BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil peneletian dan pembahasan yang telah diuraikan oleh penulis terhadap Putusan Mahakamah Agung Nomor: 1818 K/Pid.Sus/2014, maka diperoleh simpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan analisis penulis dapat disimpulkan bahwa argumentasi Penuntut Umum mengajukan kasasi berdasar alasan Judex Factie salah menerapkan pembuktian dakwaan kesatu subsidair adalah telah sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 253 KUHAP, khususnya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 253 ayat (1) huruf a KUHAP. Dalam perkara tindak pidana korupsi ini, Judex Factie telah salah dalam menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya dengan menyatakan dari hasil pemeriksaan di persidangan tidak dibuktikan Terdakwa adalah seorang Salesman yang mempunyai kewenangan untuk melakukan penagihan dan bahwa perbuatan yang dilakukan Terdakwa tersebut tidak terbukti secara sah tanpa mempertimbangkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan. Padahal berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan dapat diketahui perbuatan Terdakwa Muhammad Said Madiu, menurut Penuntut Umum lebih tepat telah memenuhi unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dalam dakwaan Primair yaitu Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
Perubahan
Atas
jo
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Undang-Undang
Nomor
31
Tahun
1999
tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagaimana yang telah diuraikan oleh Penuntut Umum pada Analisa Yuridis dalam Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum atas nama Terdakwa Muhammad Said Madiu, dalam analisa Yuridis tersebut
terbukti bahwa Terdakwa telah melakukan “Perbuatan Melawan
85
86
Hukum” yakni Terdakwa selaku pada
PT.
Salesman
Semen
dan
Non
Semen
Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Cabang Gorontalo
berdasarkan Surat Keputusan Direksi PT. Perushaan Perdagangan Indonesia (PT. PPI) Nomor : 01/Dir HR & Admin/SKD/PPI/ 2006 tanggal 20 Januari 2006 yang dalam melakukan penagihan kepada para nasabah, sebagian hasil penagihan tidak disetorkan kepada kasir PT. PPI (Cabang Gorontalo) tetapi sebagian dipergunakan untuk kepentingan sendiri. 2. Berdasarkan analisis Penulis dapat disimpulkan bahwa terkait dengan argumentasi
hukum
Hakim
Mahkamah
Agung
dalam
mengabulkan
permohonan kasasi Penuntut Umum dengan alasan Judex Factie tidak menerapkan hukum dalam perkara Tindak Pidana Korupsi adalah telah sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 256 KUHAP. Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 254, Mahkamah Agung membatalkan putusan pengadilan yang dimintakan kasasi dan dalam hal itu berlaku ketentuan Pasal 255. Berdasarkan Pasal 256 KUHAP, Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Gorontalo Nomor :
06/PID.SUS.TIPIKOR/2014/PT.Gtlo. tanggal
13
Juni 2014.
yang
memperbaiki putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Gorontalo : 24/Pid.Sus.Tipikor/2013/PN.Gtlo tanggal 11 April 2014 karena peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya. Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara pidana yang di lakukan Terdakwa Muhammad Said Madiu melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1818 K/Pid.Sus/2014. Adapun pertimbangan Mahkamah Agung adalah sebagai berikut: a. Bahwa unsur melawan hukum yang dimaksud dalam Pasal 2 UndangUndang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001 adalah merupakan aturan umum yang berlaku
bagi
setiap
orang
yang
memiliki
87
kewenangan
maupun
yang
tidak memiliki kewenangan, dan bagi
Terdakwa yang adalah seorang Salesman yang mempunyai kewenangan untuk melakukan penagihan dan terbukti tidak menyetor seluruh uang tagihan
yang
diperoleh
yang adalah merupakan kewajiban
Terdakwa adalah sebuah perbuatan melawan hukum ; b. Bahwa dalam perbuatan Terdakwa in casu, Terdakwa telah secara aktif mengurangi uang yang harus disetorkan ke Kas PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero), sehingga cara Terdakwa tersebut yang aktif menambah jumlah uangnya sendiri, atau menambah assetnya sendiri, tanpa melalui suatu proyek lain atau milik orang lain atau usaha orang lain,
harus
dianggap merupakan cara memperkaya diri sendiri
sebagaimana dakwaan Primair ; Dalam perkara ini Judex Factie telah salah dalam menerapkan hukum atau tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya dengan menjatuhkan putusan yang amarnya justru menyatakan
Terdakwa
Muhammad
Said
Madiu
salesman/karyawan PT. PPI (Cabang Gorontalo)
bukan
seorang
yang mempunyai
kewenangan untuk melakukan penagihan dan bahwa perbuatan yang dilakukan
Terdakwa
tersebut
tidak
terbukti
secara
sah.
Dalam
pertimbangannya seharusnya yang dipertimbangkan Judex Factie adalah unsur melawan hukum dan unsur mengurangi uang atau menambah jumlah uangnya sendiri atau memperkaya diri sendiri, akan tetapi pada pertimbangan maupun kesimpulannya Judex Factie menyatakan unsur melawan hukum dan unsur menyalahkan kewenangan yang dijadikan dasar untuk Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1), (2), dan (3) UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Judex Factie dalam hal
ini
adalah
tidak
secara
sistematis,
cermat
dan
seksama
mempertimbangkan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan Jaksa
88
Penuntut Umum dan oleh karena terdapat kepentingan public yang dirugikan atas perbuatan Terdakwa maka perbuatan Terdakwa tersebut merupakan perbuatan pidana. Sehingga sudah seharusnya apa yang didakwakan Penuntut Umum terbukti dan perbuatan Terdakwa tersebut merupakan perbuatan pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor : 31 Tahun
1999
tentang
Pemberantasan
Tindak
Pidana
Korupsi jo Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-UndangNomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. B. SARAN Berdasarkan simpulan yang telah penulis peroleh, maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut: 1. Diharapkan agar Hakim dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap Terdakwa lebih sistematis, cermat dan seksama dalam mepertimbangkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan melalui bukti-bukti yang dihadirkan di persidangan dan secara sistematis, cermat dan seksama pula dalam mepertimbangkan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan terhadap hukum atau hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya oleh Hakim. Sehingga dapat tercipta rasa kepastian hukum dan rasa keadilan bagi semua pihak dan juga bagi masyarakat. 2. Diharapkan agar Hakim Mahkamah Agung dalam hal mengabulkan permohonan kasasi, dapat dengan cermat dan seksama memperhatikan alasanalasan pengajuan kasasi baik dari segi formil dan materil. Selain itu argumentasi hakim dalam mengabulkan permohonan kasasi haruslah dapar mencerminkan nilai-nilai kepastian hukum dan keadilan dalam masyarakat. 3. Diharapkan agar Hakim dalam membuat suatu putusan dapat bersikap independen serta mandiri dan tidak terpengaruh oleh pihak manapun.
89
DAFTAR PUSTAKA Buku Andi Sofyan dan Abd. Asis. 2014. Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar. Jakarta: Prenada Media Group. Barda Nawawi Arief. 2010. Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara. Yogyakarta: Genta Publishing. Ermansjah Djaja. 2010. Meredesain Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika. Hartanti, Evi. 2006. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika. Henry P. Panggabean. 2001. Fungsi Mahkamah Agung Dalam Praktek Seharihari, Upaya Penanggulangan Tunggakan Perkara dalam Pemberdayaan Fungsi Pengawasan Mahkamah Agung, Jakarta: Sinar Harapan. Iskandar Kamil. 2006. “Kode Etik Profesi Hakim” dalam Pedoman Perilaku Hakim (Code of Conduct), Kode Etik Hakim dan Makalah Berkaitan. Jakarta: Mahkamah Agung RI. Lilik Mulyadi. 2007. Hukum Acara Pidana. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Muhammad Ray Akbar. 2008. Mengapa harus Korupsi. Penerbit: Akbar, Jakarta. M. Yahya Harahap. 2012. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP:Pemeriksaan
Sidang
Pengadilan,
Banding,
Kasasi
dan
Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika. Peter Mahmud Marzuki. 2014. Penelitian Hukum, Jakarta: Prenadamedia Group. Rusli Muhammad. 2007. Hukum Acara Pidana Kontemporer. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Jurnal Janpatar Simamora. 2014. “Kepastian Hukum Pengajuan Kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap Vonis Bebas”. Jurnal Yudisial. Volume 7 Nomor 1. 2014.
90
Otto Cornelis Kaligis. 2006. “Korupsi Sebagai Tindakan Kriminal yang Harus Diberantas: Karakter dan Praktek Hukum di Indonesia”. Jurnal Equality. Volume 11 Nomor 2. 2006. Nopri. 2015. “Penerapan Pembuktian Putusan Hakim Tentang Unsur Merugikan Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi”. Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion. Volume 3 Nomor 6. 2015.
Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 jo Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Putusan Putusan Pengadilan Negeri Gorontalo Nomor 24/Pid.Sus.Tipikor/2013/PN.Gtlo. Putusan Pengadilan Tinggi Gorontalo Nomor 06/PID.SUS.TIPIKOR/2014/ PT.Gtlo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 1818 K/Pid.Sus/2014.