BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Lokasi penelitian Sungai Bone mempunyai panjang 119,13 Km2 yang melintasi wilayah Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Sungai ini bermuara ke Teluk Tomini yang merupakan Sungai terbesar di antara sungai-sungai di Gorontalo. Pengamatan sekilas menunjukkan bahwa sungai ini telah mengalami sedimentasi akibat berbagai kegiatan di bagian hulu seperti peladangan yang berpindah-pindah,
padatnya
pemukiman
di
daerah
bantaran
sungai
menyebabkan peningkatan volume limbah domestik ke sungai melalui aliran permukaan. Selain faktor tersebut di atas, jarak lokasi pembangunan Kawasan Pusat Pemerintah Propinsi Gorontalo (KP3) dengan Sungai Bone hanya 600 m dan jarak antara lokasi KP3 dengan muara sungai berkisar 2,5 km diduga ikut mempengaruhi degradasi kualitas ekosistem Sungai Bone. Sungai Bone memiliki nilai penting bagi kehidupan masyarakat Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Bagi masyarakat Bone Bolango sungai Bone berfungsi sebagai area konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan Daerah Aliran Sungai agar tidak terdegradasi, dan curah hujan dengan tutupan vegetasi lahan yang memadai. Bagi masyarakat kota Gorontalo dibagian hilir sungai Bone bermanfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, kebutuhan pertanian, air bersih, serta pariwisata.
4.2
Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 1 bulan terhitung dari pertengahan bulan
Maret sampai pada pertengahan bulan April. Pengumpulan data hasil penelitian dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan dan pengamatan di laboratorium. Penelitian ini dilakukan di 3 stasiun Sungai Bone, yaitu Sungai Bone yang berada di daerah Suwawa untuk mewakili bagian hulu, daerah Kabila untuk mewakili bagian tengah, dan Talumolo untuk mewakili bagaian hilir Sungai Bone. Secara umum kondisi sungai Bone relatif lebar. Substrat umumnya batuan dan pasir. Berikut merupakan hasil penelitian yang ditampilkan dari hasil pengamatan parameter fisik dan kimia, dan hasil pengamatan makroinvertebrata: 4.2.1
Data Hasil Pengamatan Fisik dan Kimia Berikut hasil pengamatan dengan parameter fisik dan kimia, yaitu dengan
mengukur suhu, pH, dan kekeruhan.
Parameter Date Location
Tabel 4.2.1.1 Tabel Hasil Pengamatan Fisik dan Kimia Standar kualitas Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Air Bersih 24 Maret 7 April 2012 14 April Menurut 2012 2012 PerMenKes RI No. Jembatan Suwawa Kabila 416/MenKes/PER/ Talumolo IX/ 1990
Turbidity (NTU)
12
13
80
25
Water Temperature (°C)
24
24
25
20-26
Ph
8,09
7,86
7,78
6,5-9,0
Sumber : Data Hasil Pengamatan di Lapangan
Tabel 4.2.1.1 menunjukkan bahwa untuk hasil pengukuran suhu pada ketiga stasiun masih berkisar 24-25oC, dan untuk nillai pH berkisar antara 78, sedangkan untuk nilai tingkat kekeruhan pada setiap stasiun berada pada 12-80 NTU. Berikut hasil pengukuran dengan parameter fisik dan kimia, yang dapat digambarkan melalui diagram. Hasil pengukuran suhu air aliran Sungai Bone pada ketiga stasiun dapat digambarkan pada diagram 4.2.1.2 sebagai berikut:
Diagram 4.2.1.2. Diagram Hasil Pengukuran Suhu Air dengan Standar 20-26oC Sangat terlihat bahwa suhu untuk setiap stasiun masih berada dibawah standar Permenkes 416 tahun 1990, dimana untuk standar suhu adalah 20-26oC. Selanjutnya hasil pengukuran kekeruhan dengan standar 25 NTU, dapat digambarkan dengan diagram sebagai berikut:
Diagram 4.2.1.3. Diagram Hasil Pengukuran Kekeruhan Air dengan Standar 25 NTU (Nephelometric Turbidity Unit)
Diagram
berikut
menunjukkan
nilai
pH
di
setiap
stasiun
dengan
membandingkan standar berdasarkan Permenkes 16 Tahun 1990, dapat digambarkan sebagai berikut :
Diagram 4.2.1.4. Diagram Hasil Pengukuran PH Air dengan Standar PH 6,5-9,0
4.2.2
Data Hasil Pengamatan Makroinvertebrata Hasil pengamatan makroinvertebrata di lokasi penelitian, yaitu Sungai Bone
untuk setiap stasiun pengamatan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.2.2.1 Hasil Pengamatan Makroinvertebrata Pada Stasiun 1 Berdasarkan Famili Biotik Indeks NO
NAMA FAMILI
1 2 3 4 5 6 7 8
ORDO
Nepidae Hemiptera Gerridae Hemiptera Parathelphusidae Decapoda Palaemonidae Decapoda Thiaridae Gastropoda Viviparidae Gastropoda Libellulidae Odonata Aeshnidae Odonata JUMLAH Sumber : Data Hasil Pengamatan di Lapangan
JUMLAH (Xi) 8 3 3 8 230 20 3 27 303
NILAI TOLERANSI Xi.ti (ti) 8 64 8 24 6 18 6 48 6 1380 6 120 7 28 3 81 1763
Untuk nilai perhitungan Famili Biotik Indeks (FBI) stasiun 1 adalah sebagai berikut : Xi * ti FBI=
n
1763 =
= 5,82 303 Jadi, untuk stasiun 1 termasuk dalam kategori agak buruk, dengan tingkat pencemaran terpolusi banyak.
Tabel 4.2.2.2. Hasil Pengamatan Makroinvertebrata Pada Stasiun 1 Berdasarkan BISEL Biotik Indeks. Kelompok Makroinvertebrata
Jumlah
Frekuensi
Nilai Biotik
Taksa
Ditemukan
Indeks
Skor
Keterangan
Indikator
Hemiptera
5
2
>2
3
Decapoda
4
2
>2
4
Gastropoda
4
2
>2
4
Odonata
4
2
>2
4
Ditemukan 2 taksa famili Hemiptera lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Hemiptera memiliki nilai indeks 3 Ditemukan 2 taksa famili Decapoda lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Decapoda memiliki nilai indeks 4 Ditemukan 2 taksa famili Gastropoda lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Gastropoda memiliki nilai indeks 4 Ditemukan 2 taksa famili Odonata lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Odonata memiliki nilai indeks 4
Sumber : Data Hasil Pengamatan di Lapangan Berdasarkan tabel standar BBI, disimpulkan bahwa nilai biotik stasiun 1 yang didapatkan berkisar antara 3-4, kemudian diambil nilai maksimumnya, yaitu 4 dan termasuk dalam kategori terpolusi berat atau agak buruk.
Tabel 4.2.2.3. Hasil Pengamatan Makroinvertebrat Pada Stasiun 2 Berdasarkan Famili Biotik Indeks. NILAI JUMLAH NO NAMA FAMILI ORDO TOLERANSI Xi.ti (Xi) (ti) 1 Gerridae Hemiptera 17 8 136 2 Thiaridae Gastropoda 200 6 1200 3 Viviparidae Gastropoda 159 6 954 4 Sundathelphusidae Decapoda 20 6 120 5 Aeshnidae Odonata 14 3 42 6 Tipulidae Diptera 1 3 3 7 Dytiscidae Coleoptera 5 5 25 416 2480 JUMLAH Sumber : Data Hasil Pengamatan di Lapangan Untuk nilai perhitungan Famili Biotik Indeks (FBI) stasiun 2 adalah sebagai berikut : Xi * ti FBI=
n
2480 = = 5,96 416 jadi, untuk stasiun 2 termasuk dalam kategori agak buruk, dengan tingkat pencemaran terpolusi banyak.
Tabel 4.2.2.4. Hasil Pengamatan Makroinvertebrata Pada Stasiun 2 Berdasarkan BISEL Biotik Indeks. Kelompok Makroinvertebrata
Nilai Jumlah
Frekuensi
Taksa
Ditemukan
Skor
Biotik
Indikator
Keterangan
Indeks
Hemiptera
5
1
>2
3
Decapoda
4
1
>2
4
Gastropoda
4
2
>2
4
Odonata
4
1
>2
4
Coleoptera
5
1
>2
3
Diptera
4
1
1
3
Ditemukan 1 taksa famili Hemiptera lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Hemiptera memiliki nilai indeks 3 Ditemukan 1 taksa famili Decapoda lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Decapoda memiliki nilai indeks 4 Ditemukan 2 taksa famili Gastropoda lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Gastropoda memiliki nilai indeks 4 Ditemukan 1 taksa famili Odonata lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Odonata memiliki nilai indeks 4 Ditemukan 1 taksa famili Coleoptera lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Coleoptera memiliki nilai indeks 3 Ditemukan 1 taksa famili Diptera 1 kali selama pengamatan. Berarti Diptera memiliki nilai indeks 3
Sumber : Data Hasil Pengamatan di Lapangan Berdasarkan tabel standar BBI, disimpulkan bahwa nilai biotik stasiun 2 yang didapatkan berkisar antara 3-4, kemudian diambil nilai maksimumnya, yaitu 4 dan termasuk dalam kategori terpolusi berat atau agak buruk.
Tabel 4.2.2.5 Hasil Pengamatan Makroinvertebrata Pada Stasiun 3 Berdasarkan Famili Biotik Indeks. NILAI JUMLAH NO NAMA FAMILI ORDO TOLERANSI (Xi) (ti) 1 Nepidae Hemiptera 10 8 2 Scirtidae Coleoptera 5 7 3 Sundathelphusidae Decapoda 10 6 4 Palaemonidae Decapoda 10 6 5 Thiaridae Gastropoda 320 6 6 Viviparidae Gastropoda 12 6 7 Lymnaeidae Gastropoda 5 6 372 JUMLAH Sumber : Data Hasil Pengamatan di Lapangan
Xi.ti 80 35 60 60 1920 72 30 2257
Untuk nilai perhitungan Famili Biotik Indeks (FBI) stasiun 3 adalah sebagai berikut : Xi * ti FBI=
n
2257 = = 6,07 372 jadi, untuk stasiun 3 termasuk dalam kategori agak buruk, dengan tingkat pencemaran terpolusi banyak.
Tabel 4.2.2.6 Hasil Pengamatan Makroinvertebrata Pada Stasiun 3 Berdasarkan BISEL Biotik Indeks. Kelompok Makroinvertebrata
Nilai Jumlah
Frekuensi
Taksa
Ditemukan
Skor
Biotik
Indikator
Hemiptera
Decapoda
Gastropoda
Coleoptera
Keterangan
Indeks
5
4
4
5
1
2
3
1
>2
>2
>2
>2
3
4
4
3
Ditemukan 1 taksa famili Hemiptera lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Hemiptera memiliki nilai indeks 3 Ditemukan 2 taksa famili Decapoda lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Decapoda memiliki nilai indeks 4
Ditemukan 3 taksa famili Gastropoda lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Gastropoda memiliki nilai indeks 4
Ditemukan 1 taksa famili Coleoptera lebih dari 2 kali selama pengamatan. Berarti Coleoptera memiliki nilai indeks 3
Sumber : Data Hasil Pengamatan di Lapangan Berdasarkan tabel standar BBI, disimpulkan bahwa nilai biotik stasiun 3 yang didapatkan berkisar antara 3-4, kemudian diambil nilai maksimumnya, yaitu 4 dan termasuk dalam kategori terpolusi berat atau agak buruk.
4.3 Pembahasan 4.3.1 Analisis Hasil Pengamtan Dengan Parameter Fisik dan Kimia Berdasarkan hasil penelitian dengan mengukur suhu, yang dapat dilihat pada tabel 4.2.1.1 dan diagram 4.2.1.2 dapat disimpulkan bahwa untuk suhu air Sungai Bone untuk ketiga stasiun masih berada dalam kondisi yang layak dan tidak melewati baku mutu standar air bersih berdasarkan PerMenkes 1990, yaitu 20oC-26oC. Suhu atau temperatur merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kualitas air, karena sangat berhubungan dengan jumlah oksigen yang terkandung dalam air, yang secara langsung akan berkaitan erat dengan proses biologi dan kimia yang terjadi di dalam air, seperti kehidupan dan perkembangbiakan makroinvertebrata yang terdapat di dalam air. Parameter fisik yang diukur bukan hanya suhu, tetapi tingkat kekeruhan pun perlu untuk diukur dalam pemeriksaan status kualitas air. Kekeruhan adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur keadaan air baku dengan skala NTU (Nephelometric Turbidity Unit). Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut, misalnya lumpur dan pasir halus (Effendi, 2008). Berdasarkan hasil penelitian untuk pengukuran kekeruhan yang dilakukan pada 3 stasiun, dan telah digambarkan melalui diagram 4.2.1.3 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan tingkat kekeruhan disetiap sampel air pada ketiga stasiun. Berdasarkan PerMenKes 1990 dan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tingkat kekeruhan untuk dua stasiun, yaitu stasiun 1 dan stasiun 2 tidak melebihi batas sesuai PerMenKes 1990,
yaitu 25 NTU (Nephelometric Turbidity Unit). Dimana untuk stasiun 1 bagian hulu, yaitu daerah Suwawa tingkat kekeruhannya masih berkisar 7 NTU (Nephelometric Turbidity Unit), untuk stasiun 2 bagian tengah, yaitu 12 NTU (Nephelometric Turbidity Unit). Untuk stasiun 3 bagian hilir tingkat kekeruhanya, yaitu 80 NTU (Nephelometric Turbidity Unit), sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat kekeruhan pada stasiun menunjukkan nilai yang melebihi batas. Hal ini disebabkan, banyaknya aktivitas masyarakat yang didominasi kegiatan penambangan galian C, dan aktivitas keseharian masyarakat dibagian hilir, seperti mencuci, mandi, dan sebagainya, sehingga sangat mempengaruhi tingkat kekeruhan air dibagian hilir. Selain dengan mengukur suhu dan tingkat kekeruhan air, indikator yang umum dilakukan pada saat pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau Potential Hydrogen. Derajat keasaman atau pH air yang telah ditetapkan oleh PerMenKes 1990 tentang persyaratan kualitas air bersih adalah 6,5-9,0. Sebagian besar biotik akuatik sensitif terhadap perubhan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Dari diagam 4.2.1.4, terlihat jelas bahwa hasil uji pH air untuk ketiga stasiun masih berada dibawah standar PerMenKes 1990, dengan nilai pH untuk ketiga stasiun dengan kedua kondisi, yaitu berkisar antara pH 7-8. PH air ditentukan oleh kandungan ion H+ pada badan air. Nilai pH air yang terukur masih dalam batas yang normal. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi ion H+ dan OH- berada dalam keadaan yang seimbang. Apabila memperhatikan hasil pengamatan suhu dan pH, relatif kondisi Sungai Bone masih normal. Sungai Bone juga masih terlihat jernih, kecuali
pada bagian hilir dimana kekeruhan meningkat menjadi 80 NTU, hal ini disebabkan aktivitas penambangan galian C, yang menyebabkan tingkat kekeruhan untuk stasiun meningkat dan melebihi batas PerMenKes. Meskipun nilai pH, suhu, dan kekeruhan (kecuali stasiun 3), masih menunjukkan kondisi yang tidak melebihi batas PerMenKes 1990, tetapi aktivitas masyarakat disekitaran aliran Sungai Bone baik dari hulu maupun ke hilir, yang menjadi faktor penyebab hilangnya beberapa makroinvertebrata dan menurunnya kualitas air Sungai Bone. Bila dibandingkan dengan beberapa hasil pengamatan sebelumnya dengan menggunakan parameter fisik dan kimia untuk pengukuran suhu, kekeruhan dan pH oleh pihak Balihristi Provinsi Gorontalo terdapat beberapa parameter pengukuran yang tidak memenuhi syarat, tetapi untuk pengukuran suhu, kekeruhan, dan pH masih berada dibawah batas normal, dan berada pada tingkat cemar sedang. Sehingga bila dibandingkan dengan pengukuran yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas air Sungai Bone mengalami penurunan, sehingga berada pada kondisi agak buruk. Selain itu ada pula hasil penelitian sejenis oleh Dominggus Rumahlatu mengenai Biomonitoring sebagai alat asesmen kualitas perairan akibat logam pada invertebrata menemukan bahwa penurunan kualitas air sungai diakibatkan aktivitas manusia disekitaran aliran sungai, yang menyebabkan masuknya bahan-bahan pencemar kedalam air. Akan tetapi, beberapa makroinvertebrata memiliki kisaran toleransi terhadap pH berbaeda-beda, seperti Gastropoda lebih banyak ditemukan pada pH diatas 7, famili Chironomidae berada pada pH diatas 8,5 dan dibawah 4,5, dan pada umumnya, bakteri dapat tumbuh baik pada pH netral (Effendi,
2008). Sehingga perlu penelitian lanjutan untuk melihat status kualitas air secara jelas. 4.3.2 Analisis Hasil Pengamatan Makroinvertebrata Berdasarkan data hasil pengamatan pada tabel 4.2.2.1, tabel 4.2.2.2, tabel 4.2.2.3, tabel 4.2.2.4, tabel 4.2.2.5, dan pada tabel 4.2.2.6 dengan Metode Biomonitoring berdasarkan Famili Biotik Indeks dan standar BISEL Biotik Indeks, dan makroinvertebrata sebagai bioindikatornya, yang dilakukan di ketiga stasiun pengamatan. Lokasi stasiun pertama berada didaerah Suwawa. Lokasi ini merupakan titik paling atas (mengarah ke hulu). Lokasi ini untuk mewakili hulu meskipun tidak persis di hulu sungai Bone, mengingat letaknya yang sulit dijangkau. Substrat sungai di Stasiun 1 terutama didominasi batuan. Penggunaan lahannya termasuk kategori kebun campuran. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan perhitungan Famili Biotik Indeks (FBI), bahwa kondisi aliran sungai pada stasiun 1 berada dalam kategori agak buruk dengan nilai 5,82. Hasil analisis berdasarkan standar BBI aliran sungai pada stasiun 1 memiliki nilai biotik indeks berkisar antara 3-4, dan diambil nilai maksimum untuk stasiun 1, yaitu 4 termasuk dalam tingkat pencemaran terpolusi berat atau agak buruk. Hal ini disebabkan karena pengaruh aliran sungai yang dekat ke arah jalan utama, dan aktivitas masyarakat disekitar aliran sungai, seperti penambangan galian C, memandikan ternak, dan aktivitas keseharian masyarakat. Sehingga mengakibatkan keberadaan makroinvertebrata terganggu dan berpengaruh terhadap kualitas air sungai, khususnya Sungai Bone.
Lokasi stasiun kedua berada didaerah Kabila. Dipilihnya titik ini untuk mewakili daerah tengah sungai dan juga merupakan salah satu daerah yang di lewati aliran Sungai Bone. Substrat sungai di stasiun 2 terutama didominasi batuan dan pasir. Seperti pada stasiun 1, di sisi kiri sungai umumnya terbuka. Penggunaan lahannya termasuk kategori kebun campuran. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan perhitungan Famili Biotik Indeks (FBI), bahwa kondisi aliran sungai pada stasiun 2 berada dalam kategori agak buruk yaitu dengan nilai 5,96. Untuk hasil analisis berdasarkan standar BBI aliran sungai pada stasiun 2 memiliki nilai biotik indeks berkisar antara 3-4, dan diambil nilai maksimum untuk stasiun 2, yaitu 4 termasuk dalam tingkat pencemaran terpolusi berat atau agak buruk. Hal ini disebabakan karena adanya pengaruh aktivitas panambangan galian C didaerah tersebut. Pada stasiun 2 nampak jelas sekali aktivitas penambagan yang dilakukan oleh masyarakat. Aktivitas penambangan pada stasiun 2 lebih banyak dibandingkan dengan aktivitas pada stasiun 1. Sehingga berpengaruh dengan jumlah dan keberadaan dari makroinvertebrata sebagai bioindikator dalam penentuan kualitas air Sungai Bone. Lokasi stasiun 3 berada di sekitaran Jembatan Talumolo. Lokasi ini mewakili daerah hilir sungai Bone. Di lokasi ini sudah berada di kota, dekat dengan aktivitas masyarakat seperti pemukiman, jalan, dan lain-lain. Pemukiman dan aktivitas budidaya lainnya sudah sangat rapat ke tepi sungai. Aktivitas MCK juga banyak dilakukan di sungai. Yang paling nyata terlihat bahwa di lokasi ini banyak terdapat tambang galian C dibandingkan dengan stasiun 1 dan stasiun 2.
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan perhitungan Famili Biotik Indeks (FBI), bahwa kondisi aliran sungai pada stasiun 3 berada dalam kategori agak buruk dengan nilai yang didapatkan, yaitu 6,06. Berdasarkan standar BBI aliran sungai pada stasiun 3 memiliki nilai biotik indeks berkisar antara 3-4, dan diambil nilai maksimum untuk stasiun 2, yaitu 4 termasuk dalam tingkat pencemaran terpolusi banyak atau agak buruk. Sama halnya dengan kondisi pada stasiun 1 dan 2. Hal ini tidak terlepas dari kebiasaan masyarakat di sekitar aliran sungai yang dapat menurunkan kualitas air sungai. Selain itu letak dari stasiun 3 juga yang sudah berada di Kota Gorontalo, menjadi salah satu faktor penyebab penurunan kualitas air Sungai Bone. Berdasarkan pengamatan sebelumnya oleh pihak Balihristi dan bekerja sama dengan PPLH Regional Sumampapua Kementrian Lingkungan Hidup pada tahun 2009 di Sungai Bone dengan metode biomonitoring didapatkan kondisi kualitas air pada saat itu, masih berada dalam kondisi cemar sedang. Seiring makin banyaknya pemukiman penduduk di bantaran Sungai Bone, dan aktivitas meningkatnya aktivitas masyarakat mengakibatkan kualitas air Sungai Bone mengalami penurunan lagi, yang semula masih berada dalam kondisi cukup atau sedang dan telah mengalami penurunan menjadi kondisi agak buruk. Memperhatikan hasil pengamatan makroinvertebrata, terlihat bahwa makin ke hilir, kondisi kualitas air semakin menurun. Ini terlihat dari nilai FBI (family biotic index) lebih besar pada bagian hilir dibandingkan di hulu. Ini menandakan
bahwa
aktivitas
di
sepanjang
aliran
sungai
semakin
mempengaruhi kondisi kualitas air di hilir. Berdasarkan hasil pengamatan,
keadaan aliran sungai di daerah hulu memang relatif lebih baik. Pemukiman yang berbatasan langsung dengan tepi sungai tidak sebanyak di hilir. Di hilir, selain pemukiman yang sangat dekat dengan badan air, aktivitas MCK dari penduduk dan pemukiman juga semakin padat, dan beragam. Selain
itu
faktor
lain
yang
mempengaruhi
keberadaan
makroinvertebrata, dan penurunan kualitas air Sungai Bone, adalah aliran air Sungai Bone yang banyak melewati daerah perkebunan dan pemukiman, sehingga hampir sebagian besar kegiatan masyarakat dan limbah yang dihasilkan berdampak pada Sungai Bone baik dampak yang secara langsung ataupun tidak langsung dari setiap kegiatan masyarakat disekitaran Sungai Bone. Keberadaan dan jumlah dari setiap makroinvertebrata yang ditemukan, mempunyai tingkat kepekaan terhadap bahan pencemar, karena jenis-jenis tertentu sangat peka terhadap pencemaran. Apabila terdapat bahan pencemar dalam perairan, maka biota yang sangat peka akan hilang karena tidak mampu bertahan hidup. Sebaliknya biota yang sangat toleran, akan tetap dapat hidup pada kualitas air yang buruk. Semakin baik kualitas perairan, akan semakin tampak keaneka ragaman hewan tersebut, sebaliknya penurunan kualitas perairan akan tampak jelas dominansi suatu jenis hewan makroinvertebrata yang ditemukan. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wage Komarawidjaja yang berlokasi pada perairan DAS Citarum Hulu Jawa Barat. Bahwa ketersediaan sumber daya air yang aman baik kualitas maupun kuantitasnya dan dapat diandalkan sumber dayanya yaitu terjaga dan terjamin kualitas dan kualitasnya,
merupakan persyaratan utama untuk memantapkan keberadaan suatu komunitas biota yang stabil, bila tidak maka akan terjadi migrasi atau punahnya suatu komunitas. Selain berdampak pada keberadaan makroinvertebrata, penurunan kualitas air sungai juga dapat berdampak langsung maupun tidak langsung bagi kesehatan manusia. Selain itu dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan dan perlindungan sumber daya air secara saksama (Effendi, 2008). Sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan menurunkan tingkat kesakitan bahkan kematian.