BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Penelitian 1. Sejarah pembentukan PA Majalengka Pengadilan Agama Majalengka dibentuk pada tahun 1883 M dengan nama Kepenghuluan berkedudukan di Maja sebagai Ibu Kota Majalengka saat itu. Pada tahun 1905 berdasarkan staatblad 1882 Nomor 152, nama Kepenghuluan diubah menjadi Raad Agama yang Ketuanya disebut Presiden Raad Agama. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1946, nama Raad Agama menjadi Pengadilan Agama yang semula berada di bawah wewenang Departemen Kehakiman kemudian dipindahkan menjadi wewenang Departemen Agama dengan teknis Yustisial dibawah wewenang Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pengadilan Agama yang berada di Kabupaten Majalengka disebut Pengadilan Agama Majalengka yang berkedudukan di Majalengka sebagai Ibu Kota Kabupaten. Selanjutnya berdasarkan Kepres Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengalihan Organisasi, Administrasi dan Finansial di Lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Agama ke Mahkamah Agung, bahwa sejak tanggal 30 Juni 2004, Organisasi, Administrasi dan Finansial Pengadilan Agama Majalengka yang semula berada dibawah wewenang Departemen Agama dialihkan ke Mahkamah Agung.
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
93
2. Peta wilayah hukum PA Majalengka
a. Lokasi Pengadilan Agama Kelas I.A Majalengka Wilayah Kelurahan/Desa meliputi : Cingambul :
Jatitujuh :
1. Desa Cidadap
1.
Desa Babajurang
2. Desa Cikondang
2.
Desa Jatiraga
1.
Desa Gandasari
3. Desa Cilancang
3.
Desa Pangkalanpari
2.
Desa Girimukti
4. Desa Cimanggu Hilir
4.
Desa Panongan
3.
Desa Gunungsari
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
94
Kasokandel :
5. Desa Cingambul
5.
Desa Pasindangan
4.
Desa Jatimulya
6. Desa Cintaasih
6.
Desa Pilangsari
5.
Desa Jatisawit
7. Desa Kondangmekar
7.
Desa Putridalem
6.
Desa Kasokandel
8. Desa Maniis
8.
Desa Randegan Kulon
7.
Desa Ranji Kulon
9. Desa Nagarakembang
9.
Desa Randegan Wetan
8.
Desa Ranji Wetan
10. Desa Rawa
10.
Desa Sumber Kulon
9.
Desa Wanajaya
11. Desa Sedaraja
11.
Desa Sumber Wetan
10.
Kelurahan Cijati
12. Desa Wangkelang
Lewimunding :
Ligung :
Lemahsugih :
1. Desa Ciparay
1.
Desa Ampel
1.
Desa Bangbayang
2. Desa Heuleut
2.
Desa Beusi
2.
Desa Borogojol
3. Desa Karangasem
3.
Desa Cibogor
3.
Desa Cibulang
4. Desa Lame
4.
Desa Gandawesi
4.
Desa Cigaleuh
5. Desa Leuwikujang
5.
Desa Kedungkencana
5.
Desa Cipasung
6. Desa Leuwimunding
6.
Desa Kodasari
6.
Desa Kalapadua
7. Desa Mindi
7.
Desa Leuwiliang Baru
7.
Desa Kepuh
8. Desa Mirat
8.
Desa Majasari
8.
Desa Lemahputih
9. Desa Nanggerang
9.
Desa Sukawera
9.
Desa Margajaya
10.
Desa Tegalaren
10.
Desa Mekarmulya
11. Desa Parungjaya
11.
Desa Mekarwangi
12. Desa Patuanan
12.
Desa Padarek
10. Desa Parakan
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
95
13. Desa Rajawangi
13.
Desa Sadawangi
14. Desa Tanjungsari
14.
Desa Sinargalih
15.
Desa Sukajadi
Majalengka :
Malausma :
Palasah :
1. Desa Gandasari
1.
Desa Banyusari
1.
Desa Buniwangi
2. Desa Girimukti
2.
Desa Buninagara
2.
Desa Cisambeng
3. Desa Gunungsari
3.
Desa Cimuncang
3.
Desa Enggalwangi
4. Desa Jatimulya
4.
Desa Ciranca
4.
Desa Karamat
5. Desa Jatisawit
5.
Desa Girimukti
5.
Desa Majasuka
6. Desa Kasokandel
6.
Desa Jagamulya
6.
Desa Palasah
7. Desa Pasirayu
7.
Desa Lebakwangi
7.
Desa Pasir
8. Desa Ranji Kulon
8.
Desa Malausma
8.
Desa Sindanghaji
9. Desa Ranji Wetan
9.
Desa Sukadana
9.
Desa Sindangwasa
10.
Desa Werasari
10.
Desa Tarikolot
11.
Desa Trajaya
12.
Desa Waringin
13.
Desa Weragati
10. Desa Wanajaya 11. Kelurahan Cijati
Rajagaluh :
Sindang :
Sindangwangi :
1. Desa Babakan Kareo
1.
Desa Bayureja
1.
Desa Balagedog
2. Desa Payung
2.
Desa Garawastu
2.
Desa Bantaragung
3. Desa Sindangpano
3.
Desa Gunungkuning
3.
Desa Buahkapas
4.
Desa Indrakila
4.
Desa Jerukleueut
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
96
5.
Desa Pasirayu
5.
Desa Lengkong Kulon
6.
Desa Sangkanhurip
6.
Desa Lengkong Wetan
7.
Desa Sindang
7.
Desa Leuwilaja
8.
Desa Padaherang
9.
Desa Sindangwangi
10.
Desa Ujungberung
Sukahaji : Sumberjaya : 1. Desa Babakan Manjeti 1.
Desa Banjaran
2.
Desa Bongas Kulon
3.
Desa Bongas Wetan
4.
Desa Cidenok
5.
Desa Garawangi
6.
Desa Lojikobong
7.
Desa Paningkiran
8.
Desa Panjalin Kidul
9.
Desa Panjalin Lor
2. Desa Candrajaya 3. Desa Cikalong 4. Desa Cikeusik 5. Desa Cikoneng 6. Desa Ciomas 7. Desa Indrakila 8. Desa Jayi 9. Desa Nanggewer 10. Desa Padahanten 10.
Desa Prapatan
11.
Desa Rancaputat
12.
Desa Sepat
13.
Desa Sumberjaya
11. Desa Palabuan 12. Desa Salagedang 13. Desa Sukahaji 14. Desa Tanjungsari (Sumber: Pengadilan Agama Kelas I.A Majalengka)
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
97
3. Dasar hukum pembentuk PA Majalengka Yang menjadi dasar hukum Pengadilan Agama Majalengka adalah: 1) Staatblad Nomor 152, Staatblad 1973 Nomor 116 dan 610. 2) Undang-undang Nomor 04 Tahun 2004 tentang 3) Kekuasaan Kehakiman. 4) Undang-undang Nomor 05 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung. 5) Undang-undang Nomor 07 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 6) Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengalihan Organisasi, Administrasi dan Finansial di lingkukan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Agama ke Mahkamah Agung.
4. Visi & Misi PA Majalengka Visi Terwujudnya citra dan wibawa serta kemandirian Pengadilan Agama dalam pelaksanaan tugas pokok dan kewenangannya sebagai Peradilan negara yang sejajar dengan peradilan lainnya, ketertiban dan kepastian hukum di tengah masyarakat Kabupaten Majalengka yang religius menuju terlaksananya syari’at Islam secara efektif. Misi 1). Pemberdayaan peran, kedudukan dan kewenangan Peradilan Agama sebagai Peradilan Negara dan sebagai lembaga penegak hukum agar lebih mampu dalam Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
98
memberikan pelayanan hukum dan keadilan terhadap masyarakat melalui putusan yang berkualitas. 2). Pembinaan moralitas dan profesionalisme sumber daya Peradilan Agama, sarana dan prasarana penegakan hukum. 3). Pengembangan budaya sadar hukum terhadap masyarakat demi terciptanya ketertiban dan kepastian hukum sehingga mampu memberikan konstribusi positif dalam membangun masyarakat yang religius. 5. Struktur organisasi PA Kelas 1A Majalengka Adapun struktur organisasi Pengadilan Agama Kelas I.A Majalengka yaitu:
KETUA WAKIL KETUA HAKIM HAKIM
PAN/SEK
HAKIM HAKIM WKL. PANITERA
WKL. SEKRETARIS
P. PENGGANTI JURU SITA P. PENGGANTI
J.S. PENGGANTI
P. PENGGANTI P. PENGGANTI
P. MUDA
P. MUDA
PERKARA
HUKUM
TATA USAHA/ UMUM
P. MUDA BANDING/ KASASI
PERSONALIA
Sumber: Pengadilan Agama Kelas I.A Majalengka Keterangan: Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
99
KEUANGAN
: Garis Tanggung Jawab ------------- : Garis koordinasi 6.
Wawancara a. Hakim Berdasarkan
hasil
wawancara
dengan
hakim
yaitu
Ibu
Dra.
Hj.Syafiah,MH., mengatakan bahwa dalam menyelesaikan kasus cerai thalak, seorang hakim selalu menyelesaikan setiap perkara perdata dengan mengadakan sidang. Sebelum sidang dimulai, pihak yang berperkara terlebih dahulu harus mengisi prosedur pendaftaran dengan mendaftarkan permohonan cerai ke petugas Pengadilan Agama setempat dengan membubuhkan nama, alamat, usia, pekerjaan yang dilengkapi dengan akta nikah serta alasan-alasan yang mendasari permohonan mengajukan cerai thalak ke Pengadilan Agama. Setelah surat permohonan selesai, maka oleh panitera surat permohonan tersebut diberikan kepada hakim untuk diperiksa dan diserahkan kepada Ketua Pengadilan agama, yang kemudian menunjukan Majelis Hakim untuk menyelesaikan perkara serta menetapkan hari sidang. Tahap persidangan pertama dimulai yaitu sidang permohonan cerai, Sidang kedua yaitu sidang pembuktian dan saksi, sidang ketiga yaitu sidang putusan hakim, tetapi khusus untuk cerai thalak maka pengadilan menetapkan ikrar thalak dan mengeluarkan akata cerai yang menandakan putusnya perkawinan karena perceraian. Dalam setiap sidang perceraian yang berbeda, hakim selalu menemukan kesulitan-kesulitan seperti pertama dalam hal mempertemukan kedua belah pihak yang berperkara, dan yang kedua apabila masing-masing pihak merasa dirinya paling benar. Namun tidak semua perkara Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
100
yang beliau tangani terasa sulit karena menurut hakim yaitu Ibu Dra. Hj. Syafiah, MH. Dalam memutuskan perkara, seorang hakim bertindak berdasarkan undangundang yang berlaku diseertai alat bukti atau saksi-saksi dan menafsirkannya sesuai dengan aturan yang terdapat dalam undang-undang tersebut. Contohnya apabila salah seorang tidak hadir maka persidangan diputus dengan cara verstek karena dengan ketidak hadiran pihak termohon ataupun wakilnya, meskipun telah dipanggil secara patut maka, pangadilan menganggap termohon menyetujui untuk bercerai setelah sebelumnya diberi pemberitahuan dan surat cerai dari suami yang dikeluarkan oleh Pengadilan agama. Ketikan ditanya upaya yang dilakukan majelis hakim agar kedua belah pihak tidak jadi bercerai, Ibu Dra. Hj. Syafiah, MH. menjawab bahwa dalam persidangan setiap hakim selalu menanyakan alasan dahulu kepada pihak yang berperkara dan kemudian menasehati agar kedua belah pihak tidak jadi bercerai dengan cara mengupayakan jalan yang dilakukan dalam setiap persidangan. Karena terkait dengan fungsi hakimdalam memberikan keadilan pada masyarakat damai ini adalah upaya akhir yang disampaikan oleh hakim agar piihak berperkara tidak jadi bercerai. Banyaknya kasus cerai thalak yang masuk ke Pengadilan Agama kelas 1.A Majalengka, alasan yang banyak dijadikan suami mengajukan permohonan cerai ke Pengadilan Agama adalah karena sering
terjadi perselisihan
dan
pertengkaran seperti dalam kasus I pasangan DA bin C dengan NR bin B, kasus II pasangan RS bin AS dengan N binti K, kasus III pasangan LS bin O dengan NS binti U yang disebabkan karena istri sudah tidak taat dan patuh lagi pada suami.
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
101
Berbeda dengan kasus IV pasangan S bin R dengan EM binti G yang disebabkan karena EM binti G diketahui telah berselingkuh. Menurut Hakim Ibu Dra. Hj. Syafiah, MH, apapun alasan yang diajukan oleh pihak yang berperkara, hakim selalu mengabulkan permohonan yang masuk ke pengadilan Agama dan memproses sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan memutus perkara berdasarkan alat bukti yang kuat. Apabila salah satu pihak merasa tidak puas dengan putusan Pengadilan agama, maka hakim selalu megajukan upaya hukum lain yaitu banding utuk diproses di Pengadilan Tinggi Agama sampai pada tingkat kasasi ke Mahkamah Agung melalui panitera yang memutuskan perkara. Batas waktu pengajuan banding adalah 14 hari setelah putusan Pengadilan Agama diumumkan atau diberitahukan secara sah kepada para pihak yang tidak hadir ketika putusan itu dibacakan bersangkutan sama halnya dengan kasasi yang dapat diajukan dalam msa tengganh 14 hari sesudah putus dan atau penetapan pengadilan diberitahukan kepada yang bersangkutan. Akibat hukum yang timbul karena perceraian adalah putusnya perkawinan antara suami istri tersebut dan apabila ada harta bersama maka dibagi dua sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak dengan mengacu pada ketentuan undang-undang. Dalam kasus cerai thalak ini tidak ada kewajiban yang harus dipenuhi kedua belah pihak yang telah dinyatakan bercerai di depan Pengadilan Agama hanya saja hakim memberikan putusan yang bersifat condemnatoir yaitu putusan yang berisi penghukuman. Dimana pihak tergugat dihukum untuk menyerahkan sebidang tanah berikut bangunan rumahnya, membayar utang. Dan bagi pemohon diharuskan untuk membayar perkara, biaya Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
102
iddah dan mut’ah selama tiga bulan kepada istri dan apabila mempunyai anak maka biaya ditentukan sesuai dengan pendapat pemohon perbulan yang telah disepakati di persidangan. Walaupun dalam hukum Islam perceraian itu dibolehkan, namun perceraian akan menimbulkan kerugian bagi pihak yang berperkara terutama keluarga dan anak. Karena menurut hakim Ibu Dra. Hj. Syafiah, MH perceraian tidak jarang menimbulkan pengaruh negatif terhadap perkembangan jiwa anak yang menjadi korban perceraian orang tuanya. Ketika ditanya upaya apa yang dilakukan Pengadilan agama Majalengka dalam menjalankan fungsi perannya sebagai peradilan bagi masyarakat maka hakim menjawab bahwa Pengadilan agama Majalengka selalu mengadakan penyuluhan secara formal kepada masyarakat yang dilakukan satu tahun sekali mengenai perceraian baik cerai thalak maupun cerai gugat. Penyuluhan ini dilakukan secara bergilir baik dilakukan di sekitar lingkungan Pengadilan Agama Majalengka maupun di luar seperti di Kelurahan. Tujuan utama diadakan penyuluhan ini adalah untuk mengurangi tingkat perceraian di masyarakat terutama cerai thalak serta memberikan pengetahuan tentang kesadaran hukum dan peradilan bagi masayarakat. b. Panitera Hasil wawancara kepada Panitera Pengadilan Agama Majalengka yaitu Bapak Drs. Muhtadin sama dengan pernyataan hakim Dra. Hj. Syafiah, MH. yang megatakan bahwa banyaknya kasus cerai thalak yang datang ke Pengadilan Agama didasari karena alasan bahwa istri sudah tidak taat dan patuh pada suami yang menimbulkan pertengkaran terus menerus sehingga dalam menjalin tujuan Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
103
rumah tangga yang Sakinah, mawadah dan warohmah sudah tidak bisa diwujudkan lagi. Hal ini menjadi tugas yang cukup berat ketika panitera bertindak sebagai mediator bagi pihak yang berperkara agar berdamai dan tidak jadi bercerai. Meskipun sebenarnya upaya damai adalah tanggung jawab hakim tetapi menururt Bapak Drs. Muhtadin, tugas hakim secara praktis formal itu terbatas dengan waktu di ruang sidang dan hakim juga terbatas oleh ketentuan tidak boleh aktif, sehingga diharapkan mediasi yang dilakukan oleh panitera mempunyai ruang dan waktu yang lebih luas sehingga terjalin komunikasi yang baik antara panitera dan pihak yang berperkara. Selain itu, akibat yang terjadi dari putusan pengadilan menurut panitera Bapak Drs. Muhtadin adalah putusannya hak-hak dan kewajiban suami isteri karena perceraian dan kepemilikan harta bersama yang dibagi sesuai keputusan pengadilan. Meskipun demikian, putusan pengadilan tidak selamanya disetujui oleh pihak yang berperkara karena menurut panitera bapak Drs. Muhtadin mengatakan dari jumlah perkara yang masuk pada tahun 2006 sebanya 223 perkara cerai thalak , 2 (dua) diantaranya mengajukan banding dan 1 (satu) yang masuk ke tingkat kasasi sedangkan untuk tahun 2007 belum adanya data yang menunjukan pihak yang bersangkutan untuk mengajukan permohonan banding atau kasasi tersebut. Selain itu, kesulitan yang dihadapi panitera mediator sama halnya seperti yang dikemukakan oleh hakim dalam persidangan yaitu ketika masing-masing pihak merasa dirinya benar dan tetap pada pendiriannya untuk bercerai dan terjadi adu mulut antara pihak yang berperkara ketika mengadakan mediasi dan untuk Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
104
menghindarinya maka pihak yang bersangkutan di panggil satu persatu oleh panitera sehingga mediasi berjalan dengan tenang. Sebagai
pelayan
administrasi
peradilan,
panitera
bertugas
dan
bertanggung jawab melayani administrasi mulai dari meja I yaitu prosedur penerimaan perkara gugatan, permohonan, meja II seperti menerima surat permohona dari pemohon hingga meja III dalam mengeluarkan akta cerai. Dalam menjalankan tugasnya panitera dibantu oleh wakil panitera dan beberapa panitera muda hukum, panitera muda permohonan, dan panitera muda gugatan yang secara hirarki mempunyai tugas masing-masing. Menurut Panitera Drs. Muhtadin upaya yang dilakukan Pengadilan Agama sebagai lembaga peradilan bagi masyarakat adalah dengan mengadakan penyuluhan formal yang dilakukan secara langsung kepada masyarakat. Penyuluhan ini bertujuan mengurangi tingkat perceraian di masyarakat serta memberikan informasi yang berkaitan dengan masalah keperdataan Islam. Hal ini sejalan dengan diterapkannya prinsip “RAHMAH” (Responsibility, Akuntabilitas, Hemat, Manfaat, Akurat, dan Humanis) lebih meningkatkan pelayanan kepada masyaraat pencari keadilan dengan cara sederhana dan biaya serta bekerja secara profesional dan tanggung jawab dengan lebih mengutamakan kemanusiaan dalam memberikan keadilan bagi masarakat. c. Jurusita Seseorang yang bertugas menyerahkan Penetapan Hari Sidang (PHS) dari ketua majelis ialah jurusita. Jurusita mempunyai tugas membantu panitera melakukan penyitaan (eksekusi) dan memanggil pihak yang berperkara untuk Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
105
melakukan penyitaan. Sebelum menyampaikan surat kepada pihak yang berperkara, terlebih dahulu jurusita harus memeriksa kelengkapan surat serta meneliti alamat yang akan dituju guna menghindari kesalahan. Dalam menyampaikan surat penetapan Hari Sidang (PHS) jurusita tidak menemukan hambatan yang berarti karena surat selalu sampai pada pihak berperkara tepat pada waktunya yaitu selambat-lambatnya tiga hari sebelum sidang. Namun sesekali jurusita mengalami kesulitan dalam bertemu dengan pihak yang bersengketa. Sehingga untuk mengatasinya, juru sita menitipkan surat tersebut kepada Kepala Desa atau Kelurahan untuk disampaikan langsung kapada pihak yang berperkara. Ketika ditanya kepada salah satu jurusita yaitu Bapak Yayat tentang upaya yang dilakukan Pengadilan Agama dalam mengurangi cerai thalak yaitu dengan melakukan penyuluhan setahun sekali kepada masyarakat sama halnya dengan yang dikemukakan oleh hakim dan panitera. Terkait dengan tugasnya sebagai jurusita maka, dalam menyampaikan surat PHS (Penetapan Hari Sidang) jurusita selalu memberikan informasi kepada pihak yang berperkara untuk datang sesuai waktu yang telah ditetapkan untuk kelancaran persidangan. Menurut Bapak yayat sebagai juru sita Pengadilan Agama, dari sekian banyak kasus cerai thalak yang masuk ke Pengadilan Agama Majalengka, sebagian besar alasan yang mendasari suami mengajukan permohonan cerai ke Pengadilan Agama disebabkan karena pertengkaran dan ketidak patuhan istri pada suami. Hal ini sama dengan yang diutarakan oleh hakim dan panitera Pengadilan Agama Majalengka. Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
106
B. Deskripsi Hasil Penelitian 1. Alasan Suami Mengajukan Permohonan Cerai Thalak ke Pengadilan Agama a. Triangulasi Teknik Wawancara
Observasi
Berdasarkan hasil wawancara dari keempat orang Dilakukan di Pengadilan 1. H suami yang mengajukan permohonan cerai thalak Agama Islam Kelas 1.A K ke pengadilan agama, dapat diketahui dari kasus I, Majalengka A kasus II dan kasus III bahwa faktor utama yang A dijadikan alasan suami mengajukan permohonan 2. D cerai ke pengadilan agama adalah karena sudah K tidak adanya kecocokan diantara mereka yang I disebabkan istri tidak taat atau patuh lagi pada D suami sehingga memicu pertengkaran yang terus 3. R menerus, berbeda dengan kasus IV yang disinyalir U bahwa si istri telah berselingkuh dengan laki-laki T lain sehingga untuk membentuk rumah tangga yang P sakinah, mawadah, dan warohmah sudah tidak mungkin terjadi lagi. Dengan demikian alasan yang banyak diajukan suami untuk bercerai dengan istrinya adalah karena pertengkaran yang terus-menerus sehingga tidak ada kecocokan lagi diantara mereka dan mengupayakan jalan damai diantara merekapun sudah tidak bisa dilakukan lagi. b. Triangulasi Sumber Ditujukan kepada: Pihak yang berperkara CA bin D
RS bin AS
LS bin O
(29 tahun)
(25 tahun)
(31 tahun)
Dalam kasus pertama ini adalah pasangan CA bin D (permohonan) dengan NR
Persidangan kasus kedua ini adalah persidangan RS bin AS (termohon ) dan N binti K
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
107
Dalam kasus ketiga ini adalah pasangan LS bin O (pemohon) dengan NS binti
bin B (termohon) dengan perkara nomor 34/pdt.G/2007/PA. Mjlk. Tanggal 12 September 2007.
(termohon). Nomor perkara : 1132/Pdt.G/2007/PA.Mjlk. Tanggal 18 September 2007.
RS bin AS, umur 25 tahun , agam Islam , pekerjaan swasta, CA bin D Umur 29 tahun, tempat tinggal kediaman Desa agama Islam, pekerjaan Babakan Manjeti Kecamatan swasta tempat kediaman di Sukahaji Kabupaten Majalengka Kelurahan Cijati dan N binti K, umur 24 tahun, Kecamatan Majalengka agama Islam pekerjaan ibu merupakan suami dari N rumah tangga, tempat tinggal binti BR umur 27 tahun, kediaman desa Cikeusik agama Islam, tidak bekerja Kecamatan Sukahaji Kabupaten berkediaman di Desa Majalengka pada tanggal 22 Mei Wanajaya Kecamatan 2004 telah melaksanakan Majalengka yang telah pernikahan dihadapan Pegawai menikah pada tanggal 14 Pencatat Nikah KUA Kecamatan September 2003 di hadapan Sukahaji Kabupaten Majalengka pegawai pencatat nikah sebagaimana tercatat pada Akta KUA Kecamatan Nikah dengan nomor: Majalengka sebagaimana 354/45/V/2004. Dalam yang tercatat pada akta pernikahannya ini mereka nikah yang dikeluarkan dikaruniai seorang anak dan oleh Kepala KUA dengan hidup rukun sebagaimana suami nomor. 726/701/IX/2003. isteri dengan kediaman bersama Sejak awal menikah di kediaman orang tua pemohon. pemohon dan termohon Namun sejak awal tahun 2006 pernah hidup bahagia kehidupan rumah tangga dengan keadaan rukun pemohon dan termohon sudah sebagaimana layaknya tidak harmonis lagi karena sering suami isteri selama 3 tahun terjadi perselisihan dan dengan kediaman bersama pertengkaran yang disebabkan di wilayah Kelurahan Cijati termohon sudah tidak mau lagi Kecamatan Majalengka dan diajak tinggal bersama sejak dalam pernikahannya ini Agustus 2006 pemohon dengan mereka berdua telah termohon sudah pisah ranjang dikaruniai satu orang anak dan kediaman. Pemohon dan perempuan. Kehidupan termohon tinggal di rumah orang rumah tangga pemohon dan tuanya masing-masing tapi termohon sejak bulan Juli masih tinggal satu RT dan RW 2006 sudah tidak ada (tenggang tempat). keharmonisan, karena Adapun kronologis jalannya sering terjadi perselisihan persidangan antara RS bin AS dan pertengkaran yang disebabkan termohon sudah dengan N binti K dari mulai Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
108
U (termohon dengan nomor perkara : 084/Pdt.G/2007/PA.Mjlk tertanggal 8 Oktober 2007. LS bin O umur 31 tahun , agama Islam, pekerjaan swasta bertempat tinggal di Desa Banjaran Sumberjaya Kabupaten Majalengka merupakan suami dari NS binti U umur 31 tahun, agama Islam, tidak bekerja bertempat tinggal di Desa Lojikobong Sumberjaya Kabupaten Majalengka yang telah menikah pada tanggal 11 Mei 1996 di hadapan pegawai pencatat nikah KUA Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka sebagaimana yang tercatat pada akta nikah yang dikeluarkan oleh Kepala KUA dengan nomor : 136/68/V/1996. Sejak awal menikah pemohon dan termohon telah pernah hidup bahagia dalam keadaan rukun bersama dengan 2 orang anak, namun sejak tanggal 1 Mei 2006 kehidupan rumah tangga pemohon dan termohon sudah tidak ada keharmonisan sering terjadi percekcokan dan perselisihan serta pertengkaran yang terus menerus yang disebabkan karena termohon tidak percaya lagi kepada perkataan pemohon dan selalu berbeda prisip dalam segala hal yang berhubungan dengan rumah tangga dan pemohon dan sudah pisah
tidak taat lagi terhadap suami dan tidak terima apabila dinasehati sahingga diantara pemohon dan termohon sudah tidah ada kecocokan dan saling pengertian selain itu, antara pemohon dan termohon sudah pisah ranjang dan kediaman dan tidak berhubungan layaknya suami isteri. Sehingga untuk mencapai rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah tidak terwujud. Adapun proses jalannya persidangan antara DA bin C dengan N binti BR adalah sebagai berikut:
permohonan sampai dijatuhkannya putusan perceraian adalah sebagai berikut: a. Pengajuan permohonan
Pada awal pengajuan permohonan cerai thalak ke Pengadilan Agama Majalengka, pemohon dibantu petugas Pengadilan agama untuk membuat surat permohonan cerai thalak secara tertulis dengan menyabutkan nama, umur, alamat, agama, serta alasan yang mendasari keinginan dalam mengajukan thalak kepada isterinya (termohon) yang dilengkapi dengan akta nikah. Kemudian setelah surat permohonan selesai petugas a.Pengajuan permohonan pengadilan agama memberi Ketika mengajukan nomor perkara: permohonan cerai thalak 1132/Pdt.G/2007/PA.Mjlk yang terhadap N binti BR, CA kemudian serahkan kepada bin D mendatangi panitera untuk diajukan kepada Pengadilan Agama di hakim untuk diperiksa dan daerah hukum kediaman diserahkan Ketua Pengadilan pemohon dan termohon Agama menunjuk Majelis hakim yaitu ke Pengadilan Agama untuk menyelesaikan perkara ini Kelas 1.A Majalengka. kepada pihak yang berperkara Permohonan ini dibuat oleh oleh jurusita pengadilan agama. CA bin D secara tertulis. Khusus pada temohon Perosedur yang harus diserahkan sehelai salinan surat ditempuh dalam permohonan dari pemohon untuk mengajukan permohonan dijawab secara tertulis dan cerai adalah dengan diajuakan pada waktu sidang. menyebutkan terlebih dahulu nama, umur, agama b. Pemanggilan dan tempat tinggal serta Pemanggilan dilakukan alasan-alasan mengajukan setiap kali diadakan persidangan permohonan cerai yang disertai dengan buku nikah. dengan jarak 3 hari sebelum sidang. Pemanggilan ini harus Setelah surat permohonan dilakukan oleh jurusita dan selesai kemudian petugas Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
109
ranjang walaupun masih tinggal satu rumah. Adapun jalannya proses persidangana. antara LS bin O dengan NS binti U adalah sebagai berikut: a. Pengajuan permohonan Ketika ingin mengajukan permohonan cerai thalak terhadap LS bin O mendatangi Pengadilan Agama Majalengka untuk membuat surat permohonan tertulis kepada Pengadilan agama yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal termohon. Keinginan berrcerai sebelumnya telah diberitahukan pemohon terhadap termohon dan ternyata temohonpun menginginkan perceraian tersebut. Dalam mengajukan permohonan cerai pemohon menyebutkan terlebih dahulu nama, umu, agam dan tempat tinggal serta alasan-alasan mengajukan permohonan cerai yang disertai dengan buku nikah. Setelah surat permohonan selesai kemudian petugas pengadilan agama memberi nomor perkara: 084/Pdt.G/2007/PA.Mjlk yang kemudian diserahkan kepada panitera untuk menunjuk Majelis Hakim untuk menyelesaikan perkara ini serta menetapkan hari sidang. Sementara surat panggilan sidang akan diserahkan kepada pihak b. yang berperkara oleh jurusita
Pengadilan Agama memberi nomor perkara untuk diajukan kepada hakim untuk diperiksa dan diserahkan Ketua Pengadilan Agama menunjuk Majelis Hakim untuk menyelesaikan perkara ini serta menetapkan hari sidang. Sementara surat pengadilan sidang akan diserahkan kepada pihak yang berperkara oleh jurusita pengadilan agama. b. Pemanggilan Setelah mengajukan permohonan dan diberi nomor perkara, selanjutnya pemohon dan termohon akan dipanggil untuk menghadiri persidangan. Adapun pemanggilan dilakukan setiap kali akan dilakukan persidangan dengan tenggang waktu tiga hari sebelum hari sidang. Dalam kasus ini persidangan dilakukan sebanyak tiga kali.
disampaikan langsung kepada pihak yang bersangkutan. Adapun jalannya persidangan ini dilakukan sebanyak tiga kali. c. Persidangan Setelah menerima surat penggilan persidangan dari Pengadilan Agama Majalengka, maka pemohon dan termohon datng untuk menghadiri persidangan permohonan cerai thalak. Adapun peristiwa hukum yang terjadi selama persidangan adalah sebagai berikut : 1) Sidangan pertama 2 Oktober 2007
Setelah sidang dinyatakan terbuka untuk umum oleh Ketua Majelis, kemudian pihak berperkara dipanggil masuk ke ruang sidang. Dalam sidang pertama ini pemohon dan termohon datang menghadap sendiri ke persidangan. Sebelum membacakan surat permohonan pemohon, Ketua Hakim terlebih dahulu memeriksa kartu identitas masing-masing dan rukun kembali, akan tetapi tidak berhasil, lalu Majelis Hakim c.Persidangan menyatakan bahwa persidangan Setelah menerima surat tertutup untuk umum. panggilan sidang yang Selanjutnya Ketua membacakan disampaikan dari juru sita Surat Permohonan pemohon itu Pengadilan Agama Kelas kepada termohon untuk 1.A Majalengka, maka para menjawab permohonan pemohon pihak yang berperkara (replik) dan termohon tidak diharuskan datang ke keberatan untuk bercerai dan Pengadilan Agama untuk memohon kepada Ketua majelis menghadiri sidang mengeluarkan putusan permohonan perceraian. secepatnya. Karena pemohon Adapun peristiwa-peristiwa dan termohon menyatakan tidak Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
110
pengadilan agama. Khusus pada termohon diserahkan sehelai salinan surat permohonan dari pemohon untuk dijawab secara tertulis dan diajukan pada waktu sidang. b. Pemanggilan Setelah mengajukan permohonan dan diberi nomor perkara oleh c. Pengadilan selanjutnya pemohon dan termohon dipanggil untuk menghadiri persidangan. Pemanggilan ini disampaikan oleh juru sita pengadilan agam kepada masing-masing pihak dengan waktu antara hari pemanggilan dan hari sidang paling sedikit tiga hari. Dalam kasus ini persidangan dilakukan sebanyak tiga kali.1) c. Persidangan Setelah menerima surat penggilan dari juru sita Pengadilan Agama Majalengka untuk menghadiri persidangan maka, para pihak yang berperkara diharuskan datang ke Pengadilan agama untuk menghdiri sidang permohonan perceraian. Adapun peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi selama persidangan perceraian antara LS bin O dengan NS binti U adalah sebagai berikut: 1) sidang pertama 22
hulum yang terjadi selama persidangan perceraian antara CA bin D dengan N binti BR adalah sebagai berikut: a) Sidang pertama tanggal 25 September 2007 Dalam sidang pertama ini hakim ketua terlebih dahulu memanggil para pihak yang berperkara untuk masuk ke ruang sidang dan kemudian menyatakan persidangan dibuka dan terbuka untuk umum. Pada waktu dipanggil untuk masuk ke dalam ruang sidang, pemohon menghadap sendiri ke persidangan. Sedangkan termohon tidak datang menghadap dan tidak pula menyuruh orang lain sebagai wakilnya meskipun terlebih dahulu dilakukan pemanggilan secara patut untuk datang mengahadap pada saat persidangan pertama ini. Pada saat sidang pertama ini pemohon ditanyakan nama pemohon dan termohon, umur serta tempat tinggal serta alasan mengajukan permohonan cerai. Setelah mendengar alasan yang diucapkan pemohon selanjutnya, Ketua Majelis menasehati pemohon dalam rangka upaya perdamaian dan memberikan saran dan nasihat kepada pemohon untuk mengurungkan
akan mengajukan keterangan lain, maka sidang dilanjutkan dalam tingkat pembuktian yang dikeluarkan oleh KUA Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka yang kemudian diberi tanda PI oleh Majelis Hakim. Selanjutnya persidangan dianggap cuukup dan dibuka kembali untuk umum dan diperintahkan kepada pemohon dan termohon agar hadir kembali pada sidang kedua dengan membawa saksi masingmasing. Lalu sidang dinyatakan ditutup. 2) Sidang kedua 16 Oktober 2007 Setelah dibuka untuk umum maka Ketua Majelis memanggil pihak yang berperkara untuk ke ruang sidang. Sebelum persidangan dimuat, terlebih dahulu Ketua Majelis menasehati dan berusaha mendamaikan kedua belah pihak, akan tetapi tidak berhasil, selanjutnya persidangan ditutup untuk umum. Karena persidangan kadua ini adalah untuk pemeriksaan saksi-saksi dan sesuai dengan perintah Ketua Majelis pemohon dan termohon datang dengan membawa saksi masign-masing. Setelah pertanyaan kepada kedua saksi selesai dan antara pemohon dan termohon tidak keberatan atas keterangan saksi tersebut, maka Majelis Hakim bermusyawarah dan memutuskan mengabulkan permohonan pemohon dan memberi izin kepada pemohon
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
111
Oktober 2007 Dalam sidang pertama ini antara pemohon dan 2) termohon masing-masing datang ke persidangan secara pribadi . Di dalam persidangan terlebih dahulu Hakim menanyakan alamat, umur, pekerjaan dan tempat tinggal pemohon dan termohon, selanjutnya hakim berdasarkan surat permohonan pemohona hakim mengajukan pertanyaan untuk dijawab oleh termohon (replik), dan termohon membbenarkan serta tidak berkeberatan untuk bercerai dengan pemohon. Untuk menguatkan bukti, maka hakim meminta menghdirkan para saksi, akan tetapi pemohon dan termohon belum siap selanjutnya hakim menunda persidangan dan memberi kesempatan pemohon dan termohon untuk menghadirkan saksi pada persidangan berikutnya. 2) Sidang kedua tanggal 5 November 2007 Sidang ini adalah sidang pembuktian para saksi. Dalam persidangan ini pemohon dan termohon datang secara pribadi dengan masing-masing membawa saksi dari pihak keluarga. Sebelum beranjak kepada keterangan para saksi, hakim3) terlebih dahulu memberikan nasehat dan berusaha
niatnya akan tetapi tidak berhasil dimana pemohon tetap pada permohonanya untuk bercerai dengan termohon. Karena termohon tidak hadir, selanjutnya Ketua menyatakan menunda pemerikasaan atas perkara ini pada sidang kedua dia meminta kesaksian pada sidang kedua dan memerintahkan kepada juru sita untuk memanggil termohon agar hadir di muka sidang dan diberitahkukan kepada pemohon agar datang pada hari dan tanggal persidangan yang telah ditetapkan. Setelah penundaan tersebut dibacakan oleh Ketua, lalu persidangan dinyatakan ditutup. b) Sidang kedua tanggal 9 Oktober 2007 Pada persidangan kedua ini pemohon datang sendiri sedangkan termohon tidak hadir dan tidak menyuruh orang lain sebagai wakilnya meskipun telah dipanggil secara sah dan patut untuk datang pada persidangan. Sebelum pemeriksaan pokok dilakukan majelis hakim terlebih dahulu menasehati untuk berdamai namun tetap tidak berhasil selanjutnya persidangan dinyatakan tertutup untuk umum dan ketua
untuk ikrar menjatuhkan thalak 3) Sidang Katiga 30 Oktober 2007 Proses persidangan ketiga ini adalah pengabulan pemohon untuk menjatuhkan ikrar thalak terhadap termohon . Setelah persidangan dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum, lalu para pihak yang berperkara dipanggil masuk ke ruang sidang. Dalam persidangan ini pemohon dan masing-masing menghadap sendiri ke persidangan.Ketua Majelis berusaha untuk mendamaikan akan tetapi pemohon menyatakan tetap pada kehendak kemudian Majelis mengadili dan mengabulkan permohonan pemohon dengan memberi izin untuk ikrar menjatuhkan thalak terhadap termohon dan menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara berdasarkan hukum yang ditentukan. Sebelum mengucapkan takak atas pertanyaan ketua majelis bertanya terhadap termohon apakan dalam keadaan suci atau tidak dan ternyata termohon dalam keadaan suci. Dan atas izin Majelis maka pemohon mengucapkan ikrar thalak yang disaksikan oleh termohon. Selanjutnya Ketua majelis menetapkan putusnya perkawinan antara RS bin AS (pemohon) dengan N binti K (temohon) karena perceraian . Setelah penetapkan tersebut diucapkan di muka umum, maka
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
112
mendamaikan kadua belah pihak agar tidak jadi bercerai namun tidak berhasil. Kemudian masing-masing saksi diberikan pertanyaan dan membenarkan bahwa hubungan suami isteri antara pemohon dan termohon sudah tidak harmonis lagi dan mereka sudah berusaha mendamaikan tetapi tidak berhasil. Atas semua keterangan saksi tersebut pemohon dan termohon menerima dan membenarkannya. Dengan demikian sudah jelas bahwa diantara pemohon dan termohon sudah tidak bisa didamaikan lagi. Akhirnya hakim mengbulkan permohonan pemohon untuk menceraikan isterinya dengan ikrar thalak pada persidangan selanjutnya. Kemudian sidang ditutup. 3) Sidang ketidga 19 November 2007 Setelah melihat kesaksian dan butkti-bukti dari sidang pertama dan kedua maka, selanjutnya sidang dilanjutkan pada pengucapan ikrar thalak dari pemohon kepada termohon. Dalam persidangan ikrar thalak ini 4) pemohon dan termohon datang sendiri di depan pengadilan. Setelah persidangan dibuka untuk umum selanjutnya hakim bertanya kepada pemohon dan termohon apakan akan mudur atau tetap
melanjutkan perkara dan ternyata kedua belah pihak 4) Putusan tetap pada pendirian dan meminta segera Setelah membacakan mengikrarkan thalak. Karena permohonan pemohon dan termohon dalam keadaan menddengar keterangan pihak suci, selanjutnya hakim berperkara yang disertai surat membacakan putusan bukti perkara, makaMajelis Pengadilan Agama Hakim memutuskan putusnya Majalengka nomor: perkawinan antara RS bin AS 084/Pdt.G/2007PA.Mjlk dengan N binti K karena tanggal 19 November 2007 perceraian. Dengan yang berisi mengabulkan mengabulkan permohonan permohonan pemohon dan pemohon, memberi izin kepada memberi izin kepada pemohon untuk ikrar pemohon untuk ikrar menjatuhkan thalak kepada menjatuhkan thalak kepasa termohon di hadapan sidang termohon. Setelah Pengadilan Agama Majalengka mengikrarkan talaknya. setelah setelah putusan ini Selain bukti surat di atas, Selanjutnya hakim pemohon juga mengajukan mempunyai kekuatan hukum menetapkan putusannya tetap dan membebankan dua orang saksi dari pihak perkawinan antara LS bin O pemohon untuk membayar biaya (pemohon) dengan NS binti keluarga pemohon. Dari perkara sebesar Rp 206.000 (dua U (termohon) karena pernyataan saksi–saksi ratus enam puluh ribu rupiah). tersebut, Majelis hakim perceraian , memerintahkan Kemudian menetapkan putusnya kepada Panitera Pengadilan memperoleh keterangan perkawinan antara pemohon dan Agama Majalengka untuk bahwa memang benar termohon karena perceraian. Dan mengirimkan putusan ini diantara pemohon dan memerintahkan kepada Panitera tanpa materai kepada termohon sudah tidak Pengadilan Agama Majalengka harmonis lagi dan sering pegawai Pencatat Nikah untuk mengirimkan satu helau terjadi perselisihan dan yang wilayahna meliputi pertengkaran terus menerus salinan putusan yang telah tempat tinggal pemohon dan mempunyai kekuatan hukum karena si termohon sudah termohon kepada pegawai tidak taat lagi pada perintah tetap tanpa materai kepada pencatat nikah untuk pemohon. Atas pertanyaan Pegawai Pencatat Nikah yang mencatat dalam daftar yang wilayahnya meliputi tempat Ketua, pemohon disediakan untuk itu. Setelah menyatakan membenarkan tinggal pemohon dan termohon ketua menjatuhkan untuk dicatat dalam daftar yang terhadap keterangan saksi me\penetapan tersebut, lalu telah disediakan untuk itu. Serta persidangan dinyatakan tersebut serta biaya penetapan sebasar Rp menyampaikan kesimpulan selesai dan ditutup. 150.000 (seratus lima puluh ribu secara lisan yang pada pokoknya mohon putusan. rupiah) dibebankan kepada 4) Putusan 5) pemohon. Setelah persidangan Setelah mendengar mencapai pada hasil keterangan para pihak musyawarah yang disertai bukti dan para saksi menyatakan mengabulan membacakan surat permohonan pemohon pada tanggal 12 September 2007 yang isinya tetap dipertahankan pemohon. Sidang dilanjutkan dengan menunjukan bukti-bukti dan saksi. Bukti tetulis yang diajukan pemohon berupa Kutipan akata Nikah nomor:726/70IX/2003 tanggal 19 September 2003 dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Majalengka Kota Majalengka, lalu ketua Majelis diberi tanda P.I.
persidangan dinyatakan ditutup.
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
113
permohonan pemohon dengan verstek, dan menetapkan memberi ijin kepada pemohon untuk ikrar menjatuhkan thalak terhadap temohon.
maka, pengadilan mengabulkan permohonan pemohon untuk ikrar menjatuhkan thalak kepada termohon dan menghukum pemohon untuk membayar kepada termohon mut’ah berupa uang sebesar Rp 250.000 (dua ratus juta rupiah), nafkah iddah selama sebulan sebesar Rp 3.000.000 (tiga juta rupiah) setiap minggu dan menghukum pemohon membayar biaya perkara sebesar Rp 250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). Putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap kemudian hakin menetapkan putu perkawinan antara pemohon dan termohon kerena perceraian. Dan memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Majalengka untuk mengirimkan satu helai putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tanpa materai kepada Pegawai Pencatat Nikah yang wilayahnya meliputi tempat tinggal pmohon dan termohon untuk dicatat dalam daftar yang telah disediakan untuk itu. Serta biaya penetapan sebesar Rp 60.000 *enam puluh ribu rupiah) dibebankan kepada pemohon.
c) Sidang ke tiga tanggal 23 Oktober 2007 Setelah dua kali persidangan maka sidang ketiga ini adalah pengucapan ikrar talak . Setelah memanggil para pihak maka sidang dibuka dan terbuka untuk umum lalu Ketua memeriksa relas yang telah disampaikan secara resmi dan patut kepada para pihak. Pada sidang pengucapan ikrar thalak ini pemohon datang menghadap di persidangan, sedangkan termohon tidak datang dan tidak pula menyuruh orang lain menghadap sebagai wakilnya. Sebelum dibacakan putusan terlebih dahulu hakim memberi nasehat untuk berdamai akan tetapi tidak berhasil. Kemudian oleh ketua dibacakan Putusan Pengadilan agama kelas 1.A Majalengka Nomor 34/Pdt.G/2007 yang isinya mengabulkan permohonan pemohon dengan verstek menetapkan memberi izin kepada pemohon untuk ikrar thalak dihadapan sidang tanpa dihadiri oleh dan atas izin Ketua maka pemohon mengucapkan Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
114
ikrar thalak. Selanjutnya menetapkan perkawinan antar pemohon denga termohon putus karena perceraian setelah ini persidangan dinyatakan selesai dan tertutup untuk umum. d. Putusan Setelah ikrar thalak dijatuhkan maka hakim memutuskan bahwa : a) Mengabulkan permohonan dengan verstek b) Menetapkan memberi ijin kepada pemohon untuk ikrar menjatuhkan thalak terhadap termohon di hadapan Pengadilan agama Kelas I.A Majalengka, setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap. 3) Menetapkan kewajiban pemohon terhadap termohon yaitu nafkah selama masa iddah sebesar Rp 600.000 (enam ratus ribu rupiah). Mut’ah sebesar Rp 1.000.000 (satu juta rupiah), biaya seorang anak minimal setiap bulan sebesar Rp 200.000 (dua ratus ribu rupiah). 4) Menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 216.000 (dua ratus enam belas ribu rupiah). Kemudian menetapkan putusnya Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
115
perkawinan antara pemohon dan termohon karena perceraian. Dan memerintahkan kepada Panitera Pengadilan agama kelas 1.A Majalengka untuk mengirimkan satu helai putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tanpa materai kepada Pegawai Pencatat nikah yang wilayahnya meliputi tempat tinggal pemohon dan termohon untuk dicatat dalam daftar yang telah disediakan untuk itu. Serta biaya penetapan sebesar Rp 40.000 (empat puluh ribu rupiah) dibebankan kepada pemohon.
c. Triangulasi Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan April minggu keempat dan bulan Mei minggu pertama di tahun 2011 Waktu penelitian:Siang-Sore (13.00-16.00)
Berdasarkan hasil wawancara dari keempat orang suami yang mengajukan permohonan cerai thalak ke pengadilan agama, dapat diketahui dari kasus I, kasus II dan kasus III bahwa faktor utama yang dijadikan alasan suami mengajukan permohonan cerai ke pengadilan agama adalah karena sudah tidak adanya kecocokan diantara mereka yang disebabkan istri tidak taat atau patuh lagi pada suami sehingga memicu pertengkaran yang terus menerus, berbeda dengan kasus Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
116
IV yang disinyalir bahwa si istri telah berselingkuh dengan laki-laki lain sehingga untuk membentuk rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan warohmah sudah tidak mungkin terjadi lagi. Dengan demikian alasan yang banyak diajukan suami untuk bercerai dengan istrinya adalah karena pertengkaran yang terus-menerus sehingga tidak ada kecocokan lagi diantara mereka dan mengupayakan jalan damai diantara merekapun sudah tidak bisa dilakukan lagi.
2. Akibat Hukum Perkawinan yang Putus Karena Perceraian a. Triangulasi Teknik Wawancara Berdasarkan kepada
hasil
hakim
Observasi
Studi Dokumentasi
wawancara Dilakukan
di 1. Republik Indonesia.
panitera Pengadilan
(1983). Undang-undang
dan
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
117
Pengadilan
Agama
Kelas
I.A Agama Kelas I.A No
1
Tahun
1974
Majalengka, menyebutkan bahwa Majalengka
Tentang
Perkawinan.
akibat
Jakarta:
Pradnya
yang
terjadi
karena
perceraian adalah putusnya hakhak
suami
istri
Paramita.
kecuali
kepemilikan harta bersama yang dibagi
dua
berdasarkan
hasil
kesepakatan kedua belah pihak dan musyawarah
majelis
yang
memutus pembagian harta secara adil
dan
memberatkan
atau
menghukum
pemohon
untuk
membayar
biaya
perkara
persidangan
sesuai
dengan
ketentuan hukum yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Disamping itu
akibat
yang
timbul
akan
menyebabkan dampak psikologis yang menimbulkan trauma bagi kedua belah pihak terutama anak.
b. Triangulasi Sumber
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
118
Ditujukan kepada: Hakim dan Panitera Pengadilan Agama Kelas 1.A Majalengka Hakim
Panitera
Akibat hukum yang timbul karena Menurut
panitera
Bapak
Drs.
perceraian adalah putusan perkawinan Muhtadin adalah putusannya hak-hak antara suami istri tersebut dan apabila dan kewajiban suami isteri karena ada harta bersama maka dibagi dua perceraian dan kepamilikan
harta
sesuai dengan kesepakatan kedua belah bersama yang dibagi sesuai keputusan pihak dengan mengacu pada ketentuan pengadilan. undang-undang.
Dalam
kasus
Meskipun
demikian,
cerai putusan pengadilan tidak selamanya
thalak ini tidak ada kewajiban yang harus disetujui oleh pihak yang berperkara dipenuhi kedua belah pihak yang telah karena menurut panitera bapak Drs. dinyatakan bercerai di depan Pengadilan Muhtadin mengatakan dari jumlah Agama hanya saja hakim emberikan perkara yang masuk pada tahun 2006 putusan yang bersifat condemnatoir yaitu sebanyak 223 perkara cerai thalak , 2 putusan
yang
berisi
penghukuman. (dua)
diantaranya
mengajukan
Dimana pihak tergugat dihukum untuk banding dan 1 (satu) yang masuk ke menyerahkan sebidang tanah berikut tingkat kasasi sedangkan untuk tahun bangunan rumahnya, membayar utang. 2007
belum
adanya
data
yang
Dan bagi pemohon diharuskan untuk menunjukan pihak yang bersangkutan membayar perkara, biaya iddah dan untuk
mengajukan
permohonan
mu’ah selama tiga bulan kepada istri dan banding atau kasasi tersebut. apabila mempunyai anak maka biaya Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
119
ditentukan
sesuai
dengan
pendapat
pemohon perbulan yang telah disepakati di persidangan. Walaupun dalam hukum Islam peerceraian itu dibolehkan, namun perceraian akan menimbulkan kerugian bagi pihak yang berperkara terutama keluarga dan anak. Karena menurut hakim Ibu Dra. Hj. Syafiah, MH, perceraian tidak jarang menimbulkan pengaruh negatif terhadap perkembangan jiwa
anak
yang
menjad
korban
perceraian orang tuanya. Akibat yang terjadi dari putusan pengadilan.
c. Triangulasi Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei minggu kedua dan minggu ketiga di tahun 2011 Waktu: Siang – Sore (13.00-15.00)
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
120
3. Hal-hal yang dilakukan Peradilan Agama Dalam Menjalankan Fungsi Perannya Sebagai Lembaga Peradilan Bagi Masyarakat
a. Triangulasi Teknik Wawancara
Observasi
Studi Dokumentasi
Sebagaimana hasil wawancara dari Diadakan hakim,
panitera
dan
jurusita Pengadilan Agama media foto-foto
Pengadilan Agama bahwa dalam kelas menjalankan fungsi perannya sebagai Majalengka lembaga peradilan bagi masyarakat, hakim
selalu
mengupayakan
perdamaian kepada pihak-pihak yang berperkara dalam setiap persidangan. Selain itu juga Pengadilan Agama Kelas I.A Majalengka dalam setahun sekali penyuluhan
selalu secara
di Menggunakan
mengadakan formal
baik
langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat setempat guna Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
121
1.A
memberikan
pengetahuan
tentang
hal-hal yang berhubungan dengan masalah keperdataan serta arahan kepada masyarakat tentang fungsi dan
peran
kehadiran
Pengadilan
Agama di tengah-tengah masyarakat. Hal ini diharapkan agar masyarakat paham tentang keberadaan peradilan dan
yang
mempunyai
perkara
keperdataan untuk datang langsung ke
pengadilan
Agama
guna
mendapatkan keadilan. Selain itu, penyuluhan ini juga dilakukan guna mengurangi tingkat cerai thalak. Karena tingkat pendidikan penduduk di daerah kabupaten Majalengka yang cukup tinggi, maka kehadiran Pengadilan Agama ditengah-tengah mereka tidak dirasakan asing. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kasus cerai
thalak
Pengadilan
yang Agama
masuk
ke
Kelas
I.A
Majalengka setiap tahunnya. Terlebih Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
122
lagi pada awal 2008 Pengadilan Agama
Kelas
menerapkan
I.A
prinsip
Majalengka “RAHMAH”
(Responsilibity,
Akuntabilitasn
Hemat,
Akurat,
Manfaat,
dan
Humanis) perkara yang datang ke Pengadilan menjadi meningkat dua puluh persen.
b. Triangulasi Sumber Ditujukan kepada: Hakim,Panitera, dan Juru Sita Pengadilan Agama kelas 1.A Majalengka Hakim
Panitera Menurut
hakim
menjawab
Juru Sita
Panitera
bahwa
Bapak
Yayat
Bapak Drs. Muhtadin Pengadilan agama Kelas 1.A
mengemukakan upaya yang dilakukan
Majalengka
selalu
upaya Pengadilan
mengadakan
penyuluhan
dilakukan Pengadilan sebagai
secara
formal
lembaga
kepada
Agama peradilan
mengurangi masyarakat
cerai
adalah
satu tahun sekali mengenai
thalak adalah dengan dengan
mengadakan
perceraian baik cerai thalak
melakukan penyuluhan
cerai
dalam
bagi
masyarakat yang dilakukan
maupun
yang
Agama
formal
gugat.
penyuluhan setahun yang dilakukan secara
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
123
Penyuluhan secara
ini
dilakukan langsung
bergilir
dilakukan
baik masyarakat.
di
lingkungan
kepada sekali
sekitar Penyuluhan Pengadilan bertujuan
Agama
masyarakat
Kelas
mengurangi dikemukakan
serta
utama diadakan penyuluhan yang berkaitan dengan ini adalah untuk mengurangi masalah perceraian
keperdataan
di Islam. Hal ini sejalan
masyarakat terutama cerai dengan
diterapkannya
memberikan prinsip
“RAHMAH”
serta
pengetahuan
tentang (Responsibility,
kesadaran
hukum
dan Akuntabilitas,
Hemat,
peradilan bagi masayarakat. Manfaat, Akurat, dan Namun
dengan
prinsip Humanis)
lebih
:RAHMAH” (Responsibility, meningkatkan Akuntabilitas, Manfaat,
Akurat,
Humanis)
yang
Hemat, pelayanan
kepada
dan masyaraat
pencari
baru keadilan dengan cara
dikeluarkan wala tahun 2007 sederhana perkara yang masuk menjadi serta lebih
banyak.
oleh
1.A tingkat perceraian di hakim dan panitera.
seperti di Kelurahan. Tujuan memberikan informasi
thalak
sama
ini halnya dengan yang
Majalengka maupun di luar masyarakat
tingkat
kepada
Hal
dan
bekerja
ini profesional
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
124
biaya secara dan
eningkat, di samping itu tanggung jawab dengan semakin
tinggi
tingkat lebih
mengutamakan
pendidikan maka semakin kemanusiaan banyak
masyarakat
yang memberikan
dalam keadilan
mengajukan perkara rumah bagi masyarakat. tangganya dengan memohon perceraian
ke
Pengadilan
Agama.
c. Triangulasi Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei minggu keempat dan pada bulan Juni minggu kesatu. Waktu Penelitian: Siang-Sore (jam 13.00-15.00)
4. Upaya Hukum Yang Dilakukan Petugas Peradilan Agama Dalam Menyelesaikan Konflik Keluarga Agar Tidak Terjadi Cerai Thalak a. Triangulasi Teknik Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
125
Wawancara
Observasi
Upaya yang dilakukan petugas Dilakukan peradilan agama yaitu hakim, Pengadilan panitera
dan
jurusita
sangat
dalam
berpengaruh
penyelesaian
keluarga.
Hal
ini
konflik dapat
ditemukan dari upaya hakim Peradilan Agama dalam setiap persidangan yang selalu berupaya untuk
menyelesaikan
konflik
keluarga agar tidak bercerai yaitu dengan
mengusahakan
perdamaian antara pemohon dan termohon. mendamaikan perceraian
di Dengan media foto Agama
dalam kelas 1.A Majalengka
menyelesaikan kasus cerai thalak ternyata
Studi Dokumentasi
Kegiatan
upaya
dalam
perkara
berlanjut
selama
proses pemeriksaan berlangsung mulai dari sidang pertama sampai pada tahapan putusan belum dijatuhkan, maka hakim tetap dibebani fungsi mengupayakan Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
126
perdamaian
pada
setiap
kali
pemeriksaan sidang berlangsung. Peranan
hakim
usaha
menyelesaikan
secara
damai
penting,
hal
adalah ini
dalam perkara sangat
merupakan
keharusan yang bersifat wajib disampaikan
dan
mempunyai
kekuatan hukum. Upaya hukum lain yang ditawarkan oleh hakim selain
perdamaian
adalah
banding bagi yang merasa belum puas dengan keputusan hakim dan juga kasasi setelah melalui proses
pemeriksaan
di
Pengadilan Tinggi Agama. Selain bertugas
dalam
proses
persidangan, hakim juga bertugas memeriksa
surat
permohonan
cerai thalak dan menetapkan hari sidang. Dalam
upaya
penyelesaian kasus cerai thalak Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
127
ini panitera sangat membantu pemohon dari mulai pendaftaran administrasi, sampai pada tahap akhir putusnya perceraian dengan penetapan pembuatan akta cerai, selain itu juga panitera selalu dijadikan tempat mediasi guna menjembatani para pihak-phak yang
berperkara
mempertimbangkan
agar dan
memikirkan baik-baik rencana perceraian.
Dalam
setiap
kerjanya, hakim dan panitera selalu dibantu oleh jurusita dalam penyelesaian kasus cerai thalak sehingga menunjang kelancaran jalannya
persidangan
karena
tugas juru sita adalah membantu tugas
panitera,
mengadakan
eksekusi serta memanggil dan menyampaikan surat panggilan sidang
kepada
pihak
yang
berperkara sesuai dengan yang Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
128
ditujukan dalam Penetapan Hari Sidang (PHS).
b. Triangulasi Sumber Ditujukan kepada: Hakim
Hakim Ibu Ibu Dra. Hj. Syafiah, MH, menjawab bahwa dalam persidangan setiap hakim selalu menanyakan alasan dahulu kepada pihak yang berperkara dan kemudian menasehati agar kedua belah pihak tidak jadi bercerai dengan cara mengupayakan jalan yang dilakukan dalam setiap persidangan.
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
129
c. Triangulasi Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan April minggu keempat dan bulan Mei minggu pertama di tahun 2011 Waktu penelitian:Siang-Sore (13.00-16.00)
Berdasarkan hasil wawancara dari keempat orang suami yang mengajukan permohonan cerai thalak ke pengadilan agama, dapat diketahui dari kasus I, kasus II dan kasus III bahwa faktor utama yang dijadikan alasan suami mengajukan permohonan cerai ke pengadilan agama adalah karena sudah tidak adanya kecocokan diantara mereka yang disebabkan istri tidak taat atau patuh lagi pada suami sehingga memicu pertengkaran yang terus menerus, berbeda dengan kasus IV yang disinyalir bahwa si istri telah berselingkuh dengan laki-laki lain sehingga untuk membentuk rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan warohmah sudah tidak mungkin terjadi lagi. Dengan demikian alasan yang banyak diajukan suami untuk bercerai dengan istrinya adalah karena pertengkaran yang terus-menerus sehingga tidak ada kecocokan lagi diantara mereka dan mengupayakan jalan damai diantara merekapun sudah tidak bisa dilakukan lagi.
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
130
C. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Alasan Suami Mengajukan Permohonan Cerai Thalak ke Pengadilan Agama Beralih dari upaya yang dilakukan peradilan agama dalam menyelesaikan kasus cerai thalak dalam menyelesaikan konflik keluarga tidak terlepas dari alasan-alasan yang dijadikan dasar utama suami menceraikan istrinya. Dari kasus yang diteliti dapat penulis ketahui bahwa yang dijadikan alasan suami mengajukan permohonan cerai thalak terhadap istrinya ke Pengadilan Agama Kelas I.A Majalengka adalah karena pertengkaran dan pertikaian dalam rumah tangga. Seperti yang dikemukakan oleh Samihah Mahmud Gharib (2006:12) bahwa : Konflik atau pertikaian keluarga ialah perselisihan yang terjadi di dalam keluarga disebabkan berbagai masalah dan perbedaan-perbedaan yang meniupkan bahwa ketegangan yang selalu siap untuk mengusik ketenangan bahkan menggiring kearah kehancuran sebuah keluarga. Sedangkan
menurut
Ramayulis
(2001:1)
konflik
keluarga
ialah
“Kehidupan rumah tangga yang tidak harmonis disebabkan oleh kurangnya pengertian dan pengetahuan tentang hukum dan petunjuk agama dalam pembinaannya”. Alasan-alasan tersebut terlihat dari beberapa kasus yang penulis teliti seperti :
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
131
Pada kasus I (CA bin D dengan NR binti B) yang dijadikan alasan adalah antara pemohon dan termohon sejak Juli 2006 sudah tidak harmonis lagi karena sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan termohon sudah tidak taat lagi dan tidak menerima apabila dinasehati suaminya, sehingga tidak ada kecocokan dan saling pengertian selain itu juga alasan utamanya adalah termohon selalu pergi tanpa seijin pemohon meskipun pemohon ketika itu ada di rumah. Karena pertengkaran ini akhirnya antara pemohon dan termohon pisah ranjang dan kediaman. Pada kasus II (RS bin AS dengan N binti K) yang menjadi alasan dasar pemohon mengajukan permohonan cerai thalak ke Pengadilan Agama Majalengka karena sejak awal tahun 2006 sering terjadinya pertengkaran antara pemohon dan termohon yang disebabkan termohon sudah tidak mau lagi tinggal bersama di kediaman orang tua pemohon. Puncaknya adalah pada bulan agustus 2006 termohon tiba-tiba pergi membawa anaknya dan menetap di rumah orang tua termohon yang letaknya masih satu RW dengan pemohon. Walaupun sudah diajak berkali-kali untuk pindah tapi termohon tetap tidak mau dan sejak itu mereka pisah ranjang dan kediaman. Hal ini terjadi karena termohon sudah tidak betah lagi dan menginginkan untuk pindah rumah tapi pemohon belum siap dengan alasan finansial yang belum memadai. Pada kasus III (LS bin O dengan NS binti U) yang menjadi alasan pemohon mengajukan permohonan cerai ke Pengadilan Agama adalah karena sejak mei 2006 rumah tangga antara pemohon dan termohon sudah tidak harmonis Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
132
lagi dan sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan termohon sudah tidak menghargai pemohon, serta tidak percaya lagi pada pemohon dan selalu berbeda prinsip dalam segala hal yang berhubungan dengan rumah tangga. Sejak itu mereka sudah pisah ranjang walaupun masih tinggal satu atap. Berbeda dengan kasus I, II, dan III, kasus IV (S bin R dengan EM binti G) yang menjadi alasan pemohon mengajukan permohonan cerai ke Pengadilan Agama adalah karena termohon diketahui berselingkuh dengan laki-laki lain. Hal ini membuat rumah tangga antara pemohon dan termohon tidak harmonis lagi. Tuduhan ini dibantah oleh termohon dan menganggap tuduhan itu hanyalah fitnah dan cemburu buta yang dijadikan alasan untuk menceraikan termohon, padahal menurut termohon pengajuan thalak ini karena pemohon sendiri ingin menikah dengan wanita lain. Namun karena bukti dan saksi yang kuat akhirnya termohon mengakui di hadapan sidang dan menerima permohonan cerai thalak dari pemohon. Dari contoh kasus diatas dapat penulis ungkapkan bahwa alasan terbanyak yagn mendasari suami menthalak istrinya adalah karena si istri sudah tidak taat atau patuh lagi terhadap suami sehingga memicu perselisihan dan pertengkaran diantara mereka yang sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Alasan ini sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1974 pasal 19 huruf f yang menyatakan bahwa “antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”. Sedangkan kasus IV didasari karena si istri terbukti berselingkuh dan telah melalaikan kewajibannya sebagai seorang Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
133
istri. Dengan demikian termohon sebagai pihak yang dirugikan dapat mengadukan hal ini ke pengadilan. Sebagaimana yang diungkap oleh M. Yahya Harahap (2003:291) yang merumuskan pasal 87 ayat 1 sebagai berikut : Penggugat wajib membuktikan dalil gugat apabila termohon atau tergugat menyanggah dalil gugat. Dalam hal termohon mengakui dalal zina, pemohon atau penggugat tidak dibebani wajib bukti dan dianggap telah berhasil membuktikan dalil gugat. Kasus diatas adalah perwujudan dari beberapa alasan yang dijadikan dasar bagi pihak yang ingin bercerai sesuai dengan pasal 116 Komplikasi Hukum Islam dan pasal 19 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang berbunyi bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan sebagai berikut : a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan. b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya. c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain. e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. f. Suami melanggar taklik-thalak. g. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga. Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa alasan suami mengajukan permohonan cerai thalak ke Pengadilan Agama disebabkan karena seringnya terjadi perselisihan dan pertengkaran antara suami dan istri yang Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
134
disebabkan karena si istri sudah tidak taat dan patuh lagi kepada suami serta karena si istri ketahuan berselingkuh dengan laki-laki lain. Dengan alasan diatas maka pengajuan permohonan cerai thalak sesuai dengan ketentuan UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan pasal 116 Komplikasi Hukum Islam.
2. Akibat Hukum Perkawinan Yang Putus Karena Perceraian A. Akibat Hukum Terhadap Anak Dalam
kodratnya, perjalanan hidup manusia dimulai dari lahir
menjadi bayi kemudian menjadi anak65 kecil, remaja dan berkembang menjadi dewasa. Dalam perjalanan hidup tersebut sangat diperlukan bimbingan dan pengarahan terutama dalam masa transisi (memasuki masa dewasa).
Seorang anak memerlukan bantuan serta bimbingan dari
orangtuanya atau walinya bahkan dari anggota masyarakat itu sendiri, agar mereka tidak mengambil jalan yang salah dalam menghadapi persoalan bathin dan sekaligus menghindari dari hal-hal yang menjurus kepada hal negatif atau perbuatan yang tidak berguna di tengah-tengah masyarakat. Tugas dan tanggung jawab baru ada setelah lahir anaknya yaitu tanggung jawab memelihara anak seperti pengawasan dan perhatian serta pencukupan kebutuhan-kebutuhan hidup serta pendidikan anak dengan sebaik-baiknya yang terus-menerus dari kedua orang tua sampai anak itu mencapai umur sebagai orang dewasa yang telah mampu berdiri sendiri. Ada kalanya tanggung jawab pemeliharaan anak ini beralih atau berpindah kepada orang Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
135
lain, pemeliharaan ini disebut dengan kekuasaan perwalian. Hal ini disebabkan: 1. Karena dicabutnya kekuasaan orangtuanya atas diri anak 2. Karena disebabkan meninggalnya kedua orang tua si anak 3. Karena perceraian. Jika kekuasaan orang tua atas diri anak telah dicabut tidaklah berarti membebaskan orang tua si anak tersebut dari kewajiban untuk memberikan tunjangan kehidupan jasmani terhadap si anak yang belum dewasa yang disesuaikan dengan pendapatan orang tua tersebut. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia jika kedua orang tua tidak ada lagi, anak yang ditinggalkan yang belum dewasa langsung jatuh di bawah pemeliharaan kerabat laki-laki pada masyarakat patrilineal, pada kerabat si ibu pada masyarakat matrilineal atau pada salah satu kerabat orang tua pada masyarakat parental. Berkaitan dengan hal di atas, jika seorang anak ditinggal mati oleh kedua orangtuanya otomatis si anak tersebut jatuh di bawah pengawasan kaum kerabat, pemeliharaan seperti ini dapat membawa dampak negatif dalam pelaksanaan pengurusan harta kekayaan anak.
Hal
ini
dikarenakan
tidak
adanya
perhitungan
dan
pertanggungjawaban yang seharusnya dilakukan oleh seorang wali atau kerabat yang memelihara si anak.
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
136
Dalam menjamin keselamatan harta benda dan pemeliharaan diri pribadi si anak, peraturan membuat suatu ketentuan khusus di dalam UUP yaitu tentang peraturan mengenai masalah perwalian yang diatur dalam Bab ke-XI dari undang-undang tersebut. Yang berada di bawah kekuasaan perwalian adalah mereka yang belum dewasa dan tidak berada di bawah kekuasaan orang tua mereka berada di bawah kekuasaan perwalian yang terdiri dari : 1. Anak sah yang kedua orangtuanya telah dicabut kekuasaannya sebagai orang tua. 2. Anak sah yang kedua orangtuanya telah bercerai. 3. Anak yang lahir di luar perkawinan (naturlijk ind). 4. Anak yang ditinggal mati oleh kedua orangtuanya. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, tentang Perkawinan yang berlaku sejak 1 Oktober 1975 yang sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita kesatuan dan persatuan nasional di segala bidang, termasuk kesatuan hukum tentang perkawinan yang berlaku untuk semua warga negara. Dengan adanya Undang-Undang Perkawinan ini maka tercapailah apa yang dicita-citakan selama ini mengenai kodifikasi dan unifikasi hukum, walaupun dalam hal ini hanya mengenai perkawinan saja. Dalam perkawinan, masalah umur sangatlah penting untuk menentukan seseorang itu apakah sudah cakap untuk melakukan tindakan Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
137
hukum atau belum karena tindakan melakukan perkawinan adalah termasuk tindakan hukum. Jika diperhatikan ketentuan yang terdapat di dalam UUP tersebut, tidak ada suatu ketegasan yang menyatakan umur berapakah seseorang itu dikatakan sudah dewasa atau belum. Ketentuan dalam Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 47 UUP yang mana apabila diperhatikan isi Pasal 6 ayat (2) tersebut bahwa anak yang sudah berumur 21 tahun dianggap sudah dewasa dan tidak perlu lagi mendapat izin dari kedua orangtuanya dalam melangsungkan perkawinan. Bila ditafsirkan secara umum, isi Pasal 6 Ayat (2) tersebut maka terhadap anak yang belum berumur 21 tahun jika akan melangsungkan perkawinan harus mendapat izin dari kedua orangtuanya karena belum dewasa dan belum
dapat
menentukan kehendaknya sendiri tanpa campur tangan dari orangtuanya. Menurut Pasal 47 UUP Ayat (1) menyatakan bahwa Anak yang belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orangtuanya selama mereka tidak dicabut kekuasaannya . Sedangkan menurut Ayat (2) bahwa Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam maupun di luar pengadilan . Jika dilakukan penafsiran terhadap Pasal 47 UUP ini maka anak yang telah berumur 18 tahun atau yang belum berumur 18 tahun tapi sudah kawin dapat dianggap : 1. Tidak berada di bawah kekuasaan orangtuanya lagi.
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
138
2. Cakap melakukan tindakan hukum di dalam maupun di luar pengadilan tanpa diwakili oleh orang tua. 3. Sudah mampu dan berhak mengurus harta bendanya dan kepentingan sendiri walaupun tanpa mendapat bantuan dari orangtuanya. Kedua pasal tersebut di atas, jelas bahwa pembuat undang-undang membuat 2 (dua) macam kategori untuk menentukan seseorang tersebut sudah dewasa atau belum. Oleh sebab itu secara pasti tidak dapat ditentukan umur berapa seseorang itu sudah dianggap dewasa menurut undang-undang ini, kalau tidak terlebih dahulu dilihat peristiwa yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan. Jika Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 47 UUP tersebut dibandingkan lagi dengan isi Pasal 7 UUP akan terdapat lagi perbedaan mengenai ketentuan umur untuk cakap melakukan tindakan hukum ini. Isi Pasal 7 UUP ayat (1) menyebutkan
perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah
mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun . Selanjutnya ayat (2) menyebutkan dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat diminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orangtuaya pihak pria maupun pihak wanita . Berdasarkan ketentuan di atas, berarti seorang anak yang telah mencapai umur 18 tahun bagi pria tidak dapat melangsungkan perkawinan kecuali ada dispensasi dari pengadilan, maka terlihat seakan-akan ada Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
139
kerancuan bilamana Pasal 7 ini dibandingkan dengan Pasal 47, dimana yang satu menyatakan seseorang sudah dewasa apabila telah berumur 18 tahun dan sekaligus telah berwenang untuk bertindak dalam hukum, sedangkan di pihak lain menyatakan bahwa walaupun telah mencapai umur 18 tahun tetapi belum boleh kawin kecuali ada izin, maka di sini berarti berbeda umur dewasa dengan dewasa kawin. Maka berdasarkan ketentuan Undang-Undang Perkawinan tersebut tidak ada suatu kepastian tentang umur seseorang itu dianggap sudah dewasa atau belum, dimana menurut penjelasan UU No. 1/1974 bahwa umur dewasa adalah apabila si anak telah mencapai umur 21 tahun, kalau belum mencapai umur 21 tahun belum dewasa. Apabila dia tidak berada di bawah kekuasaan orangtuanya, maka anak berada di bawah kekuasaan perwalian. Perceraian mempunyai akibat bahwa kekuasaan orang tua (ouderlijkemacht) berakhir dan berubah menjadi perwalian (voogdij). Perwalian (voogdij) adalah pengawasan terhadap anak yang di bawah umur, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut diatur oleh undang-undang. Dalam hal perceraian suami isteri melalui putusan pengadilan, dalam UUP tidak ada menyebutkan secara tegas bila ada anak, apakah anak itu akan berada dalam wali ibunya atau bapaknya. Dalam Pasal 41 butir (a) menyebutkan baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anakanaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan si anak. Pasal ini tidak menyebutkan anak berada dalam wali ibu atau bapak. Jadi diserahkan Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
140
kepada kesepakatan ibu maupun bapak tersebut. Bila tidak ada kesepakatan, maka pengadilan yang memberi keputusan si anak berada pada ibu atau bapak. Pasal 53 UUP menyebutkan wali dapat dicabut dari kekuasaannya, dalam hal-hal yang disebut dalam Pasal 49 UUP yaitu : 1. Wali sangat melalaikan kewajibannya terhadap anak perwalian tersebut, 2. Wali berkelakuan buruk sebagai walinya.
B. Akibat Hukum Terhadap Harta Perkawinan Apabila kekuasaan wali dicabut maka pengadilan menunjuk orang lain sebagai walinya (Pasal 53 Ayat (2) UUP). Dalam hal apabila wali menyebabkan kerugian pada si anak maka menurut ketentuan Pasal 54 UUP menyatakan, wali yang telah menyebabkan kerugian pada harta benda anak yang berada di bawah kekuasaannya, atas tuntutan anak atau keluarga anak tersebut dengan putusan pengadilan, yang bersangkutan dapat diwajibkan untuk mengganti kerugian tersebut. Dalam UUP telah dimasukkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon mempelai laki-laki dan perempuan dengan tujuan perkawinan itu benar-benar dapat mewujudkan terbinanya keluarga yang harmonis, bahagia dan sejahtera. Rumah tangga sebagai cikal bakal masyarakat yang lebih luas. Apabila tujuan perkawinan tidak tercapai bahkan perkawinan itu mendatangkan hal-hal yang tidak baik, bahkan Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
141
tidak ditemukan jalan keluarnya, ibarat perkawinan merupakan suatu pintu untuk masuk, maka bagi pihak yang ingin keluar dari perkawinan tersebut terbuka juga pintu darurat yang dikenal dengan perceraian. Walaupun UUP memberikan pintu untuk melakukan perceraian tetapi perceraian itu merupakan alternatif terakhir untuk mengatasi suatu problema yang terjadi dalam suatu perkawinan. UUP secara prinsip tidak menginginkan terjadinya perceraian, UUP menghindari terjadinya perceraian telah membuat suatu ketentuan bahwa perceraian baru boleh dilakukan setelah dipenuhi alasan-alasan limitatif dan perceraian inipun baru dianggap sah apabila dilakukan di depan sidang pengadilan yang berwenang. Dengan adanya suatu perceraian di depan sidang pengadilan yang berwenang
dan dilengkapi dengan alasan-alasan, di samping tertib
administrasi juga diharapkan adanya kelangsungan hidup rumah tangga dapat dipertahankan, dan perceraian tidak akan terjadi dengan semenamena oleh pihak suami. Hak dan kewajiban serta status isteri dan suami seimbang dalam perkawinan dan kepada isteri juga telah diberi kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum, maka UUP telah membuat suatu ketentuan hukum bahwa terjadinya perceraian bukan saja hak dominasi pihak suami, tetapi telah dibagi dengan peristilahan cerai talak dan cerai gugat. Cerai talaq adalah perceraian yang terjadi dengan inisiatif dari pihak suami sedangkan cerai gugat inisiatif dari pihak isteri Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
142
adalah diberikannya hak untuk mengajukan cerai gugat kepada pihak isteri merupakan upaya jalan keluar dari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya dalam kelalaian pihak suami tidak memberikan nafkah isteri, suami meninggalkan isteri dalam jangka waktu yang lama atau adanya tindakan suami yang menyakiti badan jasmani isteri dan lain-lain yang dapat menimbulkan kesengsaraan dan kerugian bagi pihak isteri. Walaupun UUP telah memberikan kewenangan kepada pihak isteri untuk mengajukan gugatan cerai ke pengadilan, tetapi gugatan yang diajukan ini haruslah memenuhi syarat-syarat dan alasan-alasan serta pertimbangan hakim pengadilan yang berwenang untuk mengadili seadil-adilnya. Rasa tanggung jawab dan keharmonisan merupakan dua hal pokok dalam membina rumah tangga dan perlu disadari para pihak (suami isteri) dalam suatu
perkawinan.
Dengan
demikian
sangat
diperlukan
adanya
kematangan sikap, mental dan kemampuan calon suami isteri sebelum melangsungkan perkawinan sehingga diharapkan pemenuhan syarat-syarat untuk melangsungkan suatu perkawinan sebagaimana diatur dalam UUP janganlah hanya dipenuhi secara formalitas saja. Sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, suami sebagai kepala keluarga dan isteri sebagai ibu rumah tangga, bersama-sama berusaha untuk menopang kehidupan rumah tangga mencapai kebahagiaan lahir dan bathin. Perwujudan kebahagiaan tersebut tentu dengan terpenuhinya kebutuhan material dan moral. Salah satunya adalah kecukupan ekonomi yaitu harta yang didapatkan sebagai hasil usaha Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
143
bersama/sendiri oleh suami atau isteri dalam suatu perkawinan selanjutnya disebut harta bersama. Aktivitas yang dilakukan oleh suami isteri merupakan suatu tuntutan dan keharusan untuk menghindari kekurangan pemenuhan kebutuhan hidup. Dengan demikian pekerjaan yang akan mendatangkan kebahagiaan rumah tangga bukanlah semata-mata menjadi tugas suami tetapi turut dipikul oleh isteri. Perwujudan harta bersama dalam perkawinan merupakan manifestasi dari adanya usaha bersama dalam membina rumah tangga. Undang-Undang telah melegalisasi bahwa kedudukan wanita seimbang dengan kedudukan laki-laki dalam hukum dan pergaulan masyarakat, dengan demikian suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk mewujudkan rumah tangga yang sejahtera dan damai, oleh karena itu masing-masing suami isteri mempunyai hak dan kedudukan yang seimbang. Dengan adanya hak dan kedudukan yang seimbang serta keharusan masing-masing pihak untuk berusaha menopang kehidupan ekonomi rumah tangga sehingga harta yang didapat dalam masa perkawinan disebut harta bersama. Perkawinan sangat erat kaitannya dengan harta benda baik yang ada sebelum perkawinan maupun yang ada setelah perkawinan. Secara umum asal usul harta yang dimiliki suami dan isteri dapat digolongkan menjadi 4 (empat) jenis, yaitu : 1. Harta yang diperoleh dari hibah atau harta warisan yang diperoleh salah seorang dari suai atau isteri. Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
144
2. Harta hasil usaha sendiri sebelum perkawinan. 3. Harta yang diperoleh pada saat perkawinan. 4. Harta yang diperoleh selama perkawinan. Harta yang bersumber dari hibah atau harta warisan, baik yang diterima sebelum perkawinan maupun selama perkawinan statusnya adalah tetap menjadi milik masing-masing suami isteri. Harta yang bersumber dari hasil usaha sendiri sebelum perkawinan tetap dikuasai oleh masingmasing suami isteri. Selanjutnya harta yang diperoleh pada saat perkawinan, ada yang menjadi milik isteri dan ada yang menjadi milik suami, sedangkan harta yang dihasilkan oleh suami isteri selama dalam perkawinan dikuasai bersama oleh suami dan isteri. Di dalam UUP harta benda diatur dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 37 UUP. Ada 2 (dua) macam harta benda dalam perkawinan menurut UUP yaitu : 1. Harta bersama Harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan. Asal dari mana harta itu diperoleh tidak dipersoalkan. Apakah harta itu didapat dari isteri atau dari suami, semuanya menjadi hak milik bersama suami isteri. 2. Harga bawaan
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
145
Harta bawaan adalah harta yang dibawa oleh masing-masing suami isteri kedalam perkawinannya, harta benda yang diperoleh masing-masing berada di bawah penguasaan masing- masing. Ketentuan mengenai harta bersama yang dituangkan dalam Pasal 35 Ayat (1) UUP dan Pasal 36 Ayat (1) UUP tersebut berasal dari hukum adat yang kemudian dilegalisasikan ke dalam hukum tertulis Indonesia. Di samping ketentuan yang telah disebutkan dalam UUP Pasal 35 sampai dengan Pasal 37 mengenai harta bersama, maka pengertian harta dalam perkawinan dapat dikembangkan kepada 3 (tiga) jenis harta yang dirinci sebagai berikut : 1. Harta bawaan, yang dimaksud ialah harta yang diperoleh suami isteri pada saat atau sebelum melakukan perkawinan, harta tersebut sebagai milik asli dari suami dan isteri. Pemilikan terhadap harta bawaan (harta pribadi)
dijamin
keberadaannya
secara
yuridis
oleh
hukum
perkawinan. 2. Harta pribadi, yaitu harta yang diperoleh oleh suami atau isteri selama perkawinan berlangsung sebagai hadiah, hibah, wasiat atau warisan yang diperoleh secara pribadi terlepas dari soal perkawinan. 3.
Harta bersama, yaitu harta yang diperoleh dalam masa perkawinan dalam kaitannya dengan hukum perkawinan, baik penerimaan itu lewat perantaraan isteri maupun lewat perantaraan suami.
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
146
Mengenai
terbentuknya
harta
bersama
dalam
perkawinan
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 35 UUP Ayat (1) harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama . Ketentuan ini berarti terbentuknya harta bersama dalam perkawinan ialah sejak saat terjadinya perkawinan sampai ikatan perkawinan itu bubar (putus). Dengan demikian harta apa saja (berwujud atau tidak berwujud) yang diperoleh terhitung sejak saat dilangsungkan perkawinan sampai saat perkawinan terputus baik oleh karena salah satu pihak meninggal dunia maupun karena perceraian, maka seluruh harta tersebut dengan sendirinya menurut hukum menjadi harta bersama.
Subekti dalam buku Hukum Acara Perdata mengatakan sebagai berikut : “Sejak mulai perkawinan terjadi, suatu percampuran antara kekayaan suami dan kekayaan isteri (algehele gemeenschap van goederen), jikalau tidak diadakan perjanjian apa-apa. Keadaan yang demikian itu berlangsung seterusnya dan tidak dapat diubah lagi selama perkawinan. Jikalau orang ingin menyimpang dari peraturan umum itu, ia harus meletakkan keinginannya itu dalam suatu Perjanjian Perkawinan (huwelijkevoorwaarden). Perjanjian yang demikian ini harus diadakan sebelumnya pernikahan ditutup dan diletakkan dalam suatu akta notaris.” Menurut Pasal 119 KUHPerdata dinyatakan,
mulai saat
perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami dan isteri, sekedar mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain, persatuan itu sepanjang perkawinan tidak boleh atau diubah dengan sesuatu persetujuan antara suami dan isteri. Jika orang ingin menyimpang dari ketentuan umum itu, ia harus Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
147
menempuh jalan dengan membuat perjanjian kawin yang diatur dalam Pasal 139 sampai dengan 154 KUHPerdata. Perjanjian yang demikian harus
diadakan
sebelum
dicantumkan dalam suatu
berlangsungnya akta notaris.
pernikahan,
dan
harus
Pembuat undang-undang
menghendaki supaya keadaan kekayaan di dalam suatu perkawinan itu tetap untuk melindungi kepentingan-kepentingan pihak ketiga. Selama perkawinan perjanjian tersebut tidak dapat dirubah, kecuali dengan persetujuan kedua belah pihak dan perubahan itu tidak merugikan pihak ketiga. Dalam hal terjadi perceraian, maka hak atau kepentingan pihak ketiga dilindungi oleh undang-undang. Undang-Undang hanya mengecualikan dalam satu hal, yaitu dalam hal melindungi si isteri terhadap kekuasaan si suami yang telah diberikan sangat luas atas kekayaan bersama yang di dalamnya termasuk kekayaan si isteri. Dalam hal ini undang-undang memberikan hak kepada si isteri untuk meminta kepada Hakim supaya diadakan pemisahan kekayaan dengan tetap berlangsungnya perkawinan. Pemisahan terhadap kekayaan itu dapat diminta oleh isteri dalam hal : 1.
Apabila si suami dengan kelakuan yang nyata-nyata tidak baik, mengorbankan kekayaan bersama dan membahayakan keselamatan keluarga.
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
148
2. Apabila si suami melakukan pengurusan yang buruk terhadap kekayaan si isteri, sehingga ada kekhawatiran bahwa kekayaa ini akan menjadi habis. 3. Apabila si suami mengobralkan kekayaan sendiri, sehingga si isteri akan kehilangan tanggungan yang oleh undang-undang diberikan kepadanya atas kekayaan tersebut karena pengurusan yang dilakukan oleh suami terhadap
kekayaan
isterinya.
Penyelesaian
pembagian
harta
perkawinan/harta bersama apabila terjadi perceraian diuraikan dalam Pasal 128 KUHPerdata yang menyatakan bahwa harta bersama ini dibagi dua antara suami dan isteri tanpa perlu memperhatikan dari pihak mana barang-barang itu dahulu diperoleh. Hanya pakaian-pakaian, perhiasan-perhiasan
dan
perkakas-perkakas
yang
sangat
erat
hubungannya dengan salah satu pihak dari suami isteri, dapat diberikan kepadanya dengan memperhitungkan harganya dalam pembagian. Ketentuan yang ditetapkan dalam UUP menempatkan status isteri sama kedudukannya dengan status suami dalam perbuatan hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 31 UUP yaitu : 1. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersamasama dalam masyarakat. 2. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
149
3. Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga. Kedudukan isteri seimbang dengan hak dan kedudukan suami serta isteri diberi hak melakukan perbuatan hukum serta status isteri sebagai ibu rumah tangga. Karena itu terhadap harta kekayaan masing-masing pribadi dijamin status kepemilikannya. Sebagaimana disebutkan dalam UUP dengan rumusan
kewenangan masing-masing pihak.
Di dalam UUP
pengaturan tentang harta bersama tersebut diatur dalam Bab VII yang mengatur harta benda dalam perkawinan, terdiri dari tiga pasal, yaitu Pasal 35, Pasal 36 dan 37 UUP, ditambah dengan Pasal 65 ayat (1) huruf b dan c dalam Bab XIII. Berlainan dengan Pasal 119 KUHPerdata yang mengatur persatuan bulat antara harta kekayaan suami isteri demi hukum sejak berlangsungnya perkawinan. Sekedar mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain, maka UUP membedakan 2 (dua) jenis harta yang berada di tangan suami. 1. Harta bersama yang dimiliki dan dikuasai oleh suami isteri bersamasama. Mengenai harta jenis ini, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah Pasal 36 ayat (1) UUP. Yang termasuk harta bersama ini harta yang diperoleh selama perkawinan suami isteri. 2. Harta yang dimiliki dan dikuasai oleh masing-masing suami isteri, sepanjang mereka berdua tidak menentukan lain. Harta ini berasal dari tiga sumber, yaitu :
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
150
a. Harta yang sudah dipunyai suami isteri sebelum mereka melang sungkan perkawinan, b. Harta warisan dan c. Harta hadiah yang ditujukan kepada suami atau isteri (Pasal 35 Ayat (2) dan Pasal 36 Ayat (2) UUP). Ketentuan dalam Pasal 35 Ayat (1) dan Pasal 36 Ayat (1) adalah berasal dari hukum adat Indonesia dan diangkat menjadi hukum tertulis. Sedangkan ketentuan dalam Pasal 36 Ayat (2) dan Pasal 35 Ayat (2) selain berasal dari hukum adat juga berasal dari hukum Islam. Adapun ketentuan dalam Pasal 35 Ayat (1) dan Pasal 36 (1) memang bukan berasal dari hukum Islam tetapi hukum Islam tidak menentangnya. Jika Pasal 35 dan Pasal 36 UUP memberikan penjelasan secara tegas tentang adanya dua jenis harta suami isteri dan tentang pengaturan kekuasaan suami isteri terhadap kedua jenis harta tersebut, namun Pasal 37 yang mengatur harta bersama dalam hal perkawinan putus adalah tidak tegas. Dalam pasal ini tidak dijelaskan apakah putusnya karena perceraian ataupun karena kematian. Pasal ini tidak menunjuk secara tegas pembagian harta bersama ini antara suami-isteri melainkan hanya menunjuk kepada hukumnya masing-masing. Dalam penjelasan pasal demi pasal bahwa yang dimaksud dengan hukumnya masing-masing adalah hukum agama, adat dan hukumhukum lainnya.
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
151
Pembuat undang-undang berpendapat bahwa aturan masalah ini secara pasti masih sulit, karena masih beraneka ragamnya adat di berbagai daerah di Indonesia, maka diserahkan saja kepada hukumnya masing-masing. Dengan adanya Pasal 35 ayat (1) UUP yang menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, maka sudah seragamlah untuk seluruh Indonesia bahwa seorang isteri yang berkewarganegaraan Indonesia, mempunyai hak atas harta yang dihasilkan selama perkawinan. Dengan berlakunya UUP, maka berdasarkan Pasal 35 ayat (1) UUP, tidak berlaku lagi terhadap Warga Negara Indonesia, hukum adat yang tidak memberikan hak atas harta yang dihasilkan selama perkawinan. Berdasarkan ayat (2) pasal tersebut, maka tidak ada lagi warga negara Indonesia yang sejak dilangsungkannya perkawinan, demi hukum berlaku persatuan bulat antara kekayaan suami isteri, kecuali kalau mereka
berdua
menghendaki
diadakannya
perjanjian
perkawinan
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 29 ayat (1) UUP. Pasal 65 ayat (1) huruf b, c yang berbunyi Dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang, baik berdasarkan hukum lama maupun berdasarkan Pasal 3 (2) Undang-Undang ini, maka berlakulah ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1. Suami wajib memberikan jaminan hidup yang sama kepada semua. 2. Isteri dan anaknya.
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
152
3.
Isteri yang kedua dan seterusnya tidak mempunyai hak atas harta bersama yang telah ada sebelum perkawinan dengan isteri kedua dan berikutnya itu terjadi.
4. Suami isteri mempunyai hak yang sama atas harta bersama yang terjadi sejak perkawinannya masing-masing.
3. Hal-hal yang dilakukan Peradilan Agama Dalam Menjalankan Fungsi Perannya Sebagai Lembaga Peradilan Bagi Masyarakat. Berdasarkan penelitian di Pengadilan Agama Kelas I.A Majalengka dapat diketahui bahwa selain menjalankan fungsi mendamaikan dalam proses pemberian keadilan bagi masyarakat, tugas lain peradilan agama dalam menjalankan fungsi perannya sebagai lembaga peradilan bagi masyarakat adalah dengan mengadakan suatu penyuluhan terpadu kepada masyarakat pencari keadilan yang beragama Islam secara formal. Penyuluhan ini dilakukan setahun sekali yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang fungsi keberadaan peradilan di tengah masyarakat terutama anggota keluarga yang beragama Islam dapat mengerti dan mengetahui bahwa keberadaan pengadilan agama bukan hanya sebagai tempat mengadili, memeriksa atau memutus perkara-perkara perdata saja seperti penceraian tetapi juga sebagai alat pencari keadilan bagi masyarakat. Menurut Cik Hasan Bisri (1997:44) bahwa dalam ketentuan pasal 2 UU No.7 tahun 1989 dinyatakan bahwa “Peradilan agama merupakan salah satu
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
153
pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam undang-undang ini”. Menurut penuturan hakim ibu Dra. Hj. Upi Komariah, S.H, penyuluhan mengenai perceraian yang diadakan oleh pihak pengadilan Agama Kelas I.A Majalengka ini setiap tahun mengalami peningkatan bukan penurunan. Hal ini disebabkan karena tingkat kesadaran masyarakat terhadap fungsi peran peradilan agama semakin meningkat terutama sejak diterapkannya prinsip RAHMAH (Responsibility, Akuntabilitas, Hemat, Manfaat, Akurat, dan Humanis) pada tahun 2007 kasus perceraian yang masuk ke Pengadilan Agama Kelas I.A Majalengka meningkat dua puluh persen. Penyuluhan yang dilakukan banyak memberikan arahan yang positif terhadap peningkatan kesadaran masyarakat tentang keberadaan peradilan agama sehingga masyarakat tahu bahwa penyelesaian perkara perceraian haruslah melalui pengadilan agama.
4. Upaya Hukum Yang Dilakukan Petugas Peradilan Agama Dalam Menyelesaikan Konflik Keluarga Agar Tidak Terjadi Cerai Thalak Upaya petugas Peradilan Agama sebagai pelayan masyarakat dalam menyelesaikan kasus cerai thalak dapat dilihat dari kualitas kerja petugas Pengadilan Agama Kelas I.A Majalengka dalam menyelesaikan kasus cerai thalak, yaitu dapat penulis lihat dari usaha hakim dalam mengadili perkara dan Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
154
mendamaikan para pihak yang bersengketa di pengadilan guna memperoleh keadilan. Hal ini sejalan dengan yang diutarakan oleh Rochmat Soemitro (1987:4) menyatakan bahwa : Pengadilan harus dapat memberikan rasa keadilan kepada masyarakat, pengadilan juga harus mampu menghilangkan sengketa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, karena sengketa merupakan sesuatu yang menganggu masyarakat, mengganggu masyarakat, mengganggu ketentraman dan kedamaian sehingga keseimbangan masyarakat tergoncang. Kewajiban hakim untuk mendamaikan pihak-pihak yang berperkara, sangat sejalan dengan tuntunan dan tuntunan ajaran moral Islam. Yang memerintahkan menyelesaikan setiap perkara dengan jalan perdamaian sesuai perintah Allah dalam firman-Nya Q.S Al-Hujurat ayat 9 yang mengemukakan bahwa : Dan jika ada dua golongan dari orang-orang beriman bertengkar (berperang) maka damaikanlah antara keduanya… Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang berlaku adil.
Prinsip umum tata cara upaya perdamaian tercantum dalam pasal 65 UU No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang berbunyi : “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”. Karena itu, layak sekali para hakim Peradilan Agama menyadari dan mengemban fungsi “mendamaikan”. Sebab bagaimanapun adilnya putusan namun akan lebih baik Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
155
dan lebih adil hasil perdamaian. Dalam mengadili dan menjalankan kekuasaannya seorang hakim tidak bisa memutus perkara dengan seenaknya karena itu hakim harus bertindak sesuai piranti hukum dan undang-undang yang mengaturnya. Sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 4 Tahun 2004 pasal 1 tentang Ketentuan-ketentuan Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi : Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Dari penelitian terlihat bahwa usaha hakim untuk mendamaikan pihak yang berperkara dalam pemeriksaan permohonan perceraian tidak terbatas pada sidang pertama secara terbuka tetapi berlaku juga bagi persidangan yang dilakukan secara tertutup. Hal ini sesuai dengan asas persidangan terbuka untuk umum yang secara harfiah diungkapkan oleh M. Yahya Harahap (2003:73) berarti: Setiap pemeriksaan berlangsung di sidang pengadilan selain dari pihakpihak yang berperkara dan saksi, masyarakat umum tanpa kecuali boleh menghadiri, menyaksikan, dan mendengar jalannya pemeriksaan persidangan tidak boleh dihalangi dan dilarang tanpa mempersoalkan apakah dia berkepentingan atau tidak. Sedangkan menurut Roihan A. Rasyid (1994:97) berpendapat bahwa : Sidang terbuka untuk umum artinya siapa saja boleh mengikuti atau mendengarkan jalannya sidang, boleh masuk ruang sidang asal tidak mengganggu atau membuat keonaran dalam sidang dan pihak-pihak boleh merekam jalannya sidang, sehingga sewaktu-waktu mereka dapat menyimak sidang bagi kepentingan pembelaan perkara. Hasil penelitian terungkap bahwa tujuan utama asas persidangan terbuka untuk umum ini adalah untuk menghindari kecurangan tanpa memihak salah satu Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
156
demi terjadi suatu pemeriksaan yang adil karena semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan berlaku untuk semua putusan termasuk penetapan sidang yang sebelumnya dilakukan dalam sidang tertutup. Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 33 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Tentang pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang berbunyi : Apabila pengadilan telah berusaha untuk mencapai perdamaian, akan tetapi tidak berhasil, maka gugatan perceraian diperiksa dalam sidang tertutup. Pemeriksaan dalam sidang tertutup ini berlaku juga bagi pemeriksaan saksi-saksi. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar perceraian, hakim mengabulkan kehendak suami istri untuk melakukan perceraian. Dalam memberikan keputusan, upaya hukum lain yang ditawarkan oleh hakim selain perdamaian adalah banding dan kasasi. Upaya banding ditawarkan oleh hakim apabila pemohon atau termohon merasa belum puas dengan keputusan Pengadilan. Tingkat Pertama dan bisa diajukan ke Pengadilan Tinggi untuk diperiksa ulang. Bahder Johan Nasution (1992:85) menyebutkan bahwa : Banding adalah permohonan pemeriksaan kembali putusan atau penetapan Pengadilan Agama (Pengadilan Tingkat Pertama) karena merasa tidak puas atas putusan atau penetapan tersebut. Dengan diajukannya permohonan banding maka perkara yang diputus akan mentah kembali, dengan kata lain perkara tersebut akan diperiksa oleh pengadilan tingkat banding (Pengadilan Tinggi Agama). Selain itu pasal 61 UU No. 7 tahun 1989 yang berbunyi “Atas penetapan dan putusan Pengadilan Agama dapat dimintakan banding oleh pihak yang berperkara, kecuali apabila undang-undang menentukan lain”. Dengan adanya Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
157
permohonan banding, segala sesuatu yang berhubungan dengan perkara tersebut beralih menjadi tanggung jawab yuridis Pengadilan Tinggi Agama sebagai pengadilan tingkat banding. Dan atas penetapan dan putusan Pengadilan Tinggi Agama dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung sebagai pengawas tertinggi atas putusan-putusan pengadilan lainnya. Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 63 UU No.7 Tahun 1989 yang berbunyi; “Atas penetapan dan putusan Pengadilan Tinggi Agama dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak yang berperkara”. Upaya ini menurut penulis penting diberitahukan kepada pihak yang berperkara terutama tergugat untuk mengajukan keberatan “eksepsi absolute” untuk meminta pemeriksaan ulang atas perkaranya sampai ke tingkat banding atau kasasi. Sebagai pelaksana tugas kekuasaan kehakiman, hakim selalu dibantu oleh seorang panitera dalam menyelesaikan kasus perceraian terutama dalam setiap persidangan karena keberadaan panitera dapat memperlancar proses peradilan. Selain sebagai penerima pendaftaran masalah keperdataan seperti permohonan cerai, dan mengikuti jalannya persidangan, panitera juga sering kali dijadikan tempat mediasi, upaya ini dilakukan panitera agar sebelum sidang dimulai pihakpihak yang bersengketa memikirkan kembali dan mengurungkan niatnya untuk bercerai. Mengingat, bahwa pembatalan suatu perceraian dapat membawa akibat yang jauh lebih baik terhadap suami istri maupun terhadap keluarganya.
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
158
Selain panitera dan hakim, yang terlibat dalam proses penyelesaian kasus cerai thalak ini adalah juru sita. Dimana tugas juru sita adalah membantu panitera, membuat dan menyampaikan relaas atau surat panggilan kepada pihak-pihak yang berperkara, dan melakukan penyitaan. Kedudukan jurusita pada Pengadilan Agama diatur dalam UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama pada pasal 38 yang berbunyi “Pada setiap Pengadilan Agama ditetapkan adanya juru sita dan juru sita pengganti”. Juru sita di Pengadilan Agama Kelas I.A Majalengka sejauh ini telah melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan baik meskipun mengalami beberapa hambatan tetapi relas atau surat panggilan kepada para pihak bisa disampaikan langsung kepada yang bersangkutan minimal 3 (tiga) hari sebelum sidang berlangsung, sebelum jadwal sidang berlangsung. Dengan demikian dapat diketahui bahwa upaya petugas pengadilan Agama Kelas I.A Majalengka dalam menyelesaikan kasus cerai thalak sudah berjalan dengan baik sesuai dengan ketentuan undang-undang yang mengaturnya.
Elissa Mudya Yunus, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
159