BAB IV RENCANA PROGRAM PENGEMBANGAN SANITASI YANG SEDANG BERJALAN 4.1. Visi dan Misi Sanitasi Kota. 4.1.1. Visi Pembangunan AMPL Kab. Bima Melalui Lokakarya AMPL Tahun 2007 disepakati visi pembangunan sektor AMPL berbasis masyarakat di Kabupaten Bima adalah: “Terpenuhinya Kebutuhan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL)
masyarakat Kabupaten Bima Tahun 2015” Kata “Terpenuhinya kebutuhan AMPL” menunjukkan pembangunan AMPL akan mampu mencapai kondisi masyarakat yang sehat sebagai salah satu syarat tercapainya kesejahteraan masyarakat yang ditandai dengan terpenuhinya kebutuhan air minum
80 % dan penyehatan lingkungan (sanitasi dasar) 85%
dari total kebutuhan masyarakat sampai dengan Tahun 2015.
Didalamnya
terkandung upaya untuk mencapai kondisi tersebut dengan kemampuan sendiri dari sisi pengelolaan baik fisik maupun non fisik dengan tetap mengutamakan kualitas hasil pembangunan yang dicapai. Sejalan dengan hal tersebut, salah satu target Millenium Development Goals (MDGs),
adalah
mengurangi
separuh
proporsi
penduduk
tanpa
akses
berkelanjutan pada air minum yang aman dan sanitasi dasar sebelum akhir 2015. Dengan angka dasar cakupan Air minum (air bersih yang dapat diolah untuk menjadi air minum) Tahun 2009 sebesar 51,8%, maka diharapkan sampai dengan Tahun 2015 dapat dicapai target cakupan air minum (bersih) sebesar 80%. Sementara itu cakupan jamban keluarga per tahun 2009 adalah sebanyak 85.713 atau sebesar 73,69%. Dengan demikian sampai dengan tahun 2015 target yang ingin dicapai adalah 95%.
4.1.2. Misi Pembangunan AMPL Misi yang dicanangkan dalam melaksanakan pembangunan AMPL adalah: 1. Memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana air minum dan sanitasi yang memadai. 2. Mengubah perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat 3. Mengupayakan
terpenuhinya
kebutuhan
pasokan
air
baku
secara
berkelanjutan untuk layanan air minum 4. Memperkuat kapasitas pengelola sarana AMPL di tingkat masyarakat (KPP/UPS) 4.2. Strategi Penanganan Sanitasi Kota. Strategi penanganan sanitasi di Kabupaten Bima dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat
2.
Meningkatkan pelayanan persampahan
3.
Meningkatkan kapasitas dan fungsi drainase kota
4.
Meningkatkan
sarana
dan
prasarana
lingkungan
perumahan
dan
permukiman di wilayah Kabupaten Bima 5.
Berkurangnya luas dan lama genangan air yang disebabkan banjir dan rob.
6.
Meningkatkan
kualitas
dan
kuantitas
penanganan
pengendalian
pencemaran dan kerusakan lingkungan. 7.
Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan.
8.
Meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan kawasan permukiman.
9.
Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Setelah mengetahui kondisi eksisting kualitas sanitasi dan kesehatan lingkungan di setiap kawasan, melalui beberapa studi, untuk kemudian menetapkan prioritas penanganan sanitasi di tiap-tiap kawasan tersebut. Penetapan strategi penanganan sanitasi ini melalui tahapan-tahapan yaitu: Analisis faktor Lingkungan Internal dan Eksternal Kabupaten Bima berkaitan dengan potensi dan kendala pengembangan penanganan Sanitasi kota;
Menyusun beberapa alternatif strategi yang dapat dikembangkan di Kabupaten Bima Menetapkan strategi sanitasi jangka menengah Kabupaten Bima Strategi penanganan sanitasi ini mencakup beberapa strategi sektoral dan subsektor seperti drainase lingkungan, drainase kota, persampahan, air limbah, keterlibatan swasta, monev dan penganggaran/kemampuan pembiayaan. 4.3. Rencana Peningkatan Pengelolaan Limbah Cair/Domestik 1.
Penerapan program pemasaran sanitasi / sanitation marketing plan dalam penanganan masalah limbah cair Kab. Bima
2.
Pemerintah Kab. Bima perlu membuat off site system (Sewerage System) untuk pengelolaan air limbah.
3.
Membangun dan perbaikan MCK Komunal lingkungan dengan basis masyarakat
4.
Pemanfaatan tinja sebagai biogas sehingga dapat menjadi sumber energi alternatif pengganti bahan bakar untuk masyarakat
5.
Pembangunan Instalasi Pengolahan Limbah terpadu (IPLT) sebagai bagian dari upaya penanganan sanitasi yang aman terhadap lingkungan
6.
Pendanaan untuk pengelolaan Lumpur tinja dapat ditingkatkan sehingga bisa diminimalisir permasalahan lingkungan sebagai akibat dari buruknya penanganan limbah cair
4.3.1. Sistem Terpusat (Offsite System) Sampai saat ini Kabupaten Bima belum memiliki sistim pengolahan limbah cair rumah tangga dengan sistim terpusat (off site). Melihat dari implementasi Sistim terpusat di kota lain misalnya maka ke depan perlu dipikirkan untuk dapat menyediakan cakupan pelayanan penanganan air limbah rumah tangga maupun air limbah industri dengan Sistim terpusat. Mungkin tidak terpusat pada satu tempat, namun terpusat dalam skala kecamatan atau beberapa
kecamatan sebagai percontohan. Sehingga setiap bagian wilayah kota dapat ditempatkan satu Sistim terpusat. Walaupun Sistim ini akan jauh lebih mahal namun Sistim terpusat ini memiliki keunggulan yaitu kemudahan terutama dalam kontrol penanganan, monitor dan evaluasi.
4.3.2. Sistem Sanimas Sistim sanimas yang dikenalkan pertama-tama di Indonesia ini akan menjadi terkenal ke seluruh dunia karena PBB akan mengadopsi Sistim ini kepada 124 negara anggota-nya, karena dinilai cukup sukses dan mudah untuk replikasi. Sistim ini digunakan untuk pengolahan limbah rumah tangga yang dilakukan oleh masyarakat pada wilayah tertentu, mengelola sanitasi secara bersamasama. Disebut juga pengolahan limbah yang berbasis pada masyarakat (SANIMAS) yaitu dengan membuat pengolah limbah rumah tangga secara komunal. Meskipun Sistim ini belum pernah diuji coba di Kab. Bima namun pengalaman daerah lain menunjukan bahwa kesulitan implementasi di masyarakat adalah kendala ketersediaan lahan, terutama di permukiman kumuh perkotaan, termasuk pada kawasan pinggiran sungai.
Sehingga pilihan strategi untuk
meningkatkan kualitas sanitasi, khususnya untuk pengelolaan limbah tinja, memerlukan penanganan yang terpadu, yaitu penataan kawasan. Pada kawasan
yang
sering
tergenang,
tidak
menutup
kemungkinan
untuk
menyediakan sanimas dua lantai, dimana lantai satu digunakan untuk penempatan tangki septik sedangkan lantai dua untuk fasilitas toilet. Model ini sudah diterapkan di kawasan pesisir pantai di Jakarta. 4.3.3. Sistim Setempat (Onsite System) Pelayanan air limbah di kawasan permukiman akan menggunakan system on-
site dengan septic tank, sehingga diperlukan dalam pengelolaannya truk tangki tinja untuk mengangkut lumpur tinja ke instalasi IPLT. Untuk memperkirakan kebutuhan pelayanan air limbah ini dipergunakan beberapa standar sebagai berikut:
-
Volume tinja domestik (perumahan) Daya tampung 1 unit truk tinja Tingkat pelayanan
= =
65 ltr/jiwa/thn atau 0,000015 ltr/jiwa/hari 8 m3
=
80%
Berdasarkan standar tersebut, maka perkiraan kebutuhan septiktank dan jumlah tangki truk tinja yang diperlukan adalah Tabel 4.1 Perkiraan Kebutuhan Truk Tangki Tinja untuk Perumahan Swadaya Tahun 2009 dan 2014 2010 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kecamatan
Wera Ambalawi Wawo Sape Lambu Langgudu Lambitu Belo Palibelo Woha Monta Parado Madapangga Bolo Donggo Soromandi Sanggar Tambora Jumlah
2014
Kebutuhan Septiktank
Kebutuhan Truk Tinja kapasitas 2m3
Kebutuhan Septiktank
Kebutuhan Truk Tinja kapasitas 2m3
735 1.853 3.932 3.810 1051 588 3.351 1.281 1.949 1.704 3.390 1.634 422 835 541 547 1.487 1.420
0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0
972 1.881 4.977 3.981 1.732 978 4.430 1.685 2.955 1.860 4.980 2.204 541 1.272 589 582 1.702 1.914
0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 1
22.649
6
28.649
11
Sumber : hasil perhitungan dan analisis, 2007
Dari asumsi-asumsi di atas, maka dapat diperkirakan pula bahwa setiap harinya total volume limbah domestik yang masuk ke IPLT adalah sejumlah volume lumpur tinja per harinya. Selain itu dapat diperkirakan pula bahwa Kabupaten Bima hingga tahun 2013 membutuhkan 10 unit truk tangki tinja (asumsi truk tangki tinja dapat mengangkut volume 8 m3). Sistim pembuangan air kotor, pada prinsipnya terbagi atas dua macam Sistim: pertama Sistim pembuangan mandiri (individual system), yang dikenal dalam bentuk septic tank dan sejenisnya.
kedua Sistim pembuangan bersama (communal system), yang dikenal dalam bentuk: WC.Umum (MCK), saluran pembuangan (sewerage system), septic tank individual dengan peresapan ke sumur peresapan dan sejenisnya. Kondisi yang ada di Ibukota Kabupaten Bima masih menggunakan Sistim yang pertama dan sebagian penduduk juga masih memanfaatkan aliran air yang lain. Rencana penanganan pembuangan air kotor di Ibukota Kabupaten Bima ini bisa dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: a. Air Kotor dari Kamar Mandi, Dapur dan Cucian Besarnya volume buangan diperkirakan sebesar 80% dari kebutuhan air bersih rumah tangga. Dengan demikian dapat diperkirakan volume limbah cair/air kotor di Ibukota Kabupaten Bima adalah sebagai berikut: Air kotor ini dibuang ke sumur peresapan pada masing-masing rumah, setelah melalui bak pengendap/alat penyaring pada masing-masing rumah. Bak
pengendap/alat
penyaring
ini
diperlukan
agar
bahan-bahan
padat/kotoran (sisa-sisa makanan, pasir dan lain-lain) yang terbawa air kotor bisa tertahan di bak pengendap tersebut. b. Air Kotor dari WC/kakus. Air kotor ini disalurkan ke tanki septik, kemudian dialirkan ke sumur peresapan. Pada penggunaan sumur peresapan, volume/ukuran dan konstruksi tanki septik harus benar-benar bisa memproses air kotor selama 3 hari sebelum dialirkan ke sumur peresapan. Jarak sumur peresapan dengan sumur sumber air bersih harus dijaga agar air bersih tidak tercemar oleh air kotor. Jarak ini tergantung pada arah aliran air tanah dan jenis tanahnya, bila arah aliran air kotor dari sumur peresapan menuju ke sumber airbersih maka jarak harus semakin jauh. Untuk tanah yang mengandung pasir jarak antara sumur peresapan dan sumber air bersih relatif bisa lebih dekat. Pada umumnya jarak minimum yang paling aman adalah 10 m. Untuk daerah pemukiman yang sudah padat, nantinya dapat digunakan Sistim peresapan bersama dengan kapasitas pelayanan tiap sumur peresapan untuk 10 keluarga.
Sementara pencanangan pengelolaan limbah cair pada Wilayah Kabupaten Bima dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4.2 Pencanangan Pengelolaan Limbah Cair Kabupaten Bima NO.
BWK
Lingkungan
Penduduk Tahun 2007
Air Limbah
1
BWK1
1,1
0
-
1,2 1,3
3,027 6,675
339,024 747,600
1,4
13,133
1,470,896
1,5 1,6 Jumlah
13,409 331 36,575
1,501,808 37,072 4,096,400
2
BWK2
3
BWK3
2,1
892
99,904
2,2 2,4 2,5
4,123 4,013 2,713
461,776 449,456 303,856
2,6
3,249
363,888
Jumlah 3,1 3,2 3,3 3,4 3,5 Jumlah
20,798 4,857 448 311 2,888 8,504
2,329,376 543,984 50,176 34,832 323,456 952,448
Jumlah
65,877
7,378,224
Bangunan Pengolahan
Waduk Penampungan
4 Unit
1.200 m3
2 Unit
700 m3
1 Unit
300 m3 2.200 m3
Sumber :RPIJM,2010-2014
c.
Limbah cair dari Industri Limbah cair yang berasal dari industri diwajibkan untuk menyediakan Sistim pengolahan air limbah sebelum dibuang ke sungai atau saluran yang berada di wilayah perencanaan. Industri yang berskala besar sebelum beroperasi harus menyertakan dokumen Amdal maupun UKL/UPL, agar tidak terjadi penurunan daya dukung lingkungan di Ibukota Kabupaten Bima.
4.4. Rencana Peningkatan Pengelolaan Sampah (Limbah Padat). Rencana penempatan lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Ibukota Kabupaten Bima terletak di Desa Keli dengan luas 5,986 Ha Pola pelayanan persampahan yang cukup sesuai adalah dengan menggunakan pola pengumpulan dan pengangkutan secara komunal, dengan tingkat
pelayanan minimal 75%. Beberapa standar yang digunakan dalam menghitung volume timbunan sampah akibat berkembangnya kegiatan permukiman antara lain: Tingkat pelayanan
= 75% - 90%
Timbulan sampah domestik
= 2,28 ltr/jiwa/hari
Gambaran volume timbunan sampah sebagai akibat berkembangnya kegiatan permukiman dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel. 4.3 Perkiraan Kebutuhan Pelayanan Persampahan untuk Perumahan Swadaya Tahun 2010 dan 2014 No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kecamatan
Wera Ambalawi Wawo Sape Lambu Langgudu Lambitu Belo Palibelo Woha Monta Parado Madapangga Bolo Donggo Soromandi Sanggar Tambora Jumlah
2010 TPS Gerobak Truk Kontaine Sampak Terbuka r Besi 1m3 7 m3 10 m3 1 0 0 2 1 0 6 3 1 6 3 1 2 1 0 0 0 0 6 3 1 2 1 0 3 2 0 2 1 0 6 3 1 2 2 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 0 2 1 0 43 22 4
Dump Truck 8 m3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2014 TPS Armroll Gerobak Truk Dump Armroll Kontainer Truck Sampah Terbuk Truck Truck Besi 10 m3 1m3 a 7 m3 8 m3 10 m3 10 m3 0 2 0 0 0 0 0 2 2 0 0 0 0 8 5 2 1 0 0 6 3 2 1 0 0 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 3 2 1 0 0 2 2 0 0 0 0 5 2 1 0 0 0 2 2 0 0 0 0 8 5 2 1 0 0 3 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 0 0 0 0 3 2 0 0 0 0 54 30 9 4 0
Sumber : Hasil Perhitungan Dan Analisis, 2007
Tabel. 4.4 Proyeksi Jumlah TPA dan TPS Tahun 2031 NO 1 2 3 8 9 4 10
KECAMATAN Wawo Sape Lambu Langgudu Lambitu Monta Parado
TPS 17 54 21 22 10 22 10
TPA 1
1
5 6 7 11 12 13 14 15 16 17 18
Woha Belo Palibelo Bolo Madapangga Donggo Soromandi Sanggar Tambora Wera Ambalawi Jumlah
60 22 25 34 20 16 12 12 10 21 12 400
1
1 1 5
Sumber : Hasil Rencana, 2010
Tabel 4.5 Rincian Proyeksi Jumlah TPS Tahun 2016 Kebutuhan TPS Tahun 2016 No
Kecamatan
Jumlah Penduduk
Jumlah KK
3 Kg/KK
Industri (10%-50%)
Perkantoran (10%-60%)
Sosial Ekonomi (10%-60%)
Jumlah
TPS/ 1500 Kg
1
Ambalawi
17,588
3,518
10,553
2,111
1,055
1,055
14,774
10
2
Belo
24,570
4,914
14,742
4,423
2,948
5,897
28,010
19
3
Bolo
39,709
7,942
23,825
8,339
3,574
7,148
42,886
29
4
Donggo
16,315
3,263
9,789
2,937
2,937
3,916
19,578
13
5
Lambitu
6,088
1,522
4,566
2,283
2,740
2,740
12,328
8
6
Lambu
38,876
6,479
19,438
1,944
972
3,888
26,241
17
7
Langgudu
39,578
6,596
19,789
3,958
1,979
1,979
27,705
18
8
Mada Pangga
30,964
6,193
18,578
1,858
1,858
2,787
25,081
17
9
Monta
34,493
6,899
20,696
2,070
2,070
2,070
26,905
18
10
Palibelo
24,133
4,827
14,480
7,240
3,620
5,792
31,132
21
11
Parado
8,868
1,774
5,321
2,128
2,128
2,660
12,238
8
12
Sanggar
12,038
2,408
7,223
3,611
2,167
2,167
15,168
10
13
Sape
57,503
11,501
34,502
15,526
6,900
10,351
67,279
45
14
Soromandi
8,859
1,772
5,315
2,658
3,189
3,189
14,352
10
15
Tambora
12,622
2,524
7,573
3,029
757
757
12,117
8
16
Wawo
16,468
3,294
9,881
3,952
2,964
3,952
20,750
14
17
Wera
30,026
6,005
18,016
4,504
1,802
1,802
26,123
17
18
Woha
45,479
9,096
27,287
10,915
15,008
21,830
75,040
50
JUMLAH
464,180
90,525
271,574
83,484
58,668
83,978
497,704
332
Sumber Data RTRW Thn 2011-2031
Sebaran lokasi dan kriteria TPST, dan/atau TPA ditentukan berdasarkan persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah melalui SNI Nomor 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah, dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Kondisi saat ini penyebaran penduduk di Kabupaten Bima tidak begitu merata. Sebagian besar masyarakat tinggal di daerah pusat kota. Sehingga jika peletakan TPS didasarkan pada luas wilayah, hal ini tidak menguntungkan. Terutama karena di daerah pedesaan yang masih memiliki lahan kosong cukup luas, masyarakat biasanya membuang sampah di lahan-lahan kosong tersebut. Untuk itu alternatif ke dua yaitu peletakan TPS berdasarkan jumlah timbulan sampah untuk wilayah yang dilayani. 4.5. Rencana Peningkatan Pengelolaan Saluran Drainase Lingkungan. Hingga Tahun 2013, diperkirakan Kabupaten Bima membutuhkan tambahan jaringan drainase sepanjang 433,74 Km, yang terletak di kedua sisi jaringan jalan. Secara rinci per kecamatan mengenai prediksi kebutuhan tambahan pelayanan drainase permukiman dijelaskan dalam Tabel 4.5. Tabel 4.6 Perkiraan Kebutuhan Jaringan Drainase untuk Perumahan Swadaya Tahun 2010 dan 2014 No. 1 2 3 4 5 6 7
Kecamatan Wera Ambalawi Wawo Sape Lambu Langgudu Lambitu
2010 2014 Panjang Luas Saluran Panjang Luas Saluran Saluran (km) (ha) Saluran (km) (ha) 6,35 0,38 8,72 0,52 12,53 0,75 13,81 0,83 30,32 1,82 43,77 2,63 30,10 1,81 32,81 1,97 9,51 0,57 11,32 0,68 3,88 0,23 4,78 0,29 27,51 1,65 37,30 2,24
No.
Kecamatan
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Belo Palibelo Woha Monta Parado Madapangga Bolo Donggo Soromandi Sanggar Tambora Jumlah
2010 2014 Panjang Luas Saluran Panjang Luas Saluran Saluran (km) (ha) Saluran (km) (ha) 9,81 0,59 14,85 0,89 17,49 1,05 23,55 1,41 12,04 0,72 14,60 0,88 29,90 1,79 41,80 2,51 14,34 0,86 18,04 1,08 2,22 0,13 3,41 0,20 6,35 0,38 8,72 0,52 3,41 0,20 3,89 0,23 3,47 0,21 3,82 0,23 11,87 0,71 13,02 0,78 10,20 0,61 17,14 1,03 241,30 14,46 315,35 18,92
Sumber : hasil perhitungan dan analisis, 2007 RP4D
Rencana dalam mengatasi penambahan limpasan air hujan pada Bagian Wilayah Kota (BWK), maka diperlukan adanya kolam – kolam penampungan yang berfungsi melindungi wilayah terbangun (permukiman, pusat perkantoran) dan Sistim
drainase
wilayah
secara
terpadu
(polder/bendungan
pengendali).
Kebutuhan kolam penampungan disesuaikan dengan kondisi topografi wilayah dengan dengan hasil hitungan berikut. Tabel 4.7 Kebutuhan Kolam Penampungan (Bendali) Wilayah
BWK 1
BWK 2
Lingkungan
CH
Koeff
Durasi
Qlimp
D
Luas Bendali
(m2)
(mm/hari)
Run Off
(jam)
(mm3/jam)
(m)
(m2)
1.2
2,021,473.66
70.1875
0.3
3
5320.5818
0.5
10,641.16
1.3
2,855,555.94
70.1875
0.3
3
7515.9125
0.5
15,031.82
1.4
3,387,175.80
70.1875
0.3
3
8915.1526
0.5
17,830.31
1.5
3,100,806.20
70.1875
0.3
3
8161.4188
0.5
16,322.84
1.6
2,241,697.39
70.1875
0.3
3
5900.2176
0.5
11,800.44
2.1
4,155,400.71
70.1875
0.3
3
10937.145
0.5
21,874.29
2.2
2,762,963.69
70.1875
0.3
3
7272.2068
0.5
14,544.41
2.3
2,164,377.10
70.1875
0.3
3
5696.7082
0.5
11,393.42
2.4
1,200,844.93
70.1875
0.3
3
3160.6614
0.5
6,321.32
500,000.00
70.1875
0.3
3
1316.0156
0.5
2,632.03
2.5
3,765,749.73
70.1875
0.3
3
9911.571
0.5
19,823.14
2.6
2,490,663.79
70.1875
0.3
3
6555.5049
0.5
13,111.01
3.1
7,053,809.64
70.1875
0.3
3
18565.847
0.5
37,131.69
Pusat Perkantoran
BWK 3
Luas lahan
Sumber : Hasil Analisis, 2007
Keterangan: CH : Curah Hujan D : Kedalaman kolam penampungan (Bendali = Bendungan pengendali)
4.5.1 Kebijakan Pengembangan Drainase Untuk membuat suatu program dan prioriatas pembangunan saluran drainase, terlebih dahulu harus dilihat kebijakan Rencana Umum Tata Ruang. Saluran drainase air hujan secara fisik sebagian sudah hanya kondisi dan kemampuan menyalurkan air hujan masih perlu ditingkatkan lagi. Pada umumnya menyalurkan air hujan masih perlu ditingkatkan lagi. Pada umumnya saluran drainase air hujan bercampur juga dengan saluran air limbah rumah tangga. Selain saluran – saluran air tersebut, saluran drainase kota juga memanfaatkan saluran irigasi yang kemudian dibuang ke sungai. Dengan demikian pengembangan jaringan drainase air hujan perlu didukung oleh kebijaksanaan sebagai berikut : Perlindungan terhadap sungai – sungai yang mengalir di wilayah kota sebagai saluran induk tempat penampungan air hujan dari semua jaringan drainase primer kota, sehingga perlu dijaga kelestariannya. Saluran drainase yang mempunya
pungsi koleksi bila digunakan pula
sebagai saluran irigasi yang mempunyai fungsi distribusi, dan sebaliknya harus memenuhi syarat – syarat teknis yang dapt ditetapkan oleh pihak – pihak berwenang. Perlu
dibuat
Outfall
yang
lebih
banyak
menuju
sungai
dengan
mempertimbangkan topografi wilayah, sehingga air hujan secepatnya tersalurkan ke sungai dan memperkecil kemungkinan terjadinya genangan. Pembangunan dan pengembangan jaringan drainase harus mampu mengallirkan air hujan dengan sesuai kapasitas Saluran Drainase yang telah ada ditingkatkan fungsinya menjadi lebih baik. Dengan mempertimbangkan hal – hal pokok seperti tersebut diatas, maka strategi pengembangan jaringan drainase air hujan adalah : 1. Perlindungan terhadap sungai yang berfungsi sebagai saluran drainase induk dilakukan dengan jalan menggunakan wilayah sungai sebagai satuan wilayah pengelolaan dengan memandang pengelolaan sungai diwilayah kota harus memperhatikan dan merupkan bagian dari pengelolaan wilayah
sungai dari hulu hingga hilir beserta lingkungannya sebagai satu kesatuan system. 2. Pembangunan dan pengembangan saluran drainase yang berfungsi pula sebagai saluran harus tetap memiliki fungsi utama saluran pemutusan kawasan dengan tetap menjamin saluran tersebut memiliki akses drainase yang jelas, yang dilengkapi dengan katup – katup pengatur pemutusan, serta mengutamakan pola alur saluran yang menuju sungai sebagai saluran induk sependek mungkin. 3. Pembangunan pengembangan saluran drainase, termasuk peningkatan saluran drainase yang telah ada mempertimbangkan prinsip – prinsip bahwa :
Saluran harus di buat sependek mungkin agar mampu menyalurkan air hujan secepatnya mungkin ke saluran pembuangan.
Saluran dihindakan kerusakannya akibat adanya erosi dan kecepatan maksimum aliran didalam badan saluran.
Saluran harus terjamin bersih dengan konstruksi yang memiliki mekanisme “SELF CLEANING”
pada kecepatan minimum baik pada
daerah slope maupun datar.
Saluran harus mampu menampung kapasitas air hujan pada periode ulang banjir yang diperkirakan dengan melihat kapasitas drainase terakhir sesuai dengan situasi pembangunan dan kepadatan daerah permukiman.
Sistim drainase pada khususnya diarahkan dengan menggunakan pola sebagai berikut : 1. Air limpasan mengalir secara gravitasional dari catchment area ke saluran – saluran drainase, baik itu saluran drainase lahan, perkotaan maupun drainase jalan. Dari saluran – saluran tersebut air dialirkan secara gravitasional ke badan penerima air (sungai). Sistim ini dapat diberlakukan untuk daerah yang berada cukup jauh dari badan penerima air, misalnya daerah permukiman, perkotaan, perdagangan dan lain – lain.
2. Untuk daerah sekitar sungai, air limpasan dapat mengalir secara langsung ke badan penerima air ( sungai ). 5.1.2
Prioritas Pembangunan Saluran Drainase Kabupaten Bima
Hasil Review Master Plan Sistim Drainase Tahun 2002, yang mencakup analisis layout, analisis hidrologi serta analisis hidrolika dan perencanaan, memberikan kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut : 1. Saluran alami yang dijadikan sebagai penerima debit limpasan adalah saluran irigasi yang terdapat di daerah perencanaan. 2. Analisis layout saluran drainase menghasilkan peta – peta sebagai berikut : 1). Peta dasar a. Peta saluran drainase eksisting skala 1 : 20000 b. Peta daerah genangan, skala 1 : 20000 2). Peta Review Master Plan, skala 1 : 15000 Dari Peta in dibuat pula peta per zona : a. Peta Review Master Plan Zona 1, b. Peta Review Master Plan Zona 2, c.
Peta Review Master Plan Zona 3.
3). Analisis Hidrolika dan Perencanaan Teknis mencakup saluran drainase, gorong – gorong dan Embung. Hasil evaluasi dimensi saluran drainase pada Master Plan Sistim Drainase Kabupaten Bima 2002 menunjukkan :
Dimensi saluran di awal atau permulaan saluran, sesuai dengan debit air hujan yang melimpas kedalam salruan tersebut.
Dalam mendesain gorong – gorong ini harus diperhatikan agar dimensi tepat dengan debit air yang melewatinya, agar itdak terjadi arus berbalik Backflow kearah hulu saluran yang disebabkan oleh dimensi gorong – gorong lebih kecil dari debit air yang masuk.
Embung Gerunung yang berfungsi untuk penggelontoran, untuk tidak diperlukannya penggelontoran pada saluran drainase, sebab pada perencanaan saluran drainase telah ditetapkan standar kecepatan minimum dan kemiringan saluran minimum sehingga air
di saluran tersebut selalu mengalir, sehingga terjadi pembersihan saluran secara alami oleh aliran air (self cleaning) 5.1.3 Usulan dan Prioritas Program Sub-Bidang Drainase 1.
Master Plan Drainase
2.
Peningkatan sarana dan prasarana drainase
3.
Pembuatan SIG dan pemetaan jaringan drainase
4.
Sosialisasi
peraturan
perundangan
untuk
menggugah
kesadaran
masyarakat 5.
Pelaksanaan Fisik Pembangunan Sistem Drainase
6.
Pengawasan Fisik Pembangunan Sistem Drainase
4.6. Rencana Pembangunan Penyediaan Air Minum. Kebutuhan air bersih didasarkan pada jumlah penduduk yang akan dilayani, yaitu diasumsikan yang akan menjadi pelanggan PDAM untuk kebutuhan sebesar 100% dari jumlah penduduk. Apabila prakiraan jumlah penduduk yang akan menjadi pelanggan air bersih dari PDAM adalah untuk tiap tahap (5 tahun) berturut-turut 40%, 60%, 80% dan 100%, maka dapat diketahui debit air bersih yang dibutuhkan sebagai berikut: Jumlah penduduk tahun 2012
= 40.331 jiwa
Jumlah penduduk tahun 2017
= 54.111 jiwa
Jumlah penduduk tahun 2022
= 61.275 jiwa
Jumlah penduduk tahun 2027
= 68.860 jiwa Tabel 4.8
Kebutuhan Air Bersih di Ibukota Kabupaten Bima Tahun 2012-2027
NO
1
BWK Lingkungan
BWK1
1,1
Kebutuhan Air
Bangunan Pengambil Air Baku
Pipa Transmisi Air Baku Instalasi Produksi
Pipa Transmisi Air Bersih
Dia 350 mm
250-350 mm
-
1,2 1,3
889,938 1,962,450
10,3 liter/det 22,71 liter/det
1,4
3,861,102
44,69 liter/det
1,5 1,6
3,942,246 97,314
45,63 liter/det 1,13 liter/det
Bak Penampung
Jumlah 2
BWK2
3
BWK3
10,753,050.00
124,4 liter/det
2,1
262,248
2,2 2,3 2,4 2,5
1,212,162 1,707,552 1,179,822 797,622
14,03 liter/det 19,76 liter/det 13,66 liter/det 9,23 liter/det
2,6
955,206
11,05 liter/det
Jumlah 3,1 3,2 3,3 3,4 3,5 Jumlah
6,114,612.00 1,427,958 131,712 91,434 849,072 2,500,176.00
70,77 liter/det 16,53 liter/det 1,52 liter/det 1,06 liter/det 9,83 liter/det
Jumlah
19,367,838.00
1200 m3
3,04 liter/det Dia 300 mm
200-300 mm
700 m3
Dia 200 mm
150-200 mm
28,94 liter/det
300 m3
Sumber: Hasil analisis, 2007
Untuk menjaga ketersediaan sumber daya air yang berkelanjutan di wilayah Kabupaten Bima perlu dilakukan pendistribusian rencana penggunaan air. Penggunaan air terbesar di wilayah Kabupaten Bima adalah untuk irigasi pertanian, disamping untuk pemenuhan kebutuhan air bersih dan pariwisata. Kebutuhan air untuk irigasi pertanian dipenuhi oleh ketersediaan air permukaan dan bendungan dengan rencana distribusi penggunaan dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel 4.9 Rencana Penggunaan Mata Air di Wilayah Kabupaten Bima Lokasi Desa
Kecamatan
Debit (L/dtk)
Penggunaan
Mada Oi Soli
Tonda
Madapangga
150
Pertanian
2
Oi Tede
Campa
Madapangga
57
Pertanian
3 4 5 6 7 8 9 10
Oi Beringin Oi Madapangga Oi Ntana Oi O’o Mada Oi Rora Oi Mudu Oi Tampuro Oi Po’on
Madapangga Madapangga Donggo Donggo Donggo Donggo Sanggar Sanggar
15 175 5 1 15 17 200 25
Pertanian Pertanian dan Air Minum Pertanian Air Minum Pertanian Pertanian Kelautan Pertanian
11
Oi Nanga Na’E
Tambora
2000
Kelautan
12 13 14 15 16
Sori Panihi Oi Wo’bo Oi Fanda Oi Ntoke Oi Pai
Monggo Ndano Bajo O’o Padende Mbawa Piong Piong Labuan Kananga Kawinda Nae Maria Talapiti Ntoke Pai Dalam
Tambora Wawo Ambalawi Wera Wera
350 10 37 55 65
Air Minum dan Kelautan Permandian/ Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian
No
Nama Sumber Mata Air
1
Lokasi Desa
Kecamatan
Debit (L/dtk)
Diwu Moro Oi Pela
Rato Pelaparado
Lambu Monta
1 1
Pertanian Pertanian
19
Oi So Wuwu
Tolo Uwi
Monta
7
Pertanian
20
Oi Rade
Rade
Madapangga
21
Oi Kala Tembaju
Woha
30
22
Oi Toloribo
Woha
20
No
Nama Sumber Mata Air
17 18
23
Oi Roko
Tangga
Monta
2
24
Oi Ngawu
Sie
Monta
1
25
Oi Sori Kadi
Diha
Monta
4
26
Oi Panas
Parado
Monta
4
27
Oi Kambu’u
Monta
30
28
Oi Karano
Belo
3
29
Keke
Belo
30
Oi Mada Karumbu
Langgudu
20
31
Oi Kalo Rupe
Langgudu
20
32
Oi Labolo
Donggo
75
Donggo
50
Bolo
15
Madapangga
5
Donggo
5
33
Oi Rora Kecil
34
Oi Nanga Kai
Padende
35
Oi Ncoha
36
Oi Monca
37
Oi Mada Masa
Kawinda
Sape
15
38
Oi Witi
Sangia
Sape
25
39
Jo Nangga
Parangina
Sape
40
Oi Jangka
Parangina
Sape
41
Oi Ro’o
Bala
42
Oi Wadukinda
43
Oi Fo’o
44
Oi Ncinggi
Woro
Boke
Wera
15
Wawo
20
Wawo
20
Sape
10
Penggunaan
Sumber : Dinas PU Hasil Rencana, 2007
4.6.1 Langkah-langkah Pemecahan Masalah: Dalam rangka meminimalisir berbagai permasalahan air minum khususnya di bawah tugas dan tanggung jawab PDAM Bima, langkah-langkah penangananya adalah sebagai berikut : Menekan tingkat kehilangan air dengan menurunkan angka kebocoran secara bertahap dari 49% menjadi 20% melalui kegiatan revisi/Pergantian jaringan pipa, terutama pada pipa-pipa yang telah melampaui umur teknis diwilayah pelayanan Merevisi dan mengganti water meter pelanggan yang rusak.
Mengganti water meter produksi air dan menambah water meter distribusi Menyesuaikan ratio pegawai dan pelanggan melalui perluasan penambahan jaringan pipa pelayanan dan penambahan sambungan rumah. 4.6.2 Hasil-hasil yang ingin dicapai : Dari realisasi kegiatan yang diuraikan dalam langkah langkah pemecahan masalah maka akan diperoleh, minimal angka kehilangan air dapat diselamatkan sebesar 1.599.978 M3 dan bila disuplai kepelanggan maka akan dapat menghasilkan nilai jual sebesar Rp. 4.377.539.808,- pertahunnya, sehingga dalam setiap tahunnya PDAM Kabupaten Bima dapat memenuhi kewajibannya ( PAD dan Kewajiban lainnya ) Untuk pengembangan pelayanan PDAM Kabupaten Bima telah mengupayakan penambahan kapasitas produksi dan jaringan distribusi utama, melalui dana APBN pada Sistim Penyediaan Air Minum (SPAM) Pelaparado (Wilayah Pelayanan Kec. Monta, Kec. Woha, Kec. Belo,Kec. Palibelo) dan IKK Parado dengan kapasitas produksi 50 lt/dtk dan 10 lt/dtk. Guna pengoptimalan pemanfaatan Sistim air minum tersebut diatas, diharapkan Pemerintah Daerah dapat memberikan dukungan pendanaan untuk pemasangan pipa pelayanan dan Sambungan Rumah. 4.6.3. Peran Serta Masyarakat. Upaya
meningkatkan
peran
serta
masyarakat
dan
swasta
dalam
penyelenggaraan SPAM di Kabupaten Bima dilakukan melalui : Diperkotaan dengan melaksanakan sosialisasi tentang keberadaan PDAM dan air minum termasuk komponen komponen perangkat Pengelolaan air minum kepada semua pihak sehingga diharapkan akan tumbuh rasa kesadaran dan kepedulian terhadap mata rantai pengelolaan air minum, Memberikan peluang pada swasta untuk menjadi Mitra Kerja Sama. Diperdesaan dengan membentuk kelompok kelompok pelayanan air minum yamg dikelola oleh masyarakat sendiri.
Pada saat ini sudah terdapat pelayanan
air
minum
8 Kelompok masyarakat yang mengelola
pedesaan
dari
hasil
pembangunan
oleh
pemerintah/NGO. 4.6.4 Saran-saran Untuk merealisasikan kegiatan Penyehatan PDAM Kabupaten Bima, diperlukan dukungan dari berbagai pihak, terutama Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Bima menyangkut pendanaan kegiatan: 1. Revisi dan pergantian water meter pelanggan 2. Optimalisasi sistim dan perluasan cakupan pelayanan. 3. Penambahan kapasitas produksi Pendanaan kegiatan pembangunan dalam item 1. 2. 3 tersebut diatas dapat dikoordinasikan melalui program RPIJM
dalam rangka meraih dukungan
pendanaan APBD II, APBD I dan APBN. Selengkapnya permasalahan air minum yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bima, adalah sebagimana tertera di bawah ini :
Tabel 4.10 Permasalahan Air Minum Kab. Bima ISU STRATEGIS Kurangnya jumlah sumber air bersih / minum dan buruknya kualitas air. Jumlah SAB 37.550 unit yang memenuhi syarat 29.094 unit, tidak memenuhi syarat 8.452 unit
Tujuan Strategis melestarikan/ mengoptimalka n sumber air yang ada. -Perbaikan kualitas air - perbaikan sarana air bersih.
Pembangunan AMPL tidak / kurang melibatkan masyarakat
Terwujudnya pembangunan AMPL yang berbasis masyarakat.
Sasaran - Penambahan SAB Pada tahun 2015 untuk 25,23 % penduduk. -Rehabilitasi SAB 8.452 unit. Perbaikan kualitas air bersih untuk 29,094 unit SAB
Prosentase masyarakat terlibat dalam proses pembangunan AMPL setiap tahun meningkat secara signifikan.
Kebijakan Strategis Penyelamatan sumber daya air, Optimalisasi sumber air yang telah ada. Pembangunan/reh abilitasi SAB dan perbaikan kualitas air bersih.
Peningkatan Peran aktif masyarakat dalam pembangunan
Program Strategis
Kegiatan Strategis
1. Konservasi 1. Penghijauan dan konservasi lahan di wilayah lahan didareah tangkapan tangkapan air. mata air. (pemetaan lokasi 2. Pembinaan sosial- ekonomi tangkapan air, masyarakat di sekitar kawasan dimana saja) hutan, termasuk 2. Inventarisasi kelembagaannya. sumber-sumber air 3. Pembangunan/rehaabilitasi baru Perlindungan sarana air bersih sumber mata air. 4. Perbaikan kualitas air bersih 3. Pembangunan/r 5. Pembinaan badan pengelola ehabilitasi SAB sarana air bersih 4. Perbaikan 6. Peningkatan peran serta kualitas air bersih. masyarakat sekitar kawasan tangkapan air dalam upaya konservasi (untuk mengurangi penebang hutan secara liar) 1. Peningkatan 1. Operasionalisasi Kebijakan kesadaran Nasional AMPL berbasis masyarakat akan masyarakat ; perlunya 2. Revitalisasi dan memecahkan mengembangkan lembagamasalah secara lembaga desa dan/ atau bersama. membangun lembaga baru 2. Penguatan untuk mengakomodasi Kelembagaan tingkat partisipasi dan aspirasi desa dalam masyarakat.
Keterbatasan kemampuan ekonomi dan kesadaran masyarakat sehingga swadya masyarakat rendah
pengelolaan sarana prasana AMPL. 3. Penerapan mekanisme pembangunan partisipatif sesuai kebutuhan desa
3. Inventarisasi dan evaluasi terhadap kinerja lembaga lembaga desa. 4. Menyusun peraturan di tingkat Kabupaten, Kecamatan, dan Desa, mengenai pembangunan AMPL-BM. 1. Pendataan dan kajian potensi ekonomi 2. Melakukan kajian sektor andalan desa/ kecamatan. 3. Melakukan kajian potensi SDM’ 4. Memberikan pelatihan sesuai kebutuhan 5. Melakukan sosialisasi dan advokasi AMPL 6. Memciptakaan / memperluas jaringan pemasaran. 7. Memberikan pelatihan untuk mendidik dan/atau meningkatkan kualitas produksi barang. 8. Pelatihan/ penyuluhan mengenai motivasi dan semangat kerja keras dan semangat ke swadayaan. 1. Kajian / evaluasi ketepatan jenis teknologi yang telah diterapkan selama ini. 2. Supporting masyarakat umum/ aparat pemerintah
Meningkatkan kemampuan masyarakat sehingga mampu berswadaya dalam melaksanakan pembangunan di sektor AMPL
Pada tahun 2015 masyarakat mampu swadayadalam pembangunan dan pengelolaan sarpras AMPL
Peningkatan upaya pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan AMPL
1. Inventarisasi potensi ekonomi masyarakat desa 2. Pelatihan keterampilan untuk meningkatkan kapasitas dan kreatifitas masyarakat. 3. Sosialisasi dan advokasi AMPL 4. Menciptakan kesempatan kerja 5. Menumbuhkan semangat keswadayaan masyarakat
Teknologi tidak Penerapan tepat guna, teknologi tepat sarana tidak guna. berkelanjutan.
Pada tahun 2015 teknologi AMPL sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan serta
Peningkatan upaya penelitian, pengembangan dan penerapan teknologi tepat
-
Pendataan jenis teknologi yang diterapkan - Pengembangan teknologi pengolah
kondisi masyarakat desa
Sumber : PDAM Kab. Bima Tahun 2011
guna sektor AMPL
air - Mencari/ mengembangkan teknologi alternatif. - Peningkatan kemampuan SDM masyarakat.
untuk melakukan inovasi dan/ atau mengembangkan teknologi alternatif. 3. Pelatihan teknis untuk mengoperasikan sarana air minum yang dibangun termasuk kecakapan praktis melakukan perbaikan kerusakan. 4. Pelatihan menyeluruh mengenai pengelolaan sarana air bersih.
Rencana Peningkatan Kampanye PHBS 4.7.1 Pemahaman Kebijakan : Pembangunan harus mampu mengubah perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat : - Penyuluhan / sosialisasi PHBS kepada masyarakat oleh pihak terkait - Penanaman kebiasaan masyarakat untuk berperilaku PHBS ; - Sebagian masyarakat belum bisa melaksanakan perilaku hidup sehat dan bersih sehingga dibutuhkan suatu upaya dengan cara menanamkan kebiasaan hidup bersih dan sehat memberikan contoh hidup sehat sejak dini dan mensosialisasikan kepada masyarakat sehingga meningkatkan kebersihan lingkungan dan meningkatkan kehidupan masyarakat ; Kendala yang dihadapi : - Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup bersih & sehat ; - Kurangnya sosialisasi pemerintah tentang perilaku hidup bersih dan sehat oleh pemerintah ; - Sulitnya mengubah perilaku masyarakat untuk PHBS Upaya untuk mengatasi kendala : - Penyuluhan PHBS ; - Pembuatan aturan agar masyarakat bertanggungjawab; - Pengadaan sarana pendukung PHBS baik secara swadaya maupun lewat dana APBD II, I, APBN dan BLN 4.7.2 Hambatan dan Solusi Penyuluhan Kesehatan (Promkes) A. Hambatan 1. Sumber dana APBD II sangat minim sehingga program kegiatan khususnya PHBS tidak jalan berdampak pada rendahnya cakupan 2. Keterbatasan kemampuan penyuluh pada tenaga penyuluh kesehatan Puskesmas
3. Jabatan fungsional penyuluh hingga kini belum diberdayakan sehingga berdampak pada kinerja petugas 4. Sarana pendukung penyuluhan (media cetak & elektronik ) masih sangat terbatas terutama di Puskesmas serta belum mendekati standar sebagai bagian dari kegiatan promosi kesehatan daerah (Kepmenkes no. 114 tentang promosi kesehatan daerah) 5. Sampai tahun 2010 kegiatan-kegiatan promkes
(PHBS) ditingkat
Puskesmas sangat rendah karena anggaran program nyaris terpakai habis untuk kegiatan kuratif dan rehabilitasi seperti persalinan dan posyandu 6. Peran badan usaha dan pihak swasta sangat diharapkan lebih optimal untuk mendukung kegiatan promosi kesehatan di wilayah Kab. Bima dengan segala bentuk dan strateginya 7. PHBS di wilayah Kab. Bima baru dilaksanakan pada tatanan rumah tangga, sementara 4 tatanan lainnya (tatanan institusi, pendidikan, tatanan tempat kerja, tatanan sarana kesehatan, tatanan tempat umum) belum optimal 8. Kemitraan dengan LSM dan instansi lain (pemerintah maupun swasta) yang terkait program PHBS belum berkesinambungan hanya bersifat insidentil pada kegiatan-kegiatan tertentu 9. Kegiatan program kurang fokus dan sulit dievaluasi pada semua tatanan B. Solusi 1. Perlu diadakan pendidikan dan pelatihan promosi kesehatan bagi tenaga promosi Puskesmas 2. Adanya
komitmen
berupa
dukungan
anggaran
bagi
terpenuhinya
anggaran bagi Primkes (cetak maupun elektronik) baik untuk promkes kabupaten maupun promkes tingkat puskesmas, termasuk juga bagi terselenggaranya kegiatan PHBS pada 4 tatanan yang nyaris belum tersentuh oleh program 3. Sudah saatnya komitmen yang mendukung upaya promotif dan prefentif tidak hanya pada tatanan teoritis tetapi betul-betul direalisasikan
4. Kesinambungan program yang terfokus agar mendapat perhatian lebih dan prioritas kegiatan lebih diarahkan pada promotif sehingga dapat meminimalisir lingkungan.
terjadinya
berbagai
insiden
penyakit
yang
berbasis
Tabel 4.11 STRATEGI PENYEHATAN LINGKUNGAN KAB. BIMA Issue Strategis
Tujuan Strategis
Masih kurangnya
Meningkatkan
kesadaran
Sasaran
Kebijakan Strategis
Program Strategis
Pada tahun
1 . Peningkatan
1. Penyadaran
derajat
2015 derajat
kesadaran
masyarakat untuk
kalangan murid sekolah di tingkat sekolah
masyarakat untuk
kesehatan
kesehatan
masyarakat untuk
hidup bersih dan
dasar dan rumah tangga.
hidup bersih dan
masyarakat dan
masyarakat
hidup sehat
sehat ;
sehat
meningkatnya
meningkat dan
kesehatan
lingkungan
penyehatan
lingkungan
menjadi sehat
lingkungan
2 . Peningkatan upaya
2. Penyehatan lingkungan
Kegiatan Strategis 1. Pendidikan hidup bersih dan sehat di
2. Pembekalan PHBS pada perguruan Tinggi untuk program pengabdian masyarakat. 3. Penyusunan kurikulum muatan lokal hidup bersih dan sehat ; 4. Sosialisasi PHBS ; 5. Pembangunan klinik sanitasi di seluruh wilayah kerja Puskesmas ; 6. Stimulasi pembangunan prasarana dan sarana sanitasi lingkungan ; 7. Stimulasi pembangunan rumah sehat.
Sarana
dan
Tersedianya/
sanitasi dasar
prasarana sanitasi
tercukupinya
lingkungan
pembangunan
dasar lingkungan
dasar
sarana
tertata dengan
sarana dan
kumuh.
baik
prasarana sanitasi
pembangunan sarana sanitasi dasar
dasar
dengan melibatkan masyarakat.
memadai
kurang
dasar memadai
sanitasi yang
1. Peningkatan
2. Peningkatan
Penataan sanitasi
1. Pembangunan sarana dan prasarana sanitasi dasar 2. Melakukan monitoring dan evaluasi
3. Melakukan pemeliharaan sarana sanitasi
pemantauan
dasar yang telah ada oleh masyarakat .
kualitas
4. Rehabilitasi sarana dan sanitasi dasar
pembangunan sarana
yang kurang layak.
sarana
5. Pemanfaatan dan pemeliharaan sarana
sanitasi dasar yang
yang ada oleh masyarakat.
telah ada. Penyehatan Lingkungan belum menjadi prioritas utama pembangunan kesehatan
Meningkatnya perhatian pemerintah terhadap Kesling
Mempromote program pembangunan keslink kedalam renstra.
Peningkatan anggaran pembangunan kesehatan lingkungan
Pembangunan sarana dan prasarana penyehatan lingkungan
1. Sosialisasi dan memberikan pendidikan mengenai kesling kepada masyarakat. 2. Pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan sarana kesling. 3. Revitalisasi aktifitas dan fungsi lembaga yang menangani masalah kesling. 4. Akselerasi pengembangan dan pertumbuhan lembaga yang menangani keslink seprti : klinik keslink, bengkel keslink. 5. Advokasi program AMPL di tingkat pengambil kebijakan pembangunan daerah.
Pengelolaan
Terwujudnya
Mewujudkan
Peningkatan dukungan
Pembangunan
pengelolaan
pengelolaan
kebijakan pemerintah
sarana dan
sampah
sampah yang
daerah terhadap
prasarana
memenuhi
pengelolaan
persampahan
standar
persampahan
1. Pembentukan lembaga pengelolaan sampah dari tingkat kabupaten sampai tingkat desa. 2. Menyusun peraturan tentang sistim pengelolaan sampah. 3. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan sampah. 4. Penerapan tekhnologi dalam pengelolaan sampah
sampah
yang
kurang memadai
optimal
yang
kesehatan Sumber : Bag. Promkes Dinkes 2011