BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini, membahas dan memaparkan tentang berbagai instrumen, sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan. Paparan tersebut mengungkapkan tentang masalah lagu Kudup Turi dalam Kesenian Ronggeng Gunung, yang meliputi srtuktur musikal lagu Kudup Turi dilihat dari aspek kompositoris dalam sajian kesenian Ronggeng Gunung setra keistimewaan lagu Kudup Turi dalam sajian kesenian Ronggeng Gunung. Sebagai langkah awal dari bahasan ini, akan dikemukakan masalah mengenai perkembangan serta fungsi Kesenian Ronggeng Gunung di Desa Ciulu kecamatan Banjarsari. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang keberadaan kesenian tersebut.
A. Sejarah Kesenian Ronggeng Gunung Seniman menciptakan karya seni untuk dapat dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang ada di sekitarnya. Seorang seniman di dalam menciptakan karya seninya, banyak dipengaruhi oleh alam dan lingkungan sekitar kehidupannya, baik mata pencaharian, adat istiadat, bahasa serta dialek yang tumbuh di daerah dimana seniman itu hidup. Sehingga karya seni yang dihasilkannya cenderung menampilkan gambaran kehidupan kesehariannya. Berdasarkan hasil studi pustaka yang telah dilakukan, didapat beberapa pernyataan yang terkait dengan bahasan ini seperti yang dikemukakan oleh Koesmawardi bahwa kesenian menampilkan gambaran kehidupan masyarakat pada lingkungan masyarakatnya. Bagaimanapun juga, peristiwa-peristiwa yang tejadi dalam batin seseorang yang menjadi bahan hasil karya seni adalah pantulan hubungan seseorang dengan orang lain (masyarakat).
Dari kutipan tersebut jelaslah bahwa dalam kehidupannya, seseorang akan mudah terpengaruh oleh alam dan lingkungan serta pergaulan keseharian di masyarakat sekitarnya. Begitu pula seseorang dalam menciptakan karya seni akan dipengaruhi oleh alam dan lingkungannya. Imajinasi seorang seniman tidak terlepas dari pengaruh lingkungan masyarakat. Hal senada juga diungkapkan oleh Boughman bahwa isi sosial dari seni itu sendiri (pengaruh sosial seniman), dan penghargaan umum tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Masyarakat Jawa Barat sebagian besar adalah masyarakat agraris yang tradisional, dimana sebagian besar mata pencaharian mereka sehari-hari adalah dari hasil pertanian. Begitu pula kesenian Rongeng Gunung, yang tumbuh dan berkembang di daerah agraris. Terciptanya suatu jenis kesenian tertentu mempunyai latar belakang masing-masing, begitu pula dengan kesenian Ronggeng Gunung. Latar belakang kesenian Ronggeng Gunung diilhami dendam Dewi Siti Samboja. Pasalnya, suami tercinta Raden Angga Larang tewas dibunuh kaum perampok (bojo) ditengah perjalanan menuju Pananjung Pangandaran. Beruntung Dewi Siti Samboja selamat dan bersembunyi di kaki gunung. Dewi Siti Samboja dan Raden Anggalarang mendirikan kerajaan di Pananjung, daerah yang kini merupakan cagar alam Pananjung di objek wisata Pangandaran. Mengetahui ada kerajaan baru, para perampok kemudian menyerang. Karena pertempuran tidak seimbang, Raden Anggalarang gugur, tetapi Dewi Siti Samboja berhasil menyelamatkan diri. Dalam pengembaraannya, Dewi Siti Samboja menerima wangsit. Artojo mengungkapkan tentang masalah serupa yaitu diawali dengan adanya suatu wangsit dari patih Kidang Pananjung. Adapun isi wangsit tersebut adalah: Yeuh Dewi Siti Samboja, paman rek mere wangsit ka hidep, yen jaga baring hidep kudu sanggup jadi ronggeng kalayan make ngaran samaran Nini Bogem, anu di panjakanana ku Ki Lengser. Kalayan Ki Lengser oge kudu make ngaran samaran Naya Dipa, anu maksudna keur males kanyeri kanu jadi musuh nyaeta para bojo.
Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa Dewi Siti Samboja, paman akan memberi amanat kepadamu, bahwa nanti kamu harus sanggup menjadi ronggeng, dan memakai nama samaran Nini Bogem, sebagai nayaga Ki Lengser. Ki Lengser juga harus mamakai nama samaran Naya Dipa, yang maksudnya untuk membalas dendam menggempur musuh. Lirik yang digunakan Dewi Siti Samboja pada saat menjadi ronggeng merupakan cetusan jiwanya yang gandrung kepada kekasihnya. Maka lirik lagu yang dipergunakan dalam penyajian kesenian Ronggeng Gunung selalu bernuansa percintaan.
B. Keberadaan Kesenian Ronggeng Gunung Jenis kesenian Ronggeng yang terdapat di daerah kabupaten Ciamis bagian selatan sebenarnya ada dua macam, yaitu kesenian Ronggeng Gunung dan Kesenian Ronggeng Kaler. Namun, kesenian Ronggeng Gunung lebih dulu ada sebelum kesenian Ronggeng Kaler. Kusmayadi mengemukakan bahwa: “Kesenian Rongeng Gunung telah ada sebelum masuknya agama Islam ke tatar Galuh, sedangkan kesenian Ronggeng Kaler datang dari daerah Cirebon sebagai sarana untuk mengumpulkan masa guna menyampaikan da’wah dalam penyebaran agama Islam”. Dari ungkapan di atas dapat menunjukan bahwa kesenian Ronggeng Gunung adalah kesenian yang betul-betul asli terbentuk dan tumbuh di daerah Kabupaten Ciamis. Sedangkan kesenian Ronggeng Kaler merupakan kesenian yang datang dari luar daerah kabupaten Ciamis, tetapi berkembang di daerah tersebut. Akibat perkembagan ronggeng kaler yang lebih maju, maka kesenian Ronggeng Gunung agak tersisihkan. Sehingga banyak masyarakat yang mengira bahwa yang dinamakan kesenian Ronggeng Kaler itu adalah kesenian Ronggeng Gunung.
Terdapat banyak perbedaan Kesenian Ronggeng Gunung antara dulu dan sekarang. Di masa lalu, apabila seorang ronggeng akan mengadakan pertunjukan, maka ronggeng tersebut harus membawa payung, kain dan kebaya sebagai simbol. Selain itu, apabila seorang ronggeng telah sampai ke tempat pertunjukan, maka orang yang mengundang harus memberikan sawer kepada ronggeng tersebut. Sebagai imbalan, orang yang mengundang memberikan kepala kerbau kepada nyi ronggeng. Selain itu, penyajian kesenian ini tidak boleh diadakan di tengah hutan karena akan terjadi hal-hal mistis dan gaib. Dimasa sekarang kehidupan kesenian Ronggeng Gunung kurang berkembang, karena sedikit sekali mesyarakat yang berminat pada kesenian ini. Sesuai dengan yang duingkapkan pada harian umum Kompas, dijelaskan oleh Nani dalam apriyanti (2007:1) bahwa: “Untuk hajatan pernikahan atau sunatan, masyatakat dikampung-kampung lebih suka memanggil Ronggeng Kaler”. Dari ungkapan di atas dapat menunjukan bahwa Ronggeng Kaler lebih diminati oleh masyarakat. Selain itu hal-hal yang dilakukan pada masa lalu, tidak lagi dilakukan pada masa sekarang. Ronggeng kaler mirip dengan jaipongan. Lagu-lagu yang dinyanyikannyapun lagulagu sunda yang populer, bukan lagu tradisi seperti dalam Ronggeng Gunung. Biasanya masyarakat kampung yang nenonton Ronggeng Kaler lebih banyak dari pada Ronggeng Gunung. Ini menandakan bahwa adanya perubahan selera dalam kesenian di masyarakat. Saat ini kesenian Ronggeng Gunung jarang disajikan, hal tersebut duiungkapkan oleh bapak Coco sebagai pelaku dalam kesenian Ronggeng Gunung (wawancara 25 Desember 2008) bahwa: “pami ayeuna mah Ronggeng Gunung teh jarang nu raresepeun, manggungna oge sataun sakali.”
Ungkapan kalimat tersebut dapat diartikan: kalau sekarang, Ronggeng Gunung jarang yang suka, pentasnyapun “satu tahun sekali.” Tidak dalam arti yang sesungguhnya, “satu tahun sekali” disini diungkapkan karena kesenian ini sangat jarang dipentaskan. Walaupun di masa era globalisasi ini keberadaan kesenian Ronggeng Gunung kurang berkembang, namun Bi Raspi selaku tokoh kesenian Ronggeng Gunung mampu mempertahankannya, agar kesenian tersebut tetap tumbuh, lestari dan berkembang dalam kehidupan masyarakat, salah satunya dengan mewariskan kesenian ini kepada anaknya dan memberikan pelatihan kepada siapa saja yang berminat untuk mempelajari lagu-lagu dalam kesenian Ronggeng Gunung. Dengan terus mempertahankan kesenian Ronggeng Gunung yang menjadi salah satu asset budaya tradisional Sunda, akhirnya Bi raspi telah beberapa kali mendapatkan penghargaan dalam bidang pelestarian kesenian tradisional, baik untuk tingkat kabupaten maupun tingkat provinsi. Salah satunya pada tahun 2007, Bi Raspi mendapatkan penghargaan dari Gubernur Jawa Barat.
C. Deskripsi Data Berikut ini, dipaparkan data-data penelitian yang telah diperoleh dari berbagai sumber, yaitu: 1. Struktur Musikal Lagu Kudup Turi Untuk memparkan struktur musikal lagu Kudup Turi dalam kesenian Ronggeng Gunung di Ciamis Selatan, data-data dihasilkan dari wawancara dengan beberapa tokoh dan narasumber utama, serta mengamati penyajian lagu Kudup Turi baik dengan mengamati langsung atau melalui rekaman berupa kaset dan CD. Disamping peneliti mengamati langsung penyajian lagu Kudup Turi, di dalam pembahasannya, lagu Kudup Turi ini dinalisis dari aspek kompositoris yang meliputi melodi, lirik dan iringan.
2. Keistimewaan Lagu Kudup Turi Data-data yang dihimpun dalam mengungkapkan keistimewaan lagu Kudup Turi, diperoleh dari beberapa teknik pengumpulan data melalui hasil wawancara dengan para pelaku kesenian Ronggeng Gunung, studi literatur, serta mengamati secara langsung penyajian lagu Kudup Turi dalam kesenian Ronggeng Gunung. Adapun data-data yang terkait dengan keistimewaan lagu Kudup Turi tersebut antara lain berupa: a. Lagu Kudup Turi dijadikan sebagai lagu utama disetiap penyajian kesenian Ronggeng Gunung. b. Lagu Kudup Turi memiliki unsur musikal yang khas.
D. Pembahasan Data Penelitian Bagian ini merupakan pembahasan permasalahan lagu Kudup Turi dalam sajian kesenian Ronggeng Gunung, yang dijelaskan sebagai berikut: 1. Susunan Penyajian Lagu dalam Kesenian Ronggeng Gunung Sebelum membahas mengenai lagu Kudup Turi, terlebih dahulu akan di sebutkan susunan lagu yang disajikan pada kesenian Ronggeng Gunung. Susunan lagu pada penyajian kesenian Ronggeng Gunung dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: a. Lulugu Lulugu merupakan bagian awal atau pembuka pada penyajian kesenian Ronggeng Gunung. Dalam penyajian lulugu, ronggeng menyanyi dan menari tanpa diikuti oleh penari laki-laki. Secara umum, lagu lagu yang disajikan pada tahapan lulugu terdiri dari Kudup Turi, Ladrang (bukan pupuh) dan Sisigaran. Lulugu yang diawali dengan lagu Kudup Turi, berfungsi untuk menarik masyarakat agar ikut berapresiasi pada pertunjukan kesenian Ronggeng Gunung ini. Ketika sinden menyanyikan lagu-lagu dalam lulugu,
tercipta suasana dramatis yang terlihat pada lengkingan suara Ronggeng yang menyayatnyayat yang menggambarkan penderitaan karena cinta. Alok yang dilakukan oleh para nayaga, muncul ketika Ronggeng menyanyikan lagu ke 2 yaitu lagu Ladrang, dan lagu berikutnya yaitu lagu Sisigaran.
b. Golewang Pada tahapan berikutnya, ronggeng menyanyikan lagu Golewang. Ketika ronggeng menyanyikan lagu ini, tidak diikuti oleh penari laki-laki. Lagu Golewang ini disajikan dengan bentuk lirik berupa pantun yang masih bernuansa percintaan. Suasana yang ada ketika penyajian lagu ini hampir sama dengan lulugu, akan tetapi tidak begitu melankolis.
c. Bagian Terakhir Pada bagian akhir, tidak terdapat nama atau istiah, oleh karena itu penulis menyebut bagian ini adalah bagian terakhir pada pertunjukan kesenian Ronggeng Gunung. Pada bagian ini, penari laki-laki sudah dapat menari dengan ronggeng. Lagu-lagu yang disajikan adalah Raja Pulang, Onday, Kawungan, Banter, Parud dan Cangreng. Suasana pada bagian ini terkesan ceria dan suka cita, hal tersebut tergambar dari masuknya penari laki-laki yang memakai kerudung dan adanya penonton yang ikut andil pada pertunjukan ini dimana mereka ikut menari dengan Ronggeng dan para penari laki-laki. Dalam menyanyikan lagu-lagu pada bagian ini, Ronggeng diperbolehkan memanggil nama seseorang (nyambat) yang diselipkan pada rumpaka lagu,misalnya pa lurah anu bageur. Pada bagian ini pula, ronggeng berkeliling kepada penonton dengan membawa sebuah wadah yang nantinya diisi oleh uang yang diberikan oleh penonton, istilahnya adalah sawer. Tidak semua lagu disajikan pada bagian ini, ronggeng hanya menyanyikan lagu sesuai dengan permintaan penonton atau penari.
2. Analisis struktur musikal lagu Kudup Turi dilihat dari aspek kompositoris Analisis struktur musikal dalam setiap lagu pada kesenian tradisional, terdiri dari beberapa unsur, yaitu melodi, lirik/rumpaka dan iringan yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Dalam menganalisis lagu Kudup Turi, peneliti menggunakan instrumen violin dan keyboard sebagai media untuk mengungkapkan nada-nada yang terdapat pada lagu Kudup Turi, selanjutnya dipaparkan permasalahan secara periodik, mulai dari kajian melodi, rumpaka dan iringan yang dijelaskan sebagai berikut: a. Melodi Melodi merupakan salah satu unsur yang terdapat dalam sebuah karya musik, yang salah satu fungsinya adalah untuk mengungkapkan ekspresi atau jiwa lagu dari karya yang dibuat, maka dengan mendengarkan alur melodi, kita dapat merasakan adanya ekspresi yang terkandung dalam sebuah melodi. Begitu pula pada penelitian ini, lagu Kudup Turi jika ditinjau dari unsur melodinya, lagu ini memiliki ekspresi atau jiwa lagu tertentu yang ingin diungkapkan oleh penciptanya. Melodi pada lagu Kudup Turi disajikan paling pertama, yang dapat digolongkan kedalam bentuk kepesindenan. Setelah ditelaah lebih dalam, pada lagu Kudup Turi terdapat 7 nada yang digunakan. Dimulai dari urutan nada tertinggi yaitu B(antara Bes dan D), A, G, F, E-(antara E dan Es), D-(antara D dan Des) dan C. Nada-nada tersebut merupakan perkiraan karena tidak ada kepastian maupun laras atau skala, karena ketika lagu ini dinyanyikan, pitch pada nadanya kurang jelas. Dalam penulisan notasinya digunakan notasi balok, karena untuk mempermudah dalam membaca dan mengetahui letak nada-nadanya. Lagu Kudup Turi merupakan lagu yang berirama merdika dan tidak terpaku pada wiletan dan iringan, tetapi tetap saja memiliki
hitungan
waktu
dalam
menyanyikannya.
Mengenai
waktu
dalam
menyanyikannya, tergantung kepada interpretasi Ronggeng yang menyanyikan lagu tersebut. Oleh karena itu, notasi yang ditulis pada lagu kudup Turi disesuaikan dengan interpretasi Bi Raspi selaku ronggeng yang menyanyikan lagu tersebut. Untuk lebih jelasnya, berikut ini pembahasan hasil analisis tentang melodi yang ada pada lagu Kudup Turi yang meliputi melodi bagian pertama dan melodi bagian ke dua, yaitu:
KUDUP TURI Pencipta: Dewi Siti Samboja Transkrip: Gilang Cempaka
Ya ku-
Pi
deu
tu-ri madodok wulan dadari taya kedok mah taya kem
ta-ya ke-dok ma-na……………..t
Hi-
deung
e-
ma-ri
iyeu
e-
iyeu- iyeung
I-yeung
Keterangan: Nada-nada yang terdapat pada lagu Kudup Turi yaitu B- (antara Bes dan B), A, G, F, E- (antara Es dan E), D- (antara D dan Des) dan C. 1) Melodi bagian A Bagian ini merupakan lagu yang utuh hanya dinyanyikan 1 kali. Sehingga pada lagu ini tidak terdapat adanya intro dan coda. Nada tertinggi pada bagian ini adalah B-(antara B dan Bes) dan nada terendah adalah A. Nada yang paling dominan pada bagian ini adalah G. Pada bagian ini, diawali dengan nada F dan diakhiri dengan nada A. Dilihat dari alur melodinya, pada bar pertama diawali dengan deretan nada melangkah naik dari F ke G , seolah-olah pencipta ingin menggambarkan bahwa bagian ini merupakan langkah pertama dari sebuah cerita yang dramatis. Pada bar pertama, sentuhan sentimentil dipertegas dengan nada yang naik tadi, kemudian terjadi penurunan nada satu demi satu dan kembali pada nada awal yaitu F sampai bar ke 2. Kemudian pada bar ke 4, terdapat pemadatan ritmik dan diawali dengan nada A dan diakhiri dengan D pada awal bar ke 5. Masih pada bar ke 5, terdapat nada yang diawali dengan nada C pada ketukan ke 2 yang naik ke D dan F kemudian kembali ke C dan diakhiri dengan nada A pada bar ke 6. Bagian ini, seolah-olah ingin menggambarkan bahwa puncak pada karya ini ada pada bagian akhir yang tidak memuaskan, yang nampak pada nada A yang terasa belum selesai dan membutuhkan kelanjutan. Untuk lebih jelasnya, gambaran lagu Kudup Turi dapat dilihat pada bahasan berikutnya yaitu pada melodi bagian B.
2) Melodi bagian B Bagian ini merupakan bagian akhir yang menjadi jembatan antara lagu Kudup Turi dengan lagu berikutnya, atau melodi ini bisa juga disebut sebagai melodi lintasan untuk
perpindahan ke lagu berikutnya. Rentang nada yang terungkap pada bagian ini meliputi nada tertinggi adalah nada A dan nada terendah adalah nada D. Sedangkan nada yang paling dominan pada bagian ini adalah nada F. Melodi pada bagian ini diawali dengan nada G pada bar ke 6, yang menyambung dari nada akhir pada bagian A. perpindahan antara bagian A ke bagian B, terkesan ada jeda, akan tetapi tidak begitu lama, hanya untuk pengambilan nafas saja. Pada bagian ini, dimulai dengan nada G yang melangkah naik ke nada A kemudian kembali lagi ke nada G, kembali lagi ke nada A, kemudian melangkah turun sampai nada F. setelah itu naik ke nada A kemudian melangkah turun dan kembali ke nada F. setelah itu, dilanjutkan dengan nada D yang meloncat ke F, dan melangkah ke G dan turun ke F. Sebelum turun ke F, dan terdapat not lintas yaitu D. Komposisi dari nada ini memberikan kesan adanya suasana yang lebih hingar, dilihat dari komposisi pada interval nada yang naik turun. Pada melodi bagian A dan B, dapat dinyanyikan meskipun tanpa diiringi oleh instrumen pengiring. Beberapa nada pada melodi bagian A dan B bersifat milismatis dimana dalam satu suku kata menggunakan babarapa nada. Selain itu, terdapat tril pada bagian A dan B, yaitu pada bar ke 2 dan 8 dengan nada yang sama yaitu F. Kompososi dalam sebuah lagu, tentu saja terdapat unsur yang mendukung terbentuknya melodi. Unsur tersebut adalah ritme, frase, dinamika, embat/tempo dan laras, yang akan dijelaskan sebagai berikut, yaitu: 1) Ritme Ritme pada penelitian ini merupakan kaitan antara satu nada dengan nada yang lain yang terdapat dalam melodi lagu. Dalam bentuk dan penyajiannya, Lagu Kudup Turi tidak terpaku pada ritme, karena lagu ini merupakan irama merdika yang lebih mengandalkan rasa dari seseorang yang menyanyikannya. selain itu, setiap nada pada lagu ini tidak selalu berkaitan dengan satu suku kata pada rumpaka.
2) Frase Selain jangkauan nada, pada lagu ini terdapat pula frase. Pada penelitian ini, frase yang dimaksud dilihat dari teknik olahan nafas yang mengandalkan kemampuan teknik pernafasan dari Ronggeng yang menyanyikannya. Berikut ini adalah frase pada lagu Kudup Turi yang dinyanyikan oleh Bi Raspi, yang akan dijelaskan pada setiap barisnya. Frase ini disimpulkan dengan
yaitu nada yang ada pada ruang lingkup
diungkapkan atau disajikan satu nafas. Sebagaimana tertuliskan pada setiap bar berikut ini.
Ya ku-
Pi
tu-ri
madodok wulan dadari taya kedok mah taya kem
ta-ya ke-dok ma-na……………..t
Hiiyeung
deu
deung
ma-ri e-
e
iyeu- iyeung
iyeu
Pada frase ke 1, terdiri dari 4 nada dan frase 2 diungkap dengan 2 nada saja. Pada frase ke 3, terdapat lika-liku nada dengan interval panjang, yang dibawakan dalam satu nafas. Hal tersebut terdapat pada kekuatan nafas dari Ronggeng yang menyanyikannya. pada frase ke 4, yaitu pada bar 5 dengan nada C sampai nada A pada bar ke 6. Pada frase ke 5 yaitu pada bar ke 6 yaitu dari nada G sampai pada bar ke 7 yang diakhiri dengan nada F. pada frase teralhit terdiri dari 3 nada yang digunakan dimulai dari D dan berakhir di nada F. Dengan demikian, pada lagu ini terdapat 6 frase. Dalam penyajiannya, sangat dibutuhkan kekuatan dan olahan nafas dari ronggeng yang menyanyikannya.
3) Dinamika Dinamika merupakan perubahan tempo, volume suara atau panjang pendeknya suara pada lagu yang dinyanyikan yang bertujuan untuk menimbulkan sentuhan emosional. Begitu pula pada lagu Kudup Turi,
dinamikanya sangat bisa dirasakan, baik dari
perubahan tempo, volume suara yang keras dan lemah, maupun panjang pendeknya dalam suatu nada. Untuk mewujudkan dinamika ini, sangat diperlukan adanya ekspresi dari Ronggeng yang menyanyikannya. Setiap Ronggeng yang menyanyikan lagu ini, tentu saja memiliki ekspresi yang berbeda. Berikut ini adalah dinamika lagu Kudup Turi yang dinyanyikan oleh Bi Raspi sebagai pelaku seni dalam kesenian Ronggeng Gunung, yang akan dijelaskan pada setiap barnya.
Ya ku-
deu
tu-ri
madodok wulan dadari taya kedok
mah taya kem
Pi
ta-ya ke-dok ma-na……………..t
ma-ri
e-
iyeu- iyeung
Hi-
deung
e
iyeu
iyeung
Keterangan: Panjang
=
Pendek
=
Cepat
=
Lambat
=
Keras
=
Lemah
=
Pada bar pertama, dinyanyikan dengan panjang dan lambat, diikuti dengan bar ke 2 yang dinyanyikan dengan cepat karena pada bar ini terdapat tril yaitu pada nada F. Pada
bar berikutnya, dinyanyikan dengan panjang yaitu pada nada F. Masih dalam bar 2, yang diawali dengan nada F pada ketukan ke 3, dinyanyikan dengan cepat sampai bar ke 4. Pada bar ke 5, diayanyikan dengan pendek. Masih pada bar 5, nada C sampai nada C terakhir, dinyanyikan dengan lambat. Selanjutnya pada bar ke 6 yang diawali dengan nada C dinyanyikan dengan suara mengecil sampai nada A bawah, dilanjutkan dengan nada F yang dinyanyikan semakin keras sampai pada akhir bar 6. Pada bar 7 dinyanyikan dengan panjang dan bar 8 dinyanyikan dengan cepat terutama pada nada F karena terdapat tril. Pada bar terakhir, dinyanykan dengan volume suara semakin mengecil.
4) Embat/tempo Embat adalah wilet yang merupakan ukuran waktu yang digunakan pada sebuah lagu. Pada lagu Kudup Turi, tidak terpaku pada wiletan, akan tetapi tetap memiliki waktu/tempo yang disesuaikan dengan interpretasi ronggeng yang menyanyikannya, maka lagu ini tidak terpaku pada ketukan iringan, melainkan iringan yang menyesuaikan dengan lagu. Antara iringan dan melodi memiliki tempo yang berbeda tetapi apabika telah digabungkan antara melodi dan iringan, tercipta suasana yang dinamis. Selain itu, rongeng yang menyanyikan lagu ini, bisa masuk dimana saja tanpa memperhatikan hitungan wiletan dari musik pengiringnya.
5) Laras Pada beberapa buku yang mengkaji tentang kesenian Ronggeng Gunung, banyak yang menyebutkan bahwa lagu ini berlaras salendro. Akan tetapi setelah dilakukan pengamatan dan kajian dari aspek laras, ternyata lagu Kudup Turi tercipta pada abad ke VII dimana pada masa itu belum terdapat adanya istilah laras. Apabila membandingkan antara nadanada pada lagu Kudup Turi dengan nada-nada pada laras Salendro, memiliki karakter
yang sama, akan tetapi bila dilihat dari ketepatan nada sedikit berbeda dengan laras salendro, maka peneliti menyebut lagu ini berlaras nyalendro.
b. Rumpaka/Lirik Yang dimaksud rumpaka pada penelitian ini adalah ungkapan bahasa yang terdapat pada lagu kudup Turi. Pembahasan rumpaka lagu Kudup Turi, akan melalui telaah terhadap segi bahasa yang tersirat dalam melodi lagu, apa yang tersirat sebagai kandungan isi yang merupakan amanat pencipta, serta bentuk penyajian rumpaka. Rumpaka pada lagu Kudup Turi meliputi bahasa lirik lagu, isi dan bentuk lagu, yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1) Bahasa Lirik Lagu Sehubungan dengan rumpaka lagu yang diciptakan, lagu ini disusun dalam bahasa sunda kuno. Maka dalam lagu ini diberikan penjelasan arti secara menyeluruh dimana lagu tersebut menceritakan tentang pasangan yang sedang memadu kasih dibawah pohon Turi. Turi adalah sebuah pohon yang menjadi saksi dari kisah cinta antara Dewi Siti Samboja dengan kekasihnya. Turi juga lah yang diangggap sebagai ciri dan bukti dimana pohon Turi sebagai simbol yang melambangkan suasana hati yang di mabuk asmara. Daun Turi yang rimbun melambangkan betapa besar dan damai insan yang memadu kasih dan batang pohon Turi sebagai lambang kokohnya cinta dan ketegaran hati. Bahasa lirik lagu pada lagu Kudup Turi meliputi irama atau guru lagu, Purwakanti, Rineka Wacana, Rineka sastra dan Pakem Basa yang akan dijelaskan sebagai berikut:
a) Wirahma Wirahma merupakan ketepatan kata yang berhubungan dengan notasi dan dinamika yang terdapat dalam rumpaka sebuah lagu. Dalam lagu Kudup Turi, sangat diperlukan keterampilan seorang Ronggeng dalam menyanyikannya. Karena hal tersebut manyangkut pada ketepatan antara nada dan notasi. b) Purwakanti Purwakanti merupakan persamaan bunyi pada rumpaka sebuah lagu. Pada bagian ini, akan dijelaskan mengenai purwakanti pada akhir setiap kalimat dilihat dari huruf vokal, yaitu sebagai berikut: ya kudeu turi
(i)
madodok wulan dadari
(i)
taya kedok mah taya kempi
(i)
taya kedok manta mari
(i)
eh ieung hideung
(eu)
eh ieung
(eu)
Pada baris satu, dua, tiga dan empat purwakantinya yaitu (i) dan pada baris lima dan enam, purwakantinya yaitu (eu). c) Rineka Wacana Rineka wacana merupakan kata-kata yang bermakna indah yang biasa diambil dari bahasa kuno. Pada lagu Kudup Turi terdapat kata-kata yang tidak biasa digunakan pada bahasa Sunda sehari-hari, hal ini karena rumpaka lagu Kudup Turi diciptakan pada beberapa abad yang lalu sehingga terdapat kata-kata yang tidak dapat difahami. Kata-kata tersebut adalah kudeu turi pada baris ke1, madodok pada baris ke 2, kempi pada baris ke 3 dan manat mari pada baris ke 4.
Ya kudeu turi Madodok wulan dadari Taya kedok mah taya kempi Taya kedok manat mari eh ieung hideung eh ieung
d) Rineka Sastra Rineka sastra merupakan upaya pengarang untuk memperindah kalimat karangannya atau bahasa ungkapannya melalui pemilihan dan penggunaan kata khusus yang tak biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Sunda Dalam lagu Kudup turi terdapat beberapa kata yang dapat dimengerti, akan tetapi jarang digunakan pada percakapan sehari-hari. Kata-kata tersebut adalah Wulan (bulan) dan Dadari (bidadari) pada baris ke 2, kata taya (tidak ada) pada baris ke 3 dan 4, dan Kedok (Topeng) pada baris ke 3 dan 4. Ya kudeu turi Madodok wulan dadari Taya kedok mah taya kempi Taya kedok manat mari eh ieung hideung eh ieung
e) Pakem Basa Pakem basa merupakan kiasan, ungkapan atau pribahasa yang terdapat pada rumpaka sebuah lagu. Pakem basa pada rumpaka lagu Kudup Turi sangat terbatas. Tetapi bertujuan untuk menggambarkan isi dari lagu tersebut. Pakem basa pada lagu Kudup Turi dapat dilihat pada baris ke 3 dan 4, yaitu taya kedok yang bukan berarti tidak ada topeng, akan tetapi taya kedok disini merupakan kalimat kiasan yang berarti tidak ada kebohongan atau tidak ada yang disembunyikan.
Ya kudeu turi Madodok wulan dadari Taya kedok mah taya kempi Taya kedok manat mari eh ieung hideung eh ieung
2) Isi Lirik Terciptanya sebuah karya seni, biasanya tergantung pada latar belakang seorang penyair dan sebuah karya seni tersebut biasanya merupakan cetusan hati penyair, dimana isi rumpaka mengandung makna atau gambaran suatu peristiwa. Begitu pula dengan lagu Kudup Turi, isi lagu ini merupakan cetusan hati dari Dewi Siti Samboja yang gandrung terhadap kekasihnya Raden Angga larang yang gugur di medan perang, juga pemuda desa yang menyelamatkannya dan berjanji akan sehidup semati, gugur pula oleh musuh. Lagu Kudup Turi merupakan gambaran kenangan Dewi Siti Samboja ketika menjalani kasih dibawah pohon Turi yang sedang berbunga. Maka, terciptalah lagu Kudup Turi.
3) Bentuk Lirik Setelah di amati, bentuk lirik lagu Kudup Turi terikat oleh purwakanti, akan tetapi tidak terpaut pada guru wilangan. Maka peneliti menggolongkan rumpaka lagu ini kedalam bentuk syair prosa.
c. Iringan Lagu Kudup Turi tidak terlepas dari Lulugu, karena dalam Lulugu terdapat tiga buah lagu yaitu Kudup Turi, Ladrang dan Sisigaran. Iringan pada lagu Kudup Turi tidak bisa lepas dari lagu Ladrang dan Sisigaran. Karena iringan tidak berhenti ketika perpindahan lagu dari Kudup Turi ke Ladrang dan dari Ladrang ke Sisigaran. Salah satu unsur musikal dalam penyajian kesenian Ronggeng Gunung adalah iringan atau musik pengiring yang berfungsi untuk mengiringi lagu Kudup Turi. Iringan ini dihasilkan dari bunyi waditra yang dimainkan. Jumlah waditra/instrumen pengiring dalam penyajian kesenian rongeng Gunung sangat sederhana sekali bila dibandingkan dengan Wayang Golek atau Ronggeng Kaler. Instrumen pengiring ini terdiri dari satu buah kendang, tiga buah ketuk, dan satu buah goong. Setelah kita ketahui bersama, ketuk yang digunakan pada penyajian kesenian Ronggeng Gunung terdiri dari tiga buah ketuk, akan tetapi ketika peneliti malakukan penelitian dan melakukan rekaman, ketuk yang digunakan hanya dua buah. Hal tersebut kemungkinan karena nayaga yang memainkan instrumen Ketuk merangkap sebagai nayaga pada instrumen goong. Oleh karena itu, yang akan diungkap adalah instrumen kendang, ketuk 1, ketuk 2 dan goong. Berbeda dengan melodi lagu Kudup Turi, iringan pada lagu ini memiliki birama 4/4. Setelah ditelaah lebih dalam, nada yang terdapat pada ketuk 1 adalah Fis (F#) dan nada pada ketuk 2 adalah D-, yang dimaksud pada pembahasan ini adalah nada yang berada
antara Cis (C#) dan nada D. Sedangkan nada yang terdapat pada instrumen goong adalah nada Cis (C#). Untuk mempermudah dalam penulisannya, maka peneliti menggunakan simbol yaitu X untuk ketuk 1 yang bernada Fis (F#), Z untuk ketuk 2 yang bernada Deses dan G untuk Goong yang bernada Cis (C#). Sedangkan susunan komposisi pada waditra kendang ditransfer dengan bunyi dong (D), pak (P) dan tung (T). Berikut ini adalah struktur iringan pada lagu Kudup Turi. KD PP DPDP K1
0
0
K2
0
0
KD 0DPT TTP 0 DPDP KI
XX
K2
0Z ZZZ
0DPT TTP 0 DPDP
0 XX 0 0
0
XX
0
0Z
ZZZ
0DPT TTP 0 DPDP
XX 0
XX
0
0
0Z
ZZZ
0
XX 0 0
0
KD 0DPT TTP 0 DPDP
0DPT TTP 0 DPDP DD TPD TPDT TTT0
K1
XX
XX
0 XX 0X
K2
0Z ZZZ
0Z
ZZZ 0Z 0Z
KD
0
XX 0 0
0
DPD D0D PD PT TTT TTT TTT TTT
K1
0X
K2
0
0X
0X
0X
0X
0X
0X
0
0
0Z
ZZ
TTT TTT TTT TTT
0
X
X
X
X
X
X
X X
0Z0 0Z0Z 0
0
Z
0
0
0
0Z
0
0
Pola iringan yang terungkap diatas berupa pijakan dan irama atau ritmis bagi ronggeng dan penari laki-laki. Iringan pada lagu Kudup Turi dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu bagian A, B dan C. Jika dilihat dari struktur atau bagan pada iringan, sekilas sangat sederhana, akan tetapi setelah dimainkan, komposisi dari pada ketuk dan tabuhan kendang dapat memberi kesan seolah-olah mengajak apresiator untuk terjun didalamnya dan ikut menari bersama para penari lainnya. Bila dilihat dari struktur secara vertikal, iringan pada lagu Kudup Turi dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian A,B dan C, yaitu: 1) Bagian A Pada bagian ini merupakan awal dari bentuk iringan yang berperan sebagai pangkat atau mantra yang dibunyikan oleh tepak kendang saja tanpa diikuti oleh ketuk, yaitu:
KD PP DPDP K1
0
0
K2
0
0
2) Bagian B Bagian ini merupakan inti dari iringan dimana lagu Kudup Turi dinyanyikan. Pada bagian ini, tepak kendang diikuti oleh ketuk dan lagu. Lagu yang dibawakan ronggeng masuk pada bar pertama ketukan ke tiga.
KD 0DPT TTP 0 DPDP
0DPT TTP 0 DPDP
0DPT TTP 0 DPDP
KI
XX
XX 0
XX
XX
0
K2
0Z ZZZ
0
0Z
0Z
ZZZ
0
0
0 ZZZ
XX 0 0
0
XX 0 0
0
KD 0DPT TTP 0 DPDP
0DPT TTP 0 DPDP DD TPD TPDT TTT0
K1
XX
XX
0 XX 0X
K2
0Z ZZZ
0Z
ZZZ 0Z 0Z
KD
0
XX 0 0
0
0X
0X
0X
0X
0
0
0Z
ZZ
DPD D0D PD PT
K1
0X
K2
0
0X
0X
0
0Z0 0Z0Z 0
3) Bagian C Bagian ini berfungsi sebagai persiapan atau jembatan untuk perpindahan ke lagu berikutnya, yaitu:
KD
TTT TTT TTT TTT
TTT TTT TTT TTT
K1
X
X
X
X
X
X
X X
K2
00
Z
0
0
0
0Z
0
0
Apabila dilihat secara hozontal, terdapat beberapa motif yang ada pada instrumen yang dimainkan. Berikut ini, penjelasan motif tabuhan dilihat dari keseluruhan lagu, tetapi dijelaskan satu demi satu berdasarkan instrumen yang dimainkan. a) Motif Tabuhan Kendang Dari awal sampai akhir lagu, terdapat jenis motif tabuhan pada kendang yaitu pada bar ke 1, 2, 7, 8 dan 9. Pada bar 2, memiliki persamaan motif dengan bar ke 3, 4, 5 dan 6. dan pada bar 9 memiliki persamaan dengan bar 10. Oleh karena itu, peneliti meyebut
motif bar 1 adalah A, motif pada bar 2 adalah B, motif pada bar 7 adalah C, motif pada bar 8 adalah D, dan motif pada bar 9 adalah E. Maka, peneliti menggambarkan srtuktur tabuhan pada bar ke 1 sebagai berikut, yaitu: A-B1-B2-B3-B4-B5-C-D-E1-E2 A
B1
B2
KD PP DPDP / 0DPT TTP 0 DPDP / 0DPT TTP 0 DPDP / B3
B4
B5
/ 0DPT TTP 0 DPDP / 0DPT TTP 0 DPDP / 0DPT TTP 0 DPDP / C
D
E1
/DD TPD TPDT TTT0 / DPD D0D PD PT / TTT TTT TTT TTT / E2 / TTT TTT TTT TTT /
Notasi diatas adalah motif pukulan waditra kendang secara menyeluruh, yang difungsikan untuk mengiringi lagu Kudup Turi.
b) Motif tabuhan Ketuk 1 Pada ketuk 1 terdapat 5 jenis motif tabuhan yaitu pada bar ke 2, 7, 8 dan 9. Motif pada bar ke 2 sama dengan motif pada bar ke 3, 4, 5, dan 6. Sedangkan pada bar 9 mirip dengan bar 10. Oleh karena itu peneliti menyebut motif pada bar ke 2 adalah A, motif pada bar 7 adalah B, motif pada bar 8 adalah C, dan motif pada bar 9 adalah D. Maka, peneliti menggambarkan struktur motif tabuhannya yaitu: A1-A2-A3-A4-A5-B-C-D1-D2. A1 KI
0
0
/ XX
0
XX 0
A4 / XX
0
A2 /
XX 0
A3 XX 0
A5 XX 0
/
XX
0 XX 0X /
/
XX 0
XX 0 /
B 0X
0X
0X
0X /
C / 0X
0X
0X
D1
D2
0 / X X X X / X X X X /
c) Motif Tabuhan Ketuk 2 Pada ketuk 2, terdapat 6 jenis motif iringan yaitu pada bar ke 2, 6, 7, 8,9 dan 10. Pada bar 2, motif iringannya sama dengan motif pada bar ke 3, 4 dan 5. Oleh Karena itu, peneliti menyebut motif pada bar ke 2 adalah A, bar 6 adalah B, bar 7 adalah C, bar 8 adalah D, bar 9 adalah E dan bar 10 adalah F. Maka, peneliti mengambarkan motif tabuhannya yaitu:A1-A2-A3-A4-B-C-D-F.
A1 K2
0 0 /
0Z ZZZ
A2 0
0 / 0Z
A4 / 0Z ZZZ 0
0
0 /
0Z
B 0 / 0Z
0Z0 0Z0Z0 0 / 0 Z
0
0
E 0
ZZZ 0 0 /
C
ZZZ 0Z 0Z /
D / 0
ZZZ
A3
0Z
ZZ /
F 0
/
0
0Z
0
0 /
d. Kata Tambahan Dalam penyajian lagu Kudup Turi terdapat kata tambahan yang diselipkan pada kalimat lagu yaitu kata mah. Bertikut ini adalah kata tambahan pada lagu Kudup Turi yang dinyanyikan oleh Bi Raspi. Ya kudeu turi Madodok wulan dadari
Taya kedok mah taya kempi Taya kedok manat mari E iyeung hideung Eh iyeung
e. Kata Yang Diulang-Ulang Dalam penyajian lagu Kudup Turi, terdapat kata yang diulang-ulang yang bertujuan untuk memperindah lagu tersebut. Kata yang diulang pada lagu ini yang dibawakan oleh Bi Raspi adalah kata iyeung. Berikut ini adalah lirik lagu sebelum di tambah dengan kata yang diulang dan lirik lagu yang telah ditambah dengan kata yang diulang.
Lirik lagu sebelum ditambah dengan kata yang diulang. Ya kudeu turi Madodok wulan dadari Taya kedok taya kempi Taya kedok manat mari E iyeung hideung Eh iyeung
Lirik lagu yang telah ditamba dengan kata yang diulang. Ya kudeu turi Madodok wulan dadari Taya kedok taya kempi Taya kedok manat mari E iyeu iyeung hideung
Eh iyeu iyeu iyeu iyeung
3. Keistimewaan Lagu Kudup Turi dalam Sajian Kesenian Ronggeng Gunung Setiap kesenian tradisional, tentu saja memiliki keistimewaan tertentu, baik jika dilihat dari aspek kesejarahan terciptanya kesenian tersebut, segi penyajian, unsur musikalitas dan aspek lain yang terkait dengan kesenian tersebut. Pada penelitian ini, peneliti megungkapkan keistimewaan Lagu Kudup Turi dalam kesenian Ronggeng Gunung, yang akan dijelaskan sebagai berikut: a. Lagu Kudup Turi dijadikan sebagai Lagu Utama disetiap Penyajian Kesenian Ronggeng Gunung. Dalam penyajian kesenian Ronggeng Gunung, lagu Kudup Turi dijadikan sebagai lagu utama yang ditempatkan pada awal penyajian kesenian Ronggeng Gunung. Hal ini disebabkan karena lagu ini memiliki makna khusus yang terkait dengan beberapa aspek seperti: 1) Proses terciptanya kesenian ini. Bila dikaitkan dengan sejarahnya, lagu Kudup Turi merupakan titik awal terbentuknya kesenian Ronggeng Gunung yang sekaligus dijadikan sebagai standar lagu-lagu lainnya yang serumpun. 2) Pada awalnya, lagu ini berfungsi untuk menarik perhatian musuh agar ikut terhanyut didalamnya sehingga memudahkan Dewi Siti Samboja dan pengikutnya untuk membunuh musuh-musuhnya tersebut. Oleh karena itu, lagu ini selalu dinyanyikan pada awal pertunjukan kesenian Ronggeng Gunung dan tidak boleh dihilangkan atau diganti dengan lagu lain. 3) Melalui keistimewaan yang khas inilah lagu Kudup Turi tidak pernah ditinggalkan manakala akan mempergelarkan kesenian Ronggeng Gunung. Lagu Kudup Turi wajib dinyanyikan oleh ronggeng sebagai media pemikat dan pengikat bagi para apresiator
pada masa lampau. Apabila lagu tersebut tidak disajikan di awal pertunjukan, akan terasa aneh dan belum lengkap sajian kesenian Ronggeng Gunung tersebut. Disini jelaslah bahwa lagu Kudup Turi bagi penikmatnya memiliki berbagai nilai budaya masyarakat pendukungnya.
b. Lagu Kudup Turi Memiliki Unsur Musikal yang Khas Keistimewaan lain pada lagu Kudup Turi ini adalah terletak pada unsur musikal yang khas, yaitu: 1) Domain Melodi Meskipun bentuk lagu ini sederhana, akan tetapi lagu ini memiliki irama yang khas yang mendayu-dayu serta tinggi rendah nada yang tidak terduga. Sehingga memberikan suasana yang bermakna dimana para apresiator ikut terhanyut didalamnya, artinya lagu tersebut dinyanyikan dengan tinggi rendahnya suara yang bervariasi, ada penekanan juga terhadap keras lemahnya suara yang dialunkan serta lemah lembutnya ungkapan nada yang dipadukan dengan syair lagu yang romantis. Dengan kondisi yang seperti ini, untuk menyanyikan lagu Kudup Turi terutama seorang ronggeng, harus betul-betul memiliki kemampuan vokal yang tinggi, diantaranya teknik olahan nafas dan interpretasi, sebab tidak sembarang orang mampu untuk menyanyikannya dan sesuai dengan karakteristik pada warna suara. Lengkingan dari alunan nada-nada yang dikemas secara apik, dengan suara ronggeng pada saat menyanyikan lagu Kudup Turi, mampu menarik sekaligus mengundang perhatian masyarakat sekitar sebagai para apresiator untuk larut dan bergabung dalam pertunjukan kesenian ini. Bahkan biasanya para apresiator ikut menari bersama ronggang atau sekedar menonton saja. 2) Domain Lirik Lagu
Keistimewaan lain pada lagu ini terletak pada bentuk lirik yang berbeda dengan lagu lainnya. Bentuk lirik pada lagu ini berupa karya sastra dalam bentuk prosa, syair lagunya diciptakan secara bebas, artinya tidak berpola pada aturan-aturan penciptaan karya sastra yang biasa digunakan sebagai rumpaka lagu. Lagu Kudup Turi yang tercipta menggambarkan seorang putri yang sedang kasmaran, yaitu sebagai lambang percintaan, sedangkan pada lagu lain berupa sisindiran. Maka, dalam penyajian kesenian Ronggeng Gunung hanya lagu ini saja yang berbentuk syair prosa. Domain musik pengiring 3) Iringan pada lagu ini berpijak pada pola ritmik yang diulang-ulang. Pola ritmik berfungsi sebagai pijakan bagi para penari.
E. Implikasi bagi Dunia Pendidikan Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan seni, salah satu langkah yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan penggalian dan pengkajian seni tradisional yang menjadi tanggung jawab insan akademis di lembaga pendidikan seni. Salah satu kesenian tradisional yang dapat dikaji yaitu kesenian Ronggeng Gunung. Sejauh ini, kesenian Ronggeng Gunung sebagian besar dijadikan sebagai objek wisata, akan tetapi bila dikaji lebih dalam, kesenian tradisional ini memiliki nilai-nilai berharga yang terkandung didalamnya. Nilai-nilai tersebut diantaranya nilai historis, sosial atau nilai musikalitas yang dapat dimanfaatkan untuk diadaptasi kedalam proses pembelajaran melalui pembelajaran seni. Beberapa diantaranya telah melakukan pengkajian kesenian ini, diantaranya mengungkap aspek penyajianya, peranan serta fungsi Ronggeng pada kesenian Ronggeng Gunung dan yang peneliti kaji pada kesenian ini mengenai unsur musikal lagu Kudup Turi dalam Kesenian Ronggeng Gunung yang memiliki nilai musikalitas yang tinggi.
Melalui pendidikan inilah, pembelajar dapat memiliki kemampuan dibidang musik tradisi, terupama mengenai konsep analisis musik, yang diungkapkan melalui lagu Kudup Turi dalam sajian kesenian Ronggeng Gunung. Dengan adanya pengkajian mengenai kesenian Ronggeng Gunung ini, diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi pengembangan pendidikan seni, dapat dijadikan bahan ajar muatan lokal khususnya di daerah Ciamis dan menjadi wahana guna memperkaya illmu pengetahuan tentang seni tradisi.