Seminar Keselamatan Nuklir 2 -3 Agustus 2006
ISSN: 1412 - 3258
ASPEK FINANSIAL DEKOMISIONING INSTALASI NUKLIR Oleh: Akhmad Khusyairi, Moendi Poernomo Badan Pengawas Tenaga Nuklir Jl Gajah Mada no 8 Jakarta
ABSTRAK Aspek Finansial Dekomisioning Instalasi Nuklir. Setelah berakhirnya masa operasi instalasi nuklir, khususnya Reaktor Nuklir, tindakan selanjutnya yang harus dilakukan adalah dekomisioning. Besar kecilnya instalasi sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya biaya dekomisioning. Terdapat 4 kelompok besar biaya dalam kegiatan dekomisioning, diantaranya; Ongkos Pekerja/buruh, Modal bahan dan perlengkapan, Ongkos/ biaya lain misalnya: legal fee, pajak, dan lain-lain. serta biaya lain yang tak terduga. Mengingat besarnya biaya dekomisioning yang diperlukan, perlu dilakukan estimasi biaya dan pemilihan/penentuan metode pembiayaan sebelum dilakukan dekomisioning, terdapat 3 metode estimasi diantaranya; Order of Magnitude Estimate, Budgetary Estimate dan Definitive Estimate. Sedangkan metode pembiayaan yang telah dikenal, terdapat tiga metode yang dapat digunakan, antara lain; Prepayment, External Sinking Fund dan Metode jaminan (asuransi). Kata kunci : dekomisioning, aspek pendanaan, instalasi nuklir
ABSTRACT Financial Aspects of Nuclear Installation Decommissioning. As soon as the operation of nuclear installation is over, especially Nuclear Reactor, the next stage that should be taken is decommissioning. In this case, size of installation has a big role to the account of the fund in decommissioning towards four fugue groups in it, they are: labor, capitals equipment and material, expenses and contingency. Knowing the fact that this project needs large cost, it should be taken the stage of cost estimation and the method of decommissioning funding toward three methods of cost estimation, in which it encompasses : order of Magnitude estimate, Budgetary Estimate and Definitive Estimate. While the available funding method toward three methods which are applied, involving Prepayment, External sinking fund and security method (assurance). Keyword: decommissioning, financial aspects, nuclear installation
241
Seminar Keselamatan Nuklir 2 -3 Agustus 2006
ISSN: 1412 - 3258
I PENDAHULUAN Latar Belakang Apabila suatu instalasi nuklir telah mencapai akhir masa manfaatnya maka instalasi itu tidak akan dioperasikan lagi (shut-down) dan kemudian dilakukan dekomisioning. Pertimbangan dari keputusan untuk menghentikan operasi dapat berbagai macam, misalnya tidak ekonomis lagi apabila pengoperasian itu diteruskan, biaya perawatan dan perbaikan yang diperlukan agar instalasi itu tetap aman (safe) bagi pekerja, masyarakat dan lingkungan terlalu besar, sehingga secara ekonomis akan rugi kalau terus diperthankan. Lain halnya kalau pengoperasian suatu instalasi nuklir dilakukan tidak atas dasar pertimbangan ekonomis, walaupun dari segi safety harus dipertimbangkan pula, misalnya suatu instalasi yang dibangun untuk keperluan pendidikan dan latihan yang dilakukan oleh Pemerintah. Selama segi keselamatan masih dapat dipertahankan maka tidak ada urgensi untuk melakukan dekomisioning. Secara global, didunia ini terdapat 441 PLTN yang beroperasi per April 19971 dan lebih banyak lagi reaktor penelitian. Banyak daripadanya yang sudah mendekati akhir masa manfaatnya. Keputusan untuk menghentikan beroperasinya instalasi nuklir selain atas dasar manfaat ekonomi dan keselamatan, masih ada lagi kemungkinan, yaitu anggapan bahwa tenaga nuklir terbukti tidak layak lagi sebagai sumber energi alternatif. Lebih dari pada itu terdapat berbagai alasan politis yang memaksa untuk menutup suatu instalasi nuklir, seperti yang terjadi di Swiss dan Swedia. Di Swedia misalnya suatu referendum yang dilakukan pada tahun 1980, menghasilkan keputusan bahwa pada tahun 2010 tidak boleh ada lagi PLTN di Swedia Pertimbangan lain kemungkinan dekomisioning adalah dalam hal terjadi kecelakaan (premature decommissioning) Indonesia yang saat ini baru memiliki 3 reaktor riset, tidak mempunyai alasan mendesak untuk mempertimbangkan penghentian operasi reaktor tersebut. Reaktor riset yang ada di Bandung yang sudah berumur lebih dari 40 tahun tidak akan didekomisioning, bahkan pada tahun 1999 di upgrade menjadi 2 MW. Pengertian
1
Nuclear Engineering International, Vol. 42 No.515 June 1997
242
Seminar Keselamatan Nuklir 2 -3 Agustus 2006
Pada
prinsipnya
dekomisioning
ISSN: 1412 - 3258
adalah
kegiatan
yang
dilakukan
untuk
membersihkan instalasi nuklir yang sudah dihentikan operasinya, dibongkar, sehingga tidak ada lagi bahaya radiasi pada instalasi itu. IAEA merumuskan dekomisioning sebagai : “the action taken at the end of an useful life of a facility in retiring from service with adequate regard for the health and safety of workers and member of the public” (SS 105, 1990). Amerika Serikat (US NRC), merumuskan dekomisioning sebagai “to remove (as a facility) safely from surface and reduce residual radioactivity to a level that permits release of the property for an unrestricted use and termination of the license” (Section 50.2 CFR, 10 Part 50). Kedua definisi itu walaupun tidak menyebut lingkungan, yang harus dilindungi demi kepentingan sekarang maupun yang akan datang, tidak berarti lingkungan tidak diperhatikan. Inggris mendefinisikan dekomisioning sebagai “the whole process which follows the reactor final shut-down and includes defuelling, dismantling plant and building, transport of waste material to authorized disposal sites, and site clearance” (Nathalie Horbach and Erick Hanenburg, Legal Aspects of the Decommissioning of Nuclear Facilities: A Comparative View, NLB 58, Dec.1996. Indonesia
mendefinisikan
dekomisioning,
sebagai
:
“suatu
kegiatan
untuk
menghentikan beroperasinya reaktor nuklir secara tetap, antara lain, dilakukan pemindahan bahan bakar nuklir dari teras reaktor, pembongkaran komponen reaktor, dekontaminasi, dan pengamanan akhir” (UU No.10 th 1997)
•
Hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa dekomisioning bukanlah aktivitas pembongkaran sederhana yang sama dengan pembongkaran pembangkit listrik konvensional dan fasilitas industri lainnya.
•
Bagaimanapun kegiatan dekomisiong selalu harus ditujukan pada keselamatan masyarakat dan lingkungan terhadap bahaya radiasi
•
Istilah dekomisioning ini relatif baru, dan baru muncul sekitar 20 tahun yang lalu. setelah orang mulai berfikir bahwa setelah instalasi nuklir habis masa manfaatnya, lalu apakah akan ditinggalkan begitu saja ?
•
Apa jaminanannya, agar pada waktu yang akan datang saat perlunya dilakukan dekomisioning cukup tersedia dana untuk membiayai kegiatan itu dan secara teknis dapat dilakukan.
II. PROSEDUR DEKOMISIONING
243
Seminar Keselamatan Nuklir 2 -3 Agustus 2006
ISSN: 1412 - 3258
Perencanaan dekomisioning Pekerjaan dekomisioning suatu instalasi nuklir perlu direncanakan karena ada radiasi di dalamnya. Segera setelah suatu instalasi nuklir mendekati akhir masa manfaatnya, pemilik instalasi harus mempersiapkan pemindahan zat radioaktif dan zat-zat berbahaya lainnya. Tujuan perencanaan dekomisioning pertama-tama adalah memanage resiko. Resiko yang tidak hanya berasal dari radiasi saja, tetapi juga resiko terhadap bahaya yang berasal dari bahan berbahaya dan beracun serta resiko mekanis (misalnya bangunan ambruk). Tujuan kedua adalah memperkecil limbah yang terjadi, dan limbah yang terjadi itu menimbulkan masalah pengelolaan, bisa sulit dan mahal biayanya, khususnya limbah transuranik. Tujuan ketiga adalah memperkecil biaya dekomisioning. Terdapat banyak metoda untuk memanage resiko yang berasal dari instalasi, dan memilih salah satu, perencana harus mempertimbangkan biaya dan perbandingan antara biaya dan manfaat. Manfaat dari tindakan pengurangan resiko ini meningkat dengan meningkatnya usaha yang dilakukan dan dana yang dikeluarkan. Terdapat beberapa alternatif atau tahapan dekomisioning yang dapat diambil :
A. Penyimpanan aman (safestorage = SAFSTOR), yaitu instalasi nuklir ditempatkan dan dipertahankan pada kondisi yang memungkinkan dan disimpan secara aman dan selanjutnya didekontaminasi. Ini disebut juga sebagai dekontaminasi yang ditunda, sampai pada tingkat tertentu sehingga dapat dilepaskan dan dapat digunakan secara bebas.
B. Pengungkungan (ENTOMBMENT), yaitu metoda bahwa kontaminan radioaktif dikungkung di dalam struktur suatu bahan yang dapat bertahan lama, misalnya beton. Bangunan pengungkung dipertahankan dan diawasi secara terus menerus sampai zat radioaktif di dalamnya meluruh sampai suatu tingkat yang memungkinkan untuk dilepas tanpa pembatasan.
C. Dekontaminasi (DECON) , yaitu peralatan, bangunan dan bagian dari instalasi serta tapak yang ada radioaktifnya dipindahkan atau didekontaminasi sampai suatu tingkat yang memungkinkan barang-barang itu dilepas untuk dapat digunakan lagi tanpa pembatasan segera setelah selesai pekerjaan. Berbagai alternatif itu dievaluasi terhadap kriteria yang sudah disepakati, termasuk biaya, pengurangan resiko terhadap masyarakat dan lingkungan setelah dekomisioning, kesesuaian hasil akhir dengan lingkungan sekitar, resiko terhadap pekerja yang melaksanakan dekomisioning, dan volume limbah yang timbul dibandingkan dengan barang-barang yang dapat digunakan lagi atau yang dibuang.
244
Seminar Keselamatan Nuklir 2 -3 Agustus 2006
ISSN: 1412 - 3258
Rencana dekomisioning merupakan dokumen yang diperlukan Badan Pengawas yang menggambarkan metode yang akan dipakai dalam pekerjaan dekomisioning instalasi nuklir. Peraturan dan pedoman dekomisioning. Dewasa ini sudah banyak peraturan dan Pedoman mengenai dekomisioning diterbitkan, khususnya negara-negara besar yang banyak mempunyai instalasi nuklir yang sudah waktunya masa manfaatnya berakhir. Peraturan mengenai dekomisioning ini dapat dibagi dalam tiga kategori2 Pertama, peraturan yang secara langsung mengatur masalah dekomisioning, seperti pemindahan zat radioaktif untuk mengurangi risiko di kemudian hari. Kedua, peraturan yang memberikan perlindungan terhadap pekerja dan anggota masyarakat terhadap radiasi selama pekerjaan dekomisioning berlangsung. Ketiga, peraturan yang berlaku terhadap bahan berbahaya dan beracun yang ada dalam instalasi itu. Badan Pengawas mengatur dan melaksanakan perizinan bahan nuklir untuk keselamatan anggota masyarakat dan lingkungan. Badan Pengawas mengeluarkan peraturan dan serangkaian standar bagi pemegang izin dan melakukan inspeksi terhadap pelaksanaan peraturan. Sebagai pelaksanaan
UU No.10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, telah
diterbitkan PP No.27 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif. Sedangkan RPP tentang Perizinan Reaktor Nuklir masih dalam tahap penyelesaian untuk menjadi PP. Peraturan ini akan memberikan dasar hukum bagi penetapan
kewajiban kepada
pengusaha instalasi nuklir untuk menyediakan dana dekomisioning sebelum mendapatkan izin operasi. Atas dasar PP itu nantinya segera akan diterbitkan Pedoman tentang Pelaksanaan Dekomsioning.
III. PENGOLAHAN LIMBAH Pengelolaan limbah dalam hubungannya dengan dekomisioning berkaitan dengan pengolahan, conditioning , penanganan, pengangkutan dan pembuangan3 . Limbah yang terjadi akibat pekerjaan dekomisioning, terdapat dalam berbagai bentuk, cair, padat, dan kemungkinan gas seperti tritium dan uap lainnya. Dalam proses pengelolaan limbah harus dipatuhi peraturan keselamatan yang berlaku. Kemudian diikuti dengan usaha untuk memperkecil volume bahan-bahan yang harus dibuang, membatasi mobilitas radionuklida
yang ada di dalam limbah, atau
Nuclear Law Bulletin No.23, OECD/NEA, June 1979. h. 63-67 IAEA, “Decommissioning of Nuclear Facilities. Decontamination, Disassembly and Waste Management”, Technical Report Series No.230, Vienna, 1993. 2 3
245
Seminar Keselamatan Nuklir 2 -3 Agustus 2006
ISSN: 1412 - 3258
memilah-milah limbah sesuai dengan jenis radiasi yang dikandungnya (mengandung radiasi alfa atau tidak, termasuk limbah tingkat rendah, sedang atau tinggi). Beberapa ketentuan yang terdapat dalam UU No.10 Tahun 1997 dan PP No.27 Tahun 2002 dapat dipakai sebagai pedoman dalam pengelolaan limbah radioaktif .
a. Pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan untuk mencegah timbulnya bahaya radiasi terhadap pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan (Ps. 22 ayat 1 UU). Istilah pengelolaan dalam Undang-undang itu diterangkan sebagai pengumpulan, pengelompokan, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan atau pembuangan limbah radioaktif. Jadi pembuangan adalah ujung akhir dari proses pengelolaan limbah. Istilah pembuangan itu sendiri dapat disalahartikan dengan membuang limbah radioaktif begitu saja ke tempat pembuangan sampah. Pengelolaan limbah dilaksanakan oleh Badan Pelaksana (Ps.23 Ayat 1 UU) . Ini berarti tempat pembuangan atau penyimpanan dimiliki atau dikelola oleh Badan Pelaksana, yang dalam hal ini adalah Pusat Teknologi Pengelolaan Limbah Radioaktif BATAN di Serpong b.Badan Pelaksana menyediakan tempat penyimpanan limbah lestari (Ps25 ayat 1 UU). Tempat penyimpanan ini adalah tempat yang akan digunakan untuk menyimpan terutama limbah radioaktif tingkat tinggi dan bahan bakar bekas. Limbah radioaktif yang terjadi akibat pekerjaan dekomisioning, khususnya bahan bakar bekas nantinya akan disimpan di tempat ini. Bahan bakar nuklir bekas dilarang diolah oleh penghasil limbah (Ps.19 ayat 1 PP No. 27 Tahun 2002) Tempat itu harus dicari dan menjadi tanggung jawab Badan Pelaksana, serta memerlukan persetujuan DPR (Ps.25 ayat 2). c. Penyimpanan limbah dikenakan biaya, yang besarnya ditentukan dengan Peraturan Pemerintah (UU No.10 Tahun 1997 yo UU No.20 Tahun 1997 ). Limbah aktivitas > 6 Ci per buah ditetapkan sebesar Rp. 1.977.000,- (PP No.16 Tahun 2001). Pada tahun 70-an kepedulian manusia terhadap lingkungan bersih, menghasilkan satu konvensi internasional yang penting di penghujung tahun 1972, yaitu ”Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and Other Matter”. Konvensi ini mulai berlaku 30 Agustus 1975, dan pada 31 Juli 1990 sudah 65 negara yang meratifikasi dan/atau mengaksesi. Konvensi ini memetapkan daftar bahan yang di “blacklist”, sama sekali dilarang dibuang di laut karena dianggap sangat berbahaya, temasuk di dalamnya limbah radioaktif tingkat tinggi.
IV. DEKONTAMINASI DAN PEMBONGKARAN
246
Seminar Keselamatan Nuklir 2 -3 Agustus 2006
ISSN: 1412 - 3258
Dekontaminasi adalah bagian utama dari dekomisioning. Tujuannya untuk mengurangi radiasi, potensi zat radioaktif yang terlepas dan terhisap, atau pemanfaatan kembali komponen yang masih bisa di pakai. Terdapat 2 kategori cara atau peralatan dekontaminasi, yaitu kimia dan mekanik. Pembongkaran (dismantling) adalah proses selanjutnya setelah dilakukan dekontaminasi, dimana semua fasilitas maupun bangunan sipil dibongkar.
V. PENGELOLAAN LIMBAH Dalam pelaksanaan dekomisioning tidak terlepas dari pengelolaan limbah diantaranya
meliputi
pengolahan,
conditioning,
penanganan,
pengangkutan
dan
pembuangan. Dalam pengelelolaan limbah faktor keselamatan harus diperhatikan, memperkecil volume, memisahkan limbah sesuai dengan jenis radiasi yang dikandungnya. Pengelolaan limbah dilaksanakan oleh Badan pelaksana (Ps.23 ayat 1 UU 10/97). Badan Pelaksana menyediakan tempat penyimpanan limbah lestari (Ps.25 ayat 1). Penyimpanan limbah dikenakan biaya (Ps. 26). Pada awal pemanfaatan tenaga nuklir (1946) pembuangan LRTR sudah menjadi kebiasaan. Kemudian tahun 70-an karena kepedulian manusia terhadap lingkungan bersih, kemudian dibuat Konvensi Internasional (Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of Wastes and Other Matter, m.b. 30 Aguatus 1975). Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan dekomisioning antara lain Proteksi terhadap pekerja, Proteksi terhadap lingkungan dimana kontaminan yang terlepas ke lingkungan agar tetap dalam batas yang ditetapkan.
VI. BIAYA DEKOMISIONING INSTALASI NUKLIR 1. Metode Perkiraan biaya Pembiayaan merupakan faktor penting. Kalau biaya itu tidak diperkirakan dari sekarang maka pada waktu dekomisioning tidak akan tersedia biaya, dan akibatnya kegiatan dekomisioning yang akan dilakukan beberapa puluh tahun kemudian sejak instalasi nuklir beroperasi pertama kali, tidak akan dapat dilakukan. Sekali keputusan mengenai dekomisioning diambil, maka harus dipersiapkan rencana teknis secara detail. Rencana ini dipakai sebagai dasar untuk membuat perkiraan secara terinci. Pengalaman selama melakukan perbaikan dan pemeliharaan instalasi nuklir dapat digunakan untuk pekerjaan dekomisioning dan dapat dipakai untuk memperkirakan efisiensi. Pada umumnya dekomisioning bersifat padat karya (labour intensive), oleh karena itu perkiraan biaya tenaga kerja sangat penting. Namun demikian adanya ketidakpastian,
247
Seminar Keselamatan Nuklir 2 -3 Agustus 2006
ISSN: 1412 - 3258
karena dapat dilakukan puluhan tahun kemudian, mungkin sekali tidak dapat dihindarkan dalam membuat perkiraan ini. Perkiraan biaya dekomisioning dapat dilakukan dari beberapa metoda diantaranya :
a. perkiraan besaran (order magnitude estimate), perkiraan ini dibuat tanpa dukungan teknis detail, secara umum, sehingga akurasinya - 30% s/d +50%
b. perkiraan anggaran (budgetary estimate), perkiraan ini didasarkan pada data tertulis tanpa data teknis rinci, akurasinya - 15% s/d +30%.
c. perkiraan pasti (definitive estimate), perkiraan didasarkan pada data proyek detail, sehingga tingkat akurasinya - 5%s/d +15% 2. Penggolongan biaya Komponen biaya dekomisioning dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok besar diantaranya : 1. Ongkos Pekerja/buruh 2. Modal bahan dan perlengkapan
3. Ongkos/biaya lain misalnya : legal fee, pajak, dll. 4. Biaya lain yang takterduga. 3. Faktor menentukan perkiraan biaya dekomisioning Dari kajian yang dilakukan di Negara OECD4 (Organization for Economic Cooperation
and
Development),
di
Eropa
disimpulkan
bahwa
perkiraan
biaya
dekomisioning di berbagai Negara Eropa ternyata sangat bervariasi. Hal itu disebabkan oleh faktor hukum dan institusional, teknis dan ekonomis. Untuk instalasi yang sama bisa berbeda kalau instalasi itu terletak di Negara atau wilayah yang berbeda.nKegiatan itu pada umumnya diawasi dalam bentuk perizinan, agar instalasi memenuhi persyaratan perlindungan terhadap anggota masyarakat dan lingkungan. Tanggung jawab pemegang izin secara yuridis tidak berakhir dengan ditutupnya instalasi, melainkan terus bertanggung jawab sampai instalasinya tidak membahayakan anggota masyarakat maupun lingkungan, atau sampai lokasi itu dapat dilepas tanpa pembatasan. Bagaimana tanggung jawab pemilik instalasi setelah izin operasi berakhir diatur menurut peraturan perundang-undangan Negara
yang bersangkutan.
Ada
yang
mempersyaratkan agar pembongkaran segera dilakukan setelah instalasi berhenti operasi dan lokasi harus dikembalikan menjadi hijau kembali. Ada pula yang menentukan bahwa jadwal dekomisioning ditentukan oleh pemilik dan batas waktu pembongkaran ditentukan oleh badan pengawas. Peraturan dapat menetukan pembatasan melakukan optimasi dalam rencana dekomisioning, dan oleh karena itu dapat mempengaruhi biaya.
4
Op.cit.h.25 dstnya.
248
Seminar Keselamatan Nuklir 2 -3 Agustus 2006
ISSN: 1412 - 3258
Di Jepang, pengertian dibongkar adalah dalam jangka waktu 5 – 10 tahun setelah tidak beroperasi. Kalau di AS ditentukan agar pembongkaran harus selesai dalam waktu 60 tahun setelah berhenti operasi. Tanpa ketentuan khusus pemilik instalasi dapat mengatur tanggungjawabnya bagaimana dia mengungkung radioaktif secara aman. Dalam situasi semacam itu pemilik instalasi dapat memilih strategi dekomisioning yang menggabungkan antara kepentingan keselamatan denghan keadaan keuangan perusahaan dan rencana strateginya. 4. Kerangka pengaturan Peraturan ini dapat mempengaruhi sekali cara pekerjaan dekomisioning dilakukan. Selain dampak radioalogi, dekomisioning dapat menimbulkan akibat terhadap lingkungan dan masyarakat di sekitar instalasi. Peraturan dapat dikeluarkan untuk mengendalikan akibat ini, misalnya dapat dipersyaratkan agar semua gedung dihancurkan, meskipun dari segi radiologi hal ini tidak diperlukan. Faktor pertimbangan sosial dan penerimaan masyarakat (public acceptance) dapat mempengaruhi strategi yang dipilih untuk pekerjaan itu. Peraturan menghendaki agar penilaian dilakukan tehadap apa yang disebut “acceptable”
secara sosial maupun lingkungan, mengingat rentang waktu panjang yang
dampaknya perlu diatur. Dalam hal ini peranan publikasi ICRP sangat penting untuk dapat digunakan dan dimengerti semua pihak. Mengenai nilai batas pembebasan (exemption limit), perlu ditentukan dalam peraturan, sehingga aktivitas suatu zat yang lebih kecil dari batas yang ditentukan itu akan terbebas dari pengawasan. Apabila rencana dekomisioning meliputi pembongkaran semua
komponen dan bangunan, terutama nilai batas
pembebasan akan mempengaruhi biaya penanganan limbah dan pembuangan, dan juga mempengaruhi cara pembongkaran dilakukan. Apabila pembongkaran direncanakan terbatas hanya pada bagian yang radioaktif saja, pengaruhnya terhadap biaya pembongkaran akan sangat besar sekali. Nilai batas yang rendah akan menimbulkan masalah pengukuran dan verfikasi. 5. Lingkup perkiraan Dekomisioning adalah semua kegiatan yang dimulai setelah operasi dihentikan dan dimaksudkan untuk menempatkan instalasi pada kondisi yang tidak membahayakan keselamatan dan kesehatan pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan. Oleh karena itu perkiraan biaya itu seharusnya sesuai dengan pengertian itu. Lingkup perkiraan yang dibuat di Kanada, Swedia dan Inggris5 , untuk reaktor magnox dan Advanced Gas Cooled Reactor (AGR) biaya untuk mengeluarkan bahan baker (defuelling) merupakan 5 sampai 10% dari keseluruhan biaya. Biaya penelitian dan pengembangan jangka panjang ada juga yang dimasukandalam perkiraan itu. Begitu juga dengan biaya manajemen dan administrasi termasuk biaya personil. Perbedaan dalam lingkup ini banyak bergantung pada apa yang dianggap sebagai dekomisioning. Negara5
Op.cit. h.33
249
Seminar Keselamatan Nuklir 2 -3 Agustus 2006
ISSN: 1412 - 3258
negara seperti Kanada, Jerman, Spanyol, Swedia dan Inggris memasukan semua biaya yang diperlukan untuk membawa lokasi instalasi kembali menjadi padang hijau. Jepang memasukan dalam perkiraan, pembongkaran gedung kecuali auxiliary building dan lantai gedung reaktor. Finlandia dan AS menentukan bahwa yang masuk dalam biaya hanya bagian-bagian yang dipandang radioaktif dan pengelolaan limbah radioaktif serta pembuangannya. Ruang lingkup pekerjaan mungkin dapat ditentukan dalam peraturan. Namun kadang-kadang persyaratan yang diinginkan tidak dapat ditentukan secara tepat, tetapi kondisi kembali menjadi padang hijau dapat dipakai sebagai patokan. 6. Strategi dekomisioning Sebagaimana disebutkan terdapat dua pendekatan utama terhadap dekomisioning instalasi nuklir, yaitu semua pekerjaan pembongkaran dilakukan segera setelah penghentian operasi, atau pembongkaran dilakukan secara bertahap yang dapat berselang jangka waktu panjang yang memungkinkan radioaktivitas pada beberaspa bagian dari instalasi itu meluruh menjadi rendah. Dalam praktek pilihan ini tergantung pada peraturan. Apakah peraturan mewajibkan agar segera melakukan pembongkaran, kalau tidak maka akan dipilih cara lain. Kalau peraturan tiak mengaturnya, pilihan strategi akan didasarkan pada pertimbangan teknik dan ekonomi. Perlu memperkecil jumlah limbah dan paparan radiasi. Penundaan selama beberapa puluh tahun akan menurunkan radioaktivitas yang sangat berarti, dan akan memudahkan pekerjaan dan menurunkan jumlah limbah radioaktif. Selain itu pembongkaran yang ditunda membantu pengurangan biaya dan memberikan waktu untuk menyiapkan program perencanaan dan pengembangan dekomisioning. Strategi dekomisioning ini semata-mata tidak ditentukan secara ekonomis. Menurut perkiraan pembongkaran tertunda
dapat menurunkan dosis kolektif pekerja
dekomisioning 20 – 30%. Oleh karena itu kalau mengikuti prinsip ALARA maka penurunan ini menjadi alasan kuat untuk memilih strategi penundaan. Adanya tenaga kerja terampil dan pendapat masyarakat sangat penting. 7. Faktor ekonomi Walaupun pekerjaan dekomisioning dikakukan dengan menggunakan robot atau peralatan otomatis lainnya, dapat dikatakan biasanya dekomisioning adalah suatu pekerjaan yang
padat karya. Ada
tidaknya
tempat
penyimpanan
akhir,
harus
diperhitungkan. Biaya ini tergantung pada cara penyimpanannya, apakah pada formasi geologi yang dalam atau hanya pada permukaan. Biaya pengelolaan limbah secara keseluruhan bergantung pada pembungkusan, pengangkutan dan biaya yang mungkin diperlukan untuk pengolahan awal untuk mengurangi volume limbah.
250
Seminar Keselamatan Nuklir 2 -3 Agustus 2006
ISSN: 1412 - 3258
VII. PENGATURAN BIAYA DEKOMISIONING DI BEBERAPA NEGARA 1. Amerika Serikat US-NRC sudah mengeluarkan peraturan dan pedoman dekom PLTN. Selambatlambatnya 5 tahun sebelum instalasi ditutup secara tetap, perusahaan harus mengajukan preliminary plan Final plan harus diajukan 1 tahun sebelum izin operasi berakhir; atau 2 tahun setelah terjadi penghentian operasi sebelum waktunya (premature shut-down)
•
PIN oleh NRC diminta untuk menyisihkan dana dekomisioning. Dana ini statusnya tidak berada di bawah kendali langsung perusahaan dan tidak dapat dipakai untuk keperluan lain selain dekomisioning.
•
NRC mengevaluasi dan menyetujui dekom PLTN dan IN lainnya, kasus demi kasus berdasarkan pedoman teknis.
Contoh :
•
PLTN Shoreham (849 MW) menjalani uji coba dengan daya rendah tidak lebih dari 5% dayanya selama 2 tahun.
Juni 1987 ditutup, karena diprotes penduduk
setempat dan ditentang oleh Gubernur New York. Persiapan dekom 1989 dengan mengambil bahan bakar. Selesai dalam 21 bulan, biaya sebesar $ 186 juta.
•
Fort St. Vrain PLTN ini 330 MW mulai beroperasi 1973, menggunakan teknologi GCR. Karena unjuk kerjanya tidak baik maka masa manfaat reaktor dihentikan
sebelum
waktunya pada tahun 1989, dan 1992 didekomisioning. Awal 1996, dekom selesai dikerjakan, biaya diperkirakan sebesar $ 189 juta. NRC menghentikan operasi PIN, Public Service Colorado pada akhir 1996. PLTN Shoreham dan Fort St Vrain menggunakan pendekatan tahap dekon (DECON).
•
NRC pada tahun 1986 mempersyaratkan, perusahaan harus mempunyai dana sekurang-kurangnya $ 105 juta untuk pekerjaan dekom reaktor jenis PWR; dan $ 135 juta untuk dekom reaktor jenis BWR.
•
Tahun 1994, banyak perusahaan menaikan perkiraan dana dekom berkisar antara $ 300 – 400 juta.
•
Kenaikan disebabkan oleh faktor: biaya pembuangan limbah, biaya tenaga kerja, keperluan penyimpanan bahan bakar bekas di lokasi, dan biaya pemulihan lokasi tidak berkaitan dengan nuklir.
•
Dalam praktek dekom di AS terdapat jaminan keuangan (financial assurance) yang dilakukan menurut salah satu cara diantaranya:
251
Seminar Keselamatan Nuklir 2 -3 Agustus 2006
•
ISSN: 1412 - 3258
Pembayaran di muka (prepayment); pembayaran sebelum mulai operasi ke dalam rekening terpisah dari kekayaan pemegang izin dan di luar kendali administrasi pemegang izin;
•
Metoda Jaminan (security method), asuransi atau metoda jaminan lainnya; dalam bentuk kontrak atau L/C yang menjamin dekomisioning
•
External sinking fund; pendepositan dana sekurang-kurangnya setahun sekali, dipadukan dengan metoda jaminan atau asuransi; dana ini dibentuk dan dipelihara dengan cara menyisihkan, berkala, dalam rekening terpisah dari aset pemegang izin; nantinya dana cukup untuk membiayai dekomisioning
•
Dalam hal pemegang izin Pemerintah Federal atau Negara Bagian, dalam bentuk pernyataan kehendak (statement of intent) yang memuat perkiraan biaya dekomisioning dan menunjukan bahwa ada dana untuk itu. Dalam hal PIN perusahaan listrik, maka caranya adalah salah satu dari 3 cara di
•
atas. 2. Swiss Ada ketentuan tegas bahwa pemilik PLTN yang sudah berhenti operasi diwajibkan membayar biaya dekomisioning dan pembuangan limbah, karena hal ini bukan merupakan kewajiban negara
•
Beznau I, PWR, 350 MWe, operasi 1970, perkiraan biaya dekom 130 juta Sfr, biaya dekom setelah 40 tahun operasi 306 juta Sfr;
•
Gosgen, PWR, 940 MWe, operasi 1988, perkiraan biaya dekom 225 juta Sfr, biaya dekom setelah 40 tahun operasi 713 juta Sfr.
•
Leibstadt, BWR, 990 MWe, operasi 1984, perkiraan biaya dekom 230 juta Sfr, biaya dekom setelah 40 tahun operasi 845 juta Sfr
Peraturan perundang-undangan Swiss menentukan bahwa pendanaan dekomisioning dan pembongkaran PLTN yang sudah tidak beroperasi disediakan dalam suatu dana independen di luar perusahaan pengoperasi Beberapa ciri dana dekomisioning Swiss
•
Tujuan: menumpuk dana, selama jangka waktu beroperasinya PLTN, untuk membiaya dekomisioning instalasi itu.
•
Solidaritas: mengandung unsur solidaritas, karena tidak pastinya biaya dekontaminasi. Tiap instalasi harus bayar premi, jumlah yang terkumpul akan digunakan untuk biaya dekomisioning dan pembongkaran
•
Seandainya dana yang terkumpul tidak cukup, maka dana dari instalasi lain dapat diambil untuk dekomisioning dan pembongkaran;
252
Seminar Keselamatan Nuklir 2 -3 Agustus 2006
•
ISSN: 1412 - 3258
Dikombinasi dengan kewajiban terhadap Pemilik instalasi lain untuk membayar kontribusi tambahan
•
Kewajiban kontribusi terdiri atas : 1. kontribusi tahunan selama operasi; 2. kontribusi pada saat dekomisioning; 3. kontribusi tahunan setelah dekomisioning.
Jumlah kontribusi dihitung menurut : 1. perkiraan biaya dekomisioning dan pembongkaran; 2. perkiraan biaya penyimpanan limbah secara permanen 3. Swedia Hasil referendum tahun 1980, rakyat Swedia setuju menutup semua PLTN di Swedia. Parlemen Swedia memutuskan bahwa semua reaktor sudah berhenti operasi 2010, yaitu dengan asumsi masa manfaat paling tidak telah mencapai 25 tahun
•
Keputusan itu diambil karena hilangnya kepercayaan terhadap keselamatan nuklir setelah terjadi kecelakaan PLTN Three Mile Island di AS tahun 1976.
•
Kecelakaan Chernobyl tahun 1986 semakin menambah keyakinan mereka dan mendorong parlemen Swedia mengusulkan dekomisioning 2 PLTN pada pertengahan tahun 90-an.
•
Menurut perundang-undangan di Swedia biaya ujung akhir daur bahan bakar nuklir (back-end of the nuclear fuel cycle) termasuk dekomisioning PLTN harus ditanggung pemilik instalasi. Oleh karena itu ditetapkan pungutan terhadap listrik untuk membiayai dekomisioning di kemudian hari. Dana yang terkumpul disimpan di Bank Nasional Swedia.
•
Setiap pemilik reaktor mempunyai dana sendiri.
•
Pungutan tersebut dilakukan sepanjang reaktor masih beroperasi
•
Administrasi dana ini dilaksanakan oleh the National Board for Spent Fuel, SKN
VIII. KESIMPULAN 1. Reaktor nuklir mempunyai masa manfaat terbatas, setelah tidak ekonomis lagi untuk dioperasikan maka reaktor harus didekomisioing. Puluhan PLTN bahkan ratusan reaktor riset yang sudah didekomisioning dan dibongkar, agar lokasinya dapat digunakan lagi.
2. Dekomisioning juga dapat terjadi kalau instalasi mengalami kecelakaan parah, atau pertimbangan lain (keselamatan/ ditolak) Tahapan dekomisioning
253
Seminar Keselamatan Nuklir 2 -3 Agustus 2006
ISSN: 1412 - 3258
Penyimpanan dengan pengawasan (safstor atau mothballing). Instalasi tidak dioperasikan lagi, tinggal izin kepemilikan saja (possession only license). Tahap ini sekitar 5 tahun
Pengungkungan atau entombment. Semua peralatan dan gedung, di luar teras reaktor dan dinding penahan radiasi dibongkar
Penggunaan tidak dibatasi (unrestricted site use). RN sudah dibongkar seluruhnya, semua benda yang radioaktif sudah dipindahkan dan lokasi sudah dapat digunakan untuk keperluan lain. Tidak perlu lagi inspeksi dan pemonitoran
3. Diperlukan peraturan untuk mengatur kegiatan dekomisioning. Peranan Badan Pengawas sangat penting
4. Permohonan izin dekomisioning memuat uraian tentang rencana dekomisioning, perkiraan biaya dan pengaturan mengenai masalah keuangan yang diperlukan
5. Terdapat berbagai metoda pembiayaan yang berbeda :
Prepayment, dana dibayar sebelum beroperasi, disimpan dalam rekening terpisah dari pemilik instalasi, hanya dapat ditarik untuk keperluan dekomisioning
External sinking fund, dana dikumpulkan bertahun-tahun, berasal dari persentasi biaya listrik yang dibayar konsumen. Dana disimpan di luar kendali pemilik instalasi
Metoda jaminan, asuransi, atau metoda jaminan lainnya Jaminan ini dibeli oleh pemilik instalasi untuk menjamin biaya dekontaminasi, juga seandainya perusahaan bangkrut
Dari berbagai metoda ini prepayment nampak lebih baik, karena sebelum IN diberi izin operasi untuk pertama kali, sejak awal pemegang izin sudah diperingatkan adanya kewajiban penting di masa yang akan datang, sehingga harus diperhitungkan sejak sekarang
254
Seminar Keselamatan Nuklir 2 -3 Agustus 2006
ISSN: 1412 - 3258
DISKUSI DAN TANYA JAWAB Penanya: Hendra Subekti ( BAPETEN ) Pertanyaan:
a.Faktor apa yang paling dominan dalam menentukan ( memberikan kontribusi ) paling besar dalam biaya dekomisioning? b.Metode Pembiayaan apa yang paling cocok untuk diterapkan di Indonesia? Jawaban: a.Faktor yang paling dominan dalam menentukan biaya dekomisioning:
Ongkos pekerja/ buruh
Modal bahan dan perlengkapan
Ongkos/ biaya lain misalnya: legal fee, pajak, dll.
Biaya lain yang tak terduga.
b.Metode yang paling cocok Mengingat kondisi perekonomian di Indonesia, terdapat beberapa kemungkinan yang paling (sesuai dengan urutan prioritas) dapat digunakan di Indonesia diantaranya:
External sinking fund: Metode ini dapat digunakan dengan mempertimbangkan faktor besarnya investasi, sehingga diharapkan biaya investasi tidak telalu besar, tetapi biaya dekomisioning ini dibebankan pada harga listrik.
Prepayment: metode ini dapat digunakan untuk menjamin kepastian ketersediaan dana dalam pelaksanaan dekomisioning, konsekuensinya investasi menjadi besar.
Metode jaminan, asuransi atau metode jaminan lainnya jaminan. Sampai saat ini di Indonesia belum ada pihak/ perusahaan asuransi yang menangani tentang dekomisioning. Jadi metode ini belum bisa dilaksanakan di Indonesia. Penanya: Irwanuddin ( SPbGPU ST. Petersburg Russia ) Pertanyaan:
a.Mengapa dalam pengamatan aspek finansial pada instalasi nuklir harus didasarkan pada perbandingan dengan negara lain? Padahal dalam instalasi nuklir terdapat perbedaan sistem dan jenis instalasi antara berbagai negara. Jika untuk indonesia apakah akan sama dengan negara-negara yang disebutkan, jika dengan melihat aspek geografi dan kultur, sosial dan ekonomi ataupun yang lain? Jawaban:
255
Seminar Keselamatan Nuklir 2 -3 Agustus 2006
ISSN: 1412 - 3258
a.Seperti halnya pembangunan instalasi nuklir yang masih minim kandungan lokal, dekomisioning juga sampai saat ini masih memerlukan peralatan sebagian besar di impor dari negara lain dan serta komponen pekerjaan yang hampir sama dengan negara lain, hal ini merupakan faktor yang paling signifikan dalam perkiraan biaya dekomisioning. Penanya: Sri Nitiswati ( PTRKN – BATAN ) Pertanyaan:
a.Dalam menentukan strategi dekomisioning yaitu ”seketika” atau ”tunda’ (bertahap) siapa yang menentukan strategi dekomisioning ini? Pengusaha instalasi nuklir atau Badan Pengawas? Jawaban: a.Stategi Dekomisioning ditentukan oleh pemerintah, dalam hal ini Badan Pengawas harus menentukan strategi mana yang harus digunakan dalam dekomisioning instalasi nuklir indonesia. Penanya: Syahrir ( BATAN ) Pertanyaan:
a.Strategi pembiayaan dekomisioning ini apakah arahnya ke penentuan biaya untuk tiap jenis instalasi nuklir atau semacam guidence berisi persyaratan dan komponen kegiatan yang harus ditangani?
b.Apakah material clearence merupakan bagian dari komponen biaya. 80% material PLTN didekomisioning bisa di clearence? Jawaban:
a.Aspek perkiraan biaya dekomisioning ini merupakan suatu pedoman tentang persyaratan dan komponen kegiatan yang harus ditangani oleh PIN ( Pengusaha Instalasi Nuklir ) dan metode pembiayaan yang akan digunakan. b.Salah satu kegiatan dalam pekerjaan dekomisioning adalah dekontaminasi dan salah satu tujuan dari dekontaminasi adalah untuk memanfaatkan kembali material yang bisa digunakan serta melepaskan ke lingkungan material yang memenuhi persyaratan untuk dilepas.
256
Seminar Keselamatan Nuklir 2 -3 Agustus 2006
ISSN: 1412 - 3258
Penanya: P. Ilham Y ( PTNBR – BATAN ) Pertanyaan: Salah satu skema pembiayaan untuk dekomisioning adalah cara pembayaran dimana (prepayment). Dengan mengingat bahwa Pengusaha Instalasi Nuklir (PIN) adalah yang menentukan dekomisioning, maka: a.Kepada siapa PIN harus membayar? b.Apa saja yang harus dibayar? Jawaban:
a.Sampai saat ini di Indonesia belum ditentukan kepada siapa PIN harus membayar, tetapi pemerintah Indonesia dapat menunjuk pihak ketiga tempat menyimpan dana dekomisioning dan dana ini hanya dapat digunakan untuk keperluan dekomisioning saja, pihak yang dapat ditunjuk misalnya; bank central, perusahaan asuransi. b.Sesuai dengan komponen/ kelompok biaya dalam dekomisioning a.l.:
Ongkos pekerja/ buruh
Modal bahan dan perlengkapan
Ongkos/ biaya lain misalnya: legal fee, pajak, dll.
Biaya lain yang tak terduga.
Penanya: Amil Mardha ( BAPETEN ) Pertanyaan:
a.Kajian yang dilakukan Bapak Khusairi, bagaimana bila/ bisakah diterapkan di Indonesia. Atau menurut anda metode mana yang bisa? b.Bagaimana bila terjadi pengalihan izin, dimana pemegang izin sudah mengeluarkan/ menyetor dananya namun menjelang dekomosioning pemegang izin berubah. Bagaimana pendapat anda? Jawaban:
a.Metode yang paling cocok , mengingat kondisi perekonomian di Indonesia, terdapat beberapa kemungkinan yang paling (sesuai dengan urutan prioritas) dan dapat dimungkinkan di Indonesia di antaranya:
External sinking fund: Metode ini dapat digunakan dengan mempertimbangkan faktor besarnya investasi, sehingga diharapkan biaya investasi tidak telalu besar, tetapi biaya dekomisioning ini dibebankan pada harga listrik.
257
Seminar Keselamatan Nuklir 2 -3 Agustus 2006
ISSN: 1412 - 3258
Prepayment: metode ini dapt digunakan untuk menjamin kepastian ketersediaan dana dalam pelaksanaan dekomisioning, konsekuensinya investasi menjadi besar.
Metode jaminan, asuransi atau metode jaminan lainnya jaminan. Sampai saat ini di Indonesia belum ada pihak/ perusahaan asuransi yang menangani tentang dekomisioning. Jadi metode ini belum bisa dilaksanakan di Indonesia.
b.Bila terjadi pengalihan ijin, pengelolahan biaya dekomisioning diluar kendali PIN (Operator) sehingga bila terjadi pengalihan izin, maka seharusnya tidak terpengaruh pengalihan izin. Untuk metode Prepayment, bila mana pengalihan izin merupakan suatu bentuk penjualan aset, seharusnya PIN lama memperhitungkan hal ini sebagai bagaimana dari aset.
258