BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kegiatan persuteraan alam di Kabupaten Polewali Mandar dilakukan secara terintegrasi oleh kelompok tani di Desa Pallis mulai dari pemeliharaan murbei sampai pertenunan. Kegiatan persuteraan alam di Kabupaten Enrekang dilakukan secara terpisah, kegiatan pemeliharaan murbei dan pemeliharaan ulat sutera dilakukan oleh kelompok tani di Desa Mata Allo kemudian kokon yang dihasilkan dibawa ke UPT Tekstil Enrekang yang terletak di Kelurahan Kalosi untuk dipintal menjadi benang. Benang sutera yang dihasilkan selanjutnya dijual kepada pengusaha pertenunan yang lokasinya berada di luar Kabupaten Enrekang seperti usaha pertenunan Nenek Mallomo yang terletak di Kabupaten Sidrap.
4.1
Kelompok Tani Pallis Kegiatan usaha persuteraan alam yang dilakukan oleh Kelompok Tani Pallis
di Desa Pallis sudah berlangsung sejak tahun 1960-an. Desa Pallis terletak di Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Desa Pallis berada pada ketinggian 250-300 mdpl. Sumber mata pencaharian masyarakat di desa ini antara lain beternak, berkebun kakao, dan memelihara ulat sutera. Kegiatan persuteraan alam sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat di desa ini karena sarung mandar yang dihasilkan merupakan salah satu tradisi adat suku mandar yang memang berasal dari daerah ini.
4.1.1 Budidaya Murbei Daun tanaman murbei merupakan satu-satunya pakan bagi ulat sutera jenis B. mori. Bibit tanaman murbei yang ditanam oleh petani didapat dari kebun bibit murbei yang terletak di Desa Tammangalle, Kecamatan Balanipa. Tanaman murbei yang dibudidayakan oleh petani di Desa Pallis adalah jenis M. cathayana, M. nigra, dan M. multicaulis. M. cathayana memiliki bentuk daun berlekuk dengan ketebalan daun yang tipis dan warnanya hijau muda. M. nigra dikenal juga dengan nama murbei hitam, ujung daunnya lancip dan ukurannya lebih kecil dibanding dengan murbei jenis lain. M. multicaulis dikenal dengan nama murbei
20
besar karena ukuran daunnya yang besar dan bentuknya agak membulat. M. multicaulis banyak ditanam oleh petani karena ukuran daunnya yang besar dan lebar dibandingkan kedua jenis diatas sehingga produksi daunnya lebih tinggi.
Sumber: Balai Persuteraan Alam
Gambar 4 Daun beberapa jenis murbei (kiri ke kanan: M. nigra, M. alba, M. cathayana, M. multicaulis). Pemeliharaan kebun murbei yang dilakukan oleh petani berupa pemupukan dan pemangkasan tanaman murbei. Pemupukan bertujuan untuk meningkatkan kandungan zat hara dalam tanah di sekitar tanaman murbei. Pupuk yang digunakan oleh petani adalah pupuk organik yang berupa pupuk kandang dan pupuk anorganik yang berupa pupuk urea. Setiap selesai periode pemeliharaan ulat, tanaman murbei dipangkas dengan ketinggian 100cm dari atas tanah. Pemangkasan tanaman murbei bertujuan untuk membentuk tanaman dan mengatur produksi daun. Apabila tanaman murbei tidak dipangkas akan menyulitkan dalam proses pengambilan daun karena tanaman akan tumbuh tinggi.
4.1.2 Budidaya Ulat Sutera Kegiatan budidaya ulat sutera (sericulture) bertujuan untuk memproduksi kokon. Ulat sutera yang dipelihara oleh petani merupakan jenis B. mori. Bibit ulat yang dipelihara berasal dari Pusat Pembibitan Ulat Sutera (PPUS) Perum Perhutani di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan seharga Rp 80.000 per boks dengan jumlah telur ulat sebanyak 25.000 telur per boks. Tahapan pemeliharaan ulat dibagi menjadi dua yaitu pemeliharaan ulat kecil (Instar I-III) dan pemeliharaan ulat besar (Instar IV-V). Tahap pemeliharaan ulat kecil dilakukan di unit pemeliharaan ulat kecil atau kandang ulat dengan menggunakan rak pemeliharaan, sedangkan pada tahap pemeliharaan ulat besar petani kemudian memindahkan ulat mereka untuk dipelihara di kolong rumah masing-masing. Ulat yang akan mengokon selanjutnya akan dipindahkan ke alat pengokonan yang
21
berupa mayang kelapa. Lama waktu pemeliharaan ulat hingga panen kokon kurang lebih 30 hari.
(a)
(b)
Gambar 5 Pemeliharaan ulat sutera instar II (a) dan ulat sutera instar V (b). 4.1.3 Pemintalan Benang Kokon yang telah dipanen selanjutnya siap untuk dipintal menjadi benang sutera. Alat pemintal benang sutera yang banyak digunakan oleh petani adalah alat pintal tradisional yang masih diputar dengan tangan. Sebelum dipintal kokon direndam dulu dalam air panas. Untuk mencari ujung benang biasanya petani menggunakan bambu ataupun sikat. Tiap benang biasanya terdiri dari 10-12 serat kokon. Serat tersebut dimasukkan ke penyaring atau mangkok, kemudian ke peluncur, selanjutnya ke tempat penggulung benang (haspel). Benang sutera yang sudah mengumpul di haspel kemudian dikeringanginkan dan diambil dari haspel.
4.1.4 Pertenunan Pertenunan merupakan tahap produksi setelah pemintalan. Sebelum ditenun benang sutera perlu melalui tahapan pemasakan dan pewarnaan terlebih dahulu. Proses pemasakan benang sutera menggunakan bahan berupa sabun netral dan soda abu yang bertujuan untuk menghilangkan serisin yang mungkin masih melekat pada benang. Setelah dimasak benang direndam di dalam larutan tawas selama 24 jam dengan tujuan agar pori-pori benang terbuka (pemordanan) dan siap untuk proses pewarnaan. Proses pewarnaan benang sutera yang dilakukan oleh petani menggunakan zat pewarna alam. Zat pewarna alam didapat dari ekstraksi tumbuhan yang mengandung zat warna seperti kayu secang (Caesalpinia sappan) untuk warna merah, daun mangga (Mangifera indica) untuk warna
22
kuning, dan kulit buah kakao (Theobroma cacao) untuk menghasilkan warna coklat. Benang sutera yang sudah dicelup dalam pewarna alam selanjutnya direndam dalam air yang diberi asam cuka dengan tujuan untuk menguatkan warna. Setelah itu benang dibilas dengan air bersih dan diangin-anginkan hingga kering. Benang yang sudah diberi warna selanjutnya ditenun dengan menggunakan alat tenun tradisional (gedogan) untuk dijadikan kain sarung. Tahapan proses pemasakan dan pewarnaan benang dapat dilihat pada Gambar 6. Pemasakan
Persiapan Bahan Pewarna Alam
Pemordanan Ekstraksi
Pencucian
Penyaringan
Pencelupan
Fiksasi
Perendaman
Penyabunan
Pencucian
Gambar 6 Tahapan proses pemasakan dan pewarnaan benang. 4.2
Kelompok Usaha Bersama Sinar Buntu Kurung Desa Mata Allo terletak di Kecamatan Alla, Kabupaten Enrekang pada
ketinggian 800-1500 mdpl, curah hujan 1500 mm/tahun dan suhu 20oC. Kegiatan persuteraan alam di Desa Mata Allo sudah dilakukan mulai dari tahun 1980-an dan merupakan mata pencaharian utama para petani. Kegiatan usaha persuteraan alam dilakukan secara berkelompok. Jumlah kelompok usaha bersama ulat sutera yang terdapat di Desa Mata Allo berjumlah enam kelompok dengan jumlah anggota dari masing-masing kelompok berkisar antara 20-40 orang. Kelompok Usaha Bersama (KUB) Sinar Buntu Kurung merupakan salah satu kelompok
23
usaha persuteraan alam yang terdapat di Desa Mata Allo. KUB Sinar Buntu Kurung terletak di Dusun To’collo dan diketuai oleh Pak Sukri. Kegiatan pemeliharaan ulat sutera di Desa Mata Allo dalam setahun rata-rata bisa sampai lima kali periode pemeliharaan, hal ini tergantung dari kondisi luasan lahan tanaman murbei yang dimiliki oleh petani.
Gambar 7 Kebun murbei petani di Desa Mata Allo, Kabupaten Enrekang. Kegiatan pemeliharaan ulat sutera meliputi kegiatan pemeliharaan tanaman murbei sebagai sumber pakan, pemeliharaan ulat, hingga pemanenan kokon. Tanaman murbei yang ditanam oleh petani di Desa Mata Allo ada 2 jenis yaitu M. alba dan M. indica. M. alba dikenal dengan nama murbei buah, sifat yang mencolok dari jenis ini adalah ruas batangnya yang pendek dan bentuk daun seperti jenis M. nigra. Kebanyakan petani di Desa Mata Allo lebih memilih untuk menanam jenis M. indica karena daunnya lebih lembut sehingga disukai oleh ulat. Kegiatan pemeliharaan tanaman yang dilakukan oleh petani antara lain pemangkasan, pembersihan gulma, pemupukan, penyemprotan insektisida, dan pemberian pupuk daun. Pemangkasan tanaman murbei yang dilakukan berupa pangkasan rendah dengan ketinggian 5-10cm dari permukaan tanah, setelah dipangkas selanjutnya adalah pembersihan gulma dengan menyemprotkan herbisida. Untuk mengembalikan zat hara yang terkandung dalam tanah perlu dilakukan pemupukan. Pupuk yang diberikan oleh petani berupa pupuk anorganik yaitu pupuk urea dan TSP. Pemeliharaan tanaman selanjutnya adalah pengendalian hama dengan penyemprotan insektisida dan pemberian pupuk daun untuk memicu pertumbuhan produksi daun.
24
(a)
(b)
Gambar 8 Macam-macam tempat pengokonan; frame dari bilah bambu (a) dan seriframe dari plastik (b). Pemeliharaan ulat sutera oleh petani di Desa Mata Allo ada tiga jenis yang pertama bibit yang berasal dari Perum Perhutani Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, kedua bibit yang berasal dari PPUS Candiroto, Jawa Tengah, dan yang ketiga bibit impor yang berasal dari negara Cina. Bibit ulat sutera dikemas dalam boks dengan jumlah telur perboksnya 25.000 butir (100 induk). Bibit ulat sutera diterima oleh petani paling lambat 3 hari sebelum jadwal penetasan yang tertera pada boks, yaitu tanggal 1 setiap bulannya. Ciri-ciri telur ulat sutera yang mau menetas adalah berubahnya warna telur dari kuning menjadi biru hingga berwarna keabu-abuan.
(a)
(b)
Gambar 9 Ulat mulai membuat kokon (a) dan kokon yang sudah dipanen (b). Lama waktu yang dibutuhkan dalam satu kali pemeliharaan rata-rata 30 hari. Tahap penetasan dan pemeliharaan ulat kecil (Instar I-III) dilakukan selama 15 hari sedangkan pemeliharaan ulat besar (Instar IV-V) sampai panen kokon menghabiskan waktu 15 hari. Tahapan proses pemeliharaan ulat sutera dapat
25
dilihat pada Tabel 5. Setelah sekitar lima hari sejak ulat dipindahkan ke tempat pengokonan, kokon sudah dapat dipanen. Apabila kokon terlalu cepat dipanen, pupa masih terlalu muda sehingga mudah pecah dan mengakibatkan kokon menjadi kotor. Sebaliknya apabila pemanenan terlambat, pupa yang ada dalam kokon akan berubah menjadi kupu-kupu dan keluar dengan merusak kulit kokon. Tabel 5 Proses dan waktu pemeliharaan ulat sutera dalam satu periode Hari ke-
Tahapan
Keterangan
1-2
Penetasan telur
-
Dilakukan di kotak penetasan
3-6
Instar I
-
Daun untuk pakan berasal dari pucuk 1-2
-
Pakan dihentikan
-
Setelah bangun ditaburi kapur sesaat sebelum makan
-
Daun untuk pakan berasal dari pucuk 3-5
-
Pakan dihentikan
-
Setelah bangun ditaburi kapur sesaat sebelum makan
-
Daun untuk pakan berasal dari pucuk 6-7
-
Pakan dihentikan
-
Dipindah ke Unit Pemeliharaan Ulat Besar
-
Daun untuk pakan diberikan dengan batangnya
-
Pakan dihentikan
-
Setelah bangun ditaburi kapur sesaat sebelum makan
-
Daun untuk pakan diberikan dengan batangnya
-
Hari ke-5 ulat dipindah ke alat pengokonan
-
Pada alat pengokonan yang berupa anyaman bambu
-
Dipungut dan dibersihkan bila ada kotoran yang
7 8-10 11 12-14 15 16-19 20
Tidur Instar II Tidur Instar III Tidur Instar IV Tidur
21-25
Instar V
26-29
Mengokon
30
Panen Kokon
menempel
Sumber: hasil wawancara dan pengamatan di lapangan
4.3
UPT Tekstil Enrekang UPT Tekstil Enrekang merupakan usaha pemintalan binaan Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulawesi Selatan. UPT Tekstil Enrekang terletak di dusun To’banga, Kelurahan Kalosi, Kecamatan Alla, Kabupaten Enrekang. Usaha ini membeli hasil produksi kokon dari kelompok usaha bersama yang ada disekitar Kelurahan Kalosi dan Desa Mata Allo sebagai bahan baku pemintalan benang sutera. Kokon yang baru didatangkan perlu diberi perlakuan pendahuluan dengan dimasukkan kedalam oven pengering. Proses pengeringan ini bertujuan untuk
26
mematikan pupa yang ada didalam kokon tersebut sehingga kokon lebih awet dan tahan dalam penyimpanan. Kokon dikeringkan selama kurang lebih 2 jam di oven pengering dengan suhu 100oC. Selanjutnya kokon direbus dalam air panas untuk menghilangkan serisin yaitu lapisan luar dari serat sutera, sehingga serat inti bagian dalam (fibroin) mudah keluar dan terpisah menjadi lembaran-lembaran benang sutera. Penyortiran Kokon
Pengepakan
Pengeringan Kokon
Pengeringan Benang
Penggulungan II
Perebusan Kokon
Penggulungan I
Gambar 10 Tahapan proses pemintalan benang. Pemintalan (reeling) merupakan proses penyatuan filamen dari kokon untuk dipintal menjadi benang sutera. Proses pemintalan di UPT Tekstil Enrekang menggunakan mesin pintal semi tradisional. Reeling adalah pemintalan awal dari kokon untuk digulung pada gulungan kecil atau haspel. Setelah benang terkumpul dalam haspel, Tahap selanjutnya dilakukan pemintalan ulang (rereeling) yang bertujuan untuk memindahkan benang sutera yang sudah dipintal dari reel dengan keliling yang lebih kecil ke reel yang lebih besar. Hasil rereeling disebut juga dengan benang rawsilk. Selanjutnya benang dikeluarkan dari gulungan besar untuk dikeringanginkan lalu kemudian dikemas untuk siap dipasarkan. Alur proses produksi benang sutera secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 10.
4.4
Pertenunan Nenek Mallomo Pertenunan Nenek Mallomo terletak di Desa Carawali, Kecamatan
Wattampulu, Kabupaten Sidrap. Usaha Pertenunan Nenek Mallomo merupakan kelompok usaha bersama binaan Disperindag Kabupaten Sidrap. Kelompok usaha bersama ini berdiri sejak tahun 1983 dan saat ini diketuai oleh Hj. Nafisah. Usaha pertenunan ini sebagai salah satu konsumen benang sutera hasil pintalan UPT Tekstil Enrekang. Jenis produk utama yang dihasilkan ada dua yaitu, kain sarung sutera bugis dan kain tenun ikat. Pertenunan merupakan pembuatan kain dari bahan baku benang sutera dengan menggunakan alat tenun. Pertenunan sutera di pertenunan nenek mallomo
27
menggunakan dua jenis alat tenun yaitu alat tenun tradisional (gedogan) dan alat tenun bukan mesin (ATBM). Pada ATBM terdapat dua benang utama yaitu benang lungsi yang dipasang secara vertikal dan benang pakan yang dipasang secara horizontal.
(a)
(b)
Gambar 11 Alat tenun tradisional gedogan (a) dan alat tenun bukan mesin (b). Proses pembuatan kain ikat terdiri dari pembuatan benang pakan dan benang lungsi. Tahap pertama pembuatan benang pakan untuk tenun kain ikat adalah dengan pemaletan. pemaletan merupakan kegiatan menggulung benang pakan pada gulungan palet dengan menggunakan alat kincir secara manual. Gulungan palet adalah gulungan benang pakan yang berukuran lebih kecil dari gulungan kelos yaitu berdiameter satu cm. Kemudian benang sutera yang sudah berada dalam gulungan palet diatur pada rak benang untuk kemudian disejajarkan. Setelah sejajar selanjutnya benang diikat pada tiap-tiap bagian sesuai dengan motif yang diinginkan. Setelah proses pengikatan selanjutnya pemberian warna atau pencoletan. Bagian yang terikat tidak akan terkena warna sehingga ketika ditenun akan memberikan motif. Setelah pewarnaan benang dikeringkan untuk selanjutnya kembali digulung pada gulungan kecil untuk dimasukkan kedalam pistol kayu sebagai benang pakan. Proses pembuatan benang lungsi adalah dengan pengelosan atau penggulungan benang lungsi pada gulungan kelos. Gulungan kelos ini merupakan gulungan benang lungsi yang berdiameter dua cm. Pengelosan dilakukan secara manual dengan tangan menggunakan alat kincir yang diputar. Benang sutera yang berada dalam gulungan kelos selanjutnya digintir pada mesin twist. Proses selanjutnya adalah pencelupan benang sutera pada bahan pewarna. Bahan
28
pewarna yang digunakan merupakan zat warna asam (eronyl). Setelah diwarna benang kembali dipalet untuk kemudian diatur pada rak benang. Kemudian proses selanjutnya adalah penghanian yaitu kegiatan memasukkan dan mensejajarkan gulungan benang dengan pegangan yang sama dalam panjang tertentu. Setelah benang dihani selanjutnya adalah proses pencucukan benang ke dalam mata gun yang berjumlah 3800 pada ATBM. Proses hani dan pencucukan bisa dikerjakan dalam 1-2 hari.
(a)
(b)
Gambar 12 Produk kain sarung sutera mandar (a) dan kain tenun ikat (b). Usaha Pertenunan Nenek Mallomo terletak di pinggir jalan poros antara Kota Makassar dengan Kabupaten Toraja. Usaha Pertenunan Nenek Mallomo sering dikunjungi baik wisatawan lokal maupun mancanegara yang tertarik untuk melihat secara langsung proses pertenunan kain sutera. Wisatawan yang berkunjung juga sekaligus membeli produk hasil produksi yang berupa kain sarung sutera bugis dengan ukuran 0,7x7 meter per lembar kain dan kain tenun ikat yang berukuran 1,5x2,5 meter per lembar kain.