Bab IV Metode Alternating Projection
Metode alternating projection mengubah masalah feasibility non konveks menjadi masalah feasibility konveks. Pada bab ini akan dicari matriks definit positif dan simetri X,Y yang digunakan untuk membentuk model tereduksi sistem LPV dengan menggunakan metode alternating projection.
Dalam bab ini teori alternating projection dipaparkan dalam subbab IV.1. Selanjutnya pemanfaatan metode ini pada masalah reduksi orde model disajikan pada subbab IV.2. Algoritma metode ini disajikan dalam subbab IV.3. Bukti bahwa metode ini tetap mempertahankan kestabilan sistem tereduksi disajikan dalam subbab IV.4. Berikutnya dalam subbab IV.5 diberikan simulasi program berdasarkan metode diatas.
IV.1 Metode Alternating Projection Metode alternating projection adalah prosedur iteratif untuk mencari titik yang berada di suatu irisan beberapa himpunan konveks yang tutup. Metode ini memberikan alternatif perhitungan numerik yang lebih sederhana dan lebih efisien dibandingkan dengan metode konveks lain dalam menyelesaikan non smooth convex problems. Dalam metode alternating projection, struktur sederhana dari kendala-kendala yang ada didapat dari rumus masing-masing proyeksi pada tiap himpunan kendala. Metode alternating projection mengubah masalah feasibility non konveks menjadi masalah feasibility konveks [5]. Beberapa kasus telah berhasil diselesaikan dengan menggunakan metode alternating projection, diantaranya adalah image recontruction, statistical estimation, covariance control, desain pengontrol berorde tetap, dan masalah reduksi orde model norm H ∞ [17].
Diberikan H ruang Hilbert berdimensi hingga, dengan yang diinduksi dari hasil kali dalam masalah feasibility sebagai berikut.
⋅
adalah norm dari H
⋅, ⋅ . Dalam tesis ini akan diselesaikan
31
Diberikan keluarga himpunan-himpunan tutup Qα ∈ H , dengan α ∈ ℑ untuk sebuah himpunan indeks ℑ . Akan dicari titik x* ∈ Q =
x* ∈ H sedemikian sehingga
I Qα .
α ∈A
Untuk suatu vektor xˆ ∈ H , operator proyeksi PQα pada himpunan Qα didefinisikan sebagai PQα ( xˆ ) := x ∈ Qα , sedemikian sehingga xˆ − PQα ( xˆ ) = inf xˆ − y = ρ ( xˆ , Qα ) .
(IV.1)
y∈Qα
Proyeksi pada himpunan konveks adalah tunggal. { Pα } dengan α ∈ ℑ disebut dengan putaran proyeksi. Barisan alternating projection { x n }
∞
(
( )
)
x n+1 = x n + λn Pα ( n ) x n − x n ,
( )
n =0
diberikan oleh
0 ≤ λn ≤ 2,
(IV.2)
( )
dengan Pα ( n ) x n = PQ xn . α ( n) Khususnya untuk λn = 1 didapat
x n +1 = Pα ( n ) ( x n ) .
(IV.3)
Urutan putaran himpunan indeks ℑ dalam barisan alternating projection (IV.2) diatur dengan urutan sebagai berikut. Misalkan ℑ = {α1 , α 2 ,..., α m } , maka
α ( n ) = α n( mod m ) +1 ,
(IV.4)
dengan n ( mod m ) adalah sisa yang didapat dari membagi n dengan m. Terkait dengan (IV.1), didefinisikan
(
)
(
) ( )
ρ x n , Qα ( n ) = sup ρ x n , Qα = Φ x n . α ∈A
(IV.5)
Dalam teorema berikut akan ditunjukkan bahwa barisan alternating projection
{x }
n ∞ n =0
konvergen ke sebuah titik x* ∈ Q = I Qα untuk Qα himpunan konveks
untuk semua α dan Q tak kosong [11].
α ∈A
32
Teorema IV.1 Diberikan himpunan Qα tutup dan konveks dengan Q =
I Qα
α ∈A
tak kosong dan 0 ≤ ε1 ≤ λn ≤ 2 − ε 2, dengan ε 2 > 0 . Misalkan kondisi-kondisi
berikut dipenuhi : 0
0
⎛ ⎞ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ (a) Qα ∩ I Qα tak kosong, dengan I Qα ⎟ menotasikan himpunan titik⎜ α ∈A ⎟ ⎜ α ∈A ⎟ ⎜ α ≠α ⎟ ⎜ α ≠α ⎟ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠
⎛ ⎞ ⎜ titik interior dari I Qα ⎟ . ⎜ α ∈A ⎟ ⎜ α ≠α ⎟ ⎝ ⎠ (b) Qα konveks seragam untuk semua Qα dengan α ≠ α , yaitu terdapat fungsi δ (τ ) > 0 dengan τ > 0 sedemikian sehingga untuk x, y ∈ Qα berakibat z ∈ Qα untuk semua z dengan z−
x+ y ≤δ ( x− y ). 2
(c) H berdimensi hingga.
{
}
(d) ℑ = {α1 , α 2 ,..., α m } berhingga, dan semua Qα memenuhi Qα = x ci , x ≤ βi . Maka, untuk sembarang nilai awal x 0 , barisan alternating projection { x n }
∞
konvergen ke sebuah titik x* ∈ Q =
n=0
I Qα .
α ∈A
Untuk membuktikan Teorema IV.1 diatas, terlebih dahulu dipaparkan lemmalemma berikut yang akan digunakan dalam pembuktian [11].
Lemma IV.1
Diberikan titik x ∈ H dengan proyeksi x pada himpunan Q
dinotasikan dengan P ( x ) , maka vektor x − P ( x ) memenuhi
x − P ( x), y − P ( x) ≤ 0 , untuk semua y ∈ Q .
(IV.6)
33
Bukti :
Karena Q konveks, maka untuk 0 < λ < 1 berlaku
λ y + (1 − λ ) P ( x ) ∈ Q , sehingga dari definisi proyeksi didapat
x − P ( x ) ≤ x − λ y + (1 − λ ) P ( x ) 2
2
≤ x − P ( x ) + λ 2 P ( x ) − y + 2λ x − P ( x ) , P ( x ) − y , 2
2
sehingga 2 1 x − P ( x) , y − P ( x) ≤ λ P ( x) − y . 2
Dengan mengambil λ → 0 , maka didapat x − P ( x ) , y − P ( x ) ≤ 0 .
Lemma IV.2
Diberikan titik x, y ∈ H dengan
proyeksi
x dan y
pada
himpunan Q berturut-turut dinotasikan dengan P ( x ) dan P ( y ) . Maka, operator proyeksi P memenuhi P ( x) − P ( y) ≤ x − y .
(IV.7)
Bukti:
Dengan mengaplikasikan persamaan (IV.6) dua kali didapat x − P ( x ) , P ( y ) − P ( x ) ≤ 0 dan
y − P ( y), P ( x) − P ( y) ≤ 0 .
Tambahkan kedua ketaksamaan diatas diperoleh 0 ≥ x − y, P ( x ) − P ( y ) + P ( x ) − P ( y )
2
≥ − x − y P ( x) − P ( y) + P ( x) − P ( y) . 2
Sehingga diperoleh P ( x ) − P ( y ) ≤ x − y .
Lemma IV.3
Diberikan barisan alternating projection
(
( )
)
x n+1 = x n + λn Pα ( n ) x n − x n ,
{x }
n ∞ n=0
, dengan
0 ≤ λn ≤ 2 .
34
Untuk sembarang pemilihan α ( n ) , untuk setiap titik kekonvergenan x∈Q =
I Qα , dan untuk semua n berlaku
α ∈A
x n+1 − x ≤ x n − x .
(IV.8)
Bukti :
Dengan menggunakan ketaksamaan (IV.6) untuk himpunan Qα ( n ) dan syarat 0 ≤ λn ≤ 2 , didapat untuk x ∈ Q , x n+1 − x
2
(
)
( )
= x n + λn Pα ( n ) x n − x n − x 2
+ 2λ ( ) + ( λ − 2λ ) Pα ( ) ( x ) − x − λ ( 2 − λ ) Pα ( ) ( x ) − x
= x n − x + λn2 Pα ( n ) x n − x n = xn − x ≤ xn − x
2
2
2 n
2
n
n
n
n
n
2
n
2
n
( ) Pα ( ) ( x ) − x , Pα ( ) ( x ) − x
x n − x, Pα ( n ) x n − x n
n
n
+ 2λn
n
n
n
n
n
2
n
2
≤ xn − x .
Terbukti x n+1 − x ≤ x n − x .
Diberikan barisan alternating projection
Lemma IV.4
(
( )
{x }
n ∞ n=0
dengan
)
x n+1 = x n + λn Pα ( n ) x n − x n , 0 ≤ λn ≤ 2 , α ( n ) = α n( mod m ) +1 ,
dan 0 ≤ ε1 ≤ λn ≤ 2 − ε 2, dengan ε 2 > 0 . Maka, berlaku
( )
( )
(
)
lim Φ x n = 0 dengan Φ x n = sup ρ x n , Qα .
n →∞
α ∈A
(IV.9)
Bukti :
( ) − P (x ) ≥
Menggunakan Lemma IV.3 dengan x = PQ x n didapat
(
)
( )
ρ x n , Q = x n − PQ x n ≥ x n+1
(
)
n
Q
(
) (
)
x n +1 − PQ x n+1 =ρ x n+1 , Q .
(
)
Jadi ρ x n , Q turun monoton, sehingga terdapat ρ = lim ρ x n , Q , n→∞
ρ ≥ 0.
35
Lebih lanjut,
(
)
(
)
( ) − P (x ) − P (x )
2
− x n+1 − PQ x n+1
2
− x n+1
( )
2
ρ 2 x n , Q − ρ 2 x n+1 , Q = x n − PQ x n ≥ xn = xn
n
Q
2
n
Q
( ) − P (x ) + λ ( Pα ( ) ( x ) − x ) − P ( x )
− xn
2
2
n
Q
n
n
n
n
Q
n
( ) − λ Pα ( ) ( x ) − x − 2λ x − P ( x ) , Pα ( ) ( x ) − x = λ ( 2 − λ ) Pα ( ) ( x ) − x + 2λ Pα ( ) ( x ) − x , P ( x ) − Pα ( ) ( x ) ≥ ( 2λ − λ ) Pα ( ) ( x ) − x .
= x n − PQ x n n
n
n
n
2
n
n
2
n
n
n
Q
n
2 n
n
n
n
n
n
n
n
n
n
2 n
n
Q
n
2
− x n − PQ x n
2
n
n
n
2
n
Dengan menggunakan Lemma IV.1 dan 0 ≤ ε1 ≤ λn ≤ 2 − ε 2, didapat
(
) ( ) Dan berdasarkan fakta ρ ( x , Q ) → ρ , didapat ρ ( x , Qα ( ) ) = x − Pα ( ) ( x ) → 0 .
( )
2
ρ 2 x n , Q − ρ 2 x n +1 , Q ≥ ε1ε 2 Pα ( n ) x n − x n . n
n
n
n
n
Selanjutnya
(
n
ε >0
untuk
)
ρ x n , Qα ( n ) ≤
ε 2m
tertentu,
dipilih
N
sedemikian
sehingga
untuk semua n ≥ N . Sehingga untuk n ≥ N didapat
( )
(
)
ε
x n+1 − x n = λn Pα ( n ) x n − x n = λn ρ x n , Qα ( n ) ≤ . m Untuk setiap 1 ≤ i ≤ m dapat dicari k < m sedemikian sehingga α ( n + k ) = α i . Sehingga untuk n ≥ N diperoleh
(
)
( )
( ) ) (x )
ρ x n , Qα = x n − PQα x n = x n − Pα ( n+ k ) x n i
i
≤ x n − x n+ k + x n + k − Pα ( n + k
n
( )
≤ x n − x n+1 + .... + x n + k −1 − x n+ k + x n+ k − Pα ( n+ k ) x n ≤k
ε m
+
ε 2m
< ε.
36
( )
(
)
( )
Sehingga Φ x n = max ρ x n , Qα i < ε , yang berakibat lim Φ x n = 0 .
Lemma IV.5
i
n→∞
Jika syarat-syarat (a) – (d) dalam Teorema IV.1 dipenuhi, maka
untuk suatu barisan terbatas { x n }
∞
n=0
yang memenuhi Lemma IV.4, kondisi berikut
dipenuhi
(
)
lim ρ x n , Q = 0 .
n→∞
(IV.10)
Bukti : 0
⎛ ⎞ ⎜ Misalkan kondisi (a) dipenuhi. Pilih x ∈ Qα ∩ I Qα ⎟ dan δ > 0 sedemikian ⎜ α ∈A ⎟ ⎜ α ≠α ⎟ ⎝ ⎠
sehingga z ∈ Qα untuk semua α dengan α ≠ α dan semua z − x ≤ δ . Untuk y sembarang titik sedemikian sehingga ρ ( y, Qα ) ≤ ε untuk semua α dengan
α ≠ α , dipenuhi w =
ε ε +δ
x+
δ ε +δ
y ∈ Qα untuk semua α dengan α ≠ α .
Lebih lanjut,
δ δ δ ⎛ ⎞ w = ε +ε δ ⎜ x + ( y − Pα ( y ) ) ⎟ + Pα ( y ) = ε +ε δ z + P ( y) , ε ε +δ α ⎝ ⎠ ε +δ dengan z = x +
δ δ y − Pα ( y ) ) . Karena z − x = y − Pα ( y ) ≤ δ , maka didapat ( ε ε
z ∈ Qα . Jadi w adalah titik interior dari suatu interval yang mempunyai titik akhir z ∈ Qα dan
( )
Pα ( y ) ∈ Qα , sehingga w ∈ Qα . Ambil y = Pα x n
( )
ε = 2Φ x n , maka untuk α ≠ α didapat
( ) = ρ ( x n , Qα ) + ρ ( x n , Qα )
( )
ρ ( y, Qα ) ≤ y − Pα x n ≤ y − x n + x n − Pα x n
≤
ε 2
+
ε 2
= ε.
dan pilih
37
Sehingga jika dipilih bentuk w seperti datas, didapat w ∈ Qα untuk semua α dengan α ≠ α . Tetapi karena x ∈ Qα dan y ∈ Qα , maka w ∈ Qα juga. Sehingga w ∈ Q . Oleh karena itu,
(
)
ρ xn , Q ≤ xn − w ≤ xn − y + y − w ≤
ε
ε
+
y−x
ε +δ ε ε ≤ + xn − x 2 δ 2
⎛1 R⎞ 1 ≤ ε ⎜ + ⎟ = cε . ⎝2 δ ⎠ 2
( ) ( ) lim ρ ( x n , Q ) = 0 . n→∞
Jadi ρ x n , Q ≤ c Φ x n , dengan c = 1 +
2R
δ
( )
lim Φ x n = 0 maka
. Karena
n→∞
Misalkan kondisi (b) dipenuhi. Andaikan Lemma IV.5 tidak dipenuhi, yaitu
{ } sedemikian sehingga
terdapat subbarisan x nk
⎧ ρ ⎛ ρ ⎞⎫ ε = min ⎨ , δ ⎜ ⎟ ⎬ , ε > 0 ⎩ 4 ⎝ 4 ⎠⎭
( )
(
)
Φ x N ≤ ε dan ρ x N , Q ≥
dan
ρ 2
dicari
n→∞
nk = N
. Pandang titik y =
(
)
lim ρ x nk , Q = ρ > 0 . Pilih sedemikian
sehingga
( ( ) ( )) . Jelas
1 PQ x N + Pα x N 2
y ∈ Qα . Dilain pihak untuk α ≠ α , karena Qα konveks seragam, maka bola dengan pusat di
( ( ) ( ))
1 Pα x N + PQ x N 2
( ( ) ( ))
dan jari-jari δ Pα x N + PQ x N
berada dalam Qα . Tetapi
( )
( ) ≥ x N − PQ ( x N ) − Pα ( x N ) − x N
Pα x N − PQ x N
ρ ρ ρ ⎛ρ⎞ ≥ ⎜ ⎟−ε ≥ − = , 2 4 4 ⎝2⎠
( ( ) ( ) ) ≥ δ ⎛⎜⎝ ρ4 ⎞⎟⎠ ≥ ε , dan
yang artinya δ Pα x N + PQ x N
38
y−
( ( ) ( )) = 12 P ( x ) − P ( x )
1 Pα x N + PQ x N 2
≤ ≤ yang artinya
N
α
N
α
( )
( )
1 1 Pα x N − x N + Pα x N − x N 2 2
ε
2
ε
+
2
= ε,
y ∈ Qα . Karena y ∈ Qα dan y ∈ Qα untuk semua α ≠ α maka
y ∈ Q . Sehingga
(
)
( ( ) ( ))
1 PQ x N + Pα x N 2 1 1 ≤ x N − PQ x N + x N − Pα x N 2 2
ρ xN ,Q ≤ xN − y = xN −
( )
(
( )
)
1 1 ρ xN ,Q + ε , 2 2
≤
(
)
yang berarti ρ x N , Q ≤ ε ≤
ρ 4
(
)
. Kontradiksi dengan asumsi ρ x N , Q ≥
ρ 2
.
Misalkan kondisi (c) dipenuhi. Andaikan Lemma IV.5 tidak dipenuhi, yaitu
{ }
terdapat subbarisan x nk sedemikian sehingga
(
)
lim ρ x nk , Q = ρ > 0 . Karena
n→∞
{ } terbatas, maka terdapat subbarisan dari {xn } sebut dengan {xn } yang konvergen ke titik x* . Karena ρ ( x n , Qα ) → 0 untuk k → ∞ untuk setiap
barisan x nk
k
k
k
α dan Qα tutup, maka x* ∈ Qα untuk semua α . Sehingga
(
x* ∈ Q , yang
)
kontradiksi dengan asumsi bahwa ρ x nk , Q = ρ > 0 .
Misalkan kondisi (d) dipenuhi. Notasikan L adalah subruang berdimensi hingga yang memuat notasikan
(
) (
x0 dan dibangun oleh vektor-vektor xn
)
ρ x n , Qi = ρ x n , Qi ,
adalah
(
xn
proyeksi
) (
)
c1, c2 ,..., cm . Kemudian pada
L.
Maka,
ρ x n , Q = ρ x n , Q . Sehingga Lemma IV.5 cukup
39
dibuktikan pada ruang berdimensi hingga L. Dalam kasus ini asumsi berikut dipenuhi :
(
) (
)
(
)
(
)
( )
ρ x n , Q = ρ x n , Q ≤ c max ρ x n , Qi = c max ρ x n , Qi = cΦ x n .
( )
lim Φ x n = 0 ,
Sehingga karena
(
i
n→∞
maka
i
( )
lim Φ x n = 0 , yang berakibat
n→∞
)
lim ρ x n , Q = 0 .
n→∞
Lemma IV.6
Untuk suatu himpunan tutup dan konveks Q dan untuk suatu x n
yang memenuhi (IV.7) dan (IV.9), x n konvergen ke x* ∈ Q .
Bukti:
Notasikan S ( x, ρ ) bola dengan pusat pada titik x dan jari-jari ρ . Pandang
(
)
S m = I S PQ ( x n ) , ρ ( x n , Q ) , maka himpunan Sm konveks, tutup, tak kosong m
n =0
(karena dalam (IV.8)
x m − PQ ( x n ) ≤ ρ ( x n , Q ) untuk semua n ≤ m , artinya
x m ∈ S m ), dan S m +1 ⊂ Sm . Karena barisan himpunan memiliki irisan yang tak ∞
(
)
kosong, maka misalkan x ∈ I S n . Dan karena x* ∈ S PQ ( x n ) , ρ ( x n , Q ) , *
n=0
didapat
x n − x* ≤ x n − PQ ( x n ) + PQ ( x n ) − x* ≤ 2 ρ ( x n , Q ) .
(
)
Sehingga karena lim ρ x n , Q = 0 , maka x n − x* = 0 . n→∞
Bukti Teorema IV.1
Berdasarkan Lemma IV.4, dengan asumsi kondisi (IV.4) dipenuhi, maka metode
alternating projection memenuhi
( )
( )
(
)
lim Φ x n = 0 , dengan Φ x n = sup ρ x n , Qα .
n→∞
α ∈A
(A)
40
Dan berdasarkan Lemma IV.5, karena kondisi (a) – (d) dipenuhi, maka untuk sembarang barisan terbatas yang memenuhi (A) berlaku
(
)
lim ρ x n , Q = 0 .
n→∞
(B)
Selanjutnya berdasarkan Lemma IV.3, maka dalam metode alternating projection untuk suatu pemilihan α ( n ) dan untuk setiap titik kekonvergenan x ∈ Q =
I Qα
α ∈A
serta untuk semua n dipenuhi
x n +1 − x ≤ x n − x .
(C)
Maka, dari (A), (B), (C) dan berdasarkan Lemma IV.6, x n konvergen ke x ∈ Q .
Dalam hal tidak semua himpunan Qα konveks, kekonvergenan barisan
alternating projection hanya terjadi secara lokal [5]. Sehingga nilai awal dalam barisan alternating projection harus dipilih berada dalam lingkungan dari solusi r feasible. Dalam subbab II.5 [8,17], model tereduksi Ωbal adalah solusi feasible
untuk masalah reduksi orde model sistem LPV dengan pendekatan error n
γ =2
∑
σˆ j . Lebih lanjut, kendala (II.29) – (II.31) similar dengan kendala
j = k +1
(III.40) – (III.42) dalam Teorema III.1, yaitu untuk sembarang solusi X,Y dari persamaan (III.40) – (III.42), maka P = γ X −1, (II.29)
–
(II.31).
Untuk
sistem
LPV
Q = γ Y akan memenuhi kendala
politopik
(II.3)-(II.13)
dengan
Ti ( s ) , i = 1, 2,...L adalah sistem LTI pada titik-titik sudut dari politop Ω dan
σ k +1 (Ti ( s ) ) adalah nilai singular Hankel terbesar ke ( k + 1) dari Ti ( s ) , maka γ opt dari masalah reduksi orde model sistem LPV berada pada interval [γ lb , γ ub ] , dengan γ lb = max σ k +1 (Ti ( s ) ) dan γ ub = 2 i =1,.., L
n
∑
σˆ j ,
j = k +1
γ lb dan γ ub berturut-
turut menotasikan batas bawah dan batas atas dari γ opt . Sehingga didapat kondisi awal dari barisan alternating projection yang berada dalam lingkungan 1 ˆ kekonvergenan dari solusi feasible, yaitu X 0 = γ ub Σˆ −1 dan Y0 = Σ.
γ ub
41
IV.2
Penerapan Metode Alternating Projection pada Masalah Reduksi Orde Model
Subbab ini akan mengulas penerapan metode alternating projection pada masalah reduksi orde model sistem LPV sebagaimana telah dirumuskan dalam subbab III.1 dan III.3. Berdasarkan Teorema III.1, untuk mendapatkan bentuk model tereduksi perlu dicari pasangan matriks X , Y ∈
n×n
yang definit positif dan simetri yang
memenuhi kendala-kendala LMI (III.40) – (III.43). Pasangan matriks X , Y ∈
n×n
tersebut akan dicari dengan menggunakan metode alternating projection. m×n
Untuk suatu matriks X , Y ∈
, didefinisikan norm dan hasil kali dalam
Frobenius sebagai 1
(
)
X , Y := Tr X T Y ,
X
F
⎡m n ⎤2 := ⎢ ∑ ∑ xij ⎥ . ⎢⎣ i =1 j =1 ⎥⎦
Selanjutnya didefinisikan himpunan-himpunan kendala yang bersesuaian dengan kendala-kendala (III.40) – (III.43) dalam Teorema III.1 sebagai berikut. ⎧ ⎪ C1a := ⎨ X ∈ ⎪⎩ ⎧⎪ C1b := ⎨Y ∈ ⎩⎪
n×n
n×n
⎧⎪ C2 := ⎨( X , Y ) ∈ ⎩⎪ ⎪⎧ C3 := ⎨( X , Y ) ∈ ⎪⎩
⎡ AT X + XAi X ≥ δ I, ⎢ i ⎢⎣ BiT X ⎡ AT Y + YAi Y ≥ δ I,⎢ i Ci ⎢⎣ n×n
n×n
⎡X ⎢I ⎣ n
⎫ XBi ⎤ ⎪ ⎥ ≤ −δ I ⎬ , −γ I ⎥⎦ ⎪⎭ ⎫⎪ CiT ⎤ I δ ≤ − ⎥ ⎬, −γ I ⎥⎦ ⎭⎪
⎫⎪ In ⎤ 0 ≥ ⎬, Y ⎥⎦ ⎭⎪
⎡X rank ⎢ ⎣ In
⎫⎪ In ⎤ ≤ n + k⎬, ⎥ Y⎦ ⎪⎭
dengan δ > 0 adalah bilangan yang sangat kecil, sehingga semua kendala diatas berupa himpunan tutup.
42
Metode alternating projection memerlukan ekpresi ekplisit rumus masing-masing proyeksi pada tiap himpunan kendala diatas. Berikut pembahasan tentang rumus masing-masing proyeksi pada tiap himpunan kendala. Diberikan Xˆ , Yˆ ∈
n×n
( )
. Proyeksi orthogonal PC1a Xˆ
pada himpunan C1a
dihitung melalui masalah minimisasi
( )
X * = PC1a Xˆ = arg min Xˆ − X X ∈C1a
F
.
(IV.11)
Masalah minimisasi tersebut dapat diubah kedalam bentuk masalah optimisasi LMI dengan mendefinisikan variabel baru Z [3], yaitu
⎧⎪ S XZ := ⎨( X , Z ) ∈ ⎩⎪
n×n
⎡ Z ⎢ ⎢⎣ Xˆ − X
n×n
×
⎫⎪ Xˆ − X ⎤ ≥ 0 ⎥ ⎬. I ⎥⎦ ⎭⎪
( )
Demikian juga proyeksi orthogonal PC1b Yˆ pada himpunan C1b dihitung melalui masalah minimisasi
( )
Y * = PC1b Yˆ = arg min Yˆ − Y Y ∈C1b
F
.
(IV.12)
Masalah minimisasi tersebut dapat diubah kedalam bentuk masalah optimisasi LMI dengan mendefinisikan variabel baru Z [3], yaitu ⎧⎪ SYZ := ⎨(Y , Z ) ∈ ⎪⎩
n×n
×
n×n
⎡ Z ⎢ ⎢⎣Yˆ − Y
⎫⎪ Yˆ − Y ⎤ ⎥ ≥ 0⎬ . I ⎥⎦ ⎪⎭
Ekspresi eksplisit proyeksi pada himpunan kendala C2 diberikan oleh lemma dibawah ini [17].
Lemma IV.7
Diberikan Xˆ , Yˆ ∈
n×n
, misalkan Yˆ − Xˆ = LΛLT
(
adalah
dekomposisi nilai eigen dari Yˆ − Xˆ . Proyeksi orthogonal PC2 Xˆ , Yˆ
)
pada
himpunan C2 diberikan oleh
( ) 2, X * = (Yˆ + Xˆ − LΛ + LT ) 2 . Y * = Yˆ + Xˆ + LΛ + LT
(IV.13)
43
Dengan Λ + adalah matriks diagonal yang didapat dengan mengganti nilai-nilai eigen negatif dari Λ dengan nol.
Bukti :
Karena Y * − X * = LΛ + LT ≥ 0 maka
( X * , Y * ) ∈ C2 .
Selanjutnya, untuk setiap
( X1, Y1 ) ∈ C2 , ⎛⎡ ˆ * ⎤T ⎡ Xˆ − X * ⎤ ⎡ X1 − X * ⎤ X − X ⎥ = Tr ⎜ ⎢ ⎢ ⎥,⎢ ⎥ ⎜ * * ˆ ⎢⎣ Y − Y ⎥⎦ ⎢⎣ Y1 − Y ⎥⎦ ⎜ ⎢⎣ Yˆ − Y * ⎥⎦ ⎝
⎡ X1 − X * ⎤ ⎞ ⎢ ⎥⎟ * ⎢⎣ Y1 − Y ⎥⎦ ⎟⎟ ⎠
( )( X1 − X * ) + (Yˆ − Y * )(Y1 − Y * )⎤⎦⎥ = Tr ⎡⎢(Yˆ − Xˆ − Y * + X * )(Y1 − X1 − Y * + X * ) ⎤⎥ 2 ⎣ ⎦ = Tr ⎡⎢(Yˆ − Xˆ − LΛ + LT )(Y1 − X1 − LΛ + LT ) ⎤⎥ 2 ⎣ ⎦
= Tr ⎡⎢ Xˆ − X * ⎣
= Tr ⎡ LΛLT Y1 − LΛ + LT X1 + LΛ + LT Y1 + LΛ + LT X1 ⎤ 2 ⎣ ⎦ = Tr ⎡ L ( Λ − Λ + ) LT (Y1 − X1 ) ⎤ 2 ⎣ ⎦ ≤0, karena Λ − Λ + ≤ 0 dan Y1 − X1 ≥ 0 . Jadi ⎡ Xˆ − X * ⎤ ⎡ X1 − X * ⎤ ⎥ ≤0 ⎢ ⎥,⎢ ⎢⎣ Yˆ − Y * ⎥⎦ ⎢⎣ Y1 − Y * ⎥⎦
∀ ( X1, Y1 ) ∈ C2 ,
sehingga berdasarkan Lemma IV.1, X * , Y * adalah proyeksi orthogonal Xˆ , Yˆ pada C2 .
Selanjutnya rumus proyeksi pada himpunan kendala C3 diberikan oleh lemma dibawah ini [17].
Lemma IV.8 Diberikan Xˆ , Yˆ ∈
n×n
dan Yˆ − Xˆ = U ∑ V T adalah dekomposisi
nilai singular dari Yˆ − Xˆ . Misalkan ∑ k adalah matriks diagonal yang didapat dari
44
mengganti ( n − k ) nilai singular terkecil dari ∑ dengan nol. Proyeksi orthogonal
(
)
PC3 Xˆ , Yˆ pada himpunan C3 diberikan oleh
( ) 2, X * = (Yˆ + Xˆ − U ∑ k V T ) 2 . Y * = Yˆ + Xˆ + U ∑ k V T
(IV.14)
Bukti :
Untuk setiap X , Y ∈ C3 didapat
% V% T untuk suatu U% , V% dan ∑ % Y − X = U% ∑
( )
% ≤k. dengan rank ∑
(
Untuk membuktikan X * = Yˆ + Xˆ − U ∑ k V T
f ( X ) :=
)
2 , didefinisikan fungsi 2
Xˆ − X
% V% T Yˆ − X − U% ∑
. F
Karena f '' ( X ) ≥ 0 , maka f ( X ) adalah fungsi konveks [19]. Lebih lanjut,
(
% V% T f ( X ) mencapai minimum pada X% = Yˆ + Xˆ − U% ∑
( )
1 % V% T f X% = Yˆ − Xˆ − U% ∑ 2
2 F
)
2 dengan nilai minimum
.
Matriks yang paling dekat dengan Yˆ − Xˆ dan yang mempunyai rank ≤ k adalah % = ∑ didapat U ∑ k V T . Sehingga dengan memilih U% = U , V% = V dan ∑ k
X% = X * .
Jadi
(
X * = Yˆ + Xˆ − U ∑ k V T
)
2
adalah
proyeksi
orthogonal
Xˆ pada C3 .
(
Selanjutnya untuk membuktikan Y * = Yˆ + Xˆ + U ∑ k V T
f (Y ) :=
Yˆ − Y
% V% T Xˆ − Y + U% ∑
2
. F
)
2 , didefinisikan fungsi
45
Karena f '' (Y ) ≥ 0 , maka f (Y ) adalah fungsi konveks [19]. Lebih lanjut, f (Y )
(
% V% T mencapai minimum pada Y% = Yˆ + Xˆ + U% ∑
( )
)
2 dengan nilai minimum
1 % V% T f Y% = Yˆ − Xˆ − U% ∑ 2
2
F
.
Matriks yang paling dekat dengan Yˆ − Xˆ dan yang mempunyai rank ≤ k adalah % = ∑ didapat U ∑ k V T . Sehingga dengan memilih U% = U , V% = V dan ∑ k
(
Y% = Y * . Jadi Y * = Yˆ + Xˆ + U ∑ k V T
)
2 adalah proyeksi orthogonal Y% pada C3 .
IV.3 Algoritma Reduksi Orde Model
Setelah didapatkan nilai awal barisan alternating projection dan ekpresi ekplisit rumus masing-masing proyeksi pada tiap himpunan kendala, maka dapat disusun algoritma reduksi orde model sistem LPV dengan menggunakan metode
alternating projection sebagai berikut. 1. Pilih suatu ε sebagai batas toleransi kesalahan reduksi. 2. Definisikan sistem LPV politop ( Ai , Bi , Ci , Di ) , 3. Cari balanced realization dari sistem
i = 1...L .
( Ai , Bi , Ci , Di ) ,
i = 1...L .
4. Cari matriks Σˆ , γ ub , γ lb . 1 ˆ Σ.
5. Hitung X 0 = γ ub Σˆ −1, Y0 =
γ ub
6. Uji apakah γ ub − γ lb ≤ ε . Jika γ ub − γ lb ≤ ε , maka proses selesai, lanjut ke langkah 11. Jika γ ub − γ lb > ε lanjut ke langkah 7. 7. Lakukan biseksi γ =
γ lb + γ ub 2
.
8. Lakukan prosedur alternating projection sebagai berikut : 8.a Cari X1 = PC1a ( X 0 ) dengan menyelesaikan masalah feasibility X ⎧ dalam ⎨⎪( X , Z ) ∈ ⎩⎪
n×n
×
n×n
⎡ Z ⎢ ⎢⎣ Xˆ − X
⎫⎪ Xˆ − X ⎤ ⎥ ≥ 0⎬ . I ⎥⎦ ⎭⎪
46
8.b Cari Y1 = PC1b (Y0 ) dengan menyelesaikan masalah feasibility Y ⎧ dalam ⎨⎪(Y , Z ) ∈
n×n
⎪⎩
×
n×n
⎡ Z ⎢ ⎣⎢Yˆ − Y
⎫⎪ Yˆ − Y ⎤ ⎥ ≥ 0⎬ . I ⎦⎥ ⎪⎭
8.c Cari X 2 dan Y2 dengan X2 =
Y1 + X1 − LΛ + LT Y + X1 + LΛ + LT , Y2 = 1 . 2 2
8.d Cari X 3 dan Y3 dengan X3 =
9. Uji
Y2 + X 2 − U Σ kV T Y + X 2 + U Σ kV T , Y3 = 2 . 2 2
apakah
X 3 , Y3
konvergen.
Jika
X 3 , Y3
konvergen,
γ ub = γ , X 0 = X 3 , Y0 = Y3 . Jika X 3 , Y3 tidak konvergen, set γ lb = γ . 10. Kembali ke langkah 6. 11. Cari matriks N yang memenuhi Y − X = NN T . 12. Cari bentuk model tereduksi dari persamaan (III.44)
Secara skema, algoritma diatas dapat digambarkan sebagai berikut :
set
47
(
Definisikan sistem Ai , Bi , Ci, Di
)
i = 1..4
( Ai , Bi , Ci, Di )
Cari balanced realization dari sistem
i = 1..4
Cari matriks Σˆ , γ ub , γ lb Hitung X 0 = γ ub Σˆ −1, Y0 =
1 ˆ Σ
γ ub
γ ub − γ lb ≤ ε γ=
Selesai
γ lb + γ ub 2
Cari X1 dan Y1 dengan menyelesaikan masalah feasibility IV.11 dan IV.12
Y1 − X1 = LΛLT Λ + = matriks Λ dengan λ negatif diganti dg 0
X2 =
Y1 + X1 − LΛ + LT Y + X1 + LΛ + LT , Y2 = 1 2 2
Y2 − X 2 = U ΣV T Σ k = matriks Σ dg (n-k) nilai singular terakhir diganti dg 0 X3 =
Y2 + X 2 − U Σ kV T Y + X 2 + U Σ kV T , Y3 = 2 2 2 X 3 , Y3 konvergen
γ ub = γ X0 = X3 Y0 = Y3 Cari matriks N dan bentuk model tereduksi
γ lb = γ
48
IV. 4
Bukti Alternating Projection Mempertahankan Kestabilan Sistem Tereduksi
Matriks X 0 , Y0 sebagai nilai awal dalam barisan alternating projection dibentuk dari matriks Σˆ yang merupakan solusi dari ketaksamaan matriks (II.33) – (II.35) yang merepresentasikan kestabilan dari sistem LPV berorde penuh. Sehingga untuk membuktikan bahwa pasangan matriks ( X , Y ) yang memenuhi kendala (III.40) – (III.43) yang dihasilkan dari metode alternating projection pada himpunan-himpunan kendala C1a , C1b , C2 , C3 tetap mempertahankan kestabilan sistem LPV berorde penuh, harus dibuktikan : 1. ( X 0 , Y0 ) memenuhi X 0 , Y0 > 0 ,
(IV.15)
X 0 AˆiT + AˆiT X 0 + Bˆi BˆiT < 0,
i = 1,..., L ,
(IV.16)
AˆiT X 0 + X 0 Aˆi + Cˆi CˆiT < 0,
i = 1,..., L ,
(IV.17)
Y0 AˆiT + AˆiT Y0 + Bˆi BˆiT < 0,
i = 1,..., L ,
(IV.18)
AˆiT Y0 + Y0 Aˆi + Cˆi CˆiT < 0,
i = 1,..., L .
(IV.19)
2. PC1a dan PC1b mempertahankan kestabilan sistem, yaitu
( X1 , Y1 ) memenuhi
X1 , Y1 > 0 ,
(IV.20)
X1 AˆiT + AˆiT X1 + Bˆi BˆiT < 0,
i = 1,..., L ,
(IV.21)
AˆiT X1 + X1 Aˆi + CˆiT Cˆi < 0,
i = 1,..., L ,
(IV.22)
Y1 AˆiT + AˆiT Y1 + Bˆi BˆiT < 0,
i = 1,..., L ,
(IV.23)
AˆiT Y1 + Y1 Aˆi + CˆiT Cˆi < 0,
i = 1,..., L .
(IV.24)
3. PC2 mempertahankan kestabilan sistem, yaitu
( X 2 , Y2 ) memenuhi
X 2 , Y2 > 0 ,
(IV.25)
X 2 AˆiT + AˆiT X 2 + Bˆi BˆiT < 0,
i = 1,..., L ,
(IV.26)
AˆiT X 2 + X 2 Aˆi + CˆiT Cˆi < 0,
i = 1,..., L ,
(IV.27)
49
Y2 AˆiT + AˆiT Y2 + Bˆi BˆiT < 0,
i = 1,..., L ,
(IV.28)
AˆiT Y2 + Y2 Aˆi + CˆiT Cˆi < 0,
i = 1,..., L .
(IV.29)
(
4. PC3 mempertahankan kestabilan sistem, yaitu X 3 , Y3
) memenuhi
X 3 , Y3 > 0 ,
(IV.30)
X 3 AˆiT + AˆiT X 3 + Bˆi BˆiT < 0,
i = 1,..., L ,
(IV.31)
AˆiT X 3 + X 3 Aˆi + CˆiT Cˆi < 0,
i = 1,..., L ,
(IV.32)
Y3 AˆiT + AˆiT Y3 + Bˆi BˆiT < 0,
i = 1,..., L ,
(IV.33)
AˆiT Y3 + Y3 Aˆi + CˆiT Cˆi < 0,
i = 1,..., L.
(IV.34)
Bukti dari (IV.15) – (IV.19) cukup jelas karena γ ub > 0 sehingga tidak mengubah kedefinitan dari ketaksamaan matriks (II.30) dan (II.31). Jadi ketaksamaan matriks (IV.15) – (IV.19) dipenuhi.
Selanjutnya
rumus
perhitungan
numerik
proyeksi
X0
dalam
(IV.11)
menghasilkan matriks X1 dengan selisih elemen diagonal yang sangat kecil dari matriks X 0 . Dengan demikian maka kedefinitan matriks X1 sama dengan kedefinitan matriks X 0 . Hal yang sama juga berlaku untuk matriks Y1 dalam (IV.12) sebagai proyeksi dari matriks Y0 . Sehingga berdasarkan ketaksamaan matriks (IV.15) – (IV.19), maka didapat ketaksamaan matriks (IV.20) – (IV.24).
Bukti (IV.25) – (IV.29) :
Karena X1 > 0, Y1 > 0 dan LΛ + LT >0, maka X 2 , Y2 > 0 . Untuk membuktikan ketaksamaan matriks (IV.25) dan (IV.28), misalkan untuk suatu i, X 2 AˆiT + AˆiT X 2 + Bˆi BˆiT . T ⎞ ⎛ Y + X1 − LΛ + LT ⎞ T ⎛ T Y + X 1 − LΛ + L T ⇔ ⎜ 1 ⎟ Aˆi + Aˆi ⎜ 1 ⎟ + Bˆi Bˆi . ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ 2 2 ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ T T T T T T T Y Aˆ X Aˆ LΛ + L Aˆi Aˆ Y Aˆ X Aˆ LΛ + LT ˆ ˆ T ⇔ 1 i + 1 i − + i 1 + i 1 − i + Bi Bi . 2 2 2 2 2 2
(IV.35)
50
Dan untuk suatu i, Y2 AˆiT + AˆiT Y2 + Bˆi BˆiT . ⎛ Y + X1 + LΛ + LT ⇔ ⎜ 1 ⎜ 2 ⎝
⇔
T ⎞ T ⎛ T Y + X 1 + LΛ + L ⎟ Aˆi + Aˆi ⎜ 1 ⎟ ⎜ 2 ⎠ ⎝
⎞ T ⎟ + Bˆi Bˆi . ⎟ ⎠
Y1 AˆiT X1 AˆiT LΛ + LT AˆiT AˆiT Y1 AˆiT X1 AˆiT LΛ + LT ˆ ˆ T + + + + + + Bi Bi . 2 2 2 2 2 2
(IV.36)
Dari (IV.35) dan (IV.36) dan berdasarkan ketaksamaan matriks (IV.21) dan (IV.23) didapat Y1 AˆiT + AˆiT Y1 + Bˆi BˆiT + X1 AˆiT + AˆiT X1 + Bˆi BˆiT < 0 . Sehingga ketaksamaan matriks (IV.26) dan (IV.28) dipenuhi. Kemudian untuk membuktikan ketaksamaan matriks (IV.27) dan (IV.29), misalkan untuk suatu i, AˆiT X 2 + X 2 Aˆi + Cˆi CˆiT . ⎛ Y + X1 − LΛ + LT ⇔ AˆiT ⎜ 1 ⎜ 2 ⎝
⇔
⎞ ⎛ Y1 + X1 − LΛ + LT ⎟+⎜ ⎟ ⎜ 2 ⎠ ⎝
⎞ T ⎟ Aˆi + Cˆi Cˆi . ⎟ ⎠
AˆiT Y1 AˆiT X1 AˆiT LΛ+ LT Y1 Aˆi X1 Aˆi LΛ+ LT AˆiT ˆ T ˆ + − + + − + Ci Ci . 2 2 2 2 2 2
(IV.37)
Dan untuk suatu i, AˆiT Y2 + Y2 Aˆi + CˆiT Cˆi . ⎛ Y + X1 + LΛ + LT ⇔ AˆiT ⎜ 1 ⎜ 2 ⎝
⇔
⎞ ⎛ Y1 + X1 + LΛ + LT ⎟+⎜ ⎟ ⎜ 2 ⎠ ⎝
⎞ T ⎟ Aˆi + Cˆi Cˆi . ⎟ ⎠
AˆiT Y1 AˆiT X1 AˆiT LΛ+ LT Y1 Aˆi X1 Aˆi LΛ+ LT AˆiT ˆ T ˆ + + + + + + Ci Ci . 2 2 2 2 2 2
(IV.38)
Dari (IV.37) dan (IV.38) dan berdasarkan ketaksamaan matriks (IV.22) dan (IV.24) didapat AˆiT Y1 + Y1 Aˆi + CˆiT Cˆi + AˆiT X1 + X1 Aˆi + CˆiT Cˆi < 0 . Sehingga ketaksamaan matriks (IV.27) dan (IV.29) dipenuhi.
51
Bukti (IV.30) – (IV.34) :
Karena X 2 > 0, Y2 > 0 dan U ∑ k V T >0, maka X 3 , Y3 > 0 . Untuk membuktikan ketaksamaan matriks (IV.31) dan (IV.33), misalkan untuk suatu i, X 3 AˆiT + AˆiT X 3 + Bˆi BˆiT . ⎛ Y2 + X 2 − U ∑ k V T ⇔ ⎜ ⎜ 2 ⎝
T ⎞ T ⎛ T Y2 + X 2 − U ∑ k V ˆ ˆ ⎟ Ai + Ai ⎜ ⎟ ⎜ 2 ⎠ ⎝
⎞ ⎟ + Bˆi BˆiT . ⎟ ⎠
Y2 AˆiT X 2 AˆiT U ∑k V T AˆiT AˆiT Y2 AˆiT X 2 AˆiTU ∑k V T ˆ ˆ T ⇔ + − + − + + Bi Bi . 2 2 2 2 2 2
(IV.39)
Dan untuk suatu i, Y3 AˆiT + AˆiT Y3 + Bˆi BˆiT . ⎛ Y2 + X 2 + U ∑ k V T ⇔ ⎜ ⎜ 2 ⎝
T ⎞ T ⎛ T Y2 + X 2 + U ∑ k V ˆ ˆ ⎟ Ai + Ai ⎜ ⎟ ⎜ 2 ⎠ ⎝
⎞ ⎟ + Bˆi BˆiT . ⎟ ⎠
Y2 AˆiT X 2 AˆiT U ∑k V T AˆiT AˆiT Y2 AˆiT X 2 AˆiTU ∑k V T ˆ ˆ T ⇔ + + + + + + Bi Bi . 2 2 2 2 2 2
(IV.40)
Dari (IV.39) dan (IV.40) dan berdasarkan ketaksamaan matriks (IV.26) dan (IV.28) didapat Y2 AˆiT + AˆiT Y2 + Bˆi BˆiT + X 2 AˆiT + AˆiT X 2 + Bˆi BˆiT < 0 . Sehingga ketaksamaan matriks (IV.31) dan (IV.33) dipenuhi.
Kemudian untuk membuktikan ketaksamaan matriks (IV.32) dan (IV.34), misalkan untuk suatu i, AˆiT X 3 + X 3 Aˆi + CˆiT Cˆi . ⎛ Y + X 2 − U ∑k V T ⇔ AˆiT ⎜ 2 ⎜ 2 ⎝
⇔
⎞ ⎛ Y2 + X 2 − U ∑ k V T ⎟+⎜ ⎟ ⎜ 2 ⎠ ⎝
⎞ ⎟ Aˆi + CˆiT Cˆi . ⎟ ⎠
AˆiTY2 AˆiT X 2 AˆiTU ∑k V T Y2 Aˆi X 2 Aˆi U ∑k V T AˆiT ˆ T ˆ + − + + − + Ci Ci . 2 2 2 2 2 2
Dan untuk suatu i, AˆiT Y3 + Y3 Aˆi + CˆiT Cˆi .
(IV.41)
52
T ⎛ T Y2 + X 2 + U ∑ k V ˆ ⇔ Ai ⎜ ⎜ 2 ⎝
⎞ ⎛ Y2 + X 2 + U ∑ k V T ⎟+⎜ ⎟ ⎜ 2 ⎠ ⎝
⎞ ⎟ Aˆi + CˆiT Cˆi . ⎟ ⎠
AˆiTY2 AˆiT X 2 AˆiTU ∑k V T Y2 Aˆi X 2 Aˆi U ∑k V T AˆiT ˆ T ˆ ⇔ + + + + + + Ci Ci . 2 2 2 2 2 2
(IV.42)
Dari (IV.41) dan (IV.42) dan berdasarkan ketaksamaan matriks (IV.27) dan (IV.29) didapat AˆiT Y2 + Y2 Aˆi + CˆiT Cˆi + AˆiT X 2 + X 2 Aˆi + CˆiT Cˆi < 0 . Sehingga ketaksamaan matriks (IV.32) dan (IV.34) dipenuhi. Dari hal diatas maka dapat disimpulkan bahwa sistem tereduksi (III.49) yang dihasilkan dari metode alternating projection adalah sistem yang stabil kuadratik.
IV.5 Simulasi Program
Dalam subbab ini akan disajikan sebuah contoh reduksi orde model pada sistem LPV menggunakan algoritma reduksi orde model yang telah dibahas dalam subbab IV.3. Diberikan sebuah sistem LPV politopik [17] 1⎤ −1 ⎡−2.5 b12 ( t ) −1.2 ⎤ ⎡ −2 3 ⎢ ⎥ ⎢ 0 −1 ⎥ 1 0⎥ 1.3 1 ⎥ −1 x& ( t ) = ⎢ x (t ) + ⎢ u (t ) ⎢ 1.6 ⎢ 0 0 a33 ( t ) 12 ⎥ 2 0 ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ 0 −4 ⎦ 0.1 2 ⎥⎦ ⎢⎣ −3.4 ⎣0 0 ⎡ −2.5 1.3 1.6 −3.4 ⎤ 0.1 ⎥⎥ x ( t ) , y ( t ) = ⎢⎢ 0 −1 2 ⎢⎣ −1.2 1 0 2 ⎥⎦
(IV.43)
dengan a33 ∈ [ −3.5 , − 2.5] dan b12 ∈ [ −0.5 , 0.5] . Parameter a33 dan b12 berada pada politop konveks yang dapat digambarkan sebagai berikut.
53
a33
(-3.5,0.5)
z
(-2.5,0.5)
z
b12 (-3.5,-0.5)
(-2.5,-0.5)
Gambar 4.1. Data paramater a33 dan b12 dalam politop konveks Dengan demikian maka matriks ruang keadaan sistem (IV.43) berkembang pada politop konveks
⎪⎧⎛ A Ω = Co ⎨⎜ i ⎩⎪⎝ Ci
Bi ⎞ ⎪⎫ ⎟ , i = 1...4 ⎬ , Di ⎠ ⎭⎪
dengan −1 −1 1⎤ 1⎤ ⎡ −2 3 ⎡ −2 3 ⎢ 0 −1 1 ⎥ ⎢ 0⎥ 0 −1 1 0 ⎥⎥ ⎢ ⎢ A1 = A4 = , A2 = A3 = , ⎢ 0 0 −3.5 12 ⎥ ⎢ 0 0 −2.5 12 ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ 0 0 −4 ⎦ −4 ⎦ ⎣0 0 ⎣0 0 ⎡ −2.5 0.5 −1.2 ⎤ ⎢ 1.3 −1 1 ⎥⎥ ⎢ B1 = B2 = , ⎢ 1.6 2 0 ⎥ ⎢ ⎥ 2 ⎦ ⎣ −3.4 0.1
⎡ −2.5 −0.5 −1.2 ⎤ ⎢ 1.3 −1 1 ⎥⎥ ⎢ , B3 = B4 = ⎢ 1.6 2 0 ⎥ ⎢ ⎥ 2 ⎦ ⎣ −3.4 0.1
⎡ −2.5 1.3 1.6 −3.4 ⎤ ⎡0 0 0⎤ ⎢ ⎥ C1 = C2 = C3 = C4 = ⎢ 0 −1 2 0.1 ⎥ , D1 = D2 = D3 = D4 = ⎢⎢0 0 0 ⎥⎥ . ⎢⎣ −1.2 1 ⎢⎣0 0 0 ⎥⎦ 0 2 ⎥⎦
Metode pemotongan setimbang menghasilkan matriks Gramian keterkendalian dan sekaligus matriks Gramian keterobservasian
54
0 0 ⎡ 6.791 ⎢ 0 4.9863 0 P = Q = Σˆ = ⎢ ⎢ 0 0 3.1440 ⎢ 0 0 ⎣ 0
0 ⎤ 0 ⎥⎥ . 0 ⎥ ⎥ 0.8950 ⎦
Dengan menggunakan algoritma reduksi orde model pada subbab IV.3, untuk reduksi orde model sistem LPV politopik di atas dari orde 4 ke orde 3 didapat
γ r ,2 = 3.7607 , dengan batas toleransi kesalahan 1, dan model tereduksi yang berkembang pada politop konveks ⎧⎪⎛ Ar Ω r ,3 = Co ⎨⎜ 1 ⎜ r ⎩⎪⎝ C3
⎫⎪ B2r ⎞ ⎟ , i = 1...4 ⎬ , D4r ⎟⎠ ⎭⎪
dengan A1r
=
A2r
0 ⎤ 0 ⎤ ⎡ −15.2060 2.2443 ⎡ −15.2060 2.2443 ⎢ ⎥ r ⎢ = ⎢ 1.9673 −0.8512 8.6613 ⎥ , A3 = ⎢ 1.9673 −0.6080 8.6613 ⎥⎥ ⎢⎣ ⎢⎣ 0 0 −5.2727 −2.7048⎥⎦ −5.2727 −2.7048⎥⎦ 0 ⎤ ⎡ −15.2060 2.2443 A4r = ⎢⎢ 1.9673 −0.8512 8.6613 ⎥⎥ ⎢⎣ 0 −5.2727 −2.7048⎥⎦ ⎡ −3.7006 2.8466 −2.8466 ⎤ 0 ⎥⎥ , B1r = B2r = B3r = B4r = ⎢⎢ −1.2615 −1.5768 ⎢⎣ 3.1126 −0.0915 −1.8310 ⎥⎦ C1r
= C2r
= C3r
D1r
= C4r
⎡ −3.7006 −1.2615 3.1126 ⎤ = ⎢⎢ 2.8466 −1.5768 −0.0915⎥⎥ , ⎢⎣ −2.8466 −1.8310 ⎥⎦ 0
=
=
D2r
D3r
=
D4r
⎡0 0 0 ⎤ = ⎢⎢0 0 0 ⎥⎥ . ⎢⎣0 0 0 ⎥⎦
Berikut disajikan perbandingan state x1, x2 , dan x3 sebelum direduksi dan setelah direduksi.
55
Gambar 4.2. Perbandingan state x1 orde penuh dan orde tereduksi
Gambar 4.3. Perbandingan state x2 orde penuh dan orde tereduksi
56
Gambar 4.4. Perbandingan state x3 orde penuh dan orde tereduksi
Sedangkan untuk reduksi orde model sistem LPV politopik di atas dari orde 4 ke orde 2 didapat sub-optimal γ r ,2 = 3.7607 , dengan batas toleransi kesalahan 1, dan model tereduksi yang berkembang pada politop konveks ⎧⎪⎛ Ar Ω r ,2 = Co ⎨⎜ 1 ⎜ r ⎩⎪⎝ C3
⎫⎪ B2r ⎞ ⎟ , i = 1...4 ⎬ , D4r ⎟⎠ ⎭⎪
dengan ⎡ −3.7030 −8.1306 ⎤ ⎡ −3.7030 −8.1306 ⎤ , A2r = A3r = ⎢ A1r = A4r = ⎢ ⎥ ⎥, ⎣ 8.3918 −0.0553⎦ ⎣ 8.3918 −0.0395⎦ ⎡ 3.3363 −0.0981 −1.9625⎤ B1r = B2r = B3r = B4r = ⎢ , 0 ⎥⎦ ⎣ −1.1403 −1.4253 C1r
= C2r
D1r
= C3r
=
D2r
= C4r
⎡ 3.3363 −1.1403⎤ = ⎢⎢ 0.0981 −1.4253⎥⎥ , ⎢⎣ −1.9625 0 ⎥⎦
=
=
D3r
D4r
⎡0 0 0 ⎤ = ⎢⎢0 0 0 ⎥⎥ . ⎢⎣0 0 0 ⎥⎦
57
Perbandingan state x1 dan x2 sebelum direduksi dan setelah direduksi disajikan dalam gambar berikut.
Gambar 4.5 Perbandingan state x1 orde penuh dan orde tereduksi
Gambar 4.6 Perbandingan state
x2
orde penuh dan orde tereduksi
Berdasarkan nilai-nilai singular Hankel yang diperumum dalam matriks Σˆ , meduksi orde sistem LPV politopik (IV.43) dari orde 4 ke orde 3 berarti
58
mengabaikan state yang bersesuaian dengan nilai singular Hankel keempat yaitu 0.8950. Sedangkan meduksi orde sistem LPV politopik (IV.43) dari orde 4 ke orde 2 berarti mengabaikan state yang bersesuaian dengan nilai singular Hankel ketiga dan keempat yaitu 3.1440 dan 0.8950. Dikarenakan selisih nilai singular Hankel ketiga dan keempat lebih kecil dibandingkan dengan selisih nilai singular Hankel kedua dan ketiga, maka mereduksi orde sistem LPV politopik (IV.43) dari orde 4 ke orde 3 menghasilkan sistem tereduksi yang lebih baik dari pada mereduksi orde sistem LPV politopik (IV.43) dari orde 4 ke orde 2. Hal ini juga dapat kita lihat dari gambar 4.2 – 4.6 yaitu meskipun model tereduksi orde tiga dan model tereduksi orde dua sama-sama konvergen pada detik ke- 6, tetapi perilaku masing-masing state pada model tereduksi orde 3 lebih dekat ke sistem asli dibandingkan dengan model tereduksi orde dua.