BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Orientasi Kancah dan Persiapan
1. Orientasi Kancah Puskesmas Cangkringan merupakan unit penyelenggara kesehatan di lingkungan Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Puskesmas Cangkringan berlokasi di Dusun Panggung Desa Argomulyo, Cangkringan Sleman. Luas wilayah kerja puskesmas Cangkringan adalah 4.799 Ha dengan 7.992 kepala keluarga yang terbagi atas 5 desa yaitu: Desa Argomulyo, Desa Wukirsari, Desa Kepuharjo, Desa Umbulharjo dan Desa Glagaharjo. Pada bulan Agustus 2015, Puskesmas Cangkringan mulai menyelenggarakan Program Penggelolaan Penyakit Kronis (Prolanis). Prolanis adalah sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang melibatkan partisipan, fasilitas kesehatan dan BPJS dalam rangka memelihara kesehatan partisipan BPJS yang menderita penyakit kronis. Hal ini bertujuan agar dapat mencapai kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat yang optimal. Penyakit kronis yang dimaksud adalah diabetes mellitus dan hipertensi. Pihak dokter, perawat, ahli gizi dan psikolog bekerjasama menangani dan memberikan intervensi terhadap masyarakat mengenai penyakit kronis melalui pemeriksaan rutin, penyuluhan, konseling, maupun terapi. Pihak puskesmas juga menjalin kerjasama dengan para kader desa yang berada di Desa Argomulyo, Desa Wukirsari, Desa Kepuharjo, Desa Umbulharjo dan Desa Glagaharjo.
61
62
Pada bulan September 2015, tercatat jumlah kunjungan pasien hipertensi yang memeriksakan diri di Puskesmas Cangkringan hanya sebanyak 40 jiwa. Padahal data di lapangan menunjukkan jumlah yang lebih banyak. Berdasarkan data kader lansia di setiap desa, diketahui bahwa setiap desa memiliki 70 – 100 penderita hipertensi. Desa Wukirsari sendiri memiliki 115 penderita hipertensi yang terdata di bulan Agustus hingga September 2015 terakhir. Hal ini menunjukkan banyaknya jumlah penderita hipertensi yang belum terdata oleh pihak puskesmas. Selama ini program Prolanis yang telah dijalankan yakni berupa pemberian konseling, kunjungan ke rumah pasien, penyuluhan masyarakat dan terapi individual. 2. Persiapan Penelitian Persiapan-persiapan
yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah
persiapan administrasi, persiapan alat ukur dan persiapan modul intervensi. Rincian masing-masing persiapan yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut: a. Persiapan Administrasi Peneliti mengawali penelitian dengan melakukan pengiriman surat izin pengantar dari pihak Program Magister Psikologi Profesi Universitas Islam Indonesia kepada Kepala Puskesmas Cangkringan pada tanggal 22 Agustus 2015. Surat dikirim bersamaan dengan proposal dan modul pelatihan yang akan dilaksanakan. b. Persiapan Alat ukur Alat ukur yang digunakan peneliti dalam pelatihan ini adalah skala kesejahteraan subjektif. Skala tersebut telah diadaptasi oleh peneliti sebelumnya kedalam bahasa Indonesia dan telah diuji coba pada budaya setempat (Gatari, 2008). Skala kesejahteraan subjektif yang digunakan peneliti terdiri dari: Satisfaction Affect and
63
Negative Affect Schedule (PANAS). Alat ini digunakan untuk mengukur evaluasi afeksi atau perasaan seseorang yang terdiri dari 20 aitem (10 aitem afeksi positif dan 10 aitem afeksi negatif), dengan bobot nilai minimal 10 dan maksimal 50 untuk masing-masing afeksi (Watson, Clark & Tellegen, 1988). c. Persiapan Modul Pelatihan Penyusunan modul intervensi dilaksanakan dengan cara memodifikasi modul kebersyukuran oleh Cahyandari (2015) yang mengacu pada teori kebersyukuran AlJauziyah (2005). Bentuk pelatihan kebersyukuran tersebut ini lebih menekankan pada refleksi diri, pemaknaan positif terhadap peristiwa yang terjadi dan pembiasaan kebersyukuran dalam kondisi apapun terutama dalam kondisi sakit. Berikut jadwal pelaksanaan pelatihan kebersyukuran: Tabel. 7. Jadwal Pelaksanaan Pelatihan Kebersyukuran Pertemuan
Kegiatan
Pertama Sabtu, 14 Nov 2015
Sesi 1.1 Perkenalan dan prosedur pelatihan.
Wakt Tujuan Keterangan u 10 - Membangun rapport antara Ceramah dan menit fasilitator dengan peserta maupun sharing antar peserta. - Menjelaskan kepada peserta tentang prosedur pelatihan dan informed consent. - Menjelaskan tujuan pelatihan agar peserta mengikuti pelatihan.
Sesi 1.2 Harapanku.
Sesi 1.3 Psikoedukasi
20 - Mengetahui pikiran, perasaan, dan Permainan, menit harapan peserta terhadap diri dan sharing, dan lembar kerja kondisi sakitnya saat ini. I 15 - Menjelaskan hubungan antara Ceramah menit pikiran, perasaan, dan perilaku kepada peserta terkait dengan kondisi sakitnya.
64
- Menimbulkan kesadaran pada diri peserta bahwa pikiran, perasaan, dan perilaku yang keliru menjadi keyakinan yang keliru terhadap kondisi sakit akan mempengaruhi cara pasien menyikapi kondisi sakitnya. Sesi 1.4 Refleksi diri
20 - Memberikan kesempatan kepada Sharing menit peserta untuk berbagi pengalaman sehingga menimbulkan kesadaran tentang hal-hal yang berhubungan dengan pikiran, perasaan, dan perilaku.
Sesi 1.5
50 - Memberikan informasi kepada Ceramah menit peserta tentang kebersyukuran meliputi pengertian, hal-hal yang patut disyukuri dan manfaat atau hikmah bersyukur.
Apa itu kebersyukuran ?
- Memberikan kesadaran kepada peserta bahwa penyakit merupakan nikmat yang patut disyukuri dan adanya makna dibalik kondisi sakit yang sedang dialami. Sesi 1.6 Refleksi diri
15 - Memberikan kesempatan agar Sharing, menit peserta berbagi pengalaman diskusi. tentang karunia yang telah mereka terima. - Memberikan kesempatan untuk berbagi pengalaman agar muncul kesadaran akan berbagai peristiwa yang perlu disyukuri dalam kehidupan, termasuk dalam kondisi sakit saat ini. - Memunculkan kesadaran akan makna dibalik kondisi sakit yang sedang di alami.
Sesi 1.7 Penutupan Pertemuan I
20 Praktik. menit - Mengetahui tanggapan peserta mengenai materi pelatihan dan
65
memotivasi peserta untuk mengikuti pertemuan selanjutnya. - Memberikan penjelasn mengenai tugas rumah Kedua Sabtu, 21 Nov 2015
Sesi 2.1 Pembukaan
10 - Membuka pertemuan dan Ceramah menit memberikan semangat kepada peserta.
Sesi 2.2 Selfpresentation
30 - Memberikan umpan balik Sharing dan menit mengenai pertemuan sebelumnya. diskusi.
Sesi 2.3 Refleksi diri
40 - Memberikan kesempatan agar Sharing, menit peserta berbagi pengalaman diskusi. tentang karunia yang telah mereka terima.
- Memberikan kesempatan kepada peserta untuk berbagi pengalaman selama satu minggu di rumah dengan tujuan membangkitkan emosi positif peserta terhadap kondisinya.
- Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menceritakan pengalamannya dalam mengungkapkan rasa syukur. - Memberikan kesadaran kepada peserta dalam mensyukuri setiap peristiwa yang dialaminya dalam kehidupan sehari-hari. Sesi 2.4 Penayangan film
20 - Memberikan kesadaran pada para Penayangan menit peserta bahwa penting untuk cuplikan film pendek, bersyukur dalam situasi apapun. sharing. - Memberikan kesadaran kepada peserta bahwa banyak hal yang sebenarnya patut kita syukuri, namun sering terlupakan atau kurang diperhatikan.
Sesi 2.5 Bersyukur dengan hati
30 - Memberikan informasi dan Ceramah, menit penjelasan mengenai bersyukur sharing, dan praktik.
66
dan lisan.
dengan hati dan lisan. - Peserta mengenal dan mengakui karunia Allah SWT yang telah diterimanya dan memberikan kesadaran kepada peserta bahwa penyakit merupakan salah satu bentuk nikmat atau kasih sayang dari Allah SWT yang harus disyukuri. - Menimbulkan kebiasaan pada peserta untuk selalu mengucapkan “Alhamdulillah” atas sekecil apapun nikmat yang diterima, termasuk mengucapkan “Alhamdulillah” atas hal positif yang dianggap kecil atau sederhana. - Menimbulkan ketenangan dalam diri peserta atas kondisi yang dialami.
Sesi 2.6 Penutupan Pertemuan II
20 - Mengetahui tanggapan peserta Praktik. menit mengenai materi pelatihan dan memotivasi peserta untuk mengikuti pertemuan selanjutnya. - Memberikan penjelasn mengenai tugas rumah
Ketiga Kamis, 26 Nov 2015
Sesi 3.1 Pembukaan
10 - Membuka pertemuan dan Ceramah menit memberikan semangat kepada peserta.
Sesi 3.2 Edukasi oleh dokter
15 - Memberikan informasi umum Ceramah menit mengenai kondisi sakit yang dialami seperti penyebab, gejala, dan aktivitas yang menyebabkan kekambuhan terjadi.
Sesi 3.3 Selfpresentation
25 - Memberikan umpan balik Sharing, menit mengenai pertemuan sebelumnya. diskusi - Memberikan kesempatan kepada peserta untuk berbagi pengalaman
67
pengalaman selama satu minggu di rumah untuk membangkitkan emosi positif peserta terhadap kondisinya. Sesi 3.4 Refleksi diri
30 - Memberikan kesempatan agar Sharing, menit peserta berbagi pengalaman diskusi. tentang karunia yang telah mereka terima. - Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menceritakan pengalamannya dalam mengungkapkan rasa syukur. - Memberikan kesadaran dan perubahan perilaku peserta dalam mensyukuri setiap peristiwa yang dialaminya dalam kehidupan sehari-hari. - Memunculkan kesadaran akan makna dibalik kondisi sakit yang sedang di alami.
Sesi 3.5 Bersyukur dengan perbuatan
60 - Memberikan informasi dan Ceramah, menit penjelasan mengenai bersyukur sharing, dan praktik. dengan perbuatan. - Menimbulkan kebiasaan pada peserta untuk selalu mewujudkan kebersyukuran dalam perbuatan. - Meningkatkan kemampuan para peserta untuk dapat mengungkapkan rasa syukur terimakasih kepada sesama peserta. - Meningkatkan kesadaran kepada peserta bahwa sujud syukur dan berdoa merupakan bentuk dari kebersyukuran pada Allah SWT.
Sesi 3.6 Review materi dan
10 - Memunculkan kesadaran akan Ceramah dan menit makna dibalik peristiwa, sharing, khususnya dalam menghadapi lembar kerja
68
terminasi
kondisi sakit yang sedang di IV. alami. - Melakukan review terhadap seluruh materi yang telah diberikan kepada peserta. - Menguatkan keyakinan kepada peserta bahwa mensyukuri nikmat Allah sekecil apapun akan mempengaruhi sikap mereka terhadap berbagai kondisi dalam kehidupan, termasuk dalam kondisi sakit. - Mengakhiri pelatihan dengan menekankan dan memotivasi peserta untuk melanjutkan proses pelatihan di rumah.
d. Seleksi Pelatih dan Pengamat Penyeleksian pelatih dan pengamat sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan peneliti. Pelatihan kebersyukuran ini dipandu oleh seorang psikolog yang telah berpengalaman dalam menangani pasien hipertensi yang mendapatkan pengobatan di Puskesmas. Psikolog nantinya akan menjadi pelatih dalam pelatihan kebersyukuran. Pelatih beragama Islam dan mengamalkan kaidah Islam dalam kehidupan sehari-hari serta memiliki kemampuan interpersonal yang baik. Pada penelitian kebersyukuran ini, pelatih didampingi oleh dua orang pengamat. Pengamat merupakan mahasiswa Magister Psikologi Profesi bidang Klinis. Keduanya telah dinyatakan lulus ujian praktek kerja psikologi profesi oleh Dewan Penguji HIMPSI.
69
Peran pelatih dalam pelatihan kebersyukuran adalah sebagai pemimipin proses pelatihan yang berlangsung. Pelatih menjelaskan tentang kebersyukuran sebagai langkah untuk meraih kesejahteraan subjektif. Pelatih juga menyimpulkan masalah dan pemaknaan serta membantu peneliti untuk melakukan evaluasi terhadap proses pelatihan. Pada pelatihan kebersyukuran ini, pemberian informasi terkait dengan hipertensi berupa penjelasan, gejala dan pengelolaannya pelatih dibantu oleh seorang dokter. e. Seleksi Partisipan Pelatihan Seleksi partisipan pelatihan dilakukan sesuai dengan kriteria subjek yang telah ditentukan sebelumnya. Pencarian partisipan dilakukan dengan meminta data yang telah direkap oleh dokter umum dan psikolog Puskesmas Cangkringan. Peneliti selanjutnya menghubungi kepala desa setempat untuk memohon izin melaksanakan pelatihan pada beberapa warga. Setelah mendapatkan izin dari kepala desa, peneliti menemui para kader Prolanis dusun setempat untuk mendapatkan gambaran umum mengenai warga yang menderita hipertensi. Peneliti kemudian membangun rapport dengan subjek dimulai tanggal 15 Oktober 2015. Peneliti melakukan obervasi, wawancara dan pengisian skala kesejahteraan subjektif. Subjek yang masuk dalam kriteria penelitian ini adalah penderita hipertensi, berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan, berusia 40-60 tahun, beragama Islam serta lama menderita hipertensi lebih dari dua tahun. Pada seleksi partisipan penelitian ini didapat 34 orang yang sesuai dengan kriteria dan bersedia mengisi skala kesejahteraan subjektif. Berikut hasil kategorisasi 34 partisipan yang mengikuti penyeleksian penelitian:
70
Tabel.8. Distribusi Skor Tingkat Kesejahteraan Subjektif Berdasarkan percentile dari Satisfaction with Life Scale (SWLS) Norma Percentil Rentang Skor Kategori Jumlah Subjek X < P20 X< 14 Sangat Rendah 6 P20 ≤ X < P40 14 ≤ X < 16 Rendah 7 P40 ≤ X < P60 16 ≤ X < 19 Sedang / Cukup 7 P60 ≤ X ≤ P80 19 ≤ X ≤ 21 Tinggi 4 X > P80 X > 21 Sangat Tinggi 10
Hasil pengkategorian pada skala kepuasan hidup (Satisfaction with life Scale) menunjukkan bahwa dari 34 orang yang berpartisipasi ditemukan 6 orang dalam kategori sangat rendah, 7 orang dalam kategori rendah, 7 orang dalam kategori sedang atau cukup, 4 orang dalam kategori tinggi dan 10 orang dalam kategori sangat tinggi. Pada Hari berikutnya tanggal 27 Oktober 2015, berdasarkan hasil pengkategorian tersebut peneliti membagi para partisipan dalam kategori sangat rendah, rendah, sedang dan tinggi kedalam dua kelompok. Didapat 24 partisipan berada dalam kategori tersebut, partisipan membagi kedalam dua kelompok, yaitu 13 orang kelompok eksperimen dan
11 orang kelompok kontrol.
Peneliti
kemudian membagikan undangan kepada 13 subjek kelompok eksperimen guna mengikuti pelatihan kebersyukuran pada tanggal 14, 21 dan 26 November 2015 di rumah Kepala Dusun Plagrak Wukirsari Cangkringan Kabupaten Sleman.
71
B. Pelaksanaan Penelitian 1. Pelaksanaan Pengukuran Awal (Prates) Pengukuran awal (Prates) dilakukan setelah subjek masuk dalam kriteria awal penelitian, yaitu penderita hipertensi, berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan, berusia 40-60 tahun, beragama Islam serta lama menderita hipertensi lebih dari dua tahun. Prates dilakukan pada tanggal 15 – 21 Oktober 2015. Prates diberikan kepada subjek dengan cara mendatangi langsung setiap rumah para subjek. Para subjek diminta untuk mengisi skala yang telah disiapkan. Adapun berikut rincian subjek pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Tabel. 9. Rincian Subjek Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Kelompok No Nama Jenis Skor Skor Skor Skor Kelamin SWLS Afek Afek Afeksi Positif Negatif Eksperimen 1 SUK P 11 27 33 -6 2 P 31 -4 SRS 15 27 3
SUJ
P
14
26
4
NGA
P
13
25
31 31
-5
5
SUM
P
17
27
32
-6 -5
6
TUM
P
17
29
32
-3
7
MUJ
L
18
30
34
-4
8
SUR
L
19
30
32
-2
9
SAY
P
15
25
32
-7
10
SRM
P
20
27
32
-5
11
JUM
P
11
26
35
-9
12
SRI
P
14
27
31
-4
13
BIN
P
17
28
33
-5
72
Kontrol
1
P
2
NUA ADS
P
16 12
29 25
33 31
-4 -6
3
KAR
P
16
29
32
-3
4
IYT
P
12
28
32
-4
5
PYO
L
19
28
33
-5
6
NOT
L
12
31
30
1
7
INN
P
14
23
31
-8
8
HRD
L
17
28
26
2
9
YAK
P
15
27
33
-6
10
TKN
P
15
26
28
-2
11
HRT
P
19
30
33
-3
Kategorisasi pada skor afek positif atau afek negatif yaitu dengan cara pengurangan skor afek positif (PA) dengan skor afek negatif (NA). Jika skor PA > NA atau semakin besar dan positif selisih sekor PA dan NA, maka seseorang dapat dinyatakan memiliki kesejahteraan subjektif yang baik. Hasil selisih skor pada data menunjukkan bahwa terdapat hasil yang hampir sama. Sebanyak 24 orang dikategorikan memiliki afek negatif lebih dominan. Subjek yang berada pada semua kategori pada skala SWLS dan skor negatif pada PANAS akan dijadikan subjek dalam penelitian ini. Berdasarkan pada hasil kategorisasi tersebut, selanjutnya dilakukan seleksi sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan sebelumnya. Peneliti meminta persetujuan dan kesediaan dari subjek untuk dilaksanakan intervensi lebih lanjut. Subjek yang bersedia hadir dalam 3 kali pertemuan dan memenuhi kriteria berjumlah 24 orang. Peneliti membagi subjek menjadi 13 orang kelompok eksperimen dan 11 orang kelompok kontrol.
73
2. Pelaksanaan Intervensi Pelatihan Kebersyukuran Penelitian ini menggunakan pelatihan kebersyukuran sebagai intervensi yang diberikan. Pelatihan pada kelompok eksperimen dilakukan di rumah kepala dusun Plagrak, Wukirsari Cangkringan Sleman pada tanggal 14, 21 dan 26 November 2015. Pelatih dalam pelatihan kebersyukuran ini adalah psikolog yang telah berpengalaman menangani berbagai permasalahan yang dialami para penderita hipertensi. Adapun penjelasan pelaksanaan intervensi pelatihan kebersyukuran sebagai berikut: a. Pertemuan Pertama (Sabtu, 14 November 2015; Pukul 09.00-12.00 WIB) Intervensi pelatihan kebersyukuran dilaksanakan pada hari Sabtu, 14 November 2015 pukul 09.00-12.00 WIB. Pertemuan pertama pelatihan kebersyukuran diikuti oleh 13 orang subjek, 1 orang psikolog sebagai pelatih, 2 orang pengamat dan peneliti. Pada pertemuan pertama ini terdiri dari beberapa sesi, yakni sesi pembukaan, harapanku, refleksi diri, psikoedukasi dan edukasi kebersyukuran. Sesi
pembukaan
dimulai
dengan
perkenalan
oleh
peneliti.
Peneliti
mengenalkan para pelatih dan pengamat yang akan mendampingi selama berjalannya pelatihan ini. Sesi dalam pertemuan ini dilanjutkan dengan penjelasan mengenai tujuan dan proses pelatihan ini. Para peserta atau partisipan pelatihan kebersyukuran diminta untuk mengisi lembar kesepahaman (Informed consent). Setelah seluruh partisipan selesai mengisi lembar kesepahaman, peneliti mempersilahkan pelatih untuk memimpin pelatihan kebersyukuran tersebut.
74
Pada tahap ini pelatih memulai sesi dengan mengajak para partisipan untuk saling memperkenalkan diri. Tahap perkenalan bertujuan untuk membangun rapport agar tercipta suasana saling percaya dan aman. Selanjutnya pelatih kembali menjelaskan sesi-sesi pelatihan yang akan dilakukan. Pada sesi harapanku, para partisipan diberikan selembar kertas kosong. Partisipan diminta untuk menuliskan harapan-harapan yang belum tercapai di dalam hidup. Setiap partisipan diberikan kesempatan untuk menyampaikan dan menjelaskan harapan yang telah dituliskan. Pada sesi harapanku ini para partisipan saling mendengarkan dan memberikan umpan balik maupun afirmasi positif pada setiap partisipan. Sesi selanjutnya adalah refleksi diri. Pada sesi ini partisipan diminta untuk membandingkan harapan yang belum tercapai dengan harapan yang telah terwujud. Partisipan diminta untuk bercerita dan menemukan alasan-alasan dibalik belum tercapainya harapan tersebut. Sesi ini berjalan dengan sangat baik, para patisipan sangat kooperatif dengan mendengarkan partisipan yang sedang berbicara dan antusias menceritakan maupun memberikan umpan balik berupa masukan kepada partisipan lainnya. Sesi refleksi diri diakhiri dengan pemaknaan yang disampaikan oleh pelatih mengenai harapan-harapan yang belum terwujud. Sesi keempat yakni sesi psikoedukasi mengenai pola pikir manusia. Pelatih menjelaskan bagaimana pola pikir seseorang sangat erat hubungannya dengan pemaknaan seseorang terhadap suatu peristiwa atau kejadian yang dialami. Pemaknaan seseorang terhadap suatu peristiwa tersebut akan berpengaruh pada
75
reaksi emosi serta tindakan yang dilakukan. Sesi psikoedukasi ini dilanjutkan dengan sesi edukasi kebersyukuran. Pelatih mengawali edukasi kebersyukuran dengan menjelaskan mengenai kondisi sakit para partisipan dan penegertian kesehatan. Selanjutnya pelatih menjelaskan mengenai pengertian kebersyukuran. Pelatih mengajak para partisipan untuk mengingat kembali hal-hal yang disyukuri dalam kehidupannya dan mengingat kembali hal yang harus disyukuri pada hari itu. Hampir seluruh partisipan dapat menyampaikan hal-hal yang disyukuri dalam hidupnya, seperti anak-anak yang mendapatkan perkerjaan, maupun hasil panen yang berlimpah. Pada saat pelatih menanyakan hal apa yang dapat disyukuri hari ini, para partisipan kesulitan dalam menjawabnya dan merasa belum ada hal-hal yang dapat disyukuri. Pelatih kemudian menjelaskan mengenai kebersyukuran dengan menjelaskan keadaan orang-orang yang kurang beruntung seperti sekelompok orang yang kelaparan, anak-anak yang putus sekolah dan orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal. Fasilitor juga menjelaskan tentang manfaat syukur. Partisipan terlihat antusias dalam memperhatikan penjelasan mengenai manfaat bersyukur. Sesi terakhir dalam pertemuan pertama ini adalah sesi penutup. Peneliti menutup pertemuan dengan mengajak partisipan untuk melatih dan membiasakan diri bersyukur. Partisipan diberikan pekerjaan rumah dengan mengingat dan mencatat hal-hal apa saja yang disyukuri setelah pertemuan pertama berlangsung hingga pertemuan kedua. Peneliti kembali mengingatkan pada partisipan untuk kembali hadir pada pertemuan kedua pada hari sabtu 21 November 2015 pukul
76
09.00 bertempat di rumah kepala dusun Plagrak Desa Wukirsari Cangkringan. Setelah disepakati oleh seluruh partisipan, peneliti menutup pertemuan pertama ini dengan berdoa bersama. b. Pertemuan Kedua (Sabtu, 21 November 2015; Pukul 09.00-11.30 WIB). Pertemuan kedua intervensi pelatihan kebersyukuran dilaksanakan pada hari Sabtu, 21 November 2015 pada pukul 09.00-11.30 WIB. Pertemuan kedua dihadiri oleh 13 orang subjek, 1 orang psikolog (pelatih), 2 orang pengamat dan peneliti. Pertemuan kedua terdiri dari sesi pembukaan, self presentation, refleksi diri, penayangan video dan penjelasan bersyukur melalui hati dan lisan. Sesi pembukaan dilakukan oleh pelatih. Pelatih membuka dengan mengajak seluruh partisipan berdoa bersama. Pelatih diawal menanyakan kondisi para partisipan dan dilanjutkan dengan sesi self presentation. Pada sesi self presentation, partisipan diminta untuk menceritakan dan berbagi mengenai pekerjaan rumah yang telah diberikan dipertemuan sebelumnya. Partisipan sangat antusias dalam menceritakan dan berbagi pengalaman dalam menjalankan kebersyukuran dalam kehidupan sehari-hari. Para peserta secara bergantian menceritakan pengalaman yang dialami. Menceritakan pengalaman ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana partisipan memahami materi pada pertemuan pertama serta penerapan secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Selain menceritakan peristiwa yang disyukuri para partisipan juga diminta untuk menceritakan kendala-kendala yang dihadapi selama menerapkan bersyukur dalam kehidupan sehari-hari.
77
Sesi ketiga adalah pemutaran video. Video yang diputarkan bercerita mengenai seorang wanita dengan keterbatasan fisik (tidak memiliki tangan) tetap memiliki semangat dan tetap menjalankan kegiatan sehari-hari seperti orang yang memilki fisik yang normal. Wanita dalam video tersebut menjalani kehidupan dengan penuh rasa syukur menjalankan segala pekerjaan dan kegiatan dengan bahagia dan tanpa beban. Selama penayangan video para partisipan terlihat fokus memperhatikan jalan cerita dengan sesekali bergumam “mesakke”, “luar biasa”, mengagumi dan salut dengan wanita tersebut. Setelah selesai menyaksikan video tersebut partisipan diminta untuk menyampaikan pendapat dan makna yang dapat diambil dalam video tersebut. Setiap partisipan mengemukakan pendapat, pengalaman dan mengungkapkan rasa syukur atas seluruh nikmat yang diberikan Allah SWT. Sesi selanjutnya adalah sesi psikoedukasi mengenai syukur dengan hati dan lisan. Pelatih menjelaskan perwujudan rasa syukur secara hati dan lisan. Pelatih memberikan beberapa contoh beragam bentuk syukur yang ada disekeliling partisipan termasuk didalamnya bagaimana mensyukuri kondisi sakit yang dimiliki sebagai bentuk nikmat dari Allah. Selain itu, pelatih juga menunjukkan berbagai gambar tampilan kondisi-kondisi orang lainnya yang mengalami situasi lebih sulit dibandingkan dengan kondisi partisipan. Sesi terakhir adalah sesi penutupan, peneliti menutup pertemuan ketiga dengan kembali mengajak partisipan untuk mebiasakan diri bersyukur dalam beraktivitas sehari-hari. Peneliti kembali mengingatkan partisipan untuk hadir kembali pada petemuan ketiga pada hari Kamis, 26 November 2015, pukul 09.00
78
di rumah kepala dusun Plagrak Wukirsari Cangkringan. Peneliti menanyakan kesediaan partisipan untuk hadir pada perteman tersebut. Pertemuan kedua pelatihan kebersyukuran ditutup dengan sebelumnya sama-sama berdoa. c. Pertemuan ketiga (Kamis, 26 November 2015, Pukul 09.00-12.00 WIB). Pertemuan ketiga dilaksanakan pada hari kamis 26 November 2015 pukul 09.00-12.00 WIB di rumah kepala dusun Plagrak Wukirsari
Cangkringan.
Pertemuan ketiga dihadiri oleh 12 partisipan, 1 partisipan berhalangan hadir dikarenakan sakit, 1 orang psikolog (pelatih), 1 orang dokter, 2 orang pengamat dan peneliti. Pertemuan ketiga terdiri dari sesi pembukaan, edukasi tentang hipertensi, self presentation, refleksi diri, bersyukur dengan perbuatan, evaluasi pelatihan dan penutupan. Sesi pembukaan dibuka oleh peneliti dengan awalnya menanyakan keadaan para partisipan. Selanjutnya peneliti memperkenalkan dokter yang akan mengisi dan menjelaskan materi mengenai hipertensi. Sesi berikutnya yakni edukasi mengenai hipertensi dipandu oleh dokter. Tujuan dari sesi edukasi terhadap hipertensi bertujuan agar partisipan lebih memahami mengenai hipertensi baik pengertian, penyebab, gejala dan penanganan hipertensi. Seluruh partisipan memperhatikan dan mengikuti sesi ini dengan antusias. Narasumber memberikan kesempatan kepada partisipan untuk berinteraksi dan menanyakan hal-hal yang belum dipahami. Sesi selanjutnya yakni sesi refleksi diri. Sesi ini kembali dipandu oleh pelatih. Pelatih mengajak para partisipan untuk mengungkapkan pendapat masing-masing mengenai makna terhadap penyakit hipertensi yang dialaminya. Partisipan
79
menjelaskan dan menceritakan pengalaman syukur yang dirasakan selama menderita hipertensi. Setelah semua partisipan menjelaskan dan menceritakan pengalamannya, sesi ini diakhiri dengan memotivasi para partisipan untuk menjalankan perawatan penyakit hipertensi dengan baik dan benar sesuai anjuran dokter. Sesi ketiga adalah sesi kebersyukuran melalui perbuatan. Partisipan dijelaskan mengenai bersyukur melalui perbuatan oleh pelatih. Sesi kali ini juga dilengkapi dengan berbagai penjelasan bentuk syukur melalui perbuatan yakni dengan sujud syukur dan berbagi dalam bentuk saling mendoakan kebaikan. Pelatih bersama-sama dengan seluruh partisipan memperaktekan gerakan sujud syukur. Sesi ini dilanjutkan dengan memperaktekan syukur melalui anggota tubuh dengan cara berbagi dengan sesama, melalui saling mendoakan. Sebelumnya pelatih menjelaskan tentang manfaat berdoa. Seluruh partisipan diajak untuk duduk berpasangan saling berhadapan, secara bergantian saling mendoakan kebaikan. Pada bagian ini terlihat 4 partisipan meneteskan air mata, saat mendoakan
pasangannya.
Pelatih
menanyakan
dan
meminta
partisipan
menceritakan pengalaman memperaktekan saling mendoakan kebaikan. Sesi ini berjalan dengan lancar, seluruh partisipan kooperatif dalam memperaktekan sesi ini. Sesi terakhir dalam pertemuan ketiga ini adalah evaluasi pelatihan. Pelatih menjelaskan secara singkat tiga pertemuan yang telah dijalankan bersama. Pelatih juga memberikan kesimpulan dari pelatihan keberyukuran ini. Pelatih juga
80
memberikan kesempatan kepada setiap partipan untuk menyampaikan pendapat selama menjalankan pelatihan kebersyukuran tersebut. Akhir sesi ketiga, peneliti menyampaikan informasi mengenai pascates dan tindak lanjut yang akan dilaksanakan dua minggu setelah pertemuan ketiga. Partisipan menyepakati bahwa setelah dua minggu pelatihan akan diadakan pertemuan guna melaksanakan tindak lanjut. Setelah disepakati bersama, peneliti menutup pertemuan ketiga dengan berdoa bersama.
3. Pelaksanaan Pascates Pascates dilaksanakan setelah pelatihan kebersyukuran berakhir. Diakhir pertemuan ketiga, peneliti meminta partisipan untuk kembali mengisi skala kepuasan hidup (SWLS) dan skala afeksi (PANAS). Peneliti juga melakukan tinjauan melalui wawancara mengenai manfaat dan evaluasi terhadap pelatihan kebersyukuran yang diikuti. 4. Pelaksanaan Tindak Lanjut Tindak lanjut dilaksanakan dua minggu setelah pelatihan kebersyukuran, yakni pada tanggal 10 Desember 2015 pukul 09.00-11.00 WIB. Pelaksanaan tindak lanjut diadakan di rumah kepala dusun Plagrak, Wukirsari, Cangkringan. Tindak lanjut diikuti sebanyak 13 partisipan. Peneliti memberikan kembali skala kepuasan hidup (SWLS) dan skala afeksi (PANAS). Alat ukur yang digunakan tersebut, sama dengan alat ukur yang digunakan pada saat prates dan pascates. Selain itu peneliti mengajak para partisipan untuk kembali menceritakan pengalaman dan menanyakan perubahan selama dua minggu terakhir.
81
5. Pelaksanaan Pelatihan Kebersyukuran pada Kelompok Kontrol Pelaksanaan pelatihan bagi kelompok kontrol dilakukan setelah kelompok eksperimen selesai diberikan pelatihan dan proses tindak lanjut. Pelatihan yang diberikan kepada kelompok kontrol sama dengan pelatihan yang diberikan kepada kelompok
eksperimen.
Perlakuan
maupun
prosedur
pemberian
pelatihan
kebersyukuran kelompok kontrol sama dengan kelompok eksperimen. Peneliti meminta kesediaan subjek terlebih dahulu dan kesepakatan waktu untuk dilakukan intervensi. C. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah individu yang menderita hipertensi, berjenis kelamin laki-laki atau perempuan, berusia 40 – 60 tahun, beragama Islam, lama menderita penyakit hipertensi minimal 2 tahun. Subjek dalam penelitian ini berjumalah 23 orang. Subjek dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 12 kelompok eksperimen dan 11 kelompok kontrol. Pada awalnya jumlah subjek pada kelompok eksperimen berjumlah 13 orang, namun 1 subjek dinyatakan gugur karena tidak mengikuti pertemuan ketiga dikarenakan sakit. Subjek penelitian tersebut telah diukur dan memiliki tingkat kesejahteraan subjektif dan berada pada kategori sedang, rendah dan tinggi. Berikut deskripsi subjek pada tabel berikut:
82
Tabel. 10. Deskripsi Subjek Penelitian Kelompok
Kelompok Eksperimen
Kelompok Kontrol
Subjek Usia
SUK SRS SUJ NGA SUM TUM MUJ SUR SAY SRM JUM SRI NUA ADS KAR IYT PYO NOT INN HRD YAK TKN HRT
48 47 58 46 43 54 60 60 57 45 54 50 45 60 44 53 49 52 58 40 59 60 52
JK
P P P P P P L L P P P P P P P P L L P L P P P
Lama Menderita Hipertensi 5 Tahun 6 Tahun 4 Tahun 4 Tahun 3 Tahun 3 Tahun 7 Tahun 6 Tahun 3 Tahun 5 Tahun 5 Tahun 4 Tahun 8 Tahun 10 Tahun 2 Tahun 5 Tahun 5 Tahun 5 Tahun 5 Tahun 3 Tahun 6 Tahun 6 Tahun 5 Tahun
Pendidikan Terakhir
Pekerjaan
Status Pernikahan
SMP SMA SMP SMA SMA SD SMA SMA SMA D3 SMP SMA SMA SD SMA SMP SMA SMA SMP SMA SMA SMP SMA
IRT IRT Petani IRT Wiraswasta Petani Petani Wiraswasta IRT IRT Petani IRT Guru Petani IRT Petani Wiraswasta Wiraswasta Petani Swasta IRT Petani IRT
Menikah Janda Menikah Menikah Menikah Janda Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Janda Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah Menikah
2. Hasil Analisis Kuntitatif a. Deskripsi Data Penelitian Deskripsi penelitian yang diperoleh dari prates, pascates dan tindak lanjut dari skala kepuasan hidup (SWLS) dan skala afek positif dan afek negatif (PANAS) pada kelompok ekperimen dan kelompok kontrol. Deskripsi data diolah dengan menggunakan program SPSS 16.0 for windows tersaji dalam tabel berikut:
83
Tabel. 11. Deskripsi data penelitian Kepuasan hidup (SWLS) Kelompok Eksperimen Subjek
JK
Prates
Pascates
Tindak Lanjut
Gained Score (PraPasca)
SUK
P
11
22
22
11
Gained Score (PraTindak Lanjut) 11
SRS
P
15
24
26
9
11
SUJ
P
14
26
31
12
17
NGA
P
13
26
23
13
10
SUM
P
17
22
31
5
14
TUM
P
17
26
31
9
14
MUJ
L
18
26
26
8
8
SUR
L
19
30
27
11
8
SAY
P
15
30
28
15
13
SRM
P
20
28
26
8
6
JUM
P
21
28
31
17
20
SRI
P
14
28
27
14
13
Kelompok eksperimen semula terdiri dari 13 subjek, namun sejalannya pelatihan 1 subjek dinyatakan gugur dikarenakan tidak hadir pada pertemuan ketiga. Dengan demikian subjek pada kelompok kontrol dalam penelitian kali ini berjumlah 12 subjek yang terdiri dari 10 subjek berjenis kelamin perempuan dan 2 subjek berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan tabel diatas, semua partisipan dalam penelitian ini mengalami peningkatan pada nilai kepuasan hidup. Peningkatan angka partisipan dari angka pada saat prates hingga tindak lanjut cukup beragam, antara lain terdapat 8 partisipan mengalami peningkatan >10
84
angka, 3 partisipan mengalami peningkatan >5 dan 1 partisipan mengalami peningkatan sebesar 10 angka. Tabel.12. Deskripsi data penelitian Skala Afek (PANAS) Kelompok Eksperimen Subjek
JK
Prates
Pascates
Tindak Lanjut
Gained Score (PraPasca)
SUK
P
-6
18
16
24
Gained Score (PraTindak Lanjut) 22
SRS
P
-4
11
11
15
15
SUJ
P
-5
21
14
26
19
NGA
P
-6
8
18
14
24
SUM
P
-5
22
16
27
21
TUM
P
-3
20
15
23
18
MUJ
L
-4
18
28
22
32
SUR
L
-2
19
30
21
32
SAY
P
-7
8
19
15
26
SRM
P
-5
9
13
14
18
JUM
P
-9
23
23
32
32
SRI
P
-4
19
25
23
29
Pada tabel diatas, tampak bahwa seluruh partisipan kelompok eksperimen mengalami peningkatan nilai afeksi pada saat dilakukan pengukuran pada tindak lanjut. Terdapat 4 partisipan yang mengalami peningkatan >10 angka dan 5 peserta mengalami peningkatan >20 angka dan sebanyak 4 partisipan mengalami peningkatan > 30 angka. Namun berdasarkan tabel diatas, diketahui pada angka pascates dan tindak lanjut terdapat beberapa partisipan yang mengalami penurunan angka, yakni sejumlah 4 partisipan.
85
Tabel. 13. Deskripsi data penelitian Kepuasan hidup (SWLS) Kelompok Kontrol Subjek
JK
Prates
Pascates
Tindak Lanjut
Gained Score (PraPasca)
NUA
P
16
18
19
2
Gained Score (PraTindak Lanjut) 3
ADS
P
12
15
14
3
2
KAR
P
16
16
14
0
-2
IYT
P
12
11
13
-1
1
PYO
L
19
17
14
-2
-5
NOT
L
12
13
16
1
4
INN
P
14
13
15
-1
1
HRD
L
17
13
16
-4
-1
YAK
P
15
15
17
0
2
TKN
P
15
15
13
0
-2
HRT
P
19
16
13
-3
-6
Pada tabel diatas diketahui bahwa kelompok kontrol yang berjumlah 11 orang, yang terdiri atas 3 orang laki-laki dan 8 orang perempuan. Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa terdapat perbedaan yang sangat jelas pada angka kepuasan hidup para partisipan. Angka yang didapatkan pada saat prates dengan angka tindak lanjut, diketahui terdapat 4 partisipan mengalami peningkatan angka afeksi dan 7 partisipan yang mengalami penurunan angka kepuasan hidup.
86
Tabel.14. Deskripsi data penelitian skala Afek (PANAS) Kelompok Kontrol Subjek
JK
Prates
Pascates
Tindak Lanjut
0
Gained Score (PraPasca) 2
Gained Score (PraTindak Lanjut) 4
NUA
P
-4
-2
ADS
P
-6
0
1
6
7
KAR
P
-3
1
2
4
5
IYT
P
-4
-3
-3
1
1
PYO
L
-5
-3
-4
2
1
NOT
L
1
-1
-2
-2
-3
INN
P
-8
-2
-2
6
6
HRD
L
2
2
2
0
0
YAK
P
-6
-3
-4
3
2
TKN
P
-2
-1
-4
1
-2
HRT
P
-3
-3
-2
0
1
Tabel diatas menjelaskan angka afeksi pada kelompok kontrol, terdapat 7 partisipan mengalami peningkatan angka afeksi pada saat tindak lanjut dan 2 partisipan mengalami penurunan angka afeksi. Tabel.15. Deskripsi Data Penelitian Kepuasan Hidup atau Satisfaction with Life Scale (SWLS) Klasifikasi Kelompok Eksperimen Minimum Maksimum Mean SD Kontrol Minimum Maksimum Mean SD
Pra-Pasca 5 17 11,00 3,41 -4 3 -0,45 2,06
Pra-Tindak Lanjut 6 20 12,08 3,96 -6 4 -0,27 3,22
87
Tabel deskripsi penelitian di atas menunjukkan bahwa ada perbedaan nilai mean antara pra-pasca kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen memiliki nilai mean pra-pasca sebesar 11.00 dan mengalami perubahan pada mean saat pra-tindak lanjut yaitu 12.08. Hal ini menunjukkan ada peningkatan kepuasan hidup kelompok eksperimen dari pra-pasca dan dari pratindak lanjut. Pada kelompok kontrol nilai mean pada saat pra-pasca sebesar -0,45 kemudian pra-tindak lanjut mengalami perubahan menjadi -0,27. Perubahan yang terjadi pada kedua kelompok menunjukkan bahwa terjadi perubahan kepuasan hidup pada kedua kelompok. Walaupun pada kelompok kontrol mengalami peningkatan kepuasan hidup antara pra-pasca dan pra-tindak lanjut, maka tidak dapat disimpulkan
bahwa kelompok kontrol lebih baik
daripada kelompok eksperimen. Jika dilihat pada tabel di atas, angka mean pada kelompok eksperimen tetap berada pada angka positif, sedangkan pada kelompok angka pra-pasca dan tindak lanjut berada pada angka negatif. Tabel.16. Deskripsi Data Penelitian Afeksi (PANAS) Klasifikasi Kelompok Eksperimen
Kontrol
Pra-Pasca Minimum Maksimum Mean SD Minimum Maksimum Mean SD
14 32 21,33 5,78 -2 6 2,09 2,50
Pra-Tindak Lanjut 15 32 24 6,12 -3 7 2,00 3,19
88
Tabel deskripsi penelitian di atas menunjukkan bahwa ada perbedaan pada kedua kelompok saat pra-pasca maupun pra-tindak lanjut. Pada kelompok eksperimen, deskripsi data penelitian afeksi di atas menunjukkan adanya peningkatan angka pra-pasca dan pra-tindak lanjut. Pada saat pra-pasca diperoleh mean 21,33 sedangkan pra-tindak lanjut 24, terjadi peningkatan angka sebesar 2,67. Pada kelompok kontrol terjadi penurunanan angka sebesar 0.09 antara prapasca dan pra-tindak lanjut. Pada saat pra-pasca diperoleh hasil mean 2,09 dan pada saat pra-tindak lanjut 2,00. Berdasarkan hasil deskripsi penelitian afeksi dapat disimpulkan bahwa nilai afeksi kelompok eksperimen lebih baik daripada kelompok kontrol. b. Uji Normalitas pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah setiap variable terdistribusi secara normal. Distribusi normal memiliki arti bahwa subjek penelitian tergolong mewakili populasi yang ada. Sebaliknya apabila distribusi tersbut tidak normal, maka dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian tidak mewakili keadaan populasi yang sebenarnya, sehingga hasilnya tidak dapat digeneralisasikan pada populasi tersebut (Hadi, 2000). Uji normalitas dilakukan pada variable skala kepuasan hidup (SWLS) dengan menggunakan teknik one sample kolmogrov-smirnov test pada program SPSS 16.00 for Windows. Kaidah uji yang dilakukan adalah jika p> 0,05 maka variabelnya normal. Jika p<0,05 maka variable tidak normal.
89
Tabel. 17. Uji Normalitas Skala Kepuasan Hidup (SWLS) Kelompok Perlakuan P Keterangan Eksperimen dan Prates 0,200; p>0,05 Normal Kontrol
Berdasarkan tabel diatas diketahui hasil sebaran skor kepuasan hidup penelitian ini mengikuti distribusi secara normal. Pada skala afek positif dan afek negatif (PANAS): Tabel.18. Uji Normalitas Skala Afek (PANAS) Kelompok Perlakuan P Keterangan Eksperimen dan Prates 0,163; p>0,05 Normal Kontrol
Pada tabel diatas diketahui bahwa hasil sebaran skala afeksi (PANAS) bertistribusi
normal. Kaidah uji yang dilakukan, jika p>0,05 maka variabel
terdistribusi normal. c. Uji Homogenitas pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Uji homogenitas dilakukan untuk menentukan apakah frekuensi atau proporsi antara variable dalam satu kelompok yang diujikan tidak berbeda secara signifikan. Kaidah uji yang digunakan, jika p>0,05 maka variansnya homogen. Jika p<0.05 maka varians tidak homogen. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan teknik Homogenity of Variance One-Way Anova program SPSS 16.0 for windows. Berikut hasil uji homogenitas pada penelitian kali ini: Tabel.19. Uji Homogenitas data Penelitian Skala Kepuasan Hidup (SWLS) Kelompok Levene Statistic P Keterangan Prates Eksperimen dan Kontrol
0.355
0,558; p>0,05
Homogen
90
Pada Tabel uji homogenitas pada skala kepuasan hidup (SWLS) menunjukkan nilai Levene Statistic 0,355 dengan p= 0,558 (p>0,05). Dengan demikian dapat diartikan bahwa tidak ada perbedaan varians data pada saat prates kelompok eksperimen dan kontrol pada subjek penelitian atau homogen. Berikut hasil uji homogenitas skala afek positif dan afek negatif kelompok eksperimen dan kelompok kontrol: Tabel.20. Uji Homogenitas Data Penelitian Skala Afek (PANAS) Kelompok Leven Statistic P Keterangan Prates Eksperimen dan Kontrol
1,920
0,180; P> 0,05
Homogen
Pada tabel hasil uji homogenitas skala afek positif dan afek negatif (PANAS) menunjukkan nilai Levene Statistic 1.920 dengan P = 0,180 (P>0.05). Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan varians data pada saat prates kelompok eksperimen dan kontrol pada subjek penelitian d. Uji Hipotesa Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh pelatihan kebersyukuran untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif penderita hipertensi. Para penderita hipertensi yang mendapatkan pelatihan kebersyukuran
memiliki tingkat
kesejahteraan subjektif lebih tinggi dibandingkan dengan penderita hipertensi yang tidak diberikan intervensi pelatihan kebersyukuran. Tabel.21. Data Perbandingan Hasil Uji Hipotesis Skala Kepuasan Hidup Perhitungan T Sig. (p) Kesimpulan Selisih skor Prates-pascates 9.624 0,000 Signifikan Selisih skor Prates- Tindak 8.149 0,000 Signifikan Lanjut
91
Pada tabel hasil uji hipotesis di atas, diketahui bahwa terdapat perbedaan kepuasan hidup yang sangat signifikan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada saat sebelum dan setelah pelatihan kebersyukuran (t = 9.624; p = 0,000, p < 0,01). Selanjutnya, pada saat dilakukan tindak lanjut, terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (t = 8.149; p = 0,000, dan p < 0,01). Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kelompok eksperimen memiliki perbedaan kepuasan hidup yang signifikan setelah diberikan pelatihan kebersyukuran. Dengan demikian pelatihan kebersyukuran berpengaruh terhadap peningkatan kepuasan hidup para penderita penyakit hipertensi. Berikut ini merupakan hasil uji perbedaan (Independen sampel t-test) selisih skor antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Tabel 22. Data Perbandingan Hasil Uji hipotesis Skala Afek (PANAS) Perhitungan t Sig. (p) Kesimpulan Selisih skor Prates-pascates
10.931
0,000
Signifikan
Selisih Lanjut
1.303
0,000
Signifikan
skor
Prates-
Tindak
Hasil uji t-test pada perubahan nilai afeksi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada prates dan pascates yakni t = 10.931, p= 0,000 (p<0,01). Hasil menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan skor afeksi pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah diberikan pelatihan kebersyukuran.
Pada saat tindak lanjut terdapat perbedaan yang
signifikan pula antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (t = 1.303, p = 0,000, p < 0,01). Dengan demikian pelatihan kebersyukuran berpengaruh
92
signifikan pada skor afeksi pada subjek penelitian hingga masa tindak lanjut berkahir. 3. Hasil Analisis Kualitatif Analisis kualitatif dilakukan pada kelompok eksperimen berdasarkan hasil observasi dan wawancara selama subjek mengikuti pelatihan kebersyukuran. Tujuan dari analisis kualitatif adalah untuk mengetahui pengalaman dan perilaku peserta selama mengikuti terapi kelompok. Analisis kualitatif ini dilakukan pada seluruh partisipan kelompok eksperimen berikut rincian setiap partisipan: a. SUK, P, 48 Tahun, hipertensi selama 5 tahun Subjek SUK adalah seorang ibu rumah tangga berusia 48 tahun. SUK pertama diketahui mengalami tekanan darah tinggi pada saat pengungsian erupsi Merapi tahun 2010. Hal yang dirasakan SUK selama mengalami hipertensi yaitu sering mengalami pusing, pundak tegang, pegal-pegal, sehingga subjek sering merasa terganggu ketika gejala hipertensi mulai terasa. Subjek tidak dapat menyelesaikan tugas rumah, padahal seluruh pekerjaan rumah dan menjaga cucu ditangani subjek sendiri. Subjek merasa dirinya merupakan orang yang pendiam dan tertutup, sehingga sangat sulit untuk berbagi cerita dengan orang lain. Subjek menyimpan sendiri masalah yang dihadapinya, padahal subjek juga merasa masalah-masalah yang dipendamnya membuat tekanan darahnya menjadi tinggi dan membuat subjek mudah tersinggung. Subjek merasa dirinya mudah marah bila menghadapi anak-anak maupun suami yang tidak menuruti keinginan subjek. Subjek juga menambahkan bahwa tekanan darah tinggi subjek ini sering kambuh secara tiba-tiba.
93
Ketika ditawarkan untuk mengikuti pelatihan kebersyukuran, subjek bersedia untuk hadir. Subjek mengikuti 3 kali petemuan pelatihan. Subjek cukup kooperatif didalam mengikuti pelatihan. Subjek mengikuti setiap sesi dengan baik. Subjek memang cukup pendiam, subjek hanya berbicara dan menjawab bila ditanya oleh pelatih. Subjek juga terlihat memperhatikan pelatih yang menerangkan pelatihan maupun partisipan lainnya yang bertanya dan memberikan pendapat. Pada pertemuan kedua klien terlihat lebih menikmati setiap sesinya. Subjek menjelaskan bahwa dirinya menyadari bahwa banyak orang yang mengalami penyakit yang sama dengan subjek. Subjek juga menjelaskan bahwa banyak hal yang dapat dirinya syukuri, seperti anak-anaknya yang sehat dan subjek yang telah memiliki cucu. Subjek juga menjelaskan banyak belajar dan bertukar pengalaman dengan partisipan lainnya.Pertemuan ketiga subjek menjelaskan bahwa dipertemuan ini subjek menjadi lebih memahami bagaimana mengelola kondisi hipertensi yang dimilikinya. Subjek juga menjelaskan bahwa sakit yang dialaminya kini dianggap sebagai bentuk nikmat yang diberikan Allah kepadanya. Pada saat tindak lanjut, subjek terlihat sedikit pucat, subjek menjelaskan bahwa dirinya 4 hari terakhir mengalami flu dan demam sehingga subjek merasa pusing dan tidak nyaman. Diakhir sesi subjek menjelaskan bahwa dirinya sangat bersyukur dan senang mendapatkan ilmu yang sangat banyak didalam pelatihan ini. Berdasarkan hasil skala kepuasan hidup (SWLS) dan afeksi (PANAS) yang telah diisi sebelum mengikuti pelatihan kebersyukuran, diketahui bahwa subjek memiliki nilai 11 berada pada kategori sangat rendah. Nilai kepuasan hidup setelah diberikan pelatihan kebersyukuran menjadi 22 dan pada saat tindak lanjut memiliki
94
nilai yang sama yakni 22. Sedangkan pada skala afeksi (PANAS), saat sebelum pelatihan nilai afeksi positif subjek 27 sedangkan nilai afeksi negatif 33, dengan demikian berarti nilai afek negatif klien lebih tinggi dibandingkan nilai afek positif. Pada saat setelah diberikan pelatihan kebersyukuran nilai afek positif subjek menjadi 37 dan afek negatif menjadi 21 yang berarti nilai afek positif lebih tinggi. Pada saat tindak lanjut niali afek positif subjek juga lebih tinggi dibandingkan afek negatif dengan nila afek positif 37 dan afek negatif 21. Hal ini menandakan bahwa terjadi perubahan kesejahteraan subjektif pada subjek setelah diberikan pelatihan kebersyukuran. Grafik.1. Nilai skala Kepuasan Hidup (SWLS) Subjek SUK
25 20 15 10 5 0 Prates
Pascates
Tindak Lanjut
95
Grafik.2. Nilai Skala Afeksi (PANAS) Subjek SUK
40 35 30 25 20 15 10 5 0
Afek Positif Afek Negatif
Prates
Pascates
Tindak Lanjut
b. SRS, P, 47 Tahun, hipertensi selama 6 tahun Subjek SRS berusia 47 tahun, bekerja sebagai ibu rumah tangga. Subjek merupakan janda, saat ini klien tinggal bersama anak-anaknya. Awal subjek mengetahui dirinya mengalami hipertensi adalah saat suaminya meninggal dunia, subjek yang dahulu mengikuti suami yang bertugas di Kalimantan berpindah ke Cangkringan. Subjek menjelaskan keluhan awal yang dirasakan adalah kepalanya sering pusing, pundak tegang, badan terasa pegal bahkan terkadang hingga mualmual. Subjek memeriksakan dirinya ke rumah sakit dan mengetahui dirinya mengalami hipertensi. Subjek kaget dan sangat takut, dirinya takut terkena stroke dan meninggal mendadak padahal anak terakhirnya masih ada yang bersekolah. Subjek sangat takut salah makan dan dapat mengakibatkan naiknya tekanan darahnya. Subjek juga merasa mudah lelah bila beraktivitas, padahal aktivitas yang dilakukannya merupakan aktivitas sehari-hari seperti biasa yakni membereskan rumah maupun memasak.
96
Selama pelatihan kebersyukuran berlangsung, subjek mengikuti sesi pelatihan dengan sangat antusias. Subjek memperhatikan penjelasan pelatih maupun partisipan lainnya. Subjek sangat kooperatif selama pelatihan. Subjek selalu memberikan umpan balik pada partisipan lainnya. Pelatihan kebersyukuran tersebut meningkatkan rasa syukur subjek dengan menyadari bahwa sangat banyak nikmat yang dimiliki olehnya dibandingkan orang-orang lainnya. Subjek merasa kondisinya lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi partisipan laninya. Subjek juga menjelaskan bahwa dirinya jadi lebih memahami banyak hal kecil yang sering dilupakan untuk disyukuri, seperti kesehatan anak-anaknya, fisik yang sempurna ataupun nikmat tempat tinggal yang telah dimiliki subjek saat ini. Subjek menceritakan dirinya mendapatkan banyak manfaat dari pelatihan kebersyukuran ini. Subjek memahami lebih jauh lagi mengenai pengelolaan penyakit hipertensi, sehingga subjek masih dapat menikmati hidupnya sama seperti orang lain yang tidak mengalami hipertensi. Subjek juga menceritakan bahwa anaknya memujinya karena akhir-akhir ini menjadi lebih ceria dan sering berpenampilan rapi saat keluar rumah. subjek juga merasa senang karena mengetahui tekanan darahnya yang turun. Berdasarkan hasil skala kepuasan hidup (SWLS) dan skala afeksi (PANAS) yang telah diisi sebelum mengikuti pelatihan kebersyukuran, diketahui bahwa subjek memiliki nilai kepausan hidup sebesar 15 (rendah). Nilai kepuasan hidup setelah diberikan pelatihan kebseryukuran naik menjadi 24 dan pada saat tindak lanjut menjadi 26. Sedangkan pada skala afeksi (PANAS), saat sebelum pelatihan mendapatkan nilai afek positif < afek negatif, 27<31. Pada saat setelah mengikuti
97
pelatihan kebersyukuran nilai afek positif > afek negatif, 32 > 21 dan pada saat tindak lanjut nilai afek positif > afek negatif yakni 34>23. Hal ini menandakan bahwa terjadi perubahan kesejahteraan subjektif pada subjek setelah diberikan pelatihan kebersyukuran.
Grafik.3. Nilai Kesejahteraan Subjektif Subjek SRS
30 25 20 15 10 5 0 Prates
Pascates
Tindak Lanjut
Grafik.4. Nilai Skala Afeksi (PANAS) subjek SRS
40 35 30 25 20 15 10 5 0
Afek Positif Afek Negatif
Prates
Pascates
Tindak Lanjut
98
c. SUJ, P, 58 Tahun, hipertensi selama 4 tahun. Subjek bekerja sebagai petani, dengan kegiatan sehari-hari mengurusi sawah dan rumah. Hal yang dirasakan subjek selama mengalami hipertensi yaitu sering mengalami pegel-pegel dipunggung, mudah terpancing emosi, mudah panik dan cepat merasakan kelelahan. Subjek juga menjelaskan bahwa dirinya diharuskan meminum obat setiap harinya. Subjek menjelaskan bahwa dirinya merasakan bahwa dirinya tidak dapat mengurusi sawahnya dengan maksimal. Subjek merasa setelah menderita hipertensi dirinya mudah lelah, sehingga pekerjaannya memakan waktu lebih lama padahal hasil tani merupakan pemasukan utama di keluarganya. Diakui subjek terkadang yang menyulut emosi subjek adalah kanakalan cucu-cucu subjek. Cucu subjek sering berkelahi dan membuat keributan disaat subjek ingin istirahat. Halhal seperti inilah yang sering membuat tekanan darah subjek semakin meningkat. Saat pelatihan berlangsung subjek cukup kooperatif. Subjek mengikuti setiap sesi dengan cukup antusias, walupun sesekali subjek terlihat mengajak partisipan yang duduk di sampingnya mengobrol. Subjek memberikan umpan balik saat ditanya oleh pelatih. Saat tugas menceritakan rasa syukur pada pertemuan kedua, subjek menceritakan dirinya yang terjatuh selama tiga hari kemarin kepalanya sakit. Subjek menceritakan bahwa dirinya sangat bersyukur dengan sakit yang dialaminya, subjek menjelaskan bahwa dirinya dapat beristirahat dari pekerjaannya di sawah maupun beristirahat dari rutinitasnya membereskan rumah. Subjek juga merasa bersyukur dan senang karena sakit tersbut anaknya datang menjenguknya.
99
Subjek juga menjelaskan bahwa dirinya merasakan manfaat dari pelatihan kebersyukuran ini. Subjek mendapatkan wawasan mengenai kebersyukuran dan penyakit hipertensi. Subjek juga merasa senang dapat mengenal orang-orang baru. Subjek juga merasakan bahwa sangat banyak nikmat yang dirinya syukuri dibandingkan dirinya mengeluh dan meratapi penyakit yang dialaminya. Subjek sangat bersyukur dapat mengikuti pelatihan kebersyukuran ini. Berdasarkan skala kepuasan hidup (SWLS) subjek juga mengalami peningkatan nilai kepuasan hidup. Kepuasan hidup subjek pada saat sebelum pelatihan sebesar 14 dan berada pada kategori rendah. Pada saat setelah pelaksanaan pelatihan kebersyukuran kepuasan hidup subjek berada pada nilai 26 dan pada saat tindak lanjut nilai kepuasan hidup subjek berada pada nilai 31. Skala afeksi (PANAS) pada saat sebelum dilakukan pelatihan kebersyukuran nilai afek negatif < afek positif yakni 26<31, sedangkan setelah pelatihan kebersyukuran nilai afek positif > afek negatif, 40>19 dan pada saat tindak lanjut afek positif > afek negatif, yakni 38 > 24. Hal ini menandakan bahwa terjadi perubahan kesejahteraan subjektif pada subjek setelah diberikan pelatihan kebersyukuran.
100
Grafik.5. Nilai Kepuasan Hidup (SWLS) subjek SUJ 35 30 25 20 15 10 5 0 Prates
Pascates
Tindak Lanjut
Grafik.6. Nilai Skala Afek (PANAS) Subjek SUJ 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Afek Positif Afek Negatif
Prates
Pascates
Tindak Lanjut
d. NGA, P, 46 tahun, hipertensi selama 4 tahun. Subjek merupakan ibu rumah tangga, sehari – hari kesibukan subjek mengurusi rumah dan menjaga cucu. Keluhan yang dirasakan klien saat mengalami hipertensi adalah sakit kepala, pundak terasa tegang, leher terasa kaku, bahkan hingga untuk tidurpun kepala dan pundak terasa tidak nyaman. Selain itu subjek merasa bahwa dirinya lebih sensitif, menjadi mudah sedih dan sering merasa cemas.
101
Saat awal subjek mengetahui bahwa dirinya terkena hipertensi subjek merasa takut, khawatir dan sedih. Subjek teringat peristiwa saat anaknya masih bayi dan didiagnosis terkena kerusakan jantung, saat itu subjek harus bolak-balik memeriksakan anaknya di rumah sakit. Subjek takut bila harus kembali bolak-balik memeriksakan diri kerumah sakit. subjek membayangkan bahwa dirinya pasti akan sangat menderita, diharuskan meminum obat setiap hari dan tidak dapat beraktivitas dengan baik. Hal tersebut diperparah lagi dengan subjek yang merasa dirinya sewaktu-waktu bisa terkena stroke dan akan meninggal. Saat ditanyakan kesediaan subjek untuk mengikuti pelatihan kebersyukuran, subjek bersedia mengikutinya. Pertemuan pertama subjek datang terlambat, namun dikedua pertemuan selanjutnya subjek datang tepat waktu, begitupula pada saat tindak lanjut subjek datang tepat sesuai jadwal yang ditentukan. Selama berjalannya pelatihan kebersyukuran, subjek mengikuti dengan baik. Subjek memperhatikan dengan seksama dan antusias, sesekali subjek menanyakan hal-hal yang belum dipahami dari penjelasan pelatih. Subjek menceritakan bahwa dirinya banyak mendapatkan pelajaran dan pengalaman dari partisipan lainnya. Subjek menyadari bahwa banyak orang-orang lain yang memiliki kondisi lebih sulit dibandingkan dirinya. Subjek sangat mensyukuri bahwa anaknya sehat, cucunya sehat dan walaupun dirinya mengalami hipertensi tetap dapat berobat. Subjek juga menjelaskan bahwa dirinya menjadi lebih memahami mengenai pengelolaan penyakit hipertensi sehingga dapat menjaga dan mengelola tekanan darah. Subjek juga merasa sangat senang
102
mengetahui tekanan darahnya mengalami penurunan sejak sebelum pelatihan kebersyukuran hingga tindak lanjut pelatihan kebersyukuran. Berdasarkan hasil nilai skala kepuasan hidup (SWLS) subjek mengalami peningkatan pada saat sebelum pelaksanaan pelatihan kebersyukuran dan setelah pelaksaan pelatihan kebersyukuran. Subjek mendapatkan nilai skala kepuasan hidup (SWLS) pada saat sebelum pelaksanaan pelatihan kebersyukuran sebesar 13 yang termasuk dalam kategori sangat rendah. Pada saat
setelah pelatihan
kebersyukuran subjek mendapatkan nilai 26 dan walaupun nilai tindak lanjut subjek menurun sebanyak 3 poin menjadi sebesar 23. Nilai skala afek (PANAS) yang terbagi atas afek positif dan afek negatif subjek mengalami peningkatan pada afek positif. Pada saat sebelum melaksanakan pelatihan kebersyukuran, subjek mendapatkan nilai 25 sedangkan subjek mendapatkan nilai 31 pada nilai afek negatif, yang berarti afek positif < afek negatif. Sedangkan pada saat setelah pelaksanaan pelatihan kebersyukuran, afek positif subjek lebih tinggi dibandingkan afek negatif subjek, 29 > 21. Pada saat tindak lanjut subjek kembali mengalami peningkatan pada afek positif dan penurunan pada afek negatif. Nilai afek positif subjek bernilai 35 dan afek negatif bernilai 17 dengan demikian afek positif > afek negatif.
103
Grafik.7. Nilai Kepuasan Hidup (SWLS) subjek NGA 30 25 20 15 10 5 0 Prates
Pascates
Tindak Lanjut
Grafik. Nilai skala Afek (PANAS) subjek NGA 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Afek Positif Afek Negatif
Prates
Pascates
Tindak Lanjut
e. SUM, P, 43 Tahun, Hipertensi selama 3 tahun Kegiatan SUM sehari-hari adalah berwiraswasta, Subjek menjual beras hasil panen dari sawahnya sendiri untuk membantu kehidupan keluarganya. Subjek sudah menikah dan memiliki 2 orang anak. Subjek mengalami hipertensi selama 3 tahun, hal ini diketahui subjek saat dirinya memeriksakan diri ke puskesmas. Keluhan selama subjek menderita hipertensi adalah mudah tersulut emosi marah, merasa tegang pada pundak dan leher, merasa pusing dan merasa jantung berdetak lebih cepat. Subjek menjelaskan bahwa yang sering menyulut emosinya yakni pada saat anak-anaknya rewel dan tidak mengikuti perintahnya.
104
Subjek
sangat
bersedia
saat
ditawarkan
untuk
mengikuti
pelatihan
kebersyukuran, subjek selalu datang tepat waktu disetiap pertemuannya. Subjek terlihat sangat antusias dan bersemangat didalam menjalankan setiap sesi pelatihan. Subjek aktif mendengarkan dan bertanya kepada pelatih bila kurang memahami penjelasan dari pelatih. Subjek juga beberapa kali menjadi partisipan pertama yang menyampaikan pengalamannya. Subjek juga terlihat fokus mendegarkan apabila terdapat partisipan lainnya yang memberikan pendapat dan memberikan feedback kembali kepada partisipan lainnya. Subjek menjelaskan selama pelatihan kebersyukuran subjek menjadi lebih menghargai atas segal hal yang dimilikinya. Subjek merasa lebih nyaman dan tenang menjalankan kehidupannya. Subjek juga menjelaskan dirinya justru mendapatkan lebih banyak nikmat setelah dirinya melatih diri untuk bersyukur. Subjek menjadi lebih positif memandang berbagai hal yang dihadapi, seperti mensyukuri anak-anaknya yang rewel dan memberantakan rumah merupakan indikator bahwa anaknya sehat, subjek menjadi jarang melamun memikirkan masalah-masalah yang dihadapi. Pada pertemuan tindak lanjut, subjek mencerita satu pengalamannya suatu pagi subjek tidak memiliki uang, subjek tetap berusaha mensyukuri apa yang dimilikinya, subjek tetap menyediakan sarapan pagi untuk anak dan suaminya. Subjek terus berdoa agar diberi kemudahan dan rezeki dari Allah. Tidak lama sekitar pukul 9 pagi ada seorang tetangganya yang datang dan membeli beras milikinya seharga RP. 20.000 subjek sangat bersyukur dan terharu pada saat itu, subjek merasa begitu yakin atas segala nikmat yang Allah berikan.
105
Subjek merasakan betul manfaat dari pelatihan kebersyukuran ini. Subjek mendapatkan banyak ilmu, pengalaman dan wawasan dari para pelatih dan partisipan lainnya. Subjek juga menjelaskan dirinya menjadi sadar begitu nikmatnya memiliki tubuh yang normal dan lengkap, dibandingkan dengan orang yang berada pada tayangan film pada salah satu sesi pelatihan kebersyukuran. Pada perhitungan nilai kepuasan hidup (SWLS), subjek mengalami peningkatan. Pada awal sebelum pelatihan kebersyukuran subjek mendapatkan nilai 17 berada pada kategorisasi sedang. Meningkat pada saat setelah pelatihan kebersyukuran menjadi 22 dan meningkat kembali pada saat tindak lanjut menjadi 31. Pada nilai afeksi (PANAS) subjek mengalami peningkatan pada afek positif dan penurunan pada nilai afek negatif, setelah pelatihan dan pada saat tindak lanjut. Nilai subjek sebelum pelatihan kebersyukuran afek
positif sebesar 27
sedangkan afek negatif sebesar 32, dengan demikian afek negatif subjek lebih tingi dibandingkan afek positif subjek. Pada saat setelah pelaksanaan pelatihan nilai afek positif subjek lebih tinggi dibandingkan nilai afek negatif subjek, yakni 41>19. Begitupula pada saat tindak lanjut nilaiafek positif subjek lebih tinggi dibandingkan nilai afek negatif subjek, 40> 24.
106
Grafik.9. Nilai Skala Kepuasan Hidup (SWLS) Subjek SUM 35 30 25 20 15 10 5 0 Prates
Pascates
Tindak Lanjut
Grafik.10. Nilai skala Afeksi (PANAS) subjek SUM
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Afek Positif Afek Negatif
Prates
Pascates
Tindak Lanjut
f. TUM, P, 54 Tahun, Hipertensi selama 3 tahun. Subjek berusia 54 tahun. Kegiatan subjek sehari-hari yakni bertani di sawah miliknya. Subjek saat ini tinggal bersama anak pertama, menantu dan dua orang cucunya. Subjek menjelaskan bahwa dirinya sudah selama 3 tahun menderita hipertensi. Subjek merasa ketakutan, dirinya takut bila dirinya akan terserang stroke dan meninggal mendadak. Semenjak didiagnosa menderita hipertensi, subjek memilih untuk benar-benar menjaga makanannya, subjek hanya memakan sayuran rebus dan tidak pernah menggunakan garam pada masakannya. Subjek
107
menjelaskan bahwa sebenarnya dirinya tersiksa dan merasa tidak enak, namun dirinya merasa takut bila tekanan darahnya semakin tinggi. Subjek menjelaskan keluhan-keluhan yang dirasakan bila tekanan darahnya tinggi yakni, pusing, lemas, gemetar sehingga tidak dapat beraktivitas di sawah. Subjek bersedia mengikuti pelatihan kebersyukuran. Subjek selalu datang tepat waktu. Subjek koorperatif mengikuti pelatihan kebersyukuran. Pada awal pelatihan subjek sangat mengharapkan agar dirinya dapat sehat kembali, dapat hidup lebih baik, seluruh keluarga diberi kesehatan dan cucunya dapat bersekolah dengan lebih baik. Subjek merasa kondisinya saat ini tidak baik, sering sakit dan tidak dapat menikmati kehidupan seperti dahulu sebelum sakit. Setelah mengikuti pelatihan, subjek merasa terbantu dalam mempersepsikan penyakitnya dengan lebih positif. Subjek memahami bahwa tidak hanya dirinya yang mengalami penyakit tersebut. Subjek merasa lebih baik dengan adanya semangat dan pengalaman
dari teman-teman lain yang menderita hipertensi. Subjek juga
memahami bahwa penyakit hipertensi yang dihadapi saat ini merupakan sebuah kondisi yang tidak perlu ditakuti tetapi dikelola dengan baik. Subjek menjelaskan selama mengikuti dan setelah mengikuti pelatihan kebersyukuran subjek mencoba mempraktekan kebersyukuran sehingga menerima keadaannya saat ini. Subjek juga menjelaskan bahwa dirinya memperaktekan mengelola pola makan dan aktivitasnya. Subjek menjelaskan bahwa dirinya merasa lebih senang dan tenang dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Subjek menjelaskan bahwa saat ini dirinya lebih banyak berserah diri, berdzikir dan berbagi rezeki dengan lingkungannya sebagai bentuk rasa syukur atas segala
108
nikmat yang diberikan Allah SWT. Subjek juga sangat mensyukuri adanya perubahan penurunan tekanan darah subjek. Pada saat sesi saling mendoakan subjek terlihat sangat khusyuk hingga berkaca-kaca pada saat saling mendoakan partisipan lainnya. Subjek menjelaskan bahwa dirinya berharap segal kebaikan dan harapan sesama partisipan pelatihan kebersyukuran dapat terkabul. Perubahan subjek juga terjadi pada peningkatan nilai kepuasan hidup (SWLS) subjek dari sebelum pelatihan kebersyukuran, setelah pelatihan kebersyukuran dan pada saat tindak lanjut. Pada saat sebelum pelatihan kebersyukuran nilai kepuasan hidup (SWLS) adalah 17 berada dalam kategori sedang, pada saat setelah pelatihan kebersyukuran subjek mendapatkan nilai 22 dan mendapatkan nilai 31 pada saat tindak lanjut. Pada nilai skala afeksi (PANAS), diketahui bahwa subjek mengalami peningkatan pada afek positif dan nilai afek positif subjek lebih tinggi dibandingkan nilai afek negatif subjek. Pada saat sebelum pelatihan kebersyukuran nilai afek positif subjek lebih rendah dibandingkan dengan afek negatif subjek yakni, 29<32. Pada saat pelatihan kebersyukuran nilai afek positif subjek lebih tinggi dibandingkan dengan afek negatif, 40 < 20. Dan pada saat tindak lanjut subjek mendapat kan nilai 39 pada afek positif dan nilai 24 pada afek negatif, dengan demikian afek positif subjek lebih tinggi dibandingkan afek negatif subjek. Hal ini menandakan bahwa terjadi perubahan kesejahteraan subjektif pada subjek setelah diberikan pelatihan kebersyukuran.
109
Grafik.11. Nilai Skala Kepuasan Kehidupan (SWLS) Subjek TUM 35 30 25 20 15 10 5 0 Prates
Pascates
Tindak Lanjut
Grafik.12. Nilai Skala Afek (PANAS) subjek TUM 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Afek Positif Afek Negatif
Prates
Pascates
Tindak Lanjut
g. MUJ, L, 60 Tahun, Hipertensi selama 7 tahun Subjek berusia 60 tahun dan telah menderita hipertensi selama 7 tahun. Subjek merupakan seorang petani. Sehari-hari subjek beraktivitas dengan mengurusi kebun dirumah dan sawah miliknya. Subjek saat ini tinggal bersama istri dan 2 orang anaknya yang belum berkeluarga. Sedangkan 3 orang anak lainnya sudah bekerluarga dan hidup masing-masing. Subjek dan istrinya mengandalkan hasil sawah untuk biaya kehidupan sehari-hari. Subjek masih harus membiayai anaknya yang hingga saat ini belum bekerja. Hal yang dirasakan subjek selama mengalami hipertensi yaitu sering mengalami pusing, leher kenceng, jantung berdebar cepat
110
dan badan terasa sakit semua, hal ini yang menyebabkan subjek sering merasa sakit dan tidak dapat kesawah. Saat pelatihan kebersyukuran, subjek menyebutkan beberapa harapannya yakni, dirinya ingin deiberikan kesembuhan, keluarga yang sehat dan anak-anak dapat mapan. Subjek cukup aktif membagikan pendapat di dalam kelompok dan memberikan umpan balik kepada sesama partisipan. Subjek menjelaskan dirinya merasa bersyukur dengan kondisinya saat ini. Subjek menjelaskan bahwa dirinya telah melewati beragam permasalahan yang berat dan subjek merasa telah mampu melewatinya sehingga sudah nyaman dengan keadaanya saat ini. Selama pelatihan kebersyukuran subjek menjadi teringat kejadian-kejadian dimasa lalu. Subjek teringat kecelakaan yang pernah dialaminya 15 tahun yang lalu. Pada kecelakaan tersebut subjek telah dianggap meninggal dunia, subjek sangat merasa bersyukur bahwa saat ini subjek masih hidup dan sehat. Subjek sangat menyadari bahwa kehidupannya saat ini lebih baik dibandingkan dari kondisi orang-orang lain. Subjek mensyukuri memiliki tempat tinggal yang cukup nyaman dan keluarganya yang sehat. Pelatihan kebersyukuran memberikan banyak manfaat untuk diterapkan dalam menjalani kehidupan aktivitas sehari-hari. Subjek merasa senang dapat bertemu dengan partisipan lain yang memiliki pengalaman dan beban yang sama. Subjek dapat saling bertukar pengalaman, berbagi keluh kesah dan menambah keluarga baru. Subjek juga menjelaskan bahwa pelatihan kebersyukuran pada penderita hipertensi dapat memberikan pemahaman bahwa banyak orang lain yang juga mengalami hal yang sama dnegan subjek. Hal tersebut memunculkan rasa syukur
111
dan meringankan beban yang dirasakan subjek selama ini. Hasil pengukuran tekanan darah sebelum pelaksanaan pelatihan kebersyukuran menunjukkan penurunan tekanan darah. Berdasarkan hasil skala kepuasan hidup (SWLS) dan afeksi (PANAS) diketahui bahwa subjek mengalami peningkatan nilai. Pada skala kepuasan hidup (SWLS) subjek memiliki nilai 18 pada saat sebelum pelaksanaan pelatihan kebersyukuran, subjek berada pada kategori sedang. Pada saat setelah pelaksanaan pelatihan kebersyukuran subjek mendapat nilai 26 dan subjek mendapatkan nilai yang sama pada saat tindak lanjut yakni 26. Sedangkan pada skala afeksi (PANAS), saat sebelum pelatihan subjek mendapatakan nilai 34 pada afek positif dan nilai 30 pada afek negatif, hal tersebut berarti afek positif subjek lebih rendah dibandingkan afek negatif. Pada saat setelah pelatihan kebersyukuran nilai afek skala positif subjek lebih tinggi dibandingkan nilai afek negatif, dengan nilai 39 < 21. Pada saat tindak lanjut nilai afek positif subjek kembali lebih tinggi dibandingkan nilai afek negatif subjek, yakni 42 > 14.
112
Grafik.13 Nilai Skala Kepuasan Hidup (SWLS) subjek MUJ 30 25 20 15 10 5 0 Prates
Pascates
Tindak Lanjut
Grafik.14. Nilai Skala Afeksi (PANAS) subjek MUJ 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Afek Positif Afek Negatif
Prates
Pascates
Tindak Lanjut
h. SUR, L, 60 Tahun, Hipertensi selama 6 tahun Subjek SUR adalah seorang wirausaha. Subjek memiliki perkebunan jamur. Subjek sehari-hari mengurusi perkebunan jamurnya. Perkebunan jamur milik subjek inilah yang menjadi sumber penghasilan keluarganya. Subjek sudah mengalami penyakit hipertensi selama 5 tahun. Keluhan hipertensi yang dirasakan subjek adalah pusing, pundak dan leher tegang dan pandanganya terkadang sering kabur. Subjek menceritakan bahwa awalnya dirinya mengetahui dirinya mengalami hipertensi dirinya merasa pusing, pandangan kabur hingga akhirnya subjek jatuh dan dilarikan kerumah sakit. Subjek dirawat dikarenakan tekanan darahnya sangat tinggi. Subjek menjelaskan juga bahwa saat ini dirinya merasa
113
segalanya terbatas, tidak dapat menikmati seperti dulu. Subjek merasa segala aktivitas dibatasi oleh istrinya. Subjek menceritakan dirinya tidak diperbolehkan lagi makan ayam potong dan makanan bersantan. Hal ini yang membuat subjek merasa bosan dan kesal. Belum lagi subjek dipaksa meminum obat setiap harinya. Subjek sangat antusias saat ditawarkan untuk ikut pelatihan kebersyukuran. Subjek terlihat sangat aktif mengikuti setiap sesi pelatihan. Subjek bersemangat dalam berbagi pengalaman dan permasalahan yang dihadapinya.
Subjek
menjelaskan harapannya bahwa dirinya ingin dapat hidup sehat, meliahat anak cucunya tumbuh sehat dan dapat memberikan rezeki yang halal kepada istrinya. Subjek juga terlihat aktif memberikan umpan balik kepada partisipan lainnya. Subjek meceritakan bahwa setelah pelaksanaan pelatihan kebersyukuran dirinya menjadi lebih banyak menyadari nikmat yang dimiliki.
Subjek
menjelaskan bahwa dirinya sangat bersyukur memiliki istrinya sangat sayang dan memperhatikan dirinya. Subjek menyadari segala larangan dari istrinya merupakan bentuk sayang dan khawatir sang istri terhadap kesehatannya. Saat ini subjek tidak mengharapkan apapun selain kesehatan bagi dirinya, istrinya dan seluruh keluarganya. Subjek juga menjelaskan bahwa dirinya merasa senang dengan pelatihan ini dirinya mendapatkan keluarga baru dan dapat berbagi pengalaman yang bermanfaat dari partisipan. Berdasarkan hasil skala kepuasan hidup (SWLS) dan Skala afeksi (PANAS) yang telah diisi oleh subjek, diketahui bahwa subjek memiliki angka kepuasan hidup sebesar 19 yang termasuk dalam kategori tinggi. Setelah melaksanakan pelatihan kebersyukuran subjek memiliki nilai 30 dan pada saat tindak lanjut
114
subjek mendapatkan nilai 27. Sedangkan pada skala afeksi (PANAS). Nilai afek positif subjek lebih tinggi dibandingkan dengan nilai afek negatif. Pada awal sebelum pelaksanaan pelatihan kebersyukuran nilai afek positif subjek sebesar 30 dan nilai afek negatif sebesar 32, hal ini berarti nilai afek negatif lebih tinggi dibandingkan afek positif. Sedangkan pada saat setelah pelaksanaan pelatihan kebersyukuran nilai afek positif subjek lebih tinggi dibandingkan nilai afek negatif, 40 > 21. Begitupula pada saat tindak lanjut nilai afek positif lebih tinggi dibandingkan nilai afek negatif yakni, 42 > 12. Hal ini menandakan bahwa terjadi perubahan kesejahteraan subjektif pada subjek setelah diberikan pelatihan kebersyukuran. Grafik.15. Nilai Kepuasan Hidup (SWLS) subjek SUR 35 30 25 20 15 10 5 0 Prates
Pascates
Tindak Lanjut
115
Grafik.16. Nilai Skala Afeksi (PANAS) Subjek SUR 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Afek Positif Afek Negatif
Prates
i.
Pascates
Tindak Lanjut
SAY, P, 57 Tahun, Hipertensi selama 3 tahun Subjek SAY adalah seorang ibu rumah tangga berusia 57 tahun. Subjek SAY mengalami tekanan darah selama 3 tahun. Hal yang dirasakan subjek selama mengalami hipertensi adalah mengalami pusing, leher tegang, sering marah-marah dan sullit tidur. Penyakit hipertensi yang diderita subjek, membuat subjek tidak nyaman dan merasa takut bila penyakitnya ini akan semakin memburuk. Kegiatan subjek sehari-hari adalah sebagai ibu rumah tangga, mengurusi rumah dan menjaga cucu di siang hari. Saat mengikuti pelatihan kebersyukuran, subjek sangat kooperatif. Subjek memperkanalkan diri dan menjelaskan harapan-harapan subjek seperti, memiliki kesehatan, dapat membeli mobil dan dapat menunaikan ibdah haji. Subjek cukup aktif bertanya dan mengemukakan pendapat. Pada saat sesi presentasi diri subjek menceritakan kondisi dimana suaminya pernah mengalami stroke, dirinya merasa takut dan cemas. Subjek membayangkan bila suaminya tiba-tiba meninggal dunia. Suami subjek tidak dapat menggerakkan tangan kanannya, subjek cukup lama menjaga dan merawat suaminya hampir 2 tahun. Kejadian ini terjadi sekitar 8
116
tahun yang lalu, saat subjek belum mengalami hipertensi. Saat subjek mendengar dirinya mengalami penyakit hipertensi dirinya langsung takut terkena stroke dan mengalami hal yang sama dengan suaminya. Saat ini subjek benar-benar menjaga makanan yang dikonsumsinya menghindari memakan daging ayam, daging sapi maupun daging kambing. Subjek juga menjelaskan bahwa dirinya kadang takut bila akan diukur tekanan darahnya. Subjek takut bila mengetahui tekanan darahnya tinggi, hal ini juga yang menyebabkan subjek jarang memeriksakan diri di Puskesmas. Pada pertemuan kedua pada saat sesi self presntasi, subjek kembali menceritakan bahwa dirinya mencoba memperaktekan rasa bersyukur. Subjek menceritakan bahwa dirinya mencoba mengingat nikmat-nikmatnya sebelum tidur dan mengucapkan Alhamdulillah. Subjek menjelaskan bahwa dirinya merasa lebih tenang dan lebih nyaman saat tidur dan tidak terbangun-bangun. Subjek juga merasa senang mengikuti pelatihan kebersyukuran ini. Subjek menjelaskan bahwa dirinya banyak mendapatkan wawasan dan ilmu baru. Pada pertemuan akhir subjek menjelaskan bahwa dirinya lebih berfikir positif dan memandang segala bentuk penyakit dan cobaan yang diberikan Allah adalah bentuk cinta kasih Allah kepada dirinya. Subjek juga mensyukuri banyak sekali nikmat yang dimiliki. Pada saat menyaksikan penayangan film, subjek juga menjelaskan bahwa dirinya harus sangat bersyukur bahwa seseorang yang tidak memiliki fisik yang sempurna tetapi tidak patah semangat dan tetap menjalankan segala kegiatan sehari-hari tanpa pernah mengeluh. Subjek menjelaskan dirinya merasakan banyak sekali manfaat
117
yang didapatkan oleh subjek. Materi yang didapatkan sangat lengkap, baik materi penanganan hipetensi hingga materi kebersyukuran. Berdasarkan pengukuran skala kepuasan hidup (SWLS) dan skala Afeksi (PANAS) mengalami perubahan nilai. Pada saat sebelum pelaksanaan pelatihan kebersyukuran subjek memiliki nilai kepuasan hidup sebesar 15 termasuk dalam kategori rendah. Pada saat setelah pelatihan kebersyukuran meningkat menjadi 30 dan pada saat tindak lanjut menurun 2 nilai menjadi 28. Pada skala afeksi (SWLS) terjadi perubahan nilai. Pada saat sebelum pelatihan afek positif subjek berada pada nilai 25 lebih rendah dari afek negatif yang memiliki nilai 32. Sedangkan pada saat setelah pelatihan kebersyukuran dan tindak lanjut nilai afek positif lebih tinggi dibandingkan afek negatif yakni 31>23, 37 >18. Hal ini menandakan bahwa terjadi perubahan kesejahteraan subjektif pada subjek setelah diberikan pelatihan kebersyukuran. Grafik.17. Nilai Skala Kepuasan Hidup (SWLS) subjek SAY 35 30 25 20 15 10 5 0 Prates
Pascates
Tindak Lanjut
118
Grafik.18. Nilai Skala Afek (PANAS) subjek SAY 40 35 30 25
Afek Positif
20 15 10
Afek Negatif
5 0 Prates
j.
Pascates
Tindak Lanjut
SRM, P, 45 Tahun, Hipertensi selama 5 tahun Subjek berusia 45 tahun. Subjek sudah menderita hipertensi selama 5 tahun. Pertama kali subjek mengalami hipertensi pada saat dirinya harus mengikuti suaminya pindah ke Cangkringan dari Tegal. Subjek awalnya tidak mau diajak berpindah ke Cangkringan, subjek merasa kesal dan marah. Subjek menjelaskan bahwa dirinya sangat kesal dan kaget, kehidupan di Cangkringan sangat berbeda. Menurut subjek disini benar-benar desa, jauh dari mana-mana. Semenjak pindah subjek merasa dirinya menjadi mudah tersulut emosinya, mudah pusing, jantung berdebar-debar dan badan mudah merasa lemas. Awalnya subjek mengerahui bahwa dirinya terkena hipertensi dikarenakan dirinya yang ingin suntik KB, subjek diperiksakan tekanan darahnya dan semenjak itu subjek diketahui bahwa dirinya terkena hipertensi. Saat pertama kali subjek mengetahui dirinya hipertensi, seubjek merasa ketakutan. Subjek menjelaskan bahwa pakdenya ada yang terkena hipertensi dan akhirnya terkena stroke dan lumpuh. Selain
itu saudara subjek lainnya juga
mengalami hipertensi dan mati mendadak. Subjek merasa ketakutan bila dirinya
119
harus mati mendadak. Subjek menjelaskan selain ketakutan tersebut, dirinya juga mendapatkan tekanan dari mertuanya. Subjek menjelaskan bahwa mertuanya sangat cerewet, galak dan pemarah. Kegiatan subjek sehari-hari memang menjaga rumah dan mengurus kedua mertuanya yang sudah tua dan sakit-sakitan. Subjek menjelaskan bahwa dirinya menyebut mertuanya dengan “nenek sihir”. Subjek juga menjelaskan bahwa dirinya tidak dapat beraktivitas keluar rumah, bila dirinya keluar maka mertuanya akan memarahi dan mengomelinya. Subjek sangat tidak nyaman berada di rumah. Subjek pernah meminta suaminya untuk pindah rumah dan tidak lagi tinggal bersama mertuanya. Suaminya menolak dengan alasan dikarenakan suaminya merupakan anak laki-laki satu-satunya sehingga orangtuanya adalah tanggung jawab sang suami. Awalnya subjek ragu untuk mengikuti pelatihan kebersyukuran. Subjek beralasan bahwa dirinya akan dimarahi oleh mertuanya bila berada lama di luar rumah. Ketika peneliti membagikan undangan dan kembali menawarkan pelatihan kepada klien, Akhirnya klien bersedia dan mengikuti pelatihan kebersyukuran sesuai jadwal. Ketika menjalankan pelatihan, subjek sangat kooperatif. Subjek sangat aktif bertanya, subjek juga sangat bersemangat bila diberi kesempatan untuk berbagi pengalaman dengan partisipan lainnya. Subjek kembali menjelaskan bahwa tekanan darahnya selalu tinggi, hal ini disebabkan oleh suaminya yang tidak memahami dirinya. Suaminya selalu sibuk bekerja. Subjek menjelaskan bahwa suaminya sulit diajak bicara, sehingga subjek sulit untuk menceritakan ataupun membagi keluh kesah kepada suaminya. Subjek menceritakan bahwa suaminya tidak pernah memarahi dan bila dirinya mengomel
120
suaminya justru mengatakan ya sudahlah dan meninggalkannya tidur. Subjek menceritrakan bahwa harapannya adalah agar dirinya diberi kesehatan, anakanaknya segera menikah dan anak-anaknya mendapatkan pekerjaan yang bagus. Selama menjalankan pelatihan subjek menjelaskan bahwa banyak perubahan yang berarti pada dirinya. Subjek menjelaskan bahwa dirinya dapat menceritakan dan berbagi permasalahannya kepada partisipan lainnya, partisipan lainny apun memberikan umpan balik yang sangat baik. Subjek juga merasa mendapatkan wawasan baru dan pengetahuan baru mengenai hipertensi dan kebersyukuran. Subjek menjadi lebih positif dalam memandang segala peristiwa yang diterimanya. Subjek juga menjelaskan dengan rasa syukur yang diperaktekannya, subjek merasa lebih tenang dan bahagia menjalankan kehidupan. Subjek menceritakan bahwa anak-anaknya memujinya bahwa dirinya menjadi jarang marah-marah lagi. Suami subjek juga memujinya yang tidak pernah ngambek dan terlihat lebih sering tersenyum. Subjek juga menyadari bahwa segala yang dilakukan suaminya sebenarnya adalah benar dan sesuai dengan ajaran agama islam. Subjek merasa sangat banyak dari mendapatkan manfaat dari pelatihan kebersyukuran ini. Materi yang disampaikan sangat bermanfaat. Para pelatih juga sangat menguasai materi dan menjelaskan dengan jelas. Selain itu subjek merasa senang karena adanya penurunan tekanan darah selama pelaksanaan pelatihan kebersyukuran ini. Berdasarkan pengukuran skala kepuasan hidup (SWLS) subjek mengalami perubahan antara sebelum pelaksanaan pelatihan hingga tindak lanjut. Pada saat
121
sebelum pelaksanaan pelatihan subjek mendapatkan nilai 20 berada pada kategori tinggi, kemudian meninggkat kembali pada saat setelah pelaksanaan pelatihan kebersyukuran menjadi 28 dan pada saat tindak lanjut menjadi 26. Perubahan nilai juga terjadi pada skala afeksi (PANAS). Pada saat sebelum pelatihan kebersyukuran, nilai afek positif subjek lebih rendah dibandingkan dengan nilai skala negatif subjek yakni, 27 < 32. Kemudian nilai afek positif subjek semakin meningkat dan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai skala afek negatif, baik pada saat setelah pelaksanaan pelatihan maupun setelah tindak lanjut, yakni 38>29, 35 > 22. Grafik.19. Nilai Skala Kepuasan Hidup (SWLS) subjek SRM 30 25 20 15 10 5 0 Prates
Pascates
Tindak Lanjut
122
Grafik.20. Nilai skala Afek (PANAS) subjek SRM
40 35 30 25 20 15 10 5 0
Afek Positif Afek Negatif
Prates
Pascates
Tindak Lanjut
k. JUM, P, 54 Tahun, Hipetensi selama 5 thn Subjek berusia 54 tahun, ia adalah seorang petani. Kegiatan subjek sehari-hari adalah mengurusi sawah dan membuat tempe. Subjek saat ini tinggal seorang diri di rumah. Anak-anak subjek telah berumah tangga dan tinggal di kota lain. Suami subjek baru saja meninggal sekitar setahun ini.
Subjek menjelaskan bahwa
sebenarnya dirinya merasa kesepian berada sendirian dirumah. Subjek ingin cucunya menemaninya berada di rumah, tetapi anak dan besannya tidak membolehkan hal tersebut. Subjek memiliki hipertensi sejak 5 tahun terakhir. Subjek menjelaskan bahwa bila tekanan darahnya sedang tinggi dirinya akan merasa pusing, kepalanya berputar-putar seperti vertigo, pundak tegang dan badan juga terasa lemas. Subjek juga menceritakan bahwa bila seseorang yang mengalami hipetensi akan terkena penyakit jantung. Subjek hanya merasa takut bila dirinya terkana serangan jantung dan tiba-tiba meninggal. Subjek mengikuti pelatihan kebersyukuran dengan baik. subjek cukup kooperatif. Subjek mau berbagi pengalaman dan bercerita mengenai dirinya dan
123
penyakit hipertensi yang dideritanya, walaupun subjek sedikit tertutup dan sesekali menjelaskan bahwa dirinya “isin” menceritakan dan berbagi cerita. Pada petertemuan-pertemuan selanjutnya subjek mulai lebih terbuka, sesi berbagi cerita diawal waktu. Subjek menjelaskan harapan-harapannya saat ini agar dirinya mendapatkan kesehatan, mendapatkan keselamatan dan keamanan. Subjek menceritakan walaupun dirinya tinggal di rumah sendirian, tetapi saudara dan tetangganya tetap memperhatikannya. Subjek menceritakan bahwa 2 minggu sebelum pertemuan pertama subjek terjatuh di kamarnya hingga kepalanya “benjol” dan pingsan. Keesokan harinya, subjek mengira bahwa dirinya telah meninggal, tetapi ternyata tidak dirinya hanya pingan dan tidur. Subjek sangat bersyukur karena pada saat itu tetangganya datang karena seharian tidak melihat subjek. Tetangganya tersebut yang membawa klien kerumah sakit. Subjek menceritakan sambil tersenyum haru, subjek menjelaskan bahwa dirinya senang bahwa Allah memberikannya banyak keluarga yang menolongnya. Subjek menjelaskan bahwa pelatihan kebersyukuran ini sangata banyak manfaatnya. Subjek semakin mensyukuri bahwa banyak yang memperhatikan dan menyayanginya walaupun dirinya bukan saudara kandung. Subjek juga merasa senang karena selama sebulan ini kepala subjek tidak pusing lagi, vertigo subjek tidak kambuh. Selain itu subjek juga menjelaskan bahwa dirinya menjadi semakin paham bagaimana penanganan penyakit hipertensi yang dimilkinya. Berdasarkan hasil skala kepuasan hidup subjek (SWLS), pada saat sebelum pelaksanaan pelatihan subjek memiliki nilai 11 berada dalam kategori sangat
124
rendah. Nilai kepuasan hidup subjek semakin meningkat. Setelah menjalankan pelatihan memiliki nilai 28 dan pada saat tindak lanjut subjek mendapatkan nilai kepuasan hidup sebesar 31. Pada nilai skala afek (PANAS) ditunjukkan bahwa pada saat sebelum pelaksanaan petihan subjek memiliki nilai afek positif yang lebih rendah dibandingkan nilai afek positif, 26 < 35. Pada saat setelah pelaksanaan pelatihan kebersyukuran, diketahuinilai afek positif subjek meningkat menjadi 38 dan nilai afek negatif subjek menurun menjadi 15, nilai afek positif > dibandingkan afek negatif. Pada saat tindak lanjut skala afek positif subjek berada pada nilai 36 sedangkan pada afek negatif berada pada nilai 13, dimana nilai afek positif subjek > afek negatif subjek. Grafik.21. Skala Kepuasan Hidup (SWLS) subjek JUM 35 30 25 20 15 10 5 0 Prates
Pascates
Tindak Lanjut
Grafik.22. Skala Afeksi (PANAS) subjek JUM 40 35 30 25
Afek Positif
20 15
Afek Negatif
10 5 0 Prates
Pascates
Tindak Lanjut
125
L. SRI, P, 50 Tahun, Hipertensi selama 4 tahun. Subjek merupakan seorang ibu rumah tangga. Subjek menderita hipertensi selama 4 tahun. Subjek menjelaskan bahwa pertema kali mengetahui dirinya mengalami hipertensi dirinya sangat kaget. Suami subjek juga mengalami hipertensi dan mengalami stroke ringan 7 tahun yang lalu. Subjek kaget dan takut saat didiagnosa hipertensi, subjek terbayang pengalamannya merawat sang suami. Subjek menjelaskan bahwa dirinya khawatir bila dirinya juga mengalami stroke. Subjek menjelaskan bahwa bila tekanan darahnya naik dirinya akan mengalami berbagai keluhan seperti, kepala dan leher tegang, gangguan pada saat tidur (sulit tidur dan terbangun-bangun saat tidur). Saat ini subjek sangat menjaga pola makannya, subjek tidak lagi makan ayam potong. Disisi lain, subjek menjelaskan bahwa dirinya merasa bingung walaupun dirinya sudah tidak mengkonsumsi ayam potong tetapi tetap saja tekanan darahnya tinggi dan harus mengkonsumsi obat penurun tensi terus menerus. Pada saat pelatihan subjek menceritakan tentang dirinya yang harus menghadapi dan merawat suaminya yang mengalami stroke. Subjek merasa sangat khawatir, takut dan tidak tenang. Subjek menjelaskan bahwa dirinya takut suaminya tiba-tiba meninggal, subjek juga merasa kasihan melihat suaminya yang lemas terdiam di kamar. Subjek semikin terkejut ketika mengetahui bahwa dirinya juga mengalami tekanan darah tinggi. Banyangan akan terkena stroke dan lumpuh selalu membayangi subjek setiap waktu. Subjek juga menjadi merasa takut akan bahaya penyakit hipertensi, dapat menyebabkan penyakit jantung, gagal ginjal maupun penyakit-penyakit lainnya. Pola hidup subjek
126
sekeluarga menjadi berubah, dirinya tidak lagi mengkonsumsi ayam potong dan sangat hati-hati dalam mengkonsumsi makanan-makanan. Subjek juga menjelaskan karena dirinya dan suaminya yang sakit hal ini mengakibatkan turunnya perekonomian keluarga subjek. Subjek juga mengungkapkan pengharapkan agar dirinya diberi kesehatan, panjang umur, hidup tentram dan bahagia serta mendapatkan rezeki yang halal. Subjek terlihat sangat antusian memperhatikan pelatih dalam menjelaskan materi. Subjek menjelaskan bahwa dirinya semakin termotivasi untuk menjalani hidup dengan lebih baik dan dapat mengambil banyak pelajaran positif dari pelatih dan para partisipanlainnya. Subjek juga menjelaskan dirinya sangat tersentuh saat menonton film dan menyadari bahwa kondisi kehidupannya tidak sesulit dibandingkan orang di dalam film tersebut. Pelatihan kebersyukuran ini memeberikan manfaat bagi subjek. Manfaat utama yang didpatnya adalah memunculkan motivasi subjek untuk menjalani kehidupan bersama-sama suami. Subjek juga menjelaskan di dalam pelatihan ini subjek mendapatkan pelajaran dari para partisipan lainnya. Subjek juga menyadari pentingnya mensyukuri segala kondisi yang dimilikinya. Subjek mensyukuri kondisi suaminya yang semakin membaik. Subjek merasa lebih positif dalam memandang kehidupannya sehari-hari. Berdasarkan hasil skala kepuasan hidup (SWLS) dan skala afeksi (PANAS) yang telah diisi subjek sebelum mengikuti pelatihan kebersyukuran, diketahui bahwa subjek memiliki nilai kepuasan hidup 14 dan dapat dikategorikan kedalam kategori rendah. Nilai kepuasan hidup setelah diberikan pelatihan
127
kebersyukuran naik menjadi 28 dan saat tindak lanjut menjadi 27. Sedangkan pada skala afeksi (PANAS), saat sebelum pelatihan kebersyukuran nilai afek positif < dibandaingkan nilai afek negatif, yakni 27 < 31. Pada saat setelah pelaksanaan pelatihan kebersyukuran subjek mendapat nilai afek positif sebesar 38 dan afek negatif sebesar 15, dimana nilai afek positif > nilai afek negatif. Pada saat tindak lanjut nilai afek positif subjek menjadi 36 sedangkan nilai afek negatif subjek 13, nilai afek positif > nilai afek negatif. Hal ini menandakan bahwa terjadi perubahan kesejahteraan subjektif pada subjek setelah diberikan pelatihan kebersyukuran.
Grafik.23 Nilai Kepuasan Hidup (SWLS) subjek SRI 30 25 20 15 10 5 0 Prates
Pascates
Tindak Lanjut
Grafik.24. Nilai Skala Afeksi (PANAS) subjek SRI 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Afek Positif Afek Negatif
Prates
Pascates
Tindak Lanjut
128
D. Pembahasan Pelatihan ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pelatihan kebersyukuran terhadap peningkatan kesejahteraan subjektif para penderita hipertensi. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pelatihan kebersyukuran berpengaruh dalam peningkatan kesejahteraan subjektif pada penderita hipertensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perbedaan rerata gain score kesejahteraan subjektif setelah diberi perlakuan berupa pelatihan kebersyukuran pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan pada penderita hipertensi. Penelitian ini menggunakan 2 skala untuk mengukur tingkat kesejahteraan subjektif. Aspek kepuasan hidup diukur menggunakan skala kepuasan hidup atau Satisfaction With Life Scale (SWLS) dan aspek afeksi yang diukur dengan skala afeksi atau Positive Affect and Negative Affect Schedule (PANAS). Berdasarkan analisis data yang dilakukan pada kesejahteraan subjektif penderita hipertensi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kesejahteraan subjektif antara kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan berupa pelatihan kebersyukuran dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan berupa pelatihan kebersyukuran pada penderita hipertensi. Berdasarkan hasil analisis uji beda independent sample t-test pada perubahan nilai kepuasan hidup diketahui bahwa terdapat perubahan yang sangat signifikan pada saat sebelum dilaksanakan pelatihan kebersyukuran dan setelah pelatihan (pra-pasca), antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan t = 9.624; p = 0,000 (p < 0,01). Selanjutnya pada saat sebelum pelaksanaan pelatihan kebersyukuran dan pada saat tindak lanjut (pra-tindak lanjut) di dapat nilai t = 8.149; p = 0,000, dan p < 0,01. Hal tersebut
129
menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat kepuasan hidup para penderita hipertensi yang sangat signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada skala afeksi hasil analisis
uji beda independen sample t-test diketahui
terdapat perubahan nilai afeksi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada prates dan pascates yakni t = 10.931, p= 0,000 (p<0,01). Hal tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum dan setelah pelaksanaan pelatihan kebersyukuran. Selanjutnya, pada analisis uji beda independen sample t –test sebelum dan pada saat tindak lanjut (Pra- tindak lanjut) diketahui nilai t = 11.303, p = 0,000, (p < 0.01). Hal tersebut menunjukkan ada perbedaam yang signifikan terhadap tingkat afeksi penderita hipertensi antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada saat dilakukannya tindak lanjut. Berdasarkan hasil analisis skala kepuasan hidup, terdapat 4 orang partisipan yang mengalami peningkatan skor nilai sangat signifikan berdasarkan skor kepuasan hidup kelompok eksperimen. Hal tersebut dikarenakan setelah mendapatkan pelatihan kebersyukuran para partisipan dapat lebih mudah memahami dan memaknai hal-hal yang perlu disyukuri didalam hidupnya. Para partisan menyadari bahwa banyak hal-hal kecil maupun besar di dalam kehidupan sehari-harinya yang perlu untuk disyukuri. Para partisipan juga mengetahui bentuk-bentuk sederhana dalam bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT. Pada skala afeksi terdapat 2 orang partisipan yang mengalami peningkatan skor afeksi yang sangat signifikan dan memiliki nilai paling tinggi dibandingkan partisipan lainnya, setelah diberikan pelatihan kebersyukuran dan setelah diadakan tindak lanjut. Para partisipan lebih mengenal jenis-jenis afeksi yang dirasakan ketika menghadapi
130
kondisi sehari-hari. Para partisipan merasakan manfaat dari diberikannya pelatihan kebersyukuran tersebut. Pelatihan kebersyukuran diberikan dalam suatu intervensi kelompok sehingga dapat mempermudah tercapainya tujuan dari penelitian ini. Setting kelompok yang dilakukan pada penelitian ini memungkinkan para partisipan untuk menciptakakan hubungan interpersonal yang sangat dekat, sehingga terbentuknya suasana saling percaya, memahami, terbuka, berbagi permasalahan yang dirasakan, empati, umpan balik dan afirmasi positif. Para partisipan pun dapat saling berbagi dan membandingkan pengalaman-pengalaman maupun kondisi yang dialaminya dengan partisipan lainnya. Proses ini dirasa sangat bermanfaat untuk meningkatkan rasa kebersyukuran antar anggota partisipan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian El Bantanie (2014) dimana individu akan semakin mudah untuk bersyukur pada saat membandingkan kondisi diri dengan orang lainnya. Plante (2009) menjelaskan bahwa kebersyukuran merupakan salah satu dari bentuk spiritual dan religiusitas yang digunakan sebagai bentuk intervensi. Pada intervensi kebersyukuran kali ini mengandung edukasi atau penjelasan mengenai materi pada setiap pertemuan menggunakan media gambar, tulisan maupun video. Desain penelitian ini menggunakan aktivitas-aktivitas
pembelajaran
melalui pengalaman (Experiental
Learning) yakni pembelajaran melalui pengalaman, proses pembelajaran menjadi efektif karena individu mendapatkan stimulasi yang berulang melalui berbagai indera, baik penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman dan perabaan (Johnson dan Johnson, 2009). Pada penelitian kali ini partisipan diberikan tugas-tugas harian berupa latihan bersyukur di dalam kehidupan sehari-hari yang berguna dalam meningkatkan rasa syukur
131
para partisipan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Emmons dan McCullough (2003) yang menemukan bahwa individu yang menuliskan hal-hal yang disyukuri memiliki tingkat kesejahteraan subjektif lebih tinggi. Ditambahkan pula, Fabricatore dan Handal (Utami, 2012) menemukan bahwa seseorang yang memiliki spiritualitas yang baik dan memiliki hubungan langsung dengan tuhan dapat menguragi pengaruh negatif stres pada kepuasan hidupnya. Sesi lain dalam pelatihan kebersyukuran ini juga menggunakan sesi pemaknaan positif, sehingga setiap partisipan diberikan kesempatan untuk memaknai setiap peristiwa yang dialaminya setiap hari dan membagikannya pada saat pelatihan. Pertukaran pemaknaan maupun masukan dari sesama partisipan pelatihan kebersyukuran ini juga sangat dirasakan bermanfaat dan membantu para partisipan dalam mewujudkan rasa bersyukur dalam setiap peristiwa sehari-hari. Kebanyakan orang memandang rasa syukur hanya kepada sesuatu yang baik atau sesuatu diluar pengalaman sehari-hari yang membuatnya merasa kagum, maupun hal-hal yang dirasa tidak dapat dilupakan. Seseorang tidak terbiasa bersyukur ketika sedang ditengah kesulitan atau konflik, atau ketika impian tidak tercapai. Hal tersebutlah yang membuat keberyukuran terlihat hanya digunakan pada saat kondisi menyenangkan (Miller, 2010). Padahal kebersyukuran merupakan hal yang harus dimiliki dan menetap dalam diri seseorang dan diperaktikan ketika seseorang berada pada situasi baik maupun situasi buruk. Lebih lanjut Al Jauziyyah (2005) menjelaskan Allah memberikan cobaan kepada hambanya berupa nikmat sebagaimana Allah memberikan cobaan kepada hambanya berupa musibah, cobaan tersebut hakikatnya adalah untuk menguji manusia untuk bersyukur dalam keadaan lapang maupun keadaan sempit.
132
Secara kualitatif para partisipan juga menjelaskan bahwa mereka merasa lebih puas dengan kehidupan yang dimilikinya saat ini. Para partisipan menjelaskan bahwa mereka dapat melihat segala yang dimiliki dengan lebih positif. Jackowska, Brown, Ronaldson dan Steptoe (2015) menjelaskan dengan mengekpresikan kebersyukuran dapat meningkatkan rasa optimisme terhadap kehidupan. Para partisipan menjelaskan bahwa mereka lebih positif dan yakin dalam memandang hari-hari kedepannya dan dampak yang paling dirasakan oleh para partisipan adalah berkurangnya emosi-emosi negatif seperti, marah dan berkurangnya perasaan khawatir atau cemas. McCullough, Emmons dan Tsang (Sheldon & Lyubomirsky, 2006) menjelaskan bahwa melatih rasa syukur akan berlawanan dengan emosi-emosi negatif, sehingga dapat menghambat munculnya perasaan marah, iri maupun rasa kepahitan seseorang. Sejalan dengan hal tersebut Lai (2014) menemukan bahwa orang-orang yang bersyukur memiliki emosi negatif yang lebih rendah dan memiliki keluhan-keluhan fisik yang rendah pula. Hal tersebut sesuai dengan temuan pada para partisipan pelatihan kebersyukuran. Para partisipan merasakan berkurangnya keluhan-keluhan sakit fisiknya seperti, pusing, pundak tegang maupun keluhan fisik lainnya. Berdasarkan hasil data kualitatif diketahui pula, bahwa kemampuan subjektif terhadap peningkatan subjektif pun berbeda-beda. Hal tersebut terlihat dari peningkatan nilai kepuasan hidup dan afeksi yang berbeda setiap partisipan. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh perbedaan setiap partisipan dalam memaknai rasa syukur dan menyerap materi – materi pelatihan dan proses belajar yang berbeda pada setiap partisipan. Hasil dari penelitian ini juga mendukung penelitian-penelitian sebelumnya mengenai kebersyukuran dan kesejahteraan subjektif. Park, Peterson, Seligman (Wood,
133
Joseph, Linley, 2007) menjelaskan hasil penelitiannya bahwa kebersyukuran memiliki hubungan yang tinggi terhadap kesejahteraan dihampir seluruh kepribadian. Hal tersebut diperkuat oleh Gallup (Wood, Joseph, Linley, 2007) bahwa individu yang mengeskpersikan kebersyukuran menjelaskan bahwa mereka lebih merasakan eneri kebahagian. Penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa kebersyukuran memiliki kaitan yang kuat dengan kesejahteraan subjektif, McCullough, Emmons, Tsang (2002) menemukan bahwa kebersyukuran memiliki hubungan yang positif terhadap kepuasan kehidupan, vitalitas, dan kebahagian, selain itu juga memiliki hubungan yang negatif terhadap depresi dan rasa iri. Dengan demikian kebersyukuran dapat meingkatkan kesejahteraan subjektif seseorang. Keberhasilan pelatihan kebersyukuran ini dipengaruhioleh beberapa faktor penting yakni modul, pelatih, partisipan dan fasilitas (Anggraeini, 2014). Pelatih dalam pelatihan kebersyukuran mempermudah pemahaman partisipan terhadap materi yang disampaikan. Pelatih memberikan pemahaman dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh para partisipan. Pelatih juga memberikan contoh-contoh yang rill sesuai dengan kondisi dan keadaan para partisipan sehari-hari. Keberhasilan pelatihan ini juga didukung oleh antusiasme, motivasi dan penerimaan yang baik dari partisipan. Hal tersebut terlihat dari kehadiran seluruh partisipan yang tepat waktu, partisipan yang aktif dalam berpendapat dan memberikan umpan balik. Hal tersebut didukung berdasarkan hasil evaluasi pelatihan kebersyukuran menambahkan ilmu, informasi dengan seluruh materi yang diberikan, sehingga lebih termotivasi untuk menjalankan pengobatan dan pola hidup yang lebih sehat. Para peserta terdorong untuk membiasakan diri untuk mengutamakan
134
pikiran dan perasaan positif untuk membiasakan diri mengutamakan pikiran positif dan perasaan positif dengan selalu bersyukur pada setiap kondisi apapun. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini terpenuhi. Pertama, hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat peningkatan nilai kepuasan hidup pada penderita hipertensi yang mendapatakan intervensi berupa pelatihan kebersyukuran dibandingkan dengan penderita hipertensi yang tidak diberikan intervensi pelatihan kebersyukuran. Kedua, terdapat peningkatan yang siginifikan pada nilai afeksi pada
penderita
hipertensi
yang
diberikan
intervensi
pelatihan
kebersyukuran
dibandingkan dengan penderita hipertensi yang tidak diberikan intervensi pelatihan kebersyukuran. Ketiga terdapat perbedaan nilai kesejahteraan subjektif pada penderita hipertensi yang diberikan intervensi pelatihan kebersyukuran dibandingkan dengan kelompok penderita hipertensi yang tidak diberikan intervensi pelatihan kebersyukuran. Penelitian ini juga memiliki beberapa kekurangan, seperti (1) tempat pelaksanaan pelatihan yang kurang kondusif, dimana layar penayangan proyektor langsung dipantulkan di dinding rungan. Dimana posisi dinding tidak tepat di tengah ruangan sehingga beberapa peserta yang duduk di ujung ruangan kurang fokus memperhatikan tayangan, (2) penelitian ini berbentuk intervensi kelompok, sehingga pelatihan kebersyukuran ini lebih efektif diberikan kepada individu yang memiliki kemampuan komunikasi yang aktif. Sedangkan pada saat penentuan subjek penelitian peneliti menentukan berdasarkan kategorisasi kesejahteraan subjektif dan kebersediaan subjek untuk mengikuti pelatihan.
135
E. Evaluasi Pelatihan Evaluasi proses pelatihan dilakukan terhadap pelatih dan observer. Pelatih dinilai baik dan menguasai seluruh materi pelatihan. Pelatih menyampaikan materi dengan baik dan jelas. Pelatih dapat berkomunikasi aktif dengan peserta, pelatih menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh seluruh partisipan. Selain itu, pelatih dapat mendorong para partisipan untuk lebih terbuka, menggungkapkan permasalahan yang dialami dan memberikan masukan maupun umpan balik kepada partisipan lainnya. Pelatih juga dinilai mampu memberikan jawaban atas pertanyaan dari partisipan, serta pelatih mampu memberikan contoh-contoh atas penjalasannya sesuai dengan kehidupan partisipan sehari-hari. Pelatih juga dirasa mampu berempati dan menjalankan kode etik dengan baik. Evaluasi kepada observer dinilai dapat
menjalankan tugas dengan baik.
mengobservasi seluruh jalannya pelatihan. Observer menobseravsi dengan baik, seluruh partisipan. Observer mencatat keaktifan maupun perilaku para partisipan disetiap sesi pertemuan. Observer melakukan pengamatan dan pencatatan dengan teliti. Evaluasi terhadap materi yang diberikan sangat baik. hal tersebut dirasakan oleh seluruh partisipan bahwa pelatihan berjalan sesuai dengan harapan para partisipan. Para partispan merasa mendapatkan ilmu baru serta wawasan terkait kebersyukuran dan hipertensi. Materi kebersyukuran meliputi kebersyukuran hati, lisan dan perbuatan, serta penerapan dan pengalaman dalam bersyukur pada kehidupan sehari-hari. Materi kedua yakni materi heipertensi meliputi gejala dan cara pengelolaan tekanan darah. Kedua materi utama tersebut dirasa sangat sesuai dengan kebutuhan para partisipan sehingga sangat sesuai sasaran dan target. Partisipan menjelaskan bahwa pelatihan ini dirasa sangat
136
penting karena dapat membantu para partisipan dalam memandang kehidupan menajadi lebih positif dan lebih bersyukur sehingga mejalankan kehidupan dengan lebih sejahtera. Para partisipan juga menjelaskan bahwa mereka merasa tidak sendirian dan dapat berbagi informasi kepada sesama penderita hipertensi. Selain itu, materi yang disampaikan menggunakan berbagai media seperti slide show power point, gambar, video dan kata-kata afirmasi positif.
Sehingga dirasa sangat
membantu untuk para patisipan dalam memahami penjelasaan yang disampaikan oleh pelatih. Pada saat pemberian materi juga dilengkapi dengan proyektor dan pengeras suara. Sedangkan untuk sarana prasarana pelatihan terutama ruangan. Pelatihan diadakan di rumah kepala dusun. Ruang yang digunakan untuk pelatihan cukup nyaman, hanya saja sedikit terganggu dengan tidak adanya layar untuk menayangkan tampilan proyektor, sehingga proyektor langsung di proyeksikan di salah satu dinding ruangan dan tidak tepat berada di tengah-tengah. Walupun demikian, hal tersebut tidak terlalu menganggu jalannya pelatihan, namun tetap akan
menjadi catatan bagi peneliti untuk lebih
memperhatikan tempat pelaksanaan pelatihan. Evaluasi selanjutnya yakni evaluasi terhadap metode pelatihan.
Metode yang
digunakan dalam pelatihan ini dianggap sesuai dan sesuai dengan harapan para partisipan. Metode pelatihann yang digunakan yakni ceramah, diskusi, tayangan video serta praktik syukur yang berguna bagi partisipan dalam membantu memahami materi yang disajikan. Seluruh peserta mengikuti pelatihan kebersyukuran ini dengan sangat baik dan pelatihan kebersyukuran ini berjalan dengan baik dan lancar.