BAB IV PEMBAHASAN 4.1
Gambaran Umum Tempat Perusahaan
4.1.1 Sejarah Polda Metro Jaya Cikal bakal Kepolisian Jakarta di bentuk oleh penjajah Belanda. Ini terjadi sejak penduduk Belanda terhadap bangsa Indonesia, jauh sebelum Proklamasi Kemerdekaan
Republik
Indonesia
tanggal
17
Agustus
1945.
Setelah
Kemerdekaan Rl, pembentukan Kepolisian Kota Jakarta belum sepenuhnya dapat dilaksanakan Bangsa Indonesia, sebab, saat itu jawatan Kepolisian Negara masih sangat sederhana. Akibatnya, Kepolisian Kota Jakarta masih tetap melanjutkan system Kepolisian yang dibentuk pada masa pendudukkan Jepang, Inilah yang menyebabkan penulisan sejarah hari jadi Polda Metro Jaya diawali dari sejarah Kepolisian Batavia di tahun 1936 (sesuai Regeerings Almanak Halaman 287 Voor Nederlandsch Indie 1941 Tweede Gedeelte yang disusun Belanda selama berada di Indoneisa).
Di masa penjajahan Belanda, Kepolisian Daerah Jakarta disebut Hoofdbureau Van Politie Batavia atau Kantor Besar Kepolisian Jakarta. Letaknya di Jl. Medan Merdeka Barat (Koningsplein West). Berhadapan dengan Jl. Museum dan berdampingan dengan lapangan Ikada (sekarang sudah berubah menjadi Taman Monas). Saat itu Jakarta hanyalah sebuah Kota Keresidenan.
42
43
Kantor Keresidenan Batavia berada di Gedung Fatahilah (sekarang Museum Fatahilah).
Pada tahun 1936 Kepala Polisi Batavia dijabat orang Belanda bernama Pieter Dekker dengan pangkat Hoofd Commisaris Van Politie dan wakilnya Adjunct Hoofd Commissaris Louise Dekker. Sementara anggotanya yang berpangkat Agen Polisi sampai Hoofd Posthuis Commandant merupakan purapura pribumi. Mereka memperoleh pendidikan langsung dari Belanda di Sekolah Polisi Sukabumi. Saat itu tak seorang pun putra Indonesia bisa menjadi Kepala Polisi. Bahkan, tak ada satu pun yang menjadi Kepala seksi (polsek) dan sub seksi (pos polisi).
Belanda membentuk Kepolisian Batavia, sama seperti di Kota lain di seluruh Nusantara. Yakni, untuk mencegah dan menanggulangi kasus kejahatan pidana maupun kejahatan ekonomi yang dilakukan para pribumi. Namun sering juga lembaga kepolisian (khususnya fungsi Intel PID) digunakan untuk mencegah berkembangnya pemikiran rakyat menuju kemerdekaan Bangsa Indoneisa. Sementara polisi lalulintas ditempatkan di pusat- pusat keramaian. Pusat perekonomian, bioskop, dan pasar. Mereka juga ditugaskan untuk mengatur dan mentertibkan sepeda-sepeda dijalanan di sekitar sekolah-sekolah Belanda.
Pada masa itu organisasi Kantor Besar Polisi Jakarta (Hoofdbureau Van Politie) masih sanggat sederhana. Gangguan terhadap kamtibmas pun tidak sekomplek sekarang. Fungsi kepolisian hanya sebatas Reserse Kriminal (Crimenele Recherse), Reserse Ekonomi (Economise Recherse Inlichtingen
44
Dienst), Indentifikasi dan Fotografi (Dactyloscopic & Fotografie), Lalu Lintas (Voerwezen Verkeers Politie), Polisi Susila (Zeden Politie), dan Magazijn (perlengkapan), dan Bagian Administrasi (Administrate).
Kantor Besar Polisi Jakarta sendiri memiliki tujuan seksi (Politic Sectie dan Lima Rand Detaehement (Sub Sectie), Yaitu;
Polisi Seksi I : Tanjung Priok (Sekarang jalan Raya Pelabuhan)
Polisi Seksi II : Glodok (Sekarang Pusat Pertokoan)
Polisi Seksi III : Pasar Baru (Sekarang Pusat Pertokoan)
Polisi Seksi IV : Polsek Jati / Gambir (Sekarang Polsek Gambir jatibaru)
Polisi Seksi V : Menteng (Sekarang Polsek Menteng)
Polisi Seksi VI : Prapatan Kwitang (Sekarang Pos Brimob kemudian pindah ke Kramat Raya sekarang Polres Jakarta Pusat)
Polisi Seksi VII : Jatinegara (Sekarang Polres Jakarta Timur)
Sedangkan sub seksi (Rand Datachement 5) antara lain:
Pesing
Karet
Palmerah
CempakaPutih
Pasar Rebo
45
Di samping Kantor Besar Polisi Jakarta Raya yang berkedudukan di Koningsplein West, kota Jakarta masih memiliki satu Badan Kepolisian lain yaitu Kantor Polisi Keresidenan Kota (Veld Politie) yang meliputi wilayah:
Bekasi
Cililitan Besar
Tangerang (terdiri dari Seksi Kota Tangerang, Balaraja, Curug. dan Mauk)
Kebayoran (Sekarang Polres Jakarta Selatan).
Pada 5 maret 1942 Batavia jatuh ke tangan tentara jepang. Tanggal 9 Maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda resmi meyerah tanpa syarat kepada tentara Dai Nippon. Kedatangan jepang ke Indonesia membawa dampak timbulnya semangat kebangsaan dan harga diri pada masyarakat, khususnya para pemuda Indonesia. Sehingga mendorong dan menimbulkan semangat untuk berjuang mewujudkan Kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Sementara
pihak
jepang,
begitu
menguasai
Indonesia
langsung
mengeluarkan Undang-undang No.42 Tahun 1942 tentang perubahan Tata Pemerintahan Daerah. Berdasarkan Undang-undang ini Batavia yang tadinya hanya Kota Keresidenan berubah menjadi Kota Istimewa / Luar Biasa (Tokubestu Shi) dan langsung di bawah Kepala Pemerintahan Tentara Jepang (Gunseiken). Salah satu tugas pentingnya melaksanakan pemerintah dan sekaligus pengawas Kepala Kantor Besar Polisi Jakarta.
46
Kemudian
Kepala
Pemerintahan
Tentara
Jepang
melalui
Surat
Maklumatnya menyatakan, mulai 8 Desember 1942, tepatnya pada hari pembangunan Asia Raya mengubah nama Batavia menjadi Jakarta, Memang, di awal pendudukannya, Jepang banyak mengubah system pemerintah yang dilakukan Belanda, walaupun tidak meyeluruh. Namun, stuktur dan susunan organisasi instansi masih banyak mengacu kepada peninggalan Belanda.
Demikian juga dengan kepolisian, Jepang membentuk Kantor Pusat Kepolisian di Jl. Juanda, Jakarta. Kantor pusat ini membawahi berbagai cabang sekolah-sekolah kepolisian dan badan-badan lain yang diangap perlu pada masa itu. Adapun organisasi Kepolisian yang di bentuk Jepang di Jakarta ialah Jawatan Kepolisian Negara (Keimbu) di Jl. Juanda. Kepala jawatannya dijabat Keisi R Kahar Koesman Sosro danukusumo.
Di Jakarta terdapat dua bagian Badan Kepolisian yang mempunyai wilayah tugas berbeda. Yaitu Kepolisian Istimewa Jakarta Kota dan Kepolisian Keresidenan Jakarta. Kepolisian Istimewa Jakarta Kota (Jakarta Tokubetsu Shi Keisatsu Sho) disamping Keisi Mas Rangga Sutandoko, yang membawahi tujuh seksi dan lima kantor polisi luar kota, yakni:
Seksi Tanjung Priok
Seksi Glodok / Pesing
Seksi Pasar Baru
Seksi Jati Baru/karet
Seksi Prapatan / CempakaPutih
47
Seksi Menteng
Seksi Jatinegara
Seksi Polisi Bekasi
Seksi Polisi Depok
Seksi Polisi Pasar Minggu / KramatJati
Seksi Polisi Tangerang
Seksi Polisi Kebayoran / Pal Merah
Kepolisian Keresidenan Jakarta (Jakarta Sun Keisatsu Sho) dipimpin oleh Kaisi R Said Tjokrodiatmodjo. Wilayah tugas meliputi:
Balaraja
Curug
Mauk
Tangerang (Luar)
Bekasi (Luar)
Kebayoran Lama
Cikarang
Cikampek
Subang
Pegaden Baru
Pamanukan
Sukamandi
Segala Herang
48
Disamping membentuk badan-badan kepolisian dari tingkat pusat sampai tingkat daerah, jepang selanjutnya mengangkat Putra-putri Indonesia untuk menduduki jabatan-jabatan penting di kepolisian. Walaupun mereka diberikan jabatan Kepala Polisi, Jepang tidak melepaskan begitu saja kekuasaannya. Terbukti, Jepang mengangkat seseorang dari Kepolisian jepang sebagai Kempetai (semacam provost). Tugasnya, untuk mengawasi segala pelaksanaan tugas setiap Kepala Polisi Keresidenan, Kepala Polisi Kota dan Luar Kota serta kepa seksiseksi dan sub seksi-seksi. Kempetai bergerak tidak di bawah pimpinan Kepolisian Kota Jakarta.
Setelah Jepang menyerah pada Sekutu, pada 19 Oktober 1949 di Gambir Timur No. 18 Jakarta diadakan persetujuan antara Polisi Jakarta yang diwakili oleh Kepala Polisi Jakarta M. Sidik Adisaputra dengan pimpinan Militery Police Sekutu, yang diwakili Mayor Harding, Kapten Smith, Mayor Masse, dan Kapten Baules. Intinya menghasilkan kesepakatan tentang kewenangan Polisi Jakarta di dalam tugasnya mengamankan Kota Jakarta. Ternyata kesepakatan ini tidak ditepati. Terbukti, banyak insiden dilakukan oleh MICA.
Lalu pada 17,18,19 Nopember 1945 Inggris / NICA menggerakan pasukan yang kuat dengan menggunakan tank-tank dan mobil berlapis baja, untuk membersihkan kawasan Senen, dengan sasaran utamanya Balai Muslim dan kantor polisi di Prapatan. Pertempuranpun tidak dapat dihindarkan dan menjalar keseluruh kota Jakarta, Petamburan, jalan Hotel Des Indes Capitol, Senen, Jatinegara, Tanah Tinggi, Raden Saleh, Cikini, Tanah Abang, Kebon Sirih, Petojo
49
Jaga Monyet, dan lainnya. Pertempuran di Kota Jakarta ini merupakan salah satu aksi perjuangan tersebar dan terakhir di dalam Kota Jakarta.
Penyerbuan tentara Inggris / Belanda mencapai puncaknya pada 29 Desember 1945. Semua kantor - kantor lain di Jakarta dikepung serta diduduki Inggris. Kemudian senjatanya dilucuti dan beberapa anggota polisi Indonesia yang berada di jalan pun ditangkapi. Mereka kemudian ditahan di Kantor Besar Polisi Jakarta, termasuk diantaranya Kepala Kepolisian Negara (KKN) RS Soekarno bersama ajudannya IP II Subianto. Setelah adanya penolakan kerja sama antara Polisi Rl yang disampingkan R Said Soekanto Tjokrodiatmodjo kepala Komisaris Besar Polisi Belanda Noordhoorn,
Sejumlah polisi Indonesia yang ditangkapi dibebaskan tanpa melalui proses pemeriksaan. Sebagian lagi tetap ditahan dan baru dibebaskan setelah penyerahan kedaulatan Rl.
Setelah membubarkan polisi Republik Indonesia di Jakarta sebagai gantinya Belanda membentuk Polisi International yang disebut CP (Civil Police). Tugasnya untuk menjaga keamanan dan ketertiban di Jakarta. Anggotanya terdiri dari orang Inggris, Belanda dan Indonesia, dengan masing-masing kekuatan 300 orang. Mereka ditempatkan di bagian-bagian terpisah dan menangani secara tersendiri perkara-perkara yang ada. Polisi dari Inggris bernama Letnan Kolonel Harding dibantu Komisaris Polisi Yusuf Martadilaga dari Polisi Republik Indonesia, dan Noordhoon Letnan Kolonel Kooistra dari Belanda.
50
Dengan bantuan tentara sekutu / inggris, dalam waktu singkat Belanda / NICA berhasil memperkuat kedudukannya di Jakarta. Daerah-daerah yang telah dikuasai Inggris secara berangsur-angsur dialihkan ke tangan Belanda. Sehingga posisi tentara Belanda di Jakarta semakin kuat saja. Sebaliknya Pemerintah Rl semakin terjepit.
Melihat keadaan Jakarta semakin panas, setelah adanya percobaan pembunuhan terhadap Perdana Menteri Sutan Syahrir oleh golongan ekstrimis Belanda, pada 2 januari 1946 petang, Pemerintah Rl mengambil keputusan untuk mengungsikan Presiden dan Wakil Presiden berserta keluarganya ke Yogyakarta. Lalu, Kepala Kepolisian Negara memerintahkan secara rahasia kepada Inspektur PoIisi II Mardjaman agar mengawal Presiden dan Wakil Presiden berserta keluarganya naik kereta api menuju Jawa Tengah. Inspektur Polisi Mardjaman berserta wakil Inspektur Polisi II Winata dengan satu seksi pasukan Polisi Istimewa melaksanakan tugas tersebut secara rahasia.
Saat bersamaan disetiap daerah yang didatangi pasukan Sekutu selalu terjadi insiden yang mengakibatkan pertempuran antara tentara Sekutu dengan Polisi Indonesia, yang dibantu rakyat Indonesia. Sementara intelejen Kepolisian Indonesia mendapat informasi bahwa Kemerdekaan Rl tidak akan diakui pihak Sekutu. Mendengar informasi tersebut tokoh-tokoh Kepolisian Rl mengadakan rapat untuk menentukan sikap terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi. Sikap Kepolisian Jakarta sendiri tegas dan jelas, yakin hanya mengakui kekuasaan Negara
Republik
Indonesia.
Komisaris
Polisi
I
R
Kahar
Koesman
51
Sosrodanukusumo yang dipekerjakan Kejaksaan Agung dipilih untuk memimpin utusan yang akan memenuhi pimpinan tentara Inggris guna memberi penjelasan tentang sikap Kepolisian Rl.
Komisaris Polisi I R Kahar Koesman Sosrodanukusumo berhasil meyakinkan pimpinan tentara Inggris tentang kesungguhan sikap dan tekat Kepolisian Rl dan sebagai hasil-hasilnya ialah bahwa Kepolisian tetap menjalankan tugasnya dengan tetap memiliki alat-alat persenjataannya. Adapun tentara Jepang lambat laun di tarik dan diganti oleh tentara Inggris dengan Polisi Militernya, yang terdiri dari bangsa Inggris, India, dan Gurkah " Disamping membentuk badan-badan kepolisian dari tingkat pusat sampai tingkat daerah, Jepang selanjutnya mengangkat Putra-putri Indonesia untuk menduduki jabatanjabatan penting di kepolisian.
Walaupun mereka diberikan jabatan Kepala Polisi, Jepang tidak melepaskan begitu saja kekuasaannya". Meski sekutu terus melakukan tekanan, pasukan Polisi Istimewa jawatan Kepolisian Negara Yang dipimpin Komisaris Polisi II Kenapi ditugaskan untuk menjaga keselamatan Presiden, Wakil Presiden, para mentri, dan Kepala Kepolisian Negara. Sementara Kepolisian kota Jakarta ditugaskan menyelengarakan dan memelihara keamanan serta ketertiban dalam Kota. Sedangkan Kepolisian keresidenan Jakarta menyelenggarakan pimpinan atas kesatuan-kesatuan polisi di seluruh Keresidenan Jakarta.
Jadi, dalam tiap-tiap Keresidenan Polisi dikepalai seorang Korpschef, yakni Kepala Polisi keresidenan. Kepala Polisi membawahi semua kepala polisi
52
yang ada di lingkungan keresidenan, baik yang disebut Kepala Polisi Kabupaten, Kepala Polisi Luar Kota, Kepala Polisi Kota atau Kepala Datasemen. Sedangkan Kepala Polisi Keresidenan berada dibawah pengawasan teknis dari kepala Penilik Kepolisian, yang dibentuk di tiap-tiap propinsi.
Walaupun Inggris sudah memberikan pengakuan resmi terhadap Kemerdekaan Rl tapi Bangsa Indonesia tetap curiga terhadap Inggris, yang ingin memulihkan kekuasan Belanda di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari berbagai provokasi NICA (Netherlands Indi Civil Administration) yang menyakitkan hati rakyat Indonesia serta memaksa pemerintah Rl dan Polisi Jakarta agar tunduk terhadap keinginan mereka. Melihat situasi ini, untuk sementara Kantor Polisi Keresidenan Jakarta Raya dan berserta anggotanya mengungsikan. Lalu, memindahkan kantornya ke subang, Jawa Barat sambil terus melakukan grilya bersama para pemuda Indonesia. (Wawancara dengan Kolonel Polisi (Purn) H. Koenoro).
Pengungsian dilakukan setelah banyak polisi RI di Jakarta ditangkap dan ditahan tentara Sekutu dan Belanda. Dari lokasi pengungsian, anggota polisi Jakarta terus melakukan perlawanan dan pertempuran grilya dengan membentuk Badan-badan Komando. Hal inilah yang kemudian mendorong Kepala Kepolisian Negara RS Soekanto menugaskan IP II R Mardjaman Tjokrodiredjo untuk duduk di dalam badan komando tersebut sebagai dukungan Kepolisian Rl terhadap Perjuangan Polisi Jakarta. Badan komando ini selalu berusaha untuk
53
mempersenjatai pasukan-pasukan pemuda rakyat dan para polisi yang berperang grilya di Jakarta dan Kota-kota lain di seluruh lndonesia.
Saat itu Polisi di Jakarta sangat terkenal dengan barisan Polisi Macan, dengan pimpinan IP II Paimin Salikan. Terakhir, Paimin menjadi pelatih olah raga di Perguruan Tinggi llmu Kepolisian (PTIK).
Setelah Jepang menyerah kepada sekutu pada 14 Agustus 1945, tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno dan Moh Hatta memproklamasikan. Kemerdekaan Republik Indonesia. Lalu, pada sidang hari kedua panitia Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan Jawatan Kepolisian Negara merupakan bagian dari Kementrian Dalam Negri. Ini terjadi pada 29 September 1945.
Pemerintah Rl mengangkat Komisaris Polisi Tk I Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo yang juga mantan pimpinan Sekolah Polisi Negara di Sukabumi sebagai Kepala Kepolisian Negara. Sejak itu mulai dilakukan suatu usaha pembentukan Kepolisian Nasional di Negara Republik Indonesia. Pada masa itu masalah transportasi dan komunikasi sangat sulit dilakukan. Belum ada sarana dan prasarana yang memadai, untuk mengkoordinasikan wilayah Republik Indonesia dari Sabang sampai Marauke. Sehingga Jawatan Kepolisian Negara belum dapat melakukan kegiatan pembinaan maupun konsolidasi Daerah. Akibatnya, dalam mengembangkan dan meningkatkan organisasinya Kepolisian Daerah hanya berdasarkan kepada kemampuan, kecakapan, dan keberanian serta kebijaksanaan masing - masing pimpinan.
54
Tak lama setelah proklamasi Kemerdekaan Rl, tepatnya pada 16 September 1945 mendarat kapal perang Inggris bernama Cumberland, yang kemudian pada 29 September 1945 diikuti kapal perang Belanda bernama Tromp dengan Dr.Ch D Vanderplas di dalamnya. Lalu, pada 6 Oktober 1945, sebanyak 200 tentara Sekutu (Inggris), termasuk 100 serdadu Belanda dipimpin jenderal Sir Philip Christison mendarat lagi. Saat mendarat di Jakarta, tentara sekutu mengikutsertakan pejabat-pejabat NICA, di antaranya Vanderplas.
Pasukan Inggris memang sudah mengatur hal ini, sesuai dengan perjanjian antara Inggris dan Belanda di Cheouers (sebuah tempat di selatan London) pada 24 Agustus 1945, yang kemudian dikenal dengan nama Civil Affairs Agreement. Adapun bunyi perjanjian tersebut: "............ Telah tercapai kata sepakat, bahkan"
Kepala
Pemerintah
Tentara
jepang
melalui
Surat
Maklumatnya
menyatakan, mulai 8 Desember 1942, tepatnya pada hari pembangunan Asia Raya nama Batavia di ubah menjadi Jakarta" Pemerintah Hindia Belanda, secepat dan sepraktis mungkin akan diberikan kembali tanggung jawab sepenuhnya atas Pemerintah Sipil di wilayah Hindia Belanda. Bila menurut pertimbangan situasi militer maka Panglima Tertinggi Sekutu akan segera memperintahkan Letnan Gubernur Jenderal untuk kembali bertangung jawab atas pemerintah sipil. Pemerintah Hindia Belanda. Dinas Administrasi serta peradilan Belanda dan Hindia Belanda, Dinas Administrasi serta peradilan Belanda dan Hindia Belanda akan dilaksanakan oleh pembesar-pembesar Hindia Belanda, sesuai dengan hukum yang berlaku di Hindia Belanda..."
55
Tentara Sekutu dan Bn yang awalnya telah mengakui secara de facto Pemerintah Rl sebagai hasil perundingan antara kedua belah pihak pada 1 Oktober 1945, ternyata sangatlah berlawanan dengan apa yang mereka perbuat bagi orangorang Indonesia. Situasi ini membuat Soekarno memindahkan pemerintah Rl ke Yogyakarta. Pada 4 Januari 1946 sampailah dengan selamat para pemimpin RI di Yogyakarta. Mulai saat itu, secara resmi Pusat pemerintah Rl dipindahkan Ke Yogyakarta dengan perwakilannya di Jakarta. Demikian pula Kepolisian Negara mengikuti Departemen Dalam Negri berpindah ke Purwokerto. Sementara Kepolisian Keresidenan Jakarta memindahkan markasnya ke Subang, Jawa Barat.
Walaupun demikian Jakarta masih tetap pusat diplomasi Pemerintah Rl dengan Belanda dan negara-negara lain. Sebab, Perdana Mentri sutan Syahrir masih tetap berada di Jakarta. Untuk mempermudah koordinasi pada 1 Desember 1947, Jawatan Kepolisian Negara secara resmi ditetapkan berkedudukan dan berkantor satu atap dengan Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta di Jl. Reksabayan. Dalam upaya mengembangkan dan membangun serta memperlancar tugas Kepolisian Rl, pada 1 Juli 1946 melalui Penetapan Pemerintah No.11/SD/1946 jawatan Kepolisian dikeluarkan dari lingkungan Kementrian Dalam Negri dan dijadikan jawatan tersendiri, yang langsung di bawah pimpinan Perdana Mentri Rl.
Selanjutnya dikeluarkan Penetapan Pemerintah No.19A/SD/1946 yang menentukan Kepala Daerah (Gubernur dan presiden) tetap bertanggung jawab atas ketentraman dan Keamanan dalam daerah masing-masing dan sekaligus
56
memegang kepolisian daerah. Dengan adanya penetapan tersebut, Kepolisian Negara Rl menjadikan sebagai Hari Kepolisian atau HUT Bhayangkara.
Sebelum penyerahan kedaulatan atas wilayah RI kepada Bangsa Indonesia melalui penandatangan naskah perjanjian antara Moh Hatta dengan Ratu Juliana di Belanda tanggal 27 Desember 1949, badan-badan kepolisian berangsur-angsur sudah diserah terimakan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sebab itulah pada 6 Desember 1949 Kepala Kepolisian Negara membentuk Kepolisian Komisariat Jaya dan mengangkat Komisaris Basar Politik Tk I R Ating Natadikusuma
sebagai
kepala
Kantor
Komisariat
Jaya,
yang
berka
Peristiwa ini merupakan tonggak sejarah lahirnya Kepolisian Daerah Jakarta Raya dan sekitarnya (saat ini Polda Metro Jaya). Pada saat itu sebagian besar staf Kepolisian Jakarta masih orang Belanda, sehingga praktis Kepala Kantor Kepolisian Komisariat Jaya belum dapat berbuat banyak sesuai kebijakan Kepala Kepolisian Negara
Selanjutnya untuk menjaga keamanan dan ketertiban Kota Jakarta menjelang penyerahan kedaulatan, Kepolisian Jakarta diperkuat tiga Kompi Brimob, masing-masing dari Kepolisian Kota Surabaya, Kepolisian Jawa Tengah. dan Kepolisian Yogyakarta / Jawa Tengah.
Pada waktu itu, jenderal Polisi Soetjipto Danukusumo sebagai Komandan Mobile Brigade Kepolisian (MBK) turut serta mengantarkan satu kompi MBK. Mereka berangkat pada 15 Desember 1949 dari Surabaya ke Jakarta melalu Semarang.
57
"Sejalan dengan perencanaan tata kota Jakarta, pada tahun 1963 saat Brigjen M Suhud menjabat Kepala Polisi Komisariat Jaya, kantor Polisi Komisariat Jakarta Raya pindah ke Jl Sudirman No.45 Jakarta Selatan. Kepindahannya dilakukan bertahap. Awalnya, kantornya adalah bangunan berlantai dua yang menghadap ke lapangan sabhara (Bangunannya masih berdiri hingga kini)"
Beberapa hari kemudian muncul lagi satu Kompi Brimob dari Yogyakarta / Jawa Tengah dipimpin Inspektur Polisi R Soebroto Darsoprajitno. Ketiga Kompi Brimob ini bergabung menjadi satu di bawah pimpinan Komisaris Polisi Soedarsono dan wakilnya Inspektur Polisi Soetjipto joedodihardjo.
Sejalan dengan perencanaan tata kota Jakarta dimana Taman monas akan dijadikan paru-paru kota, maka pada tahun 1963 saat Brigjen M Suhud menjabat Kepala Polisi komisariat Jakarta Raya pindah ke Jl. Sudirman No. 55 Jakarta Selatan. Kepindahaannya dilakukan bertahap. Awalnya kantornya adalah bangunan berlantai dua yang menghadap ke lapangan Sabhara (bangunannya masih berdiri hingga kini).
Setelah itu presiden Soekarno menyediakan lahan seluas 17 hektar untuk membangun Kantor Polisi Komisariat Jakarta. Namun, dalam perkembangan pembangunannya ternyata lahan yang ada 7 hektar. Mengapa ini terjadi? Tidak seorangpun mengetahuinya (Arsip Ditlog Polri). Pada masa itu anggaran yang disiapkan untuk membangun gedung utama mencapai Rp. 4 miliar. Anggaran dikeluarkan Pada tahun 1967 terjadi penggantian pangdak dari Irjen Polisi Drs Soebroto Brotodirdjo SH kepada Mayjen Polisi Drs. Soekahar. Saat itu kembali
58
terjadi penggantian nama menjadi Komando Daerah Kepolisian Metro Jaya (Komdak Metro Jaya). Ini dilakukan setelah Gubernur Ali Sadikin menyatakan Kota Jakarta sebagai kota metropolitan.
Direktur Keuanagan Mabes Polri KBP R Moh Saleh. Pada awal pembangunan kantornya di Jl Jenderal Sudirman 45, Kepala Komisariat dijabat Brigjend Raden Mas Sawarno Tjokrodiningrat. Pembangunannya dilaksanakan Abdul Kadir Kalabat seorang mayor purnawirawan TNI AD yang juga Dirut PT. Gatuni. Perusahaan ini merupakan rekanan Mabes Polri.
Sayangnya, pembangunan ini tidak berjalan lancar, sebab pada saat itu anggaran keuangan terbatas, sehingga mengalami kemacetan dalam pembayaran. Selain itu terjadi inflansi, sehingga perhitunggan anggaran di ulang dan disesuaikan dengan perubahan nilai mata uang rupiah. Akibatnya pembangunan gedung utama setinggi enam lantai baru selesai dibangun pada tahun 1970. saat itu. Mayjen Polisi Drs. Sukahar sebagai pangdak Metro Jaya. Pada saat selesai pembangunannya tidak dilakukan secara seremonial sebagai tanda peresmian dipakainya gedung baru tersebut. Setelah bangunan gedung utama selesai dua lantai, barulah ruangan Pangdak VII Jaya pindah ke ruangan lantai dua (hingga saat ini Kapolda Metro Jaya masih tetap mengunakannya sebagai ruangan kerja).
Polda Metro Jaya sebelumnya telah beberapa kali mengalami penggantian nama. Dimasa pendudukan Belanda, Kantor Besar Kepolisian Jakarta disebut Hoofdbureau Van Politie. Setelah Jepang mengambil alih pemerintahan, Hoofdbureau Van Politie Batavia berubah nama menjadi Jakarta Tokubestsu Shi
59
Kaisatsu Sho diambil alih oleh Polisi Republik dan namanya diubah menjadi Kantor Besar Polisi Jakarta. Menjelang belanda menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia dibentuk kepolisian di Jakarta dengan nama Kantor Polisi Komisariat Jaya (Kapekomjaya).
Kemudian tahun 1965 pada saat Kepala Kantor Polisi Komisariat Jaya dijabat Brigjen Raden Mas Sawarno Tjokrodiningrat namanya diganti lagi menjadi Komandan Daerah Kepolisian VII Jaya (Komdak VII Jaya). Pada tahun 1967 terjadi penggantian pangdak dari Irjen Polisi Drs Soebroto Brotodirdjo SH kepada Mayjen Polisi Drs. Soekahar. Saat itu kembali terjadi penggantian nama menjadi Komando Daerah Kepolisian Metro Jaya (Komdak Metro Jaya), Ini dilakukan setelah Gubernur Ali Sadikin menyatakan Kota Jakarta sebagai kota metropolitan.
Selanjutnya nama komdak Metro Jaya berubah lagi menjadi Kodak Metro Jaya. Pada saat itu Mayjen Pol Drs Widodo Budidarmo menjadi Kadapol Metro Jaya tahun 1970 nama Komdak Metro Jaya berubah menjadi Daerah Kepolisian Metro Jaya sampai tahun 1979. Tahun 1980 sampai sekarang Daerah Kepolisian Metro Jaya berubah kembali menjadi Kepolisian Daerah Metro Jaya (Polda Metro Jaya) dan sekitarnya.
Sejarah panjang Polda Metro Jaya telah melahirkan para perwira Kepolisian yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap masyarakat, termasuk melahirkan para kepala kepolisian daerah (Kapolda). Inilah para mantan Kapolda Metro Jaya.
60
Komisaris Besar Polisi Tk IR. Ating Natadikusuma ( 6 Desember 1949 s/d Desember 1952 )
Komisaris Besar Polisi Muhamad Suryo Pranoto ( 30 Desember 1952 s/d 6Juli 1961 )
Brigjend Polisi M Suhud ( 6 Juli s/d 29 Febuari 1964 )
Brigjend Polisi TAAzis ( 29 Febuari 1964 s/d 3Juni 1965 )
Brigjend Polisi R. Sawarno Tjokrodiningrat ( 3 Juni 1965 s/d 3 Nopember 1965)
Mayjend Polisi Drs. Sobroto Brotodirdjo SH ( 3 Nopember 1965 s/d 7 Desember 1967 )
Mayjend Polisi Drs. Soekahar ( 7 Desember 1967 s/d 16 Febuari 1970 )
Mayjend Polisi Drs. Widodo Budidarmo ( 16Febuari 1970 s/d 1974 )
Mayjend Polisi Drs. Soetadi Ronodipuro (1974 s/d 1978 )
Mayjend Polisi Drs. Kodrat Samadikoen (1978 s/d 1979 )
Mayjend Polisi Anton Soedjarwo ( 1979 s/d 8Desember 1983 )
Mayjend Polisi Drs. R. Soedjoko ( 8 Desember 83 s/d 25Oktober 1984 )
Mayjend Polisi Soedarmadji ( 25 Oktober 1984 s/d 17juni 1986 )
Mayjend Polisi Drs. Poedy Syamsoedin ( 17 Juni 1986 s/d 20 September 1989 )
Mayjend Polisi Drs. MH Ritonga ( 20 September 1989 s/d 22 Agustus 1992 )
Mayjend Polisi Drs. Banurusman ( 22 Agustus 1992 s/d 31 Maret 1993 )
Mayjend Polisi Drs. Hindarto ( 31 Maret 1993 s/d januari 1995 )
61
Mayjend Polisi Drs. Dibyo Widodo ( 17Januari 1997 s/d 19 Maret 1996 )
Mayjend Polisi Drs. Hamami Nata ( 19 Maret 1996 s/d 17Januari 1998 )
Mayjend Polisi Drs. Noegroho Djajoesman ( 1998 s/d 1999 )
Mayjend Polisi Drs. Nurfaizi ( 1999 s/d 2000 )
Irjend Polisi Drs. Mulyono Sulaiman ( 2000 s/d 2001 )
Irjend Polisi Drs. M Sofjan Jacoeb MM ( 2001 s/d 2002 )
Irjend Polisi Drs. R Makbul Padmanagara ( 2002 s/d 2004 )
Irjend Polisi Drs. Firman Gani ( 2004 s/d 2006 )
Irjend Polisi Drs. Adang Firman ( 2006 s/d 2008 )
4.1.2 Visi Misi Polda Metro Jaya
Visi Polda Metro Jaya: Terwujudnya pelayanan Kamtibmas prima, tegaknya hukum dan keamanan di wilayah hukum Polda Metro Jaya yang mantap serta terjalinnya sinergi polisional yang proaktif.
Misi Polda Metro Jaya : 1)
memperkuat dan meningkatkan kemampuan intelijen keamanan Polda Metro
Jaya guna menjaring informasi untuk pencegahan gangguan keamanan dan pengungkapan kasus-kasus secara sistematis dan tuntas;
2)
mengembangkan pelayanan publik di setiap lini berbasis pelayanan prima
yang proporsional, tidak diskriminatif, menjunjung tinggi Hak Azasi Manusia
62
(HAM) dan responsif dalam rangka mengurangi tingkat keresahan masyarakat di wilayah hukum Polda Metro Jaya;
3)
menggelar Polisi berseragam secara optimal di tengah masyarakat dalam
rangka meningkatkan pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat;
4)
mengembangkan falsafah dan strategi Perpolisian Masyarakat (Polmas)
secara bertahap dan berlanjut guna membangun hubungan Polisi dengan masyarakat yang lebih dekat dan interaktif dalam upaya mewujudkan masyarakat patuh hukum;
5)
memberdayakan seluruh kekuatan dan kemampuan organisasi pengemban
fungsi penyelidikan dan penyidikan baik sarana maupun prasarana dalam upaya mewujudkan Polri sebagai penegak hukum terdepan;
6)
meningkatkan kinerja Polri Polda Metro Jaya secara profesional transparan
dan akuntabel guna mendukung pelaksanaan Kepolisian dalam memelihara Kamtibmas
7)
di
wilayah
hukum
Polda
Metro
Jaya;
dan
membangun system sinergi polisional interdepartemen maupun komponen
masyarakat dalam rangka membangun kemitraan dan jejaring kerja (Partnership Building / Networking).
63
4.1.3 Logo Polda Metro Jaya
Gambar 1.1
MAKNA BADGE POLDA METRO JAYA a. Bentuk Bulat telur ( oval ). b. Wujud Tugu Nasional, berrwarna putih. Untaian padi berwarna kuning. Untaian kapas berwarna hijau serta putih, Pita berwarna merah putih. c. Artinya Kekhususan kota Jakarta sebagai kota Revolusi dan kota Proklamasi dilambangkan
dengan
TUGU
NASIONAL,
yang
melambangkan
kemegahan, daya juang, cipta bangsa dan rakyat Indonesia yang tak kunjung padam.
64
Untaian PADI dan KAPAS yang melingkari TUGU NASIONAL melambangkan cita - cita daripada perjuangan bangsa Indonesia yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
PITA MERAH PUTIH yang melingkari dasar daripada Tugu Nasional, melambangkan persatuan bangsa Indonesia yang kokoh dan sentosa.
Tata Warna dan Artinya
Putih pada Tugu Nasional, berarti kemegahan kreasi mulia.
Kuning padi dan hijau kapas, berarti kemakmuran dan keadilan.
Pita Merah Putih, berarti kedaulatan, kehormatan dan persatuan bangsa Indonesia.
4.1.4 Tugas Dan Fungsi Humas Polda Metro Jaya
Tugas :
menyelenggarakan fungsi hubungan masyarakat melalui pengelolaan pemberitaan, penyampaian informasi, kerjasama dengan media massa, dan menjalin kemitraan dengan media massa. Tujuannya, untuk membentuk opini positif masyarakat dalam melaksanakan tugas pokoknya.
Fungsi :
menyelenggarakan fungsi hubungan masyarakat melalui pengelolaan pemberitaan, penyampaian informasi, kerjasama dengan media massa, dan
65
menjalin kemitraan dengan media massa. Tujuannya, untuk membentuk opini positif masyarakat dalam melaksanakan tugas pokoknya.
4.1.5 Struktur Organisasi Polda Metro Jaya
66
4.2 Hasil Penelitian
Berdasarkan wawancara secara mendalam dan melakukan penelitian deskriptif yang dilakukan oleh peneliti kepada AKP. Lestina BR Subakti KANIV DIKYASA SATLANTAS METRO
POLRES Tangerang Kota. Tempat
wawancara di kantor Divisi SATLANTAS polres metro Tangerang Kota.
Didalam kegiatan komunikasi diperlukan adanya komunikasi yang baik dengan publik internal dan eksternal agar diharapkan adanya timbal balik dari publiknya. Komunikasi sangat penting bagi suatu perusahaan dalam menjalin suatu hubungan, menjalin hubungan yang harmonis antara organisasi dengan publiknya merupakan hakekat kegiatan Public Relations. Dukungan yang positif dari publik terhadap organisasinya adalah sesuatu yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup organisasi serta pencapaian organisasi atau perusahaan. Seperti yang dikatakan AKP Lestina : “Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan yang memerlukan timbal balik. Seperti contoh adalah program melarang anak dibawah ini. Kita menyampaikan informasi bahwa anak umur jangan mengendarai dijalan raya. Hal itu bisa terjadi, apabila kita dapat timbal balik yang sesuai dengan informasi yang kita sampaikan. Misalkan, orang tua mulai melarang anak berangkat sekolah dengan mengendarai motor. Dan memberikan ongkos lebih untuk menaiki angkot.”
Seperti apa yang diungkapkan oleh AKP Lestina bahwa komunikasi adalah proses penyampaian informasi. Informasi yang diberikan perusahaan kepada publiknya pun haruslah informasi yang dapat memenuhi kebutuhan
67
publik. Mengenai informai yang diberikan Humas Polda Metro Jaya kepada masyarakat menurut, AKP Lestina adalah : “penyampaian informasi itu harus sesusai dengan dengan level masyarakat itu sendiri. Seperti contoh kalau kita ingin memberikan informasi kepada anak SD dengan menekankan kepada hukum undang-undang mereka tidak akan memahami. Tetapi hanya takut. Ketika mereka mencoba melakukan hal itu dan ternyata tidak terjadi apa-apa, mereka akan melakukan hal itu lagi.” Bapak Wiyadi Spd MM selaku kepala sekolah SMP pribadi juga menambahkan tentang efektifitas informasi yang di sampaikan pihak kepolisian: “informasi yang disampaikan cukup mudah di mengerti..pihak kepolisian tidak hanya menjelaskan..tetapi juga memberikan contoh nyata seperti akibatnya jika seorang anak yang belum bertanggung jawab mengendarai dijalanan.” AKP Lestina juga menambahkan hasil dari program sosialisasi tersebut: “program akan terus digencarkan oleh kami. Karna program ini dijalankan untuk jangka panjang..apalagi yang kita hadapi itu adalah masyarakat yang jumlahnya ratusan. Kalo mereka mengerti dan taat aturan..tapi kan masih banyak yang menganggap kalo program ini angin lalu..padahal sudah jelas kita memberikan
sangsi
apabila
mereka
melanggar..semua
itu
tergantung
pendengarnya juga..kita sudah berusaha memberikan informasi yang cukup efektif” Mengelola hubungan baik dengan masyarakat telah menjadi bagian penting bagi setiap perusahaan yang secara khusus menjadi tanggung jawab divisi HUMAS. Humas POLDA METRO JAYA juga melihat pentingnya tugas PR. Berdasarkan kutipan diatas maka dapat disimpulkan pengertian strategi adalah bagaimana suatu perusahaan menerapkan strategi sebagai cara untuk pencapaian tujuan.
68
4.2.1 Mengenali Sasaran Komunikasi Selain menjaga hubungan baik terhadap masyarakat, HUMAS POLDA METRO JAYA menyelenggarakan fungsi PR disini melalui pengelolaan, penyampaian berita dan kemitraan dengan para masyarakat dalam pembentukan opini atau citra yang positif POLDA METRO JAYA . peneliti menemukan bahwa Humas POLDA METRO JAYA menganggap masyarakat mempunyai peran penting karena sebagai sarana komunikasi agar segala kegiatan yang ada di Kepolisian dapat berjalan dengan baik. Seperti apa yang dikatakan oleh AKP Lestina yang mengatakan bahwa: “masyarakat adalah bagian terpenting bagi kami pihak kepolisian. Karena sudah jelas tujuan dan tugas kami adalah melayani, melindungi dan mengayomi masyarakat.”
Selain itu AKP Lestina juga menambahkan kendala apa saja yang terjadi dari sosialisasi program ini: “kalo kendala selama kita jalankan, tidak begitu banyak kendala. Kendala yaa..dari pemakai jalannya ini yang mau kita temuin ini ya kadang mereka butuh waktu, kita mau sosialisasi kita buat perjanjian dulu dari pihak sekolah..begitu juga sebaliknya. Mereka dari pihak sekolah meminta kita melakukan sosialisasi ke sekolah mereka..” Kesimpulan yang diambil dari penjelasan tersebut bahwa masyarakat merupakan hal terpenting bagi POLDA METRO JAYA , karena jika tanpa masyarakat. POLDA METRO JAYA tidak akan mengalami perkembangan dan hasil positif dari program yang sedang dijalankan.
69
4.2.2 Pemilihan Media Komunikasi Untuk mencapai sasaran komunikasi dalam Humas POLDA METRO JAYA menggunakan beberapa media. Pihak Humas melakukan rencana akan pemilihan media POLDA METRO JAYA dalam membina hubungan baik dengan masyarakat, AKP Lestina menyatakan bahwa: “media yang kita gunakan ada media langsung dan media tidak langsung, yang langsung kita berkomunikasi tatap muka dengan masyarakat. Yang tidak langsung kita menggunakan media cetak seperti Koran dan spanduk dan media social seperti twitter dan facebook.”
Dapat disimpulkan dari jawaban diatas, media dari strategi komunikasi mengenai tanggapan masyarakat memiliki peran penting dalam setiap kegiatan yang dilakukan. Oleh setiap organisasi/perusahaan. Perencanaan mengenai strategi komunikasi harus disusun secara detail.
4.2.3 Pengkajian Tujuan Pesan Komunikasi Berdasarkan hasil penelitian. Tujuan dari strategi yang selama ini berjalan didalam Humas POLDA METRO JAYA, AKP Lestina menjelaskan : “dengan berlangsungnya kegiatan ini..kita berharap adanya terjalin kerjasama yang baik untuk menciptakan hal ini harus ada antara guru dan orang tua murid dan pihak kepolisian..agar mereka mematuhi. Kalo ini tidak ada keterkaitan, egoisnya masing-masing ketertiban itu tidak akan tercapai.”
AKP Lestina juga menambahkan tujuan dari strategi: “Jadi kami minta kesadaran dari masyarakatlah yang lebih dominan..kalau petugas sedang tidak ada dijalan, rambu lalu lintas itu yang menggantikan kita sebagai petugas..jadi kesadaran masyarakat awam ini lah yang ingin kita bangkitkan.”
70
AKP Lestina menambahkan:
“semua itu tergantung pendengarnya juga..kita sudah berusaha memberikan informasi yang cukup efektif..”
Bapak Wiyadi Spd MM selaku kepala sekolah SMP pribadi juga menambahkan:
“kita hanya bisa jadi kaki tangan polisi dalam program ini..karna program ini cukup berkesinambungan hingga masa-masa ke depannya..jadi kita sudah seharusnya mendukung penuh program ini” Dapat saya simpulkan dari pernyataan tersebut di atas, bahwa tujuan dari Strategi komunikasi dari Humas POLDA METRO JAYA adalah kesadaran masyarakat akan menjaga keselamatan, mereka juga menyimpulkan dalam cara penyampaian pesan menentukan juga keberhasilan program sosialisasi.
4.2.4 Metode Komunikasi berdasarkan hasil penelitian diatas. Metode komunikasi yang dilakukan adalah dengan cara berkomunikasi langsung, dan juga melalui media-media komunikasi lainnya. Seperti yang di jelaskan oleh AKP Lestina: “kita untuk mensosialisakinannya itu melalui ke sekolah-sekolah yaa..dari mulai tingkat TK, SD,SMP, SMA, perguruan tinggi itu khusus tingkat pendidikan yaa...emmm…Dan kita juga sampai masuk ke PT hingga supir angkot, tukang becak itu supaya mereka mengerti tata tertib lalu lintas yang ada dijalan raya” AKP Lestina juga menambahkan metode komunikasi yang digunakan: “kita juga memberikan pengetahuan tentang program ini melalui media social seperti twitter,facebook dan juga melalui media yang berada di pinggir jalan seperti sepanduk dan billboard”
71
POLDA METRO JAYA melakukan metode komunikasi se-efektif mungkin agar mudah di mengerti dan dipahami oleh segala lapisan masyarakat. Karna mengingat program tersebut untuk semua kalangan masyarakat.
4.3 Pembahasan Dalam bagian ini penelitian melakukan analisa terhadap data-data yang diperoleh dari hasil penelitian untuk memberikan gambaran mengenai strategi komunikasi Pada Unit Humas POLDA METRO JAYA dalam membina hubungan baik dengan masyarakat. Berikut ini adalah pembahasannya : Berhubungan baik dengan masyarakat merupakan salah satu tugas dari unit Humas POLDA METRO JAYA, agar informasi yang disajikan Humas POLDA METRO JAYA sampai ke masyarakat dengan baik. Untuk itu perlu dijalin hubungan yang baik dengan masyarakat. Mengingat peran masyarakat merupakan
hal
yang
sangat
penting
dalam
membangun
citra
perusahaan/organisasi, maka dari itu POLDA METRO JAYA dituntut memberikan informasi yang berimbang serta up to date kepada masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian pada Strategi Komunikasi Humas POLDA METRO JAYA Dalam Mensosialisasikan Program “Melarang Anak” Dibawah umur mengendarai Motor atau Mobil di Wilayah Kota Tangerang. Melalui tiga tahapan yaitu: a. Mengenali Sasaran Komunikasi Dari hasil temuan data tersebut dijadikan sebagai alasan Strategi Komunikasi Humas POLDA METRO JAYA Dalam Mensosialisasikan Program
72
“Melarang Anak” Dibawah umur mengendarai Motor atau Mobil di Wilayah Kota Tangerang. Selain itu juga Humas Polda Metro Jaya mengenai Strategi Komunikasi menyelenggarakan fungsi komunikasi disini melalui pengelolaan, penyampaian berita dan kemitraan dengan para masyarakat dalam pembentukan opini atau citra yang positif di POLDA METRO JAYA. Dalam hal ini permasalahan yang dihadapi itu adalah egoisme masyarakat sehingga pesan atau informasi yang disampaikan tidak dapat menyadarkan masyarakat. Padahal sudah jelas, bahwa informasi yang disampaikan oleh Humas POLDA METRO JAYA demi keberlangsungan hidup yang aman serta nyaman. Hal ini ditetapkan guna untuk mencapai tujuan dalam mengkomunikasikan atau menginformasikan kegiatan-kegiatan yang berjalan di Humas POLDA METRO JAYA dalam mensosialisasikan dan menentukan strategi yang digunakan. Untuk itu Strategi Komunikasi dirancang guna pencapaian tujuan yang baik ataupun yang diinginkan oleh organisasi.
b. Pemilihan Media Komunikasi Dalam langkah-langkah yang ditujukan dalam Strategi Komunikasi yang dilakukan Oleh Humas POLDA METRO JAYA merencanakan penyebaran informasi. Dalam hal ini Humas berkomunikasi langsung bertatap muka secara langsung masyarakat. Humas POLDA METRO JAYA juga menggunakan media cetak seperti Koran. Dan juga social media seperti Facebook, Twitter dan juga memasang beberapa spanduk dan billboar di jalan raya.
73
c. Pengkajian Tujuan Pesan Komunikasi Tujuan Strategi Komunikasi Humas POLDA METRO JAYA Dalam Mensosialisasikan Program “Melarang Anak” Dibawah umur mengendarai Motor atau Mobil di Wilayah Kota Tangerang adalah untuk mencapai pencapaian informasi yang di sampaikan ke masyarakat. Kesadaran masyarakat akan menjaga keselamatan, mereka juga menyimpulkan dalam cara penyampaian pesan menentukan juga keberhasilan program sosialisasi. Dengan tersampaikannya informasi ini dengan baik, sosialisasi program tersebut bisa turut membantu masyarakat untuk memiliki kehidupan aman dan nyaman. Langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Humas POLDA METRO JAYA terbukti sangat efektif, hal di buktikan dengan sudah mulai tak terlihat anak dibawah umur mengendarai motor atau mobil dijalan raya.
d. Metode Komunikasi Metode komunikasi yang dilakukan POLDA METRO JAYA adalah komunikasi secara langsung dan komunikasi melalui media. Komunikasi secara langsung tersebut dengan cara melakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan bertatap muka secara langsung. Dan komunikasi melalui media menggunkanan Koran, dan billboard dan POLDA METRO JAYA juga memberika informasi program ini melalui media social seperti facebook dan twitter.
74
POLDA METRO JAYA melakukan metode komunikasi seefektif mungkin agar mudah di mengerti dan dipahami oleh segala lapisan masyarakat. Karna mengingat program tersebut untuk semua kalangan masyarakat.