BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Dalam industri konstruksi, tenaga kerja adalah faktor penting di dalam mengukur kinerja perusahaan. Hal ini disebabkan karena sifat pekerjaan konstruksi merupakan pekerjaan padat karya yang berarti banyak menyerap tenaga kerja yaitu sekitar 30% dari biaya konstruksi digunakan untuk upah kerja. Dengan semakin berkembangnya kemajuan teknologi yang digunakan dalam usaha jasa konstruksi dibutuhkan tenaga kerja konstruksi yang berkualitas, dapat diandalkan dan bersertifikat bahwa untuk memenuhi tuntutan tersebut dibutuhkan Standar Kompetensi Kerja, yang digunakan sebagai acuan dalam melatih dan uji kompetensi bagi tenaga kerja terampil dan tenaga kerja ahli jasa konstruksi, sehingga dapat membangun terciptanya keseragaman kualitas/ kompetensi suatu jabatan kerja. Peraturan menteri pekerjaan umum No : 07/PRT/M/2010 tentang memberlakukan standart kopetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI) sektor jasa konstruksi di Indonesia dan Undang-Undang No.18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi Pasal ke 9, secara tersirat menyebutkan bahwa tenaga kerja yang melaksanakan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan yang melaksanakan pekerjaan keteknikan yang bekerja pada pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat keterampilan atau keahlian kerja Kompetensi I-1
merupakan
kemampuan
yang
dibutuhkan
untuk
melakukan
atau
melaksanakan pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan,keterampilan dan sikap kerja. Salah satu upaya pemerintah dalam menjalankan amanat UU tersebut adalah dengan adanya sistem sertifikasi. Dalam “Manajemen Mutu” BNSP, edisi I 2011, Sertifikasi kerja yang dimaksudkan untuk menjamin bahwa suatu pekerjaan yang dikerjakan oleh tenaga kerja yang berkompeten dibidangnya. Standar kompetensi kerja tersebut dapat berupa Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), atau standar kompetensi yang berlaku secara internasional, atau standar kompetensi yang mengacu khusus dan terbatas. Salah satu standar untuk mengukur kompetensi adalah SKKNI.Dalam Peraturan
Menteri
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi
RI
Nomor
:
PER.21/MEN/X/2007 tentang Tata Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia menjelaskan bahwa SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan dikuasainya standar kompetensi tersebut, maka tenaga kerja dapat mengerjakan suatu tugas atau pekerjaan dan dapat menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah atau melaksanakan tugas dengan kondisi yang berbeda. Berdasarkan data LPJKN dan Asia Construct Tahun 2009 yang dikutip Doedoeng Zenal Arifin (2010)1 tentang evaluasi kebijakan sertifikat tenaga ahli kontruksi, total tenaga kerja konstruksi di Indonesia berjumlah sekitar
I-2
5.439.000 orang. Menurut Doedoeng, tenaga kerja langsung yang terlibat dalam struktur jasa konstruksi dikelompokkan menjadi tenaga ahli, tenaga terampil, dan buruh kasar. Kajian distribusi data kelompok tersebut memberikan data kelompok tenaga ahli sekitar 10%, kelompok tenaga terampil 30 %, dan 60 % sisanya adalah kelompok buruh kasar. Dua kelompok pertama berdasarkan Undang Undang 18/1999 dan Peraturan Pemerintah 28/2000 wajib memiliki sertifikat. Artinya, dari 5.439.000 orang tenaga kerja konstruksi, sebanyak 40% atau 2,18 juta tenaga kerja wajib memiliki sertifikat. Berdasarkan data LPJKN dan Asia Construct tersebut, jumlah tenaga kerja konstruksi yang bersertifikat baru mencapai 396.571 orang ( sekitar 18,2 % dari 2,18 juta tenaga kerja konstruksi). Jumlah tersebut terdiri dari 106.283 tenaga kerja yang memiliki sertifikat keahlian kerja ( SKA ) atau 18,5 % dari 543.000 tenaga ahli; dan 290.288
tenaga kerja yang memiliki sertifikat
keterampilan kerja ( SKT ) atau 18,4 % dari 1.575.600 tenaga terampil. Dari data yang disampaikan tersebut menunjukkan bahwa penerapan proses sertifikasi tenaga kerja masih jauh dari harapan dan amanat UU No.18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi. Dalam bidang jasa konstruksi, tenaga kerja terampil yang ada terkadang kurang dibekali dengan pengetahuan dan kemampuan teknik yang memadai. Tenaga kerja kontruksi yang ada pada umumnya mendapatkan keahlian di bidang konstruksi tersebut secara turun temurun atau otodidak, di karenakan keterbatasan kemampuan ekonomi maupun pendidikan yang mampu dicapai oleh masyarakat pada umumnya. hal ini lah yang mengakibatkan tenaga kerja
I-3
terampil biasanya hanya memiliki kemampuan teknik yang terbatas dan mereka berperan sebagai tenaga mandor dan tukang. Banyak di antaranya pekerja tersebut tumbuh dan berkembang melalui proses learning by doing tanpa di dukung oleh pengetahuan keteknikan yang cukup. Diharapkan dengan adanya Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dapat meningkatkan mutu tenaga kerja Indonesia dan hasil pekerjaan di lapangan. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, maka akan dianalisa tentang kompetensi tenaga kerja mandor dan tukang di proyek pembangunan Gudang Multipurpose
milik
PT.PELABUHAN
INDONESIA
II
(PELINDO)
berdasarkan pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Penelitian ini sebelumnya mengenai kompetensi kerja ini pernah dilakukan oleh saudara Deni Haryanto mahasiswa UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA pada tahun 2012.dengan judul “KOMPETENSI TENAGA KERJA MANDOR DAN TUKANG BERDASARKAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA (SKKNI) analisa dilakukan di proyek d’Green Pramuka Residences di Jakarta pada pekerjan struktur. Kontraktor pada proyek d’Green Pramuka Residences adalah kontraktor yang baru pertama kali mengerjakan gedung tingkat tinggi, hasil dari analisa di proyek tersebut belum memenuhi syarat jabatan kerja mengikuti sertifikasi keterampilan mandor dan sertifikasi keterampilan tukang. Analisis ini dilakukan terhadap tenaga kerja mandor dan tukang pada pekerjaan bangunan konstruksi baja proyek Gudang Multipurpose. penetapan proyek milik PT.PELABUHAN INDONESIA II (PELINDO) sebagai lokasi penelitian atas dasar, bahwa proyek gudang tersebut akan digunakan sebagai I-4
gudang multipurpose, untuk bongkar muat barang kapal dan kontainer yang beratnya mecapai puluhan ton, dan di gudang tersebut mempunyai dua crane hoeis yang mempunyai kapasitas 50 ton. Aktivitas gudang ini akan di pakai selama 1 x 24 jam nonstop. Dikarenakan gudang ini akan di gunakan sebagai bongkar muat barang yang beratnya mencapai puluhan ton, maka pembagunan gudang tersebut harus di kerjakan oleh tenaga kerja yang berkualitas, dapat diandalkan dan bersertifikat. Maka kompleksitas masalah di dalam proyek juga semakin tinggi, terutama dalam masalah kompetensi tenaga kerjanya. Pada saat observasi pendahuluan, proyek gudang multipurpose di jalan ambon sedang pemancangan. Dari hasil observasi pendahuluan dan hasil wawancara pada tanggal 1 oktober 2012 dengan beberapa tukang, mandor,dan staf kontraktor, Mandor dan tukang yang bekerja pada pembangunan gudang tersebut tidak mengetahui dan tidak memiliki sertifikat keterampilan, Dari paparan yang di sampaikan, maka akan dianalisi tentang kompetensi tenaga kerja mandor dan tukang di proyek Gudang Multipurpose milik PT.PELABUHAN INDONESIA II (PELINDO) , apakah tenaga kerja mandor dan tukang pekerjaan konstruksi baja yang tidak bersertifikat sudah memenuhi kompetensi kerja dalam SKKNI.
I-5
1.2 Indentifikasi Masalah Atas dasar latar belakang tersebut, maka dapat identifikasikan masalahmasalah sebagai berikut : 1. Apakah tenaga kerja terampil di bidang jasa kostruksi baja yang belum memiliki sertifikat keterampilan kerja berdasarkan SKKNI sudah memenuhi kompetensi kerja yang sesuai dengan persyaratan dalam SKKNI? 2. Apakah tenaga kerja mandor dan tukang pekerjaan konstruksi baja di proyek pembangunan milik PT.PELABUHAN INDONESIA II (PELINDO) sudah memenuhi kompetensi kerja yang sesuai dengan persyaratan dalam suatu jabatan kerja dan unit kompetensi dalam SKKNI?
1.3 Pembatasan Masalah Karena keterbatasan waktu dan kemampuan, maka analisis ini di batasai hanya pada, bagaimana kompetensi tenaga kerja mandor dan tukang konstruksi baja yang tidak memiliki sertifikat pada proyek Gudang Multipurpose sudah memenuhi kompetensi kerja berdasarkan SKKNI.
I-6
1.4 Perumusan Masalah Berdasarkan indentifikasi masalah dari latar belakang sebelumnya,maka rumusan masalah kompetensi tenaga kerja mandor dan tukang adalah : “Bagaimanakah kompetensi tenaga kerja mandor dan tukang pekerjan konstruksi baja pada proyek Gudang Multipurpose milik PT.PELABUHAN INDONESIA II (PELINDO) di jalan ambon berdasarkan SKKNI.
1.5 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah •
Untuk mengetahui kompetensi dari tenaga kerja mandor dan tukang pada pekerjaan konstruksi baja pada proyek Gudang Multipurpose milik PT.PELABUHAN INDONESIA II (PELINDO)
berdasarkan
SKKNI. •
Memberikan data hasil penelitian kepada kontraktor sebagai reverensi.
1.6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan akan memberikan kontribusi tersendiri bagi pihak – pihak, antara lain : 1. Bagi peneliti ; Dapat mempelajari lebih mendalam mengenai kompetensi kerja bagi mandor dan tukang pekerjaan konstruksi baja, sehingga mengetahui penerapan nyata standar kompetensi kerja bagi mandor dan I-7
tukang proyek milik PT.PELABUHAN INDONESIA II (PELINDO) di jalan ambon berdasarkan SKKNI. 2. Bagi perusahaan kontraktor ; Memberikan data informasi mengenai kompetensi tenaga kerja mandor dan tukang pekerjaan konstruksi baja yang bekerja dalam proyek konstruksinya, sehingga dapat dijadikan referensi dalam penggunaan tenaga kerja pada proyek tersebut.
I-8