FAKTOR PENGARUH DALAM PENGELOLAAN TENAGA KERJA INDONESIA SEKTOR KONSTRUKSI SEBAGAI TENAGA KERJA MIGRAN Henny Pratiwi Adi1, M. Agung Wibowo2 ABSTRACT Labour is one of important element that influencing continuity and execution fluency of of construction project. The requirement of construction sector labour in a state, sometimes is insufficient to fulfilled from inside of state, so they need to requires labour from other state (migrant labour). The labour that have a high quality will yield a high quality of goods and service. Labour with high quality is one of key to win competition in market Internasional. Construction labour with good quality, requeris a good management also. Problems of Indonesian construction labour must be seen from two sides that is from within country as supplier and from outside country as user. This research aim to identify management problems of labour from inside country and gets image of existing condition the TKI management in construction sector delivery by Indonesia Labour Service Firm (PJTKI). Data collecting is done by interview and spreading of questionaire by PJTKI in Central Java which still be active sends of construction labours to Malaysia. Processing and analizing data done with Structural Equation Modelling ( SEM) method with software Smart Partial Least Square ( Smart PLS). Based on the result of analysis, the problems of Indonesian construction labour management are (1) the low of quality of human resource sent as Indonesian construction labours, (2) The training of work skill for construction labours frequently is not executed by PJTKI as company in charge to recruit, trains and sends construction labours, (3) implementation of policys about construction labours uncommitts carefully and (4) The coordination between institutes related to management of TKI in construction sector has not intertwined carefully. The factors that influencing success of management of construction labours are availibility of human resource, the training of work skill, the training institute of work skill and policy about TKI in construction sector. The dominant factor that influencing to result of management of TKI in construction sector is policy about TKI in construction sector ( T value = 2,381).
Keywords : management, migrant labour, construction sector
1
Jurusan Teknik Sipil, FT Universitas Islam Sultan Agung Jl. Raya Kaligawe KM 4, Semarang
[email protected], 08164893982 2 Jurusan Teknik Sipil, FT Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang
1
PENDAHULUAN
digantikan oleh peralatan / mesin. Peluang kerja yang tersedia bagi tenaga kerja asing
Memasuki era globalisasi yang akan mulai
nantinya adalah tenaga kerja yang memiliki
berlangsung pada Tahun 2014, tenaga kerja di
keterampilan
sektor konstruksi dihadapkan pada persaingan
kompetensi
untuk mendapatkan pekerjaan pada proyek
Keterampilan
konstruksi di dalam negeri maupun di luar
merupakan bagian dari kompetensi kerja.
negeri. Dalam kaitannya dengan globalisasi
Peningkatan kompetensi kerja akan berdampak
pasar kerja, tantangan bagi tenaga kerja
pada tingkat keterampilan, tingkat upah dan
Indonesia
dibandingkan
daya saing dengan tenaga kerja dari negara
negara
lain (Furqan, 2007).
jauh
dengan
lebih
tenaga
besar
kerja
dari
lain.
kerja
(skilled)
pada dan
memiliki
bidang
kerjanya.
pengetahuan
kerja
Tantangan yang dihadapi menyangkut kualitas
Diharapkan
yang rendah yang ditunjukkan oleh attitude,
menganalisis seluruh komponen yang terlibat
skill dan kemampuan yang sangat rendah
dari
(Simanjuntak, 2004).
pengiriman, akan didapatkan suatu model
Indonesia saat ini merupakan negara yang
pengelolaan
TKI
memiliki
berguna
bagi
jumlah
konstruksi
tenaga
yang sangat
kerja
di
bidang
besar. mengingat
dengan
dan
proses
mengindentifikasi
rekruitmen,
sektor
pelatihan,
konstruksi
perbaikan
dan dan
yang sistem
penyelenggaraan secara menyeluruh, untuk
sempitnya lapangan kerja di Indonesia, maka
meningkatkan
daya
tenaga kerja konstruksi Indonesia kemudian
konstruksi. Peluang kerja yang tersedia di
berusaha mencari pekerjaan ke negara-negara
Malaysia juga dapat dimanfaatkan secara
yang memiliki peluang kerja lebih besar
optimal
(Kasim, 2003). Adapun negara yang paling
permasalahan ketenaga kerjaan khususnya di
banyak dituju oleh TKI sektor konstruksi adalah
sektor konstruksi.
serta
saing
berpengaruh
TKI
positif
sektor
pada
Malaysia. Menurut penelitian Abdul-Aziz (2001) pada sektor konstruksi di Malaysia, jumlah
TENAGA KERJA MIGRAN
tenaga kerja asing adalah 130.130 orang, dimana 92.805 orang (71,3%) adalah TKI.
Tenaga kerja migran adalah orang yang
Berdasarkan tingkat keterampilan kerja, 50,1%
bermigrasi dari wilayah kelahirannya ke tempat
tenaga kerja dari Indonesia yang bekerja di
lain dan kemudian bekerja di tempat yang baru
sektor konstruksi termasuk
tersebut dalam jangka waktu relatif menetap
dalam golongan
unskilled.
(Suharto, 2005). Pekerja migran mencakup
Majid (2007) menyatakan bahwa pada Tahun
sedikitnya dua tipe yaitu pekerja migran
2015 pemerintah Malaysia akan mengurangi
nasional dan pekerja migran internasional.
tenaga
konstruksi
Pekerja migran internasional adalah mereka
sebanyak 20 %. Proyek konstruksi di Malaysia
yang meninggalkan tanah airnya untuk mengisi
akan
penggunaan
pekerjaan
mengurangi
pengertian ini menunjuk pada orang Indonesia
ketergantungan kepada tenaga kerja asing.
yang bekerja di luar negeri atau yang dikenal
Kebijakan ini akan menyebabkan penurunan
dengan istilah Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
kebutuhan terhadap tenaga kerja karena akan
(Muhidin dkk, 2003).
kerja
asing
mengarah
peralatan/mesin
di
proyek
pada untuk
di
negara
lain.
Di
Indonesia
2
c.
Berdasarkan keterampilan yang dimiliki,
skilled labour yaitu tenaga kerja yang
tenaga kerja dikategorikan dalam unskilled
memiliki keterampilan pada suatu bidang
labour, semi skilled labour dan skilled labour.
kerja khusus atau spesifik.
Adapun definisi dari masing-masing kategori tersebut (www.answer.com, 2007) : a.
BIDANG
unskilled labour yaitu tenaga kerja yang
PEKERJAAN
TENAGA
KERJA
INDONESIA (TKI)
tidak memiliki keterampilan pada suatu Berbagai bidang pekerjaan di luar negeri
bidang kerja. b.
seperti penata laksana rumah tangga, supir,
semi skilled labour yaitu tenaga kerja
pekerja ladang, pekerja konstruksi dan lain
yang memiliki beberapa keterampilan tetapi
tidak
cukup
mengerjakan
terampil
pekerjaan
sebagainya banyak diminati oleh TKI. Tabel 1
untuk
pada
berikut menampilkan data
suatu
jumlah TKI di
kawasan Asia Pasifik, Amerika dan Eropa
bidang kerja khusus atau spesifik.
berdasarkan posisi pekerjaan di Tahun 2004.
Tabel 1 Jumlah TKI di Kawasan Asia Pasifik, Amerika dan Eropa Tahun 2004 NEGARA PENEMPATAN TKI NO
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
JENIS JABATAN
MALAYSIA
SINGAPURA
BRUNAI D
HONGKONG
TAIWAN
L
L
L
L
L
P
P
P
P
P
KORSEL
JEPANG
BELANDA
L
L
L
P
P
P
AMERIKA PERANCIS L
P
L
JML
P
PLRT Sopir Pribadi Konstruksi Cleaning Service Pekerja Ladang Operator Penjahit Elektronik Trainee ABK Perawat Mekanik
483 96 5521 142 50303 6113 0 0 0 0 0 0
21163 0 0 131 24344 17612 1151 116 0 0 0 0
25 0 0 0 0 8 0 0 0 0 0 0
9068 56 508 0 0 0 0 9 0 0 6 0 0 0 0 30 1020 2007 0 1162 1014 0 260 459 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0
0 14181 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
32 13 0 37 0 0 0 0 2 0 25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 775 145 2022 455 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 369 16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 85 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 17 3 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
45567 98 5557 279 74647 30187 3327 837 385 102 3 2
JUMLAH
62658
64517
33
9098 2515 3988
2 14181 14991 969 2575 508
85
0
0
3 17
0
0
1
160991
(Sumber : Direktorat Jenderal PPTKLN, Depnakertrans, 2005)
Jenis pekerjaan yang banyak diminati oleh TKI di kawasan Asia Pasifik, Amerika dan Eropa adalah pekerja ladang, pekerja konstruksi, operator dan PLRT. Adapun negara yang paling banyak menggunakan TKI adalah Malaysia.
TENAGA KERJA MALAYSIA
INDONESIA
(TKI)
DI
3D, yang maksudnya dirty (kotor), difficult (sulit), dan dangerous (berbahaya).
Secara umum bisa dikatakan tenaga kerja
Bermacam lapangan kerja yang terbuka lebar
asing di Malaysia, termasuk TKI, menangani
bagi tenaga kerja asing di Malaysia, seperti
pekerjaan yang dijauhi kebanyakan warga
pembantu rumah tangga, supir, pekerja ladang,
Malaysia. Pekerjaan disebut pekerjaan kategori
cleaning service, operator, dan konstruksi
3
(Marzuq, 2005; Kasim, 2003; Tjiptoherijanto,
baik
di
sektor
konstruksi
maupun
1997 ). Tabel 2 berikut ini menampilkan jumlah
konstruksi dari Tahun 1992-1995.
non
tenaga kerja asing yang bekerja di Malaysia, Tabel 2 Jumlah Tenaga Kerja Asing di Malaysia
Negara Asal
Jenis Pekerjaan Konstruksi Non-Konstruksi Jumlah % Jumlah % 92.805 71,3 183.244 62,1 26.484 20,4 62.627 21,2 1.160 0,9 28.968 9,8 6.342 4,9 16.474 5,6 1.121 0,9 927 0,3 2.218 1,7 2.644 0,9 130.130 100 294.884 100
Indonesia Bangladesh Filipina Thailand Pakistan Lainnya Total
Total Jumlah 276.049 89.111 30.128 22.816 2.048 6.910 425.014
% 65,0 21,0 7,1 5,4 0,5 1,1 100
(Sumber : Abdul-Aziz, 2001)
Berdasarkan Tabel 2 di atas tampak bahwa
Malaysia adalah 950.656 orang dengan jenis
jumlah tenaga kerja baik konstruksi maupun
pekerjaan adalah pekerja ladang ( 40%),
non konstruksi asal Indonesia di Malaysia
pembantu rumah tangga (32%), konstruksi
menduduki
(10%), pekerja pabrik (9%), pertanian (4%)dan
mencapai
jumlah
paling
banyak,
yaitu
65% dari total pekerja asing di
sektor jasa (5%).
Malaysia. Sedangkan menurut hasil penelitian Furqan (2007) menunjukkan bahwa bahwa sampai dengan tanggal 31 Januari 2006, jumlah TKI di pekerjaan yang dilakukan oleh TKI sektor TKI SEKTOR KONSTRUKSI DI MALAYSIA
konstruksi adalah tukang plester, tukang cat,
Pada umumnya TKI sektor konstruksi di
tukang besi, tukang pipa, tukang kayu dan
Malaysia memulai kerja sebagai pembantu
pembantu tukang (Furqan, 2007). Prosentase
tukang,
dari bidang pekerjaan ini ditampilkan pada
baru
kemudian
mendapatkan
spesialisasi bidang pekerjaan. Adapun bidang
Gambar 3.
Tukang Kayu 21% Pembantu Tukang 48%
Tukang Cat 4% Tukang Plester 4% Tukang Pipa 10% Tukang Besi 13%
4
Gambar 3 Bidang Pekerjaan TKI sektor konstruksi di Malaysia (Sumber : Furqan, 2007)
Ditinjau dari aspek pendidikan, kualitas tenaga
Ditinjau dari aspek keterampilan TKI sektor
kerja sektor konstruksi di Indonesia masih
konstruksi yang bekerja di Malaysia, rata-rata
rendah, dari 4.000.000 tenaga kerja sektor
memiliki tingkat keterampilan yang rendah
konstruksi, 58,6% berpendidikan SD ke bawah,
(unskilled
36,5% berpendidikan SLTP/SMU serta 4,9%
prosentase TKI sektor konstruksi di Malaysia
berpendidikan
berdasarkan keterampilannya secara grafis
Diploma/Universitas
(BPS,
2004).
dan
semi
skilled).
Adapun
dapat dilihat pada Gambar 4.
60 50 40 30 20 10 0 Filipina
Thailand
Unskilled
Myanmar
Semi-Skilled
Indonesia
Skilled
Bangladesh
Supervisor
Gambar 4 Prosentase Tingkat Keterampilan TKI Sektor Konstruksi (Sumber : Abdul-Aziz, 2001)
Berdasarkan Gambar 4 di atas, tampak bahwa
adalah menetapkan standar kompetensi kerja
tenaga
keterampilan/keahlian tenaga kerja konstruksi
kerja
prosentase
konstruksi
terbesar
dari
berada
Indonesia pada
level
menurut bidangnya masing-masing.
unskilled (50,1%), sedangkan yang memiliki
Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP)
keahlian di tingkat supervisor hanya 1,5% dan
telah
berada di bawah level tenaga kerja konstruksi
profesi untuk perawat, pelaut, perhotelan, dan
dari Filipina dan Thailand.
konstruksi. Mulai tahun 2007, para pekerja jasa
menyusun
standardisasi
kompetensi
konstruksi harus bersertifikat. Dengan memiliki KOMPETENSI TKI SEKTOR KONSTRUKSI
sertifikat,
hasil
pekerjaan
dipertanggungjawabkan Peningkatan
kemampuan
tenaga
kerja
konstruksi memerlukan upaya pembinaan yang berkelanjutan agar menghasilkan tenaga kerja yang produktif dan kompeten. Hal ini dapat dilakukan dengan peningkatan keterampilan dan keahlian melalui pelatihan yang berbasis pada kompetensi (Competency Based Training /CBT).
Dengan
konsep
pembinaan
yang
terarah, maka langkah yang perlu dilakukan
akan
secara
bisa teknis,
sehingga para konsumen atau pengguna jasa mereka
terlindungi.
para
pekerja
akan
memperoleh pengetahuan yang diperlukan dalam menjalankan profesinya. Selama ini, sebagian besar TKI bekerja hanya berdasarkan pengalaman.
Supaya
memperoleh
hasil
pekerjaan yang baik dan benar, TKI harus dibekali ilmu yang bisa mendukung tercapainya kualitas pekerjaan.
5
Saleh (2004) menyatakan, agar kompetensi
permasalahan
tersebut.
Pengelolaan
tenaga kerja memperoleh pengakuan secara
sektor konstruksi melibatkan berbagai faktor,
nasional maupun internasional, ada 4 (empat)
antara lain :
faktor yang mempengaruhinya, yaitu :
sumber daya manusia
a. Sumber daya manusia profesional sesuai
proses
dengan tuntutan pasar kerja internasional
Lembaga
diklat
profesi
dan
lembaga
peraturan
perundangan
dan
/
kebijakan
kebijakan yang mendukung kualitas TKI sektor konstruksi
sertifikasi kompetensi yang terakreditasi d. Perangkat
(seleksi
pelatihan kerja)
b. Proses pelatihan keterampilan c.
pelatihan
TKI
lembaga pelaksana pelatihan kerja TKI sektor konstruksi Penelitian
ini
bertujuan
untuk
Keempat hal tersebut saling berkaitan dalam
menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh
pencapaian kompetensi tenaga kerja yang
terhadap pengelolaan TKI sektor konstruksi,
harus dipenuhi dari sisi dalam negeri (internal),
dan selanjutnya akan dianalisis hubungan
dalam upaya pemanfaatan kesempatan kerja di
antara faktor-faktor tersebut dengan hasil
luar negeri. Sedangkan dari sisi luar negeri
pengelolaan
(eksternal), negara yang menyediakan jasa
pengelolaan TKI sektor konstruksi ini akan
tenaga kerja konstruksi, harus memperhatikan
ditinjau dari kondisi TKI sektor konstruksi saat
faktor kebutuhan atau permintaan pasar yang
ini dengan paramater :
menggunakan jasa tenaga kerja tersebut.
TKI
sektor
konstruksi.
Hasil
tingkat ketersediaan tenaga terampil (skill labour) tingkat keterampilan kerja
METODE PENELITIAN
tingkat upah tingkat permintaan terhadap TKI sektor
Kerangka Pikir
konstruksi
Program pengiriman TKI sektor konstruksi ke Malaysia saat ini memerlukan suatu kajian secara
menyeluruh,
mengingat
adanya
beberapa permasalahan, antara lain : rendahnya kualitas TKI sektor konstruksi
o
kurang memadainya proses penyiapan kualitas TKI sektor konstruksi
kualitas
pengisian kuesioner pada 15 (lima belas) (PJTKI) yang ada di Jawa Tengah yang masih aktif mengirimkan TKI sektor konstruksi ke Malaysia.
kurangnya dukungan kebijakan dalam peningkatan
Data didapatkan melalui wawancara serta
Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia
o
o
tingkat kepuasan pengguna jasa
TKI
sektor
Alur kerangka berpikir dalam bagan dapat dilihat pada Gambar 5.
konstruksi o
kurangnya dukungan lembaga pelatihan keterampilan dalam penyiapan kualitas TKI sektor konstruksi. Oleh sebab itu perlu dianalisis sistem
pengelolaan menyebabkan
yang
ada
munculnya
saat
ini
yang
permasalahan-
6
Permasalahan TKI sektor konstruksi Rendahnya kualitas & kompetensi Kurang memadainya penyiapan kualitas & kompetensi Kurangnya dukungan kebijakan dalam peningkatan daya saing Kurangngnya dukungan lembaga ketrampilan dalam penyiapan skill TKI sektor konstruksi
o o o o
o Analisis Sumber Daya Manusia o o o o o
Tingkat pendidikan Pengalaman kerja Ketrampilan kerja Kelengkapan persyaratan Upah & fasilitas kerja
Analisis Pelatihan Kerja o o o o o
Evaluasi Hasil Pengelolaan TKI sektor konstruksi ditinjau dari parameter kondisi TKI sektor konstruksi, yaitu : o Tingkat ketersediaan tenaga terampil (skill labour) o Tingkat keterampilan kerja o Tingkat upah o Tingkat permintaan terhadap TKI sektor konstruksi o Tingkat kepuasan pengguna jasa
Proses seleksi Keikutsertaan dalam pelatihan Fasilitas pelatihan Materi pelatihan Aplikasi hasil pelatihan dalam pasar kerja
Analisis Lembaga Pelatihan Keterampilan TKI sektor konstruksi o o o o o
Fungsi lembaga ketrampilan Sertifikasi ketrampilan kerja Pelaksanaan ujian sertifikasi Koordinasi dengan LPJK Kerjasama dengan lembaga ketrampilan di Malaysia
Analisis Kebijakan entang TKI sektor konstrukai o Kebijakan standar kompetensi o Kebijakan lembaga pelatihan ketrampilan o Kebijakan pelatihan ketrampilan o Kebijakan standar upah o Implementasi kebijakan
Gambar 5 Kerangka Pikir Penelitian
Bagan Alir Penelitian Berdasarkan kerangka pikir maka bagan alir penelitian ini dilakukan sebagaimana Gambar 6 berikut.
Mulai
Studi Penelitian terdahulu
Frame work penelitian
Pengumpulan Data
Data Sekunder : - Pus-bin KPK - BP3TKI
Data Primer : - PJTKI
Pengolahan Data dengan Smart PLS
7
Analisis Data : - Profil TKI sektor konstruksi - Faktor-faktor dlm pengelolaan TKI - Hubungan antar faktor-faktor dlm pengelolaan TKI
Model Faktor Pengaruh Pengelolaan TKI sektor konstruksi
selesai
Gambar 6 Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian
Rata-rata tingkat pendidikan TKI sektor
HASIL ANALISIS
konstruksi yang dikirim ke Malaysia adalah
Profil TKI Sektor Konstruksi
SMP/sederajat (66,7 %), kemudian SD Penjelasan tentang profil TKI sektor konstruksi
(26,7%)
ini
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.3
terdiri
pengalaman
dari
tingkat
kerja,
pendidikan,
bidang
usia,
kerja
dan
kepemilikan sertifikat keterampilan.
dan
SMA
(6,7%).
Hasil
dan secara grafis ditampilkan pada Gambar 7.
Tingkat pendidikan TKI sektor konstruksi
SMA/sederajat
SD
SMP/Sederajat
Gambar 7 Tingkat Pendidikan TKI sektor konstruksi (Sumber : data primer diolah)
Dengan gambaran tingkat pendidikan yang rendah
pada
sebagaimana
TKI
sektor
gambar
konstruksi di
atas,
mengindikasikan rendahnya kualitas TKI sektor konstruksi. Hal ini mengakibatkan pula
rendahnya
pengetahuan
mereka
8
tentang hak-haknya sebagai tenaga kerja
pendidikan yang rendah, berpengaruh pula
di luar negeri, sehingga mempunyai resiko
kepada cara
tinggi
dan
menjadi
objek
berbagai
pengambilan suatu keputusan.
perlakuan yang sering merugikan, misalnya pengurangan gaji yang dibayar, Di samping itu
tingkat 3 - 4 tahun
< 1 tahun
1 - 2 tahun
Gambar 9 Pengalaman Kerja TKI sektor konstruksi Pengalaman
kerja
cukup
berpengaruh
(Sumber : data primer diolah)
mereka. Pengujian terhadap keterampilan
pada tingkat keterampilan kerja. Dengan
hanya
pengalaman kerja rata-rata hanya 1-2
Dengan memiliki sertifikat keterampilan,
tahun saja, maka TKI sektor konstruksi
mestinya
umumnya memiliki tingkat keterampilan
memiliki peluang untuk mendapatkan upah
yang rendah, dan saat pertama bekerja di
yang lebih tinggi.
Malaysia,
mereka
dianggap
dilakukan
TKI
melalui
sektor
wawancara.
konstruksi
akan
sebagai Hasil Analisis dengan Structural Equation
tenaga unskill.
Modelling (SEM)
Kepemilikan sertifikat keterampilan Seluruh TKI sektor konstruksi yang dikirim
Metode Structural Equation Modelling (SEM)
ke
digunakan dengan bantuan software Partial
Malaysia
tidak
memiliki
sertifikat
keterampilan kerja.
Least Square (PLS). Tujuan dari PLS adalah
Sertifikat keterampilan merupakan bukti
membantu peneliti untuk mendapatkan nilai
bahwa
variabel laten dengan tujuan prediksi.
tenaga
kerja
telah
mengikuti
keterampilan
Estimasi parameter yang didapat dengan PLS
sesuai dengan standar kompetensi kerja
dapat dikategorikan menjadi tiga. Kategori
yang diakui secara internasional. Data di
pertama,
atas
kepemilikan
digunakan untuk menciptakan skore variabel
sertifikat keterampilan kerja, tidak menjadi
laten. Kedua mencerminkan estimasi jalur (path
prioritas bagi TKI sektor konstruksi maupun
estimate) yang menghubungkan variabel laten
PJTKI sebagai lembaga yang mengirim
dan antar variabel laten dan blok indikatornya
pelatihan
serta
memiliki
menunjukkan
bahwa
adalah
weight
estimate
yang
9
(loading). Kategori ketiga adalah berkaitan
Variabel
dengan means dan lokasi parameter (nilai
pertanyaan kepada responden yang intinya
konstanta regresi) untuk indikator dan variabel
digunakan untuk mengukur unobserved
laten. Untuk memperoleh ketiga estimasi ini,
variable. Masing-masing konstruk memiliki
PLS menggunakan proses iterasi tiga tahap
indikator
konstruk
(manifest).
Indikator
dan setiap tahap iterasi menghasilkan estimasi.
konstruk
berupa
pertanyaan
dengan
Tahap pertama menghasilkan weight estimate,
menggunakan tipe jawaban skala likert
tahap kedua menghasilkan estimasi inner
dengan 5 (lima) kategori jawaban dan
model dan outer model dan tahap ketiga
setiap
menghasilkan estimasi means dan
dengan
lokasi
(konstanta).
diukur
dengan
observed X1,
memasukkan
seperangkat
variable
X2,
...,
suatu
disimbolkan X25
nilai
dengan
error
untuk
masing-masing indikator dengan simbol e1, a. Konstruk dan Indikator Konstruk
e2, ..., e25 . Adapun konstruk dan indikator konstruk ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Konstruk dan Indikator Konstruk Konstruk
Indikator Konstruk
Sumber Daya Manusia
Proses Pelatihan konstruksi
TKI
sektor
Kebijakan konstruksi
TKI
sektor
tentang
Tingkat pendidikan Pengalaman kerja Kelengkapan persyaratan / dokumentasi Kemampuan & keterampilan kerja Sertifikat keterampilan kerja Proses seleksi Materi pelatihan Fasilitas pelatihan Ujian sertifikasi ketrampilan Aplikasi hasil pelatihan dalam pasar kerja Kebijakan standar kompetensi Kebijakan tentang lembaga pelatihan keterampilan Kebijakan tentang pelatihan ketrampilan Kebijakan tentang standar upah Implementasi kebijakan Fungsi Lembaga ketrampilan sektor konstruksi Pelaksanaan sertifikasi ketrampilan Akreditasi lembaga sertifikasi Koordinasi antar lembaga ketrampilan Kerjasama dengan lembaga ketrampilan di Malaysia Tingkat ketersediaan skill labour Tingkat keterampilan kerja Tingkat upah Tingkat permintaan pengguna jasa Tingkat kepuasan pengguna jasa
Lembaga Pelatihan Keterampilan TKI sektor konstruksi
Hasil Pengelolaan konstruksi
TKI
sektor
b. Loading Factor Menguji masing
Simbol X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 X23 X24 X25
besar dari 0,70. Sedangkan loading factor
unidemensional konstruk
dari
0,50
sampai
0,60
masih
dapat
melihat
dipertahankan untuk model yang masih
convergent validity dari masing-masing
dalam tahap pengembangan. Berdasar
indikator konstruk. Menurut Chin (1998)
kriteria
suatu
memenuhi kriteria dengan loading factor
indikator
dengan
masing-
dikatakan
mempunyai
tersebut,
seluruh
indikator
reliabilitas yang baik jika nilainya lebih
10
lebih dari 0,50. Gambar 11 berikut adalah
hasil loading factor.
Gambar 11 Hasil Loading Factor
c. Outer Model atau Measurement Model Outer model juga dilihat dari composite
reliability untuk masing-masing konstruk terlihat pada Tabel 4 di bawah ini.
reliability dari konstruk. Hasil composite
Tabel 4 Composite Reliability Konstruk SDM Pelatihan Kebijakan Lembaga pelatihan Hasil Pengelolaan
Composite Reliability 0.907 0.851 0.902 0.931 0.864
Masing-masing konstruk sangat reliable
dibandingkan dengan nilai korelasi antar
karena memiliki composite reliability yang
konstruk lainnya. Jika nilai akar AVE lebih
tinggi di atas 0.8. Begitu juga masing-
tinggi daripada korelasi antar konstruk yang
masing indikator semuanya
lain, maka dapat disimpulkan konstruk
Cara lain untuk melihat outer model adalah
memiliki
dengan melihat nilai akar dari Average
Perbandingan
Variance Extracted (AVE) suatu konstruk
dengan korelasi antar konstruk.
tingkat
reliabilitas yang baik.
antara
nilai
akar
AVE
Tabel 5 AVE dan Akar AVE Konstruk
Average variance extracted
Akar AVE
11
(AVE) 0.663 0.539 0.649 0.730 0.564
SDM Pelatihan Kebijakan Lembaga pelatihan Hasil Pengelolaan
Jadi dapat disimpulkan bahwa masing-
1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
d. Inner Model
masing konstruk memiliki reliabilitas yang
Inner model ingin melihat hubungan antar
tinggi, hal ini dapat dilihat dari nilai
konstruk dan nilai signifikansi serta nilai R-
composite reliability maupun nilai akar AVE
square seperti terlihat dari Tabel 6 di
yang lebih tinggi dibandingkan nilai korelasi
bawah ini.
antar konstruk yang lain. Tabel 6 Nilai R-square Konstruk SDM Pelatihan Kebijakan Lembaga Hasil
Nilai
R-square
di
atas
R-square 0.483 0.230 0.284 0.498
menjelaskan
d. Konstruk hasil variabilitasnya dapat
variabilitas dari konstruk, yaitu :
dijelaskan
a. Konstruk
pelatihan,
pelatihan
variabilitasnya
dapat dijelaskan oleh konstruk SDM, konstruk kebijakan
dan
konstruk
lembaga sebesar 48,3 %. b. Konstruk
kebijakan
oleh
konstruk
kebijakan
dan
SDM, lembaga
sebesar 49,8%. Adapun hubungan antar konstruk dan nilai signifikansinya dapat dilihat pada Tabel 7
variabilitasnya
berikut ini .
dapat dijelaskan oleh konstruk SDM sebesar 23,0%. c.
Konstruk lembaga variabilitasnya dapat dijelaskan oleh konstruk SDM sebesar 28,4%.
Tabel 7 Estimasi Parameter Model Struktural Konstruk
Original sample estimate -0.300 0.753 -0.283 -0.479 -0.533 0.050 -0.240 -1.047 1.473
SDM Pelatihan Kebijakan Pelatihan Lembaga Pelatihan SDM Kebijakan SDM Lembaga SDM Hasil Pelatihan Hasil Kebijakan Hasil Lembaga Hasil
Standard deviation
T-Statistic
0.210 0.272 0.367 0.189 0.154 0.146 0.233 0.440 0.717
1.434 2.763 0.772 2.536 3.457 0.343 1.032 2.381 2.054
Berdasarkan uji hubungan antar konstruk
kebijakan
terhadap
menunjukkan,
terhadap
kebijakan,
ternyata
ada
5
(lima)
pelatihan, SDM
SDM
terhadap
hubungan yang signifikan pada tingkat
lembaga, kebijakan terhadap hasil dan
signifikansi 0.05 (T tabel 1.96), yaitu
lembaga
terhadap
hasil.
Sedangkan
12
hubungan antar konstruk lainnya tidak ada
keterampilan konstruksi yang ada belum
yang signifikan karena nilai T hitung lebih
berfungsi
kecil dari nilai T tabel 1.96.
konstruksi. Pelatihan keterampilan kerja
untuk
melatih
TKI
sektor
hanya diberikan oleh PJTKI, yang tidak memiliki bakuan / standar kompetensi. Bila Interpretasi Model
fungsi
Berdasar pada hasil
yang
terlibat
hubungan antar
dalam pembinaan tenaga kerja konstruksi
konstruk pada signifikansi 0.05, maka ada 5
seperti Lembaga Pengembangan Jasa
(lima) konstruk yang memiliki hubungan cukup
Konstruksi
signifikan. Adapun interpretasi dari masing-
penyelenggaraan
masing hubungan tersebut adalah sebagai
penyelenggaraan
berikut :
sertifikasi untuk TKI sektor konstruksi,
a. Hubungan
uji
lembaga-lembaga
antara
ketersediaan
SDM
SDM
signifikan
dengan
untuk
pelatihan, uji
kompetensi
dan
lebih baik. c.
berhubungan
dioptimalkan
maka kualitas TKI konstruksi akan menjadi
dengan kebijakan tentang TKI sektor konstruksi
(LPJK)
Hubungan antara kebijakan tentang TKI sektor konstruksi dengan proses pelatihan
kebijakan tentang TKI sektor konstruksi
keterampilan
(nilai T hitung = 2,763). Sumber daya
Kebijakan tentang TKI konstruksi, dalam
manusia yang dimaksud disini adalah TKI
kaitannya dengan kualitas dan kompetensi
sektor konstruksi. Kebijakan tentang TKI
sangat
sektor
keterampilan bagi TKI (nilai T hitung =
konstruksi
hendaknya
mempertimbangkan ketersediaan Sebagai
kenyataan
3,457).
sektor
konstruksi.
mengeluarkan kebijakan tentang prosedur
kebijakan
pemerintah
dalam pengiriman TKI ke luar negeri, yang
TKI
contoh
harus
berhubungan dengan pelatihan Selama
ini
pemerintah
berupa UU No. 39 Tahun 2004 tentang
mensyaratkan
persyaratan TKI minimal berpendidikan
keterampilan sesuai dengan bidang kerja
SMP. Kenyataan yang ada TKI sektor
yang
konstruksi rata-rata berpendidikan SD, hal
demikian untuk TKI sektor konstruksi,
ini menyebabkan banyak terjadi pemalsuan
sama
data, agar TKI sektor konstruksi dapat
keterampilan.
berangkat ke Malaysia. Oleh sebab itu
yang mengirimkan TKI sektor konstruksi
kebijakan tentang TKI sektor konstruksi
menyatakan tidak memiliki fasilitas untuk
hendaknya
pada
menyelenggarakan pelatihan. Selain itu
persyaratan pengalaman kerja serta tingkat
tidak adanya pengawasan dari pemerintah
keterampilan.
terhadap
b. Hubungan
lebih
antara
dengan
ditekankan
ketersediaan
lembaga
SDM
pelatihan
keterampilan SDM
berhubungan
adanya
dikehendaki sekali
oleh
pelatihan
TKI.
Namun
tidak diadakan
pelatihan
PJTKI
lembaga
sebagai
pelaksanaan
pelatihan
keterampilan ini menyebabkan PJTKI tidak merasa
perlu
untuk
melaksanakan
pelatihan keterampilan tersebut. Hal ini signifikan
dengan
mengakibatkan TKI sektor konstruksi yang
lembaga pelatihan keterampilan (nilai T
dikirim ke Malaysia cenderung memiliki
hitung = 2,536). Saat ini lembaga pelatihan
keterampilan
seadanya,
sehingga
13
digolongkan sebagai tenaga unskill dengan
Selama ini karena belum adanya kebijakan
tingkat upah yang rendah.
kerjasama
Oleh sebab itu sudah saatnya pemerintah
konstruksi
menegakkan peraturan tentang pelatihan
diturunkan
keterampilan
oleh
kualifikasinya serta tidak mendapatkan
seluruh calon TKI sektor konstruksi. Bagi
perlindungan secara optimal dari negara
PJTKI
menyelenggarakan
tersebut. Artinya TKI konstruksi secara
sektor
terselubung atau terbuka telah mendapat
yang
yang
pelatihan
harus
tidak
bagi
TKI
diikuti
konstruksi
mestinya dapat dikenakan sanksi oleh pemerintah.
Selain
itu
pemerintah
dengan CIDB, TKI sektor di
Malaysia
sering
(down-graded)
kali tingkat
perlakukan yang diskriminatif. e. Hubungan
antara
lembaga
pelatihan
hendaknya menyediakan fasilitas pelatihan
keterampilan
dengan hasil pengelolaan
konstruksi secara terpusat di tiap propinsi,
TKI sektor konstruksi
dengan materi pelatihan sesuai dengan
Lembaga
standar kompetensi yang diakui secara
berhubungan secara signifikan dengan
internasional.
hasil pengelolaan TKI sektor konstruksi
pelatihan
keterampilan
d. Hubungan antara kebijakan tentang TKI
(nilai T hitung = 2,054). Lembaga pelatihan
sektor konstruksi dengan hasil pengelolaan
konstruksi yang telah ada mestinya dapat
TKI sektor konstruksi
difungsikan
Kebijakan tentang TKI sektor konstruksi
pelaksanaan pelatihan keterampilan serta
berhubungan secara signifikan dengan
pelaksanaan sertifikasi keterampialn. Di
hasil pengelolaan TKI (nilai T hitung =
sisi dalam negeri, tiap lembaga pelatihan
2,381).
keterampilan
Hal
ini
dapat
implementasi terlaksana
bila
kebijakan-kebijakan
dengan
menghasilkan
dijelaskan
baik,
TKI
maka
sektor
akan
konstruksi
secara
optimal
konstruksi
menyelenggarakan menyediakan sesuai
fasilitas
dengan
dalam
harus
mampu
pelatihan
dan
pelatihan
standar
yang
kompetensi
dengan kualitas yang lebih baik. Selain itu
internasional. Sementara itu di sisi luar
kebijakan–kebijakan tentang persyaratan
negeri, hendaknya ada kerjasama dengan
keterampilan, pelatihan ataupun sertifikasi
lembaga pelatihan keterampilan konstruksi
keterampilan TKI, hendaknya dapat dibuat
di Malaysia. Materi pelatihan keterampilan
secara terpisah berdasarkan bidang kerja /
konstruksi di Indonesia, diharapkan sesuai
sektor
kerja
misalnya
dengan standar pelatihan di Malaysia,
sektor
konstruksi,
manufaktur,
sehingga TKI sektor konstruksi di Malaysia
sektor kesehatan dan lain-lain. Sehingga
tidak lagi mengalami down-graded pada
kebijakan tersebut dapat lebih spesifik
tingkat kualifikasinya
sesuai dengan kebutuhan tiap bidang
Dengan lembaga pelatihan yang berfungsi
pekerjaan.
secara optimal, maka hasil pengelolaan
Selain itu pemerintah hendaknya juga
dengan parameter ketersediaan skilled
menyusun
menjalin
labour, tingkat keterampilan, tingkat upah,
kerjasama dengan pengelola tenaga kerja
tingkat permintaan terhadap TKI sektor
konstruksi di Malaysia yaitu Construction
konstruksi
serta
tingkat
Industry Development
pengguna
jasa,
semuanya
masing-masing, sektor
kebijakan
untutuk
Board (CIDB).
kepuasan akan
14
mengalami peningkatan ke arah yang lebih
kebijakan dalam pengaturan koordinasi
baik.
antar
lembaga
yang terkait
dengan
pengelolaan TKI sektor konstruksi. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : a.
Permasalahan dalam pengelolaan TKI
DAFTAR PUSTAKA
sektor konstruksi adalah :
rendahnya kualitas sumber daya
Migrant
sektor konstruksi di Malaysia.
Construction
pelatihan keterampilan kerja bagi
Population Journal, Vol 16 No 1.
TKI sektor konstruksi tidak selalu
c.
M,
in
Malaysia’s
Sector,
Marconi,
Asia-Pacific
2006.
International
Migration,
perusahaan yang berwenang untuk
Governace, Habitat International. Furqan,
Diversity
Alhilal,
2007.
and
Urban
Kemahiran Pekerja
sektor konstruksi. 90% PJTKI tidak
Indonesia dalam Industri Pembinaan di
memeiliki fasilitas keterampilan untuk
Malaysia : Perspektif Sektor Informal,
TKI sektor konstruksi.
Tesis Universiti Sains Malaysia.
implementasi
kebijakan-kebijakan
Kasim, Azhari, 2003. TKI Habis Manis Sepah
tentang TKI secara umum belum
Dibuang, www.geocities.com diakses 25
terlaksana dengan baik.
Mei 2007
koordinasi
antar
lembaga
yang
pengelolaan
TKI
terkait
dengan
sektor
konstruksi
belum
terjalin
dengan baik. b.
Balbo,
Workers
diselenggarakan oleh PJTKI sebagai
merekrut, melatih dan mengirim TKI
Abdul-Aziz, Abdul-Rashid, 2001. Bangladeshi
manusia yang dikirim sebagai TKI
Faktor-faktor
Pella, Darmin Ahmad, 2008. Membangun Pelatihan
Berbasis
Kompetensi,
www.aida-consultant.com, diakses 3 Juli 2008.
yang
mempengaruhi
Saleh, Harry Heriawan, 2004. Pemanfaatan
pengelolaan TKI sektor konstruksi adalah
Mekanisme Request/Offer dan Mutual
ketersediaan
Recognition
sumber
daya
manusia,
Arrangement/Agreement
pelatihan keterampilan kerja, lembaga
(MRA) dalam Perdagangan Internasional
pelatihan kerja dan kebijakan tentang TKI
di Bidang Jasa Tenaga Kerja Profesi,
sektor konstruksi.
Buletin Puslitbang TK No 2/XVII/2004,
Faktor yang paling berpengaruh terhadap
www.nakertrans.go.id.
hasil pengelolaan TKI sektor konstruksi
Simanjuntak, Payaman, 2004. Kompleksitas
adalah kebijakan tentang TKI sektor
Masalah
konstruksi (nilai T hitung = 2,381).
Hukum Vol. 1 Tahun VI.
Kebijakan tentang TKI sektor konstruksi
Konstruksi,
sumber
Persaingan
sektor
konstruksi,
sebagai
kebijakan
TKI
dalam
penyelenggaraan pelatihan kerja maupun
Informasi
Subarkah, Djoko, 2007, Kompetensi SDM
ini meliputi kebijakan dalam persyaratan daya manusia
Ketenagakerjaan,
Kunci
Menangkan Global,
www.bappeda.pemda-diy.go.id, didownload 23 Juni 2007.
15
Tamin, R.Z, et al, 2005. Pengembangan Tenaga
Kerja
Industri
United
Nations,
2006.
World
Population
Konstruksi,
Monitoring, Focusing on International
Prosiding Seminal Nasional Peringatan
Migration and Development, Commission
25 tahun Pendidikan MRK di Indonesia,
on Population and Development, Thirty-
Fakultas
ninth Session, 3-7 April, Report of the
Teknik
Institut
Teknologi
Secretary-General, Population Division,
Bandung, Bandung. Undang-Undang RI
No 39 Tahun 2004.
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia
di
Luar
Department of Economic and Social Affairs, United Nations.
Negeri,
Fokusmedia, Bandung.
16