26
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Sub DAS Cikapundung 4.1.1 Letak dan luas Daerah Sungai Cikapundung terletak di sebelah utara Kota Bandung Provinsi Jawa Barat, dan merupakan bagian hulu Sungai Citarum. Secara administrasi pemerintahan ada di Kabupaten Bandung (meliputi : Kecamatan Lembang, Kecamatan Cilengkrang, dan Kecamatan Cimenyan) serta Kota Bandung (meliputi: Kecamatan Cidadap dan Kecamatan Coblong). Luas daerah Sub DAS Cikapundung secara keseluruhan sekitar 40.491,79 ha dengan panjang sungai 975,49 km dan kerapatan sungai 2,41 km/km2 (BPDAS Citarum Ciliwung 2006). Pada bagian hulu terdapat percabangan sungai yang membentuk dua sub sistem DAS, yang terletak di Maribaya. Percabangan ke arah Barat merupakan sub sistem Cigulung meliputi Sungai Cikidang, Cibogo, Ciputri, dan Cikawari. Sedangkan ke arah Timur meliputi Sungai Cibodas, dan Sungai Cigalukguk (USAID 2007).
Sumber : BPDAS Citarum Ciliwung
Gambar 7 Peta Sub DAS Cikapundung, DAS Citarum.
27
4.1.2 Kondisi geografis Berdasarkan analisis peta geologi lembar Bandung yang dinyatakan dalam bentuk irisan memanjang geologi permukaan, daerah hulu Sungai Cikapundung didasari oleh batuan dasar gunung api tua tak teruraikan, bagian hulu tertimbun oleh material gunung api muda tak teruraikan. Hal tersebut dikarenakan daerah hulu Sungai Cikapundung terdiri dari rangkaian pegunungan tinggi (Gunung Tangkuban Perahu dan Bukit Tunggul). Untuk jenis tanah, daerah hulu Sungai Cikapundung terdiri atas jenis tanah : andosol coklat, asosiasi andosol dan regosol coklat, dan latosol coklat (Darsiharjo 2004). Dari segi kelerangan di daerah Sub DAS Cikapundung, terdiri dari kelerengan 0-8% (8.212,82 ha), 15-25% (18.723,60 ha), 25-40% (2.867,88 ha), >49% (10.687,73 ha) (BPDAS Citarum Ciliwung 2006). 4.1.3 Curah hujan Curah hujan berdasarkan pemantauan 6 stasiun (Margahayu, Kayu Ambon, Cemara, Dago Pakar, Lembang, dan Buah Batu) berkisar antara 1500-2400 mm/tahun dengan hari hujan berkisar antara 96-220 hari dan curah hujan maksimum 89 mm (USAID 2007). 4.1.4 Luas dan tata guna lahan Tataguna lahan di Sub DAS Cikapundung meliputi : hutan lahan kering sekunder 5.204,90 ha (12,85%), hutan tanaman 54,39 ha (0,13%), pemukiman 18.615 ha (45,97%), pertanian lahan kering 10.336,63 ha (25,53%), pertanian lahan kering campuran 4.162,35 ha (10,28%), sawah 1.917,65 ha (4,74%), tanah terbuka 200,25 ha (0,49%) (BPDAS Citarum Ciliwung 2006). 4.1.5 Sosial ekonomi penduduk Terdapat kurang lebih 71.875 penduduk yang bermukim di sekitar Sungai Cikapundung dengan tingkat kepadatan menengah ke bawah (Ari 2008). Tingkat pertumbuhan penduduk cukup tinggi dengan sebagian penduduk yang tinggal di wilayah Sub DAS Cikapundung dikelompokkan sebagai penduduk miskin. Untuk mata pencaharian, sebagian besar penduduk bergantung pada sektor pertanian (35,6%), baik bercocok tanam, beternak, maupun berkebun atau wana tani. Pada tingkat pendidikan, masyarakat tersebut masih tergolong rendah karena sebagian
28
besar hanya tamat SD bahkan ada yang tidak pernah sekolah atau tidak tamat SD (USAID 2007). 4.2 Penyedia Jasa Lingkungan Masyarakat Desa Sunten Jaya yang tergabung dalam Kelompok Tani Syurga Air merupakan masyarakat yang bersedia berperan sebagai penyedia jasa lingkungan. Desa Sunten Jaya terletak di Kecamatan Lembang pada ketinggian 1200 m dpl yang memiliki mata-mata air yang potensial sebagai sumber air di daerah-daerah sekelilingnya, termasuk menjadi suplai air untuk Sungai Cikapundung (daerah tangkapan air Sub DAS Cikapundung) yang bermuara ke Sungai Citarum di daerah Dayeuh Kolot. Berdasarkan Profil Desa Sunten Jaya (2009), jumlah mata air yang berada di desa ini sebanyak 6 sumber mata air dalam kondisi baik yang dimanfaatkan oleh 2.068 kepala keluarga. Luas Desa Sunten Jaya 4.556,56 km2 dengan total populasi 7.032 jiwa. Rata-rata penduduk desa ini memiliki mata pencaharian sebagai petani, peternak, pedagang, pegawai negeri, buruh migran, dan jasa ojek. Sebagian besar lahan desa digunakan sebagai lahan pertanian termasuk bercocok tanam di daerah-daerah lereng bukit dengan kemiringan yang cukup tajam, atau sekitar 30° (57,7%) menurut profil desa tahun 2009. Hal tersebut berdampak pada meningkatnya lahan kritis setiap tahun yang hingga saat ini mencapai sekitar 160 ha (Yayasan Peduli Citarum 2011). Sementara untuk kegiatan peternakan sapi perah, sekitar 3000 ekor sapi dimiliki 35% penduduk desa yang bekerja sebagai peternak dengan produksi per hari rata-rata 10-15 liter susu dari tiap ekor sapi. Namun, peternak tersebut memiliki kebiasaan untuk membuang kotoran ternak langsung ke aliran sungai karena aliran sungai tersebut tidak digunakan warga sebagai sumber air bersih (USAID 2007).
Gambar 8 Mata pencaharian mayoritas desa Sunten Jaya sebagai petani sayur dan peternak.
29
Gambar 9 Peta lokasi penyedia jasa lingkungan (Desa Sunten Jaya) Sub DAS Cikapundung, DAS Citarum. 4.3 Pembeli Jasa Lingkungan PT Aetra Air Jakarta merupakan industri pengelola air baku air minum bagi area industri, area bisnis maupun pemukiman penduduk di wilayah operasional Aetra, meliputi Jakarta Timur, sebagian Jakarta Pusat dan Jakarta Utara. Aetra mendapat konsesi untuk melakukan usaha selama 25 tahun berdasarkan Perjanjian Kerjasama dengan Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta (PAM Jaya). Kerjasama ini berlaku efektif sejak tanggal 1 Februari 1998 hingga tanggal 31 Januari 2023. Aetra bertanggung jawab untuk mengelola, mengoperasikan, memelihara, serta melakukan investasi untuk mengoptimalkan, menambah dan meningkatkan pelayanan air bersih di wilayah operasional Aetra, yaitu sebelah timur Sungai Ciliwung yang meliputi sebagian wilayah Jakarta Utara, sebagian wilayah Jakarta Pusat dan seluruh wilayah Jakarta Timur (Anonim2 2011). Sumber air baku PT. Aetra berasal dari Waduk Jatiluhur yang dikelola oleh Perum Jasa Tirta II (PJT II), yang dialirkan ke Jakarta melalui saluran terbuka Kanal Tarum Barat (Kalimalang). Produk utama PT. Aetra adalah air bersih perpipaan. Air didistribusikan ke pelanggan rumah tangga dan industri yang berada di area operasionalnya melalui jaringan perpipaan (PT. Aetra Air Jakarta 2009).
30
Kapasitas produksi air PT. Aetra adalah sebesar 9000 liter/detik dengan standar kualitas
air
minum
sesuai
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
492/Menkes/PER/IV/2010 untuk melayani 386.400 pelanggan (PT. Aetra Air Jakarta 2011). Untuk memproduksi air dengan standar tersebut seringkali PT. Aetra berhadapan dengan masalah kualitas air baku yang buruk. Dari segi standar kekeruhan misalnya, sering kali didapatkan air baku dengan kekeruhan 2.0003.000 NTU, bahkan sampai 28.000 NTU sedangkan stndar kekeruhan untuk kualitas air baku adalah 200 NTU (Kompas 2010). Selain itu dari hasil pengukuran amonia telah mencapai lebih dari 1,7 ppm sedangkan pada kondisi normal hanya berkisar maksimum 0,5 ppm (Anonim 2010).