang damai, pluralisme, dan penguatan hak-hak minoritas. LKTS bermitra dengan Cordaid dalam kegiatan gender. 8. CRS (1999-2005), adalah lembaga nirlaba katolik yang mendukung program-program penguatan hak-hak sipil, kesetaraan dan hak-hak minoritas. LKTS bermitra dengan CRS dalam kegiatan-kegiatan advokasi kekerasan terhadap perempuan dan gender. Bekerjasama juga dalam kampanye pluralisme. 9. ICCO and Kerkin Actie Netherlands (2006) adalah asosiasi gereja untuk kegiatan-kegiatan kemanusian, kesetaraan, hak-hak sipil, dan hak-hak minoritas. ICCO banyak berfokus pada kegiatan-kegaitan sosial dan ekonomi mikro. LKTS bermitra dengan ICCO dalam kegiatan ekonomi mikro dan kampanye demokrasi pada masyarakat pedesaan. 10. Finland Embassy (2004-2007) adalah lembaga kedutaan Finlandia yang memberikan dukungan pada kegiatan-kegiatan demokratisasi, liberalisasi, dan pluralisme. LKTS bermitra dengan Finland Embassy dalam kegiatan demokratisasi dan ekonomi mikro. 11. NZODA (2002-2007) adalah salah satu lembaga pemerintah New Zealand yang banyak mendukung kegiatan-kegiatan penguatan hakhak sipil, demokratisasi, HAM dan liberalisasi ekonomi. LKTS bersama NZODA bermitra dalam kegiatan-kegiatan ekonomi mikro, kampanye hak azasi manusia dan demokrasi. 5.2.2 LPS LPS mempunyai model penggalangan dana yang berbeda dengan LKTS, jika LKTS memberikan fokus pada penerimaan dari donor asing. LPS menjalankan roda kegiatannya dengan mengkoleksi dana masyarkat (dana lokal). Secara umum, ada tiga pola penggalangan dana yang dilakukan oleh LPS. Pertama, 76
menggalang dana dari sumber yang tersedia, baik dari perorangan, perusahaan, ataupun pemerintah dengan dengan pendekatan Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Wakaf (ZISWAF). Untuk menggalangnya mereka menggunakan beberapa strategi yaitu, direct mail, media campaign, membership, special event, endowment, dan sebagainya. Kedua, menciptakan sumber dana baru. Upaya ini dilakukan dengan cara membangun unit-unit usaha dan ekonomi yang menghasilkan pendapatan bagi lembaga (earned income). Ketiga, Menciptakan dana dari sumber non finansial. Strategi yang diterapkan adalah dengan menggalang sumbangan dalam bentuk in kind dan kerelawanan. Untuk lebih jelas bisa dilihat dalam tabel 2. laporan keuangan periode 2006 berikut:
Tabel 2. Laporan Keuangan LPS Tahun 2008 Item Zakat, Infaq, Shadaqah Produksi dan Bisnis Kegiatan dan operasional Total Saldo per 31 Desember 2006
Debet (Rp) 555.345.000 23.445.000 578.789.000 -
Kredit (Rp) 445.324.000 345.324.000 133.465.000
Sumber Laporan Keuangan LPS 2008
LPS mempunyai sumberdana yang didapatkan dari derma lokal dalam bentuk Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf yang dikordinasikan oleh Dompet Duafa Republika. Besaran dana ini mendominasi dibanding sumber dana yang lain yaitu produksi dan Bisnis. LSM ini sama sekali tidak menggunakan donor asing untuk menjalankan aktivitasnya.
77
SJ (43) aktivis LPS bidang kemitraan menjelaskan bahwa LPS selama ini tidak menerima donor asing sebagai sumber pendanaan bagi aksinya. sebagai berikut: Pernah kami menerima tawaran untuk melakukan proyek yang didanai oleh lembaga donor. Tapi kami tidak berminat, alasannya, karena prosedurnya yang rumit dan terkesan memaksa. Kami harus membuat semacam proposal untuk diajukan, kemudian proposal itu dipilih, karena kita harus bersaing dengan LSM lain, dari sana ada syarat-syarat yang perlu dipenuhi baik pada aspek perencanaan, pelaksanaan dilapang dan laporannya juga diawasi ketat. Bagi kami, cara demikian kurang sesuai dengan semangat yang kami bangun selama ini.
Penjelasan diatas menguatkan data sumber dana yang dikeluarkan oleh LPS. Pengalaman yang dijalani SJ (43) kordinator bidang pengembangan masyarakat LPS menggambarkan bahwa prosedur penerimaan dana dari donor melewati mekanisme yang mensyaratkan kepentingan donor, kondisi ini dipandang tidak sesuai dengan semangat LSM yang harus independen.
Proporsi Sumber Dana LPS 4%
ZISWAF Probis 96%
Gambar 5. Proporsi Sumber Dana LPS Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa proporsi sumber dana LPS terdiri dari ZISWAF dan Produksi dan Bisnis (Probis). Proporsi kedua sumber dana tersebut
78
masing-masing adalah 96 persen dan 4 persen. Dengan demikian dapat diketahui bahwa sumber dana LPS terbesar diperoleh dari ZISWAF. 5.2.3 Ikhtisar Dana memainkan peranan penting bagi hidup mati LSM. Untuk kebutuhan pelaksanaan kegiatan aksi, operasional, gaji, dan lainnya tentu membutuhkan dana segar. Oleh sebab itu, LSM selalu menempatkan pendaaan sebagai bagian utama dari eksistensi lembaga. Dana juga menjadi penentu keberlangsungan perjalanan aktivitas LSM, sehingga bagi ‘pemiliknya’ keberlangsungan dana menjadi bagian yang dipikirkan. LKTS dan LPS mempunyai sistem sumber pendanaan yang berbeda. LKTS lebih banyak menggunakan dana donor asing (88 persen) dari pada sumber yang lain. Sementara LPS 96 persen dana diperoleh dari derma sosial lokal dalam bentuk Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Wakaf (ZISWAF) selebihnya adalah hasil dari produksi hasil penelitian yang dijual secara komersial.
Tabel 3. Perbandingan Sumber Dana LKTS dan LPS (Persentase) NO 1 2
Nama LSM LKTS LPS
Dana Asing (%) 88 0
Dana Lokal (%) 14 96
Dana Lainnya (%) 1 4
Sumber: Data diolah dari data sekunder (2008)
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa LKTS lebih tergantung secara pendanaan dengan donor asing (international agencies), dan LPS lebih tergantung dengan donor lokal (local agencies). Penelitian ini mengungkapkan ada 79
keterkaitan antara independensi dibidang finansial terhadap aksi LSM di lapang. Sumber-sumber dana yang memuat kepentingan donor memberikan pengaruh pada kinerja LSM. Besarnya pengaruh juga ditentukan oleh kemapanan LSM baik dalam bidang finansial, militansi ideologi, dan track record kinerja LSM. LKTS dengan sumber pendanaan yang didominasi oleh donor asing memiliki ketergantungan yang lebih tinggi pula terhadap donor dalam aspek aksi. Sedangkan LPS dengan sumber pendanaan lokal relatif tidak tergantung dengan kepentingan donor dalam aspek aksi. Penjelasan pada aspek ketergantungan aksi maupun ideologi akan dibahas pada bab selanjutnya. Bab ini hanya ingin menunjukkan bahwa kedua LSM berbeda dalam sumber pendanaan. Perbedaan sumber pendanaan baik asing-maupun lokal akan dibahas secara garis besar pada Sub Bab 5.3 sedangkan pembahasan detailnya akan disajikan pada BAB VI pada penjelasan aksi LSM. 5.3 Pengelolaan, Monitoring dan Evaluasi Penilitian ini juga memfokuskan pada pola pengelolaan, monitoring, dan evaluasi dana oleh LSM. Khususnya, untuk apa dana itu digunakan dan bagaimana mekanisme pelaporannya. Untuk membahas lebih lanjut mengenai pengelolaan, monitoring dan evaluasi, penulis membagi pembahasan spesifik pada masingmasing LSM. Walaupun demikian, penjelasan ini masih secara umum belum memberikan penjelasan detail pada masing-masing program LSM. Penjelasan detailnya akan dibahas pada bab selanjutnya.
80
5.3.1 LKTS LKTS dalam perjalanannya telah melakukan program kerja yang secara garis besar terbagi menjadi 5 program kerja pokok yaitu program hak asasi perempuan, lingkungan hidup, penguatan kapasitas organisasi, studi masyarakat dan peningkatan ekonomi. Kegiatan-kegiatan ini dilaksanakan dengan pengelolaan keuangan internal. Pada akhirnya diaudit oleh auditor independen, hasil laporan dipublikasikan kepada publik (hasil audit independen) laporan ini berupa laporan garis besar pengelolaan dana, dan laporan hasil kegiatan rinci tidak dipublikasikan, tetapi hanya untuk internal dan lembaga donor. Laporan kegiatan digunakan untuk mengambil termin terakhir dana dan penilaian keberlanjutan donor,
SH (45)
aktifis
LKTS bidang pengembangan
sosial ekonomi
mengungkapkan sebagai berikut: Perjalanan LKTS memang dinamis, dimulai dari kegiatan-kegiatan dengan isu lingkungan, saat itu proyek air bersih, sanitasi, dan kampanye lingkungan hidup. Kemudian isu gender menjadi lebih dominan untuk aksi kami, antara lain advokasi perempuan korban kekerasan, partisipasi politik perempuan, dan terakhir sampai saat ini, yang kami tangani adalah proyek-proyek pengembangan ekonomi mikro. Kegiatan demi kegiatan adalah rangkaian yang tidak terputus. Laporan kegiatan pada kegiatan sebelumnya adalah bekal untuk mencari donor selanjutnya.
Pengelolaan dana LKTS ditangani oleh bendahara, arah kebijakan keuangan ditentukan pada rapat rutin mingguan dan insidental. Untuk dana-dana terikat donor sebenarnya telah ada petunjuknya berdasarkan proposal kegiatan dan mengalami perubahan pada rapat-rapat tersebut. Sedangkan dana-dana yang tidak terikat biasanya digunakan sebagai tabungan LSM dan kegiatan-kegiatan insidental, seperti bantuan korban bencana gempa di Yogyakarta, kebutuhan kecil
81
seperti pembelian peralatan kantor. Untuk menjelaskan alur lembaga donor dan pokok kegiatan pada Gambar 5.
1999-2002 • Sanitasi, Pipanisasi, health campaign • Funding : YLKI (1998) • Depkes (1998) • SDC/Swiss Development and Cooperation (1998 – 1999)
(Era Gender) • Advokasi Perempuan • Fuding : YBKS – NZAID (1998 – 2001) • PKM/CRP/Community Recovery Programme (2001 – 2002), Cordaid Netherlands (2002-2005)
• Kredit Ekonomi Mikro • Funding : • DAP Australian Embassy (2003) • KIA (2004) • Cordaid Netherlands (2002-2005) • CRS (1999-2005) • ICCO and Kerkin Actie Netherlands (2006) • Finland Embassy (2004-2007) • NZODA (2002-2007)
1997-2000
2001-2008
(Era lingkungan hidup)
(Era Ekonomi Mikro)
Gambar 6. Alur Lembaga Donor dan Pokok Kegiatan LKTS Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh LKTS juga tidak lepas dari lingkup kepentingan donor bila dikaitkan antara profil lembaga donor dengan kegiatankegiatan LKTS.
Misalnya organisasi seperti
Cordaid dan
CRS yang
berlatarbelakang katolik bermitra dengan LKTS dalam kegiatan-kegiatan yang bertema hak-hak sipil, pluraslisme dan hak-hak minoritas. Hal ini merupakan bentuk kepentingan seiring dengan eksistensi lembaga dan misi yang dibawa. 5.3.2 LPS Sistem pengelolaan dana di LPS menjadi tanggung jawab bendahara umum atas koordinasi dalam rapat mingguan. Secara umum LPS telah menetapkan 82
perencanaan anggaran tahunan sebagai platform pengelolaan keuangan. Berdasarkan pengalaman sumberdana yang bersifat tetap dan lebih pasti, pengelolaan keuangan berjalan konsisten dengan perencanaan. Sumber pendaan LPS yang mengandalkan derma lokal dengan penerimaan yang tetap dan cenderung bertambah menjadikan LPS mampu untuk tidak terlalu memikirkan masalah keuangan. Pengelolaan keuangan dalam perjalanan LSM ini juga cenderung konsisten. SJ (43) kordinator bidang pengembangan masyarakat LPS mengungkapkan mengenai rencana sistem pendanaan bagi LPS, sebagai berikut: LPS dalam jangka panjang berupaya mandiri dari donor, ini memang sulit. Tetapi perlu menjadi cita-cita. Dana-dana infaq dan shadaqoh itu kan visinya memberdayakan, jadi supaya nanti bisa menghidupi sendiri, sehingga manfaatnya bisa lebih banyak bagi orang lain. Kami mencanangkan adanya bidang produksi dan bisnis sejak tahun 2004. Bidang ini, kedepannya akan memberikan income bagi kami dan tentunya bagi masyarakat. Penelitian tanaman organik dan saprotan, saat ini sedang booming, orang beralih ke gaya hidup organik, peluang ini perlu kami respon dengan baik, karena bidang kami memang itu. Setelah hasil penelitian ini diterapkan di kelompok-kelompok masyarakat, tentu kami juga perlu mempersiapkan jalur pasarnya. Produkproduk yang kami hasilkan, seperti benih, pupuk, dan pestisida organik juga dibutuhkan dan potensial untuk laku dijual dipasaran. Sehingga ada dua strategi, pertama adalah menjual benih, pupuk dan pestisida ke pasar dan kedua, lewat petani yang kami bimbing dalam kelompok-kelompok tani, mereka bisa memproduksi hasil pertanian organik dan bisa memilih untuk dijual sendiri atau lewat kami. Tetapi saat ini fokus kami adalah melakukan proses edukasi bagi masyarakat. Mereka butuh bimbingan tidak sekedar dalam bercocok tanam, karena mereka tentu lebih pandai dalam hal bercocok tanam, tetapi kesadaran mengenai keberlanjutan pertanian, kelembagaan yang mereka harus bangun, dan jaringan petani yang saya kira akan sangat penting. Sehingga petani-petani ini bisa dengan mudah memperoleh kebutuhan mereka. LPS juga sangat konsen dalam menjembatani hubungan antara petani-petani binaan dengan pemerintah misalnya, walaupun support-nya belum kelihatan. Tetapi menteri pertanian pernah ke daerah petani binaan meninjau masa panen. Paling tidak memberikan motivasi bagi para petani untuk maju. Kelompok tani yang kami bina juga sudah mulai memiliki kekuatan politik ditingkat desa. Pada saat pemilihan kepala desa, kelompok tani-kelompok tani ini mendpatkan perhatian serius dari para calon. Karena jumlahnya banyak, aspirasi mereka juga didengarkan. Walaupun setelah terpilih, banyak janji yang dilupakan. Tetapi posisi tawar para petani juga meningkat dibanding sebeumnya.
83
Penjelasan di atas menjelaskan bahwa kemadirian finansia bagi LSM merupakan hal penting, kemandirian finansial akan memberikan ruang yang lebih luas bagi LSM untuk melakukan langkah-langkah yang independen. Masalah finansial yang dapat diatasi dengan baik, juga akan menyelesaikan kebutuhan-kebutuhan LSM terhadap kinerja dan staf yang dimilikinya. LPS dalam menjalankan agena pendanaan sejak tahun 2004 mulai membuka bidang bisnis, setelah dirasa produk yang dkembangkan oleh LPS dan KSM bisa dijual. Aspek inilah yang membuat LSM ini mulai mengembangkan orientasi pendanaan dari pendanaan dana masyarakat menjadi pendanaan mandiri.
Gambar 7. Alur Sumber dana dan Pokok Kegiatan LPS Untuk sistem pelaporan keuangan adalah dengan laporan tahunan yang di audit secara independen. Hasil rinci laporan dipublikasikan secara umum, dan khusus kepada donatur dikirimkan berkas laporan lengkap. 5.3.3 Ikhtisar Pengelolaan dan monitoring antara LKTS dan LPS agak berbeda dalam pelaksanaan kegiatan. LKTS mempunyai variasi kegiatan yang berupa kegiatan yang terikat dengan donor dan kegiatan yang tidak terikat oleh donor. Sehingga
84
untuk kegiatan yang terikat dengan donor, pengelolaan bersifat baku, sedangkan kegiatan yang bersifat tidak terikat lebih bebas. Berbeda dengan LPS yang tidak mengenal donor terikat dan tidak terikat. Bagi LPS dana yang ada adalah dana kegiatan yang akan dilaporkan, sehingga perencanaan pedanaan menjadi penting, tetapi juga memungkinkan adanya keluwesan saat pelaksanaan. Aspek keberlanjutan pendanaan juga menjadi perbedaan dari dua LSM ini. LKTS dengan dominasi donatur asing dalam kerangka proyek lebih terikat dengan pengelolaan dan pelaporannya, hal ini untuk keberlangsungan dan kepercayaan donor. Berbeda bagi LPS, keberlangsungan dana justru dilakukan di awal dengan kordinasi Dompet Duafa, dengan mengandalkan dana ZISWAF dengan konsekwensi yang lebih luwes. Matriks 1. Pengelolaan Dana LSM NO
Nama LSM
1
LKTS
2
LPS
Pengelolaan • • •
Terikat Donor Kreatifitas LSM Kreatifitas LSM
Publikasi Laporan keuangan • Terbatas • Umum • Umum
Sumber: Data diolah dari data sekunder (2008)
Dari Matriks 1. di atas dapat dilihat bahwa pengelolaan dana LKTS dilakukan dengan keterikatan pada donor dan kreatifitas LSM. Publikasi laporan keuangan LKTS dilakukan secara terbatas dan untuk umum. Pengelolaan dana LPS dilakukan dengan kreatifitas mereka dan terbuka untuk umum. 5.4 Adaptasi keberlangsungan LSM dalam Pendanaan Bagian yang juga cukup penting adalah pola menjaga keberlangsungan terutama bagi LSM. Pemikiran ini muncul karena berbagai pertimbangan kesadaran bahwa 85
lembaga donor asing tidak selamanya akan setia. Karena itu, perlu ada upaya alternative dan diversifikasi sumber dana untuk mengantisipasi rninimnya dana jika suatu saat mereka meninggalkan LSM. Demikian juga LSM yang menjalankan usahanya dari proyek-proyek donor. 5.4.1 LKTS Untuk mengantisipasi masalah pendanaan ini LKTS membuat perencanaan pendanaan sebagai berikut: 1.
Mengembangkan Jaringan Dana, dikembangkan dengan menjalin kerjasama dengan lebih banyak donor, pengusaha, dan LSM lain.
2.
Diversifikasi bidang garapan LSM, LKTS telah melakukan ini dengan mengembangkan bidang garapan yang pada awalnya fokus pada lingkungan hidup dan advokasi hak-hak perempuan mulai merambah ke sektor kredit mikro.
3.
Mempertahankan Donatur (Memperbaiki/mempertahankan servis), selama ini dilakukan dengan melakukan pelaporan tahunan secara berkala, dan pelaporan proyek pada tengah dan akhir proyek.
4.
Surplus
Kredit
Mikro,
Kredit
Pembiayaan
Masyarakat
pada
perkembangannya telah menghasilkan dana tetap dan cenderugn naik. Dari dana yang digulirkan 0.5% dana berputar dari KSM menjadi hak LKTS untuk operasional. Walaupun nilainya baru mencapai 3 juta rupiah pertahun, tetapi pada saat mendatang nilainya makin besar. 5.
Investasi, LKTS telah menggalang pembentukan lembaga pembiayaan masyarakat. Lembaga ini mirip dengan lembaga kredit yang ada, hanya difokuskan untuk anggota KSM dengan bunga dibawah bunga yang berlaku. Dari perguliran dana yang ada LKTS meyakini bahwa anggota KSM bisa dipercaya untuk mengelola dana ini. 86
5.4.2 LPS LPS juga meyakini pentingnya keberlangsungan LSM ini ditopang oleh keberlanjutan pendanaan. LPS lewat Dompet Duafa mengandalan edukasi kepada publik tentang pentingnya ZISWAF dengan pendekatan keagamaan, dan pentingnya penyelamatan lingkungan. Hal-hal yang dilakukan adalah: 1.
Kampanye Publik, Kegiatan ini bertujuan memberikan kesadaran publik tentang 2 (dua) hal yaitu pentingnya ZISWAF dan lingkungan hidup. Dengan kegiatan ini diharapkan minat masyarakat untuk berderma meningkat.
2.
Jaringan Dana, LPS lewat Dompet Duafa menjalin kerjasama dengan pusatpusat perbelanjaan, toko buku, bank, dan lembaga lain sebagai ‘outlet’ untuk mendekatkan pelayanan. Selain itu secara rutin LPS-DD juga memeberikan laporan berkala kepada para donatur, menggelar acara pengumpulan dana, dikelola oleh divisi marketing.
3.
Produksi dan Bisnis, LPS dengan melakukan penelitian dibidang pertanian organik telah menghasilkan produk pertanian ramah lingkungan. Produkproduk ini dijual secara umum, contoh produknya antara lain: Vitura (Sl-NPV gen II, pengendali hama ulat) atas permintaan, Virexi (Se-NPV gen II, pengendali hama ulat), VIR-L (Sl-NPV gen I, pengendali hama ulat), VIR-X (Sl-NPV gen I, pengendali hama ulat), OFER (Kompos), TOP SOIL (Media tanam), PASTI (botanical pesticide), Produk-produk yang masih dalam pengembangan (rancang bangun), NPS (Nematoda Pengendali Serangga), Tricoderma , Gliocladium , Pupuk Cair , Produk-produk Barang yang di pasarkan oleh LPS-DD diantaranya, Beras SAE (Beras Sehat, Aman, Enak), Vitura (Agen Pengendali Hayati), Virexi (Agen Pengendali Hayati), OFER (Kompos Berkualitas), TOP SOIL (Media Tanam Berkualitas), PASTI (insektisida hayati), Bio MENTARI (Pupuk Organik Cair), Produk-produk Jasa yang dipasarkan dan ditangani oleh LPS-DD diantaranya ; Pelatihan
87
Pertanian berbasis Pertanian Sehat (ramah lingkungan), Konsultasi Bidang Pertanian, Pengelolaan Kerjasama Penelitian dan Pengembangan. 5.4.3 Ikhtisar Usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan sumber pendanaan bagi LSM menjadi agenda penting. Kegiatan ini dilakukan untuk menjaga keberlangsungan LSM itu. Baik LKTS maupun LPS melakukannya secara intensif. Persamaannya adalah kegiatan-kegiatan alternatif untuk penggalangan dana. LKTS cenderung berorientasi pada mempertahankan dan menambah donor asing sementara LPS meningkatkan edukasi publik untuk mempertahankan dan menambah kesadaran berderma.
Matriks 2. Strategi LSM menjaga keberlangsungan Dana NO 1
2
Nama LSM LKTS
LPS
Strategi
Kegiatan
Mengembangkan Jaringan Dana Diversifikasi bidang garapan LSM Mempertahankan Donatur (Memperbaiki/mempertahankan servis) Surplus Kredit Mikro Investasi Kampanye Publik
Tender proyek, pengajuan program Membentuk sub bidang aktivitas Laporan berkala
Perluasan Jaringan Produksi dan Bisnis
Surplus perguliran dana KSM Pembiayaan Mikro Direct mail, publikasi media massa, membership, special event Perdirian Outlet di Mall, Swalayan, dll Penelitian dan pemasaran produk teknologi pertanian dan hasil pertanian organik
Sumber: Data diolah dari data sekunder (2008)
Dari Matriks 2. di atas dapat dilihat bahwa strategi LKTS dalam menjaga keberlangsungan diversifikasi
dana bidang
adalah
dengan
garapan
mengembangkan
LSM,
jaringan
mempertahankan
dana, donatur
88
(memperbaiki/mempertahankan servis), surplus kredit mikro dan investasi. Kegiatan yang diimplementasikan dari strategi tersebut adalah berupa tender proyek dan pengajuan program, membentuk sub sidang aktivitas, laporan berkala dan surplus perguliran dana KSM serta pembiayaan mikro. Strategi LPS dalam menjaga keberlangsungan dana adalah dengan kampanye publik, perluasan jaringan serta produksi dan bisnis. Kegiatan yang diimplementasikan dari strategi tersebut adalah direct mail, publikasi media massa, membership dan special event, perdirian outlet serta penelitian dan pemasaran produk teknologi pertanian dan hasil pertanian organik.
89