BAB IV KONSEP PERANCANGAN IV.1.
Konsep Dasar Konsep dasar perancangan Pusat Seni Pertunjukan ini adalah mendesain
suatu bangunan dengan fasilitas pertunjukan yang dapat berfungsi dengan baik secara sistem akustik dan pencahayaan. Bangunan dirancang sesuai dengan konteks kawasan dan berfungsi sebagai bangunan publik yang memiliki hubungan dengan rancangan bangunan Museum Sejarah Bandung di bagian utara lahan perancangan.
IV.2.
Konsep Perancangan Tapak
IV.2.1. Konsep Pemintakatan Secara umum bangunan dibagi menjadi beberapa area, yaitu : •
Area publik, merupakan area yang dapat diakses publik secara bebas dan berada pada bagian utara bangunan. Pada area penonton terdapat fungsi bangunan seperti lobby, cafe dan galeri.
•
Auditorium teater, merupakan area yang dapat diakses oleh penonton, artis maupun pegawai. Di dalamya, area terbagi lagi menjadi area panggung (yang dapat diakses oleh artis dan pegawai) serta area penonton.
•
Area artis, merupakan area yang hanya dapat diakses oleh artis dan pegawai. Area ini memiliki akses yang terpisah dengan area publik. Fungsi yang terdapat di dalamnya seperti backstage, ruang ganti dan rias artis.
•
Area servis, merupakan area yang hanya dapat di akses oleh pegawai untuk keperluan servis bangunan.
Salah satu pendekatan dalam pemetaan fungsi bangunan yaitu dari segi akustik. Menurut P.H. Parkin (1979), tingkat kebisingan yang dapat diterima oleh fungsi bangunan berbeda-beda menurut jenis fungsinya. Untuk teater tertutup jenis teater kecil, tingkat kebisingan yang dapat diterima atau Noise Rating (NR) 20-25. Sedangkan untuk fungsi-fungsi lain, seperti cafe, memiliki NR di bawah 45, parkir NR 35-45, toilet NR 35-40. Sehingga penataan fungsi teater tertutup misalnya, sebaiknya diletakkan pada tempat yang jauh dari kebisingan jalan, sedangkan fungsi cafetaria dan parkir dapat lebih didekatkan pada jalan yang bising.
Dari keadaan yang ada, lahan perancangan dibatasi oleh dua buah jalan. Di sebelah timur site terdapat Jl. Japati yang keadaannya ramai, terutama pada hari libur. Sedangkan di selatan site terdapat Jl. H. Hasan. Jalan ini tebih tenang dibandingkan dengan Jl. Japati. Dari keadaan di atas, dapat diputuskan penempatan teater bagian panggung diletakkan pada bagian selatan lahan. Area ini nantinya akan berdekatan dengan area artis. Selain pendekatan secara akustik, dapat dilakukan juga pendekatan secara fungsi dan hubungan ruang. Peletakan area publik di bagian utara diputuskan dengan tujuan membuat hubungan antara bangunan dengan rancangan Museum yang ada di bagian utara site.
Gambar 4.1. Pemintakatan Fungsi
IV.2.2. Konsep Ruang Luar Untuk menciptakan hubungan bangunan dengan rancangan Museum di bagian utara lahan, dirancang sebuah plaza bersama. Plaza direncanakan sebagai pintu masuk utama bagi pedestrian ke dalam dua bangunan. Plaza diakhiri dengan adanya sebuah amphiteater. Amphiteater tersebut digunakan sebagai tempat pertunjukan outdoor maupun sebagai tempat berkumpul. Selain plaza dan amphiteater, terdapat pula trotoar selebar sepuluh meter, yang menghubungkan keseluruhan bangunan di sepanjang Jl. Japati.
IV.2.3. Konsep Pencapaian, Sirkulasi dan Parkir Beberapa konsep dalam pencapaian, sirkulasi dan parkir dalam rancangan : •
Pencapaian utama ke dalam bangunan terdapat di bagian utara lahan.
•
Meminimalkan terjadinya crossing antara sirkulasi kendaraan dengan manusia. Sirkulasi kendaraan diarahkan ke dalam basement.
•
Area parkir hanya terdapat pada basement, kecuali parkir untuk servis pada bagian selatan bangunan.
IV.3. Konsep Perancangan Massa Bangunan
Gambar 4.2. Perspektif bangunan dari arah Jl. Japati
Massa bangunan yang dirancang dipengaruhi oleh konteks kawasan yang ada. Seperti yang sudah dijelaskan pada bab III.2.1, site bangunan terletak pada sumbu ‘imaginer’ yang menghubungkan Monumen Perjuangan dan Gedung Sate sebagai node-node penting yang ada di kota Bandung. Sumbu tersebut berupa sebuah garis lurus yang hampir sejajar dengan arah utara-selatan. Sumbu dirasakan sangat kuat, terutama karena adanya sebuah taman kota sebagai median jalan yang memanjang mengikuti sumbu ini mulai dari lapangan Gasibu yang tepat berada di utara Gedung Sate sampai pada Monumen Perjuangan. Adanya sebuah sumbu yang sangat kuat, memberikan kesan formal pada kawasan. Hal ini diperkuat dengan adanya fungsi bangunan seperti bangunan pemerintahan (Gedung Sate), kantor dan sebuah monumen kota. Secara keseluruhan, desain bangunan hanya terdiri dari satu massa. Untuk menanggapi konteks kawasan, desain massa bangunan secara keseluruhan berbentuk kotak dan formal mengikuti kesan yang sudah terbentuk pada lingkungan. Orientasi peletakan massa juga mengikuti sumbu ‘imaginer’ yang mengarah utara-selatan. Untuk membedakan fungsi utama (teater tertutup) dengan fungsi lain pada bangunan, dipilih dua buah cara pengatapan yang berbeda. Pada bagian fungsi utama, diberi pengatapan yang melengkung, menerus sampai pada bagian lobby (mengarah utaraselatan). Sedangkan fungsi lain yang berada di sebelah fungsi utama memiliki pengatapan yang berbeda (menggunakan atap miring satu arah). Hal ini dimaksudkan untuk ikut menegaskan sumbu yang ada.
Gambar 4.3. (kiri)Sumbu ‘imaginer’ menghubungkan Monumen Perjuangan di bagian utara dengan Gedung Sate di bagian selatan Gambar 4.4. (atas)Sumbu ‘imaginer’ kawasan mempengaruhi orientasi peletakan massa bangunan
Selain pengaruh dari konteks kawasan, massa bangunan juga dipengaruhi oleh letak lahan yang berada pada persimpangan. Hal ini memberikan kesempatan untuk lebih menampilkan rancangan bangunan karena memiliki dua fasade yang menghadap ke arah jalan. Dari beberapa cara penyelesaian massa bangunan di lahan yang berada pada persimpangan jalan, penyelesaian yang dipilih adalah membuat sebuah massa kecil (ditandai dengan kotak berwarna biru) sebagai bagian dari massa utama yang lebih ‘ditarik ke arah dalam’.
Gambar 4.5. Konsep penyelesaian bangunan sudut : membuat elemen pengakhiran yang ditarik ke dalam (garis biru).
Gambar 4.6. Penyelesaain bagian bangunan yang berdekatan dengan persimpangan jalan
IV.4. Konsep Fasade Bangunan Konsep umum dari fasade bangunan : •
Fasade bangunan dapat mencerminkan adanya sebuah bangunan publik yang berada pada kawasan yang ramai didatangi oleh masyarakat. Sebagai bangunan publik, diharapkan bangunan dapat menyatu dengan lingkungan sekitar. Dengan melihat pada kondisi lingkungan yang ada, lahan bersebelahan dengan perumahan di bagian barat (dengan ketinggian bervariasi sekitar 7-15 meter) dan sebuah rancangan Museum di bagian utara (perkiraan tinggi bangunan sekitar 15 meter). Agar bangunan dapat menyatu dengan lingkungan, ketinggian bangunan harus dijaga. Namun, terdapat fungsi bangunan yang mengharuskan bangunan menjadi lebih tinggi, yaitu pada fungsi teater tertutup. Untuk itu, digunakan elemen horizontal pada beberapa bagian fasade bangunan, misalnya penggunaan kisi-kisi horizontal, untuk mengimbangi elemen vertikal yang sudah ada.
•
Permainan bidang masif-transparan pada fasade, sebagai salah satu cara agar bangunan tetap dapat berkesan terbuka sebagai bangunan publik. Pada area publik seperti lobby, memiliki fasade yang berkesan terbuka (transparan). Namun, pada fungsi bangunan lain yang membutuhkan privasi tinggi, seperti ruang persiapan artis dan panggung, digunakan penyelesaian fasade yang berkesan masif (tertutup).
•
Pengaplikasian ‘seni’ ke dalam desain fasade. Konsep ini terlihat pada beberapa bidang fasade bangunan terutama yang menghadap ke arah Jl. Japati (bagian yang ditandai kotak biru pada gambar 4.7). Bidang-bidang ini dirancang memakai permainan pola tertentu yang diatur sedemikian rupa sebagai bagian pengapresiasi seni. Diharapkan dapat menjadi sebuah penanda bangunan untuk menarik perhatian orang.
Gambar 4.7. Tampak timur bangunan. Terdapat fasade dengan penyelesaian tertentu sebagai elemen Yang dapat menarik perhatian orang yang melewati Jl.Japati.
Gambar 4.8. Tampak utara bangunan
Gambar 4.9. Tampak selatan bangunan
IV.5. Konsep Struktur
Struktur yang digunakan dalam bangunan adalah struktur beton bertulang. Modul kolom yang dipakai adalah 8 meter. Modul tersebut dipakai karena pertimbangan adanya area parkir di lantai basement bangunan, sehingga modul didasarkan dari jarak efisien kolom pada area tempat parkir mobil, yaitu 8 meter. Selain itu, pemilihan modul kolom juga didasarkan pada pertimbangan besaran (ukuran) panggung dan auditorium yang dipakai. Bangunan ini menggunakan dua macam struktur atap yang digunakan. Terdapat pemisahan antara struktur atap yang digunakan pada teater sebagai fungsi utama dengan fungsi bangunan lain. Pemisahan dimaksudkan juga sebagai bagian penegasan terhadap sumbu ’imaginer’ pada kawasan. Digunakan struktur atap baja truss dengan material penutup corrugated alumunium sheet. Untuk fungsi lain yang berada di sebelahnya, memakai struktur atap dak beton.
IV.6. Konsep Interior Teater
Pada teater tertutup, digunakan panel (langit-langit) akustik yang dapat digerakkan panel akustik ini dapat digerakkan sesuai kebutuhan waktu dengung yang diperlukan pada masing-masing pertunjukan sehingga ruang teater dapat menampung kegiatan pertunjukan dengan waktu dengung yang berbeda-beda. Selain itu, dinding dalam teater dapat digunakan sebagai media kreasi dalam desain. Penggunaan material penyerap bunyi jenis resonator rongga memungkinkan adanya permainan pola bidang pada dinding.