Bab IV Kondisi Tenaga Kerja Konstruksi
BAB IV KONDISI TENAGA KERJA KONSTRUKSI
4.1
Umum
Tenaga kerja konstruksi merupakan bagian dari sektor konstruksi yang mempunyai peran yang signifikan dalam pembangunan ekonomi nasional. Dalam Analisis Kebutuhan Pelatihan Tenaga kerja Konstruksi, diperlukan pembahasan prospek tenaga kerja konstruksi nasional sebagai salah satu masukan. Pembahasan dilakukan melalui pendekatan kebijakan, pertumbuhan ekonomi, daya serap tenaga kerja, kualifikasi tenaga kerja konstruksi, standar kompetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI) dan kurikulum pelatihan. Untuk kelanjutan pembahasan ini diperlukan analisis kuantitatif berupa proyeksi untuk mendapatkan perkiraan atau trend kondisi yang akan datang. Kondisi perekonomian makro ditunjukkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,1 %. Dengan besaran pertumbuhan ekonomi tersebut Indonesia menempatkan negara yang mempunyai pertumbuhan ekonomi yang stabil bila dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN dan anggota Negara industri G 8. Demikian pula pertumbuhan sektor konstruksi tahun 2007 cukup tinggi mencapai 8,6%.
IV-1
Bab IV Kondisi Tenaga Kerja Konstruksi
Demikian pula kondisi pendapatan perusahaan konstruksi meningkat dari sejak tahun 2003 sampai 2007. Hal ini menunjukkan, perkembangan kegiatan konstruksi cukup memberi peluang untuk menyerap tenaga kerja konstruksi. Akan tetapi bila ditinjau dari kondisi tenaga kerja konstruksi, yaitu tingkat pendidikan dan kualifikasinya masih diperlukan upaya untuk meningkatkan agar dapat memanfaatkan peluang lapangan kerja konstruksi. Analisis situasi pasar kerja dimaksudkan untuk memberi gambaran secara empiris mengenai keadaan karakteristik penduduk terutama yang bekerja dilihat dari struktur lapangan pekerjaan, jenis pekerjaan, status pekerjaan, tingkat pendidikan serta perubahan-perubahan antar waktu. Disamping membahas mengenai karakteristik penduduk bekerja, pada bagian selanjutnya juga dibahas mengenai pola pertumbuhan ekonomi dalam kaitannya dengan perubahan struktur lapangan pekerjaan. 4.2
Komposisi Penduduk Usia Kerja
Seiring perkembangan penduduk, jumlah penduduk usia kerja di DKI Jakarta pada tahun 2008 mencapai 6,92 juta orang yang terdiri 3,40 juta penduduk laki-laki dan 3,52 juta penduduk perempuan. Jika di bandingkan dengan tahun 2007 jumlah penduduk usia kerja ini mengalami sedikit kenaikan sebesar 2,20 persen. Dirinci menurut kegiatan per jenis kelamin, Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan pola kegiatan antara laki-laki dan perempuan. Pada penduduk laki-laki, mereka yang tergolong angkatan kerja memiliki porsi sebesar 79,15 persen terhadap seluruh jumlah penduduk usia kerja laki-laki. IV-2
Bab IV Kondisi Tenaga Kerja Konstruksi
Tabel 4.1 Penduduk Usia Kerja menurut Jenis Kegiatan, 2004 - 2007.
2005
2006
L
2007 P
Angkatan Kerja - Bekerja - Pengangguran
4.100,1 4.181,2 3.497,4 3.565,3 602,7 615,9
4.121,8 3.531,8 590,0
2.643,7 2.304,7 339,0
1.441,3 1.238,3 203,0
4.085,0 3.543,0 542,0
Bukan AK - Sekolah - Mengurus Ruta - Lainnya
2.520,1 666,2 1.621,5 232,4 6.620,2
2.449,9 620,4 1.556,8 272,7 6.571,7
696,5 330,7 34,9 330,9 3.340,2
1.910,9 322,8 1.417,6 170,5 3.352,2
2.607,3 653,0 1.452,5 501,3 6.692,3
Jenis Kegiatan
Total
2004
2.447,6 633,4 1.625,0 189,1 6.628,8
L+P
Sumber : Sakernas 2008, BPS Provinsi DKI Jakarta
4.3
Karakteristik Angkatan Kerja
Seperti terlihat pada Tabel 4.2, jumlah angkatan kerja di DKI Jakarta tahun 2007 mencapai 4,08 juta jiwa, yang terdiri dari 2,64 juta jiwa angkatan kerja laki-laki (64,72 persen) dan 1,44 juta jiwa angkatan kerja perempuan (35,28 persen). Secara umum, angkatan kerja di DKI Jakarta berpola rendah pada usia muda, kemudian mencapai puncak pada usia 25-39 tahun menurun pada usia yang lebih tua.
IV-3
Bab IV Kondisi Tenaga Kerja Konstruksi
Tabel 4.2 Angkatan Kerja menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2005 - 2008 Kelompok Umur 15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 - 54 55 - 59 60 +
2005 219.8 669.4 744.7 711.8 551.3 419.9 319.8 225.6 125 134.4
2006 219.8 669.4 744.7 711.8 551.3 419.9 319.8 225.6 125 134.4
2007 232 636 779.5 703.7 543.8 426.3 295.7 212 128.3 127.8
Tenaga AK
4,121.70
4,121.70
4,085.10
2008 (Satuan orang) L P L+P 103.512 161.65 265.162 347.99 334.84 682.83 531.292 357.24 888.532 497.874 289.395 787.269 375.96 187.967 563.927 284.004 159.159 443.163 225.021 129.116 354.137 167.68 78.613 246.293 112.224 55.204 167.428 105.504 54.863 160.367 2,751.10
1,808.00
4559.108
Sumber : Sakernas 2008, BPS Provinsi DKI Jakarta
4.4
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
Partisipasi penduduk dalam kegiatan ekonomi salah satunya dapat diukur dengan menghitung proporsi penduduk yang masuk dalam pasar kerja atau proporsi angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja. Persentase penduduk yang bekerja terhadap angkatan kerja disebut dengan Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) artinya besarnya peluang seorang calon pekerja untuk menggantikan posisi yang tersedia saat ini dan sebaliknya persentase penduduk yang mencari kerja atau dengan kata lain sedang menganggur terhadap angkatan kerja disebut dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). IV-4
Bab IV Kondisi Tenaga Kerja Konstruksi
Tabel 4.3 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2005 - 2008, Sakernas 2008, BPS Provinsi DKI Jakarta Kelompok Umur 15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 - 54 55 - 59 60 +
2005 30,34 72,33 71,57 68,93 70,55 64,93 69,26 66,82 56,60 38,18
2006 30,40 71,81 69,51 70,71 68,87 69,80 69,36 66,04 51,81 34,26
2007 32,22 67,23 70,39 67,72 68,75 70,68 63,33 60,06 50,00 31,23
DKI Jakarta
63,08
62,72
61,04
L 32,20 78,62 93,51 94,41 93,59 93,24 91,98 83,71 73,34 44,35
2008 P 45,93 64,71 59,72 55,52 47,87 51,56 50,26 39,81 40,00 23,45
L+P 39,38 71,12 76,18 75,08 70,99 72,26 70,61 61,92 57,94 33,98
80,92
51,42
65,92
Sumber : Sakernas 2008, BPS Provinsi DKI Jakarta Ditinjau menurut tungkat partisipasi angkatan kerja tercatat bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) tahun 2008 sebesar 65,92 persen, dimana laki-laki memilki TPAK yang jauh lebih tinggi dibanding TPAK perempuan. Pada tahun 2008, TPAK laki-laki tercatat 80,92 persen, sedangkan TPAK perempuan hanya sebesar 51,42 persen. Dari sisi struktur umur, tingkat partisipasi angkatan kerja baik laki-laki maupun perempuan mengikuti pola umum, yaitu rendah pada usia muda (15-19 tahun), kemudian tinggi pada usia lebih tua (20-49 tahun), dan mulai menurun setelah melewati usia 50 tahun.
IV-5
Bab IV Kondisi Tenaga Kerja Konstruksi
4.5
Kondisi dan Karakteristik Tenaga Kerja Konstruksi 4.5.1
Karakteristik Penduduk Bekerja
Pada umumnya analisis data mengenai kegiatan ekonomi penduduk menitikberatkan pada alokasi angkatan kerja menurut sektor lapangan usaha, tren perpindahan dari satu sektor ke sektor lainnya dan penyebab perpindahan tersebut serta struktur angkatan kerja baik menurut jenis pekerjaan maupun status pekerjaan. Selain itu untuk melihat kualitas sumber daya manusia (SDM) yang masuk dalam angkatan kerja, salah satunya dapat dilihat dengan menganalisis tingkat pendidikan angkatan kerja tersebut. 4.5.2
Penyerapan Tenaga Kerja
Pada umumnya data mengenai kegiatan ekonomi penduduk menitikberatkan pada alokasi penduduk yang bekerja menurut sektor ekonomi (lapangan pekerjaan), status pekerjaan dan jenis pekerjaan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada bagian ini diulas secara singkat mengenai komposisi penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan, status pekerjaan dan jenis pekerjaan, dalam ekonomi perkotaan seperti DKI Jakarta, penduduk yang bekerja di sektor sekunder dan tersier biasanya menempati porsi yang cukup besar. Sektor konstruksi merupakan sektor ekonomi yang berkontribusi cukup besar dalam penyerapan tenaga kerja nasional. Sebagai gambaran, jumlah karyawan tetap yang diserap pada tahun 2003 mencapai 378 ribu IV-6
Bab IV Kondisi Tenaga Kerja Konstruksi
orang dan pada tahun 2007 turun menjadi 372 ribu orang atau turun rata-rata 0,4 % pertahun. Disamping tenaga kerja tetap, penyerapan tenaga kerja harian lepas, seperti tukang batu dan tukang kayu juga berkontribusi sangat besar. Jika pada tahun 2003 penyerapan tenaga kerja harian lepas sebesar 158 juta orang-hari pada tahun 2007 mencapai 384,7 juta orang/ hari.
Sumber : Statistik Konstruksi, BPS, 2008 Gambar 4.1 Jumlah Karyawan Tetap dan Hari-orang Pekerja Harian Lepas Tahun 2003 - 2007. 4.5.3
Tingkat Pendidikan Karyawan
Komposisi penduduk yang bekerja menurut jenjang pendidikan yang ditamatkan dapat menggambarkan kualitas SDM yang masuk dalam angkatan kerja, sekaligus menunjukkan seberapa besar “Human Capital” yang ada di
IV-7
Bab IV Kondisi Tenaga Kerja Konstruksi
wilayah tersebut. Semakin tinggi pendidikan yang ditamatkan oleh penduduk yang bekerja, diasumsikan semakin baik kualitas tenaga kerja tersebut. Secara umum, penduduk yang bekerja di DKI Jakarta memiliki bekal pendidikan yang relatif baik jika dibandingkan dengan Provinsi lain di Indonesia. Lebih dari setengah penduduk yang bekerja, berpendidikan SLTA ke atas (55,70 persen). Jika dibandingkan dengan keadaan nasional pada kelompok pendidikan yang sama, sangat jauh perbedaannya (hanya 22 persen). Dengan demikian tampak bahwa “Human Capital” penduduk DKI Jakarta jauh lebih unggul dibandingkan wilayah lain di Indonesia. Tabel 4.4 Jumlah Karyawan Tetap dan Hari-orang Pekerja Harian Lepas 2005 - 2008 Pendidikan yang Ditamatkan Maksimal SD SLTP SLTA D1 Keatas Jumlah
2005
22,08 21,14 42,60 14,19 100,0
2006
22,00 20,65 41,95 15,40 100,0
2007
24,18 20,11 40,57 15,13 100,0
2008 L 18,33 20,60 44,30 16,77 100,0
P 27,57 21,93 29,54 20,96 100,0
L+P 22,02 21,13 38,41 18,44 100,0
Sumber : Sakernas, BPS Provinsi DKI Jakarta, 2008 Tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator kualitas tenaga kerja. Pada tahun 2003 jumlah tenaga kerja tetap berpendidikan akademi dan universitas sebesar 124,8 ribu orang, pada tahun 2007 naik menjadi sekitar 148,4 ribu IV-8
Bab IV Kondisi Tenaga Kerja Konstruksi
orang. Ini berarti pekerja tetap berpendidikan perguruan tinggi tumbuh sekitar 4,4 % pertahun. Di lain pihak, jumlah tenaga tetap berpendidikan dasar dan menengah sebesar 253,1 ribu orang pada tahun 2003 turun menjadi 223,5 ribu orang pada tahun 2007 atau menurun sekitar 3,1 % per tahun.
Sumber : Statistik Konstruksi, BPS, 2008 Gambar 4.2 Tingkat Pendidikan Karyawan Tetap 2003 - 2007. 4.5.4
Tenaga Kerja Bekerja menurut Sektor Formal dan Informal
Kemampuan tumbuh sektor formal tidak dapat mengimbangi pertumbuhan angkatan kerja, sektor informal menjadi penanggung beban menampung kelebihan tenaga kerja masa datang. Sektor informal membuktikan mampu menciptakan lapangan kerja, telah banyak berjasa membentuk pendapatan IV-9
Bab IV Kondisi Tenaga Kerja Konstruksi
masyarakat. Bank Dunia tahun 1999 merekomendasikan bagaimana memberi perhatian serius membangun kota yang menjadi mesin pertumbuhan dinamis dan tempat tinggal nyaman bagi penduduknya berkait sektor informal, hal ini betul-betul menjadi tantangan. Kelemahan dan keunggulan sektor informal, sektor informal mampu menyerap tenaga kerja kelas apapun dengan mudah, ini memicu migrasi desakota kuat, memunculkan persoalan pelik di kota. Bila lingkungan buruk, seperti lalu lintas semrawut, mendorong berkembang lingkungan pemukiman kumuh dan lingkungan berpendapatan rendah. Dipadukan dengan fasilitas pelayanan umum dapat mengakibatkan permasalahan baru di kota, ini bagian kelemahan sektor ini. Tabel 4.5 Pekerja Formal dan Informal menurut Jenis Kelamin, 2008 Jenis Pekerjaaan
Pekerja Formal
Pekerja Informal
Jumlah
Presentase Informal
Laki - laki Perempuan Jumlah
1.822.861 1.225.610 2.437.889
555.028 391.477 1.617.087
2.437.889 1.617.087 4.054.976
22.77 24.21 23.34
Sumber : Sakernas, BPS Provinsi DKI Jakarta, 2008
IV-10
Bab IV Kondisi Tenaga Kerja Konstruksi
4.5.5
Kualifikasi Tenaga Kerja Konstruksi
Berdasarkan Statistik Profesi Lembaga Jasa Konstruksi Tahun 2009, kualifikasi tenaga ahli sebagian besar berkualifikasi Muda (69 %), dan berturut-turut semakin kecil adalah kualifikasi madya (24 %), Pemula (5 %) dan Utama (2 %). Hal ini menunjukkan bahwa komposisi tenaga ahli, kurang proposional berdasarkan hierarki kualifikasi tenaga ahli.
Sumber : Statistik Profesi, LPJK, 2009 Gambar 4.3 Persentase Tenaga Ahli Berdasarkan Kualifikasi Tahun 2009
Komposisi tenaga terampil menurut Statistik Profesi LPJK tahun 2009, sebagian besar berkualifikasi Tingkat (Tk) I (40%) dan dikuti Tk II (36%), SKT-P (14%) dan Tk-III (10%).
IV-11
Bab IV Kondisi Tenaga Kerja Konstruksi
Sumber : Statistik Profesi, LPJK, 2009 Gambar 4.4 Persentase Profesi Tenaga Terampil Berdasarkan Kualifikasinya 2009.
Hal ini ditunjukan oleh arah pembangunan nasional dan pertumbuhan ekonomi serta pertumbuhan sektor konstruksi. Akan tetapi kuantitas tenaga kerja konstruksi yang berkualitas masih perlu ditingkatkan, agar dapat memanfaatkan peluang kerja di sektor konstruksi. Untuk itu diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja konstruksi melalui pembinaan kompetensi dan pelatihan tenaga kerja konstruksi yang didukung oleh kelembagaan serta peraturan perundang-undangan yang dapat mendorong usaha tersebut. 4.6
Jumlah dan Kualifikasi Pendidikan
Angka-angka dalam Tabel 4.6 di bawah ini menjelaskan bahwa angkatan kerja di Indonesia masih didominasi oleh pekerja dengan tingkat pendidikan dasar. Proporsi tenaga kerja dengan basis pendidikan dasar ini mencapai 94,58%. Sektor konstruksi IV-12
Bab IV Kondisi Tenaga Kerja Konstruksi
dengan karakteristik pekerjaan adalah kasual dan manual akan banyak menyerap tenaga kerja dengan tingkat pendidikan dasar lebih besar. Tabel 4.6 ini juga menjelaskan bahwa proporsi tenaga semi profesional ternyata memiliki proporsi lebih rendah (2,26%) dibanding tenaga profesional (3.13%). Hal ini menengarai bahwa banyak angkatan kerja dengan latar belakang pendidikan Sarjana (S1). Proporsi tenaga kerja Indonesia berdasarkan latar belakang pendidikan ini selanjutnya dimanfaatkan untuk menjustifikasi proporsi tenaga kerja konstruksi yaitu pekerja, semi profesional dan profesional. Tabel 4.6 Persentase Jumlah Penduduk yang Bekerja menurut Pendidikan Jenis Tenaga Kerja
Pekerja
Semi Profesional Profesional
Tingkat pendidikan Tdk/blm tamat SD SD SLTP Umum/SMP SLTA Umum/SMU SLTA Kejuruan/SMK Diploma I/II Akademi/Diploma III Universitas Total
Tahun 2005 2006 2007 2008 131,7 127,2 154,4 234,9 761,7 751,9 775,9 246,0 862,9 826,1 837,6 944,1 1.108,4 1.104,6 1.112,5 998,3 740,5 696,5 593,9 818,584 51,5 53,1 53,4 64,5 186,8 187,6 179,5 192,2 337,6 374,8 367,8 560,2 4.181,2 4.121,8 4.085,0 4.559,1
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2008 Pendidikan merupakan proses terhadap suatu pemahaman materi yang dapat dilakukan secara formal maupun non formal. Pendidikan yang diadakan di Indonesia dibagi menjadi pendidikan formal yang terdiri dari pendidikan strata dan diploma IV-13
Bab IV Kondisi Tenaga Kerja Konstruksi
sedangkan pendidikan non formal dilakukan melalui pendidikan-pendidikan profesional, Lembaga Pendidikan Ketrampilan. Perkembangan industri jasa konstruksi yang melaju dengan pesat dan cepat, seiring dengan perkembangan teknologi dan kondisi krisis serta tantangan yang muncul, seperti kecenderungan perekonomian yang berbasis informasi dan kecenderungan teknologi, secara global yang pasti menuntut pengembangan perguruan tinggi di Indonesia untuk dapat berperan aktif dalam memanfaatkan peluang, yaitu dengan mengisi kebutuhan tenaga kerja di pasar global melalui lulusan-lulusannya yang berdedikasi tinggi, berkualitas serta berwawasan global. Kecenderungan adanya suatu tuntutan dari pasar kerja global tentang penentuan kualifikasi seorang lulusan untuk berpartisipasi di dunia kerja, dari tahun ke tahun semakin selektif dan ketat. Oleh karena itu semua institusi pendidikan tinggi di Indonesia sejak awal sudah harus mampu mengantisipasi dengan melakukan pembenahan diri, mulai dari penguatan program studi, yaitu menggunakan Kurikulum berbasis kompetensi, memberikan perhatian terhadap peningkatan kualitas mahasiswa (skilled improvement) hingga penempatan kerja lulusannya (job placement).
IV-14
Bab IV Kondisi Tenaga Kerja Konstruksi
4.7
Faktor Pendukung Penciptaan Lapangan Kerja Sektor Konstruksi 4.7.1
Pertumbuhan Ekonomi
Kinerja perekonomian DKI Jakarta tahun 2002-2006 menujukkan prestasi yang cukup menggembirakan setelah dalam lima tahun sebelumnya sempat terpuruk akibat krisis multidimensional yang berkepanjangan. Keberhasilan ini tidak terlepas dari kondisi politik nasional yang relatif stabil pasca krisis. Sebagai pintu gerbang negara, Jakarta memiliki peran yang cukup besar terhadap Perekonomian Nasional. Dilihat dari nilai Produksi Domestik Regional Bruto (PDRB), peranan Jakarta terhadap Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) nasional mencapai 16-17 persen. dengan demikian, Jakarta menjadi penyumbang terbesar PDB dibanding provinsi-provinsi lain di Indonesia. Oleh karenanya kondisi perekonomian nasional sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian Jakarta. Pertumbuhan ekonomi nasional 2007 ditunjukkan oleh PDB atas dasar konstan tahun 2000 meningkat, yaitu sekitar 6,3 % jika dibandingkan dengan tahun 2006 yaitu 5,5%. Pertumbuhan PDB tanpa migas di tahun 2007 yaitu 6,9 % dari 6,1 % pada tahun 2007. Pertumbuhan tanpa migas sebesar 6,9 % tersebut, lebih tinggi dari PDB total. Hal ini menunjukkan semakin meningkatnya sektor-sektor di luar migas dalam perekonomian nasional.
IV-15
Bab IV Kondisi Tenaga Kerja Konstruksi
Sumber : Pendapatan Nasional Indonesia 2004 - 2007, BPS, 2009 Gambar 4.6 Grafik Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2007. Perbandingan dengan Negara lain, Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil. Berdasarkan laporan Sekretariat ASEAN, beberapa Negara anggota
ASEAN
memperlihatkan
perkembangan
yang
cukup
mengembirakan. Pertumbuhan ekonomi lima Negara anggota ASEAN, yaitu : Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand secara keseluruhan mencapai 6 % pada tahun 2006, meningkat bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya sekitar 5,6% . Dibandingkan Negara industri tergabung dalam Grup 8 (G8) berdasarkan laporan Bank Dunia, Indonesia memiliki pertumbuhan relative tinggi padat tahun 2006 dalam angka persentase. Jepang merupakan Negara industri IV-16
Bab IV Kondisi Tenaga Kerja Konstruksi
terbesar di kawasan Asia pada tahun 2006 hanya tumbuh 2,2 %, sedikit lebih tinggi dari tahun sebelumnya 1,9 %. Amerika Serikat yang merupakan Negara industri maju dan pasar terbesar bagi ekspor semua Negara di dunia memiliki pertumbuhan relatif rendah yaitu sekitar 3,2 % pada tahun 2005 dan 2,9 % tahun 2006.
Sumber : Pendapatan Nasional Indonesia 2004 - 2007, BPS, 2008 Gambar 4.7 Pertumbuhan Ekonomi Dunia Tahun 2006.
4.7.2
Perkembangan PDRB Sektor Konstruksi
Pertumbuhan sektor konstruksi pada tahun 2007 cukup tinggi yaitu mencapai 8,6 %, lebih tinggi bila dibanding dengan pertumbuhan tahun 2006 yaitu sekitar 8,3 %. Prospek sektor ini dimungkinkan cukup bagus, terutama dengan proyek baru dalam pembangunan infrastruktur di berbagai sektor. Besar IV-17
Bab IV Kondisi Tenaga Kerja Konstruksi
sumbangan sektor konstruksi terhadap PDB sekitar 7,5 % di tahun 2006 dan naik menjadi 7,1 % pada tahun 2007 (dapat dilihat pada Gambar 4.8).
Sumber : Pendapatan Nasional Indonesia 2004 - 2007, BPS, 2008 Gambar 4.8 PDRB dan Distribusi Sektor Konstruksi Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi nasional 2007 ditunjukkan oleh PDB atas dasar konstan tahun 2007 meningkat, yaitu sekitar 6,3 % jika dibandingkan dengan tahun 2006 yaitu 5,5%. Pertumbuhan PDB tanpa migas di tahun 2007 yaitu 6,9 % dari 6,1 % pada tahun 2007. Pertumbuhan tanpa migas sebesar 6,9 % tersebut, lebih tinggi dari PDB total. Hal ini menunjukkan semakin meningkatnya sektor-sektor di luar migas dalam perekonomian nasional, termasuk sektor konstruksi (Pertumbuhan ekonomi Nasional dapat dilihat pada Gambar 4.7) IV-18
Bab IV Kondisi Tenaga Kerja Konstruksi
4.7.3
Pendapatan Bruto dan Pengeluaran Sektor Konstruksi
Nilai pendapatan bruto sektor konstruksi sejak tahun 2003 sampai tahun 2007 selalu mengalami peningkatan. Pada periode tersebut rata-rata pertumbuhan pertahun mencapai 20,1%. Pada tahun 2003 pertumbuhan pendapatan bruto meningkat mencapai 11.4 %, tahun 2004 terjadi peningkatan sangat cepat sebesar 48 %, tahun 2005 meningkat sebesar 18,4 %, dan data sementara tahun 2007 diperkirakan meninkat 4,1 %. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Sumber : Statistik Konstruksi, BPS, 2008 Gambar 4.9 Pendapatan Bruto dan Pengeluaran Perusahan Konstruksi 2003 - 2007.
IV-19
Bab IV Kondisi Tenaga Kerja Konstruksi
4.7.4
Sumber Pembiayaan Pekerjaan Konstruksi
Sejalan dengan diperlakukan otonomi daerah, sejak tahun 2003 proyekproyek konstruksi yang dibiayai dari APBD cenderung meningkat. Pada tahun 2003 APBD berkontribusi sebesar 44,1 % dan pada tahun 2007 menurun menjadi 29,9%.
Sumber : Statistik Konstruksi, BPS, 2008 Gambar 4.10 Sumber Dana Pekerjaan Konstruksi tahun 2003 - 2007
IV-20
Bab IV Kondisi Tenaga Kerja Konstruksi
4.8
Distribusi SDM Konstruksi
Kondisi dilapangan menunjukkan bahwa adanya potensi dari SDM pelaku jasa konstruksi untuk dapat bersaing secara global dan sehat. Secara performance menunjukkan keinginan untuk meningkat dan dapat bekerja secara professional dibidangnya. Beberapa kondisi dan situasi yang terjadi yang mungkin juga sudah menjadi suatu sistem yang justru menghambat perkembangan SDM pelaku jasa konstruksi di daerah. Berdasarkan data statistik asosiasi pembinaan jasa konstruksi prosentase pengusaha pada kelas kecil lebih mendominasi persaingan. Jumlah tenaga ahli yang menangani dalam proyek hanya sekitar 30% dan sisanya merupakan seseorang yang berkiprah pada usaha jasa konstruksi tanpa dasar atau latar belakang teknis. Persaingan yang terjadi merupakan persaingan tidak sehat dimulai dari sistem kualifikasi yang kurang memenuhi standar dan sistem pelelangan yang tidak transparan. Sifat perusahaan kecil bisa dilihat dari modal yang terbatas, kurang tersedianya tenaga ahli dan terampil, membuat penawaran yang tidak komplit serta banyak mengandalkan kolusi, korupsi dan nepotisme supaya memperoleh proyek. Tidak profesionalnya pengusaha-pengusaha tersebut menyebabkan adanya dugaan banyak bangunan gedung, irigasi dan jalan cepat rusak yang merugikan masyarakat.
IV-21
Bab IV Kondisi Tenaga Kerja Konstruksi
Sistem otonomi daerah membawa dampak pada perkembangan jasa konstruksi, yakni proyek-proyek berkumpul dan dikelola oleh daerah. Pengendalian pelaksanaan pekerjaan rawan akan kegiatan manipulasi. Keberadaan tenaga teknis di lapangan, bisa dinilai sangat kurang. Hal ini dikarenakan kontraktor tidak bersedia mengalokasikan biaya untuk tenaga ahli. Tabel 4.7 Jumlah Tenaga Sektor Konstruksi Berdasarkan Jenis Kelamin Tiap Provinsi wilayah DKI Jakarta No. 1
PROVINSI DKI Jakarta
Tenaga Kerja Konstruksi 162.717
Pencari Kerja Laki - Laki Perempuan 1.097.000
-
Sumber : Statistik Profesi, LPJK, 2009
IV-22