IV - 1 BAB IV RENCANA POLA RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR
BAB IV
• Kawasan Lindung • Kawasan Budi Daya • Rencana Pengembangan Kawasan Pesisir Dan PulauPulau Kecil
RENCANA POLA RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR
Rencana pola ruang Provinsi Jawa Timur secara garis besar diwujudkan dalam rencana kawasan lindung, kawasan budi daya serta kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Pola ruang kawasan ini ditekankan pada kesesuaian fungsi wilayah, mengingat besarnya pergeseran pemanfaatan kawasan lindung untuk kawasan budi daya. Maka diperlukan penanganan dan pengembalian fungsi lindung, sedangkan pada kawasan budi daya dioptimalkan pemanfaatannya dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup. Sedangkan untuk kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, kegiatan yang dikembangkan diarahkan untuk tidak mengganggu keseimbangan ekosistem pesisir. 4.1 KAWASAN LINDUNG Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melidungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan lindung di Provinsi Jawa Timur terdiri dari: kawasan hutan lindung, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya, kawasan rawan bencana alam, kawasan lindung geologi, dan kawasan lindung lainnya. Secara keseluruhan, luas eksisting kawasan lindung tersebut adalah sebesar 549.333,80 Ha atau sebesar 11,49% dari keseluruhan wilayah daratan Provinsi Jawa Timur. Namun demikian, terdapat indikasi penurunan fungsi perlindungan kawasan tersebut seiring perkembangan waktu yang penyebab terbesarnya adalah perubahan kegiatan lindung menjadi budi daya di atasnya. Di sisi lain, kewajiban penyediaan hutan seluas minimal 30% (UU 26/2007) secara khusus belum dapat terpenuhi mengingat kondisi Pulau Jawa secara umum sudah didominasi kawasan budi daya. Sehingga untuk memenuhi fungsi perlindungan dan pembangunan berkelanjutan, maka diharapkan fungsi perlindungan ini juga dapat dipenuhi melalui pengelolaan kawasan hutan produksi maupun hutan rakyat secara berkelanjutan. Adapun total jumlah kawasan hutan yang terdiri dari hutan lindung, konservasi, dan produksi adalah seluas 1.361.146 Ha (28,48% dari luas wilayah Jawa Timur) dan jika ditambahkan dengan pengembangan hutan rakyat, maka dapat melebihi dari 20% dari luas daratan wilayah Jawa Timur.
Arahan pengelolaan kawasan lindung meliputi semua upaya perlindungan, pengawetan, konservasi serta pelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungannya guna mendukung kehidupan secara serasi dan berkelanjutan. Demikian juga dengan hutan yang dibudidayakan, tetap harus memperhatikan aspek-aspek konservasi. 4.1.1 KAWASAN HUTAN LINDUNG Hutan lindung merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna pembangunan berkelanjutan. Hutan lindung merupakan kawasan dengan sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kawasan sekitar dan bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah erosi dan banjir yang mutlak fungsinya sebagai penyangga kehidupan. Oleh karena itu kawasan ini tidak dapat dialihkan peruntukannya. Kriteria kawasan hutan lindung berdasarkan PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah: a.
Kawasan hutan dengan faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan yang jumlah hasil perkalian bobotnya sama dengan 175 (seratus tujuh puluh lima) atau lebih;
b.
Kawasan hutan yang mempunyai kemiringan lereng paling sedikit 40% (empat puluh persen); atau
c.
Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian paling sedikit 2.000 (dua ribu) meter di atas permukaan laut.
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 2 Permasalahan yang terjadi di hutan Jawa Timur adalah tingginya pemanfaatan lahan hutan menjadi kawasan budi daya dan berdampak pada terjadinya bencana banjir dan tanah longsor. Untuk mengendalikan konversi dan meminimalkan dampak bencana, maka direncanakan untuk mempertahankan luasan kawasan hutan lindung eksisting sebagaimana yang telah ditetapkan berdasarkan SK Menhut 395/KPTS/2011 seluas 344.742,00 Ha atau 7,21 % dari luas Jawa Timur.
Secara umum sering terjadi perubahan fungsi hutan lindung, oleh karena itu diperlukan penanganan yang meliputi: a. Pengawasan dan pemantauan untuk pelestarian kawasan konservasi dan kawasan hutan lindung; b.
Mempertahankan luasan kawasan hutan lindung;
c.
Pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya;
d.
Pengembangan kerja sama antarwilayah dalam pengelolaan kawasan lindung;
e.
Percepatan rehabilitasi hutan dan lahan yang termasuk kriteria kawasan lindung dengan melakukan penanaman pohon lindung yang dapat digunakan sebagai perlindungan kawasan bawahannya yang dapat dimanfaatkan hasil hutan non kayunya;
f.
Pemanfaatan jalur wisata alam jelajah/pendakian untuk menanamkan rasa memiliki terhadap alam; dan
a.
Kabupaten Bangkalan
b.
Kabupaten Banyuwangi
c.
Kabupaten Blitar
d.
Kabupaten Bojonegoro
e.
Kabupaten Bondowoso
f.
Kabupaten Jember
g.
Kabupaten Jombang
h.
Kabupaten Kediri
i.
Kabupaten Lamongan
Dengan adanya penetapan dan pengelolaan kawasan hutan
j.
Kabupaten Lumajang
lindung tersebut dan ditambahkan dengan hutan konservasi, maka
k.
Kabupaten Madiun
kejadian bencana seperti tanah longsor dan banjir diharapkan dapat
l.
Kabupaten Magetan
berkurang. Gambaran terjadinya tanah longsor dan banjir di Provinsi
m.
Kabupaten Malang
n.
Kabupaten Mojokerto
o.
Kabupaten Nganjuk
p.
Kabupaten Ngawi
q.
Kabupaten Pacitan
r.
Kabupaten Pamekasan
s.
Kabupaten Pasuruan
t.
Kabupaten Ponorogo
u.
Kabupaten Probolinggo
v.
Kabupaten Situbondo
w.
Kabupaten Sumenep
x.
Kabupaten Trenggalek
y.
Kabupaten Tuban
z.
Kabupaten Tulungagung
g. Pemanfaatan kawasan lindung untuk sarana pendidikan penelitian dan pengembangan kecintaan terhadap alam.
Jawa Timur disajikan pada Gambar 4.1. Berikutnya Tabel 4.1 yang menyajikan contoh kondisi konflik penggunaan lahan hutan, rencana pengelolaan hutan lindung untuk mengendalikan konversi lahan, memperluas hutan agar mencapai rencana serta meminimalkan risiko terjadinya bencana banjir dan tanah longsor akibat hilangnya fungsi perlindungan kawasan melalui penggundulan hutan.
aa. Kota Batu bb. Kota Kediri
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 3
Gambar 4.1 Kerusakan Lingkungan Akibat Rusaknya Hutan Lindung Tabel 4.1 Pola Penanganan Alih Fungsi Lahan di Kawasan Hutan Lindung No 1.
PERMASALAHAN Hutan Lindung menjadi Tegalan
KARAKTERISTIK Kelerengan > 40% Ketinggian 100 – 1000 mdpl Tekstur tanah sedang Lapisan top soil < 30 cm
LOKASI Pacitan. Kec. : Donerejo, Pringkuku, Punung, Sudimoro, Tegalrejo, Tulakan.. Kediri, Kec. : Mejo , Semen, Gragal, Tarokan.
LUAS (Ha)
RENCANA
7040
Dikembalikan ke fungsi semula karena kelerengan yang besar sangat rawan longsor. Teknologi konservasi yang dapat diterapkan penanaman dengan sistem terasering dan rorak mengikuti arah kontur. Jenis tegakan yang tepat adalah mengikuti jenis yang telah ada untuk mengembalikan ekosistem semula. Pengelolaan dengan konsep hutan kemitraan, melibatkan masyarakat lokal secara aktif dalam pengelolaan untuk berhasilnya proses konservasi dalam jangka waktu yang panjang.
320
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 4 No
PERMASALAHAN
KARAKTERISTIK
LOKASI
Kelerengan > 40%, Ketinggian 500 – 2000 mdpl Tekstur tanah sedanghalus Lapisan top soil >90 cm, 30 – 60 cm
Lumajang, Kec. Senduro (BTS) Pasuruan, Kec. : Tosari, Tutur, Puspo, Pasrepan, Prigen. Probolinggo (Pegunungan Hyang). Kec. : Krucil, Gading, Pakuniran. Jember (Tn. Yang Argopuro), Kec. : Sumberbaru, Tanggul.
Kelerengan > 40% Ketinggian 100 – 1000 mdpl Tekstur tanah halus Lapisan top soil < 30 cm
Tulungagung, Kec. : Pagerwojo, Gondang, Pucanglabang, Kalidawir.
Kelerengan > 40% Ketinggian 100 – 1000 mdpl Tekstur tanah sedang Lapisan top soil 30 – 60 cm
Pacitan,Kec : Punung, Pringkuku, Arjosari, Nawangan, Bandar, Tegalombo, Tulakan. Bondowoso (Peg. Yang), Kec. Pakem
Kelerengan 40%-15% Ketinggian 500 – 2000 mdpl Tekstur tanah halus Lapisan top soil < 30 cm
Magetan, Kec. : Panekan, Plaosan, Poncol. Madiun, Kec. : Kare Pasuruan, Kec Prigen, Gempol. Ngawi, Kec : Kendal, Jogorogo, Ngerambe, Sine. Madiun, Kec. Gemarang Ponorogo, Kec. : Sambit, Sawo, Mlarak, Jenengan.
Kelerengan 2 %-15% Ketinggian 0 – 500 mdpl Tekstur tanah halussedang Lapisan top soil 30-90 cm
Ngawi, Kec. : Mantingan, Widoduren, Pitut
Kelerengan 2-15%> 40 Ketinggian 100 – 1000 m Tekstur tanah sedang Lapisan top soil >90 cm
Jember (TN .Meru Betiri), Kec. Tempurejo Situbondo (TN. Baluran), Kec. Banyuputih
LUAS (Ha)
140
1120
1180 160
RENCANA Pengendalian erosi dengan tutupan lahan jenis tanaman semak, rumpun bambu sampai tanaman keras dan pengaturan drainase air limpasan. Teknologi konservasi yang dapat diterapkan penanaman dengan sistem terasering dan rorak mengikuti arah kontur. Jenis tegakan yang tepat adalah : pete, akasia, penanaman pohon buah (durian, sawo, apokat) sehingga dapat dipanen tanpa mengganggu tegakannya. Pengelolaan dengan konsep hutan kemitraan, melibatkan masyarakat lokal secara aktif dalam pengelolaan, penanaman-pemeliharaanpanen-pascapanen sehingga tidak mengorbankan masyarakat yang awalnya mengelola hutan ini sebagai sandaran ekonominya.
1260 20
55
1140
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 5 No
PERMASALAHAN
KARAKTERISTIK
LOKASI
LUAS (Ha)
RENCANA
2
Hutan lindung menjadi padang rumput
Kelerengan > 40%, Ketinggian 500 – 2000 mdpl Tekstur tanah sedanghalus Lapisan top soil >90 cm, 30 – 60 cm
Pacitan, Kec. Pringkuku
115
Pengembalian ke fungsi hutan lindung dengan penanaman tegakan/ tanaman keras pohon buah: sawo, durian, pete dsb, tanpa menghabiskan padang rumput.
3
Hutan lindung menjadi kebun campur
Kelerengan 40% – 15% Ketinggian 100 – 2000 mdpl Tekstur tanah halus-kasar Lapisan top soil > 90 cm
Kediri, Kec. : Kandangan, Kepung, Puncu. Probolinggo (Lereng Gunung Tarub), Kec. Tiris
120 820
Kelerengan > 40% Ketinggian 100 – 2000 mdpl Tekstur tanah halus sedang Lapisan top soil, 60-90 cm
Tulungagung, Kec. : Pagerwojo , Sendang. Madiun, Kec : Wungu Ponorogo, Kec. : Badegan, Pulung, Ngebel, Ngrayun. Bondowoso, Kawasan Ijen (Gn. Kukusan, Gn. Rante), Kec. Klabang
120
Kelerengan 40%-15% Ketinggian 500 – 2000 m Tekstur tanah halus Lapisan top soil 30-60 cm Kelerengan 40%-15% Ketinggian 500 – 2000 md Tekstur tanah halus, kasar Lapisan top soil 30 – 60 cm
Magetan, Kec. : Panekan, Plaosan, Poncol. Madiun, Kec. Kare Pasuruan, Kec. : Prigen, Gempol. Ngawi, Kec. : Kendal, Jogorogo, Ngerambe, Sine. Madiun, Kec. Gemarang Ponorogo, Kec. : Sambit, Sawo, Mlarak, Jenengan.
1260
Kelerengan 2% – 15% Ketinggian 0 – 500 mdpl Tekstur tanah halussedang Lapisan top soil 30-90 cm
Ngawi, Kec. : Mantingan, Widoduren, Pitut.
55
Pengembalian ke fungsi hutan lindung dengan tanaman keras bukan hutan tebang, misalnya pohon buah, pete, pucung dsb. Pengelolaan kawasan penyangga dengan tanaman produksi non kayu misal pinus, kayu putih, kebun teh, kebun kakao, kebun campur dan tanaman keras lainnya. Melibatkan masyarakat yang menggarap hutan tersebut dalam pengelolaan reboisasi dari penanaman, perawatan, panen dan pasca panen. Sehingga terpenuhi syarat ekologis dan ekonomis, masyarakat yang memanfaatkan hutan ini dapat terus memanfaatkan tanpa mengganggu ekologis hutan. Kebun campur di kelerengan ini dapat dipertahankan dengan mengganti jenis tegakannya sehingga fungsi ekologis tidak berkurang serta tetap dengan penerapan teknik konservasi tanah (terasering) mengingat tektur tanah halus lebih rawan erosi.
Kelerengan 2 – 15%> 40 Ketinggian 100 – 1000 m Tekstur tanah sedang Lapisan top soil >90 cm
Jember (TN. Meru Betiri), Kec. Tempurejo Situbondo (TN. Baluran), Kec. Banyu putih
1140
1500
20 90 30 135
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 6 No 4
PERMASALAHAN
KARAKTERISTIK
LUAS (Ha)
RENCANA
20
Harus tetap berfungsi sebagai hutan lindung dengan penanaman tegakan di dalam permukiman dengan tegakan hutan lindung, dan menjaga kesetabilan lingkungan, terutama lereng karena rawan longsor dan erosi. Dengan pengaturan yang sangat ketat, tidak boleh menebang, membakar, melakukan pengerasan, membuat kolam atau sawah, tegal dll.
Pasuruan, Kec. Tosari Kelerengan 40% – 15% Probolinggo (Peg. Yang), Ketinggian 500 – Kec. Krucil 2000 mdpl Jember (TN. Yang, Tekstur tanah sedang – Peg. Ringgang), kasar Kec. Bangsalsari Lapisan top soil > 90–60cm
120 140
Probolinggo (kawasan Kelerengan > 40% BTS, Lereng Penanjakan), Ketinggian 500–2000 mdpl Kec. Sukapura Tekstur tanah sedang Lapisan top soil 30– 60 cm Bondowoso Kawasan Ijen (Gn. Kukusan, Gn. Rante), Kec. : Klabang, Prejekan, Cerme, Sukosari.
120
Upaya pengembalian top soil dengan metode rorak, teras bangku untuk mempertebal lapisan tanah dan menahan erosi. Untuk lokasi dengan kemiringan > 40% diperlukan penanganan yang cepat, dapat ditambahkan blok tanah subur pada terasering dan rorak. Jenis vegetasi yang tepat utamanya kelerengan > 40% adalah beringin, sedangkan untuk kelerengan 15 – 40% adalah tanaman keras pohon buah, misal: durian, sawo, alpukat, dan jenis tanaman penutup dari semak belukar, rumpun bambu sampai tanaman keras lainnya.
Hutan lindung Kelerengan > 40%, manjadi permukiman Ketinggian 100 – 1000 m Tekstur tanah halussedang Lapisan top soil <30 – 90 cm
LOKASI Ponorogo, Kec. Slahung Trenggalek, Kec. : Kampak, Gandusari.
Ponorogo, Kec. Bungkal Kelerengan 15% – 40% Ketinggian 100 – 1000 m Tekstur tanah halus – sedang Lapisan top soil <30–90 cm Bojonegoro, Kec. : Kelerengan 2-40% Kedungadem, Bubulan. Ketinggian 100 – 500 Tekstur tanah sedang Lapisan top soil 30-90 cm Kelerengan > 40%, Lumajang, Kec. : 2–15% Pronojiwo, Candipuro. Ketinggian 500 – 2000 mdpl Tekstur tanah sedang – kasar Lapisan top soil >90–60 cm 5
Hutan lindung rusak (akibat longsor)
3200
Sumber : Hasil Analisa Tahun 2010 Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 7 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui beberapa jenis perubahan atau konflik dalam penggunaan lahan hutan di Provinsi Jawa Timur. Hal ini juga mencerminkan bahwa pada saat ini kondisi kegiatan di kawasan hutan tidak seluruhnya berupa hutan. Di sebagian lokasi telah berkembang kegiatan pertanian dan perkebunan di
kawasan hutan sehingga dibutuhkan upaya-upaya pengendalian dan pengembaliannya ke fungsi semula.
4.1.2 KAWASAN PERLINDUNGAN SETEMPAT
1.
Kawasan perlindungan setempat merupakan upaya dalam melindungi dan melestarikan ruang terbuka hijau di sepanjang atau sekitar kawasan sumber daya air yang dapat bermanfaat bagi kelestarian lingkungan. Kawasan ini terdiri dari sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan sekitar mata air, dan kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal.
2. Daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai.
4.1.2.1
Sempadan Pantai
Kawasan sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Menurut PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kriteria penetapan sempadan pantai meliputi:
Rencana kawasan hutan lindung di Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada Peta 4.1.
Daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau
Sempadan pantai di wilayah Provinsi Jawa Timur meliputi: a.
Wilayah pesisir kepulauan Jawa Timur
b.
Sempadan pantai utara Jawa Timur
c.
Sempadan pantai timur Jawa Timur
d.
Sempadan pantai selatan Jawa Timur
Untuk pantai utara dengan karakteristik pantai yang cukup landai cenderung memiliki abrasi yang cukup tinggi. Untuk itu
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 8 penentuan besar sempadan harus ditetapkan berdasarkan kerentanan tersebut. Diperlukan upaya penanaman mangrove di wilayah pantai utara untuk meminimalkan abrasi pantai dan mencegah intrusi air laut ke daratan. Rencana pembangunan kawasan industri di wilayah pantai utara harus diimbangi dengan perlindungan kawasan pesisir khususnya agar tidak terlampauinya daya dukung lingkungan. Dengan adanya rencana industrialisasi di wilayah pantai utara Jawa Timur ini ancaman lingkungan tidak hanya berupa abrasi pantai dan intrusi air laut ke daratan, tetapi juga penurunan kualitas lingkungan khususnya kualitas air akibat pembuangan limbah industri tersebut.
a.
Perlindungan kawasan sempadan pantai 100 meter dari pasang tertinggi dan dilarang melakukan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas pantai;
b.
Perlindungan sempadan pantai dan sebagian kawasan pantai yang merupakan pesisir terdapat ekosistem bakau, terumbu karang, padang lamun, dan estuaria dari kerusakan;
c.
Reorientasi pembangunan di kawasan permukiman, baik di kawasan perdesaan maupun perkotaan dengan menjadikan pantai dan laut sebagai bagian dari latar depan;
Untuk pantai selatan Jawa Timur yang merupakan daerah rawan tsunami penetapan sempadan pantai ditekankan pada penetapan zona bahaya tsunami berdasarkan pengalaman sebelumnya. Daerah bahaya I ditetapkan sejauh 3.500 meter dari garis pasang tertinggi ke arah darat. Permukiman tidak diizinkan berada pada zona ini. Zona bahaya I ini dibagi manjadi beberapa zona yang berfungsi mengurangi kecepatan dan ketinggian gelombang. Zona ini terdiri dari :
d.
Penanaman bakau di kawasan yang potensial untuk menambah luasan area bakau;
e.
Pemanfaatan kawasan sepanjang pantai di dalam kawasan lindung disesuaikan dengan rencana tata ruang kawasan pesisir;
f.
Penyediaan sistem peringatan dini terhadap kemungkinan terjadinya bencana;
1.
Zona mangrove
2.
Zona perikanan darat/tambak
3.
Zona perkebunan
Untuk pulau-pulau kecil sempadan pantai untuk kepulauan ditetapkan 130 x perbedaan pasang tertinggi dan surut terendah berdasarkan pertimbangan perlindungan ekosistem pesisir/coastal ecosystem. Ekosistem pesisir khusus di pulau-pulau kecil memiliki kekhasan, peran dan fungsi yang penting sehingga diperlukan upaya perlindungan. Selain itu ekosistem pulau-pulau kecil memiliki peran dan fungsi sebagai berikut: a.
Pengatur iklim global
b.
Siklus hidrologi dan biogeokimia
c.
Penyerap limbah
d.
Sumber plasma nutfah dan sistem penunjang kehidupan di daratan
Selain fungsi ekologis, pulau-pulau kecil mempunyai manfaat ekonomi bagi manusia, antara lain menyediakan jasa-jasa lingkungan (alam) berupa pemanfaatan lingkungan alam yang indah dan nyaman dalam bentuk kegiatan pariwisata laut, kegiatan budi daya (ikan, udang, rumput laut) yang dapat bermanfaat bagi peningkatan pendapatan atau mata pencaharian penduduk setempat, serta potensi sumber daya hayati yang memiliki keanekaragaman yang tinggi dan bernilai ekonomis, seperti berbagai jenis ikan, udang, kerang yang semuanya dapat dimanfaatkan bagi kepentingan kesejahteraan masyarakat. Arahan pengelolaan kawasan sempadan pantai dilakukan dengan :
g. Pemantapan fungsi lindung di daratan untuk menunjang kelestarian kawasan lindung pantai; h.
Mengarahkan lokasi bangunan di luar sempadan pantai, kecuali bangunan yang harus ada di sempadan pantai; dan
i.
Penetapan kawasan lindung sepanjang pantai yang memiliki nilai ekologis sebagai daya tarik wisata dan penelitian.
4.1.2.2
Sempadan Sungai
Kawasan sempadan sungai adalah dataran sepanjang tepian sungai, baik bertanggul maupun tidak bertanggul yang lebar kawasan perlindungannya ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan terkait. Kriteria penetapan sempadan sungai berdasarkan PP No 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional meliputi: a.
Daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling sedikit 5 (lima) meter dari kaki tanggul sebelah luar;
b.
Daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 100 (seratus) meter dari tepi sungai; dan
c.
Daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi sungai.
Bantaran sungai harus bebas dari bangunan kecuali untuk bangunan inspeksi. Pemanfaatan sempadan sungai adalah sebagai berikut: a.
Pengelolaan zona pemanfaatan Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan dengan membagi tipologi DAS. Berdasarkan tipologinya, DAS terbagi menjadi daerah hulu sungai, daerah sepanjang aliran sungai, daerah irigasi, daerah perkotaan dan industri, serta daerah muara sungai dan pantai.
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 9 b.
c.
Arahan kegiatan daerah hulu sungai antara lain:
Pengaturan erositas dan pemeliharaan hutan.
Pengaturan tanah perkebunan.
adalah diukur dari tepi waduk saat pasang tertinggi yang proporsional dengan kondisinya dengan jarak antara 50 sampai 100 meter. Kriteria penetapan kawasan sekitar danau/waduk menurut PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional meliputi:
Pengaturan tanah pertanian.
a.
Daratan dengan jarak 50 (lima puluh) meter sampai dengan 100 (seratus) meter dari titik pasang air danau atau waduk tertinggi; atau
b.
Daratan sepanjang tepian danau atau waduk yang lebarnya proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik danau atau waduk.
Arahan kegiatan daerah sepanjang aliran sungai antara lain :
Pengembangan irigasi.
Pengembangan navigasi dan transportasi air.
Pengembangan drainase.
Pembangunan sarana dan prasarana pengembangan sumber daya air (pengendalian banjir, pengendalian sedimen, pengembangan suplai air bersih perkotaan, pencegahan pencemaran, peningkatan kualitas air baku). d.
Arahan kegiatan pengelolaan kawasan sekitar danau atau waduk antara lain: a.
Perlindungan sekitar danau atau waduk dari kegiatan yang menyebabkan alih fungsi lindung dan menyebabkan kerusakan kualitas sumber air;
Arahan kegiatan muara sungai/pantai:
Pengembangan perikanan/tambak/perikanan darat
b.
Pelestarian waduk beserta seluruh tangkapan air di atasnya;
Pengembangan pariwisata dengan tetap memperhatikan aspek ekologis.
c.
Pengembangan kegiatan pariwisata dan/atau kegiatan budi daya lainnya di sekitar lokasi danau atau waduk diizinkan membangun selama tidak mengurangi kualitas tata air; dan
e.
Pengembangan pelabuhan.
Arahan pengelolaan kawasan sempadan sungai antara lain:
a.
Pembatasan dan pelarangan pengadaan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas sungai;
b. Pembatasan dan pelarangan penggunaan lahan secara langsung untuk bangunan sepanjang sempadan sungai yang tidak memiliki kaitan dengan pelestarian atau pengelolaan sungai; c.
Reorientasi pembangunan dengan menjadikan sungai sebagai bagian dari latar depan pada kawasan permukiman perdesaan dan perkotaan; dan
d.
Penetapan wilayah sungai sebagai salah satu bagian dari wisata perairan dan transportasi sesuai dengan karakter masingmasing.
4.1.2.3
Kawasan Sekitar Danau atau Waduk
Kawasan sekitar danau atau waduk adalah daratan dengan jarak 50 (lima puluh) sampai dengan 100 (seratus) meter dari titik pasang air danau atau waduk tertinggi atau daratan sepanjang tepian waduk atau danau yang lebarnya proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik waduk atau danau. Sebagian besar waduk sudah dimanfaatkan baik untuk sumber air irigasi, sumber air bersih, pembangkit tenaga listrik serta pariwisata. Luas kawasan penyangga untuk danau atau waduk ditetapkan secara teknis oleh instansi yang berwenang dan ditetapkan lebih lanjut dalam rencana tata ruang masing-masing kabupaten/kota. Penetapan perlindungan waduk ini
d. Pengembangan tanaman perdu, tanaman tegakan tinggi, dan penutup tanah untuk melindungi pencemaran dan erosi terhadap air. 4.1.2.4
Kawasan Sekitar Mata Air
Mata air adalah air tanah yang secara alami muncul karena adanya hubungan antara akuifer dengan permukaan tanah. Hubungan tersebut bisa berupa rekahan saluran pelarutan atau pemotongan topografi. Mata air berdebit besar umumnya muncul karena adanya rekahan dan sering terjadi pada batuan vulkanik muda. Adapun kawasan sekitar mata air merupakan kawasan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting atau berpengaruh untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air. Penentuan kawasan perlindungan sekitar mata air ditetapkan dalam RTRW masing-masing kabupaten/kota disesuaikan dengan lokasi, volume dan fungsi utama. Perlindungan di sekitar mata air ini dimaksudkan melindungi secara langsung dari gangguan khususnya aktivitas manusia yang berakibat menurunnya kualitas mata air. Perlindungan setempat ini difokuskan kepada badan air dari mata air, perlindungan daerah tangkapan mata air atau recharge area ditekankan dalam perlindungan kawasan resapan air. Untuk perlindungan setempat kawasan sekitar mata air ditetapkan minimal radius 200 meter dari mata air. Kawasan dengan radius 15 meter dari mata air harus bebas dari bangunan kecuali bangunan penyaluran air. Menurut PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kriteria penetapan kawasan sekitar mata air meliputi:
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 10 a.
Daratan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat untuk mempertahankan fungsi mata air; dan
a.
b.
Wilayah dengan jarak paling sedikit 200 (dua ratus) meter dari mata air.
b. Pembatasan dan pelarangan perubahan keaslian kawasan dengan pemodernan ke bentuk lain; dan
Arahan pengelolaan kawasan sekitar mata air meliputi :
c.
a. Penetapan perlindungan pada sekitar mata air minimum berjari-jari 200 meter dari sumber mata air jika di luar kawasan permukiman dan 100 meter jika di dalam kawasan permukiman; b.
Perlindungan sekitar mata air untuk kegiatan yang menyebabkan alih fungsi lindung dan menyebabkan kerusakan kualitas sumber air;
c.
Pembuatan sistem saluran bila sumber dimanfaatkan untuk air minum atau irigasi;
d. Pengembangan tanaman perdu, tanaman tegakan tinggi, dan penutup tanah untuk melindungi pencemaran dan erosi terhadap air; e. Pembatasan penggunaan lahan secara langsung untuk bangunan yang tidak berhubungan dengan konservasi mata air; dan f.
Perlindungan sekitar mata air yang terletak pada kawasan lindung tidak dilakukan secara khusus sebab kawasan lindung tersebut sekaligus berfungsi sebagai pelindung terhadap lingkungan dan air.
4.1.2.5
Kawasan Lindung Spiritual dan Kearifan Lokal
Pelestarian kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal yang masih terdapat di berbagai wilayah dan fungsi kabupaten/kota;
Perlindungan terhadap kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal ditetapkan dalam peraturan yang terdapat pada rencana tata ruang kabupaten/kota.
4.1.3 KAWASAN SUAKA ALAM, PELESTARIAN ALAM, DAN CAGAR BUDAYA Kawasan suaka alam merupakan kawasan yang memiliki ekosistem khas yang merupakan habitat alam yang memberikan perlindungan bagi flora dan fauna yang khas dan beraneka ragam, dan kawasan ini terdiri dari suaka margasatwa, cagar alam, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. 4.1.3.1
Suaka Margasatwa
Kawasan suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas yang berupa keanekaragaman dan/atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. Suaka margasatwa seluas kurang lebih 18.009,00 Ha di Provinsi Jawa Timur merupakan kawasan lindung nasional, meliputi: a.
Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang
Kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal adalah kawasan yang mempunyai tata cara secara adat yang melestarikan lingkungan, kawasan yang masyarakatnya mempunyai budaya yang dilestarikan, dan kawasan yang masyarakatnya mempunyai kegiatan ekonomi yang cenderung tradisional tapi lestari. Kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal di Provinsi Jawa Timur meliputi kawasan yang mempunyai tata cara secara adat yang melestarikan lingkungan, kawasan yang masyarakatnya mempunyai budaya yang dilestarikan dan kawasan yang masyarakatnya mempunyai kegiatan ekonomi cenderung tradisional tapi lestari. Kawasan tersebut meliputi:
Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang merupakan komplek pegunungan vulkanik yang sudah tua, mempunyai tipe ekosistem hutan tanaman, hutan hujan tropis dataran rendah, hutan hujan tropis dataran tinggi, dan hutan rawa, terletak di Kecamatan Krucil, Sumber Malang, Panti dan Sukorambi, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Jember diarahkan dengan luas areal kurang lebih 14.177 Ha.
b.
Suaka Margasatwa Pulau Bawean
a.
Kawasan permukiman budaya Suku Samin di Kabupaten Bojonegoro;
b.
Kawasan permukiman budaya Suku Tengger di Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Lumajang;
Suaka Margasatwa Pulau Bawean merupakan ekosistem hutan pegunungan dengan berbagai jenis tumbuhan kayu rimba dan bermacam-macam anggrek alam dan satwa liar Rusa Bawean, memiliki tipe ekosistem hutan tropis dataran rendah yang dapat dikelompokkan menjadi hutan primer, hutan sekunder dan hutan tanaman jati, terletak di Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak, Kabupaten Gresik dengan luas areal kurang lebih 3.832 Ha.
Kriteria penetapan suaka margasatwa menurut PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional meliputi:
a.
Merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari suatu jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasinya;
c. Kawasan permukiman budaya suku Osing di Kabupaten Banyuwangi; dan d.
Kawasan permukiman budaya di Gunung Kawi.
Arahan pengelolaan terhadap kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal adalah sebagai berikut :
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 11 b.
Memiliki keanekaragaman satwa yang tinggi;
c.
Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu; atau
d.
Memiliki luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan.
Arahan pengelolaan suaka margasatwa antara lain:
a.
Pelestarian ekosistem yang masih berkembang, antara lain:
Flora yang khas dan dilindungi di Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang meliputi Salam (Eugenia Aperculata), Mentigi (Vacciniumvaringae Folium), Jamuji (Podocarpus Imbricatus), Bunga Penyeri Jawa (Euphorbia Javanica), Anggrek Sikat (Dendrobium Hasseltii), Ilalang (Imperata Cylndrica), Rumput Teki (Carex Sp), Alang – Alang (Cyperus Flavidus); sedangkan di Suaka Margasatwa Pulau Bawean meliputi: jenis Sape (Symplocos Denophylla), Pangopa (Eugenia lepidocarpa), Sigam (Antidesma Montana), Kopi (Psychotria Sp), Gondang (Ficus Variegata), Kayu Tutup (Macaranga Tamarius); dan
Fauna di Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang meliputi: Rusa (Cevus Timorensis), Babi hutan (Sus Sp), Kijang (Munticus Muntjak), Kucing hutan (Felis Bengalensis), Musang (Mustela Flavigoladan Mustela Lutreola), Macan tutul (Pantrea Pardus), Merak (Vavo Munticus) dan Ayam hutan (Galus Gallus); sedangkan di Suaka Margasatwa Pulau Bawean meliputi: Rusa Bawean (Axis Kuhlii), Babi Hutan (Sus sp), Musang (Vivericula Mulaccensis), Landak (Hystrix Brachyura Javanica), Kera ekor panjang (Macaca Fascicularis), Keluang (Pteropus Alecto), Burung Pergai (Fregata Minor), Burung Walet (Collocalia Fuiphagus), Ayam Hutan (Galus Sp), Biawak (Varanus Salvator), Ular Phyton, dan Ular Weling (Bungarus Candidus).
b.
Pemerketatan patroli untuk menghindari adanya penebangan pohon liar serta membatasi merambahnya kawasan budi daya ke kawasan lindung.
c.
Penerapan kerjasama antarwilayah dalam pengelolaan kawasan tersebut, terutama dalam melakukan pengawasan terhadap ancaman berkurangnya lahan kawasan lindung.
Lokasi suaka margasatwa di Provinsi Jawa Timur dapat dilihat dalam Peta 4.2.
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 12 4.1.3.2
Cagar Alam
l.
Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Kriteria cagar alam menurut PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional meliputi: a.
Memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa, dan tipe ekosistemnya;
Nusa Barong di Kabupaten Jember seluas sekurang-kurangnya 6.100 Ha
m. Pancuran Ijen I dan II di Kabupaten Bondowoso seluas sekurang-kurangnya 9 Ha n.
Pulau Bawean di Kabupaten Gresik seluas sekurang-kurangnya 725 Ha
o.
Pulau Noko dan Pulau Nusa di Kabupaten Gresik seluas sekurang-kurangnya 15 Ha
p.
Pulau Saobi di Kepulauan Kangean Kabupaten Sumenep seluas sekurang-kurangnya 430 Ha
b.
Memiliki formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusunnya;
c.
Memiliki kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli atau belum diganggu manusia;
q.
Pulau Sempu di Kabupaten Malang seluas sekurang-kurangnya 877 Ha
d.
Memiliki luas dan bentuk tertentu; atau
r.
e.
Memiliki ciri khas yang merupakan satu-satunya contoh di suatu daerah serta keberadaannya memerlukan konservasi.
Rogojampi I/II di Kabupaten Banyuwangi seluas sekurangkurangnya 7,50 Ha.
Cagar alam di Jawa Timur secara keseluruhan memiliki luas areal kurang lebih 10.962 Ha. Kawasan ini harus tetap dipertahankan sebagai kawasan lindung dan tidak diijinkan untuk alih fungsi lahan. Lokasi cagar alam antara lain: a. Besowo Gadungan di Kabupaten Kediri seluas sekurangkurangnya 7 Ha b.
Cagar Alam Ceding di Kabupaten Bondowoso seluas sekurangkurangnya 2 Ha
c.
Cagar Alam Sungai Kolbu di Kabupaten Probolinggo seluas sekurang-kurangnya 19 Ha
d.
Cagar Alam Watangan Puger I di Kabupaten Jember seluas sekurang-kurangnya 2 Ha
e.
Curah Manis I–VIII di Kabupaten Jember seluas sekurangkurangnya 17 Ha
f.
Gunung Abang di Kabupaten Pasuruan seluas sekurangkurangnya 50 Ha
g.
Gunung Picis di Kabupaten Ponorogo seluas sekurang-kurangnya 28 Ha
h.
Gunung Sigogor di Kabupaten Ponorogo seluas sekurangkurangnya 190,50 Ha
i.
Guwo Lowo/Nglirip di Kabupaten Tuban seluas sekurangkurangnya 3 Ha
j.
Kawah Ijen Merapi Ungup-Ungup di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi seluas sekurang-kurangnya 2.468 Ha
k.
Manggis Gadungan di Kabupaten Kediri seluas sekurangkurangnya 12 Ha
Arahan pengelolaan kawasan cagar alam meliputi: a. Rehabilitasi tanah kelerengan 40 %.
rusak/kawasan
kritis
terutama
pada
b.
Pengelolaan cagar alam.
c.
Peningkatan fungsi lindung cagar alam.
d.
Pengembangan kegiatan secara lebih spesifik berdasarkan karakteristik kawasan dengan mengedepankan fungsi lindungnya.
Adapun rencana pengembangan cagar alam di Jawa Timur adalah sebagai berikut: A.
Besowo Gadungan
Cagar alam Besowo Gadungan terletak di Desa Besowo, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri dengan luas 7 Ha. Adapun potensi yang ada di cagar alam ini meliputi: 1.
Flora khas dengan jenis Rau, Kedondong alas, Pule, Kemiri, Piji, Tukuruyung, dan Pakis.
2.
Fauna khas yang perlu dilindungi terdiri dari: Musang, Kijang, Kera abu-abu, Raja Udang, Prenjak, Kutilang, Perkutut, Sesap madu, Jalak uren, gagak, dan Trucukan.
Terkait dengan pengelolaannya secara khusus, maka hal yang penting untuk diperhatikan kelestariannya terdiri dari aspekbotanis (flora/tanaman), aesthetics (pemandangan, keindahan alam) dan geologis. B.
Cagar Alam Ceding
Cagar alam ini terletak di Dusun Blawan Desa Kalianyar Kecamatan Klabang Kabupaten Bondowoso dan memiliki luas area kurang lebih 2 Ha. Maka arahan kegiatan pengelolaan kawasan lindung ini antara lain:
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 13 1.
a) Flora khas yang dilindungi antara lain : Cintungan (Bichovia javanica), Gondang (Ficus variegata), Beringin (Ficus benyamin), Suren (Toona sureni), Tritih (Celtis cinamomea), Bambu Apus (bamboo sp), Pakis (Athyprium esculentum), Klampok (Eogina sp), Nyatoh (Dillenia reticulatus). b) Kera Abu-abu (Presbytis cristata), Burung Kutilang (pycononotus sp), Burung Emprit (Lonchuza sp) dan Burung Perkutut (Sterptoprlia strata). 2.
fungsi ekologis juga secara tidak langsung memiliki nilai ekonomis.
Pelestarian ekosistem yang masih berkembang, meliputi:
Pengembangan sebagai daya tarik wisata berupa air terjun Damar Wulan di Cagar Alam Ceding dengan ketinggian 85 meter yang saat ini kurang optimal dalam pengelolaannya khususnya sebagai obyek wisata alam.
E.
Cagar Alam Curah Manis I-VIII dikenal juga dengan sebutan Curah Manis Sempolan terdapat di Desa Garahan dan Desa Sidomulyo, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember dengan luas total 17 Ha. Terkait dengan pengelolaannya secara khusus, maka hal yang urgen/penting untuk diperhatikan kelestariannya terdiri dari aspek Botanis (flora/ tanaman) dan Aestetis (pemandangan, keindahan alam). Kekhasan kawasan ini adalah di dalamnya terdapat perwakilan keanekaragaman ekosistem hutan tropika, yang pada saat ini kawasan sekitarnya sudah menjadi hutan produksi dan ditanami pinus.
Arahan kegiatan pengelolaannya secara khusus adalah: 1.
Pengelolaan hutan partisipatif dengan tujuan memberikan pemahaman tentang pentingnya hutan selain mempunyai fungsi ekologis juga secara tidak langsung memiliki nilai ekonomis. C.
Curah Manis I–VIII
a) Flora: Bendo (Artocarpus elasticus), Gendangan (Nyssa javanica), pohon karet (Ficus benyamina), musty (Ficus annulata), Wuni (Antidesma bunius), Suren (Toona stireni), dan Bambu (Bambusa sp).
Cagar Alam Sungai Kolbu Iyang Pateu
Cagar Alam Sungai Kolbu Iyang Pateu terletak di Kabupaten Bondowoso dengan luas kurang lebih 19 Ha. Cagar Alam Sungai Kolbu berdekatan dengan kawasan Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Gunung Iyang. Terkait dengan pengelolaannya secara khusus, maka hal yang penting untuk diperhatikan kelestariannya terdiri dari aspek botanis (flora/tanaman), (pemandangan, keindahan alam) dan geologis.
b) Fauna: Rusa (Muntiacus muntjak), babi hutan (Sus scrofa), trenggiling (Manis javanicus), Kancil (Tragulus Napu), monyet abu-abu (Presbytis sp), monyet hitam (Macaca sp), ayam hutan (gallusgallus). 2.
D. Cagar Alam Watangan Puger Cagar Alam Watangan Puger terletak di Desa Lojejer Kecamatan Wuluhan Kabupaten Jember dengan luas area kurang lebih 2 Ha.
Arahan kegiatan pengelolaan kawasan lindung ini antara lain: 1.
Pelestarian ekosistem yang masih berkembang, antara lain : a) Kepuh (sterculia foetida), Lo (ficus glomerata), Bendo (arthocarpus sp), Slumprit (Terminalia sp), Kedu (Planchonida sp), Kesambi (schleichera oleosa), Sempur (dillenia qurea) dan Waru laut (Habicus sp).
F.
Pengelolaan hutan partisipatif dengan tujuan memberikan pemahaman tentang pentingnya hutan selain mempunyai
Peningkatan pengawasan terhadap kegiatan budi daya yang mulai nerambah kawasan serta pegembangan kegiatan wisata dan penelitian terkait keaneragaman hayati.
Gunung Abang di Kabupaten Pasuruan
Cagar Alam Gunung Abang terletak di Desa Kedungpengaron Kecamatan Kejayan dan Desa Sapulante Kecamatan Pasrepan, Kabupaten Pasuruan dengan luas areal kurang lebih 50 Ha.
Arahan kegiatan pengelolaan kawasan lindung ini antara lain:
1.
Pelestarian ekosistem yang masih berkembang, antara lain: a)
Vegetasi hutan rimba alam campuran dengan pepohonan didominasi famili Euphorbiaceae, Tiliceae, Moraceae, Streculiae, Fabaceae, Sapindaceae, Dilleniae, Milliceae dan Verbenaceae, disamping hutan jati. Flora yang masih dilindungi dari jenis yang dominan diantaranya Rau (Dysoxylum amooroides), Walikukun (Schoulenia kunstleri), Kesambi (Schleichera oleosa), Kepuh (Sterculia foetida), Lo (Vicus glomerata) dan Sempu (Dillenia pentagyna) yang merupakan jenis tumbuhan langka.
b)
Satwa liar yang terdapat di kawasan Cagar Alam ini terdiri 7 jenis mamalia, 15 jenis aves dan 3 jenis reptil. Yang sering
b) Beberapa jenis satwa liar yang menghuni kawasan Cagar Alam Watangan Puger ini antara lain Kera hitam (Presbytis cristata), Kera abu-abu (Macaca Fascicularus), Kalong (Pteropus vamphyrus), Srigunting (Dicrurus sp), Perkutut (Geopelia striata), Kutilang (Pycnonotus sp), Deruk (Ducula bicolor) dan Trocokan (Pycnonotus geoavier). 2.
Pelestarian ekosistem yang masih bertahan terdiri dari:
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 14 2.
dijumpai diantaranya Kera Abu-abu (Macaca fascicularis), Kalong (Pteroptus Vamphyrus), Babi hutan (Sus scropa), Prenjak gunung (Cettia vulkania), Srigunting, Kutilang, Elang, Betet, Raja udang, Trocokan dan Jalak Suren. 2. Pembatasan merambahnya kawasan terbangun dan budi daya di sekitar Desa Kedungpengaron dan Desa Sapulante. 3.
G.
Pengelolaan hutan partisipatif dengan tujuan memberikan pemahaman tentang pentingnya hutan selain mempunyai fungsi ekologis juga secara tidak langsung memiliki nilai ekonomis.
1.
2.
Flora: Vegetasi dominan antara lain Morosowo (Engelhardis spicata), Pasang (Quercus sondaica), Dali (Radermachera gigantea), Nyampoh (Litsea glutinosa), Pulus (Laportea stimulans).
J.
Peningkatan sarana wisata serta melindungi kawasan diluar gua dengan meningkatkan reboisasi.
2.
Pelaksanaan program pengembangan hutan partisipatif untuk melindungi obyek wisata tersebut.
Cagar Alam Kawah Ijen Merapi Ungup-Ungup
Adapun arahan pengelolaan kawasannya adalah sebagai berikut: Rehabilitasi tanah rusak/kawasan kritis terutama pada kelerengan 40 % dengan mengembangkan budi daya tanaman keras produktif seperti pohon mangga, asem, durian dan sebagainya.
2. Pengelolaan hutan secara partisipatif dengan tujuan memberikan pemahaman tentang pentingnya hutan selain mempunyai fungsi ekologis juga secara tidak langsung memiliki nilai ekonomis.
Cagar alam Gunung Sigogor terletak terletak di lereng barat Gn. Wilis tepatnya di Desa Pupus, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo seluas 190,5 Ha. Karakter kawasannya adalah bertopografi berbukit-bukit dengan medan berlereng sedang hingga curam pada ketinggian 100-1.700 mdpl. Puncak-puncak tertinggi antara lain terdapat di bagian selatan (daerah Patok Banteng dan Batu Blandar) dan di bagian timur (daerah Cenger). Formasi geologi terdiri atas batuan vulkanik muda sedangkan jenis tanahnya merupakan kompleks mediteran dan litosol yang sangat peka terhadap erosi.
Flora: Didominasi oleh Pasang (Quercus sondaica), Jamuju (Podocarpus imbricatus), Rasamala (Altingia excelsa), Dali (Radermachera gigantea), Wesen (Dodoneca viscosa), Kodokan (Macropanax dispermum), Morosowo (Engelhardis spicata), Embacang (Mangifera foetida), Puspa (Schima wallichii), Salam (Eugenia polyantha), dan lainnya.
1.
1.
Gunung Sigogor
1.
Arahan kegiatan pengelolaan kawasan lindung ini antara lain:
Kawasan Kawah Ijen yang terletak ditengah Kawah Ijen pada jalur jalan dari Paltuding sampai dengan sekitar kawah/kaldera, ditetapkan sebagai taman wisata Kawah Ijen dengan luas area kurang lebih 2.468 Ha. Lokasi kawasan tersebut meliputi Banyuwangi, Bondowoso dan Situbondo.
Fauna: Berbagai jenis burung, Lutung (Presbytis cristata), Bajing tanah (Lariscus insignus), Kadal (Mabouya multifasciata), dan lainnya.
Tipe ekosistem kawasan cagar alam ini berupa hutan hujan tropis pegunungan. Adapun ekositem yang perlu diperhatikan kelestariannya adalah:
Guwo Lowo/Nglirip
Cagar alam ini terletak di Desa Guwoterus Kecamatan Montong, Kabupaten Tuban dengan luas areal kurang lebih 3 Ha.
Gunung Picis
Cagar alam Gunung Picis terletak di Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo dengan luas sekitar 28 Ha. Karaketer kawasannya adalah berupa pegunungan bergelombang sedang, hingga curam dari arah utara ke selatan dengan kelerengan antara 45°-60°, serta ketinggian tempat ±1200 mdpl. Adapun tipe ekosistemnya adalah hutan hujan tropis sub pegunungan, dengan pelestarian pokok berupa botani. Terkait dengan upaya pelestariannya, ekosistem yang perlu untuk diperhatikan adalah:
H.
I.
Fauna : Berbagai jenis burung seperti rangkok (Buceros rhinoceros), elang bondol (Haliastur indus), raja udang (Halchyon chloris), dan tulum tumpuk (Megalaima javanensis). Beberapa jenis mamalia seperti macan tutul (Panthera pardus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), lutung (Presbytis cristata), dan lainnya.
3.
Peningkatan reboisasi dengan tanaman produktif dengan fungsi lindung.
4. Pembinaan penambang belerang tradisional, dengan menggunakan peralatan keselamatan. 5. Pengembangan pariwisata: out bond, adventure, pengembangan wisata alam dan pengembangan fasilitas bumi perkemahan. K.
Manggis Gadungan
Cagar alam Manggis Gadungan terletak di kaki Gunung Kelud, tepatnya berada di Desa Manggis, Kecamatan Puncu, Kabupaten Kediri dengan luas 12 Ha. Tipe ekosistem berupa hutan hujan tropis dataran rendah, dengan pelestarian yang diprioritaskan pada: 1.
Flora: Kemiri (Aleurites moluccana), Bendo (Artocarpus elasticus), Bayur (Pterospermum javanicum), Epeh (Ficus globosa), Ipik (Ficus retusa), Gondang (Ficus
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 15
variegata), Nyampoh (Litsea glutinosa), Rao (Dysoxylum amoroides), Maduh (Laportea stimulans), Berasan (Acmena accuminatisima), Kedoya (Dysoxylum gaudichaudianum), Tutup (Macaranga rhizinoides), Pasang (Quercus sondaica), dan Serut (Streblus asper) sedangkan tumbuhan bawah yang ditemui antara lain Aren (Arenga pinnata), Rotan (Calamus javensis), Sri Rejeki (Aglaonema picta), Anggrek Tanah (Corymborchis veratrifolia). 2.
L.
Fauna: kancil (Tragulus javanicus), kijang (Muntiacus muntjak), walang kopo (Petaurista elegans), rangkok (Buceros undulatus), sesap madu (Nyctarina jugularis), elang (Haliastur indus), merak (Pavo muticus), dan burung hantu (Tyto alba). Sedangkan jenis satwa yang belum dilindungi, antara lain monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), kalong (Pteropus vampyrus), burung bubut (Centropus sinensis), kadal (Mabouya multifasciata), bunglon (Coutus cristatellus), dan tupai (Tupaia javanica).
4. M.
N.
3.
Flora: pohon dan tanaman hutan belantara termasuk Gaharu, Kayu hitam (Presbytis cristata), Bunga-bungaan, Bayur, Jambu-jambuan, Rotan and Liana.
2.
Fauna: Macan tutul, Macan kumbang, Babi Hutan, dan Deer (Muntiacus muntjak).
Pulau Bawean
Arahan kegiatan pengelolaan kawasan lindung ini antara lain: 1. Pengembangan area wisata alam dan sekaligus melestarikan keanekaragaman sumber daya alam sekitar. 2. Pengelolaan hutan secara partisipatif dengan tujuan memberikan pemahaman tentang pentingnya hutan, dengan harapan tidak ada lagi penjarahan hutan oleh masyarakat sekitar.
Arahan kegiatan pengelolaan kawasan lindung ini antara lain:
2.
1.
Kawasan hutan Pulau Bawean ditetapkan sebagai cagar alam dengan luas area kurang lebih 725 Ha; terletak di Kecamatan Tambak Kabupaten Gresik.
Nusa Barong
1.
Pacuran Ijen I dan II
Cagar alam Pacuran Ijen terletak di Desa Sumber Canting, Kecamatan Prajekan, Kabupaten Bondowoso dengan luas 9 Ha. Kawasan ini memiliki kekhasan hayati, diantaranya:
Cagar alam Nusa Barong terdapat di perairan Samudera Indonesia, dan termasuk wilayah Kecamatan Puger Kabupaten Jember dengan luas areal kurang lebih 6.100 Ha.
Pengembangan budi daya tanaman mangrove dibagian selatan untuk menjaga abrasi air laut.
Penerapan kegiatan yang menjaga kelestarian ekosistem yang masih berkembang, meliputi:
3. Perlindungan meliputi:
ekosistem
yang
masih
berkembang,
a) Flora yang harus dilestarikan adalah Endogendogan (Xanthophyiium excelsum), Klampok hutan (Eugenia sp), Bogem (brugeura sp), Kalak (Mitrophora javanica), Laban (Vitex pubesecens) dan Salakan (Palmae sp)
a) Flora khas di kawasan ini adalah jenis Sape (Symplocos denophylla), Pangopa (Eugenia lepidocarpa), Wuni gunung (Antidesma montana), Psykhotria sp, Gondang (Ficus Variegata), Kayu tutup (Macaranga Tamarius).
b)
b)
Fauna yang masih berkembang dan diupayakan kelestariannya adalah Kera (Macaca fascicularis), Babi hutan (Sus scropa) dan Tupai (Scewius notakas). Jenis-jenis Burung antara lain Pecuk ular (Antinga rufa), Kuntul (Egrelta sp), Iblis hitam (Plenadis falsinallus), Elang (Elanus sp), Burung Rangkong (Aceros undulatus) dan Rusa (Cervus timorensis).
Pengalihfungsian lahan ke fungsi semula sesuai dengan tipologi kawasan lindung. Pengelolaan hutan secara partisipatif dengan tujuan memberikan pemahaman tentang pentingnya hutan sehingga masyarakat memiliki kesadaran akan manfaat pengelolaan hutan.
O.
Fauna khas di kawasan cagar alam ini adalah Rusa Bawean (Axis kuhlii), Babi hutan (Sus sp), Landak (Hystric brachyura javanica), Kera ekor panjang (Macaca Fascicularis), Kaluang (Pteropus alecto), Burung Pergai (Fregata minor), Burung Walet (Collocalia fueiphagus), Ayam hutan (Galus sp), Biawak (Varanus salvator), Ular Phyton, Ular Pohon, dan Ular Weling (Bungarus Candidus).
Pulau Noko/Pulau Nusa
Pulau Noko dan Pulau Nusa merupakan gugusan pulau yang letaknya di bagian Timur Pulau Bawean Kabupaten Gresik dengan luas area kurang lebih 15 Ha. Kawasan ini dikukuhkan sebagai cagar alam karena panorama perairan bawah lautnya masih alami, banyak terumbu karang dengan ekosistem perairan pesisir yang khas. Pulau Noko pada awalnya merupakan tempat berlabuh dan berkembang biak penyu dengan jumlah yang sangat besar, namun
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 16 pada perkembangannya saat ini sudah tidak ditemukan lagi aktivitas penyu tersebut akibat penambangan pasir laut.
Arahan kegiatan pengelolaan kawasan lindung ini antara lain: 1. Pengembangan kegiatan untuk menjaga kelestarian ekosistem perairan bawah laut.
P.
2.
Pengembangan kawasan tersebut sebagai obyek wisata bahari, dan meningkatkan sarana prasarana penunjang wisata yang berwawasan lingkungan.
3.
Revitalisasi kawasan pantai khususnya Pulau Noko untuk kembali berfungsi sebagai habitat kembang biak penyu.
4.
Pengembangan tanaman mangrove sebagai jalur hijau untuk mencegah abrasi pantai.
Pulau Saobi
Arahan kegiatan pengelolaan kawasan lindung ini antara lain: 1.
Pelestarian ekosistem yang masih berkembang, meliputi: a) Ekosistem Hutan Mangrove Struktur hutan mangrove ini sangat sederhana karena terdiri dari satu lapisan tajuk pohon. Jenis-jenis tumbuhan yang dijumpai adalah Bakau (Rhizophora sp) dan Api-api (Avicenia sp). Sedangkan jenis-jenis satwa yang umum di jumpai pada daerah perairan hutan mangrove adalah Ikan Glodok, Kepiting dan Udang. b) Ekosistem Hutan Pantai
Cagar Alam Pulau Saobi merupakan kawasan yang terletak di Kepulauan Kangean Kabupaten Sumenep, dengan luas area kurang lebih 430 Ha. Kawasan cagar alam ini memiliki berbagai panorama alam yang indah yang harus dipertahankan. Arahan kegiatan pengelolaan kawasan lindung ini antara lain: 1.
Pengawasan berkelanjutan di kawasan lindung tersebut terhadap aktivitas masyarakat kepulauan.
2. Pelestarian keanekaragaman berkembang, meliputi:
hayati
yang
masih
a) Flora terdiri dari Ketapang (Terminalia catapa), Putat Laut (Baringtonia asitica), Waru Laut (Hibicus tidiacus) dan Pandan (Pandanum tectorius).
c) Ekosistem Danau
b) Satwa liar yang sering di jumpai pada kawasan pantai ini antara lain: Burung Elang Laut (Helicetus leucogaster), Burung Dara Laut (Sterna albiforn), Biawak (Varanus sp), Umang Laut dan lain-lain. c) Terkait dengan kawasan perlindungan sekitar pantai, maka pengembangan pelestarian terhadap ekosistem bawah laut seperti terumbu karang harus dipertahankan dari aktivitas nelayan.
Q.
3.
Pengembangan budi daya hutan bakau atau mangrove untuk menghindari adanya abrasi.
4.
Pengembangan kawasan sebagai obyek wisata.
Areal hutan pantai Cagar alam Pulau Sempu terdapat di bagian utara, barat dan selatan merupakan pantai yang landai. Jenis-jenis tumbuhan terdiri dari Ketapang (Terminalia catapa), Putat Laut (Baringtonia asitica), Waru Laut (Hibicus tidiacus) dan Pandan (Pandanum tectorius). Adapun jenisjenis satwa liar yang sering di jumpai pada kawasan pantai ini antara lain: Burung Elang Laut (Helicetus leucogaster), Burung Dara Laut (Sterna albiforn), Biawak (Varanus sp), Umang Laut dan lain-lain. Daratan cagar alam Pulau Sempu memiliki dua buah danau yaitu Danau Telaga Lele dengan areal seluas ± 2 Ha, yang merupakan danau air tawar dan danau Segoro Anakan dengan areal seluas ± 4 Ha yang merupakan danau air asin. Danau air tawar Telaga Lele terletak di bagian timur kawasan cagar alam, sedangkan Segoro Anakan berada dibagian barat daya. Masing-masing memiliki peranan yang penting sebagai sumber air bagi kehidupan satwa liar, terutama pada musim kemarau.
d) Ekosistem Hutan Tropis Dataran Rendah
Pulau Sempu
Kawasan Cagar Alam Pulau Sempu terletak di perairan Samudera Indonesia di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang dengan luas areal kurang lebih 877 Ha. Kawasan tetap difungsikan sebagai kawasan lindung dan tidak dikembangkan sebagai kawasan budi daya.
Tipe ekosistem ini menempati areal terluas dan tersebar hampir di seluruh kawasan, sehingga menjadi ciri utama dari kawasan Cagar Alam Pulau Sempu. Struktur hutan tropis ini ditandai dengan adanya tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari tiga atau empat lapis tajuk pohon dengan komposisi yang beragam. Beberapa jenis pohon yang dominan yaitu Bendo (Artocarpus elasticus), Triwulan (Mishocarpatus sundaica), Wedang (Pterocarpus javanicus) dan Gerok Ayam (Buchanania arborescens).
e) Flora Khas Yang Dilindungi
Kawasan Cagar Alam Pulau Sempu memiliki ± 223 jenis tumbuhan yang tergolong dalam 144 marga
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 17 dan 60 suku. Dari 60 suku tersebut, telah diketahui lima suku yang memiliki jumlah individu, jenis dan marga yang relatif cukup banyak. Kelima suku tersebut adalah: Ara – Araan (Moraceae), Bunga Berduri (Euphorbiaeceae), Mangga (Anacardiaceae), Srikaya (Annonaceae) dan Kakao (Sterculiaceae). f) Fauna
2.
3.
Satwa liar yang hidup di dalam kawasan Cagar Alam Pulau Sempu sekitar ± 51 jenis yang terdiri dari 36 jenis aves, 12 jenis mamalia dan 3 jenis reptil yang paling sering di jumpai diantaranya Babi Hutan (Sus scopa), Kera Hitam (Presbytis cristata), Belibis (Dendrosyqna sp) dan Burung Rangkong (Buceros undulatus).
Pelestarian tanaman perdu dan pelestarian tanaman bakau/mangrove dibagian selatan pulau sebagai upaya pencegahan abrasi. Pengembangan area sebagai obyek wisata alam minat khusus tanpa membuat bangunan apapun.
R.
Rogojampi I/II
Kawasan Cagar Alam Rogojampi I/II terletak di Desa Pakel, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi dengan luas 7,5 Ha. Kawasan ini merupakan perwakilan keragaman ekosistem hutan hujan tropika. Terkait dengan pengelolaannya secara khusus, maka hal yang urgent/ penting untuk diperhatikan kelestariannya terdiri dari aspek botanis (flora/tanaman), aesthetics (pemandangan, keindahan alam) dan geologis. Secara umum, arahan pengelolaan kawasan cagar alam di Jawa Timur adalah sebagai berikut: a. Rehabilitasi tanah kelerengan 40%;
rusak/kawasan
kritis
terutama
pada
b.
Pengelolaan cagar alam;
c.
Peningkatan fungsi lindung cagar alam; dan
d.
Pengembangan kegiatan secara lebih spesifik berdasarkan karakteristik kawasan dengan mengedapankan fungsi lindung kawasan.
Lokasi cagar alam di Provinsi Jawa Timur dapat dilihat dalam Peta 4.3.
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 18 4.1.3.3
Kawasan Pantai Berhutan Bakau
Kawasan pantai berhutan bakau adalah kawasan tempat tumbuhnya tanaman mangrove di wilayah pesisir dan laut yang berfungsi untuk melindungi habitat, ekosistem, dan aneka biota laut, melindungi pantai dari sedimentasi, abrasi dan proses akresi (pertambahan pantai) dan mencegah terjadinya pencemaran pantai. Kriteria penetapan kawasan pantai berhutan bakau berdasarkan PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah koridor di sepanjang pantai dengan lebar paling sedikit 130 (seratus tiga puluh) kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan, diukur dari garis air surut terendah ke arah darat. Kawasan sempadan bakau adalah kawasan tempat tumbuhnya tanaman bakau di wilayah pesisir dan laut yang berfungsi untuk melindungi habitat, ekosistem, dan aneka biota laut, melindungi pantai dari sedimentasi, abrasi dan proses akresi (pertambahan pantai) dan mencegah terjadinya pencemaran pantai. Kawasan Perlindungan Setempat (KPS) sempadan pantai berhutan bakau minimal 130 kali rata rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah kearah darat yang merupakan habitat hutan bakau atau mangrove. Adapun kawasan perlindungan hutan bakau atau mangrove di Provinsi Jawa Timur meliputi sepanjang pantai utara dan pantai selatan Jawa Timur termasuk kepulauan. Arahan pengelolaan sempadan hutan bakau antara lain: a.
Pengelolaan kawasan pantai berhutan bakau yang dilakukan melalui penanaman tanaman bakau dan nipah di pantai;
b.
Pengembangan pariwisata berwawasan edukasi tanpa merubah rona alam di kawasan pantai berhutan bakau
4.1.3.4
Taman Nasional
Menurut PP No 68/1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, Kawasan Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budi daya, pariwisata, dan rekreasi, yang mempunyai fungsi sebagai:
b.
Memiliki luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologi secara alami
c.
Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun jenis satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh
d. Memiliki paling sedikit satu ekosistem yang terdapat di dalamnya yang secara materi atau fisik tidak boleh diubah baik oleh eksploitasi maupun pendudukan manusia e.
Memiliki keadaan alam yang asli untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam
Taman Nasional merupakan kawasan pelestarian yang memiliki ekosistem asli dikelola untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, pariwisata, rekreasi, pendidikan. Taman Nasional di Provinsi Jawa Timur seluas kurang lebih 176.696,2 Ha dan terdapat di empat lokasi, dimana kawasan tersebut merupakan wilayah dengan fungsi lindung disamping sebagai pengembangan obyek wisata. Keempat kawasan tersebut adalah kawasan lindung nasional. Kawasan tersebut adalah sebagai berikut: A.
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN-BTS) memiliki luas area kurang lebih 50.276,2 Ha dengan lokasi mencakup wilayah Kabupaten Malang, Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang. TN-BTS memiliki fungsi sebagai taman nasional yang dikelola perhutani disamping sebagai daerah tujuan wisata andalan Jawa Timur. Arahan kegiatan pengelolaan kawasan lindung ini antara lain: 1. Pengembalian fungsi lindung pada kawasan yang tereleminasi dengan mengembangkan tanaman produktif yang dapat meresapkan air ke tanah. 2.
Pengembangan kawasan desa wisata budaya di sekitar Wonokitri disamping mengembangkan situs peninggalan bersejarah seperti Candi Watu Tetek Belahan, Candi Gunung Gangsir, Candi Makutomoro dan Candi Sepilar.
3. Pengembangan paket wisata tematik budaya etnik Tengger dan artefak historis. 4.
Pembangunan sarana penelitian terhadap flora dan fauna disamping mengembangkan penangkaran satwa langka.
a.
Kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan.
b.
Kawasan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa.
5.
Apabila terdapat alih fungsi lindung, maka harus diadakan pengembalian ke fungsi semula.
c.
Kawasan pemanfaatan secara lestari potensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
6.
Pengelolaan hutan partisipatif dengan tujuan memberikan pemahaman tentang pentingnya hutan selain mempunyai fungsi ekologis juga secara tidak langsung memiliki nilai ekonomis.
Kriteria Taman Nasional menurut PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional meliputi: a.
Berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan satwa yang beragam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 19 B.
Taman Nasional Baluran
2.
Taman Nasional Baluran merupakan taman nasional untuk penangkaran Banteng Jawa yang masih dilindungi, kawasan tersebut terletak di Kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo dan Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi dengan luas areal 25.000 Ha.
a) Kelompok hutan Sabrang Trate, Boven Sukamade. b) Hutan tropis paling lengkap mulai hutan pantai sampai hutan pegunungan.
Arahan kegiatan pengelolaan kawasan lindung ini antara lain:
c) Perkebunan yang terdapat di Sukamade: Kopi, Kakao, Karet.
1. Pengembalian fungsi hutan terutama pada kawasan taman nasional guna melindungi flora fauna. 2.
d) Fauna yang dilindungi: Harimau Jawa, Banteng, dan Penyu Laut.
Peningkatan kualitas habitat hewan atau flora dan fauna yang dilindungi, antara lain Banteng, Harimau, Ayam hutan, Kerbau liar, Kijang, Babi hutan, Rusa, Kucing hutan, Tanaman Dadap biru, Rumput Dichantium dan Politrias amaura, Akasia, Timogo, Cebang, Kepuh, Kemiri.
3.
Pengembangan tanaman lindung terutama tanaman yang dapat membantu meresapkan air ke tanah.
4.
Pengembangan kegiatan-kegiatan:
e) Flora yang dilindungi ada 362 spesies diantaranya Bunga Padmosari. 3. Pada kawasan Pesisir Sukamade pembudidayaan penanaman hutan melindungi habitat satwa bawah laut. 4.
c) Penjagaan satwa yang dilindungi dari kepunahan. Program yang perlu ditindaklanjuti meliputi:
b) Perlindungan wilayah Pantai Bama dengan pengelolaan yang terkendali dengan penanaman hutan bakau untuk melindungi hamparan karang. c) Peningkatan keterpaduan pembangunan kawasan konservasi dengan pembangunan wilayah terutama peningkatan kesejahteraan dan kepedulian masyarakat disekitar kawasan konservasi. C.
Program yang perlu ditindaklanjuti adalah :
b) Mengembalikan fungsi lindung, terutama pada kawasan dengan kelerengan > 40% dengan memperbanyak tanaman keras.
b) Pengembangan ilmu pengetahuan flora dan fauna.
a) Pengelolaan hutan partisipatif dengan tujuan memberikan pemahaman tentang pentingnya hutan selain mempunyai fungsi ekologis juga secara tidak langsung memiliki nilai ekonomis.
dikembangkan bakau untuk
a) Pengelolaan hutan partisipatif, dengan tujuan memberikan pemahaman tentang pentingnya hutan dengan harapan memberikan efek tidak adanya lagi penjarahan hutan oleh masyarakat sekitar.
a) Obyek wisata alam dengan kegiatan pengembangan seperti: out bond, adventure, bumi perkemahan dengan adanya gardu pandang.
5.
Pelestarian binatang yang dilindungi serta menciptakan ekosistem yang seimbang. Adapun keragaman ekosistem di Meru Betiri adalah:
c) Membuat tempat penelitian dan pengembangbiakan Penyu di sekitar Pantai Sukamade, serta menetapkan peraturan perlindungan terhadap fauna tersebut. D.
Taman Nasional Alas Purwo
Taman Nasional Alas Purwo terletak di ujung Banyuwangi Selatan tepatnya di Kecamatan Tegal Dlimo, luas hutan tersebut 43.420 Ha. Kawasan tersebut merupakan perlindungan mutlak dan tidak dapat dialihfungsikan. Arahan kegiatan pengelolaan kawasan lindung ini antara lain: 1.
Pengembalian kawasan penyangga yang saat ini telah berubah menjadi kebun campur dan tegalan ke fungsi penyangga dengan mengganti tanaman produktif non tebang, jenis tanaman yang dapat diusulkan adalah Sawo Kecik sekaligus membantu pelestarian tanaman ini di kawasan taman nasional mengingat kondisi tanah yang sesuai dengan jenis tanaman ini.
2.
Arahan kegiatan pengelolaan kawasan lindung ini antara lain:
Pengembangan flora dan fauna sesuai dengan habitat dan karakteristik hutan, antara lain :
1. Pencegahan meluasnya alih fungsi hutan ke kebun campur, dengan mengembalikan fungsi lindung.
a) Flora khas yang dilestarikan Sawo Kecik dan Bambu Mangon.
Taman Nasional Meru Betiri
Taman Nasional Meru Betiri merupakan hutan heterogen yang terletak di perbatasan Jember dan Banyuwangi Selatan dengan luas areal 58.000 Ha, namun kondisi sekarang banyak pohon yang ditebang secara liar yang berakibat rusaknya lingkungan.
b) Fauna yang dilestarikan: Banteng Sadengan. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 20 3.
a) Pengelolaan hutan partisipatif dengan tujuan memberikan pemahaman tentang pentingnya hutan selain mempunyai fungsi ekologis juga secara tidak langsung memiliki nilai ekonomis. b) Pengembangan atraksi wisata seperti camping ground, out bond, berkuda, studio penelitian flora fauna dan lain-lain dengan ketentuan yang telah diatur dalam peraturan. c) Mengembangkan sarana prasarana wisata di sekitar Pantai Plengkung, namun tidak berdampak terhadap tereliminasinya kawasan konservasi serta mengembangkan bangunan yang ramah lingkungan. d) Memelihara dan terus membudidayakan tanaman bakau terutama di Kawasan Segoro Anak. Secara keseluruhan, arahan pengelolaan kawasan Taman Nasional meliputi: a.
b.
Program pengelolaan kawasan :
pengembangan kegiatan secara lebih spesifik berdasarkan karakteristik kawasan dengan mengedepankan fungsi lindungnya.
E.
Taman Nasional Perairan Baluran
Taman Nasional Perairan Baluran terletak di Kabupaten Situbondo dan Kabupaten Banyuwangi dengan luas sekurang – kurangnya 3.506 Ha. Arahan pengelolaan kawasan Taman Nasional meliputi : 1.
Pengembalian fungsi konservasi pada kawasan taman nasional; dan
2.
Pengembangan kegiatan secara lebih spesifik berdasarkan karakteristik kawasan dengan mengedepankan fungsi lindung kawasan.
Lokasi taman nasional di wilayah Provinsi Jawa Timur dapat dilihat dalam Peta 4.4.
pengembalian fungsi konservasi pada kawasan taman nasional; dan
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 21 4.1.3.5
Taman Hutan Raya
Taman Hutan Raya (Tahura) adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budi daya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Kriteria penetapan kawasan taman hutan raya menurut PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional meliputi: a.
Berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan/ atau satwa yang beragam;
c.
Memiliki arsitektur bentang alam yang baik;
d.
Memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata;
e.
Merupakan kawasan dengan ciri khas baik asli maupun buatan, baik pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh maupun kawasan yang sudah berubah;
Taman Hutan Raya yang ada di Jawa Timur adalah Tahura R. Soeryo terdapat di lima wilayah yaitu di Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, Kabupaten Jombang dan Kota Batu, dengan luas areal kurang lebih 27.868,3 Ha. Kawasan tersebut memiliki fungsi sebagai kawasan lindung, memiliki kemampuan meresapkan air, dimana air dapat langsung meresap ke tanah. Taman Hutan Raya ini memiliki ekosistem hutan hujan tropis yang lengkap vegetasinya mulai dari perdu hingga kanopi.
Arahan pengelolaan taman hutan raya ini antara lain:
a.
Melestarian alam, yaitu flora, fauna, dan ekosistemnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Mengelolaan tahura partisipatif dengan masyarakat desa penyangga; c.
Reboisasi dengan melakukan penanaman pohon endemik/ konservatif yang dapat digunakan sebagai perlindungan; dan
f.
Memiliki keindahan alam dan/atau gejala alam; dan
d. Pemanfaatan jalur wisata alam jelajah/pendakian untuk menanamkan rasa memiliki terhadap alam.
g.
Memiliki luas yang memungkinkan untuk pengembangan koleksi tumbuhan dan/atau satwa jenis asli dan/atau bukan asli.
Lokasi taman hutan raya di wilayah Provinsi Jawa Timur dapat dilihat dalam Peta 4.5.
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 22 4.1.3.6
Taman Wisata Alam
Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama pelestarian alam (flora, fauna dan ekosistem serta segala isinya) sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. Taman wisata alam di Jawa Timur seluas sekurang-kurangnya 298 Ha. Kriteria taman wisata alam menurut PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional meliputi:
(Celtis cinamomea), Bambu Apus (Bamboo sp), Pakis (Athyprium esculentum). Kendala di kawasan ini adalah semakin berkurangnya kawasan lindung akibat penebangan liar yang sangat menggangu ekosistem yang masih ada. Adapun arahan pengelolaan kawasannya adalah sebagai berikut: 1.
a. Memiliki daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa dan ekosistemnya yang masih asli serta formasi geologi yang indah, unik, dan langka; b.
Memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata;
c.
Memiliki luas yang cukup untuk menjamin pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya untuk dimanfaatkan bagi kegiatan wisata alam; dan
d. Kondisi lingkungan di sekitarnya pengembangan kegiatan wisata alam.
mendukung
upaya
2. Pengelolaan kawasan penyangga dengan tanaman produktif dengan tegakan yang dapat memberikan fungsi lindung, seperti Durian, Kapuk Randu dan Pete. C.
Adapun arahan pengelolaan kawasannya adalah sebagai berikut : 1.
2.
B.
Arahan pengelolaan kawasan taman wisata alam meliputi: 1.
Pemerketat/pengendalian izin mendirikan bangunan pada lokasi yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi atau sesuai kriteria kawasan lindung;
2.
Pengembalian fungsi lindung pada wilayah yang telah dibuka dengan reboisasi sesuai dengan jenis tumbuhan dengan tegakan yang dapat memberikan fungsi lindung; dan
3.
Pengembangan kegiatan pariwisata alam.
Taman Wisata Alam Tretes
Kawasan Tretes termasuk dalam taman wisata yang kelestariannya tetap dipertahankan, dengan luas kawasan kurang lebih 10 Ha yang lokasinya terletak di Desa Pecalukan, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan. Hutan di kawasan ini termasuk dalam hutan tropis dataran rendah, dengan dominasi flora Kaliandra (Caliandra sp), Sengon (Albizia Facata) dan Pinus (Pinus Merkusii). Fauna yang masih lestari adalah Rusa (Cervus timorencis), Kijang (Muntiacus muntjak), Kera (Macaca fascicularis) dan Tekukur (Streptopelia sp).
Taman Wisata Kawah Ijen
Taman Wisata Kawah Ijen terletak di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi seluas sekurang-kurangnya 92 Ha.
Taman wisata alam di Provinsi Jawa Timur terdiri dari: A.
Pengendalian ijin mendirikan bangunan pada lokasi yang memang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi atau sesuai kriteria kawasan lindung serta mengembalikan fungsi lindung pada wilayah yang telah dibuka, dengan reboisasi sesuai jenis tumbuhan dengan tegakan yang dapat memberikan fungsi lindung. Pengembangan kegiatan pariwisata yaitu pengamatan perkembangbiakan (breeding) Rusa, meningkatkan atraksi dengan mengembangkan fasilitas penelitian flora, dan pengembangan fasilitas perkemahan.
4.1.3.7
Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan
Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah kawasan yang merupakan lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun bentukan geologi alami yang khas. Menurut PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional kriteria kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah sebagai hasil budaya manusia yang bernilai tinggi yang dimanfaatkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Di Provinsi Jawa Timur ini terdapat cagar budaya dan ilmu pengetahuan yang dapat dikategorikan menjadi empat bagian yakni lingkungan non bangunan, lingkungan bangunan non gedung, lingkungan bangunan gedung dan halamannya dan kebun raya.
Taman Wisata Gunung Baung
Gunung Baung merupakan taman wisata yang terletak di Kabupaten Pasuruan dengan luas area sekurang-kurangnya 195 Ha yang merupakan hutan hujan tropis yang lengkap vegetasinya dari perdu hingga kanopi. Di area taman wisata ini masih terdapat fauna berupa Ayam Hutan, Kijang, Babi Hutan, Kucing Hutan, sedangkan flora yang masih ada adalah Suren (Toona sureni), Tritih
Pengembalian fungsi lindung pada wilayah yang telah dibuka, dengan reboisasi sesuai jenis tumbuhan dengan tegakan yang dapat memberikan fungsi lindung.
Kawasan tersebut memiliki kriteria sebagai berikut: a.
Kawasan yang ditunjuk mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa dan tipe ekosistemnya.
b.
Mewakili formasi biota tertentu dan unit-unit penyusun.
c.
Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan belum diganggu manusia.
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 23 d. Mempunyai luas dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dengan daerah penyangga yang cukup luas. e.
A.
Mempunyai ciri khas dan dapat merupakan satu-satunya contoh di suatu daerah serta keberadaannya memerlukan upaya konservasi.
Candi Penataran dan Candi Simping di Kabupaten Blitar;
6.
Candi Singosari, Candi Jago, Candi Kidal, Candi Badut di Kabupaten Malang;
7.
Kawasan Trowulan di Kabupaten Mojokerto;
8. Kompleks Makam K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Wachid Hasyim, Gus Dur, dan Sayyid Sulaiman di Kabupaten Jombang;
Lingkungan Non Bangunan
9.
Kawasan lingkungan non bangunan adalah kawasan cagar budaya yang dikembangkan sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan seperti adanya situs peninggalan bersejarah yang dapat di kembangkan sebagai taman wisata pendidikan.
Makam Asta Tinggi di Kabupaten Sumenep;
10. Makam Batoro Katong di Kabupaten Ponorogo; 11. Makam Batu Ampar di Kabupaten Pameksan;
1.
Monumen keganasan PKI di Kabupaten Madiun.
12. Makam Maulana Malik Ibrahim, Makam Sunan Giri (Giri Kedaton), Makam Fatimah Binti Maimun, Makam Kanjeng Sepuh, dan Kawasan Gunung Surowiti di Kabupaten Gresik;
2.
Monumen Trisula di Kabupaten Blitar.
13. Makam Sunan Bonang di Kabupaten Tuban;
3.
Petilasan Gunung Kawi Kabupaten Malang.
14. Makam Sunan Drajat di Kabupaten Lamongan;
4.
Petilasan Sri Aji Joyoboyo di Kabupaten Kediri.
5.
Situs Purbakala Trinil di Kabupaten Ngawi.
15. Makam Syaikona Kholil, dan Pesarean Aer Mata Ebu di Kabupaten Bangkalan;
Di Jawa Timur dijumpai kawasan lingkungan non bangunan sebagai cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut:
16. Recolanang di Kabupaten Mojokerto;
Arahan pengelolaan kawasan tersebut antara lain: 1.
2. 3. 4. B.
5.
17. Situs Sarchopagus dan Megalith di Kabupaten Bondowoso; dan
Pelestarian kawasan sekitar serta memberikan gambaran berupa relief atau sejarah yang menerangkan obyek/situs tersebut.
18. Makam Sunan Ampel dan Mbah Bungkul di Kota Surabaya. Arahan pengelolaanya adalah sebagai berikut:
Pembinaan masyarakat sekitar serta ikut berperan dalam menjaga peninggalan sejarah. Pemanfaatan kawasan tersebut sebagai obyek wisata sejarah.
1.
Peningkatan pelestarian situs, candi dan artifak lain yang merupakan peninggalan sejarah.
2.
Pengembangan pencarian situs bersejarah terutama di kawasan Jolotundo, Trowulan di Kabupaten Mojokerto serta di wilayah lainnya.
3.
Mendirikan museum purbakala sebagai sarana penelitian dan pendidikan bagi masyarakat.
4.
Pengembangan kawasan sebagai obyek daya tarik wisata sejarah.
Pelestarian budaya sekitar.
Lingkungan Bangunan Non Gedung
Kawasan lingkungan bangunan non gedung yang dimaksud adalah suatu tempat yang dapat diperuntukan sebagai cagar budaya bersejarah dengan bentuk bangunan non gedung yang harus dilestarikan. Di Jawa Timur lingkungan bangunan non gedung yang berfungsi sebagai cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut:
C.
Lingkungan Bangunan Gedung dan Halamannya
1.
Arca Totok Kerot di Kabupaten Kediri;
2.
Candi Cungkup, Makam Gayatri, dan Candi Dadi di Kabupaten Tulungagung;
Kawasan lingkungan bangunan gedung dan halamannya merupakan cagar budaya yang bersifat pelestarian terhadap bangunan kuno peninggalan bersejarah yang harus dilestarikan sebagai ciri cagar budaya setempat.
3.
Candi Jawi di Kabupaten Pasuruan;
4.
Candi Jolotundo di Kabupaten Mojokerto;
Bangunan gedung cagar budaya di Jawa Timur meliputi : 1.
Benteng Pendem Van den Bosch di Kabupaten Ngawi;
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 24 2.
Pelestarian Bangunan Pabrik Gula di Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Malang;
3.
Makam Proklamator, Museum Bung Karno, Istana Gebang, Petilasan Aryo Blitar, dan Monumen PETA (Soeprijadi) di Kota Blitar; dan
4.
Bangunan bersejarah dan cagar budaya di Kota Surabaya.
Arahan pengelolaan terhadap bangunan kuno tersebut, adalah sebagai berikut : 1.
Pelestarian bangunan kuno;
2.
Penjagaan keaslian bangunan;
3. Pemfungsian bangunan tersebut sehingga terkontrol dan terawat kelestariannya; dan 4. D.
dapat
Perlindungan bangunan peninggalan sejarah.
Kebun Raya
Kebun raya merupakan tempat pelestarian flora dan jenis tumbuhan lainnya yang sekaligus dapat berfungsi sebagai taman rekreasi/tempat wisata, adapun lokasi kebun raya di Jawa Timur terdapat di Kabupaten Pasuruan yaitu “Kebun Raya Purwodadi” seluas sekurang-kurangnya 85 Ha. Pada kawasan tersebut tidak diperbolehkan adanya kegiatan yang menyebabkan kerusakan flora atau tumbuhan lainnya dan tidak dikembangkan bangunan yang akan mengurangi fungsi dan nilai kawasan kecuali bangunan untuk sarana penunjang kebun raya itu sendiri. Ketetapan dan penggunaan kawasan kebun raya akan diatur oleh lembaga yang mempunyai kewenangan.
4.1.4 KAWASAN RAWAN BENCANA ALAM Kawasan rawan bencana alam merupakan kawasan yang diindikasikan sebagai kawasan yang sering terjadi bencana. Di wilayah Provinsi Jawa Timur, kawasan rawan bencana dikelompokkan dalam kawasan rawan bencana tanah longsor, kawasan rawan bencana gelombang pasang, kawasan rawan bencana banjir dan kawasan rawan bencana kebakaran hutan serta kawasan rawan angin kencang dan puting beliung. Dengan adanya bencana ini dapat berakibat rusaknya lingkungan secara menyeluruh. Dengan demikian harus melakukan antisipasi terhadap bencana yang setiap saat dapat terjadi, melalui pembentukan suatu tatanan baik upaya deteksi gempa, melestarikan kawasan lindung dan kegiatan penanggulangan bencana secara dini. 4.1.4.1
Kawasan Rawan Tanah Longsor
Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Kriteria penetapan kawasan rawan tanah longsor menurut PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah kawasan berbentuk lereng yang rawan terhadap perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran. Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan. Lokasi kawasan rawan bencana longsor dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Wilayah Potensi Tanah Longsor di Provinsi Jawa Timur KABUPATEN/KOTA
KABUPATEN NGAWI
KABUPATEN TUBAN
KABUPATEN BOJONEGORO
KABUPATEN MAGETAN
KECAMATAN WIDODAREN
POTENSI GERAKAN TANAH Menengah-Tinggi
JOGOROGO
Menengah-Tinggi
PITU
Menengah-Tinggi
KEDUNGGALAR
Menengah-Tinggi
PARON
Menengah-Tinggi
BANCAR
Menengah
TAMBAKBOYO
Menengah
KEREK
Menengah
RENGEL
Menengah
MONTONG
Menengah
NGAMBON
Menengah
PURWOSARI
Menengah
PONCOL
Menengah-Tinggi
MAGETAN
Menengah-Tinggi
PANEKAN
Menengah-Tinggi
PLAOSAN
Menengah-Tinggi
PARANG
Menengah-Tinggi
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 25 KABUPATEN/KOTA
KABUPATEN MADIUN
KABUPATEN NGANJUK
KABUPATEN PONOROGO
KABUPATEN PACITAN
KABUPATEN TRENGGALEK
KABUPATEN KEDIRI
KABUPATEN TULUNGAGUNG
KARE
KECAMATAN
POTENSI GERAKAN TANAH Menengah-Tinggi
GEMARANG
Menengah-Tinggi
WUNGU
Menengah-Tinggi
DAGANGAN
Menengah-Tinggi
LOCERET
Menengah
GONDANG
Menengah
SAWAHAN
Menengah
NGRAYUN
Menengah-Tinggi
SAWOO
Menengah-Tinggi
SAMPUNG
Menengah-Tinggi
SAMBIT
Menengah-Tinggi
SLAHUNG
Menengah-Tinggi
BUNGKAL
Menengah-Tinggi
BADEGAN
Menengah-Tinggi
SOKO
Menengah-Tinggi
MLARAK
Menengah-Tinggi
PULUNG
Menengah-Tinggi
NGEBEL
Menengah-Tinggi
NAWANGAN
Menengah-Tinggi
BANDAR
Menengah-Tinggi
TEGALOMBO
Menengah-Tinggi
NGADIREJO
Menengah-Tinggi
TULAKAN
Menengah-Tinggi
ARJOSARI
Menengah-Tinggi
KEBONAGUNG
Menengah-Tinggi
PACITAN
Menengah-Tinggi
PRINGKUKU
Menengah-Tinggi
PUNUNG
Menengah-Tinggi
DONOREJO
Menengah-Tinggi
BENDUNGAN
Menengah-Tinggi
MUNJUNGAN
Menengah-Tinggi
TUGU
Menengah-Tinggi
DURENAN
Menengah-Tinggi
KARANGAN
Menengah-Tinggi
PULE
Menengah-Tinggi
PANGGUL
Menengah-Tinggi
DONGKO
Menengah-Tinggi
KAMPAK
Menengah-Tinggi
WATULIMO
Menengah-Tinggi
MUNJUNGAN
Menengah-Tinggi
GROGOL
Menengah-Tinggi
SEMEN
Menengah-Tinggi
MOJO
Menengah-Tinggi
PAGERWOJO
Menengah-Tinggi
SENDANG
Menengah-Tinggi
KAUMAN
Menengah-Tinggi
KARANGREJO
Menengah-Tinggi
BANDUNG
Menengah-Tinggi
KALIDAWIR
Menengah-Tinggi
REJOTANGAN
Menengah-Tinggi
BESUKI
Menengah-Tinggi
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 26
KABUPATEN/KOTA
KABUPATEN BLITAR
KABUPATEN MALANG
KABUPATEN LUMAJANG
KABUPATEN PASURUAN
KABUPATEN PROBOLINGGO
KABUPATEN JEMBER
KABUPATEN SITUBONDO
KABUPATEN BONDOWOSO
KABUPATEN BANYUWANGI
BAKUNG
KECAMATAN
POTENSI GERAKAN TANAH Menengah-Tinggi
WONOTIRTO
Menengah-Tinggi
KADEMANGAN
Menengah-Tinggi
SUTOJAYAN
Menengah-Tinggi
PANGGUNGREJO
Menengah-Tinggi
PONCOKUSUMO
Menengah
JABUNG
Menengah
SUMBERMA NJING
Menengah
BATU
Menengah
PAU KALIPARE
Menengah Menengah
TEMPURSARI
Menengah-Tinggi
PRONOJIWO
Menengah-Tinggi
SENDURO
Menengah-Tinggi
RANDUGUNG
Menengah-Tinggi
KLAKAH
Menengah-Tinggi
LUMBANG
Menengah
TUTUR
Menengah
TOLASARI
Menengah
LUMBANG SUKAPURA
Menengah-Tinggi Menengah-Tinggi
SUMBER GADING
Menengah-Tinggi Menengah-Tinggi
KRUCIL
Menengah-Tinggi
PANTI
Menengah-Tinggi
TEMPUREJO
Menengah-Tinggi
TANGGUL
Menengah-Tinggi
JEBLUG
Menengah-Tinggi
BANGSALSARI
Menengah-Tinggi
ARJASA
Menengah-Tinggi
RAMBIPUJI
Menengah-Tinggi
MUNJULSARI
Menengah-Tinggi
SUKORAMBI
Menengah-Tinggi
BUNGATAN SUMBERMALANG
Menengah-Tinggi Menengah-Tinggi
JATIBANTENG
Menengah-Tinggi
BANYUGLUGUR
Menengah-Tinggi
KENDIT PAKEM
Menengah-Tinggi Menengah-Tinggi
CURAH DAMI
Menengah-Tinggi
GRUJUGAN
Menengah-Tinggi
MAESAN
Menengah-Tinggi
KLABANG
Menengah-Tinggi
KALIPIRO
Menengah-Tinggi
WONGSOREJO JUNREJO KOTA BATU BATU BUMIAJI Sumber: Data dan Informasi ESDM Tahun 2008, dan hasil analisa 2010
Menengah-Tinggi Menengah-Tinggi Menengah-Tinggi Menengah-Tinggi
Keterangan: Menengah:
Daerah yang mempunyai potensi Menengah untuk terjadi Gerakan Tanah. Pada Zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan diatas normal, terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan.
Tinggi :
Daerah yang mempunyai potensi Tinggi untuk terjadi Gerakan Tanah. Pada Zona ini dapat terjadi Gerakan Tanah jika curah hujan diatas normal, sedangkan gerakan tanah lama dapat aktif kembali.
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 27 Arahan pengelolaan kawasan rawan bencana tanah longsor dilakukan melalui: a.
Melalui penataan ruang
Manajemen risiko tanah longsor tanah longsor melalui penataan ruang dapat dilakukan dengan:
b.
1.
Pengidentifikasian lokasi rawan longsor (area yang rawan getaran gempa bumi), area pegunungan terutama yang memiliki kemiringan lereng yang curam, area dengan degradasi lahan yang parah, area yang tertutup butirbutir pasir yang lembut, area dengan curah hujan tinggi.
2.
Pengarahan pembangunan pada tanah yang stabil.
3.
Pemanfaatan wilayah rentan longsor berpotensi gerakan tanah tinggi sebagai terbuka hijau.
4.
Pengendalian daerah rawan bencana untuk pembangunan permukiman dan fasilitas utama lainnya.
5.
Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan jarak tanam yang tepat (khusus untuk lereng curam, dengan kemiringan lebih dari 40 derajat atau sekitar 80 % sebaiknya tanaman tidak terlalu rapat serta diselingi dengan tanaman – tanaman yang lebih pendek dan ringan, di bagian dasar ditanam rumput). Sebaiknya dipilih tanaman lokal yang digemari masyarakat, dan tanaman tersebut harus secara teratur dipangkas rantingrantingnya/cabang-cabangnya atau dipanen.
Melalui rekayasa teknologi dapat dilakukan dengan: 1. Perbaikan drainase tanah, seperti perbaikan sistem drainase menggunakan penyemprotan bibit tanaman (hydroseeding), dan pemasangan beton penahan tanah (Soil nailing). 2.
3.
4.
Pembangunan berbagai pekerjaan struktural, seperti: Rock netting, Shotcrete, Block pitching, Stone pitching, Retaining wall, Gabion wall, Installation of geotextile, dsb. Pembangunan terasering dengan sistem drainase yang tepat (drainase pada teras-teras dijaga jangan sampai menjadi jalan meresapnya air ke dalam tanah).
Gambar 4.2 Bencana Longsor 4.1.4.2
Kawasan Rawan Gelombang Pasang
Menurut PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional kriteria kawasan rawan gelombang pasang adalah kawasan sekitar pantai yang rawan terhadap gelombang pasang dengan kecepatan antara 10 sampai dengan 100 kilometer per jam yang timbul akibat angin kencang atau gravitasi bulan atau matahari. Kawasan rawan gelombang pasang di Provinsi Jawa Timur berada di kawasan sepanjang pantai di wilayah Jawa Timur baik yang berbatasan dengan Laut Jawa, Selat Bali, Selat Madura, Samudera Hindia maupun di kawasan kepulauan. Arahan pengelolaan kawasan rawan bencana gelombang pasang meliputi: a.
Reklamasi pantai.
b.
Pembangunan pemecah ombak (break water).
c.
Penataan bangunan disekitar pantai.
d.
Pengembangan kawasan hutan bakau.
e.
Pembangunan tembok penahan ombak.
Pembuatan tanggul penahan, khusus untuk runtuhan batu baik berupa bangunan konstruksi, tanaman maupun parit.
5. Peningkatan dan pemeliharaan drainase baik air permukaan maupun air tanah (fungsi drainase adalah untuk menjauhkan air dari lereng, menghindari air meresap ke dalam lereng atau menguras air dalam lereng ke luar lereng. Jadi drainase harus dijaga agar jangan sampai tersumbat atau meresapkan air ke dalam tanah). Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 28
Gambar 4.3 Bencana Longsor di Beberapa Wilayah di Jawa Timur 4.1.4.3
Kawasan Rawan Banjir
Banjir adalah suatu keadaan sungai, dimana aliran sungai tidak tertampung oleh palung sungai, sehingga terjadi limpasan dan atau genangan pada lahan yang semestinya kering. Untuk negara tropis, berdasarkan sumber airnya, air yang berlebihan tersebut dapat dikategorikan dalam empat kategori: a.
Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas penyaluran sistem pengaliran air yang terdiri dari sistem sungai alamiah dan sistem drainase buatan manusia.
b.
Banjir yang disebabkan meningkatnya muka air di sungai sebagai akibat pasang laut maupun meningginya gelombang laut akibat badai.
c.
Banjir yang disebabkan oleh kegagalan bangunan air buatan manusia seperti bendungan, bendung, tanggul, dan bangunan pengendalian banjir.
d.
Banjir akibat kegagalan bendungan alam atau penyumbatan aliran sungai akibat runtuhnya/longsornya tebing sungai. Ketika sumbatan/bendungan tidak dapat menahan tekanan air maka bendungan akan hancur, air sungai yang terbendung mengalir deras sebagai banjir bandang. Contoh kasus banjir bandang
yang pernah terjadi di Jawa Timur antara lain: Pacet (2002), Jember (2006), Bondowoso (2006), Wonosalam (2006). Menurut PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kriteria kawasan rawan banjir adalah kawasan yang diidentifikasikan sering dan/atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam banjir. Lokasi dengan potensi banjir di Provinsi Jawa Timur meliputi:
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 29 Tabel 4.3 Lokasi Potensi Banjir di Provinsi Jawa Timur Kabupaten/Kota
Area/Kecamatan
Tingkat Potensi Banjir
Bangkalan Banyuwangi Blitar Bojonegoro Bondowoso Gresik Jember Jombang Kediri
Bangkalan Glagah Udanawu, Ponggok, Bakung, Kesamben Kasiman, Padangan, Kalitidu, Bojonegoro Grujugan, Tegalampel, Cerme Gresik Silo Megaluh Semen, Grogol, Pagu, Pare, Puncu, Wates
Potensi Potensi Potensi Potensi Potensi Potensi Potensi Potensi Potensi
Lamongan
Sekaran, Babat, Laren, Karanggeneng, Deket, Lamongan, Sukodadi
Potensi Tinggi
Tempeh, Tempursari, Pronojiwo Kebonsari, Sawahan, Wonosari Plaosan, Bendo, Kawedanan Kepanjen, Pakisaji Jatiroto, Mojokerto, Bangsal, Mojosari, Pungging Rejoso Ngrambe, Padas Ngadirojo, Kebonagung Purwosari, Kraton Jetis, Kauman, Siman Kota Anyar, Paiton Sreseh, Jrengik, Sampang Krian, Taman, Sidoarjo Sumbermalang, Situbondo Sumenep Pule Jatirogo, Bancar, Tuban Pagerwojo, Gondang, Kalidawir Rejoso sebagian besar wilayah Kota Surabaya Wilayah Kota Bagian tengah dan timur
Potensi Potensi Potensi Potensi Potensi Potensi Potensi Potensi Potensi Potensi Potensi Potensi Potensi Potensi Potensi Potensi Potensi Potensi Potensi Potensi Potensi
Lumajang Madiun Magetan Malang Mojokerto Nganjuk Ngawi Pacitan Pasuruan Ponorogo Probolinggo Sampang Sidoarjo Situbondo Sumenep Trenggalek Tuban Tulungagung Kota Pasuruan Kota Surabaya Kota Malang Sumber : BPBD, tahun 2008
Arahan pengelolaan kawasan rawan bencana banjir secara umum dapat dibagi menjadi empat kegiatan yaitu upaya pengelolaan kawasan rawan banjir melalui penataan ruang, dan mitigasi struktural. a.
Melalui penataan ruang
Manajemen risiko banjir (flood risk management) melalui penataan ruang dapat dilakukan dengan: 1.
Identifikasi wilayah rawan banjir,
2.
Pengarahan pembangunan menghindari daerah rawan banjir (kecuali untuk taman dan fasilitas olah raga), dan dilanjutkan dengan kontrol penggunaan lahan.
3.
Revitalisasi fungsi resapan tanah;
b.
Menengah Menengah Menengah Menengah Menengah Tinggi Menengah Menengah Menengah
Menengah Menengah Menengah Menengah Menengah Menengah Menengah Menengah Menengah Menengah Menengah Menengah Menengah Menengah Rendah Menengah Menengah Menengah Rendah Menengah Rendah
4.
Pembangunan sistem dan jalur evakuasi yang dilengkapi sarana dan prasarana;
5.
Penyuluhan kepada masyarakat mengenai mitigasi dan respon terhadap kejadian bencana banjir; dan
6.
Peningkatan koordinasi antarpemangku kepentingan.
Melalui mitigasi struktural, dilakukan dengan: 1.
Pembangunan tembok penahan dan tanggul di sepanjang sungai serta tembok laut sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami akan sangat membantu untuk mengurangi bencana banjir pada tingkat debit banjir yang direncanakan.
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 30 2.
3.
Pengaturan kecepatan aliran dan debit air permukaan dari daerah hulu sangat membantu mengurangi terjadinya bencana banjir. Beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk mengatur kecepatan air dan debit aliran air masuk ke dalam sistem pengaliran diantaranya adalah dengan reboisasi dan pembangunan sistem peresapan serta pembangunan bendungan/waduk.
Pengerukan sungai, pembuatan sudetan sungai baik secara saluran terbuka maupun tertutup atau terowongan dapat membantu mengurangi terjadinya banjir.
Gambar 4.4 Bencana Banjir di Beberapa Wilayah di Jawa Timur Warna coklat pada Gambar 4.4 diartikan bahwa banjir tersebut disebabkan adanya penggundulan hutan di hulu yang menyebabkan tanah tidak dapat menahan beban air hujan yang terlalu banyak sehingga langsung mengalir ke hilir. Wilayah rawan bencana banjir ditetapkan di sepanjang daerah aliran sungai yang berasal dari lahan hutan gundul dengan kemiringan terjal dan dapat menjadi pembawa material tanah longsor dan air dalam volume tinggi, serta di bagian hilir akibat limpasan air dari bagian hulu yang tidak tertahan oleh hutan. Wilayah rawan bencana banjir ditetapkan di sepanjang daerah aliran sungai yang berasal dari lahan hutan gundul dengan kemiringan terjal dan dapat menjadi pembawa material tanah longsor dan air dalam volume tinggi, serta di bagian hilir akibat limpasan air dari bagian hulu yang tidak tertahan oleh hutan.
d.
Kawasan di Gunung Kelud; dan
e.
Kawasan Tahura R.Soeryo. Arahan pengelolaan kawasan rawan kebakaran hutan meliputi:
a.
Pelaksanaan kampanye dan sosialisasi kebijakan pengendalian kebakaran lahan dan hutan;
b.
Peningkatan penegakan hukum;
c.
Pembentukan pasukan pemadaman kebakaran, khususnya untuk penanggulangan kebakaran secara dini;
d.
Pengembangan sumber air untuk pemadaman api;
e.
Pembuatan sekat bakar, terutama antara lahan, perkebunan, pertanian, dan hutan;
Kawasan Rawan Kebakaran Hutan
f.
Pencegahan pembukaan lahan dengan cara pembakaran;
Kawasan rawan bencana kebakaran hutan di Jawa Timur meliputi :
g.
Pencegahan penanaman tanaman sejenis untuk daerah yang luas;
a.
Kawasan di Gunung Arjuno;
h.
b.
Kawasan di Gunung Kawi;
Pengawasan pembakaran lahan untuk pembukaan lahan secara ketat;
c.
Kawasan di Gunung Welirang;
4.1.4.4
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 31 i.
Penanaman kembali daerah yang telah terbakar dengan tanaman yang heterogen;
oleh adanya cekungan, lereng terjal, tonjolan bukit berbatu kapur tak beraturan, bergua dan mempunyai sistem aliran air bawah tanah.
j. Partisipasi aktif dalam pemadaman awal kebakaran di daerahnya;
Kawasan bukit kapur di Provinsi Jawa Timur sebagian besar terletak di bagian selatan yang merupakan kawasan karst kelas I dan berfungsi sebagai perlindungan hidrologi dan ekologi. Adapun kawasan karst lindung di wilayah Provinsi Jawa Timur terletak di:
k.
Pengembangan teknologi pembukaan lahan tanpa membakar; dan
l.
Pembentukan kesatuan persepsi dalam pengendalian kebakaran lahan dan hutan.
a.
Kabupaten Bangkalan
b.
Kabupaten Blitar
4.1.4.5
Kawasan Rawan Angin Kencang dan
c.
Kabupaten Lamongan
Puting Beliung
d.
Kabupaten Malang
Kawasan rawan bencana angin kencang dan puting beliung meliputi seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur. Adapun arahan pengelolaan kawasan rawan bencana angin kencang dan puting beliung meliputi:
e.
Kabupaten Pacitan
f.
Kabupaten Pamekasan
g.
Kabupaten Ponorogo
a.
Pengembangan tanaman tahunan tegakan tinggi yang rapat di sekitar permukiman;
h.
Kabupaten Sampang
i.
Kabupaten Sumenep
b.
Penerapan aturan standar bangunan yang memperhitungkan beban angin; dan
j.
Kabupaten Trenggalek
c.
Pengembangan struktur bangunan yang memenuhi syarat teknis untuk mampu bertahan terhadap gaya angin.
k.
Kabupaten Tuban
l.
Kabupaten Tulungagung
4.1.5 KAWASAN LINDUNG GEOLOGI 4.1.5.1
Kawasan Cagar Alam Geologi
Kawasan cagar alam geologi yang terdapat di wilayah Provinsi Jawa Timur berupa kawasan keunikan bentang alam, kawasan keunikan batuan dan fosil, dan kawasan keunikan proses geologi. A.
Kawasan Keunikan Bentang Alam
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kawasan keunikan bentang alam ditetapkan dengan kriteria:
Kawasan yang memiliki perbukitan karst mutlak tidak bisa dilakukan eksploitasi dan diperlakukan sebagai kawasan konservasi. Kawasan karst lindung yang mengalami kerusakan harus segera dilakukan reboisasi agar sifat peresapannya masih tetap berfungsi. Kawasan karst lindung di Jawa Timur yang terbentang di wilayah selatan Jawa Timur harus tetap dijaga kelestariannya. Arahan pengelolaan kawasan karst lindung dengan langkahlangkah: a.
Penetapan lahan sebagai kawasan konservasi dan tidak diizinkan untuk alih fungsi lahan serta mutlak tidak boleh dieksploitasi.
b.
Percepatan reboisasi lahan yang rusak agar sifat peresapannya masih tetap berfungsi.
c.
Peningkatan pengawasan dan pengendalian untuk menjaga agar fungsi kawasan karst lindung tidak berubah. Kawasan Keunikan Batuan dan Fosil
a.
Memiliki bentang alam gumuk pasir pantai;
b.
Memiliki bentang alam berupa kawah, kaldera, maar, leher vulkanik, dan gumuk vulkanik;
c.
Memiliki bentang alam goa;
d.
Memiliki bentang alam ngarai/lembah;
B.
e.
Memiliki bentang alam kubah; atau
f.
Memiliki bentang alam karst.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kawasan keunikan batuan dan fosil ditetapkan dengan kriteria:
Kawasan keunikan bentang alam berupa kawasan karst lindung. Kawasan karst lindung merupakan kawasan yang membentang di permukaan dan perut bumi yang secara khas berkembang menjadi batu kapur dan dolomit sebagai akibat proses pelarutan dan peresapan air. Kawasan ini merupakan suatu kawasan batu kapur yang ditandai
a. Memiliki keragaman batuan dan dapat berfungsi sebagai laboratorium alam; b.
Memiliki batuan yang mengandung jejak atau sisa kehidupan di masa lampau (fosil);
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 32 c.
Memiliki nilai paleo-antropologi dan arkeologi;
b.
Kawasan dengan kemunculan sumber api alami; atau
d.
Memiliki tipe geologi unik; atau
c.
e.
Memiliki satu-satunya batuan dan/atau jejak struktur geologi masa lalu.
Kawasan dengan kemunculan solfatara, fumaroia, dan/atau geyser.
Kawasan keunikan batuan dan fosil di wilayah Provinsi Jawa Timur terletak di:
Kawasan keunikan proses geologi di wilayah Provinsi Jawa Timur meliputi: a.
Mud Vulcano Desa Katol Barat Kecamatan Geger di Kabupaten Bangkalan, Gununganyar di Kota Surabaya, dan Kalanganyar di Kabupaten Sidoarjo; dan
b.
Semburan Lumpur Sidoarjo di Kabupaten Sidoarjo.
a.
Situs geologi–arkeologi (geoarkeologi) Trowulan di Kabupaten Mojokerto;
b.
Pantai Watu Ulo di Kabupaten Jember;
c.
Kabuh di Kabupaten Jombang;
d.
Situs geologi–arkeologi (geoarkeologi) Perning di Kabupaten Mojokerto;
e.
Situs geologi–arkeologi (geoarkeologi) Wringanom di Kabupaten Gresik;
b. Pembuatan papan nama yang menunjukkan pentingnya kawasan tersebut; dan
f.
Situs geologi–arkeologi (geoarkeologi) Trinil di Kabupaten Ngawi;
c.
g.
Formasi Kujung Kecamatan Panceng di Kabupaten Gresik;
h.
Pantai Popoh di Kabupaten Tulungagung;
i.
Teluk Grajagan di Kabupaten Banyuwangi;
j.
Desa Trinil di Kabupaten Mojokerto, lokasi penemuan pertama fosil manusia Homo erectus;
k. Sepanjang Bengawan Solo di sekitar Ngandong, lokasi penemuan Homo ngandongensis; dan l.
Kedungbrubus di timur laut Ngawi, lokasi penemuan fosil vertebrata. Arahan pengelolaan kawasan keunikan batuan dan fosil meliputi :
a.
Penetapan kawasan sebagai kawasan konservasi dan tidak diizinkan untuk melakukan kegiatan pertambangan dan membangun bendungan di atasnya.
b. Pembuatan papan nama yang menunjukkan pentingnya kawasan tersebut. c.
C.
Pembuatan papan narasi geologi di kawasan-kawasan tersebut dan brosur sebagai media sosialisasi ke masyarakat dan pelajar/mahasiswa. Kawasan Keunikan Proses Geologi
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kawasan keunikan proses geologi ditetapkan dengan kriteria: a.
Kawasan poton atau lumpur vulkanik;
Arahan pengelolaan kawasan keunikan proses geologi meliputi: a.
Penetapan kawasan sebagai kawasan konservasi dan tidak diizinkan untuk melakukan kegiatan pertambangan dan membangun bendungan di atasnya;
Pembuatan papan narasi geologi di kawasan-kawasan tersebut dan brosur sebagai media sosialisasi ke masyarakat dan pelajar/mahasiswa.
4.1.5.2
Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi
Kawasan rawan bencana alam geologi di Provinsi Jawa Timur meliputi kawasan rawan bencana letusan gunung api, kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan bencana tsunami dan kawasan rawan luapan lumpur. A.
Kawasan Rawan Letusan Gunung Api
Gunung api adalah bentuk timbunan (kerucut dan lainnya) di permukaan bumi yang dibangun oleh timbunan rempah letusan, atau tempat munculnya batuan lelehan (magma)/rempah lepas/gas yang berasal dari bagian dalam bumi. Penyebab terbentuknya gunung: a.
Pancaran magma dari dalam bumi yang berasosiasi dengan arus konveksi panas
b.
Proses tektonik dari lempeng/ kulit bumi
c.
Akumulasi tekanan dan temperatur dari fluida magma menimbulkan pelepasan energi
pergerakan
dan
pembentukan
Bahaya letusan gunung api dibagi dua berdasarkan waktu kejadiannya, yaitu bahaya utama (primer) dan bahaya ikutan (sekunder). Kedua jenis bahaya tersebut masing-masing mempunyai risiko merusak dan mematikan. a.
Bahaya Utama (primer)
Bahaya utama (sering juga disebut bahaya langsung) letusan gunung api adalah bahaya yang langsung terjadi ketika proses peletusan sedang berlangsung. Jenis bahaya tersebut adalah
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 33 awan panas (piroclastic flow), lontaran batu (pijar), hujan abu lebat, leleran lava (lava flow), dan gas beracun. b.
Bahaya Ikutan (sekunder)
Bahaya ikutan letusan gunung api adalah bahaya yang terjadi setelah proses peletusan berlangsung. Bila suatu gunung api meletus akan terjadi penumpukan material dalam berbagai ukuran di puncak dan lereng bagian atas. Pada saat musim hujan tiba sebagian material tersebut akan terbawa oleh air hujan dan tercipta adonan lumpur turun ke lembah sebagai banjir bebatuan, banjir tersebut disebut lahar.
Menurut PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kriteria penetapan kawasan rawan letusan gunung api meliputi: a.
Wilayah di sekitar kawah atau kaldera; dan/atau
b.
Wilayah yang sering terlanda awan panas, aliran lava, aliran lahar lontaran atau guguran batu pijar dan/atau aliran gas beracun.
Kawasan rawan letusan gunung api di Jawa Timur berada pada lereng gunung api yang masih aktif. Terdapat 7 gunung api aktif di Jawa Timur serta lokasi yang merupakan wilayah rawan bencana letusan. Kawasan yang diindikasikan dapat meletus/mengeluarkan lava, asap beracun dan mengeluarkan debu pasir, meliputi:
Tabel 4.4 Lokasi Gunung Api di Provinsi Jawa Timur No
Nama Gunung Api
Kabupaten/Kota
Lokasi Pos Pengamatan
1
Ijen
Bondowoso dan Banyuwangi
Pos Pengamatan Gunung Api Kawah Ijen, Dusun Panggung Sari, Desa Taman Sari, Licin, Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi
2
Semeru
Malang dan Lumajang
Pos Pengamatan Gunung Api di Gunung Sawur Desa Sumber Wuluh, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang
3
Bromo
Malang, Lumajang, Probolinggo dan Pasuruan
Pos Pengamatan Gunung Api di Cemoro Lawang
4
Lamongan
Lumajang dan Probolinggo
Pos Pengamatan di Desa Tegalrandu, Kecamatan Klakah, Kabupaten Lumajang
5
Arjuno-Welirang
Pasuruan dan Mojokerto
Pos Pengamatan Gunung Api di Kasiman, Desa Sukoreno, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan
6
Kelud
Kediri, Blitar dan Malang
Pos Pengamatan Gunung Api di Dusun Margomulyo, Desa Sugih Waras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri
7
Raung
Banyuwangi, Bondowoso dan Jember
Pos Pengamatan Gunung Api di Kampung Mang Desa Sragi, Kecamatan Songon Kabupaten Banyuwangi
Sumber : Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Timur, 2010
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 34
Gambar 4.5 Kawasan Gunung Api Aktif di Indonesia
Arahan pengelolaan kawasan rawan bencana gunung api dengan penetapan zona bahaya dan zona aman sebagai dasar wilayah pemanfaatan baik untuk pariwisata maupun budi daya yang lain. Pada zona bahaya tidak diarahkan untuk permukiman. Pengelolaan kawasan rawan bencana gunung api juga menyangkut pelatihan kepada masyarakat di sekitar kawasan rawan bencana untuk mengetahui tanda-tanda alam terjadinya letusan.
c.
Penghindaran kegiatan budi daya di kawasan risiko bencana letusan gunung api;
d.
Penerapan desain bangunan yang tahan terhadap tambahan beban akibat abu gunung api;
Arahan pengelolaan yang dilakukan adalah perencanaan lokasi untuk menghindari daerah yang dekat dengan lereng-lereng gunung api yang digunakan untuk aktivitas penting, penghindaran terhadap kemungkinan kanal-kanal aliran lava, pengembangan bangunan yang tahan api dan rekayasa bangunan untuk menahan beban tambahan endapan abu.
f.
Arahan pengelolaan kawasan rawan bencana gunung api: a.
Identifikasi daerah bahaya letusan gunung api;
b.
Perencanaan lokasi pemanfaatan lahan untuk aktivitas penting jauh atau di luar dari kawasan rawan bencana letusan gunung api;
e. Pembangunan sistem dan jalur evakuasi yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana; Penyuluhan kepada masyarakat tentang pengenalan risiko bermukim di kawasan sekitar gunung api, mitigasi bencana, dan tindakan dalam menghadapi bencana gunung api; dan
g. Peningkatan kesiapan dan koordinasi segenap pemangku kepentingan dalam mengantisipasi dan menghadapi kejadian bencana gunung api. Lokasi kawasan rawan bencana letusan gunung api di wilayah Provinsi Jawa Timur dapat dilihat dalam Peta 4.6.
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 35
B.
Kawasan Rawan Gempa Bumi
Gempa bumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antarlempeng bumi, patahan aktif aktivitas gunung api atau runtuhan batuan. Kekuatan gempa bumi akibat aktivitas gunung api dan runtuhan batuan relatif kecil sehingga kita akan memusatkan pembahasan pada gempa bumi akibat tumbukan antarlempeng bumi dan patahan aktif. Gempa bumi merupakan peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan dislokasi (pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tiba-tiba. Penyebab gempa di antaranya adalah: a.
Proses tektonik akibat pergerakan kulit/lempeng bumi
b.
Aktivitas sesar dipermukaan bumi
c.
Pergerakan geomorfologi secara lokal, contohnya terjadinya runtuhan tanah
d.
Aktivitas gunung api
e.
Ledakan Nuklir
Gempa bumi berlaku setiap hari di bumi, tetapi umumnya berskala kecil, sehingga tidak menyebabkan kerusakan. Gempa bumi
yang kuat mampu menyebabkan kerusakan dan kehilangan nyawa yang besar melalui beberapa cara termasuk retakkan pecah (fault rupture), getaran bumi (gegaran) banjir disebabkan oleh tsunami, lempengan pecah, berbagai jenis kerusakan muka bumi kekal seperti tanah runtuh, tanah lembek, dan kebakaran atau perlepasan bahan beracun. Kriteria kawasan rawan gempa menurut PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah kawasan yang berpotensi dan/atau pernah mengalami gempa bumi dengan skala I sampai dengan XII Modified Mercally Intensity (MMI). Kawasan rawan bencana gempa bumi di Provinsi Jawa Timur berada di wilayah: a.
Kabupaten Banyuwangi
b.
Kabupaten Blitar
c.
Kabupaten Bondowoso
d.
Kabupaten Jember
e.
Kabupaten Jombang
f.
Kabupaten Kediri
g.
Kabupaten Lumajang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 36 h.
Kabupaten Madiun
o.
Kabupaten Pasuruan
i.
Kabupaten Magetan
p.
Kabupaten Ponorogo
j.
Kabupaten Malang
q.
Kabupaten Probolinggo
k.
Kabupaten Mojokerto
r.
Kabupaten Situbondo
l.
Kabupaten Nganjuk
s.
Kabupaten Trenggalek
m.
Kabupaten Ngawi
t.
Kabupaten Tulungagung
n.
Kabupaten Pacitan
Gambar 4.6 Lokasi Gempa Dibedakan Skala Modified Mercalli Intensity (MMI)
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 37
Keterangan : Tabel Skala Modified Mercalli Intensity (MMI) Skala
Keterangan
I II III
Sangat jarang/hampir tidak ada orang dapat merasakan. Tercatat pada alat seismograf Terasa oleh sedikit sekali orang terutama yang ada di gedung tinggi, sebagian besar orang tidak dapat merasakan Terasa oleh sedikit orang, khususnya yang berada di gedung tinggi. Mobil parkir sedikit bergetar, getaran seperti akibat truk yang lewat
IV
Pada siang hari akan terasa oleh banyak orang dalam ruangan, diluar ruangan hanya sedikit yang bisa merasakan. Pada malam hari sebagian orang bisa terbangun. Piring, jendela, pintu, dinding mengeluarkan bunyi retakan, lampu gantung bergoyang. Dirasakan hampir oleh semua orang, pada malam hari sebagian besar orang tidur akan terbangun, barang-barang diatas meja terjatuh, plesteran tembok retak, barang-barang yang tidak stabil akan roboh, pandulum jam dinding akan berhenti. Dirasakan oleh semua orang, banyak orang ketakutan/panik, berhamburan keluar ruangan, banyak perabotan yang berat bergerser, plesteran dinding retak dan terkelupas, cerobong asap pabrik rusak Setiap orang berhamburan keluar ruangan, kerusakan terjadi pada bangunan yang desain konstruksinya jelek, kerusakan sedikit sampai sedang terjadi pada bangunan dengan desain konstruksi biasa. Bangunan dengan konstruksi yang baik tidak mengalami kerusakan yang berarti. Kerusakan luas pada bangunan dengan desain yang jelek, kerusakan berarti pada bangunan dengan desain biasa dan sedikit kerusakan pada bangunan dengan desain yang baik. Dinding panel akan pecah dan lepas dari framenya, cerobong asap pabrik runtuh, perabotan yang berat akan terguling, pengendara mobil terganggu. Kerusakan berarti pada bangungan dengan desain konstruksi yang baik, pipa pipa bawah tanah putus, timbul retakan pada tanah. Sejumlah bangunan kayu dengan desain yang baik rusak, sebagian besar bangunan tembok rusak termasuk fondasinya. Retakan pada tanah akan semakin banyak, tanah longsor pada tebing tebing sungai dan bukit, air sungai akan melimpas di atas tanggul. Sangat sedikit bangunan tembok yang masih berdiri, jembatan putus, rekahan pada tanah sangat banyak/luas, jaringan pipa bawah tanah hancur dan tidak berfungsi, rel kereta api bengkok dan bergeser. Kerusakan total, gerakan gempa terlihat bergelombang diatas tanah, benda benda berterbangan ke udara.
V VI VII VIII IX X XI XII
Sumber: Istilah kebencanaan pada BNPB, BMG, ESDM, 2010
Arahan pengelolaan kawasan rawan bencana gempa bumi antara lain: a.
Melalui penataan ruang
Manajemen risiko gempa bumi (earthquake risk management) melalui penataan ruang dapat dilakukan dengan : 1.
Identifikasi lokasi dan tingkat risiko gempa bumi, antara lain dengan menganalisis tipe-tipe tanah dan struktur geologinya.
2.
Penempatan bangunan perumahan dan fasilitas umum yang vital (seperti : rumah sakit, sekolah, kantor polisi, pemadam kebakaran, dan sebagainya) di wilayah yang aman dari gempa bumi.
3.
Pengarahan struktur bangunan sesuai dengan karakteristik risiko gempa bumi.
4.
Pembangunan sistem dan jalur evakuasi yang dilengkapi sarana dan prasarana;
5. Penyuluhan kepada masyarakat tentang pengenalan upaya dalam menghadapi kejadian gempa; dan
6.
b.
Peningkatan kesiapan dan koordinasi seluruh pemangku kepentingan dalam mengantisipasi dan menghadapi kejadian bencana gempa bumi.
Melalui rekayasa teknologi dapat dilakukan dengan : 1. Pengembangan teknik konstruksi tahan gempa, baik bangunan untuk fasilitas umum maupun rumah penduduk, antara lain menggunakan bangunan dari kayu dan bahan ringan untuk rumah karena lebih aman dibandingkan bangunan berat. 2.
C.
Verifikasi kapabilitas bendungan dan pekerjaan rekayasa untuk menahan kekuatan gempa.
Kawasan Rawan Tsunami
Tsunami berasal dari bahasa Jepang. “tsu” berarti pelabuhan, “nami” berarti gelombang sehingga secara umum diartikan sebagai pasang laut yang besar di pelabuhan. Tsunami dapat diartikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan impulsif dari dasar laut. Gangguan impulsif tersebut
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 38 bisa berupa gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik atau longsoran. Kriteria kawasan rawan tsunami menurut PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah pantai dengan elevasi rendah dan/atau berpotensi atau pernah mengalami tsunami. Penetapan wilayah rawan tsunami didasarkan pada angka kejadian di masa lalu serta keberadaan lempeng tektonik. Berdasarkan kondisi geologi, selain kaya akan sumber daya alam wilayah selatan Jawa juga merupakan daerah dengan tingkat kerawanan yang tinggi terhadap bencana alam, seperti rawan gempa tektonik dan vulkanik disepanjang “ring of fire” dari Sumatra – Jawa – Bali – Nusa Tenggara – Banda – Maluku yang berdampak terhadap adanya bencana tsunami.
a.
b.
Resiko besar tsunami, meliputi:
Kabupaten Banyuwangi
Kabupaten Jember
Kabupaten Pacitan
Kabupaten Trenggalek.
Resiko sedang tsunami, meliputi:
Kabupaten Malang (bagian selatan)
Kabupaten Blitar (bagian selatan)
Kabupaten Lumajang
Kabupaten Tulungagung.
Di wilayah Jawa Timur wilayah rawan gempa utamanya pada pantai selatan Jawa Timur yang diklasifikasi berdasarkan tingkat risikonya, yakni:
Gambar 4.7 Lokasi Rawan Bencana Tsunami di Jawa Timur Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 39 Pada daerah rawan tsunami, ditetapkan daerah bahaya I dengan jarak 3.500 meter dari garis pasang tertinggi. Dengan demikian, maka
kawasan permukiman sebaiknya dikembangkan berada di belakang daerah bahaya I sebagaimana diilustrasikan di bawah ini.
Adapun penataan ruang pada daerah bahaya I dapat diarahkan secara detail berupa penataan ruang kawasan rawan tsunami (daerah bahaya I) terdiri dari beberapa zona yang berfungsi untuk memecah gelombang tsunami, memperlambat kecepatan gelombang serta revitalisasi ekosistem pesisir. Zona-zona ini terdiri sebagai berikut:
1. 2. 3. 4. 5.
Zona perikanan tangkap Zona mangrove Zona perikan darat/tambak Zona perkebunan Zona permukiman/wisata bahari. Berada minimal 3500 meter dari garis pasang tertinggi.
Gambar 4.8 Pola Penataan Kawasan Rawan Bencana Tsunami Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 40 Secara umum, arahan pengelolaan kawasan rawan bencana tsunami dijabarkan sebagai berikut : a.
Melalui penataan ruang
Manajemen risiko tsunami (tsunami risk management) melalui penataan ruang dapat dilakukan dengan : 1.
2. 3. b.
Pembatasan pembangunan fasilitas umum (rumah sakit, sekolah, kantor polisi, pemadam kebakaran) di zona rawan bencana tsunami;
D.
Kawasan Luapan Lumpur
Kawasan luapan lumpur meliputi area terdampak dari bahaya luapan lumpur, polusi gas beracun, dan penurunan permukaan tanah (land subsidence) di wilayah Kabupaten Sidoarjo. Arahan pengelolaan kawasan luapan lumpur dibagi menjadi: a.
Penyediaan zona penyangga untuk mengurangi energi tsunami; dan
Penanganan luapan lumpur meliputi: 1.
Peningkatan kapasitas tampungan kolam lumpur yang dilaksanakan secara bertahap dan dapat berfungsi melindungi permukiman dan infrastruktur vital.
2.
Pemanfaatan debit Kali Porong yang cukup besar di musim hujan untuk melancarkan aliran endapan lumpur dengan pengerukan di muara sungai, pengerukan dasar laut di muara, membangun dermaga (jetty) untuk mengendalikan aliran lumpur dan memanfaatkan sebagian lumpur untuk mereklamasikan daerah pantai.
Pembangunan sistem dan jalur evakuasi yang dilengkapi sarana dan prasarana.
Melalui rekayasa teknologi dapat dilakukan dengan : 1. Pelengkapan sistem peringatan dini (early warning sistem/EWS); 2.
b.
Pemerkuatan bangunan agar tahan terhadap tekanan gelombang dan arus kuat, antara lain dengan merekonstruksi pondasi struktur agar dapat menahan erosi dan penggerusan oleh arus, membuat lantai dasar menjadi terbuka sehingga mampu membiarkan air laut melintas, menempatkan generator cadangan dilantai yang tidak kena banjir;
3.
Pemodifikasian sistem transportasi untuk dapat memfasilitasi evakuasi massal secara cepat; serta
4.
Penggunaan struktur penahan gelombang laut, antara lain seperti tembok laut (sea wall), tanggul laut (sea dikes), pemecah gelombang (break waters), pintu air sungai (river gates) untuk menahan atau mengurangi tekanan tsunami.
b.
Perlu menghindari kawasan rawan bencana yang bersifat ekstrim dan kerentanan sangat tinggi.
c.
Akomodasi dilakukan pada kegiatan budi daya yang bersifat penyesuaian terhadap perubahan alam atau risiko dampak seperti reklamasi, peninggian bangunan atau perubahan pola pengolahan kawasan.
d.
kegiatan bersifat proteksi dilakukan melalui pengembangan struktur fisik seperti pembangunan penahan gelombang (break water) atau tembok laut (sea walls) dan kegiatan non fisik struktur seperti pengembangan vegetasi mangrove atau penimbunan pasir (beach nourishment).
1.
Penanganan sistem drainase dengan memperbaiki atau membuat saluran drainase baru agar dapat mengalirkan air hujan/drainase lingkungan.
2.
Normalisasi saluran drainase utama (Kali Ketapang dan Afvour Jatianom).
3.
Perbaikan jalan lingkungan untuk mengurangi beban lalu lintas di Jalan Arteri Porong dengan memanfaatkan jalan lingkungan.
4.
Perbaikan sebagian ruas Jalan Arteri Porong.
5.
Peningkatan jalan alternatif lainnya sepanjang ± 14 km untuk mengurangi beban lalu lintas di Jalan Arteri Porong.
6. Pengadaan tanah untuk pembangunan jalan bebas hambatan Surabaya – Gempol (segmen Porong – Gempol), relokasi jalur kereta api Sidoarjo – Gunung Gangsir, relokasi saluran udara tegangan tinggi (SUTET), dan konstruksi relokasi pipa air baku PDAM Kota Surabaya.
Adapun pengelolaan kawasan budi daya di daerah rawan bencana tsunami. a. Relokasi dilakukan apabila dampak ekonomi dan lingkungan sangat besar maka kawasan budi daya berada jauh dari garis pantai.
Penanganan infrastruktur sekitar semburan lumpur meliputi:
c.
d.
Pengamanan Kali Porong meliputi: 1.
Penjagaan kapasitas pengaliran Kali Porong.
2.
Penjagaan keamanan tanggul dan tebing sungai dengan memasang perlindungan tebing sungai/tanggul.
Penanganan dampak sosial masyarakat akibat luapan lumpur meliputi: 1. Pemberian bantuan sosial kepada masyarakat yang terkena dampak luapan lumpur maupun penurunan tanah; 2.
Perlindungan sosial terhadap hak-hak masyarakat atas harta benda miliknya yang hilang atau berkurang karena dampak luapan lumpur; dan
3.
Pemulihan sosial masyarakat yang terkena luapan lumpur.
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 41 4.1.5.3
Kawasan Imbuhan Air Tanah
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kawasan imbuhan air tanah ditetapkan dengan kriteria:
4.1.6
KAWASAN LINDUNG LAINNYA
Kawasan lindung lainnya adalah kawasan lindung yang diperlukan untuk perlindungan fungsi tertentu dan memerlukan perlakuan secara khusus. Kawasan lindung lainnya di Jawa Timur terdiri atas kawasan terumbu karang dan kawasan tanah timbul.
a.
Memiliki jenis fisik batuan dengan kemampuan meloloskan air dengan jumlah yang berarti;
b.
Memiliki lapisan penutup tanah berupa pasir sampai lanau;
A.
c.
Memiliki hubungan hidrogeologis yang menerus dengan daerah lepasan; dan/atau
d.
Memiliki muka air tanah tidak tertekan yang letaknya lebih tinggi daripada muka air tanah yang tertekan.
Kawasan terumbu karang di Jawa Timur meliputi Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Jember, Kabupaten Malang, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Situbondo, dan Kabupaten Sumenep.
Kawasan imbuhan air tanah di Jawa Timur adalah berupa kawasan imbuhan air tanah pada Cekungan Air Tanah (CAT), yang meliputi: a.
CAT Lintas Provinsi yaitu CAT Lasem, CAT Randublatung, dan CAT Ngawi-Ponorogo.
b.
CAT Lintas Kabupaten/Kota yaitu CAT Surabaya-Lamongan, CAT Tuban, CAT Panceng, CAT Brantas, CAT Bulukawang, CAT Pasuruan, CAT Probolinggo, CAT Jember-Lumajang, CAT Besuki, CAT Bondowoso-Situbondo, CAT Wonorejo, CAT Ketapang, CAT Sampang-Pamekasan, dan CAT Sumenep.
c.
CAT Kabupaten yaitu CAT Sumberbening, CAT Banyuwangi, CAT Blambangan, CAT Bangkalan, dan CAT Toranggo.
Kawasan Terumbu Karang
Arahan pengelolaan kawasan terumbu karang meliputi: a.
Pencegahan perusakan terumbu karang;
b.
Pemanfaatan sumber daya laut yang tidak merusak terumbu karang;
c.
Rehabilitasi terumbu karang yang rusak;
d.
Pengembangan penelitian dan pariwisata; dan
e.
Perluasan terumbu karang buatan.
B.
Kawasan Tanah Timbul
Arahan pengelolaan kawasan imbuhan air tanah meliputi:
Kawasan tanah timbul yaitu kawasan timbul (tanah oloran) di muara Sungai Lamong perbatasan antara Kota Surabaya dengan Kabupaten Gresik. Arahan pengelolaan kawasan tanah timbul meliputi:
a.
Pemertahanan kemampuan imbuhan air tanah;
a.
pengembangan kegiatan konservasi; dan
b.
Pelarangan kegiatan pengeboran, penggalian atau kegiatan lain dalam radius 200 (dua ratus) meter dari lokasi pemunculan mata air; dan
b.
pemanfaatan berupa kegiatan budi daya yang tidak merusak fungsi konservasi.
c.
Pembatasan penggunaan air tanah, kecuali untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari.
Sebaran CAT dapat dilihat pada Peta 4.7 Cekungan Air Tanah Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 42
4.2 KAWASAN BUDI DAYA Kawasan budi daya meliputi berbagai jenis pemanfaatan antara lain kawasan peruntukan hutan produksi, kawasan hutan rakyat, kawasan peruntukan pertanian, kawasan peruntukan perkebunan, kawasan peruntukan peternakan, kawasan peruntukan perikanan, kawasan peruntukan pertambangan mineral, minyak dan gas bumi, kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan pariwisata, kawasan peruntukan permukiman, kawasan andalan serta peruntukan kawasan budi daya lainnya. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan dengan motivasi pembangunan di bidang perekonomian dan harus tetap memperhatikan pemeliharaan kualitas lingkungan. Arahan pengelolaan kawasan budi daya meliputi segala usaha untuk meningkatkan pendayagunaan lahan yang dilakukan di luar kawasan lindung, yang kondisi fisik dan sumber daya alamnya dianggap potensial untuk dimanfaatkan, tanpa mengganggu keseimbangan dan kelestarian ekosistem.
4.2.1 KAWASAN PERUNTUKAN HUTAN PRODUKSI Hutan produksi dimaksudkan untuk menyediakan komoditas hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan untuk keperluan industri, sekaligus untuk melindungi kawasan hutan yang ditetapkan sebagai hutan lindung dan hutan konservasi dari kerusakan akibat pengambilan hasil hutan yang tidak terkendali. Penerapan kriteria kawasan peruntukan hutan produksi secara tepat diharapkan akan mendorong terwujudnya kawasan hutan produksi yang dapat memberikan manfaat berikut: a.
Meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub-sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya
b.
Meningkatkan fungsi lindung
c.
Menyangga kawasan lindung terhadap pengembangan kawasan budi daya
d.
Menjaga keseimbangan tata air dan lingkungan
e.
Meningkatkan upaya pelestarian kemampuan sumber daya hutan
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 43 f.
Meningkatkan pendapatan masyarakat terutama di daerah setempat
g.
Meningkatkan pendapatan daerah dan nasional
h.
Meningkatkan kesempatan kerja terutama untuk masyarakat daerah setempat
i.
Meningkatkan nilai tambah produksi hasil hutan dan industri yang mengolahnya
j.
Meningkatkan ekspor
m.
Kabupaten Magetan
n.
Kabupaten Malang
o.
Kabupaten Mojokerto
p.
Kabupaten Nganjuk
q.
Kabupaten Ngawi
r.
Kabupaten Pacitan
s.
Kabupaten Pamekasan
k. Mendorong perkembangan usaha dan peran masyarakat terutama di daerah setempat.
t.
Kabupaten Pasuruan
u.
Kabupaten Ponorogo
Dalam hal ini juga perlu diberikan arahan pengelolaan hutan produksi antara lain dengan pengolahan hasil hutan sehingga memiliki nilai ekonomi lebih tinggi, yaitu dalam bentuk pengembangan hutan kerakyatan. Bagi kawasan yang ditetapkan sebagai hutan produksi tetapi ternyata saat ini telah beralih fungsi menjadi permukiman dan tanaman semusim, maka perlu diarahkan untuk pembatasan permukiman, pengembangan tanaman kehutanan atau perkebunan tanaman keras dengan tegakan tinggi dan kerapatan tanaman juga tinggi tetapi memiliki nilai ekonomis besar, seperti durian, kopi, cengkeh dsb.
v.
Kabupaten Probolinggo
w.
Kabupaten Sampang
x.
Kabupaten Situbondo
y.
Kabupaten Sumenep
z.
Kabupaten Trenggalek
Hutan produksi adalah kawasan hutan yang secara ruang digunakan untuk budi daya hutan alam dan hutan tanaman. Dengan kriteria memiliki faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan dengan jumlah skor paling besar 124 (seratus dua puluh empat). Rencana kawasan hutan yang secara ruang digunakan untuk budi daya hutan di wilayah Jawa Timur adalah seluas sekurangkurangnya 782.772 Ha yang berada di wilayah: a.
Kabupaten Bangkalan
b.
Kabupaten Banyuwangi
c.
Kabupaten Blitar
d.
Kabupaten Bojonegoro
e.
Kabupaten Bondowoso
f.
Kabupaten Gresik
g.
Kabupaten Jember
h.
Kabupaten Jombang
i.
Kabupaten Kediri
j.
Kabupaten Lamongan
k.
Kabupaten Lumajang
l.
Kabupaten Madiun
aa. Kabupaten Tuban bb. Kabupaten Tulungagung. cc.
Kota Batu
dd. Kota Kediri Arahan pengelolaan kawasan hutan produksi adalah sebagai berikut: a.
Pengusahaan hutan produksi di Provinsi Jawa Timur dilakukan oleh Perum Perhutani dengan menerapkan sistem silvikultur Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB).
b.
Reboisasi dan rehabilitasi lahan pada bekas tebangan dan tidak dapat dialih fungsikan ke budi daya non kehutanan.
c.
Pemantauan dan pengendalian kegiatan pengusahaan hutan serta gangguan keamanan hutan lainnya.
d.
Pengembalian pada fungsi hutan semula dengan reboisasi bila pada kawasan ini terdapat perambahan atau bibrikan.
e.
Percepatan reboisasi dan pengkayaan tanaman (enrichment planting) pada kawasan hutan produksi yang mempunyai tingkat kerapatan tegakan rendah.
f.
Pengembangan zona penyangga pada kawasan hutan produksi yang berbatasan dengan hutan lindung.
g.
Pengembalian kondisi hutan bekas tebangan melalui reboisasi dan rehabilitasi lahan kritis.
Lokasi kawasan peruntukan hutan produksi di wilayah Provinsi Jawa Timur dapat dilihat dalam Peta 4.7.
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 44
4.2.2 KAWASAN HUTAN RAKYAT
k.
Kabupaten Lumajang
Hutan rakyat dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan iklim makro, memenuhi kebutuhan akan hasil hutan dan berada pada lahan-lahan masyarakat dan dikelola oleh masyarakat. Rencana kawasan hutan rakyat di Jawa Timur ditetapkan dengan luas sekurang-kurangnya 425.570,43 Ha , berada di wilayah:
l.
Kabupaten Madiun
m.
Kabupaten Magetan
n.
Kabupaten Malang
o.
Kabupaten Mojokerto
a.
Kabupaten Bangkalan
p.
Kabupaten Nganjuk
b.
Kabupaten Banyuwangi
q.
Kabupaten Ngawi
c.
Kabupaten Blitar
r.
Kabupaten Pacitan
d.
Kabupaten Bojonegoro
s.
Kabupaten Pamekasan
e.
Kabupaten Bondowoso
t.
Kabupaten Pasuruan
f.
Kabupaten Gresik
u.
Kabupaten Ponorogo
g.
Kabupaten Jember
v.
Kabupaten Probolinggo
h.
Kabupaten Jombang
w.
Kabupaten Sampang
i.
Kabupaten Kediri
x.
Kabupaten Sidoarjo
j.
Kabupaten Lamongan
y.
Kabupaten Situbondo
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 45 z.
Kabupaten Sumenep
d.
Kabupaten Bojonegoro;
aa. Kabupaten Trenggalek
e.
Kabupaten Bondowoso;
bb. Kabupaten Tuban
f.
Kabupaten Gresik;
cc.
g.
Kabupaten Jember;
h.
Kabupaten Jombang;
i.
Kabupaten Kediri;
j.
Kabupaten Lamongan;
Menurut PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kriteria peruntukan kawasan pertanian meliputi:
k.
Kabupaten Lumajang;
a. Memiliki kesesuaian lahan untuk dikembangkan sebagai kawasan pertanian;
l.
Kabupaten Madiun;
m.
Kabupaten Magetan;
Kabupaten Tulungagung.
dd. Kota Batu 4.2.3 KAWASAN PERUNTUKAN PERTANIAN
b.
Ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan abadi;
n.
Kabupaten Malang;
c.
Mendukung ketahanan pangan nasional; dan/atau
o.
Kabupaten Mojokerto;
d.
Dapat dikembangkan sesuai dengan tingkat ketersediaan air.
p.
Kabupaten Nganjuk;
Lahan pertanian di Jawa Timur meliputi pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, dan hortikultura. Perbedaan mendasar dari pertanian lahan basah dan pertanian lahan kering adalah pertanian lahan basah sepanjang tahun dapat ditanami padi karena adanya cukup air, baik dari sawah beririgasi teknis, sawah beririgasi semi teknis, sawah beririgasi sederhana, sawah pedesaan dan termasuk di dalamnya lahan reklamasi rawa pasang surut dan non pasang surut. Sedangkan pertanian lahan kering biasanya tanamannya beragam, saat musim hujan ditanami padi dan saat kemarau ditanami padi gogo atau palawija, misal: kacang hijau, kedelai, kacang tanah, ubi kayu. Pertanian lahan kering dalam rencana penggunaan lahan (land use) juga termasuk tegalan, kebun campur, dan lahan pertanian yang tidak mendapat layanan irigasi.
q.
Kabupaten Ngawi;
r.
Kabupaten Pacitan;
s.
Kabupaten Pamekasan;
t.
Kabupaten Pasuruan;
u.
Kabupaten Ponorogo;
v.
Kabupaten Probolinggo;
w.
Kabupaten Sampang;
x.
Kabupaten Sidoarjo;
y.
Kabupaten Situbondo;
z.
Kabupaten Sumenep;
4.2.3.1
Pertanian Lahan Basah
Rencana penggunaan lahan untuk pertanian lahan basah dengan memperhatikan daya dukung lahan, rencana pengembangan jaringan irigasi di Jawa Timur, dan proyeksi kebutuhan pangan serta potensi ekonomi dijelaskan sebagai berikut: Sawah beririgasi teknis dengan luas sekurang-kurangnya 957.239 Ha atau 20,03% dari luas Jawa Timur, dengan peningkatan jaringan irigasi semi teknis dan sederhana menjadi irigasi teknis yang tersebar di masing-masing wilayah sungai. Potensi pengembangan lahan pertanian lahan basah ini dikembangkan sesuai dengan kondisi irigasi di masing-masing wilayah kabupaten/kota, antara lain di wilayah: a.
Kabupaten Bangkalan;
b.
Kabupaten Banyuwangi;
c.
Kabupaten Blitar;
aa. Kabupaten Trenggalek; bb. Kabupaten Tuban; cc.
Kabupaten Tulungagung;
dd. Kota Batu; ee. Kota Blitar; ff.
Kota Kediri;
gg. Kota Madiun; hh. Kota Mojokerto; ii.
Kota Pasuruan; dan
jj.
Kota Probolinggo.
Proyeksi lahan pertanian hingga tahun 2031 dilakukan dengan memperhatikan kecenderungan tingkat konsumsi penduduk terhadap komoditas padi (kebutuhan beras), tingkat produksi padi, serta kecukupan kebutuhan pangan dengan membandingkan tingkat
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 46 produksi dan konsumsi. Seluas kurang lebih 802.357,9 Ha ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) di Jawa Timur.
Lokasi kawasan peruntukan pertanian lahan basah di wilayah Provinsi Jawa Timur dapat dilihat dalam Peta 4.9. Adapun luas dan sebaran Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dapat dilihat pada Tabel 4.5
RENCANA LP2B LAHAN BASAH 4.979,00 33.050,00 8.639,00
RENCANA LP2B LAHAN KERING 3.786,00 1.750,00 4.146,00
4 Tulungagung
20.000,00
6.000,00
26.000,00
5 Blitar
27.598,57
804,75
28.403,32
6 Kediri
40.865,00
1.426,00
42.291,00
7 Malang
33.110,30
12.777,93
45.888,23
8 Lumajang
32.144,40
178,50
32.322,90
9 Jember
81.081,00
20.522,00
101.603,00
No
KABUPATEN/ KOTA
1 Pacitan 2 Ponorogo 3 Trenggalek
TOTAL LUASAN 8.765,00 34.800,00 12.785,00
10 Banyuwangi
61.376,00
465,00
61.841,00
11 Bondowoso
29.937,60
17.355,50
47.293,10
12 Situbondo
28.820,70
1.212,00
30.032,70
13 Probolinggo
36.789,00
1.903,00
38.692,00
14 Pasuruan
26.471,89
19.946,63
15 Sidoarjo
12.205,82
46.418,52
-
12.205,82
-
27.535,00
16 Mojokerto
27.535,00
17 Jombang
39.876,00
800,00
40.676,00
18 Nganjuk
34.776,90
16.854,00
51.630,90
20 Magetan
19.084,00
19 Madiun(LP2B) Kabupaten/Kota 20.034,00 1.544,40 Tabel 4.5 Luas dan Sebaran Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Provinsi Jawa Timur
RENCANA LP2B LAHAN BASAH 4.979,00 33.050,00 8.639,00
RENCANA LP2B LAHAN KERING 3.786,00 1.750,00 4.146,00
4 Tulungagung
20.000,00
6.000,00
26.000,00
5 Blitar
27.598,57
804,75
28.403,32
6 Kediri
40.865,00
1.426,00
42.291,00
7 Malang
33.110,30
12.777,93
45.888,23
8 Lumajang
32.144,40
178,50
32.322,90
9 Jember
No
KABUPATEN/ KOTA
1 Pacitan 2 Ponorogo 3 Trenggalek
TOTAL LUASAN 8.765,00 34.800,00 12.785,00
81.081,00
20.522,00
101.603,00
10 Banyuwangi
61.376,00
465,00
61.841,00
11 Bondowoso
29.937,60
17.355,50
47.293,10
12 Situbondo
28.820,70
1.212,00
30.032,70
13 Probolinggo
36.789,00
1.903,00
38.692,00
14 Pasuruan
26.471,89
19.946,63
46.418,52
15 Sidoarjo
12.205,82
-
12.205,82
16 Mojokerto
27.535,00
-
27.535,00
17 Jombang
39.876,00
800,00
40.676,00
18 Nganjuk
34.776,90
16.854,00
51.630,90
19 Madiun
20.034,00
1.544,40
21.578,40
20 Magetan
19.084,00
-
19.084,00
-
41.523,00
41.523,00 RENCANA LP2B LAHAN32.430,40 BASAH 4.979,00 17.832,45 33.050,00 45.841,00 8.639,00 10.346,00
RENCANA LP2B LAHAN33.333,57 KERING 3.786,00 5.167,55 1.750,00 4.146,00 -
41.523,00 TOTAL LUASAN 65.763,97 8.765,00 23.000,00 34.800,00 45.841,00 12.785,00 10.346,00
4 Tulungagung 26 Bangkalan 5 Blitar 27 Sampang 6 Kediri 28 Pamekesan
20.000,00 12.161,00 27.598,57 4.714,00 40.865,00 6.232,00
6.000,00 17.841,00 804,75 28.731,00
7 Malang 29 Sumenep 8 Lumajang 30 Kota Kediri 9 Jember 31 Kota Blitar
33.110,30 8.287,20 32.144,40 500,00
1.426,00 6.074,00 12.777,93 12.573,00 178,50 -
26.000,00 30.002,00 28.403,32 33.445,00 42.291,00 12.306,00
81.081,00 677,00 61.376,00 -
20.522,00 465,00 -
101.603,00 677,00 61.841,00 -
29.937,60 1.034,67 28.820,70 605,00
17.355,50 1.212,00 -
47.293,10 1.034,67 30.032,70 605,00
36.789,00 104,00 26.471,89 444,00
1.903,00 19.946,63
38.692,00 104,00 46.418,52 444,00
12.205,82 27.535,00 1.252,00 39.876,00 802.357,90
--800,00 215.191,83
12.205,82 27.535,00 1.252,00 40.676,00 1.017.549,73
34.776,90
16.854,00
51.630,90
20.034,00
1.544,40
21.578,40
10 32 Banyuwangi Kota Malang 11 33 Bondowoso Kota Probolinggo 12 34 Situbondo Kota Pasuruan 13 35 Probolinggo Kota Mojokerto 14 36 Pasuruan Kota Madiun 15 37 Sidoarjo Kota Surabaya 16 38 Mojokerto Kota Batu 17 Jombang TOTAL TOTALLUASAN JATIM 18 Nganjuk 19 Madiun
45.888,23 20.860,20 32.322,90 500,00
Sumber : Hasil Analisis dan Kesepakatan Antar Provinsi, Kabupaten dan Kota di Jawa Timur 20 Magetan 19.084,00 19.084,00 Tahun 2012 21 Ngawi
41.523,00
32.430,40
33.333,57
23 Tuban
17.832,45
5.167,55
24 Lamongan
45.841,00
-
45.841,00
10.346,00
25 Gresik
10.346,00
-
10.346,00
27 Sampang
4.714,00
28.731,00
33.445,00
28 Pamekesan
6.232,00
6.074,00
12.306,00
29 Sumenep
8.287,20
12.573,00
20.860,20
41.523,00 32.430,40
33.333,57
65.763,97
23 Tuban
17.832,45
5.167,55
23.000,00
24 Lamongan
45.841,00
-
45.841,00
10.346,00
-
25 Gresik
Ngawi KABUPATEN/ KOTA Bojonegoro Pacitan Tuban Ponorogo Lamongan Trenggalek Gresik
21.578,40 19.084,00
22 Bojonegoro
21 Ngawi 22 Bojonegoro
26 Bangkalan
21 No 22 1 23 2 24 3 25
-
-
Rencana Tata Ruang Wilayah30.002,00 Provinsi26Jawa Timur Tahun 2011 Bangkalan 12.161,00- 203117.841,00 12.161,00 17.841,00
27 Sampang
4.714,00
28.731,00
33.445,00
28 Pamekesan
6.232,00
6.074,00
12.306,00
29 Sumenep
8.287,20
12.573,00
20.860,20
30 Kota Kediri
500,00
-
41.523,00 65.763,97 23.000,00
30.002,00
500,00
IV - 47 4.2.3.2
Pertanian Lahan Kering
Rencana pengembangan pertanian lahan kering di wilayah Provinsi Jawa Timur ditetapkan dengan luas sekurang-kurangnya 849.033 Ha atau 17,76% dari luas Jawa Timur yang dilaksanakan di daerah-daerah yang belum terlayani oleh jaringan irigasi, kawasan pertanian lahan kering juga digunakan untuk pengembangan hutan
4.2.3.3
rakyat dan tanaman perkebunan. Dan seluas sekurang-kurangnya 215,191.83 Ha ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang tersebar di seluruh kabupaten/kota. Lokasi kawasan peruntukan pertanian lahan kering di wilayah Provinsi Jawa Timur dapat dilihat dalam Peta 4.10.
Pengembangan Hortikultura
Pengembangan hortikultura di Provinsi Jawa Timur direncanakan di wilayah-wilayah: a.
Sentra penghasil sayur di kawasan pertanian lahan basah dan lahan kering di seluruh kabupaten/kota.
b.
Sentra penghasil bunga, meliputi: 1.
Kabupaten Gresik
2.
Kabupaten Magetan
3.
Kabupaten Malang
4.
Kabupaten Mojokerto
c.
5.
Kabupaten Pasuruan
6.
Kota Batu
Sentra penghasil buah, meliputi: 1.
Komoditas pisang dikembangkan di wilayah: a) Kabupaten Banyuwangi b) Kabupaten Blitar c) Kabupaten Jember d) Kabupaten Lumajang e) Kabupaten Magetan
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 48 f) Kabupaten Malang
2.
7.
g) Kabupaten Pacitan
a) Kabupaten Blitar
h) Kabupaten Trenggalek
b) Kabupaten Tuban (Blimbing Tasikmadu)
i)
c) Kota Blitar
Kabupaten Tulungagung
Komoditas jeruk dikembangkan di wilayah:
8.
a) Kabupaten Bangkalan
b) Kabupaten Jember
b) Kabupaten Bojonegoro
c) Kabupaten Jombang
c) Kabupaten Lumajang
d) Kabupaten Madiun
d) Kabupaten Malang
e) Kabupaten Magetan
e) Kabupaten Mojokerto
f) Kabupaten Malang
f) Kabupaten Pasuruan 9.
h) Kabupaten Pamekasan i)
Kabupaten Tuban
j)
Kota Batu
a) Kabupaten Bondowoso b) Kabupaten Jember
Komoditas rambutan dikembangkan di wilayah:
c) Kabupaten Jombang d) Kabupaten Madiun
b) Kabupaten Blitar
e) Kabupaten Malang
c) Kabupaten Jember
f) Kabupaten Pasuruan
Komoditas mangga dikembangkan di wilayah:
g) Kabupaten Trenggalek
a) Kabupaten Bondowoso
11. Komoditas manggis dikembangkan di wilayah:
b) Kabupaten Gresik
a) Kabupaten Banyuwangi
c) Kabupaten Kediri
b) Kabupaten Blitar
d) Kabupaten Magetan
c) Kabupaten Jember
e) Kabupaten Nganjuk
d) Kabupaten Ponorogo
f) Kabupaten Pasuruan
e) Kabupaten Probolinggo
g) Kabupaten Probolinggo
f) Kabupaten Trenggalek
h) Kabupaten Situbondo 5.
Komoditas apel dikembangkan di wilayah:
d.
a) Kabupaten Malang b) Kabupaten Pasuruan c) Kota Batu 6.
Komoditas alpukat dikembangkan di wilayah Kabupaten Lumajang.
10. Komoditas durian dikembangkan di wilayah:
a) Kabupaten Bangkalan
4.
Komoditas salak dikembangkan di wilayah:
a) Kabupaten Banyuwangi
g) Kabupaten Pacitan
3.
Komoditas Blimbing dikembangkan di wilayah:
Komoditas jambu air dikembangkan di wilayah: a) Kabupaten Jombang (Jambu Darsono) b) Kabupaten Tuban c) Kepulauan Madura
Sentra penghasil biofarmaka, meliputi: 1.
Kabupaten Pacitan
2.
Kabupaten Ponorogo
3.
Kabupaten Probolinggo
4.
Kabupaten Trenggalek
Arahan pengelolaan kawasan peruntukan pertanian antara lain: a.
Area lahan sawah beririgasi harus dipertahankan agar tidak berubah fungsi menjadi peruntukan yang lain.
b.
Pengalihan fungsi areal wajib disediakan lahan pengganti.
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 49 c.
Jika suatu areal terpaksa harus berubah fungsi maka harus disediakan lahan areal baru yang menggantikannya dengan ditambah biaya investasi pembangunan prasarana irigasi di lokasi tersebut, penggantiannya mengikuti peraturan: 1. Apabila yang dialihfungsikan adalah lahan beririgasi (sawah beririgasi teknis, sawah beririgasi teknis, sawah beririgasi semi teknis, sawah beririgasi sederhana, sawah pedesaan) maka penggantiannya paling sedikit sebanyak 3 (tiga) kali luas lahan;
d.
e.
2.
Apabila yang dialihfungsikan adalah lahan reklamasi rawa pasang surut dan non pasang surut maka penggantiannya paling sedikit 2 (dua) kali luas lahan; dan
3.
Apabila yang dialihfungsikan adalah lahan tidak beririgasi (lahan kering) maka penggantiannya paling sedikit adalah 1 (satu) kali luas lahan.
Pengembangan sawah beririgasi teknis atau pencetakan sawah baru dilakukan dengan memprioritaskan perubahan sawah non irigasi menjadi sawah irigasi melalui dukungan pengembangan dan perluasan jaringan irigasi, pembukaan areal baru pembangunan irigasi, dan pengembangan waduk/embung. Peningkatan produksi dan produktivitas tanaman pangan dengan mengembangkan kawasan pertanian terpadu (cooperative farming), dan hortikultura dengan mengembangkan kawasan budi daya pertanian ramah lingkungan (good agriculture practices); Kawasan pertanian terpadu (cooperative farming) adalah kawasan pertanian yang dikembangkan dengan memberdayakan kelompok tani melalui rekayasa sosial, ekonomi, dan teknologi.
4.2.4 KAWASAN PERUNTUKAN PERKEBUNAN Kawasan perkebunan di Jawa Timur dikembangkan berdasarkan fungsi kawasan dan potensi yang ada pada daerah masing-masing berdasarkan prospek ekonomi yang dimiliki. Pengembangan kawasan perkebunan diarahkan untuk meningkatkan peran serta, efisiensi, produktivitas dan keberlanjutan. Berdasarkan komoditasnya, pengembangan perkebunan dapat dibagi dalam 2 (dua) kelompok yakni perkebunan tanaman tahunan seperti: tebu, tembakau, kapas, serat karung dan wijen dan perkebunan tanaman semusim antara lain berupa: kelapa, kopi, kakao, cengkeh, jambu mete, cabe jamu, kapok randu, teh, kenanga, panili, lada, kemiri, jarak kepyar, jarak pagar, siwalan, serat nanas, pinang, kayu manis, asam jawa, aren, mendong, janggelan, nilam, pandan, nipah, pala, melinjo, karet, abaca, dsb. Adapun pengembangan kawasan perkebunan direncanakan dengan luas sekurang-kurangnya 398.036 Ha, meliputi: 1.
Kabupaten Bangkalan;
2.
Kabupaten Banyuwangi;
3.
Kabupaten Blitar;
4.
Kabupaten Bojonegoro;
5.
Kabupaten Bondowoso;
6.
Kabupaten Gresik;
7.
Kabupaten Jember;
8.
Kabupaten Jombang;
9.
Kabupaten Kediri;
10. Kabupaten Lamongan; 11. Kabupaten Lumajang;
Suatu kawasan dapat ditentukan sebagai kawasan pertanian terpadu (cooperative farming) apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
12. Kabupaten Madiun;
1.
Memiliki hamparan minimal 50 Ha dan terdapat dalam satu jaringan irigasi tersier;
14. Kabupaten Malang;
2.
Memiliki kelompok cooperative farming yang merupakan penyempurnaan kelompok tani sebelumnya;
16. Kabupaten Nganjuk;
3.
Memiliki sarana/prasarana cooperative farming, antara lain kantor kelompok, kios saprodi, alat mesin, dan modal usaha pertanian.
13. Kabupaten Magetan; 15. Kabupaten Mojokerto; 17. Kabupaten Ngawi; 18. Kabupaten Pacitan; 19. Kabupaten Pamekasan;
Sedangkan kawasan pertanian ramah lingkungan (good agriculture practice) adalah kawasan pertanian dengan cara budi daya yang baik sesuai dengan standar operasional yang ramah lingkungan.
20. Kabupaten Pasuruan;
f. Pengembangan kelembagaan kelompok tani ke arah kelembagaan ekonomi/koperasi melalui upaya penguatan modal, kewirausahaan, membuka akses pasar, kemitraan, serta pemberdayaan asosiasi petani.
23. Kabupaten Sampang;
21. Kabupaten Ponorogo; 22. Kabupaten Probolinggo; 24. Kabupaten Sidoarjo; 25. Kabupaten Situbondo;
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 50 26. Kabupaten Sumenep;
7.
Kabupaten Jombang;
27. Kabupaten Trenggalek;
8.
Kabupaten Kediri;
28. Kabupaten Tuban;
9.
Kabupaten Lamongan;
29. Kabupaten Tulungagung;
10. Kabupaten Lumajang;
30. Kota Batu;
11. Kabupaten Madiun;
31. Kota Kediri;
12. Kabupaten Magetan;
32. Kota Madiun;
13. Kabupaten Malang;
33. Kota Malang; dan
14. Kabupaten Mojokerto;
34. Kota Probolinggo.
15. Kabupaten Ngawi;
Berdasarkan jenisnya kawasan perkebunan di wilayah Provinsi Jawa Timur terdiri atas perkebunan tanaman semusim dan perkebunan tanaman tahunan.
16. Kabupaten Probolinggo;
4.2.4.1
19. Kabupaten Situbondo;
18. Kabupaten Sidoarjo;
Perkebunan Tanaman Semusim
Pengembangan komoditas perkebunan dapat dilakukan di kawasan perkebunan, kawasan pertanian lahan basah dan kawasan pertanian lahan kering. Daerah penghasil tanaman semusim berdasarkan jenis komoditasnya di Provinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut: a.
17. Kabupaten Sampang;
Tembakau, meliputi: 1.
Kabupaten Bangkalan;
2.
Kabupaten Bojonegoro;
3.
Kabupaten Bondowoso;
4.
Kabupaten Jember;
5.
Kabupaten Jombang;
6.
Kabupaten Lamongan;
7.
Kabupaten Pamekasan;
8.
Kabupaten Probolinggo;
9.
Kabupaten Sampang;
20. Kabupaten Tuban; dan 21. Kabupaten Tulungagung. 4.2.4.2
Daerah penghasil perkebunan tanaman tahunan berdasarkan jenis komoditasnya di Provinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut: a.
b.
10. Kabupaten Situbondo; dan 11. Kabupaten Sumenep. b.
Tebu, meliputi: 1.
Kabupaten Bangkalan;
2.
Kabupaten Blitar;
3.
Kabupaten Bojonegoro;
4.
Kabupaten Bondowoso;
5.
Kabupaten Gresik;
6.
Kabupaten Jember;
Perkebunan Tanaman Tahunan
c.
Kapas meliputi: 1.
Kabupaten Lamongan;
2.
Kabupaten Mojokerto;
3.
Kabupaten Pasuruan; dan
4.
Kabupaten Ponorogo.
Jambu mete meliputi: 1.
Kabupaten Bangkalan;
2.
Kabupaten Ngawi;
3.
Kabupaten Pamekasan;
4.
Kabupaten Ponorogo;
5.
Kabupaten Sampang;
6.
Kabupaten Sumenep; dan
7.
Kabupaten Tuban.
Kopi meliputi: 1.
Kabupaten Banyuwangi;
2.
Kabupaten Blitar;
3.
Kabupaten Bondowoso;
4.
Kabupaten Jember;
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 51
d.
e.
f.
g.
5.
Kabupaten Kediri;
6.
Kabupaten Lumajang.
1.
Kabupaten Jombang;
7.
Kabupaten Magetan;
2.
Kabupaten Malang; dan
8.
Kabupaten Malang;
3.
Kota Batu.
9.
Kabupaten Pacitan;
h.
i.
Panili meliputi:
Kelapa meliputi:
10. Kabupaten Pasuruan;
1.
Kabupaten Bangkalan;
11. Kabupaten Probolinggo;dan
2.
Kabupaten Banyuwangi;
12. Kabupaten Situbondo.
3.
Kabupaten Blitar;
Cengkeh meliputi:
4.
Kabupaten Bojonegoro;
1.
Kabupaten Jombang;
5.
Kabupaten Gresik;
2.
Kabupaten Nganjuk;
6.
Kabupaten Jember;
3.
Kabupaten Ponorogo; dan
7.
Kabupaten Kediri;
4.
Kabupaten Trenggalek.
8.
Kabupaten Lumajang;
Teh meliputi:
9.
Kabupaten Madiun;
1.
Kabupaten Malang;
10. Kabupaten Malang;
2.
Kabupaten Mojokerto;
11. Kabupaten Nganjuk;
3.
Kabupaten Ngawi;
12. Kabupaten Ngawi;
4.
Kabupaten Pasuruan; dan
13. Kabupaten Pacitan;
5.
Kota Batu.
14. Kabupaten Pamekasan;
Karet meliputi:
15. Kabupaten Ponorogo;
1.
Kabupaten Bondowoso;
16. Kabupaten Sidoarjo;
2.
Kabupaten Banyuwangi; dan
17. Kabupaten Situbondo;
3.
Kabupaten Jember.
18. Kabupaten Sumenep;
Kakao meliputi:
19. Kabupaten Trenggalek;
1.
Kabupaten Banyuwangi;
20. Kabupaten Tuban; dan
2.
Kabupaten Blitar;
21. Kabupaten Tulungagung
3.
Kabupaten Jombang;
4.
Kabupaten Madiun;
1.
Kabupaten Blitar;
5.
Kabupaten Malang;
2.
Kabupaten Malang; dan
6.
Kabupaten Nganjuk;
3.
Kabupaten Nganjuk.
7.
Kabupaten Ngawi;
Arahan pengelolaan kawasan peruntukan perkebunan meliputi:
8.
Kabupaten Pacitan;
a.
Pemertahanan luasan lahan perkebunan saat ini;
9.
Kabupaten Ponorogo; dan
b.
Peningkatan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing produk perkebunan;
10. Kabupaten Trenggalek.
j.
Nilam meliputi:
c. Pewilayahan komoditi sesuai dengan potensinya yakni pengembangan wilayah Madura, Pantura, wilayah tengah, dan wilayah selatan; dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 52 d. Pengembangan kelembagaan kelompok kelembagaan ekonomi/koperasi.
tani
ke
arah
15. Kabupaten Ngawi 16. Kabupaten Pacitan
Selanjutnya langkah yang sangat relevan dalam pembangunan perkebunan ke depan adalah menerapkan pengembangan konsep Corporate Community Relationship, melalui pengembangan konsep ini diharapkan: a.
17. Kabupaten Pamekasan 18. Kabupaten Pasuruan 19. Kabupaten Ponorogo
Pengusaha perkebunan rakyat atau masyarakat di sekitar perkebunan dapat berperan di dalam pengelolaan perkebunan.
20. Kabupaten Probolinggo 21. Kabupaten Sampang
b. Pengusaha perkebunan besar dengan segala kelebihan yang dimilikinya dapat berperan membantu meningkatkan produktivitas dan mutu hasil perkebunan rakyat, baik melalui kegiatan peremajaan, rehabilitasi, maupun deversifikasi usaha perkebunan.
22. Kabupaten Situbondo 23. Kabupaten Sumenep 24. Kabupaten Trenggalek 25. Kabupaten Tuban 26. Kabupaten Tulungagung
4.2.5 KAWASAN PERUNTUKAN PETERNAKAN Kawasan peternakan secara khusus diperuntukan bagi kegiatan peternakan melalui pengembangan sentra ternak dalam skala besar maupun kecil dan sentra peternakan unggas dan lainnya. Pengembangan ternak ini akan lebih memiliki nilai tambah melalui pengembangan agrobisnis peternakan. Pengembangan kawasan agrobisnis berbasis peternakan dilakukan untuk menjawab tuntutan kecukupan (swasembada) daging dan telur serta susu dalam negeri, sekaligus meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak. Kawasan peruntukan peternakan meliputi: a.
2. b.
Sentra peternakan ternak kecil meliputi kambing, domba dan babi terdapat di seluruh kabupaten di Jawa Timur.
c.
Sentra peternakan unggas terkonsentrasi di wilayah : 1.
Kabupaten Blitar
2.
Kabupaten Jombang
3.
Kabupaten Kediri
4.
Kabupaten Mojokerto
Kawasan sentra ternak besar, meliputi:
5.
Kabupaten Pasuruan
1. Kabupaten Bangkalan
6.
Kabupaten Sidoarjo
2. Kabupaten Banyuwangi
7.
Kabupaten Tulungagung
Sentra peternakan ternak besar meliputi sapi, kerbau dan kuda, di Provinsi Jawa Timur berada di wilayah: 1.
Pengembangan Sapi Madura sebagai genetik ternak asli meliputi seluruh kabupaten di Pulau Madura.
3. Kabupaten Blitar
d.
4. Kabupaten Bojonegoro 5. Kabupaten Bondowoso
Selain ternak unggas terdapat ternak lainnya antara lain kelinci yang dikembangkan sesuai dengan potensi kabupaten/kota masing-masing.
9. Kabupaten Lamongan
Pengembangan kawasan peruntukan peternakan yang memerlukan persyaratan khusus diatur oleh pemerintah daerah kabupaten/kota masing-masing. Pengembangan Kawasan Agrobisnis Berbasis Peternakan harus sesuai dengan agroekosistem dan alokasi tata ruang wilayah. Serta dikembangkan oleh masyarakat dalam kawasan itu dan sesuai dengan biofisik dan sosial ekonomi.
10. Kabupaten Lumajang
Arahan pengelolaan kawasan peruntukan peternakan antara
6. Kabupaten Jember 7. Kabupaten Jombang 8. Kabupaten Kediri
11. Kabupaten Magetan
lain:
13. Kabupaten Mojokerto
a. Pengembangan kawasan peternakan yang mempunyai keterkaitan dengan pusat distribusi pakan ternak dan sektor industri pendukung lainnya;
14. Kabupaten Nganjuk
b.
12. Kabupaten Malang
Pemertahanan ternak plasma nuftah sebagai potensi daerah;
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 53 c. Pengembangan kawasan peternakan diarahkan pengembangan komoditas ternak unggulan; d.
pada
Kawasan budi daya ternak yang berpotensi menularkan penyakit dari hewan ke manusia atau sebaliknya pada permukiman padat penduduk ditempatkan terpisah sesuai dengan standar teknis kawasan usaha peternakan dengan memperhatikan kesempatan berusaha dan melindungi daerah permukiman penduduk dari penularan penyakit hewan menular;
e. Pengaturan pemeliharaan hewan yang diternakkan serta tata niaga hewan dan produk bahan asal hewan di kawasan perkotaan; f.
Peningkatan nilai ekonomi ternak dengan mengelola dan mengolah hasil ternak; dan
g. Pengembangan kelembagaan kelompok kelembagaan ekonomi/koperasi.
tani
ke
arah
Pengaturan pemeliharaan hewan yang diternakan serta tata niaga hewan dan produk asal hewan di kawasan perkotaan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
h.
Meningkatkan ekspor; dan/atau
i.
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Dalam menunjang pengembangan ekspor komoditi, pengembangan perikanan perlu didukung dengan pengembangan pengelolaan pascapanennya beserta fasilitas penunjangnya yang menunjang kualitas. Kawasan peruntukkan perikanan secara umum tersebar mengikuti kawasan pertanian khususnya di lahan basah, danau/waduk dan sungai, serta di pesisir. 4.2.6.1
Pengembangan kawasan perikanan laut di Jawa Timur memiliki prospek yang bagus, didukung oleh pengembangan pelabuhan perikanan Brondong yang terletak di Pantai Utara Jawa Timur, pengembangan pelabuhan perikanan Muncar di Kabupaten Banyuwangi, dan Prigi di Kabupaten Trenggalek. Arahan pengembangan kawasan peruntukan perikanan tangkap di Provinsi Jawa Timur, terdiri dari: a.
Pengembangan komoditi utama perikanan meliputi Tamperan di Kabupaten Pacitan, Prigi di Kabupaten Trenggalek, Sendangbiru di Kabupaten Malang, Puger di Kabupaten Jember, Ujungpangkah di Kabupaten Gresik, Brondong di Kabupaten Lamongan, Pondokmimbo di Kabupaten Situbondo, Bulu di Kabupaten Tuban, dan Pasongsongan di Kabupaten Sumenep;
b.
Pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) meliputi Prigi di Kabupaten Trenggalek dan Brondong di Kabupaten Lamongan;
c.
Pengembangan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) meliputi Muncar di Kabupaten Banyuwangi, Puger di Kabupaten Jember, Pondokdadap di Kabupaten Malang, Mayangan di Kota Probolinggo, Paiton di Kabupaten Probolinggo, Lekok di Kabupaten Pasuruan, Tamperan di Kabupaten Pacitan, dan Bawean di Kabupaten Gresik; dan
4.2.6 KAWASAN PERUNTUKAN PERIKANAN Pada dasarnya rencana pengembangan kawasan perikanan berupa kawasan minapolitan lebih dititikberatkan pada perikanan tangkap, perikanan budi daya serta pengelolaan dan pemasaran hasil perikanan. Kawasan minapolitan berdasarkan turunan kawasan agropolitan merupakan kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi perikanan dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem minabisnis. Penerapan kriteria kawasan peruntukan perikanan secara tepat diharapkan akan mendorong terwujudnya kawasan perikanan yang dapat memberikan manfaat berikut: a. Meningkatkan produksi perikanan dan mendayagunakan investasi; b.
Meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub-sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya;
c.
Meningkatkan fungsi lindung;
d.
Meningkatkan upaya pelestarian kemampuan sumber daya alam;
e.
Meningkatkan pendapatan masyarakat;
f.
Meningkatkan pendapatan nasional dan daerah;
g.
Meningkatkan kesempatan kerja;
Peruntukan Perikanan Tangkap
d. Pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) meliputi Pancer di Kabupaten Banyuwangi, Bulu di Kabupaten Tuban, dan Pasongsongan di Kabupaten Sumenep. 4.2.6.2
Peruntukan Perikanan Budi Daya
Pengembangan kawasan peruntukan perikanan budi daya di Provinsi Jawa Timur terdiri dari perukanan budi daya air payau, perikanan budi daya air tawar, dan perikanan budi daya air laut. A.
Perikanan Budi Daya Air Payau
Sektor perikanan budi daya air payau di Provinsi Jawa Timur sudah berkembang di kawasan Ujung Pangkah, Panceng Kabupaten Gresik, dan Sedati di Kabupaten Sidoarjo yang didominasi oleh budi daya ikan bandeng. Sedangkan wilayah lain yang memiliki budi
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 54 daya perikanan tambak benur/udang di Kabupaten Situbondo. Budi daya air payau juga menghasilkan komoditas garam selain dari hasil perikanan. Adapun perikanan air payau terdiri dari: 1.
h. Kabupaten Sumenep;
Komoditas air payau yang dapat dikembangkan adalah di wilayah: a. Kabupaten Bangkalan b. Kabupaten Banyuwangi c. Kabupaten Blitar d. Kabupaten Gresik e. Kabupaten Jember f.
Kabupaten Lamongan
g. Kabupaten Lumajang h. Kabupaten Malang i.
Kabupaten Pacitan
j.
Kabupaten Pamekasan
Kabupaten Tuban;
j.
Kota Pasuruan; dan
k. Kota Surabaya. B.
Perikanan Budi Daya Air Tawar
Secara umum perikanan air tawar di Provinsi Jawa Timur tersebar di berbagai wilayah dengan potensi sumber daya air cukup, seperti di Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Magetan, Kabupaten Malang, Kabupaten Blitar, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Jember, Kabupaten Banyuwangi dll. Pengembangan perikanan darat dibagi menjadi perikanan kolam, mina padi dan perairan umum. Kawasan perikanan budi daya air tawar termasuk pengembangan budi daya ikan konsumsi dan ikan hias, dibudidayakan pada wilayah: 1. Komoditi ikan konsumsi dikembangkan di seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur.
k. Kabupaten Pasuruan l.
i.
2.
Kabupaten Probolinggo
Komoditi ikan hias, dikembangkan di wilayah: a) Kabupaten Blitar
m. Kabupaten Sampang
b) Kabupaten Kediri
n. Kabupaten Sidoarjo
c) Kabupaten Tulungagung
o. Kabupaten Situbondo
d) Kota Kediri
p. Kabupaten Sumenep q. Kabupaten Trenggalek
C.
r.
Kabupaten Tuban
s.
Kabupaten Tulungagung
t.
Kota Pasuruan
Perikanan budi daya air laut merupakan potensi dasar Provinsi Jawa Timur yang dapat dikembangkan sebagai penunjang perikanan tangkap, prospek tersebut dapat memberikan motivasi terhadap nelayan untuk memberdayakan potensi kelautan di Jawa Timur. Adapun kawasan yang memiliki prospek dalam pengembangan perikanan budi daya air laut adalah wilayah:
u. Kota Probolinggo v. 2.
Kota Surabaya
Komoditas Garam Kawasan tambak garam di wilayah Provinsi Jawa Timur meliputi: a. Kabupaten Bangkalan; b. Kabupaten Gresik; c. Kabupaten Lamongan; d. Kabupaten Pamekasan; e. Kabupaten Pasuruan; f.
Kabupaten Probolinggo;
g. Kabupaten Sampang;
Perikanan Budi Daya Air Laut
1.
Kabupaten Bangkalan
2.
Kabupaten Banyuwangi
3.
Kabupaten Blitar
4.
Kabupaten Gresik
5.
Kabupaten Jember
6.
Kabupaten Lamongan
7.
Kabupaten Lumajang
8.
Kabupaten Malang
9.
Kabupaten Pacitan
10. Kabupaten Pamekasan 11. Kabupaten Pasuruan
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 55 12. Kabupaten Probolinggo
d.
Pengendalian pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir melalui penetapan rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
e.
Pengembangan sarana dan prasarana pendukung perikanan;
f.
Peningkatan nilai ekonomi perikanan dengan meningkatkan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan;
13. Kabupaten Sampang 14. Kabupaten Situbondo 15. Kabupaten Sumenep 16. Kabupaten Trenggalek 17. Kabupaten Tuban 18. Kabupaten Tulungagung
g. Pengembangan kelembagaan kelompok nelayan ke arah kelembagaan ekonomi/koperasi.
Pengembangan kawasan perikanan laut di Jawa Timur memiliki prospek yang dapat diunggulkan, seperti adanya sentra pengembangan ikan laut di bagian pantai utara Jawa Timur. Pelabuhan perikanan Brondong yang terletak di pantai utara Jawa Timur memiliki lokasi yang strategis yang dapat dijadikan sebagai pilot project pengembangan PPI lainya terutama di bagian selatan sebab kawasan yang layak/fleksibel adalah Pantai Selatan Jawa Timur (eksploitasi masih kurang dari 10% dari potensi lestari) padahal perairan laut di bagian selatan memiliki potensi yang cukup besar.
h.
Pemertahanan luasan dan sebaran kawasan tambak garam agar tidak berubah fungsi;
i.
Pembukaan peluang pengembangan tambak garam baru dalam rangka meningkatkan produksi garam dan membuka peluang investasi;
j.
Pengembangan teknologi dalam rangka meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi garam; dan
4.2.6.3
Lokasi kawasan peruntukan budi daya perikanan di wilayah Provinsi Jawa Timur dapat dilihat dalam Peta 4.11.
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan
Pengolahan dan pemasaran hasil perikanan di Jawa Timur meliputi: a.
Kabupaten Banyuwangi;
b.
Kabupaten Blitar;
c.
Kabupaten Gresik;
d.
Kabupaten Lamongan;
e.
Kabupaten Malang;
f.
Kabupaten Pacitan;
g.
Kabupaten Pasuruan;
h.
Kabupaten Sidoarjo;
i.
Kabupaten Sumenep;
j.
Kabupaten Trenggalek;
k.
Kabupaten Tuban;dan
l.
Kota Probolinggo.
k. Pengembangan kawasan tambak garam dengan mempertimbangkan aspek lingkungan hidup yang berkelanjutan.
Arahan pengelolaan kawasan peruntukan perikanan di Jawa Timur meliputi: a.
Pemertahanan, perehabilitasian, dan perevitalisasian tanaman bakau/mangrove dan terumbu karang;
b.
Pengembangan perikanan tangkap dan perikanan budi daya;
c.
Penjagaan kelestarian sumber daya air terhadap pencemaran limbah industri;
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 56
4.2.7 KAWASAN PERUNTUKAN PERTAMBANGAN
e.
Kabupaten Malang
Kawasan peruntukan pertambangan di wilayah Provinsi Jawa Timur dibagi menjadi kawasan pertambangan mineral, pertambangan minyak dan gas bumi dan kawasan potensi daerah panas bumi.
f.
Kabupaten Pacitan
g.
Kabupaten Trenggalek
h.
Kabupaten Tulungagung
4.2.7.1
Kawasan Pertambangan Mineral
Kawasan pertambangan mineral di Provinsi Jawa Timur dibagi menjadi kawasan pertambangan mineral logam, mineral non logam dan batuan. A.
Kawasan Pertambangan Mineral Logam
Adapun potensi pertambangan mineral logam yang ada di Jawa Timur, diantaranya adalah Pasir Besi, Emas dan Mineral Pengikutnya, dan Mangan. Beberapa di antaranya sudah teridentifikasi, seperti di Kabupaten Pacitan diketahui terdapat potensi Pasir Besi sebesar kurang lebih 24.948.189 ton yang berada di Kecamatan Ngadirejo selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Kawasan pertambangan mineral logam di wilayah Provinsi Jawa Timur berada di wilayah: a.
Kabupaten Banyuwangi
b.
Kabupaten Blitar
c.
Kabupaten Jember
d.
Kabupaten Lumajang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 57
Tabel 4.6 Kawasan Potensi Pertambangan Mineral Logam di Provinsi Jawa Timur No
1
2
3
4
Kabupaten
Pacitan
Trenggalek
Tulungagung
Blitar
Kawasan Ds. Watukarang, Kec. Pringkuku Ds. Candi, Kec. Pringkuku Ds. Sidomulyo, Kec. Ngadirejo
Pasir Besi
Kec. Nawangan, Punung, Tegalombo
Emas dan Mineral Pengikutnya
Malang
Potensi (ton) 17.346.032,53 11.211.501,33
Kec. Pogalan, Gandusari
Mangaan
DNA
Kec. Bendungan, Watulimo, Munjungan
Emas dan Mineral Pengikutnya
DNA
Pantai Popoh, Ds. Besuki, Kec. Besuki
Pasir Besi
S. Borok bermuara di Pantai Balekambang dan Pantai Wonogoro Ds. Srikonco, Kec. Bantur Pantai Banjulmati, Ds. Sitiarjo, Kec. Sumbermanjing
Keterangan
Besi, Baja, Semen
Masih dalam proses Eksplorasi
DNA
Pasir Besi
Pantai Pasur, Ds. Sidomulyo, Kec. Bakung Pantai Tambakrejo, Ds. Tambakrejo, Kec. Wonotirto Sungai Sumberjambe, Ds. Ringinrejo, Kec. Wates
Kegunaan
24.948.189,63
Pantai Peleng, Ds. Wonocoyo, Kec. Panggul Teluk Sumbreng, Ds. Munjungan, Kec. Munjungan Pantai Karanggongsong, Ds. Tasikmadu, Kec. Watulimo
Kec. Binangun, Kesamben, Kademangan
5
Bahan Galian
58.398.331,78
Besi, Baja, Semen
59.983.556,05 23.634.252,73
Pasir Besi
7.449.445,51
7.449.445,51 29.372.099,45
Besi, Baja, Semen
Besi, Baja, Semen
35.782.879,41
Mangaan
DNA
Besi, Baja, Industri Kimia
DNA Pasir Besi
27.060.642,92
Besi, Baja, Semen
21.709.812,63
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
Masih dalam proses Eksplorasi
IV - 58
No
6
7
8
Kabupaten
Lumajang
Jember
Banyuwangi
Kawasan S. Gidik bermuara di Pantai Licin Ds. Lebakharjo, Kec. Ampelgading
Mangaan
Ds. Wotgalih, Kec. Yosowilangun
Pasir Besi
S. Bondoyudo mengarah ke Pantai Wisata Paseban Ds. Paseban, Kec. Kencong Pantai Bendealit, Ds. Sumberejo, Kec. Ambulu
Kegunaan
Keterangan
Pasir Besi
Kec. Silo, Kalisat, Ambulu
Emas dan Mineral Pengikutnya
Ds. Bomo, Kec. Rogojampi
Pasir Besi
Kec. Pasanggaraan
Emas dan Mineral Pengikutnya
DNA
77.103.073,45
Besi, Baja, Semen
273.407.775,58 DNA
Besi, Baja, Semen
35.758.133,16
Kawasan Pertambangan Mineral Bukan logam
Kawasan pertambangan mineral bukan logam tersebar di seluruh wilayah kabupaten di Jawa Timur. Potensi pertambangan mineral bukan logam yang sejauh ini dianggap potensial meliputi: Bentonite, Phiropilit, Feldspar, Zeolit, Feldspar, Kaolin, Phiropilit, Toseki, Pasir/ Sirtu, dan Pasir Kwarsa yang tersebar di berbagai kabupaten di Jawa Timur (Sumber: Data dan informasi ESDM 2008). Sebagian potensi sudah menunjukkan indikasi besaran potensi untuk dieksploitasi, sedangkan sebagiannya lagi, potensinya kecil atau belum diketahui. C.
Potensi (ton) 106.413.765,33
Kec. Kalipare
Sumber: Data dan Informasi ESDM Tahun 2008
B.
Bahan Galian
Kawasan Pertambangan Batuan
Kawasan pertambangan batuan tersebar di seluruh wilayah kabupaten di Jawa Timur, terutama pada wilayah sekitar gunung api.
Masih dalam proses Eksplorasi
DNA
726.744,15
Besi, Baja, Semen
DNA
4.2.7.2
Masih dalam proses Eksplorasi
Kawasan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
Kawasan pertambangan minyak dan gas bumi di wilayah Provinsi Jawa Timur berada di wilayah: a.
Kabupaten Bangkalan
b.
Kabupaten Bojonegoro
c.
Kabupaten Gresik
d.
Kabupaten Jombang
e.
Kabupaten Lamongan
f.
Kabupaten Mojokerto
g.
Kabupaten Nganjuk
h.
Kabupaten Pamekasan
i.
Kabupaten Sampang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 59 j.
Kabupaten Sidoarjo
k.
Kabupaten Sumenep
l.
Kabupaten Tuban
m.
Kota Surabaya
Sumber: Data dan Informasi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, 2008
Gambar 4.9 Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi di Provinsi Jawa Timur
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 60 Keterangan Gambar 4.9: No.
Nama Blok
Operator
Status
1
ALAS JATI BLOCK
PT. INSANI BINA PERKASA
EXPLORATION
2
BAWEAN
CAMAR RESOURCES CANADA INC.
PRODUCTION
3
BRANTAS
LAPINDO BRANTAS INC.
PRODUCTION
4
BULU
PEARL OIL (SATRIA) LTD.
EXPLORATION
5
CEPU BLOCK
MOBIL CEPU LTD.
DEVELOPMENT
6
EAST BAWEAN I
EAST BAWEAN LTD.
EXPLORATION
7
EAST BAWEAN II
HUSHY OIL BAWEAN LTD.
EXPLORATION
8
EAST KANGEAN
GREENSTAR ASSET LIMITED
EXPLORATION
9
EAST MURIAH
PEARL OIL (EAST MURIAH) LIMITED
EXPLORATION
10
EAST SEPANJANG
PT EASCO EAST SEPANJANG
EXPLORATION
11
GUNTING
EXXONMOBIL EXPLORATION AND INDONESIA (GUNTING) LIMITED.
12
JAWA BAGIAN TIMUR AREA-2
PERTAMINA EP
PRODUCTION
13
JAWA BAGIAN TIMUR AREA-3
PERTAMINA EP
PRODUCTION
14
JAWA BAGIAN TIMUR AREA-6
PERTAMINA EP
PRODUCTION
15
JAWA BAGIAN TIMUR AREA-7
PERTAMINA EP
PRODUCTION
16
KETAPANG BLOCK
PC KETAPANG II LTD.
DEVELOPMENT
17
MADURA
SPE PETROLEUM LTD
EXPLORATION
18
MADURA OFFSHORE BLOCK
SANTOS (MADURA OFFSHORE) PTY. LTD.
PRODUCTION
19
MURIAH
PC MURIAH LTD.
DEVELOPMENT
20
NORTH EAST MADURA-I
KNOC NEMONE LTD.
EXPLORATION
21
NORTH EAST MADURA-II
KNOC NEMTWO LTD.
EXPLORATION
22
NORTH EAST MADURA-III
ANADARKO INDONESIA COMPANY
EXPLORATION
23
NORTH KANGEAN
PETROJAVA NORTH KANGEAN INC
EXPLORATION
24
ONSHORE & OFFSHORE KANGEAN
KANGEAN ENERGY INDONESIA LTD.
PRODUCTION
25
ONSHORE AND OFFSHORE MADURA STRAIT AREA
HUSKY OIL (MADURA) LTD.
DEVELOPMENT
26
PANGKAH
AMERADA HESS (INDONESIA-PANGKAH) LTD.
PRODUCTION
27
RANDUGUNTING BLOCK
PERTAMINA EP RANDUGUNTING
EXPLORATION
28
REMBANG
ORNA INTERNATIONAL LTD.
EXPLORATION
29
SAMPANG
SANTOS (SAMPANG) PTY LTD.
PRODUCTION
30
SIBARU
MITRA ENERGY (INDONESIA SIBARU) LTD.
EXPLORATION
31
SOUTH EAST MADURA
PT. ENERGI MINERAL LANGGENG
EXPLORATION
32
SOUTH MADURA
SOUTH MADURA EXPLORATION COMPANY PTE.LTD.
EXPLORATION
33
TERUMBU
AWE (TERUMBU) NZ LIMITED
EXPLORATION
34
TUBAN
PT PERTAMINA HULU ENERGI TUBAN.
PRODUCTION
35
WEST MADURA
PERTAMINA
PRODUCTION
PRODUCTION
Sumber: Data dan Informasi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, 2008
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
EXPLORATION
IV - 61 Kawasan pertambangan ini memiliki potensi yang besar akan tetapi dalam pelaksanaan eksploitasinya cenderung merusak permukaan tanah, sehingga pasca penambangan dapat dilakukan: a.
Pengembalian menjadi kawasan produktif khususnya pertanian tanaman tahunan
b.
Pengembangan menjadi kawasan perumahan
c.
Pengembangan menjadi kawasan pariwisata
4.2.7.3
Kawasan Pertambangan Panas Bumi
Kawasan potensi panas bumi di wilayah Provinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut:
Belawan-Ijen di Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso, dan Kabupaten Situbondo;
c.
Cangar dan Songgoriti di Kabupaten Malang dan Kota Batu;
Gunung Arjuno-Welirang di Kabupaten Malang, Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten Pasuruan;
e.
Gunung Lawu di Kabupaten Magetan;
f.
Gunung Pandan di Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Madiun, dan Kabupaten Nganjuk;
g.
Melati dan Arjosari di Kabupaten Pacitan;
h.
Telaga Ngebel di Kabupaten Madiun dan Kabupaten Ponorogo;
i.
Tiris (Gunung Lamongan) di Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Probolinggo; dan
j.
Tirtosari di Kabupaten Sumenep.
Kawasan potensi panas bumi di wilayah Provinsi Jawa Timur meliputi 11 lokasi yang dijelasakan dalam Tabel 4.7 dan Peta 4.11.
a. Argopuro di Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Situbondo; b.
d.
Tabel 4.7 Kawasan Potensi Daerah Panas Bumi Provinsi Jawa Timur Koordinat No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
Nama Lapangan
MELATI ARJOSARI TELAGA NGEBEL G. PANDAN G. ARJUNOWELIRANG CANGAR SONGGOROTI TIRTOSARI ARGOPURO TIRIS-G. LAMONGAN BLAWAN-IJEN Potensi Panas Bumi Daerah
Kabupaten/Kota
Bujur
Pacitan 111.2000 Pacitan 111.1970 Ponorogo 111.6440 Madiun 112.1330 Mojokerto 112.5660 Batu 112.4950 Batu 112.5000 Sumenep 113.7520 Probolinggo 113.5320 Probolinggo 113.3930 Bondowoso 114.2120 Jawa Timur = 1206.5 MWe
Lintang
Suhu Perm
-8.1000 -8.1872 -7.8186 -7.4500 -7.7211 -7.7862 -7.8703 -7.1038 -7.9617 -7.9608 -8.0914
40 51 55-76 35 45-40 50 32-46 34 48 45-90 20-57
T. Geot/ T.Res. ( oC) 128 134 200 200 145 140 120 220 220 260
Luas Km2 5 5 15 5 8 10 5 2.5 20 10 15
Tebal Reser (Km) 2 2 2 2 2 2
Potensi ( MWe ) Sumber Cadangan Daya (MWe) (MWe) Sp 25 25 50 25 12.5 137.5
Hp
Td
120 38
92 100
110 55 92 295
185 92 185 774
Mk -
Sumber: Dinas ESDM Provinsi Jawa Timur, 2010 Keterangan: Sp : Spekulatif Hp : Hipotesis Td : Terduga Mk : Mungkin Tk : Terbukti GL : Geologi GK : Geokimia GF : Geofisika
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
Kapasitas Terpasang
Tk -
-
Status Penyelidikan/ Keterangan
GL,GK GL,GK GL,GK,GF GL GL,GK,GF GL,GK,GF GL,GK GL GL,GK,GF GL,GK,GF GL,GK,GF
IV - 62 Secara umum, arahan pengelolaan kawasan pertambangan antara lain : a. pengembangan kawasan pertambangan dengan mempertimbangkan potensi bahan galian, kondisi geologi dan geohidrologi dalam kaitannya dengan kelestarian lingkungan;
b. pengelolaan kawasan bekas pertambangan sebagai kawasan hijau atau kegiatan budi daya lainnya dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungan hidup; dan c.
penyimpanan dan pengamanan lapisan tanah atas (top soil) terhadap setiap kegiatan usaha pertambangan untuk keperluan rehabilitasi dan/atau reklamasi lahan bekas pertambangan.
4.2.8 KAWASAN PERUNTUKAN INDUSTRI
e.
Kabupaten Lamongan;
Kawasan peruntukan industri di Provinsi Jawa Timur direncanakan seluas 69.742 Ha meliputi: kawasan industri, kawasan peruntukan industri di luar kawasan industri, dan sentra industri.
f.
Kabupaten Malang;
g.
Kabupaten Mojokerto;
h.
Kabupaten Pasuruan;
i.
Kabupaten Probolinggo;
j.
Kabupaten Sidoarjo;
4.2.8.1
Kawasan Industri
Kawasan industri berada di seluruh wilayah kabupaten/kota di Jawa Timur dengan prioritas pengembangan meliputi: a.
Kabupaten Bangkalan;
k.
Kabupaten Tuban;
b.
Kabupaten Banyuwangi;
l.
Kota Madiun; dan
c.
Kabupaten Gresik;
m.
Kota Surabaya.
d.
Kabupaten Jombang; Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 63 4.2.8.2
Kawasan Peruntukan Industri di Luar
Kawasan Industri
d.
Pengembangan kegiatan industri yang harus didukung oleh sarana dan prasarana industri;
a.
Kabupaten Bangkalan
b.
Kabupaten Bojonegoro
e. Pengelolaan kegiatan industri yang dilakukan dengan mempertimbangkan keterkaitan proses produksi mulai dari industri dasar/hulu dan industri hilir serta industri antara yang dibentuk berdasarkan pertimbangan efisiensi biaya produksi, biaya keseimbangan lingkungan, dan biaya aktivitas sosial;
c.
Kabupaten Gresik
f.
d.
Kabupaten Jember
Setiap kegiatan industri yang harus dilengkapi dengan upaya pengelolaan terhadap kemungkinan adanya bencana industri; dan
e.
Kabupaten Jombang
g.
f.
Kabupaten Lamongan
g.
Kabupaten Madiun
h.
Kabupaten Malang
Relokasi industri yang terkena dampak bencana lumpur Sidoarjo dan infrastruktur yang dibutuhkannya ke arah barat menjauhi semburan lumpur, khususnya di sebelah utara Sungai Porong yang merupakan batas Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Pasuruan.
i.
Kabupaten Mojokerto
j.
Kabupaten Nganjuk
4.2.9 KAWASAN PERUNTUKAN PARIWISATA
k.
Kabupaten Ngawi
l.
Kabupaten Pasuruan
m.
Kabupaten Probolinggo
Kawasan peruntukan pariwisata di Provinsi Jawa Timur meliputi daya tarik wisata alam, daya tarik wisata budaya, dan daya tarik wisata hasil buatan manusia.
n.
Kabupaten Sidoarjo
o.
Kabupaten Situbondo
p.
Kabupaten Tuban
a.
Air Terjun Dlundung di Kabupaten Mojokerto;
q.
Kota Kediri
b.
r.
Kota Madiun
Air Terjun Sedudo dan Pemandian Sumber Karya di Kabupaten Nganjuk;
s.
Kota Surabaya
c.
Air Terjun Madakaripura, Bromo-Ngadisari, dan Pantai Bentar di Kabupaten Probolinggo;
d.
Air Terjun Watu Ondo di perbatasan Kabupaten Mojokerto dan Kota Batu;
e.
Api Abadi di Kabupaten Pamekasan;
f.
Arak-Arak di Kabupaten Bondowoso;
Adapun arahan pengelolaan kawasan peruntukan industri meliputi:
g.
Banyuanget, Gua Gong, Gua Tabuhan, dan Pantai Teleng Ria di Kabupaten Pacitan;
a.
h.
Bukit Bededung dan Pantai Pasir Putih di Kabupaten Situbondo;
i.
Coban Glotak, Pantai Balekambang, dan Pantai Ngliyep di Kabupaten Malang;
j.
Danau Kastoba dan Pantai Labuhan di Pulau Bawean Kabupaten Gresik;
k.
Grajagan, Pantai Plengkung, Pantai Sukamade, dan Kawah Ijen di Kabupaten Banyuwangi;
l.
Gua Lowo, Pantai Karanggongso, Pantai Prigi, dan Tirta Jualita di Kabupaten Trenggalek;
Pengembangan kawasan industri di luar kawasan industri di wilayah Provinsi Jawa Timur berada di wilayah:
4.2.8.3
4.2.9.1
Daya tarik wisata alam di Provinsi Jawa Timur meliputi:
Sentra Industri
Pengembangan sentra industri direncanakan di seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur sesuai dengan potensi dan kebutuhan pengembangan masing-masing kabupaten/kota.
Pengembangan kawasan peruntukan industri yang dilakukan dengan mempertimbangkan aspek ekologis dan tidak dilakukan pada lahan produktif;
b. Pengembangan kawasan peruntukan industri yang harus didukung oleh adanya jalur hijau sebagai penyangga antarfungsi kawasan; c.
Daya Tarik Wisata Alam
Pengembangan kawasan peruntukan industri yang terletak pada sepanjang jalan arteri atau kolektor yang harus dilengkapi dengan jalan pengantar (frontage road) untuk kelancaran aksesibilitas;
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 64 m. Gua Maharani dan Pantai Tanjung Kodok di Kabupaten Lamongan;
i.
Makam Aer Mata Ebu di Kabupaten Bangkalan;
j.
Makam Batoro Katong di Kabupaten Ponorogo;
k.
Makam Proklamator Bung Karno di Kota Blitar;
l.
Makam Ratu Ebu di Kabupaten Sampang;
m.
Makam Sunan Ampel dan Mbah Bungkul di Kota Surabaya;
n.
Makam Sunan Drajat di Kabupaten Lamongan;
o.
Hutan Surya, Pemandian Talun, dan Waduk Pondok di Kabupaten Ngawi;
Makam Sunan Giri, Makam Maulana Malik Ibrahim, dan Fatimah Binti Maemun di Kabupaten Gresik;
p.
Makam Troloyo di Kabupaten Mojokerto;
r.
Kakek Bodo di Kabupaten Pasuruan;
q.
Pura Mandara Giri Semeru Agung di Kabupaten Lumajang; dan
s.
Kayangan di Kabupaten Bojonegoro;
r.
Situs Peninggalan Budaya Majapahit di Kabupaten Mojokerto.
n.
Gunung Kelud di Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri;
o.
Gunung Wilis di Kabupaten Kediri, Kabupaten Madiun, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Trenggalek, dan Kabupaten Tulungagung;
p. q.
Hutan Bambu, Pantai Watu Godeg, Ranu Bedali, Ranu Klakah, dan Ranu Pane di Kabupaten Lumajang;
t. Kawah Ijen Bondowoso;
di
Kabupaten
Banyuwangi
dan
Kabupaten 4.2.9.3
Daya Tarik Wisata Hasil Buatan Manusia
u.
Pantai Lombang dan Pantai Slopeng di Kabupaten Sumenep;
v.
Pantai Popoh di Kabupaten Tulungagung;
Daya tarik wisata hasil buatan manusia di wilayah Provinsi Jawa Timur meliputi:
w.
Pantai Rongkang di Kabupaten Bangkalan;
a.
x.
Pantai Watu Ulo di Kabupaten Jember;
y.
Pemandian Air Panas Cangar Tahura R. Soerjo di Kota Batu;
b. Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS) di Kabupaten Bangkalan dan Kota Surabaya;
z.
Tahura R. Soeryo di Kabupaten Jombang, Kabupaten Malang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Pasuruan, dan Kota Batu;
aa. Taman Nasional Bromo–Tengger–Semeru (BTS) di Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Probolinggo; bb. Telaga Ngebel dan Tirto Manggolo di Kabupaten Ponorogo; dan cc.
Telaga Sarangan di Kabupaten Magetan.
4.2.9.2
Daya Tarik Wisata Budaya
Daya tarik wisata budaya di wilayah Provinsi Jawa Timur meliputi: a.
Asta Yusuf, Asta Tinggi, Keraton, Masjid Agung, dan Museum di Kabupaten Sumenep;
Bendungan Widas dan Taman Umbul di Kabupaten Madiun;
c.
Kebun Binatang Surabaya di Kota Surabaya;
d.
Kebun Raya Purwodadi dan Pemandian Banyubiru di Kabupaten Pasuruan;
e.
Kolam Renang Ubalan di Kabupaten Mojokerto;
f.
Pemandian Blambangan, Pemandian Kebon Agung, dan Pemandian Petemon di Kabupaten Jember;
g.
Pemandian Talun dan Waduk Pondok di Kabupaten Ngawi;
h.
Sumber Boto dan Tirta Wisata di Kabupaten Jombang;
i.
Taman Kosala Tirta, Taman Manunggal, dan Tirtosari di Kabupaten Magetan;
j.
Taman Safari di Kabupaten Pasuruan;
k.
Taman Sengkaling dan Waduk Selorejo di Kabupaten Malang;
l.
Taman Suruh di Kabupaten Banyuwangi; Ubalan Kalasan di Kabupaten Kediri;
b.
Candi Jabung di Kabupaten Malang;
m.
c.
Candi Jabung Tirto di Kabupaten Probolinggo;
d.
Candi Penampihan di Kabupaten Tulungagung;
n. Waduk Gondang dan Wisata Bahari Lamongan (WBL) di Kabupaten Lamongan; dan
e.
Candi Penataran di Kabupaten Blitar;
f.
Gereja Poh Sarang dan Petilasan Jayabaya di Kabupaten Kediri;
g.
Gua Akbar, Makam Bekti Harjo, Makam Ibrahim Asmorokondi, dan Makam Sunan Bonang di Kabupaten Tuban;
h.
Kompleks Makam K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Wachid Hasyim, Gus Dur, dan Sayid Sulaiman di Kabupaten Jombang;
o.
Waduk Wonorejo di Kabupaten Tulungagung.
Arahan pengelolaan kawasan peruntukan pariwisata meliputi:
a.
Pelengkapan sarana dan prasarana pariwisata sesuai dengan kebutuhan, rencana pengembangan, dan tingkat pelayanan setiap kawasan daya tarik wisata;
b.
Penguatan sinergitas daya tarik wisata unggulan dalam bentuk koridor pariwisata;
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 65 c.
Pengembangan daya tarik wisata baru di destinasi pariwisata yang belum berkembang kepariwisataannya; dan
1.
d.
Pengembangan pemasaran pariwisata melalui pengembangan pasar wisatawan, citra destinasi wisata, kemitraan pemasaran pariwisata, dan perwakilan promosi pariwisata.
2. Candi Penampihan dan Pantai Popoh di Kabupaten Tulungagung;
Pengembangan koridor pariwisata sebagai bagian dari pengembangan kepariwisataan di Provinsi Jawa Timur, terdiri dari:
4. Coban Glotak, Pantai Balekambang, Pantai Ngliyep, Taman Sengkaling, dan Waduk Selorejo di Kabupaten Malang;
a.
3.
Jalur pengembangan koridor A dengan pusat pelayanan wisata di Kabupaten Tuban dan Kota Surabaya, meliputi:
Gereja Poh Sarang, Petilasan Jayabaya, dan Ubalan Kalasan di Kabupaten Kediri;
2. Asta Yusuf, Asta Tinggi, Keraton, Museum, Pantai Lombang, dan Pantai Slopeng di Kabupaten Sumenep;
6.
Gua Lowo, Pantai Karanggongso, Pantai Prigi, dan Tirta Jualita di Kabupaten Trenggalek;
3. Gua Akbar, Makam Bekti Harjo, Makam Ibrahim Asmorokondi, dan Makam Sunan Bonang di Kabupaten Tuban;
7.
Makam Batoro Katong, Telaga Ngebel, dan Tirto Manggolo di Kabupaten Ponorogo;
8.
Makam Proklamator Bung Karno di Kota Blitar; dan
4.
9.
Kota Malang.
Api Abadi di Kabupaten Pamekasan;
Gua Maharani, Makam Sunan Drajat, Pantai Tanjung Kodok, Waduk Gondang, dan Wisata Bahari Lamongan (WBL) di Kabupaten Lamongan;
d.
5. Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS), Kebun Binatang Surabaya, dan Makam Sunan Ampel di Kota Surabaya; 6.
Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS), Makam Aer Mata Ebu, dan Pantai Rongkang di Kabupaten Bangkalan;
7.
Makam Sunan Giri, Makam Maulana Malik Ibrahim, dan Fatimah Binti Maemun di Kabupaten Gresik; dan
8.
Makam Ratu Ebu di Kabupaten Sampang.
Jalur pengembangan koridor D dengan pusat pelayanan di Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Situbondo, dan Kota Probolinggo, meliputi: 1.
Arak-Arak, Bukit Bededung, dan Pantai Pasir Putih di Kabupaten Situbondo;
2.
Bromo-Ngadisan, Candi Jabung Tirto, dan Pantai Bentar di Kabupaten Probolinggo;
3. Grajagan, Kawah Ijen, Pantai Plengkung, Pantai Sukamade, dan Taman Suruh di Kabupaten Banyuwangi; 4.
Gunung Bromo, Kakek Bodo, Kebun Raya Purwodadi, Pemandian Banyubiru, dan Taman Safari di Kabupaten Pasuruan;
5.
Hutan Bambu, Pantai Watu Godeg, Pura Mandara Giri Semeru Agung, Ranu Bedali, Ranu Klakah, dan Ranu Pane di Kabupaten Lumajang; dan
6.
Pantai Watu Ulo, Pemandian Blambangan, Pemandian Kebon Agung, dan Pemandian Petemon di Kabupaten Jember.
Jalur pengembangan koridor B dengan pusat pelayanan di Kabupaten Magetan dan Kota Surabaya, meliputi: 1.
Air Terjun Dlundung, Candi Tikus, dan Kolam Renang Ubalan di Kabupaten Mojokerto;
2.
Air Terjun Sedudo dan Pemandian Sumber Karya di Kabupaten Nganjuk;
3. Bendungan Widas dan Taman Umbul di Kabupaten Madiun;
c.
Candi Penataran di Kabupaten Blitar;
5.
1.
b.
Banyuanget, Gua Gong, Gua Tabuhan, dan Pantai Teleng Riadi Kabupaten Pacitan;
4.
Hutan Surya, Pemandian Talun, dan Waduk Pondok di Kabupaten Ngawi;
5.
Sumber Boto dan Tirta Wisata di Kabupaten Jombang;
6.
Taman Kosala Tirta, Taman Manunggal, Telaga Sarangan, dan Tirtosari di Kabupaten Magetan; dan
7.
Kota Surabaya.
Jalur pengembangan koridor C dengan pusat pelayanan di Kabupaten Pacitan dan Kota Malang, meliputi:
e.
Penetapan pusat pelayanan koridor wisata meliputi: 1.
Jalur pengembangan koridor A dengan pusat pelayanan wisata di Kabupaten Tuban dan Kota Surabaya;
2.
Jalur pengembangan koridor B dengan pusat pelayanan di Kabupaten Magetan dan Kota Surabaya;
3.
Jalur pengembangan koridor C dengan pusat pelayanan di Kabupaten Pacitan dan Kota Malang; dan
4.
Jalur pengembangan koridor D dengan pusat pelayanan di Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Situbondo, dan Kota Probolinggo.
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 66 4.2.10
KAWASAN PERUNTUKAN PERMUKIMAN
Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Sebagai kawasan budi daya maka permukiman diarahkan dalam kajian lokasi dan fungsi masing-masing permukiman, terutama dikaitkan dengan karakter lokasi, misalnya di pergunungan, dataran tinggi, permukiman pantai, dan sebagainya. Kawasan peruntukan permukiman di wilayah Provinsi Jawa Timur terdiri dari permukiman perdesaan, perkotaan dan permukiman pada kawasan khusus. Rencana pengembangan kawasan permukiman di Jawa Timur seluas kurang lebih 715.959 Ha atau 14,98% dari luas Jawa Timur. Bentuk pengelolaan kawasan permukiman antara lain dengan melengkapi sarana dan prasarana permukiman sesuai hirarki dan tingkat pelayanan masing-masing, membentuk clustercluster permukiman untuk menghindari penumpukan dan penyatuan antarkawasan permukiman, pengembangan permukiman perkotaan kecil melalui pembentukan pusat pelayanan kecamatan. Kemudian terkait dengan bencana Lumpur Lapindo, direncanakan relokasi pemukiman penduduk dan infrastruktur yang dibutuhkannya ke arah barat menjauhi semburan lumpur, khususnya di sebelah utara Sungai Porong yang merupakan batas Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Pasuruan.
pengembangan kota. Selain itu, beberapa wilayah yang memiliki indeks kekotaan yang tinggi juga berpotensi untuk berkembang menjadi permukiman perkotaan. Rencana pengembangan permukiman perkotaan direncanakan tersebar di seluruh kawasan perkotaan di Jawa Timur. Arahan pengelolaan kawasan permukiman perkotaan meliputi: a. Pengaturan perkembangan perkotaan baru.
pembangunan
permukiman
b. Pengembangan permukiman perkotaan dengan memperhitungkan daya tampung perkembangan penduduk, sarana, dan prasarana yang dibutuhkan. c.
Penanganan kawasan permukiman kumuh perkotaan dapat dilakukan melalui pembangunan rumah susun (rusun).
Rencana pengembangan kawasan permukiman yang terkait dengan pengembangan industri, pertambangan, pelabuhan, perdagangan, pariwisata, sekitar gerbang jalan tol, dan kawasan rawan bencana diatur lebih lanjut dalam rencana tata ruang yang lebih rinci. Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan kawasan peruntukan permukiman meliputi: a.
Menghindari pembangunan kawasan permukiman pada lahan beririgasi teknis.
b.
Mempertimbangkan keamanan dari bencana yang mungkin timbul dengan memperhatikan aspek geologi tata lingkungan yang diperlukan untuk mitigasi bencana.
Kawasan permukiman perdesaan meliputi kawasan permukiman penduduk di perkampungan yang ada (kecuali perkampunganperkampungan yang berlokasi di kawasan lindung yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung). Arahan bagi perluasannya sebatas tidak mengganggu pengembangan kegiatan lindung dan pertanian sawah irigasi teknis di sekitarnya. Secara umum lokasi kawasan permukiman perdesaan tersebar secara acak dan merata diseluruh wilayah kabupaten/kota mengikuti sumber produksi masyarakat setempat. Rencana pengembangan permukiman perdesaan direncanakan tersebar di seluruh kawasan perdesaan di Jawa Timur.
c.
Mempertimbangkan aksesibilitas yaitu kemudahan pencapaian dari dan ke kawasan.
Arahan pengelolaan kawasan permukiman perdesaan meliputi:
4.2.10.1
a.
Kawasan Permukiman Perdesaan
Pengelompokan lokasi permukiman perdesaan yang sudah ada.
b. Pengembangan permukiman perdesaan sedapat mungkin menghindari terjadinya alih fungsi lahan produktif. c.
Penanganan kawasan permukiman kumuh di perdesaan melalui perbaikan rumah tidak layak huni.
4.2.10.2
Kawasan Permukiman Perkotaan
Kawasan permukiman perkotaan merupakan kawasan permukiman yang mencakup wilayah administrasi kota dan wilayah
d. Mempertimbangkan kompatibilitas yaitu keserasian dan keterpaduan antarkawasan yang menjadi lingkungannya. e.
Melengkapi sarana dan prasarana permukiman sesuai hirarki dan tingkat pelayanan masing-masing.
f.
Membentuk cluster-cluster permukiman untuk menghindari penumpukan dan penyatuan antarkawasan permukiman pengembangan permukiman perkotaan kecil melalui pembentukan pusat pelayanan.
g.
Pembatasan pengembangan ruang fisik perumahan secara horisontal khususnya di kawasan perkotaan dan kawasan berkepadatan tinggi.
Rencana pengembangan kawasan permukiman yang terkait dengan pengembangan industri, pertambangan, pelabuhan, perdagangan, pariwisata, sekitar gerbang jalan bebas hambatan, dan kawasan rawan bencana diatur lebih lanjut dalam rencana tata ruang yang lebih rinci. Lokasi kawasan peruntukan permukiman di wilayah Provinsi Jawa Timur dapat dilihat dalam Peta 4.13.
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 67
4.2.11 PERUNTUKAN KAWASAN BUDI DAYA LAINNYA
6.
Peruntukan kawasan budi daya lainnya di Provinsi Jawa Timur berupa kawasan pertahanan keamanan. Kawasan pertahanan keamanan terdiri atas:
Daerah latihan militer Dodikjur: Kepanjen, Turen, dan Tumpang;
7.
Daerah latihan militer Dodik Secata: Magetan, Gunung Lawu, dan Madiun;
a.
8.
Daerah latihan militer Yonif-500/R: Mojosari, Mojokerto, Gunung Arjuno, Mojoagung, dan Pasuruan;
9.
Daerah latihan militer Yonif-511/DY: Blitar, Wlingi, Pujon, dan Lodoyo;
TNI AD meliputi: 1.
Kodam V Brawijaya beserta Badan Pelaksananya serta Satuan Jajaran Kodam;
2.
Brigif – 16 Wirayudha di Mojoroto Kediri;
3.
Daerah latihan militer Rindam V/BRWJ: Blitar, Lodoyo, dan Suruh Wadang;
10. Daerah latihan militer Yonif-512/QY: Kepanjen, Turen, dan Tumpang;
4.
Daerah latihan militer Dodilatpur: Panarukan, Situbondo, Bondowoso, Sumbergading, Asembagus, Tanjung Sumber Batok, Blawan, Bajulmati, Tamanan, Gunung Raung, Sumber Jati, Kalibaru, Gunung Merapi, P. Tabacan, Rogojampi, dan Banyuwangi;
11. Daerah latihan militer Yonif-516/BY:Gunung Sari, Ujung Pangkah, Driyorejo, dan Wonorejo;
Daerah latihan militer Dodik Secaba: Jember Utara, Jember Selatan, Sumber Jati, Tamanan, dan Durung;
13. Daerah latihan militer Yonif-512: Semen Gresik Desa Palang Kecamatan Palang Kabupaten Tuban;
5.
12. Daerah latihan militer Yonif-521/DY: Gunung Klotok Desa Kasijen Kecamatan Banyakan Kabupaten Kediri, dan Desa Parang Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri;
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 68 14. Daerah latihan militer Yonkav-3/Serbu: Gunung Unpuk Kecamatan Malang, Dawar Blandong Mojokerto, Bedali Lawang, Pandanwangi Lumajang, dan Sumber Manjing Kabupaten Malang; 15. Daerah latihan militer Yonarmed-1/105: Bedali Lawang, Purwasari, Godang Wetan, dan Pasuruan; 16. Daerah latihan militer Yonhamudse-8: Pandanwangi, dan Lumajang; 17.
Sidoarjo,
Instalasi militer: Fasharkan Batu Poron di Kabupaten Bangkalan;
6.
Instalasi militer: Lanal di Kabupaten Banyuwangi;
7.
Instalasi militer: Posal Muncar di Kabupaten Banyuwangi;
8.
Instalasi militer: Posal Pancer di Kabupaten Banyuwangi;
9.
Instalasi militer: Posal Paiton di Kabupaten Probolinggo;
10. Instalasi militer: Lanal Sumenep/Batuporon di Kabupaten Bangkalan;
Daerah latihan militer Yonzipur-5/ABW: Kepanjen, Gunung Kawi, Pagat, Turen, dan Gunung Pegan;
11. Instalasi militer: Sumenep;
18. Daerah militer, Konstrad Div-2: Kecamatan Kemlagi Jetis Kabupaten Mojokerto;
Posal
Pagerungan
di
Kabupaten
12. Instalasi militer: Lanal Malang di Kabupaten Malang;
19. Daerah latihan militer, Kostrad Div-2: Asem Bagus Situbondo, Pandanwangi Lumajang, Seputih Jember, Klucing Bondowoso, Kali Tengah Tanggul Jember, Kotakan Situbondo, Curanpoh Bondowoso, Arak-Arak Besuki, dan Silosanen Jember;
13. Instalasi militer: Posal Sendang Biru di Kabupaten Malang;
20. Daerah latihan militer, Kostrad Div-2: Gunung Payung, Warak Komplek, Tuntang Komplek, dan Kedung Ombo Komplek;
16. Daerah latihan militer (kobangdikal): Sumber Anyar di Kabupaten Probolinggo;
21. Daerah latihan militer, Kostrad Div-2: Jabung Malang, Gunung Buring Malang, Pandanwangi Lumajang, dan Gunung Arjuna Malang;
18. Daerah latihan militer: Puslatpur Baluran di Kabupaten Situbondo;
22. Daerah latihan militer, Kostrad Div-2: Secaba Rindam V/ BRW Sukorejo, Panyangan Ambulu Jember, Pandanwangi Lumajang, Asembagus Situbondo, Damar, Lantangan, Wuluhan, dan Lap Ambulu Jember;
20. Daerah latihan militer: Gunung Bentar di Kabupaten Probolinggo;
14. Daerah latihan militer: Grati di Kabupaten Pasuruan; 15. Daerah latihan militer: Paiton (Sukodadi) di Kabupaten Probolinggo;
17. Daerah latihan militer: Laut Jawa;
19. Daerah latihan militer: Purboyo di Kabupaten Malang;
21. Daerah latihan militer: Selogiri di Kabupaten Banyuwangi;
23. Daerah latihan militer, Kostrad Div-2: Lap. Yonarmed 12 Ngawi, Lapbak Ngantru Kodim Ngawi, Pandanwangi Lumajang, dan Ngawi sekitarnya;
22. Daerah latihan militer: Lampon di Kabupaten Banyuwangi; 23. Daerah latihan militer: Wringinanom Asembagus di Kabupaten Situbondo;
24. Daerah latihan militer, Kostrad Div-2: Asembagus Kabupaten Situbondo, Grati Kabupaten Pasuruan, dan Pantai Pandanwangi Lumajang; dan
24. Daerah latihan militer: Tanjung Jangkar di Kabupaten Situbondo; 25. Daerah latihan militer: Bancar di Kabupaten Tuban; dan
25. Daerah latihan militer, Kostrad Div-2: Tumpang-Wajak, Jabung, Trajeng-Sidorejo, dan Busu Kabupaten Malang. 26. Daerah latihan militer, Yonif – 527/BY di Kabupaten Lumajang b.
5.
26. Daerah latihan militer (uji coba senjata dan amunisi): Pengpanjung Modung di Kabupaten Bangkalan. c.
TNI AU meliputi:
TNI AL meliputi:
1.
Lanud Iswahyudi di Magetan beserta jajarannya;
1.
Instalasi militer: Koarmatim dan Ujung di Kota Surabaya;
2.
Lanud Abdurrahman Saleh di Malang beserta jajarannya;
2.
Instalasi militer: Lanmar di Kota Surabaya;
3.
Instalasi militer: Lanudal Juanda di Kabupaten Sidoarjo;
3. Instalasi militer Pangkalan Kabupaten Magetan;
4.
Instalasi militer: Fasharkan di Kota Surabaya;
4.
Kecamatan
Maospati
Instalasi militer Pangkalan Desa Keldokan Kecamatan Bendo Kabupaten Magetan;
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 69 5.
Instalasi militer Pemancar Desa Karang Rejo Kecamatan Karang Rejo Kabupaten Magetan;
26.
6.
Instalasi militer Gudang Ammo 60 Desa Nitikan Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan;
27. Instalasi militer Satrat 252 Desa Ngliyep Kecamatan Donomulyo Kabupaten Malang;
7.
Instalasi militer Poliklinik Teratai Desa Kejoran Kecamatan Taman Kabupaten Madiun;
28. Instalasi militer AWR Desa Pandan Wangi Kecamatan Tempeh Kabupaten Lumajang;
8.
Instalasi militer Pangkalan/Lanud Pacitan Desa Sidoharjo Kecamatan Pacitan Kabupaten Pacitan;
29. Instalasi militer Pelepasan Tekanan Air Desa Tawang Anom Kecamatan Tawang Anom Kabupaten Magetan;
9.
Instalasi militer Demolisi Desa Poko Kecamatan Pringkuku Kabupaten Pacitan;
30. Instalasi militer Pelepasan Tekanan Air Desa Kalang Kecamatan Kalang Kabupaten Magetan;
10. Instalasi militer AWR Pulung Desa Suren Kecamatan Mlarak Kabupaten Ponorogo;
31. Instalasi militer Pelepasan Tekanan Air Desa Sidorejo Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan; dan
11. Instalasi militer Gudang Amunisi Desa Kecamatan Kedung Gelar Kabupaten Ngawi;
Kaliwono
32. Instalasi militer Pro Air Bersih Desa Pancalan Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan.
12. Instalasi militer AWR Pulung Desa Kaponan Kecamatan Mlarak Kabupaten Ponorogo;
Pengembangan kawasan pertahanan keamanan di luar dari yang telah disebutkan dapat diakomodasi lebih lanjut di kabupaten/ kota.
13. Instalasi militer Gudang Amunisi Desa Nitikan Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan; 14. Instalasi militer Gudang Bom Desa Nitikan Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan; 15. Instalasi militer Desa Durenan Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan; 16. Instalasi militer Pelepasan Tekanan Air Desa Tambran Kecamatan Tambran Kabupaten Magetan; 17. Instalasi militer Pangkalan Desa Dengkol Kecamatan Singosari Kabupaten Malang; 18. Instalasi militer Pangkalan Desa Gunung Jati Kecamatan Jabung Kabupaten Malang; 19. Instalasi militer Lapangan Apel Desa Sapto Renggo Kecamatan Pakis Kabupaten Malang; 20. Instalasi militer Air Stip Hellyped Desa Ngrancah Senggren Kecamatan Sumber Pucung Kabupaten Malang; 21. Instalasi militer Air Strip Desa Ponggok Pojok Kecamatan Ponggok Kabupaten Blitar; 22. Instalasi militer Gudang Ammo Desa Gunung Jati Kecamatan Jabung Kabupaten Malang; 23. Instalasi militer NDB Desa Kali Rejo Kecamatan Lawang Kabupaten Malang;
Instalasi militer Sumber Air Desa Kedung Salam Kecamatan Donomulyo Baru Kabupaten Malang;
Berkaitan dengan keberadaan kawasan pertahanan keamanan daerah latihan militer ini, karena sistem pengelolaannya bersifat terbatas maka dalam perencanaannya diarahkan berdasarkan berbagai potensi dan pemanfaatannya. Maka diperlukan pola pengembangan sistem kerjasama antarpemerintah daerah dengan pihak pengelola yang berwenang dengan mempertimbangkan aspek optimasi pemanfaatan dan pengelolaan untuk mendukung perkembangan wilayah. Dalam pengelolaan kawasan dan pemanfaatan kawasan tersebut diarahkan untuk kegiatan lainnya, sehingga mempunyai manfaat tambahan dan memberikan nilai ekonomis bagi daerah. Unsur kerjasama dapat mendukung pengembangan kawasan sehingga perlu adanya kerjasama antara pemerintah daerah dengan pihak pengelola dalam memanfaatkan kawasan strategis ini. Namun karena sifatnya yang spesifik, maka dalam pengelolaannya memperhatikan arahan pengelolaan sebagai berikut: a. Pembatasan antara lahan terbangun di sekitar kawasan pertahanan keamanan dengan kawasan lainnya yang belum terbangun sehingga diperoleh batas yang jelas dalam pengelolaannya. b.
Pemberian hak pengelolaan kepada masyarakat atau pemerintah berdasarkan kerjasama.
c.
Pemanfaatan kawasan pertahanan keamanan dilakukan dengan memperhatikan aspek lingkungan.
24. Instalasi militer Sumber Air Desa Kemiri Kecamatan Jabung Pucung Kabupaten Malang; 25. Instalasi militer Sumber Air Desa Lowok Baru Kecamatan Lowok Baru Kabupaten Malang; Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 70 4.2.12 KAWASAN ANDALAN
3.
Kawasan budi daya yang memilki nilai strategis provinsi ditetapkan sebagai kawasan andalan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional telah ditetapkan kawasan andalan di Provinsi Jawa Timur dibagi menjadi kawasan andalan darat dan kawasan andalan laut.
4. Kawasan Tuban-Bojonegoro dengan sektor unggulan pariwisata, industri, perkebunan, pertanian, perikanan, dan pertambangan;
a.
Kawasan Andalan Darat
Kawasan Probolinggo-Pasuruan-Lumajang dengan sektor unggulan pertanian, industri, pertambangan, perkebunan, pariwisata, dan perikanan;
Kawasan andalan darat terdiri atas kawasan andalan berkembang dan kawasan andalan prospektif berkembang.
5. Kawasan Kediri-Tulungagung-Blitar dengan sektor unggulan pertanian, perkebunan, industri, perikanan, dan pariwisata;
6.
Kawasan Situbondo-Bondowoso-Jember dengan sektor unggulan perkebunan, pertanian, industri, pariwisata, dan perikanan laut;
7.
Kawasan Madiun dan sekitarnya dengan sektor unggulan pertanian, industri, perikanan, perkebunan, dan pariwisata;
Kawasan andalan berkembang ditetapkan dengan kriteria: 1.
Memiliki paling sedikit 3 (tiga) kawasan perkotaan;
2.
Memiliki kontribusi terhadap produk domestik bruto paling sedikit 0,25% (nol koma dua lima persen);
3.
Memiliki jumlah penduduk paling sedikit 3% (tiga persen) dari jumlah penduduk provinsi;
4.
Memiliki prasarana berupa jaringan jalan, pelabuhan laut dan/atau bandar udara, prasarana listrik, telekomunikasi, dan air baku, serta fasilitas penunjang kegiatan ekonomi kawasan; dan
5.
Memiliki sektor unggulan yang sudah berkembang dan/ atau sudah ada minat investasi.
Kawasan andalan prospektif berkembang ditetapkan dengan kriteria:
9.
Kawasan Madura dan Kepulauan dengan sektor unggulan pertanian, perkebunan, industri, pariwisata, dan perikanan.
b.
Kawasan Andalan Laut
Kawasan andalan laut ditetapkan dengan kriteria: 1.
Memiliki sumber daya kelautan;
1.
Memiliki paling sedikit 1 (satu) kawasan perkotaan;
2.
Memiliki pusat pengolahan hasil laut; dan
2.
Memiliki kontribusi terhadap produk domestik bruto paling sedikit 0,05% (nol koma nol lima persen);
3.
Memiliki akses menuju pasar nasional atau internasional
3.
Memiliki laju pertumbuhan ekonomi paling sedikit 4% (empat persen) per tahun;
4.
Memiliki jumlah penduduk paling sedikit 0,5% (nol koma lima persen) dari jumlah penduduk provinsi;
5.
Memiliki prasarana berupa jaringan jalan, pelabuhan laut, dan prasarana lainnya yang belum memadai; dan
6. Memiliki sektor dikembangkan.
8. Kawasan Banyuwangi dan sekitarnya dengan sektor unggulan perikanan dan pertanian; dan
unggulan
yang
potensial
untuk
Kawasan andalan darat di Provinsi Jawa Timur meliputi: 1. Kawasan Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan (Gerbangkertosusila) dengan sektor unggulan pertanian, perikanan, industri, dan pariwisata; 2.
Kawasan Malang dan sekitarnya dengan sektor unggulan pertanian, perikanan, industri, perkebunan, dan pariwisata;
Kawasan andalan laut yaitu Kawasan Andalan Laut Madura, dan sekitarnya; dengan sektor unggulan: perikanan, pertambangan, dan pariwisata. 4.3 RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil berupa kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di seluruh wilayah Jawa Timur. Rencana pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan apabila, pertama bila tidak ada data tentang kawasan pesisir atau belum pernah direncanakan, maka dilakukan indikasi terkait dengan: ekosistem pesisir seperti mangrove, terumbu karang, sea grass, dan estuaria serta kawasan lindung dan budi daya yang ada di pesisir. Berbagai potensi seperti wisata, pelabuhan, hankam dilakukan sebatas rekomendasi. Kedua, bila rencana kawasan pesisir sudah pernah atau sedang disusun maka dilakukan sinkronisasi antara wilayah daratan dan pesisir. Salah satu bagian penting lain adalah keberkaitan antara up stream dan down stream, melalui DAS yang merekomendasikan pelestarian kawasan pesisir. Pada bagian ini juga perlu dikaji secara
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 71 komposisional antara kebutuhan mangrove dengan tambak dan wisata atau area penangkapan ikan dengan lokasi terumbu karang. Dalam kondisi dimana RTRW yang disusun mengakomodasi kawasan pesisir sebagai satu kesatuan, maka muatan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil ini diarahkan dengan penetapan zona pesisir dan pulau-pulau kecil harus mempertimbangkan kawasan konservasi maupun kawasan yang dikembangkan, misalnya untuk pelabuhan, pariwisata, perikanan, dsb. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah komposisi luasan kawasan lindung dan budi daya. Zonasi pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi: A.
B.
Zona Pengembangan
Zona ini meliputi zona pemanfaatan umum, zona pemanfaatan khusus serta zona pemanfaatan ruang daratan. 1.
Zona Pemanfaatan Umum
Zona ini merupakan area pengembangan yang secara ekonomis dapat digunakan untuk kegiatan pembangunan seperti perdagangan dan perikanan tradisional, perkapalan pantai dan lainnya dan bergantung pada lokasinya dan wilayah ini secara potensial akan meluas dari garis pantai hingga wilayah kewenangan kabupaten sejauh ± 4 mil. Sub-zona pada wilayah ini, meliputi:
Zona Konservasi atau Lindung
Zona Konservasi atau Lindung meliputi taman nasional laut, suaka alam laut/cagar alam laut, taman wisata laut dan zona peka perubahan ekosistem pesisir, serta zona lindung di wilayah daratan. 1.
Taman Nasional Laut.
Taman nasional laut termasuk dalam Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA). Kawasan ini bermanfaat untuk melindungi wilayah alami yang bernilai baik secara nasional, regional atau secara umum cukup berbobot baik untuk dimanfaatkan bagi rekreasi dan pendidikan tanpa mengurangi nilai konservasi.
2.
Suaka Alam Laut/Cagar Alam Laut.
Suaka alam laut dan cagar alam laut berfungsi sebagai: perlindungan ketat yang membutuhkan manipulasi spesies atau habitat sebagai bagian dari pengelolaan; penggunaannya terbatas untuk penelitian, pengawasan dan pendidikan; dan perlindungan ketat dengan pemanfaatan terbatas untuk riset.
a.
Sub-zona perikanan, merupakan area yang dirancang untuk mengakomodasi dan menjamin akses yang kontinyu pada sumber daya ikan bagi nelayan yang menggunakan alat tangkap yang permanen maupun setengah permanen dan struktur budi daya laut. Termasuk bagian ini adalah tambak ikan atau udang.
b. Sub-zona pertambangan, merupakan area untuk kegiatan minyak/gas lepas pantai dan instalasi jalurjalur pipa dapat mencakup wilayah yang luas. Area ini umumnya permanen dan memiliki hak pemanfaatan berupa izin untuk mengeksploitasi sumber daya minyak dan gas serta berbagai sumber daya mineral. c. Sub-zona pariwisata, merupakan area yang ditetapkan sebagai suatu zona untuk kepentingan pariwisata baik di darat maupun di pesisir dan laut. d. Sub-zona industri, dikembangkan sebagai kawasan industri umum maupun khusus seperti pengolahan udang dan/atau pengolahan ikan kaleng atau kegiatan industri lainnya yang berkaitan.
3.
Taman Wisata Laut
Taman wisata laut adalah wilayah (besar atau kecil) yang memiliki keindahan alami dan berpotensi rekreasi serta kemungkinan bernilai rendah untuk konservasi, tetapi nilai yang berhubungan dengan rekreasi tinggi.
2.
Zona Khusus
4.
Zona Peka Perubahan Ekosistem Pesisir
Zona ini meliputi area pasang surut yang tertutup oleh mangrove atau pohon nipah, estuari, daerah pantai basah pesisir, pantai tempat sarang kura-kura, terumbu karang dan padang lamun.
5.
Zona Lindung Daratan
Zona ini merupakan hutan lindung dan berbagai kawasan yang berkaitan dengan perlindungan di pesisir yang terletak di daratan.
Zona khusus ditetapkan berdasarkan pada prinsip bahwa wilayah tersebut dirancang secara nasional dan mendapat prioritas untuk dikembangkan, termasuk jalur-jalur perkapalan yang digunakan untuk lalu lintas kapal tangki minyak, wilayah militer, wilayah laut untuk pembangunan ekonomi. Daerah yang ditetapkan sebagai zona khusus lainnya yaitu wilayah latihan militer yang merupakan daerah terlarang dan kapal tidak diizinkan melewatinya atau masuk karena berbahaya.
e. Sub-zona perhubungan dan komunikasi, dapat berupa jalur pelayaran, fasilitas berlabuh permanen, penambatan jangkar dan alat bantu pelayaran.
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 72 3.
Zona Pengembangan di Darat
Zona pengembangan darat dapat dikelompokkan sebagai berikut: a.
Permukiman, zona ini meliputi permukiman perkotaan maupun perdesaan yang pemakaian lahannya tidak didominasi oleh pertanian atau kehutanan.
b. Pariwisata, zona ini terdiri dari daerah yang dirancang untuk pembangunan pariwisata yang sudah ada dan yang diproyeksikan. c.
Industri, zona ini perlu diberi penyangga selebar 500 meter kearah laut.
d. Kehutanan, bagian ini termasuk dalam klasifikasi hutan produksi
e. Pertanian, meliputi daerah perkebunan, tanaman pangan, dll seperti dalam kawasan budi daya Arahan pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan dengan: a.
Membatasi pengembangan kawasan terbangun pada kawasan perlindungan ekosistem (hutan bakau dan terumbu karang); dan
b.
Mengembangkan kegiatan budi daya yang bersinergi dengan potensi kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, dapat berupa kegiatan pariwisata dan penelitian.
Perencanaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil diatur dalam peraturan daerah tersendiri. Adapun rencana penggunaan lahan di Provinsi Jawa Timur ditunjukkan dalam Tabel 4.8 dan Peta 4.14.
Tabel 4.8 Rencana Penggunaan Lahan Provinsi Jawa Timur 2011-2031 No.
Arahan Penggunaan Lahan
A.
KAWASAN LINDUNG
1
Hutan Lindung
2
Hutan Konservasi
Rencana (Ha )
Persentase (%)
344.742,00
7,21
1) Suaka Margasatwa
18.009,00
0,38
2) Cagar Alam
10.958,00
0,23
180.202,00
3,77
27.868,30
0,58
298,00
0,01
3) Taman Nasional 4) Taman Hutan Raya 5) Taman Wisata Alam B.
KAWASAN BUDI DAYA
1
Kawasan Hutan Produksi
782.772,00
16,38
2
Kawasan Hutan Rakyat
425.570,43
8,90
3
Kawasan Pertanian 957.239,00
20,03
849.033,00
17,76
398.036,00
8,33
69.288,52
1,45
715.958,75
14,98
4.779.975,00
100,00
1) Pertanian Lahan Basah Sumber: Hasil Perencanaan 2) Pertanian Lahan Kering/Tegalan/Kebun Campur 4
Kawasan Perkebunan
5
Kawasan Industri
6
Kawasan Pemukiman TOTA L
Sumber: Hasil Perencanaan 2011
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031
IV - 73
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 - 2031