BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Lokasi Penelitian Berikut pejelasan lokasi SMA Negeri 6 Surakarta, a. SMA Negeri 6 Surakarta beralamatkan di : 1)
Jalan
: Mr. Sartono No.30 Surakarta
2)
Telepon
: (0271) 853209
3)
Kelurahan
: Nusukan
4)
Kecamatan
: Banjarsari
5)
Kota
: Surakarta
6)
Kode Pos
: 57135
7)
Fax
: 853209
8)
Email
:
[email protected]
9) Koordinat :7°33'3"S 110°49'51"E b. SMA Negeri 6 Surakarta terletak di : 1)
Di sebelah timur SMA Negeri 5 Surakarta
2)
Di sebelah barat SLB Surakarta
3)
Di sebelah selatan Jl. Mr. Sartono
4)
Di sebelah utara jalan menuju AUB Surakarta
69
70
Gambar 4.1 Gerbang depan SMA Negeri 6 Surakarta (Foto : Olga Rindang Amesti, 2016)
2.
Visi, Misi dan Tujuan SMA Negeri 6 Surakarta a.
Visi : Mewujudkan manusia yang berakhlak mulia, berilmu, berwawasan lingkungan, dan berdaya saing global.
b.
Misi : 1)
Meningkatkan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan pribadi dan masyarakat.
2)
Membudayakan perilaku santun dalam pergaulan dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang luhur
3)
Mengembangkan potensi peserta didik dengan mengintegrasikan nilai sikap dalam setiap proses belajar mengajar.
4)
Meningkatkan pengetahuan danketrampilan melalui pembelajaran yang integrative.
5)
Membiasakan sikap peduli lingkungan melalui kegiatan OSIS dan ekstra kurikuler.
71
6) c.
Meningkatkan wawasan internasional.
Tujuan : 1)
Memantapkan pribadi peserta didik sebagai pengamal agama yang kuat, toleran, berakhlak mulia, berkepribadian nasional dan cinta tanah air melalui pengembangan iklim sekolah yang kondusif
2)
Meningkatkan layanan pendidikan dengan memberdayakan seluruh komponen sekolah
3)
Mengembangkan budaya belajar guna peningkatan potensi diri.
4)
Menyiapkan peserta didik yang berilmu, sehat, cakap, terampil, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab.
5)
Meningkatkan kepedulian warga sekolah terhadap kebersihan, keindahan, kerindangan, keamanan, kenyamanan, dan kelestarian lingkungan.
6)
Menyiapkan peserta didik agar mampu berkompetisi secara nasional dan internasional.
3. Sejarah berdirinya SMA Negeri 6 Surakarta SMA Negeri 6 Surakarta berdiri pada tanggal 26 November 1976 yang pada awalnya merupakan Sekolah Menengah Pembangunan Persiapan (SMPP). Pendiriannya berdasarkan pada Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 0254/0/1975. Perubahan nama sekolah dari SMPP menjadi SMA Negeri 6 Surakarta pada tanggal 9 Agustus 1985. Selanjutnya perubahan nama SMA Negeri 6 Surakarta menjadi SMU Negeri 6 Surakarta ditetapkan pada tahun 1997. Seiring dengan perubahan kurikulum KTSP, nama tersebut berubah kembali menjadi SMA Negeri 6 Surakarta.
72
4. Program Peminatan Program peminatan di SMA Negeri 6 Surkarta memiliki 3 program yaitu a. IPS b. IPA c. Bahasa
5, Kurikulum Kurikulum yang digunakan di SMA Negeri 6 Surakarta a. Tahun 1976 – 1983 b.Tahun 1984 – 1987 c. Tahun 1994 – 2001 d.Tahun 2001 – 2007 e. Tahun 2007 – 2013 f. Tahun 2013 – sekarang
: : : : : :
Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kurikulum KTSP Kurikulum 2013
B. Diskripsi dan Pembahasan Pelaksanaan Pembelajaran Kreasi Boneka Di Kelas XI IPS 4 SMA Negeri 6 Surakarta Proses pelajaran Seni Rupa di SMA Negeri 6 Surakarta diampu oleh Ibu Untari,S.Pd yang memiliki kualifikasi sebagai Sarjana Pendidikan Seni Rupa. Secara umum pembelajaran di SMA Negeri 6 Surakarta mengacu pada Kurikulum 2013, meskipun dalam prosesnya kurikulum yang diacu tersebut terkadang mendatangkan kesulitan dalam hal memilih materi yang diajarkan. Jika merujuk kepada tujuan kurikulum seni rupa yang ada, tujuan akhir dari pembelajaran seni rupa sudah berusaha dicapai dengan banyak penyesuaian yang titik tolaknya adalah minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Yang selanjutnya dapat dikatakan bahwa materi yang dipilih adalah materi-materi yang mudah dipahami oleh siswa namun tak membatasi untuk materi-materi baru yang bersifat inrovatif, kreatif dan tidak
73
monoton. Menurut guru tujuan kurikulum masih bersifat sangat baru dan khsuus hingga berupaya menterjemahkan dengan kondisi pengetahuan/ seni lokal yang lebih spesifik. Adapun silabus yang digunakan diperoleh dari Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Seni Budaya. Meskipun demikian silabus tersebut juga masih umum karena wujud terhadap kompetensi dasar yang ada dalam pembelajaran seni rupa Masih sangatlah luas. Kadang kala guru menemui banyak kesulitan dalam memilih materi yang sesuai dengan standar kompetensi yang ingin dicapai. Materi yang diajarkan awal semester cenderung standar, seperti menggambar bentuk. Guru sengaja memilih menggambar bentuk dari pada menggambar ilustrasi karena materi menggambar bentuk menurut guru merupakan materi yang tepat karena merupakan materi yang berkaitan ketrampilannya yang telah diajarkan di kelas sepuluh. Dalam hal sumber materi, guru mengambil materi yang bersumber dari buku seni rupa. Namun demikian tidak semua materi yang ada dalam buku diajarkan kepada siswa, guru menyesuaikan dengan waktu pembelajaran yang tidak memungkinkan untuk mengajarkan semua materi dalam buku. Materi yang diberikan berpegang pada perangkat pembelajaran tetapi dalam memilih materi guru terbuka terhadap perkembangan seni rupa tidak monoton sesuai buku yang sering malah menyulitkan siswa. Dalam pembelajaran, keterkaitan materi dengan pengetahuan lain juga menjadi sebuah pertimbangan, agar materi tidak dianggap sebagai sesuatu yang asing atau berdiri sendiri, contohnya ketika menerangkan tentang menggambar desain kursi atau meja, siswa diajak memikirkan berbagai fungsi kursi atau meja dalam kehidupan sehari-hari. Baik yang berkaitan dengan aspek ergonomi (kenyamanan, kesehatan, dan lain sebagainya), atau aspek keunikan bentuknya (kesesuaian dengan bentuk, warna rumah, ukuran) dan sebagainya. Hal ini selain memperkaya wawasan juga merupakan upaya memberi kesadaran kepada siswa akan realitas seni terhadap kehidupan masyarakat dengan berbagai bentuknya.
74
Pembelajaran seni rupa di SMA Negeri 6 Surakarta biasanya dimulai dengan memberi gambaran umum tentang suatu bentuk kesenian (kognitif-apresiatif), kemudian memberi tugas kepada siswa (afektif dan psikomotor-kreatif). Guru menyampaikan materi dengan metode penjelasan dan dibantu dengan presentasi power-point dan video yang ditayangkan melalui LCD proyektor, contoh dalam bentuk gambar maupun bentuk aslinya serta menunjukan langsung alat dan bahan, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan. Setelah guru menyampaikan pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang diajarkan. Selanjutnya guru memberi tugas kepada siswa untuk membuat sebuah karya seni. Penilaian terhadap siswa dilakukan guru dengan mengamati aktivitas siswa selama mengerjakan tugas di kelas. Hal ini digunakan untuk menilai sikap siswa selama pembelajaran. Selain di kelas, guru juga menandai hasil perkembangan tugas siswa yang dikerjakan di rumah. Hal tersebut menjadi poin tersendiri dalam penilaian akhir. Penilaian dilakukan dengan memberi tanda pada catatan pribadi guru, untuk mengetahui siswa yang rajin dan tepat waktu dalam menyelesaikan tugas, dan sebaliknya. Demikian juga dalam evaluasi atau penilaian hasil karya siswa, guru memiliki perangkat khusus untuk menilai karya. Penilaian tidak hanya berdasar pada karya melainkan penilaian sikap dalam proses pun ikut dinilai. Kegiatan evaluasi atas ketercapaian
tujuan pembelajaran biasa dilakukan di kelas. Setelah karya siswa
selesai seringkali siswa melakukan presentasi karya yang di dalamnya diadakan semacam evaluasi tentang ketercapaian tujuan dari tugas-tugas dan materi yang diberikan. Dalam kegiatan ini menurut guru dan siswa cukup antusias dan aktif. Selama ini yang menjadi kendala dalam kegiatan belajar mengajar seni budaya di SMA Negeri 6 Surakarta, menurut guru adalah jam pelajaran yang terbatas padahal rata-rata minat siswa dapat terbilang tinggi dan proses praktek yang memakan banyak waktu. Pihak sekolahpun tak tinggal diam merespon minat siswa. Setiap ada kompetisi seni rupa diluar sekolah pihak sekolah pasti selalu mendukung
75
siswanya untuk berpartisipasi dalam kompetisi tersebut. Tak hanya itu, setiap tahunnya pihak sekolah mengadakan kegiatan seni rupa yang berbeda, misalnya tahun 2016 sekolah mengadakan lomba melukis tong sampah dengan motif batik.
Gambar 4.2 Kegiatan lomba menghias tong sampah dengan motif batik (Foto : Untari. 2016)
Gambar 4.3 Pelatihan siswa sebelum mengikuti lomba (Foto : Untari. 2016)
76
Kendala lainnya ialah materi yang ada di buku-buku seni rupa sulit untuk diterapkan, karena pengadaan bahan dan waktu pertemuan tiap semester dirasa kurang cukup untuk memberikan semua keterampilan teknis dan penguasaan bahan yang ada di dalam buku. Selama ini, usaha guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran adalah dengan mencoba mencari informasi serta berdiskusi dengan sesama guru seni rupa dari sekolah lain. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan masukan, terutama tentang materi yang diberikan beserta kelebihan dan kekurangan materi tersebut terhadap proses pembelajaran. Demikian gambaran secara umum mengenai pembelajaran seni rupa di SMA Negeri 6 Surakarta dan berikut menginjak pada diskripsi dan pembahasan secara khusus pembelajaran kreasi boneka di kelas XI IPS 4 SMA Negeri 6 Surakarta. Pembelajaran kreasi boneka di kelas XI IPS 4 SMA Negeri 6 Surakarta ini mengacu pada Kurilulum 2013 seperti apa yang telah dipaparkan diatas, Materi dipilih berdasarkan. Tujuan Pembelajaran melalui kegiatan teori dan praktik siswa dalam kegiatan membuat karya kreasi boneka di kelas XI IPS 4 adalah siswa dapat meguasai teknik dan mampu menuangkan ide dengan baik pada materi kreasi boneka. Melalui pembelajaran ini siswa juga diharapkan dapat menerapkan unsur-unsur seni rupa dalam berkarya kreasi boneka. Pada materi tiga dimensi guru sengaja memilih kreasi boneka yang sudah tidak asing dan akrab di kehidupan sehari-hari, namun materi tersebut sangat jarang ditemui di lembaga pendidikan lainnya. Pemilihan materi meskipun tak sesuai dengan buku pelajaran seni rupa yang ada namun tetap sejalan dengan silabus dan tujuan pembelajaran seni rupa. Hal tersebut sekaligus sebagai upaya penyesuaian terhadap kondisi minat siswa dan penyediaan bahan serta upaya inovasi dan kreatifitas guru agar materi tidak monoton dan lebih terbuka pada perkembangan seni rupa sehingga dapat lebih relevan dan hasil optimal. Paparan tersebut sesuai yang disampaikan Yonathan & PPPPTK Seni dan Budaya ( 2015 :19) bahwa materi pembeleajara mestilah berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran
77
tertentu , bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda atau dongeng semata. Materi pembelajaranpun harus dapat mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah,dan mengaplikasi . Dapat semakin diketahui bahwa materi tersebut tepat dan sangat baik untuk dilaksanakan diperkuat dengan paparan Yonathan & PPPPTK Seni dan Budaya (2015: 6) bahwa dalam Kurikulum 2013 terdapat beberapa pengembangan ,salah satunya ialah penguatan materi. Penguatan materi dilakukan dengan cara pegurangan materi yang tidak relevan serta pendalaman dan perluasan materi yang relevan bagi peserta didik. Pembelajaran kreasi boneka ini menggunakann model pembelajaran project based learning. Pemilihan model pembelajaran sudah sesuai dan tepat untuk materi
.
pembelajaran kreasi boneka
Pemilihan model tersebut memperhitungkan banyak
pertimbangan dalam unsur-unsur pembelajaran sehingga model yang dipilih dapat sesuai. Karena dengan model pembelajaran tersebut pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan efisien sesuai dengan makna dari model pembelajaran itu sendiri. Dapat dikatakan demikian karena sesuai dengan yang disampaikan Joyce & Weil dalam Rusman (2011: 132) model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk rencana jangka panjang, merancang bahanbahan pembelajaran di kelas atau yang lain dan guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. Didukung pula dengan yang disampaikan Kemdikbud (2014: 12) hal-hal yang diperhatikan dalam memilih model pembelajaran, yaitu Keadaan murid yang mencakup tingkat kematangan dan perbedaan individu, tujuan yang hendak dicapai, situasi yang mencakup hal yang umum (kelas dan lingkungan), alat-alat yang tersedia, kemampuan guru , sifat bahan pengajaran. Pemilihan model pembelajaran project based learning nampak sudah memperhitungkan hal-hal tersebut dengan memperhitungan beberapa perihal pula yang menyangkut materi tersebut. Materi kreasi boneka memang tepat dan sesuai
78
dengan project based learning karena dengan model tersebut siswa dapat lebih maksimal dalam berkreasi dan siswa pun lebih nyaman dalam pembelajaran sehingga siswa lebih antusias. Hal tersebut diperkuat dengan yang disampaikan Kemdikbud (2014: 9) bahwa model project based learning merupakan model pembelajaran yang menggunakan proyek/ kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintetis,dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Peran guru dalam model ini hanya sebagai fasilitator, pelatih, penasehat, dan perantara untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan daya imajinasi, kreasi dan inovasi dari peserta didik. Lay out kelaspun dapat berubah-ubah dengan teori, diskusi kelompok, tugas mandiri dan presentasi sehingga suasana belajar tidak monoton dan menyenangkan. Materi kreasi boneka yang memang dalam prosesnya membutuhkan kreativitas dan situasi kelas yang mendukung maka sudah jelas model tersebut sangatlah tepat sehingga tujuan pembelajaran dapat mudah tercapai secara optimal. Media pembelajaran yang digunakan dalam kegitan ini antara lain LCD projector yang menayangkan contoh gambar, video tutorial dan powerpoint, serta contoh karya kreasi boneka serta alat yang digunakan untuk membuat karya kreasi boneka meliputi gunting, lem, jarum, benang, dakron, kain bekas. Langkah-langkah pembelajaran, meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup yang dilaksanakan dalam 3 kali tatap muka atau 6 x 45 menit. Kegiatan pendahuluan terdiri dari pembukaan yang dilakukan oleh guru, kemudian dilanjutkan dengan tanya-jawab berkaitan dengan karya seni rupa yang bersifat mengarahkan, memusatkan, dan menyatukan untuk membangkitkan minat belajar peserta didik. Beberapa pengantar diberikan oleh guru sebagai awal pembelajaran dengan menjelaskan gambaran materi yang akan diajarkan pada pertemuan hari itu. Pemilihan media pembelajaran tersebut selaras dengan materi sehingga materi dapat dipahami dan dalam berkaryapun siswa lebih antusias berkreasi karena melalui media tersebut pembelajaran terkemas menjadi pembelajaran yang menarik dan tidak
79
membosankan sehingga menggugah minat siswa untuk mempraktekanya dan menghasilkan karya yang optimal. Pendapat tersebut didukung penjelasan bahwa melalui penyiapan, pemilihan, dan pengolahan bahan media pembelajaran seni rupa secara tepat, diharapkan dapat menumbulkan minat berkreasi seni rupa, yang secara tepat diharapkan dapat menimbulkan minat berkreasi seni rupa, yang secara tidak langsung juga berdampak pada kualitas produk karya seni rupa yang dihasilkan. (Sumanto, 2001: 4) dan diperjelas dengan paparan Rusman (2011: 77) media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (materi pembelajaran), merangsang pikiran, segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan siswa, sehingga dapat didorong proses pembelajaran. Pendapat tersebut diperkuat dengan bahwa tayangan video tutorial, powerpoint dan contoh dalam bentuk gambar maupun bentuk aslinya serta menunjukan langsung alat dan bahan tergolong media audio visual, gambar diam yang diproyeksikan serta realia dan model dimana tiap-tiap jenis media itu memiliki kekurangan dan kelebihan namun jika dikombinasikan akan menjadi media pembelajaran yang baik dan optimal karena media tersebut dapat menggambarkan berbagai hal dari yang mewakilkan wujud nyata dengan melihat saja dan melihat sekaligus mendengarkan. Bahkan dengan realia dan model yang dapat menunjukan wujud aslinya (Anitah, 2009: 128). Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa media tersebut tepat dan baik untuk menyampaikan materi kreasi boneka. Sangat disayangkan yang ditemui dilapangan tak hanya LCD proyektor kelas XI IPS 4 saja bahkan hampir setiap kelas
terkadang mengalami gangguan sehingga membuat
tampilan tak maksimal. Kegiatan inti terdiri atas kegiatan mengamati, bertanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Pengamatan dilakukan siswa dengan teknik observasi bebas untuk mendapatkan referensi dari berbagai sumber tentang materi kreasi boneka. Tanya jawab dilakukan siswa tanpa bantuan guru,
80
sehingga siswa diharuskan bersikap aktif dalam bertanya. Siswa dengan bantuan guru menciptakan ide-ide baru dan mengeksplorasi dengan berkarya secara langsung. Pada tahap mengasosiasi, siswa diajarkan untuk membandingkan hasil karyanya dengan hasil karya teman lainya. Kegiatan penutup terdiri atas pemberian kesimpulan, refleksi, dan pemberian tugas. Kegiatan belajar mengajar hari itu disimpulkan oleh guru bersama-sama siswa, tentang apa saja hasil yang diperoleh dari proses pembelajaran hari itu. Selanjutnya, guru mengajak siswa untuk merefleksi penguasaan materi yang telah dipelajari dan yang terakhir guru memberikan tugas yang dikerjakan di rumah, memberikan gambaran umum pembelajaran pertemuan berikutnya, serta menutup pertemuan. Prosedur kegiatan pembelajaran tersebut sudah sesuai prosedur Kurikulum 2013 dan tersusun baik dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sudah memperhitungkan banyak hal dalam komponen pembelajaran. Tak dapat dipungkiri memang tiap komponen saling berkaitan namun sayang sering kali berjalan tidak optimal sesuai rencana tersebut karena terkadang pada prakteknya berbenturan dengan alokasi waktu yang kurang memadai. Alokasi waktu yang kurang sesuai dengan kegiatan, juga sudah pasti mempengaruhi pembelajaran karena semuanya saling mengait. Seperti halnya yang dipaparkan Rusman (2011: 1) pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdri atas berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain , saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam pembelajaran kreasi boneka ini keterkaitan materi dengan pengetahuan lain menjadi sebuah pertimbangan yang sangat penting. Hal ini agar materi tidak dianggap sebagai sesuatu yang asing atau berdiri sendiri. Contohnya, ketika menerangkan kreasi boneka, siswa diajak memikirkan kehadiaran dan fungsi kreasi boneka dalam kehidupan sehari-hari. Selain memperkaya wawasan, hal ini juga bentuk upaya menyadarkan siswa akan realitas seni yang ada dalam kehidupan sehari-hari dengan berbagai bentuknya. Langkah tersebut tepat sehingga dasar untuk
81
pemahaman dan ketrampilan materi semakin kuat karena dimulai dari kesadaran akan kehadiran karya dalam kehidupan sehari-hari dan kesadaran tersebut akan berkelanjutan dan berkembang. Penjelasan tersebut diperkuat dengan penyampaian Kemdikbud (2014: 5) dimana pembelajaran seni di tingkat pendidikan dasar dan menengah bertujuan mengembangkan kesadaran seni dan keindahan dalam arti umum, baik dalam konsepsi, apresiasi, kreasi, penyajian maupun tujuan psikologis edukatif untuk mengembangkan kepribadian peserta didik secara positif . Penelitian terhadap siswa dilakukan penulis berdasarkan pengamatan dan interaksi selama siswa mengerjakan tugas di kelas. Hal ini terutama untuk menilai kemampuan peserta didik dalam memahami materi, seperti penggunaan bahan, media, dan teknik berkarya seni rupa dalam membuat karya kreasi boneka. Selain itu, pengamatan juga diperlukan untuk menilai sikap peserta didik dalam hal tanggung jawab, toleransi, kemandirian, kecermatan, ketelitian dalam kegiatan individu dan berkelompok selama pembelajaran.
Gambar 4.4 Peneliti berinteraksi dan mengamati siswa secara langsung (Foto : Olga Rindang Amesti, 2016)
82
Pertemuan pertama dalam proses pembelajaran, guru memberikan pengantar pembelajaran yang diawali dengan salam pembuka. Mata pelajaran seni budaya di kelas XI IPS 4 berlangsung pada hari selasa jam pelajaran ke 5-6 atau pukul 09.45 WIB dan berakhir pada pukul 11.15 WIB. Pada pembukaan pelajaran, guru memeriksa kehadiran siswa dan mengkondisikan siswa agar kondusif dan siap untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar. Pada pertemuan per.tama ini siswa diajak memperhatikan,mengamati, serta menanya penyampaian pokok-pokok dan cakupan materi pembelajaran atau langkah-langkah yang akan ditempuh dalam kegiatan belajar mengajar hingga diskusi tentang rencana dan jadwal untuk pertemuan kedepan.
Gambar 4.5 Siswa memperhatikan tayangan dan penjelasan guru (Foto : Olga Rindang Amesti ,2016)
Guru memberikan penjelasan sebagai pengantar sebelum siswa memulai untuk berkreasi pada pertemuan berikutnya. Penjelasan yang diberikan melalui pendekatan ceramah, diskusi, tanya jawab, dan demonstrasi. Penjelasan awal diberikan melalui penuturan secara lisan mengenai materi kreasi boneka dan
83
menjelaskan kreasi boneka sebagai salah satu seni rupa tiga dimensi dan siswa diajak untuk
mendiskusikan dan mencari tahu
kehadiran karya kreasi boneka dalam
kehidupan sehari-hari sehingga siswa akan muncul kesadaran akan realitas seni dalam kehidupan sehari-hari Selanjutnya guru menyampaikan materi dengan menampilkan powerpoint dan video dengan media LCD projector sekaligus menunjukan contoh serta alat dan bahan secara langsung. Materi di awali dengan penjelasan umum akan penjelasan dan pengertian kreasi boneka sebagai salah satu seni rupa tiga dimensi beserta berbagai jenis contoh- contoh dan juga berbagai eksplorasi didalamnya.
Gambar 4.6 Guru menunjukan alat dan bahan (Foto : Olga Rindang Amesti ,2016)
Guru menyampaikan dan menunjukan langsung bahan-bahan apa saja yang dibutuhkan dalam pembuatan kreasi boneka. Bahan-bahan dan peralatan yang digunakan dalam membuat karya kreasi boneka sudah banyak tersedia di toko-toko
84
namun berbeda dengan bahan boneka pada umumnya, dalam materi ini pembuatan kreasi boneka menggunakan bahan utamanya ialah kain atau pakaian bekas yang sangat banyak dan sering ditemui dalam sehari hari. Adapun bahan dan alat yang digunakan antara lain : 1. Pensil Warna Sebelum proses membuat kreasi boneka kita terlebih dahulu membuat desainnya,. Dalam pembuatan desain menggunakan pensil warna , pemilihan pensil warna karena pada materi sebelumnya telah diajarkan menggunakan pensil warna dalam materi gambar bentuk bertujuan agar kemampuan menggunakan pensil warna dapat benar-benar terkuasai.
Gambar 4.7 Pensil warna (Foto: Untari, 2016)
2. Gunting Gunting dalam pembuatan kreasi boneka digunakan untuk memotong pola serta memotong kain dan benang. Jenis gunting yang digunakan dalam proses ini adalah gunting kertas dan gunting kain
85
Gambar 4.8 Gunting kertas (kiri) dan kain (kanan) (Foto: Untari, 2016)
3. Jarum dan Benang Dalam Pembuatan kreasi boneka dalam materi ini menggunakan jahit manual,sehingga jarumnya pun menggunakan jarum jahit manual, jenis jarum mengikuti jenis benangnya, benang yang digunakan ialah benang jahit dan benang wol jadi jarumnyapun menggunakan jarum jahit dan jarum wol. Benang jahit digunakan untuk jenis jahitan yang tidak nampak dari luar,sedangkan benang wol lebih digunakan untuk jenis jahitan yang nampak dari luar ,kedua benang tersebut bukan saja untuk menjahit kain atau menyatukan bagian per bagian namun dapat juga sebagai aksen tambahan . Dalam pemilihan benang Guru tidak mewajibkan untuk menggunakan jenis benang tersebut melainkan memberi kebebasan siswa untuk memilih segala jenis benang namun harus dikonsultasikan pada guru.
86
Gambar 4.9 Jarun jahit (atas) dan jarum sulam (bawah) (Foto: Untari, 2016)
Gambar 4.10 Benang wol (Foto: Untari, 2016)
87
Gambar 4.11 Benang jahit (Foto: Untari, 2016)
4. Kain atau pakaian bekas Kain atau pakaian bekas merupakan bahan utama dalam pembuatan kreasi boneka. Pemilihan bahan tersebut selain mudah didapat namun juga dapat memanfaatkan barang yang sudah tidak terpakai menjadi sebuah karya seni. guru tak membatasi jenis kain yang digunakan,berbagai jenis kain dimanfaatkan dalam pembuatan kreasi boneka.
Gambar 4.12 Kain atau pakaian bekas (Foto: Untari, 2016)
88
5. Dakron Dalam pembuatan kreasi boneka dakron berfungsi sebagai pengisi kain yang telah dijahit sehingga dapat menggembung. Dakron yang digunakan dalam materi ini tidak diharuskan dengan dakron baru namun dapat pula memanfaatkan dakron bekas yang biasa ditemui dibantal atau guling yang tak terpakai. Banyak sedikitnya jumlah dakron yang digunakan tergantung dari seberapa besar ukuran boneka tersebut .
Gambar 4.13 Dakron (Foto: Untari, 2016)
6.Hiasan Hiasan dalam pembuatan kreasi boneka bersifat fleksibel karena merupakan aksen tambahan. Jenis hiasan pun beraneka ragam mulai dari kancing, mata plastik boneka, mote, payet dan hiasan lainya. Hiasan dalam materi ini lebih mengutamakan menggunakan hiasan bekas dibanding yang baru. Hiasan dapat diperoleh dari pernak-pernik yang ada di pakaian, tas, boneka bekas dan tak menutup kemungkinan barang bekas lainya sehingga akan banyak eksplorasi didalamnya.
89
Gambar 4.14 Hiasan (Foto: Untari, 2016)
Dari paparan diatas diketahui guru memberi banyak kelonggaran untuk siswa memilih bahan yang digunakan. Langkah tersebut sangatlah tepat karena dengan begitu kreativitas siswa pun menjadi tak terbatasi namun masih dibawah konsultasi guru dan memungkinkan karya-karya kreasi boneka yang beragam dan inovatif. Pernyataan tersebut didukung pernyataan Susanto (2012 : 229) kreativitas adalah kesanggupan seseorang untuk menghasilkan karya-karya atau gagasan-gagasan tentang sesuatu yang pada hakikatnya baru atau belum pernah diciptakan sebelumnya. Diperjelas dengan kesesuaian proses tersebut dengan model belajar yang telah ditetapkan, Kemdikbud (2014: 9) pembelajaran berebasis proyek memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali konten dengan menggunakan berbagai cara yang bermakana bagi dirinya dan melakukan eksperiman secara kolaboratif. Setelah menjelaskan dan menunjukan berbagai macam alat dan bahan yang diperlukan dalam proses pembuatan karya kreasi boneka, selanjutnya guru menerangkan satu per satu langkah pembuatan karya, yang dalam pelaksanaannya juga cukup sederhana. Proses pembuatan karya kreasi boneka diawali dengan membuat desain. Membuat desain boneka menggunakan pensil warna, pemilihan pensil warna dikarenakan materi sebelumnya yaitu gambar bentuk mewarnanya pun
90
mennggunakan pensil warna. Penggunaan pensil warna dan teknik mewarnai dan menggambar pada materi sebelumnya dapat berkelanjutan dan semakin terkuasai. Pemiihan tahap tersebut sesuai yang disampaikan Atwi Suparman dalam Anitah (2009: 21) sesuai dengan implikasi prinsip keenam dalam pembelajaran yaitu bagaimana sesuatu yang telah dipelajari itu dapat menambah atau melengkapi atau berintergrasi dengan apa yang di kuasai atau dipelajari sebelumnya. Guru menjelaskan bahwa desain inilah yang menjadi dasar dan langkah awal dalam membuat boneka sehingga sebelum memulai membuat boneka siswa sudah paham betul boneka seperti apa yang akan mereka buat. Tahap tersebut dapat mendukung dan sangat membantu siswa untuk membuat boneka sehingga rancangan dapat tergambar jelas dan tidak hanya ada di pikiran saja. Paparan tersebut sesuai yang disampaikan Rubrum (1982: 61) untuk menciptakan boneka sebelumnya perlu untuk menggambarkan gagasan mengenai boneka yang akan dibuat meliputi detail bentuk dan karakter .
Gambar 4.15 Membuat desain boneka (Foto : Untari, 2016)
Selanjutnya guru menjelaskan proses setelah membuat desain yaitu proses membuat pola. Dalam proses membuat pola, siswa dibebaskan untuk memilih pola
91
dikertas terlebih dahulu atau langsung pada kain atau bahkan tanpa menggunakan pola. Proses ini berfungsi untuk mempermudah dalam membuat bentuk bagian– bagian boneka sesuai dengan desain sehingga dalam pola bagian per bagian dipisah dan di buat pola per bagian. Proses selanjutnya ialah menggunting kain sesuai sesuai pola yang telah dibuat. Jika membuat pola pada kertas maka pola pada kertas dipotong terlebih dahulu kemudian ditempelkan dengan jarum atau dapat membuat garis mengikuti batas potongan kertas Kain digunting tidak tepat pada ukuran pola melainkan dilebihkan 1 cm keluar dari pola. Hal tersebut bermanfaat agar saat menjahit tidaklah kesulitan karena tidak berhimpitan dengan garis pola sehingga saat dibalik hasil jaitan sesuai dengan ukuran yang diinginkan.
Gambar 4.16 Membuat pola (Foto; Untari,2016)
92
Gambar 4.17 Menggunting kain (Foto; Untari,2016)
Setelah itu guru menjelaskan proses selanjutnya yaitu proses menjahit. Kain yang telah selesai dipotong sudah siap untuk dijahit perbagian. Ada dua cara yaitu dengan jahitan yang nampak dari luar dan jahitan yang tak terlihat. Jahitan yang nampak diluar tidak perlu dibalik berbeda dengan jahitan yang tak terlihat sisi yang dijahit sisi bagian dalam sehingga usai dijahit perlu dibalik agar jahitan tidak nampak. Teknik jahit yang digunakan adalah teknik jahit manual maka juga dijelaskan jenis tusuk jahitan yang digunakan. Guru menjelaskan beberapa jenis tusuk jahit yang mudah dan dapat digunakan dalam proses kreasi boneka. Jenis tusukannya ialah tusuk jelujur, tusuk tikam jejak, tusuk feston, tusuk batang, tusuk lilit. Selain untuk menyatukan sisi kain dan bagian-bagian boneka,tusuk ini juga dapat digunakan untuk sulaman dalam memberi detail pada boneka khususnya bagian wajah. Jenis Tusuk yang disampaikan Guru kurang lengkap dan variatif, tidak selengkap yang disampaikan Davis (1984: 10-32) bahwa terdapat tusuk yaitu simpul awal dan simpul akhir, tusuk silang, tusuk kelujur,tusuk lilit cambuk, tusuk lilit benang, tusuk lilit, tusuk rantai, tusuk veston. Namun guru menyarankan untuk mencari tahu sendiri berbagai sumber mengenai tusuk jahitan.
93
Teknik jahit manual tepat digunakan untuk materi ini, karena mayoritas merupakan pengalaman pertama siswa belajar membuat boneka sehingga teknik manual lebih efisien dalam tahap awal. Selain itu pula dengan jahit manual siswapun akan lebih menghargai buah tanganya sendiri dibanding dengan mesin sehingga kedekatan karya dengan siswapun lebih terjalin. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Clark (1985: 7) boneka kain terutamanya yang dijahit dengan tangan akan menimbulkan perasaan tersendiri pada pemiliknya dan menimbulkan perasaan serta fantasi tersendiri bagi yang melihat.
Gambar 4.18 Menjahit dengan jahitan tampak luar (Foto: Untari, 2016)
Proses selanjutnya, Kain yang telah djahit perbagiannya sudah siap untuk diisi dengan dakron. Sebelum dakron dimasukan terlebih dahulu dakron direnggangkan agar tidak menggumpal. Dakron diisikan dalam kain yang telah dijahit sedikit demi sedikit agar tiap sudutnya terisi. Setelah diisi dakron bentuk bagian boneka sudah nampak menggembung dan nampak bentuknya. Pemilihan isi dakron suatu pilihan yang baik dibanding isian lain sesaui dengan yang disampaikan Clark (1985:13) bahwa isian dakron atau serat polyester dapat menghasilkan hasil yang bagus dengan model yang muthakir.
94
Gambar 4.19 Memasukan Dakron (Foto ; Untari ,2016)
Setelah itu, setiap bagian boneka sudah siap untuk disatukan. Cara menyatukannya dengan dijahit. Cara menjahitnya pun sama seperti yang dijelaskan sebelumnya. Satu persatu bagian dijahit sehingga membentuk utuh menjadi boneka. Tahap selanjutnya boneka dapat diberi aksen tambahan seperti tusuk jahitan, hiasan atau pakaian dan bonekapun sudah jadi.
Gambar 4.20 Menyatukan bagian satu dengan bagian lain (Foto: Untari ,2016)
95
Gambar 4.21 Memberi hiasan mata plastik (Foto Untari, 2016)
Gambar 4.22 Memasang kancing (Foto: Untari,2016)
96
Gambar 4.23 Memberi aksen tusuk jahitan (Foto; Untari ,2016)
Gambar 4.24 Kreasi boneka sudah jadi (Foto; Untari ,2016)
97
Penyampaian guru yang santai dan akrab membuat siswa antusias dalam menyimak materi yang disampaikan. Dengan demikian siswa pun mudah menerima dan memahami materi yang telah disampaikan. Setelah menyampaikan proses pembuatan karya kreasi boneka, guru memberikan contoh-contoh karya kreasi boneka secara langsung maupun dengan gambar. Pemberian contoh ini dimaksudkan supaya siswa mempunyai gambaran tentang karya kreasi boneka.
Gambar 4.25 Guru menunjukan langsung contoh kreasi boneka (Foto; Untari ,2016)
Agar siswa lebih mengetahui perkembangan kreasi boneka, guru memutarkan video tutorial pembuatan karya kreasi boneka. Siswa sangat antusias dalam menyimak video yang diputarkan. Selain video tutorial, guru juga menampilkan
98
contoh karya kreasi dan benda aslinya. Upaya ini diharapkan siswa lebih memahami bagaimana bentuk-bentuk dan variasi tehnik kreasi yang berkembang. Dengan menunjukan perkembangan kreasi boneka melalui tayangan yang menarik tak luput pula menayangkan beberapa contoh dari karya boneka dari seniman laki- laki maupun wanita, tak hanya siswa yang perempuan yang semakin antusias melainkan siswa laki-laki pun semakin antusias dan tak sabar untuk mempraktekanya. Tahap tersebut baik sehingga nampak langsung dampaknya pada siswa yang semakin terpacu untuk lebih aktif sesuai dengan prinsip pengembangan pembelajaran menurut Atwi Suparman dalam Anitah (2009: 18) implikasi prinsip kedua dalam pengembangan pembelajaran yaitu menyatakan tujuan pembelajaran secara jelas kepada peserta didk sebelum pelajaran dimulai, agar peserta didik giat. Tujuan dapat berupa pengetahuan, ketrampilan, maupun sikap. Bila mengetahui tujuan, juga relevansi apa yang dipelajari dengan kehidupan nyata akan memicu peserta didik lebih aktif. Menurut sejarah dan perkembangannya boneka memang bukan hanyalah mainan, tiruan, dan bukan hanya identik dengan perempuan, melainkan bersifat universal. Seperti yang dipaparkan bahwa boneka dalam dunia mainan nyatanya telah membuka peluang dan sejumlah tabir hidup manusia. Berbagai peluang yang dimaksudkan adalah terciptanya kesempatan untuk memanfaatkan keberadaan sesuatu. Sejumlah peluang tersebut yang paling mencengangkan adalah munculnya tradisi mengoleksi mainan. Dunia koleksi mainan rupanya tidak saja dilakukan dan dikuasai oleh anakanak, tetapi juga orang dewasa, tidak saja perempuan namun juga sejumlah pria turut melakukannya. Perasaan yang sangat cinta ini menyebabkan sejumlah terobosan yang menarik. Hingga muncul pemaparan bahwa para seniman dan mainan seperti keping mata uang. Secara psikologis, seniman memang dibekali oleh semangat bermain. Ia dianggap sebagai homo ludens, makhluk yang senang bermain. Oleh sebab itu, semangat bermainnya menghasilkan wujud fisik bernama seni. Sampai sekarang muncul asumsi bahwa karya seni adalah ujud dari pola permainan dan waktu luang
99
mereka (Susanto: 2008). Menurut Cecile & Michele (1984: 58) boneka merupakan karya seni tiruan dari banyak benda keras ,karena kemajuan nya dalam meniru banyak benda keras, boneka lebih dikenal sebagai seni patung lunak sehingga dalam membuatnyapun kini tak hanya sebagai tiruan suatu benda namun dapat menghadirkan gagasan masing-masing senimannya. Begitu pula Menurut Susanto (2012: 370) boneka juga sudah diartikan sebagai seni patung lunak ,yang merupakan karya patung yang dimasa lampau penyelesaiannya menggunakan material keras mengalami eksplorasi yang memungkinkan material lunak
untuk membuatnya
,diantaranya seniman yang telah popular membuat boneka ialah, Robet Morris, Dorothea Tanning,Claes Oldenburg.
Gambar 4.26 Boneka karya Cecille Perra Berjudul Look at Me (Foto: Untari, 2016)
100
Gambar 4.27 Bone5ka karya Samsul Arifin berjudul Lakon Seni Rupa (Foto: Untari, 2016)
Setelah materi kreasi boneka selesai diberikan kepada siswa, guru meminta siswa duduk secara berkelompok, berdiskusi dan berkonsultasi boneka seperti apa yang akan dibuat, serta bahan-bahan yang akan digunakan dan dibawa pada pertemuan selanjutnya. Bahan – bahan dikelola berkelompok namun dalam proses membuatnya tetap secara individu. Sesuai dengan model pembelajaran yang telah ditetapkan, seperti yang disampaikan Kemdikbud (2014: 9) peran guru dalam model ini hanya sebagai fasilitator, pelatih, penasehat, dan perantara untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan daya imajinasi, kreasi dan inovasi dari peserta didik Lay out kelaspun dapat berubah-ubah dengan teori, diskusi kelompok, tugas mandiri dan presentasi sehingga suasana belajar tidak monoton dan menyenangkan.
101
Dalam setiap proses pembuatan kreasi boneka, siswa diminta untuk tetap duduk berkelompok meskipun pembuatan secara individu. Hal tersebut bertujuan agar guru mudah untuk membimbing dan memberi konsultasi, siswa pun dapat mudah saling memberi pengarahan kepada teman yang mengalami kesulitan. Pemilihan duduk berkelompok nampak membuat situasi kelas kondusif dan siswa lebih nyaman dan antusias dengan duduk bekelompok karena setiap pelajaran lain sudah duduk secara monoton. Dengan duduk berkelompok antar siswa dapat saling belajar, belajar antar teman lebih disukai siswa karena terkadang ada siswa yang sungkan bertanya pada guru. Kondisi seperti itu akan mempermudah komunikasi antar peserta didik dan dengan guru akan berjalan baik dan proses pembelajaran semakin kondusif. Paparan diatas didukung dengan pendapat bahwa pembelajaran sebagai suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mendukung dan mempengaruhi terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal (Aunurrahman, 2009: 34) serta pendapat pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses komunikasi antara peserta didik dengan pendidik serta antar peserta didik dalam rangka perubahan sikap (Suherman dalam Jihad & Haris, 2013: 11). Sehingga langkah yang dipaparkan diatas merupakan langkah yang sangatlah tepat dalam pembelajaran. Pada tiap pertemuan guru tidak hanya menjelaskan, tanya jawab dan diskusi saja namun juga mendemonstrasikan. Karena penjelasan yang disertai demonstrasi akan lebih jelas dan mudah dipahami siswa dibanding dengan penjelasan saja. Saat mendemonstrasikan guru pun turut melibatkan beberapa siswa. Saat guru menjelaskan dan mendemonstrasikan siswa antusias dan tak sabar mempraktekannya bahkan beberapa siswa ada langsung mencoba mempraktekan. Paparan tersebut sesuai yang disampaikan Anitah (2009: 110) metode tersebut tergolong dalam metode demonstrasi dan eksperimen, kedua metode tersebut memiliki beberapa kelebihan dibanding metode yang lain, yaitu kelebihan demontrasi dan eksperimen ialah
102
perhatian peserta didik dapat dipusatkan dan pokok bahasan yang dianggap penting oleh guru dapat diartikan seperlunya, dapat mengurangi kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi sekiranya peserta didik hendak mencoba mempelajari suatu proses dari buku bacaan, beberapa persoalan yang belum dimengerti ditanyakan langsung saat proses itu ditunjukan sehingga pertanyaan terjawab dengan jelas, peserta didik dapat terlibat aktif bila demontrasi dilajutkan dengan eksperimen, peserta didik dapat membuktikan teori-teori yang pernah diterima, mendapatkan kesempatan berfikir ilmiah, peserta didik aktif mengalami sendiri. Guru tidak menggunakan satu metode dan satu media saja, seperti yang telah dipaparkan diatas guru menggunakan metode dan media yang bervariasi. Penggunaan media dan metode yang tidak monoton dan lebih bervariasi seingga pemahaman siswa pun menjadi semakin jelas sehingga dalam prakteknya pun siswa tidak mengalami banyak kesulitan. Paparan tersebut sesuai dengan paparan menurut Atwi Suparman dalam Anitah (2009: 20) implikasi prinsip keempat yaitu pembelajaran perlu diperkaya dengan berbagai contoh. Penerapan tentang apa yang dipelajari menggunakan berbagai media atau metode secara bervariasi,sehingga peserta didik diharapkan mampu mentransfer pengetahuan serta ketrampilan atau sikap dalam memecahkan masalah hidup. Diperkuat dengan paparan Rusman (2011: 78) karena siswa memiliki interest yang sangat heterogen, idealnya seorang guru harus menggunakan multi metode, yaitu memvariasikan penggunaan metode pembelajaran di dalam kelas. Hal tersebut guna menjembatani kebutuhan siswa dan menghindari kejenuhan yang dialami siswa.
103
Gambar.4.28 Guru menjelaskan dan mendemontrasikan membuat desain boneka (Foto : Olga Rindang Amesti, 2016)
Gambar 4.29 Guru menjelaskan dan mendemonstrasikan teknik kreasi boneka (Foto : Olga Rindang Amesti, 2016)
104
. Gambar 4.30 Siswa berdikusi mengenai desain dan bahan (Foto : Olga Rindang Amesti, 2016)
Setelah itu guru mendemonstrasikan langsung membuat desain boneka. Kemudian meminta siswa menggambar desain boneka, desain dibuat diatas kertas gambar A4. Guru memberi penjelasan bahwa boneka yang dibuat tidak boleh mencotoh dan tidak membuat boneka dengan bentuk tokoh kartun ataupun boneka yang sudah ada. Boneka yang dibuat adalah boneka yang di desain dengan ide dan kreativitas siswa sendiri. Proses tersebut tepat dan selaras dengan materi sehingga kreativitas yang muncul pun akan beragam dan berbeda-beda karena setiap siswa akan menghasilkan karya yang memiliki karakter serta kreasi yang berbeda-beda. Hal itu akan menunjukan bahwa boneka bukan merupakan sekedar tiruan dari objek lain melainkan hasil ide, ekspresi dan kreasi. Paparan tersebut didukung dengan pernyataan Rubrum (1982: 61) berpendapat boneka ialah tiruan yang mayoritas berbentuk tokoh ,namun memungkinkan juga dalam bentuk lain bahkan rumit dan
105
abstrak yang setiap detailnya memunculkan ciri masing-masing yang berbeda dan kehadiranya mampu memunculkan khayalan dan kenangan tersendiri ,oleh karena perkembangannya boneka sering disebut sebagai seni patung lunak. Dalam proses membuat desain guru mendampingi langsung dan siswa diperkenankan berkonsultasi agar desain dikerjakan tidak terlalu rumit sehingga kelak dalam membuat boneka tidak banyak mengalami kesulitan. Desain diselesaikan dengan teknik kering yaitu dengan pensil warna. Pertemuan pertama diakhiri dengan guru mengevaluasi dan merefleksikan proses pada pertemuan pertama dengan berdiskusi
bersama
siswa.
Kemudian
guru
memberi
tugas
siswa
untuk
menyelesaiakan desain dirumah dan dikumpulkan pada pertemuan selanjutnya. Guru juga memberitahu siswa untuk membawa peralatan yang akan digunakan pada pertemuan selanjutnya.
Gambar.4.31 Siswa membuat desain boneka (Foto : Olga Rindang Amesti, 2016)
. Pertemuan kedua proses pembelajaran dimulai dengan guru menyapa siswa dengan mengucapkan salam pembuka, kemudian dilanjutkan dengan memeriksa
106
kehadiran siswa dan mengkondisikan siswa agar siap belajar, kemudian dilanjutkan dengan menyampaikan kembali penjelasan tentang kreasi boneka yang pada pertemuan pertama yaitu penjelasan materi kreasi boneka,alat dan bahan serta proses dalam pembuatannya. Guru menampilkan kembali contoh-contoh referensi karya, hal ini diharapkan agar siswa dapat mengingat kembali proses serta hasil karya kreasi boneka. Setelah itu guru meminta siswa duduk berkelompok dan menunjukan tugas desain boneka yang pada pertemuan sebelumnya diharuskan untuk diseleaikan dirumah. Guru mengecek sekaligus memberikann konsultasi desain boneka pada siswa. Dengan proses tersebut siswa lebih paham dengan boneka yang akan mereka buat. Selanjutnya guru menjelaskan kembali langkah awal proses membuat kreasi boneka dan barulah siswa mulai mempraktekannya.
Gambar 4.32 Siswa konsultasi mengenai desain (Foto : Olga Rindang Amesti, 2016)
107
Gambar 4.33 Siswa langsung mencoba mempraktekan (Foto : Olga Rindang Amesti, 2016)
Karena sangat antusiasnya sebelum diminta guru siswa
sudah mencoba
langsung. Hal tersebut menunjukan keberhasilan model pembelajaran Proyek Based Learning yang serasi untuk materi ini. Pendapat itu sesuai yang disampaikan Yonathan & PPPP Seni dan Budaya (2015: 37) bahwa dengan model pembelajaran Proyek Based Learning mampu meningkatkan antusiame untuk belajar .Proses awal yaitu membuat gambar pola boneka. Proses membuat pola, siswa dibebaskan untuk memilih cara membuat pola dapat dengan cara membuat terlebih dahulu gambar pola pada kertas, membuat gambar pola pada kain atau dapat juga langsung menggunting membentuk bagaian boneka.
108
Gambar. 4.34 Siswa membuat gambar pola pada kertas (Foto : Olga Rindang Amesti ,2016)
Gambar. 4.35 Siswa membuat gambar pola langsung pada kain (Foto : Olga Rindang Amesti ,2016)
109
Gambar 4.36 Siswa langsung menggunting kain tanpa gambar pola (Foto : Olga Rindang Amesti ,2016)
Gambar 4.37 Siswa selalu membawa desain boneka dalam setiap proses (Foto : Olga Rindang Amesti, 2016)
110
Pemberian kebebasan pada siswa untuk memilih teknik merupakan langkah yang tepat karena tiap siswa memilki bentuk dan karakter boneka yang berbeda. Sehingga teknik yang diperlukanpun berbeda agar bentuk yang diinginkan tercapai dengan teknik masing-masing atau bahkan tak menutup kemungkinan teknik baru yang siswa temukan. Hal tersebut sesuai yang disampaikan Perry (1984: 79) bahwa tidak semua boneka membutuhkan tahap membuat pola pada kertas, tergantung dengan boneka yang akan diciptakan apakah memerlukan perhitungan bentuk dan ukuran yang pasti ataukah bersifat bebas. Begitu pula dengan pendapat Rubrum (1982: 62) boneka dibuat berawal dari gambar yang bersumber dari imajinasi sehingga bentuknya pun bebas dan terkadang tak beraturan sehingga pemilihan teknik pola pun tak dipakemkan tak perlu selalu dengan pola pada kertas namun dapat pola pada kain. Begitupula tiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda, sehingga dengan langkah diatas siswa dapat memilih sendiri teknik yang sesuai dengan begitu siswa lebih leluasa untuk menggali dan bahkan menemukan kemungkinankemungkinan baru dalam proses. Langkah tersebut nampak telah memperhitungan model pembelajaran yang dari awal sudah dipilih. Paparan tersebut diperkuat dengan pendapat Kemdikbud (2014: 9) mengingat masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, maka pembelajaran berbasis proyek memberikan kesempatan kepada para peser didik untuk menggali konten (materi) dengan menggunaka berbagai cara yang bermakna bagi dirinya dan melakukan eksperiman secara kolaboratif. Selanjutnya setelah pola sudah siap maka kain siap dipotong langkah ini berlaku pada cara membuat pola dengan menggambar terlebih dahulu. Kain dipotong lebih besar 1 cm dari garis pola ,hal tersebut agar saat menjahit siswa tidak kesulitan dan hasilnya nanti tidak akan merubah ukuran. Berbeda jika dibuat tepat pada garis pola maka hasilnya boneka akan lebih kecil dari ukuran yang diinginkan.
111
Gambar 4.38 Siswa memotong kain (Foto : Olga Rindang Amesti , 2016)
Setelah dipotong sesuai pola maka kainpun siap dijahit. Dalam proses menjahit guru membebaskan siswa untuk memilih jenis dan warna benang dan jenis jarum pun menyesuaikan jenis benang yang akan dipilih. Benang yang dipakai benang jahit dan benang wol tak menutup kemungkinan menggunakan jenis benang lain. Sebelum menjahit, guru menjelaskan dan mendemonstrasikan jenis– jenis tusuk jahitan seperti yang telah dipaparkan diawal pertemuan. Proses tersebut diikuti dengan siswa langsung mencoba sambil memperhatikan guru, karena jenis-jenis tusuk dapat digunakan untuk menghias boneka guru meminta siswa benar-benar memperhatikan agar setelah boneka siap dihias siswa dapat juga menerapkannya. Guru pun tak mengharuskan siswa hanya mengetahui jenis tusuk dari apa yang guru sampaikan melaikan guru membebaskan berbagai sumber sebagai referensi dalam berkarya. Ada dua jenis menjahit kain hasil dari pola yaitu jahitan yang nampak dari luar dan jahitan yang tidak nampak. Untuk jahitan agar tidak nampak maka usai menjahit sisi harus dibalik, dan sebelum menjahit sisi yang nanti ada
112
didalam di arahkan keluar sedangkan sisi yang nantinya diluar diarahkan kedalam. Dalam setiap proses pembuatan siswa diminta membawa desain yang telah dibuat agar siswa selalu ingat persis bentuk yang akan dibuat meskipun tetap akan tambahan nantinya.
Gambar 4.39 Kain yang telah dipotong sesuai pola (Foto : Olga Rindang Amesti , 2016)
Gambar 4.40 Siswa mulai memasukan benang pada jarum (Foto : Olga Rindang Amesti , 2016)
113
Gambar 4.41 Siswa menjahit kain yang telah dipotong (Foto : Olga Rindang Amesti, 2016)
Gambar 4.42 Siswa saling mengarahkan saat proses pembuatan (Foto : Olga Rindang Amesti, 2016)
114
Kain yang telah djahit siap untuk diisi dakron. Sebelum dakron dimasukan maka perlulah dakron direnggang-renggangkan seratnya agar tidak menggumpal Masukan Dakron pada hasill jaitan tadi dengan cara sedikit demi sedikit agar rata setiap bagian- bagiannya terisi
yang pojok-pojok sekalipun. Banyak sedikitnya
keperluan dakron tergantung dari ukuran bonekanya. Setelah boneka terisi penuh oleh dakron untuk menyempurnakan bentuk maka perlu sedikit ditekan–tekan perlahan dibagain tertentu yang kurang sesuai. Seperti yang Clark (1985: 13) tahap pengisian dakron dilakukan harus disesuaikan kepadatannya agar tercapai bentuk sesuai desain.
Gambar 4.43 Siswa mengisi hasil jahitan dengan dakron (Foto : Olga Rindang Amesti, 2016)
Pertemuan kedua ini diakhiri dengan evaluasi, refleksi serta mengingatkan kembali siswa agar menyiapkan bahan untuk pertemuan selanjutnya. Guru mengevaluasi proses pertemuan kedua dan menjelaskan simpulan hal-hal yang perlu dikoreksi agar dapat diperbaiki dipertemuan selanjutnya. Pertemuan ketiga diawali dengan salam pembuka dan mengabsen daftar kehadiran siswa. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan tanya jawab berkaitan dengan materi kreasi boneka. Dari
115
hasil tanya jawab tersebut guru mendapatkan kesimpulan bahwa secara umum siswa sudah
mempelajari
teknik-teknik
dipertemuan
sebelumnya,
guru
langsung
menyampaikan materi, tujuan pembelajaran hari itu yaitu menyatukan bagian-bagian dan memberi hiasan boneka. Selain itu, guru memberikan beberapa contoh kreasi boneka dan memutarkan kembali video tutorialnya,. Selanjutnya, guru sedikit mengulang kembali tentang kreasi boneka Pada pertemuan ini guru memperjelas kembali tentang evaluasi dan proses kreasi boneka di pertemuan sebelumnya dan menjelaskan kembali proses selanjutnya Proses selanjutnya, setelah sudah terisi dakron tiap-tiap bagiannya sudah siap untuk dirangkaikan. Bagian satu dengan yang lain disatukan dengan cara dijahit. Teknik jahit yang diterapkan sama seperti teknik jahit yang telah dijelaskan pada pertemuan sebelumnya. Guru menjelaskan sekaligus mendemonstrasikan dan siswa langsung mencontohnya. Bagian perbagian boneka disatukan satu persatu jika dirasa kurang padat dapat ditambahkan dakron sebelum jahitan tertutup rapat. Jahitanpun haruslah tertuutp rapat agar dakron tidak ada yang keluar
Gambar 4.44 Siswa menyatukan bagian satu dengan bagian yang lain (Foto : Olga Rindang Amesti, 2016)
116
Siswa yang mengalami kesulitan diminta berkonsultasi dengan guru dan dapat juga bertanya pada teman. Dalam setiap praktek guru membimbing langsung dan jika belum paham Guru akan memberikan contoh kembali. Langkah selanjutnya merupakan tahap terakhir dalam pembuatan kreasi boneka. Boneka yang telah disatukan tiap-tiap bagiannya dan telah menjadi boneka yang utuh maka boneka sudah siap untuk di beri hiasan. Menghias dan memberi detail boneka tak hanya dengan hiasan namun dapat juga menggunakan kain bekas dan benang yang disulam atau diterapkan kembali tusuk jahitan. Misalnya , ada yang membuat mata dengan mata boneka namun ada juga yang membuat mata dengan kain dan ada pula yang membuat mata dengan sulaman bahkan ada yang menggunakan kancing baju sebagai mata. Dalam pemakaian hiasan guru tidak membatasi siswa untuk memilih jenis hiasan namun guru menyarankan hiasan yang dimanfaatkan adalah hiasan bekas. Hiasan bekas seperti pernak-pernik pada boneka, tas, pakaian dan barang lain yang telah rusak atau yang tak terpakai, Sehingga siswa bebas untuk berkreasi dengan bahan apapun namun tetap dibawah konsultasi guru.
Gambar 4.45 Siswa membuat detai wajah boneka (Foto : Olga Rindang Amesti ,2016)
117
Gambar 4.46 Siswa memberi hiasan berupa pakaian dan rambut serta hiasan mata plastik (Foto : Olga Rindang Amesti ,2016)
Gambar 4.47 Siswa memberi detail menggunakan kain perca (Foto : Olga Rindang Amesti ,2016)
118
Gambar 4.48 Siswa membuat detail wajah dengan sulaman dan mote (Foto : Olga Rindang Amesti, 2016)
Pada akhir pertemuan ketiga, sekaligus merupakan akhir dari pembelajaran materi. Guru mengakhiri pembelajaran dengan berdiskusi bersama siswa untuk mengevaluasi proses dan hasil karya kreasi boneka. Situasi tersebut berjalan dengan santai dan akrab sehingga siswapun tidak malu-malu dan antusias untuk berdisksusi. Dari proses tersebut diketahuilah bahwa pemberian kebebasan dari guru untuk memilih dan menentukan sendiri teknik yang digunakan serta membuka kemungkinan sumber-sumber yang luas pada siswa berdampak positif dalam proses maupun karya. Maka dari itu hasil karya yang diperolah sangatlah vairatif dan banyak siswa dalam proses tidak mengalami kesulitan dan paham dengan teknik membuatnya sehingga tujuan pembelajaran pun tercapai. Seperti yang disampaikan
Atwi
Suparman dalam Anitah (2009: 23) implikasi prinsip kedua belas dalam pengembangan pembelajaran yaitu pemberian kemungkinan bagi peserta didik untuk memilih waktu, cara, dan sumber-sumber lain, disamping yang telah ditetapkan agar dapat
membuat dirinya mencapai tujuan pembelajaran. Dari paparan tersebut
119
diketahuilah dengan begitu siswa dapat berinteraksi langsung dengan sumber belajar maka
siswa
pun
akan
lebih
mudah
mengembangkan
pengetahuan
dan
ketrampilannya. Hal tersebut sesuai dengan modus pembelajaran langsung dalam Kurikulum
2013,
pembelajaran
langsung
adalah
pembelajaran
yang
mengembangakan pengetahuan, kemampuan berfikir dan ketrampilan menggunakan pengetahuan peserta didik melalui interaksi langsung dengan sumber belajar yang dirancang dalam silabus dan RPP. Usai pelajaran, guru meminta siswa mengumpulkan karya di ruang guru untuk proses penilaian. Beberapa karya yang terpilih akan disimpan untuk dokumentasi sekolah sedangkan yang lain setelah penilaian akan dikembalikan kembali pada siswa. Namun disayangkan selama ini guru hanya melakukan penyimpanan karya-karya siswa yang terpilih hanya dalam lemari miliknya disekolah karena pihak sekolah tidak menyediakan laboratorium seni rupa sehingga tak banyak yang didokumentasikan dan jika hanya disimpan dilemari karya tersebut akan cepat rusak. Dalam proses penilaian guru telah memiliki perangkat penilaian yang ditetapkan sebelumnya. Perangkat penilaian pada kurikulum ini dianggap kurang efisien untuk menilai karya siswa yang jumlahnya banyak dan waktu yang sedikit. Hal itu sangat dipengaruhi karena guru masih terbiasa dengan sistem penilaian pada kurikulum KTSP. Padahal dengan perangkat penilaian Kurikulum 2013 ini sebenernya lebih efisien dibanding kurikulum KTSP. Dimana dalam perangkat sudah terdapat lembar penilaian yang sudah jelas dan detail sehingga guru dapat langsung melakukan penilaian sesuai lembar yang telah direncanakan. Meskipun demikian guru tetap melakukan peniaian sesuai dengan Kurikulum 2013 melitputi nilai sikap, pengetahuan, ketrampilan. Pada aspek sikap, guru menilai dari pengamatan siswa dalam proses pembelajaran yang dicatat guru, namun yang dicatat hanya yang aktif, rajin, disiplin dan yang sebaliknya. Hal tersebut sesuai yang disampaikan Yonathan & PPPP Seni dan Budaya (2015:18) bahwa berkenaan dengan sikap siswa dan nilai
120
dalam KI-1 dan KI-2 dapat diketahui selama proses pembelajaran lebih tepatnya pada pembelajaran tidak langsung. Memang benar penilaian sikap dapat dilakukan dengan pengamatan atau observasi namun sayangnya guru tidak menggunakan perangkat yang telah mendetail. Guru menilai dan mencatat sikap tetap berdasarkan kriteria yang ditetapkan meskipun demikian penilain sikap tetap dinilai kurang baik karena kurang sesuai dengan yang telah ditetapkan. Seperti yang disampaikan Yonathan & PPPP Seni dan Budaya (2015: 100) bahwa penilaian sikap mestilah guru merancang lembar pengamatan sikap secara terperinci sesuai karakteristik proses pembelajaran agar dapat sebagai umpan balik dalam pembinaan. Penilaian tersebut tidak sedetail yang telah direncanakan dimana setiap anak memiliki catatan sikap yang mendetail. Aspek pengetahuan diambil guru tidak dari tes namun saat tanya jawab dikelas dan dilihat atau observasi dari proses pembuatan kreasi boneka serta tugas siswa mendesain boneka, hal itu dinilai sejauh mana siswa paham mengenai pengetahuan yang disampaikan guru. Dalam RPP untuk menilai pengetahuan guru sudah merencanakan tes tertulis namun pada prakteknya tidak dilaksanakan. Jika dilihat proses penilaian observasi dan penugasan sudah sesuai dengan Kurikulum 2013 yang menggunakan penilaian autentik. Guru melakukan observasi ketika terjadi diskusi dan guru pun menilai bagaimana siswa menyampaikan pendapat dan menjawab pertanyaan. Penilaian tugas pun sudah sesuai, tugas diberikan untuk dikerjakan dirumah sesuai dengan jenis tugasnya. Tugas desain boneka digunakan untuk nilai penugasan yang dikerjakan dirumah. Kedua penilaian pengetahuan tersebut dinilai berdasarkan indikator yang ditetapkan. Paparan tersebut sesuai dengan pendapat Yonathan & PPPP Seni dan Budaya (2015:106) dimana penilaian autentik dalam aspek pengetahuan dapat berupa tes tertulis, observasi dan penugasan. Penilaian memalui observasi dilakukakan saat diskusi dari situ guru dapat mengenal kemampuan peserta didik ,seperti saat mengungkapkan gagasan, dan saat menjawab pertanyaan. Sedangkan penugasan, penilaian dilakukan oleh guru dengan menilai
121
tugas yang dikerjakan dirumah. Dari paparan tersebut diketahuilah proses penilaian sudah sesuai dan tepat namun sayang tidak menggunakan format atau instrument lembar penilaian yang direncanakan. . Pada aspek ketrampilan guru hanya menilai secara menyeluruh pada tiap karya kemudian membandingkan antar karya lalu merankingnya barulah guru memberi nilai dengan tetap berpegang pada indikator. Hal itu berbeda dari perangkatnya penilaian ketrampilan yang ditetapkan pada RPP dimana terdapat penilaian yang mendetail pada setiap karya siswa meliputi penilaian praktik, proyek, produk dan portofolio. Maka dapat diketahui bahwa penilaian aspek ketrampilan pun juga belum sesuai dengan apa yang direncanakan. Diperkuat dengan pendapat Yonathan & PPPP Seni dan Budaya (2015:109) bahwa menurut penilaian authentik Kurikulum 2013 penilaian ketrampilan terdiri atas ketrampilan abstrak dan ketrampilan kongkret. Penilaian kompetensi ketrampilan dapat dilakukan dengan menggunakan: unjuk kerja/kinerja/praktik, proyek , produk dan portofolio. Memang
keberhasilan
proses
pembelajaran
ialah
tercapainya
tujuan
pembelajaran namun proses penilaianpun tak luput harus diperhatikan. Alangkah lebih baik jika penilaian secara professional sesuai dengan yang telah di rencanakan. Proses penilaian tersebut kurang memenuhi standart penilaian dalam Peratuaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia No.66 tahun 2013 (Kemdikbud, 2014:16) ialah pelaksanaan penilaian secara professional, terbuka, edukatif, efektif dan sesuai konteks social budaya, pelaporan hasil penilaian secara objektif, akutabel dan informative serta standar perencanaan penilaian sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai berdasarkan prisnsip-prinsip penilaian. Jika dilakukan penilaian secara mendetail sesusai dengan apa yang telah direncanakan maka akan diperoleh hasil penilaian yang rinci dan jelas dan dapat diketahui mendetail pula mana yang perlu diperbaiki untuk mencapai kemajuan pembelajaran. Seperti yang disampaikan menurut Rusman (2011: 13) penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta
122
digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian pun harus dilakukan secara konsisten, sistematis dan terprogram. Berikut hasil penilaian guru meliputi 3 aspek yaitu sikap, pengetahuan dan ketrampilan
Tabel 4.1 Daftar nilai siswa
NO
Sikap
Pengetahuan
Ketrampilan
Nilai RataRata
Aspek Penilaian
Nama siswa
1
AJI RAIS PERMANA
78
75
75
76
2
ALIFIA SONIA PUTRI W
80
80
80
80
3
ARISKA PUTRI NURJANAH
85
77
81
81
4
AZHARUL JANNAH
78
80
83
80
5
BERLIANNI DEWI AGWILIAN
80
87
87
85
6
BERLINA CINDY ALVIANITA
83
80
81
81
7
BETTY RIA STEVANI
85
85
85
85
8
CHINDY CAESAR PERMATA S
80
80
83
81
9
EGARESWARA REFO W
85
85
85
85
10
FAHRIDZAL IDHAM HABIL
85
85
88
87
11
FANISYA FEBRITA
80
83
82
82
12
FANY ROHMAH PROBOSARI
80
82
81
81
13
FATHONI ARIO BASKARA
78
83
84
82
14
HANIFAH NUR ROCHMAH
80
80
84
81
15
IGA DESTYA PUTRI
80
80
82
81
16
INTANNIA INDAH PRABOWO
86
87
87
87
17
KARIN ARYA PRADIKA
80
80
80
80
18
LEJAR LAKSITO ADI
85
85
90
87
19
LUCIANO DANI ANDRIANO
75
77
78
77
20
MISSELINA MADYA GERDA
85
82
84
84
21
NOVITA HENDRA P
87
80
80
82
22
PRASETYO AZIZ MULYO
76
78
75
76
23
PRITHA MARSHA E
80
80
82
81
24
RADITYA ESHA WICAKSONO
80
80
80
80
123
25
SELVI SETIAWATI
82
78
78
79
26
SOFI NUR MEGARANI
85
80
82
82
27
TAHTA ARETA ZAMZAM
85
85
85
85
28
TAHTA LAKSANA DEWA
80
80
80
80
29
ULFA RIZQI PUTRI
75
77
77
76
30
WARDHANI ERA SARTENE
87
85
87
86
Hasil penilaian tersebut dapat untuk mengetahui hasil klasifikasi capaian dari prosentase nilai rata-rata asek pengetahuan, sikap dan ketrampilan, berikut hasil klasifikasi beserta prosentase nilai rata-rata,
Tabel 4.2 Klasifikasi nilai rata-rata Klasifikasi
Rentang Nilai
Capaian
Prosentase Nilai Rata-Rata
Baik
85-90
27%
Cukup Baik
80-84
55%
Kurang Baik
75-79
18%
Dari klasifikasi tersebut dapat dinyatakan bahwa tujuan pembelajaran materi kreasi boneka telah tercapai dengan baik. Dengan siswa yang masuk dalam klasifikasi baik 27% dan cukup baik 55%, klasifikasi kurang baik hanya 18% dan tidak ada siswa yang memperoleh nilai dibawah 75 yang merupakan batas tuntas. Sudah semakin jelas bahwa tidak ada siswa yang tidak tuntas dan siswa yang mengusai materi dengan cukup dan baik telah lebih dari setengah dari total siswa yaitu mencapai total 82%. Paparan dikripsi dan pembahasan proses pelaksanaan pembelajaran materi kreasi boneka tersebut nampak semakin jelas bahwa siswa antusias dalam berproses dalam pembelajaran dan kreatifitas siswa pun semakin terpacu sehingga hasil karya dan nilai siswa yang dicapai memuaskan. Hal itu tak luput dari materi yang menarik
124
dengan media, metode dan model pembelajaran yang sesuai dan mendukung jalannya proses pembelajaran meskipun masih ada beberapa sedikit kekurangan dan hambatan didalamnya.
C. Deskripsi dan Pembahasan Bentuk Karya Kreasi Boneka Siswa Kelas XI IPS 4 SMA Negeri 6 Surakarta Karya yang didiskripsikan dan dibahas oleh penulis berdasarkan hasil penilaian aspek ketrampilan guru. Penilaian aspek ketrampilan yang dinilai guru dari hasil karya kreasi boneka. Guru mengklasifikasikan hasil penilaian dalam karya yang baik, cukup baik dan kurang baik. Berikut tabel klasifikasi hasil penilaian aspek ketrampilan,
Tabel 4.3 Klasifikasi nilai aspek ketrampilan
Klasifikasi Baik Nama Siswa
Kurang
Cukup Nilai (85-90)
Nama Siswa
Nilai (80-84)
Nama Siswa
Nilai ( 75-79)
AJI RAIS P PRASETYO AZIZ
75 75
EGARESWARA RW BETTY RIA S
85 85
ALIFIA SONIA P
KARIN ARYA
80 80
TAHTA ARETA BERLIANNI DEWI A
85 86
NOVITA HENDRA P RADITYA ESHA W
80 80
ULFA RIZQI P LUCIANO DANI
77 78
WARDHANI ERA S
87
TAHTA LAKSANA D
80
SELVI S
78
INTANNIA INDAH
87
BERLINA CINDY A
81
FAHRIDZAL I.H
88
FANY ROHMAH P
81
LEJAR LAKSITO A
90
ARISKA PUTRI N
81
FANISYA FEBRITA
82
SOFI NUR M
82
IGA DESTYA PUTRI
82
PRITHA MARSHA E
82
AZHARUL JANNAH
83
125
CHINDY CAESAR P S
83
FATHONI ARIO B
84
MISSELINA MADYA
84
HANIFAH NUR R
84
Siswa SMA Negeri 6 Surakarta kelas XI IPS 4 berjumlah 30 siswa maka penulis menentukan untuk mengambil sampel berjumlah 9 siswa yang terdiri dari 3 siswa tiap klasifikasinya. Sampel klasifikasi baik yaitu Lejar Laksito Adi, Wardhani Era S, Betty Ria Stevani ,klasifikasi cukup baik yaitu Fathoni Ario B ,Fanisya Febrita ,Novita Hendra P dan klasifikasi kurang baik yaitu Selvi Setiawati,Ulfa Rizqi Putri, Aji Raiz Permana. Berikut dikripsi dan pembahasannya,
1. Kreasi Boneka Karya Lejar Laksito Adi
Gambar 4.49 Kreasi boneka karya Lejar Laksito Adi (Foto : Olga Rindang Amesti, 2016)
126
Kreasi boneka tersebut adalah karya Lejar Laksito Adi. Bagian Boneka ini memiliki perbandingan panjang kaki, tangan dan tubuh yang seimbang,kepala boneka ini digantikan dengan televisi. Kaki dan tangan boneka ini hadir tanpa telapak tangan dan kaki. Warna yang ada dalam boneka ini ialah warna biru dan kuning muda yang lembut dengan perpaduan warna hitam dan putih. Pada baju
terdapat warna biru
keabuan dan kuning muda yang lembut membentuk garis-garis, pada celana terdapat motif dengan warna hitam dan putih serta pada televise hanya ada warrna hitam dan putih. Boneka ini tak sepenuhnya terisi dakron namun dicampur dengan kain perca kecil. Selain pakaian bekas boneka ini juga memanfaatkan kardus bekas. Boneka ini mengenakan baju dan celana lengkap dengan slayer pada leher. Kreasi boneka karya Lejar terbilang lebih berani dalam eksplorasi bahan dan ide. Bentuk boneka karya Lejar sangat menarik dengan boneka siswa lain. Ide Lejar untuk membuat boneka berkepala televisi tidak bertelapak tangan dan tidak bertelapak kaki menambah makna dan unsur lain dibanding boneka lain. Menurut Lejar boneka ini merupakan salah satu figur yang sering ia tampilkan saat ia membuat graffiti. Lejar memang sudah lama bergabung dengan salah satu kelompok grafiti di Surakarta. Berdasarkan pendapat Lejar boneka ini memiliki makna tersendiri imajinasi Lejar mengenai manusia yang terkuasai duniawi dan teknologi dan melupakan jatidirinya maka Lejar membuat boneka yang seolah-olah pakaian dan celana yang melayang tanpa raganya dan kepala yang digantikan dengan televisi. Pernyataan tersebut didukung pendapat Cecile & Michele (1984: 58) boneka merupakan karya seni tiruan dari banyak benda keras, karena kemajuan nya dalam meniru banyak benda keras, boneka lebih dikenal sebagai seni patung lunak sehingga dalam membuatnyapun kini tak hanya sebagai tiruan suatu benda namun dapat menghadirkan gagasan masing-masing senimannya. Dari pemaparan tersebut diketahui pulalah bahwa karya ini karya yang kreatif dan memiliki orginalitas yang tinggi. Paparan tersebut didukung dengan pernyataan Bangun (2000:27) penilaian orisinalitas merupakan instrument penilaian kritis yang
127
menjelaskan ide karya yakni dengan mengindentifikasikan masalah artistik yang akan dipecahkan, apa fungsi seni, tujuan seni, serta ada tidaknya makna inovasi ekspresi sertistik ataupun akselerasi tekniknya. Ditambah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988: 465) kreatif bersifat daya cipta atau pekerjaan yang menghendaki kecerdasan dan imaginasi. Karya tersebut memenuhi standart kreasi yang dipaparakan Tabrani (2006 :258-260) meliputi ciri iseng, ciri kebaruan, ciri kelayakan estetis. Pemanfaatan kardus bekas
merupakan bahan keramemang
terbilang tidak tepat jika didekatkan dengan bahan kain yang tidak keras. Namun Lejar berhasil merangkaikan bentuk televisi dengan bagian tubuh lain yang sengaja di buat nampak tidak terlalu lentur namun lebih nampak kaku. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Murtihadi & Gunarto (1982: 43) masalah bahan atau material erat kaitanya dengan desain. Untuk memperoleh hasil yang baik, maka waktu membuat desain harus disesuaikan dengan sifat dan karakter bahan . Bahan merupakan pelengkap awal perwujudan karya. Hal tersebut dipengaruhi oleh isian boneka yang tidak hanya menggunakan dakron saja namun Lejar berinisiatif untuk mencampur dengan potongan kecil kain penrca untuk menciptakan bentuk agak kaku. Seperti halnya yang dipaparkan Rubrum (1982: 61) bahwa pengisian boneka tidak hanya dengan dakron atau polyester melainkan dapat dengan ,katun, perca tua, atau kapuk, namun jangan meggunakan karet busa untuk mengisinya. Didukung yang disampaikan Clark (1985: 13) tahap pengisian dakron dilakukan harus disesuaikan kepadatannya agar tercapai bentuk sesuai desain. Hal tersebut pun didukung sengan jahitan yang baik sehingga dakron atau isian dalam boneka tidak keluar sehingga bentuk tidak berubah dan sesuai yang diinginkan. Seperti yang dipaparkan Clark (1985:29) jahitan yang baik adalah kecil dan padat sehingga dapat tertutup rapat dan isian pun tidak keluar. Warna, bahan dan bentuk yang dipilihnya pun terbilang selaras tidak adanya mengganggu perhatian tiap unsurnya saling mendukung. Menurut Murtihadi & Gunarto (1982: 65) keselarasan adalah penyesuaian dari unsur-unsur diantaranya
128
keadaan yang ekstrim dan tidak ekstrim atau antara bentuk yang serasi dengan yang tidak serasi. Proporsinya pun ideal antara bagian satu dengan bagian yang lain seimbang namun tidak monoton dan menarik tanpa menimbulkan sesuatu yang mengganjal dan berlebihan. Seperti yang disampaikan Murtihadi & Gunarto (1982: 67) proporsi ialah dalam mengatur proporsi yang sesuai seringkali dihadapkan masalah yang harus diatasi yaitu, bagaimana menempatkan unsur-unsur agar menarik, bagaimana cara menentukan ukuran dan bentuk secara tepat, bagaimana menerapkan unsur-unsur supaya selaras dan seimbang. Sehingga klimaksnya pun tercapai dengan baik yaitu bagian kepala yang sudah dirancang sebagai pusat perhatian didukung dengan unsur-unsur lain yang mendukung kepala sebagai pusat perhatiannya. Menurut Murtihadi & Gunarto (1982: 70) klimaks dapat terjadi jika, mengelompokan obyek-obyek tertentu, menggunakan kontes warna, menerapkan suatu unsur yang kecil tetapi memiliki pengaruh besar tehadap keluasan, membuat latar belakang yang sederhana disekeliling obyek, menempatakan sesuatu yang lain dalam penyusunan unsur tersebut, sehingga timbul sesuatu yang merupakan klimaks. Warna-warna yang dipilihpun memiliki kekontrasan sehingga menambah kesan dinamis namun karena perhitungan yang baik karya ini tidak menimbulkan kontras yang berlebihan. Hal tersebut sesuai dengan paparan bahwa kontras ialah penggunaan unsur-unsur yang saling menunjukan perlawanan dengan kontras keadaan akan menjadi tidak teralu polos dan statis dan menunjukan bentuk dinamis, kekontrasan dapat berupa warna dan unsur lain. Penggunaan unsur-unsur yang kontras akan kelihatan hidup dan bervariasi. Namun kekontrasan itu harus diatur dengan penuh perhitungan, sehingga tidak terdapat kejanggalan dan ketidak tepatan. (Murtihadi & Gunarto,1982: 68). Dari pemaparan tersebut diketahuilah bahwa karya tersebut juga memiliki kesatuan yang baik unsur-unsur yang berbeda dapat disatukan dengan baik tanpa ada yang mencolok yang berlebihan setiap unsurnya sehingga dan bentuk serta maksud dari karya ini pun dapat terwujud
129
dengan baik. Karena kesatuan ialah penggabungan unsur-unsur sagar saling mengisi dan melengkapi dan tidak terlihat penonjolan yang mencolok dari setiap unsur. Kebulatan unsur-unsur yang disusun menjadi satu harus betul-betul selaras, seimbang dan mengandung irama tertentu sesuai peranan dan fungsi yang dimaksud, dan meskipun ada unsur yang kontras namun harus dengan ukuranukuran tertentu dan seimbang. Murtihadi & Gunarto,1982: 67). Namun sayang perekatan kepala dengan bagian badan kurang erat sehingga mudah terlepas sehingga hal tersebut sedikit mengurangi teknis. Jika dievaluasi dengan karya siswa lain karya ini terbilang yang paling kreatif dan baik.
2. Kreasi Boneka Karya Wardhani Era Sartene
Gambar 4.50 Kreasi boneka karya Wardhani Era Sartene (Foto : Olga Rindang Amesti, 2016)
130
Kreasi Boneka terseut merupakan karya Wardhani Era Sartene. Boneka tersebut memiliki warna merah, biru, kuning ,hitam dan putih. Warna merah terdapat pada tubuh boneka dan warna putih ada pada wajah boneka, dan warna biru pada baju dan kuning pada celana. Kepala dan badan memiliki ukuran yang lebih besar dibanding tangan, kaki, serta tanduk yang kecil di atas kepala. Pada bagian wajah terdapat mata dari kancing bekas dan hidung dari sulaman serta mulut
dari kain yang
berwarna merah berukuran besar hampir setengah dari wajah. Teknik jaihitan menggunakan jahitan nampak dari luar dan jahitan yang tak nampak dari luar. Untuk benang yang nampak dari luar, pada bagian wajah menggunakan benang warna putih, pada bagian tanduk, dan bagian baju dan celana menggunakan benang berwarnya oranye. Pada baju ditambah hiasan berupa kancing bekas yang disusun vertical tepat ditengah. Boneka ini memiliki bentuk menggembung secara keseluruhan. Boneka karya Wardhani ini merupakan hasil imajinasinya sendiri. Menurutnya bentuk tersebut hasil Wardhani mengimajinasikan alien. Pernyataan tersebut didukung pendapat Cecile & Michele (1984: 58) boneka merupakan karya seni tiruan dari banyak benda keras ,karena kemajuan nya dalam meniru banyak benda keras, boneka lebih dikenal sebagai seni patung lunak sehingga dalam membuatnyapun kini tak hanya sebagai tiruan suatu benda namun dapat menghadirkan gagasan masing-masing senimannya. Ekspresi bonekapun telah didesain Wardani dengan ekspresi ceria. Figur boneka yang ditampilkan menampilkan ekspresi ceria nampak dari mulut lebar seolah boneka itu sedang tertawa lebar. Dapat diketahui karya ini karya yang kreatif dan memiliki orginalitas yang baik. Paparan tersebut didukung dengan pernyataan Bangun (2000:27) penilaian orisinalitas merupakan instrument penilaian kritis yang menjelaskan ide karya yakni dengan mengindentifikasikan masalah artistik yang akan dipecahkan, apa fungsi seni, tujuan seni, serta ada tidaknya makna inovasi ekspresi sertistik ataupun akselerasi tekniknya. Ditambah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
131
(1988: 465) kreatif bersifat daya cipta atau pekerjaan yang menghendaki kecerdasan dan imaginasi. Teknik jahitannya pun baik karena Wardhani berani dan cukup berhasil menerapkan dua teknik jahitan
yang nampak dan tak nampak dari luar
memadukannya dengan selaras. Jahitan yang nampak dari luar Wardhani menerapkannya pada baju dan celana, sesuai yang diinginkan Wardhani teknik itu dipilih untuk menonjolkan pakaian dan membedakan jahitan pada tubuh boneka. Hal tersebut baik sehingga nampak jelas antara pakaian dan tubuh boneka meskipun jahitan berbeda namun tetap selaras. Menurut Murtihadi & Gunarto (1982: 65) keselarasan adalah penyesuaian dari unsur-unsur diantaranya keadaan yang ekstrim dan tidak ekstrim atau antara bentuk yang serasi dengan yang tidak serasi. Boneka ini sudah konsisten dengan pilihan warna-warana yang dipadukan kontras dengan perhitungan yang baik tiap warnanya. Kekontrasan ini menimbul daya tarik sendiri pada boneka ini. Kontras ialah penggunaan unsur-unsur yang saling menunjukan perlawanan . dengan kontras keadaan akan menjadi tidak teralu polos dan statis dan menunjukan bentuk dinamis,kekontrasan dapat berupa warna dan unsur lain. Penggunaan unsur-unsur yang kontras akan kelihatan hidup dan bervariasi. Namun kekontrasan itu harus diatur dengan penuh perhitungan, sehingga tidak terdapat kejanggalan dan ketidak tepatan. (Murtihadi & Gunarto,1982: 68) namun sayang pemilihan benang yang nampak dari luar ada yang kurang mendukung hal tersebut, seperti nampak pada jahitan pada wajah, dan pada batas celana dan baju. Pada wajah yang kainya berwanrna putih Wardhani juga menggunakan warna putih juga, padahal jika menggunakan warna lain akan menambah daya tarik dan menambah fungsi jahitan selain melekatkan dapat menghias. Pada batas baju dan celana menggunakan benang berwana oranye padahal celananya berwana kuning, kedua warna itu memiliki tingkat warna yang dekat dan kurang kontras. Sehingga jahitan yang nampak luar lebih menonjol pada baju dan tanduk boneka.
132
Namun demikian unsur-unsur yang berbeda dapat menyatu dan menimbulkan karya yang dinamis. Karena kesatuan merupakan penggabungan unsur-unsur sagar saling mengisi dan melengkapi dan tidak terlihat penonjolan yang mencolok dari setiap unsur. Kebulatan unsur-unsur yang disusun menjadi satu harus betul-betul selaras, seimbang dan mengandung irama tertentu sesuai peranan dan fungsi yang dimaksud, dan meskipun ada unsur yang kontras namun harus dengan ukuranukuran tertentu dan seimbang (Murtihadi & Gunarto,1982: 67).Melihat secara keseluruhan meskipun warna-warna yang kontras namun dengan perpaduan ukuran dan pertimbangan yang matang karya ini terbilang keseimbangan informil. Karena keseimbangan tersembunyi atau balance informal ialah bentuk keseimbangan yang pengaturan unsur-unsurnya tidak sama antara satu dengan yang lain. Keseimbangan ini keadaanya lebih unik dan rumit dibandingkan keseimbangan sederhana. (Murtihadi & Gunarto,1982: 67). Sesuai yang Wardhani inginkan, Boneka yang diciptakan dengan bentuk menggembung secara keseluruhan. Teknik Wardhani dalam mengisikan dakron sudah baik karena boneka sudah membentuk sesuai yang ia rencanakan sebelumnya. Hal tersebut didukung dengan jahitannya yang baik pula sehingga dakron tidak ada yang keluar. Seperti yang disampaikan Clark (1985: 13) tahap pengisian dakron dilakukan harus disesuaikan kepadatannya agar tercapai bentuk sesuai desain. Jahitan yang baik pada boneka inipun mendukung terbentuknya bentuk yang sesuai karena dakron dalam boneka tidak keluar. Sesuai yang dipaparkan Clark (1985:29) jahitan yang baik adalah kecil dan padat sehingga dapat tertutup rapat dan isian pun tidak keluar. .
133
3. Kreasi Boneka Karya Betty Ria Stevani
Gambar 4.51 Kreasi boneka karya Betty Ria Stevani (Foto : Olga Rindang Amesti, 2016)
Kreasi Boneka tersebut merupakan karya siswa yang bernama Betty Ria Stevani. Boneka ini ingin menunjukan figur boneka berpenampilan dengan pakaian lengkap dengan aksesoris kalung dan perona pipi dan bibir yang merah. Warna boneka ini didominasi dengan warna putih dan hijau, dilengkapi warna kuning, merah , dan hitam namun. Warna putih digunakan unnutk seluruh tubuh boneka ini sedangkan warna hijau terletak pada pakaian. Warna kuning yang sedikit terletak pada hiasan pakaian bonka dan warna hitam terletak ikat pinggang dan manik-manik pada kalung serta ada pada mata boneka. Warna merah pada boneka ini terletak pada bbir dan perona pipi boneka .Selain pakaian bekas Betty juga memanfaatkan gelang, tali tas serta manik-manik bekas. Pada bagian mata, Betty menggunaka bahan yang
134
berbeda yaitu kertas yang telah digambari bentuk mata. Selain itu untuk perona pipi , Betty menggunakan crayon berwarna merah muda yang didusel tipis sebagai perona pipi. Boneka ini
cenderung memiliki tubuh dan kepala yang memiliki ukuran
mencolok dibanding ukuran bagian lain yang jauh lebih kecil. Tangan yang kecil diikuti dengan kaki yang kecil hingga tertutup pakaian dan hidung serta telinga yang kecil. Karya Betty ini merupakan karya yang kreatif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988: 465) kreatif bersifat daya cipta atau pekerjaan yang menghendaki kecerdasan dan imaginasi. Ide bentuk dalam membuat boneka tersebut tergolong kreatif karena ide tersebut lahir dari imajinasi Betty sendiri. Menurut Betty ia ingin menunjukan ekspresi dalam imajinasinya mengenai figur dengan karakter dirinya sendiri dalam sebuah boneka. Sosok Betty yang sengat memperhatikan penampilan dan kecentilannya cukup berhasil hadir dalam boneka yang ia ciptakan. Begitu pula menurut Rubrum (1982:61) untuk menciptakan sebuah boneka , ide dapat diperoleh dengan imajinasi dalam membayangkan orang atau tipe seseorang lengkap dengan ciri-cri orang tersebut. Dengan demikian karya Betty memiliki tingkat originalitas yang baik.Paparan tersebut didukung dengan pernyataan Bangun (2000:27) penilaian orisinalitas merupakan instrument penilaian kritis yang menjelaskan ide karya yakni dengan mengindentifikasikan masalah artistik yang akan dipecahkan, apa fungsi seni, tujuan seni, serta ada tidaknya makna inovasi ekspresi sertistik ataupun akselerasi tekniknya. Pemilihan kain terlihat menarik namun sayang saat melihat perhatian akan mengarah pada aksen pada baju boneka yang berwarna kuning yang terbilang mencolok dibanding warna lainya. Warna kuning merupakan warna panas dibandingkan warna hijau dan putih yang merupakan warna dingin. Warna dominan yang hadir adalah warna dingin yang kurang sesuai dipadukan dengan warna panas yang hanya kecil. Sesuai dengan penjelasan Murtihadi & Gunarto (1982: 42) bahwa warna yang ada pada pelangi, terdapat deret warna-warna yang panas hingga dingin
135
atau sejuk, dimana warna kuning termasuk warna panas serta hijau dan putih tergolong dingin. Dari paparan tersebut diketahui bahwa klimaks karya ini tertuju pada aksen kuning pada pakaian boneka. Sesuai yang disampaikan (Murtihadi & Gunarto,1982: 73) klimaks dapat terjadi jika, mengelompokan obyek-obyek tertentu, menggunakan kontes warna, menerapkan suatu unsur yang kecil tetapi memiliki pengaruh besar tehadap keluasan, membuat latar belakang yang sederhana disekeliling obyek, menempatakan sesuatu yang lain dalam penyusunan unsur tersebut, sehingga timbul sesuatu yang merupakan klimaks. Hanya aksen kuning itu saja yang mengganggu, padahal untuk keseimbangan ,kesatuan dan keselarasan karya ini sudah cukup baik. Seperti pemaparan bahwa keseimbangan merupakan penyusunan unsur-unsur dengan komposisi yang seimbang. Keseimbangan dapat diperoleh dengan pengelompokan bentuk dan warna maupun unsur lain disekitar titik pusat . Kesatuan adalah penggabungan unsur-unsur sagar saling mengisi dan melengkapi dan tidak terlihat penonjolan yang mencolok dari setiap unsur. Keselarasan adalah penyesuaian dari unsur-unsur diantaranya keadaan yang ekstrim dan tidak ekstrim atau antara bentuk yang serasi dengan yang tidak serasi. (Murtihadi & Gunarto,1982: 60-67 ). Pengisian dakron pada boneka ini hanya cukup baik saja karena antara badan dengan kepala kurang seimbang karena kepala lebih kurang terisi dibanding dengan badan yang sangat padat. Hal itu menyebabkan bentuk kepala lebih pipih dibanding badan dimana hal itu tak sesuai dengan bentuk yang inginkan. Seperti yang disampaikan Clark (1985: 13) tahap pengisian dakron dilakukan harus disesuaikan kepadatannya agar tercapai bentuk sesuai desain. Jahitan yang baik pada boneka inipun mendukung terbentuknya bentuk yang sesuai karena dakron dalam boneka tidak keluar. Seperti yang dipaparkan Clark (1985:29) jahitan yang baik adalah kecil dan padat sehingga dapat tertutup rapat dan isian pun tidak keluar. Karya kreasi boneka Betty terbilang berani menerapkan aksen-aksen tambahan. Pakaian boneka yang diberi aksen kuning dan ikat pinggang yang diberi hiasan manik cukup
136
meramaikan aksen ditambah lagi hiasan kalung boneka. Untuk bibir boneka betty menerapkan jahitan dengan benang merah agar garis dapat terbentuk jelas ,dan bagian pipi boneka inipun diberi crayon tipis yang telah di dusel sehingga seolah boneka wajahnya dirias. Pemberian hiasan pada boneka ini dari pakaian, wajah boneka hinngga akeseoris boneka berhasil mendukung untuk mewujudkan karakter yang ingin dimunculkan Betty. Clark (1985) Bahwa teknik menghias atau dekorasi boneka akan menambah keindahan penampilan
dan menimbulkan ciri-ciri khusus pada
boneka. Boneka ini cukup baik namun alangkah baiknya jika mata boneka tidak hanya dari kertas yang digambar mata lalu ditempelkan karna terlihat tidak selaras dan aksen warna kuning dapat diganti atau dihilangkan maka akan menjadi lebih baik. Dari paparan diatas dapat diketahui bahwa karya Betty dapat dikatakan baik , Betty dapat menuangkan ide dan kreasi dengan baik, teknik yang dikuasai pun baik namun dalam menerapkan unsur dan prinsip seni rupa hanya cukup baik.
\
137
4. Kreasi Boneka Karya Fathoni Ario Baskara
Gambar 4.52 Kreasi boneka karya Fathoni Ario Baskara (Foto : Olga Rindang Amesti, 2016)
Kreasi Boneka karya Fathoni Ario Baskara ini memiliki bentuk tubuh yang pendek dengan kaki dan tangan juga pendek, kiri dan kanan kepala terdapat bentuk rambut dan lengkap dengan sepasang telinga tak ketinggalan pula ekor dibagian belakang. Pada bagian wajah Ario menggunakan tusuk jahitan untuk membuat detail wajah. Boneka ini juga dilengkapi dengan baju dengan bertulisakn nama Ario yang terbuat dari nama dada yang ada diseragam bekas miliknya. Rambut dikepala di sengaja dibuat nampak kaku maka Ario menggunakan spon hati untuk membuanya. Karya Ario dari bentuknya nampak jelas terinspirasi dari bentuk hewan singa namun tak mencontoh persis bentuk singa . Ario berhasil menciptakan bentuk hewan
138
yang menyeramkan menjadi bentuk boneka yang lucu dan jauh dari kata seram namun Ario masih terpengaruh bentuk boneka singa yang sudah ada. Dari yang disampaikan Ario, boneka ini merupakan singa yang hadir menjadi figure pemain bola dengan kaos tim berwarna merah. Ario memang hobi sepak bola dan ia juga sebagai suporter dari Persis Solo yang disebut Pasopati yang identik dengan warna merah. Dari desain boneka yang ia buat, boneka di gambarkan sedang bermain bola. Figur singa ia hadirkan mewakili sosok jagoan dan ahli bermain bola seperti halnya singa sebagai raja hutan. Kaos yang dikenakan singapun bertuliskan nama Ario semakin jelas bahwa ia berimajinasi singa itu adalah dirinya yang menjadi jagoan pemain bola yang di kelompok sepak bola favoritnya. Begitu pula menurut Rubrum (1982:61) untuk menciptakan sebuah boneka , ide dapat diperoleh dengan imajinasi dalam membayangkan orang atau tipe seseorang lengkap dengan ciri-cri orang tersebut. Ario cukup berhasil menuangkan imajinasinya dalam sebuah boneka sehingga karya boneka tersebut dinilai cukup kreatif dan memiliki originalitas yang cukup baik. Pendapat tersebut didukung oleh pendapat Bangun (2000 :27) penilaian originalitas ialah instrument penilaian kritis yang menjelaskan ide karya yakni dengan mengindentifikasikan masalah artistik yang akan dipecahkan , apa fungsi seni, tujuan seni, serta ada tidaknya makna inovasi ekspresi sertistik ataupun akselerasi tekniknya. Ditambah dengan yang terpapar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988: 465) yang dapat dikatakan kreatif ialah yang bersifat daya cipta atau pekerjaan yang menghendaki kecerdasan dan imaginasi Salain pakaian bekas Ario juga memanfaatkan spon hati dibagian rambut ekor dan rambut kepala ,sehingga rambut singa seolah-olah terus berdiri tegak menjadi figur singa yang pemberani. Identitas nama Ario pun dimunculkan dengan memasangkan bekas nama dada baju seragam miiknya pada baju boneka . Pemanfaatan tepat dua material yang berbeda tersebut menambah menarik karya tersebut serta karater boneka yang Ario buat hasilnya sesuai dengan apa yang ia
139
inginkan. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Murtihadi & Gunarto ( 1982: 43) masalah bahan atau material erat kaitanya dengan desain. Untuk memperoleh hasil yang baik, maka waktu membuat desain harus disesuaikan dengan sifat dan karakter bahan . Bahan merupakan pelengkap awal perwujudan karya. Sehingga pemilihan bahan tepat akan menciptakan wujud karya sesuai apa yang diinginkan. Proporsi dalam karya ini terbilang baik unsur-unsur dalam boneka ini diolah sesuai porsi yang tepat sehingga tidak menimbulkan kejanggalan. Sesuai dengan pemaparan Murtihadi & Gunarto (1982: 70) dalam mengatur proporsi yang sesuai seringkali dihadapkan masalah yang harus diatasi yaitu, bagaimana menempatkan unsur-unsur agar menarik, bagaimana cara menentukan ukuran dan bentuk secara tepat, bagaimana menerapkan unsur-unsur supaya selaras dan seimbang. Warna pada boneka ini memunculkan warna kontras antara merah dan putih yang dominan hal itu memunculkan sifat dinamis namun sayang antara putih dan merah kurang ada warna penetral yang mendekatkan sehingga muncul kontras yang berlebih. Karena kontras merupakan penggunaan unsur-unsur yang saling menunjukan perlawanan . dengan kontras keadaan akan menjadi tidak teralu polos dan statis dan menunjukan bentuk dinamis, kekontrasan dapat berupa warna dan unsur lain. Penggunaan unsur-unsur yang kontras akan kelihatan hidup dan bervariasi. Namun kekontrasan itu harus diatur dengan penuh perhitungan, sehingga tidak terdapat kejanggalan dan ketidak tepatan. (Murtihadi & Gunarto,1982: 68) Dari pemaparan tersebut dapat dilihat bahwa klimaks yang tertangkap adalah baju berwarna merah yang lebih mencolok dibanding unsur lain dalam karya ini. Sesuai yang dipaparkan (Murtihadi & Gunarto,1982: 73) klimaks dapat terjadi jika, mengelompokan obyek-obyek tertentu, menggunakan kontes warna, menerapkan suatu unsur yang kecil tetapi memiliki pengaruh besar tehadap keluasan, membuat latar belakang yang sederhana disekeliling obyek, menempatakan sesuatu yang lain dalam penyusunan unsur tersebut,
sehingga timbul sesuatu yang merupakan
klimaks. Namun demikian karya ini memiliki keseimbangan yang terbilang
140
tersembunyi. Walaupun unsur kontras namun jika dilihat nampak seimbang Keseimbangan tersembunyi atau balance informal ialah bentuk keseimbangan yang pengaturan unsur-unsurnya tidak sama antara satu dengan yang lain. Keseimbangan ini keadaanya lebih unik dan rumit dibandingkan keseimbangan sederhana (Murtihadi & Gunarto,1982: 67). Karya ini pun memiliki keselarasan yang baik, tiap unsur dalam boneka ini meskipun berbeda dan kontras namun nampak selaras. Karena keselarasan merupakan penyesuaian dari unsur-unsur diantaranya keadaan yang ekstrim dan tidak ekstrim atau antara bentuk yang serasi dengan yang tidak serasi (Murtihadi & Gunarto,1982: 65) Pengisian dakron pada boneka ini terbilang rata dan padat sesuai dengan bentuk singa yang Ario inginkan. Seperti yang disampaikan (1985: 13) tahap pengisian dakron dilakukan harus disesuaikan kepadatannya agar tercapai bentuk sesuai desain. Jahitan yang baik pada boneka inipun mendukung terbentuknya bentuk yang sesuai karena dakron dalam boneka tidak keluar. Sesuai yang dipaparkan Clark (1985:29) jahitan yang baik adalah kecil dan padat sehingga dapat tertutup rapat dan isian pun tidak keluar. Namun sayang aksen detail pada wajah hanya digunakan dengan teknik sulam saja alangkah baiknya jika ditambah material lain agar menabah daya tarik boneka. Hal tersebut didukung dengan pendapat Clark (1985) bahwa teknik menghias atau dekorasi boneka akan menambah keindahan penampilan dan menimbulkan ciri-ciri khusus pada boneka.
141
5.
Kreasi Boneka Karya Fanisya Febrita
Gambar 4.53 Kreasi boneka karya Fanisya Febrita (Foto : Olga Rindang Amesti, 2016)
Kreasi boneka tersebut merupakan karya siswa yang bernama Fanisya Febrita. Warna dalam karya ini adalah hijau, kuning, oranye, merah muda , merah, hitam dan putih.Warna hijau mendominasi boneka ini karena warna hijau terletak pada badan sekaligus menjadi kepalanya yang berbentuk lingkaran yang besar dibanding bagian lain. Pada kaki nampak warna oranye dan terdapat motif kartun dengan warna hitam, kuning, merah. Boneka ini memiliki bagian kepala yang sekaligus menjadi badan dilengkapi tangan dan kaki. Wajah boneka terdapat mata sebesar hampir setengah dari wajah boneka. Sepasang kaki dan tangan Boneka ini menggunakan teknik jahit yang nampak dan tidak nampak dari luar. Fanisya menghias boneka dengan jenis tusuk jelujur dan veston dan menggunakan mata
142
plastik. Ukuran sepasang tangan dan kaki antara kiri dan kanan sama dan sama pula penyusunannya. Menurut penuturan Fanisya ini merupakan imajinasinya mengenai makhluk luar angkasa. Namun Fanisya juga terinspirasi bentuk tokoh kartun yang memiliki satu mata seperti kartun Minion Jika melihat hasilnya maka banyak perubahan dalam bentuk tidak persis dengan tokoh kartun tersebut. Ide Fanisya cukup barhasil melahirkan figure baru yang berbeda namun saat melihat karya itu masih terkesan identik dengan tokoh kartun tersebut sederhana dan menarik
sangat
karena memang bentuk yang
mudah terekam dalam pikiran. Maka dapat
diketahui karya ini memiliki orginalitas ide yang cukup baik . Cecile & Michele (1984: 58) boneka merupakan karya seni tiruan dari banyak benda keras ,karena kemajuan nya dalam meniru banyak benda keras, boneka lebih dikenal sebagai seni patung lunak sehingga dalam membuatnyapun kini tak hanya sebagai tiruan suatu benda namun dapat menghadirkan gagasan masing-masing senimannya. Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa karya Fanisya memiliki ide kreatif dan original yang cukup baik Bangun (2000:27) penilaian orisinalitas merupakan instrument penilaian kritis yang menjelaskan ide karya
yakni dengan
mengindentifikasikan masalah artistik yang akan dipecahkan, apa fungsi seni, tujuan seni, serta ada tidaknya makna inovasi ekspresi sertistik ataupun akselerasi tekniknya. Warna yang dipilih Fanisya adalah warna-warna yang mencolok. Kekontrasan itu sebenarnya dapat menimbulakan daya tarik tersendiri jika diperhitungan dengan baik. Penyusuan warna kuning dan hijau pada bagian utama merupakan penyusunan yag menghasilkan kontas yang menarik. antara warna hijau yang dominan dan kuning sebagai mata tepat dibagian tengah. Kontras ialah penggunaan unsur-unsur yang saling menunjukan perlawanan dengan kontras keadaan akan menjadi tidak teralu polos dan statis dan menunjukan bentuk dinamis,kekontrasan dapat berupa warna dan unsur lain (Murtihadi & Gunarto,1982: 68). Jika melihat bagain badan
143
tersebut dengan antara hijau dan kuning dibagian tengah.. Karena hijau meruapakan warna dingin dan kuning merupakan warna panas kedua warna tersebut dibadikan menjadi kekontrasan yang menambah daya tarik. Sesuai dpenjelasan Murtihadi & Gunarto ( 1982: 42 ) bahwa warna yang ada pada pealangi, terdapat deret warnawarna yang panas hingga dingin atau sejuk, dimana warna kuning termasuk warna panas serta hijau dan putih tergolong dingin. Penyusunan bagian inti yang tepat sehingga dapat terciptakan boneka dengan klimaks atau pusat perhatian sesuai yang diinginkan yaitu mata. Warna tersebut dipadukan menjadi perpaduan yang unik dan menarik Namun sayangnya kehadiran kaki boneka yang menggunakan warna oranye yan motif lebih cerah dan mencolok ditambah dengan adanya motif pada kaki tersebut nampak tak selaras dengan bagian-bagian lain sehingga pusat perhatian yang seharunya pada mata pun menjadi terganggu. Dari paparan tersebut walaupun kaki tak mendominasi namun malah bisa juga menjadi pusat perhatian, karena hal tersebut menghadirkan kontes warna, menerapkan suatu unsur yang kecil tetapi pengaruh besar terhadap keluasan, menetapkan sesuatu yang lain dalam penyusunan unsur tersebut yang dapat menghasilkan klimaks atau pusat perhatian (Murtihadi & Gunarto,1982: 73) Pada bagian kaki dan tangan antara kiri dan kanan memiliki ukuran, bentuk, dan jarak penempatanya sama. dan telah diperhitungkan. Hal tersebut menimbulkan keseimbangan.
Keseimbangan
tersebut
tegolong
keseimbangan
sederhana.
Kesimbangan sederhana atau balance formil yaitu peyusunan unsur-unsur yang masing-maisng memiliki daya tarik yang sama. Unsur yang bobotnya sama, pengaturan ditempatkan pada jarak yang sama (Murtihadi & Gunarto,1982: 67). Namun untuk unsur warna antara kaki dan tangan saling berlawanan karena pada tangan berwarna merah muda lembut dan kaki berwarna oranye yang mencolok dan bermotif. Hal tersebut membuat keseimbangan sederhana tadi seolah-olah menjadi sedikit muncul. Melihat utuh boneka tersebut seolah bagian kaki memisah dan tak
144
memiliki unsur kesatuan dengan bagian yang lain. Padahal jika melihat bagian lain karya ini memiliki kesatuan yang baik. Kesatuan merupakan penggabungan unsurunsur sagar saling mengisi dan melengkapi dan tidak terlihat penonjolan yang mencolok dari setiap unsur. Kebulatan unsur-unsur yang disusun menjadi satu harus betul-betul selaras, seimbang dan mengandung irama tertentu sesuai peranan dan fungsi yang dimaksud, dan meskipun ada unsur yang kontras namun harus dengan ukuran-ukuran tertentu dan seimbang (Murtihadi & Gunarto,1982: 67 ). Maka dari itu pula karya ini memiliki proposi yang cukup baik saja. Bagian –bagian boneka ini memiliki unsur-unsur yang telah dipertimbangkan dengan baik meskipun unsur itu berbeda namun hanya disayangkan hanya pada bagian kaki tidak ada unsur yang mengimbangi proposi kaki yang memiliki unsur yang lebih mencolok, Dalam mengatur proporsi yang sesuai seringkali dihadapkan masalah yang harus diatasi yaitu, bagaimana menempatkan unsur-unsur agar menarik, bagaimana cara menentukan ukuran dan bentuk secara tepat, bagaimana menerapkan unsur-unsur supaya selaras dan seimbang (Murtihadi & Gunarto ,1982: 70) Teknik jahit yang terapkan variatif dan terkuasai dengan baik. Boneka ini menerapkan jahitan sebagai perekat kain dan penghias. Tusuk jelujur dan veston nampak serasi menghiasi boneka sehingga dapat menambah kuat ciri dan karakter boneka. Namun sayang teknik yang digunakan kurang inovatif. Maka dapat dikatakan teknik menghias boneka ini cukup baik. Hal tersebut didukung dengan pendapat Clark (1985) bahwa teknik menghias atau dekorasi boneka akan menambah keindahan penampilan dan menimbulkan ciri-ciri khusus pada boneka. Pada mata dan bibir menggunakan tusuk jelujur dan veston pada jarak badan dengan kaki maupun tangan. Pemilihan warna benang hitam dan merah nampak sudah sesuai karena merah hanya digunakan pada bibir saja dan pada bagian lain dengan warna hitam yang dapat mudah dipadukan dengan warna lain. Tidak hanya dengan menghias dengan jahitan namun Fanisya menggunkan mata plastik untuk
145
bagian inti mata. Penempatan dan pemilihannya nampak sesuai dan serasi dipadukan dengan bagian mata dari kain.. Teknik pengisian dakron sudah terbilang cukup baik .Fanisya sebenarnya ingin bentuk badan yang padat dan kaki serta tangan yang tidak padat untuk meimbulkan kesan lentur. Namun hasilnya pada bagian badan Fanisya kurang padat dan kurang merata sehingga hanya bagian tertentu saja yang padat. Hal itu menyebabkan bentuk yang dicapai kurang sesuai dengan yang diinginkan. Seperti yang disampaikan Clark (1985: 13) tahap pengisian dakron dilakukan harus disesuaikan kepadatannya agar tercapai bentuk sesuai yang diinginkan. Namun karena Jahitan Fanisya sudah baik maka bentuk dari boneka ini masih dapat tercipta dengan cukup baik.
6. Kreasi Boneka Karya Novita Hendra Putri
Gambar 4.54 Kreasi boneka karya Novita Hendra Putri (Foto : Olga Rindang Amesti, 2016)
146
Kreasi Boneka tersebut merupaka karya siswa yang bernama Novita Hendra Putri. Karya ini bagiannya terdiri dari kepala, sepasang telinga,sepasang sayang , dan badan. Wajah boneka ini terdapat sepasang mata yang besar, hidung yang panjang dan besar, mulut yang kecil dan pada wajah diberi aksen hiasan dari kain berwarna hitam yang disusun dengan jarak sama. Warna pada boneka ini ialah warna kuning, hitam, biru tua dan muda, abu-abu muda, orangye, merah muda, coklat. Warna kuning dan oranye mendominasi pada boneka ini karena terletak pada kepala,telinga, leher, badan , dan sayap. Warna abu-abu muda hanya pada hidung. Warna biru muda dan tua hanya ada pada sepasang sayap. Warna merah muda terdapat pada mulut dan pada badan, pada mulu merah mudanya lebih cerah sedangkan pada badan lebih gelap. Kepala berbentuk bulat dengan badan lebih lonjong dan memanjang. Sepasang sayap dan telinga yang keduanya memiliki bentuk dan ukuran yang sama persis. Pada bagian badan diberi hiasan kancing bekas yang terbuat dari kayu. Mata boneka ini berasal dari mata plastik dan kain. Teknik jahit yang digunakan hanya teknik jahit yang tidak nampak dari luar.Isian dakron antara bagian kepala dan badan lebih menggembung dan padat pada bagian badan. Menurut penjelasan Novita, boneka ini hasil imajinasinya mengenai monster kupu-kupu. Novita tidak mencontoh tokoh kartun atau boneka yang sudah ada. Novita hanya mengambil bentuk hewan kupu-kupu terlihat dari badan dan sayapnya selebih banyak gagasan dari dirinya dalam menciptakan bentuk boneka ini. Dalam imajinasinya monster kupu-kupu ini memiliki kepala macam, hidung gajah, namun badan dan sayapnya tetap kupu-kupu. Perpaduan ini terbilang unik, monter kupu-kupu yang Novita ciptakan jauh dari kata seram sesuai dengan yang dirancangnya monter yang ia desain adalah monster lucu dan unik. Dengan begitu Novita dapat dikatakan berhasil menuangkan idenya dalam karya boneka tersebut. Pernyataan tersebut didukung pendapat Cecile & Michele (1984: 58) Boneka
147
merupakan karya seni tiruan dari banyak benda keras ,karena kemajuan nya dalam meniru banyak benda keras, boneka lebih dikenal sebagai seni patung lunak sehingga dalam membuatnyapun kini tak hanya sebagai tiruan suatu benda namun dapat menghadirkan gagasan masing-masing senimannya. Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa karya ini memiliki ide kreatif dan original yang cukup baik Bangun (2000:27) penilaian orisinalitas merupakan instrument penilaian kritis yang menjelaskan ide karya yakni dengan mengindentifikasikan masalah artistik yang akan dipecahkan, apa fungsi seni, tujuan seni, serta ada tidaknya makna inovasi ekspresi sertistik ataupun akselerasi tekniknya. Teknik jahit yang dterapkan Novita kurang bervariasi ia hanya menerapkan jahitan yang tidak nampak dari luar yang berfungsi merekatkan dua sisi kain saja . Namun jahitan Novita terbilang cukup baik, karena dakron tidak ada yang keluar dari dalam boneka. Seperti yang disampaikan Clark (1985: 13) tahap pengisian dakron dilakukan harus disesuaikan kepadatannya agar tercapai bentuk sesuai desain. Jahitan yang baik pada boneka inipun mendukung terbentuknya bentuk yang sesuai karena dakron dalam boneka tidak keluar. Sesuai yang dipaparkan Clark (1985:29) jahitan yang baik adalah kecil dan padat sehingga dapat tertutup rapat dan isian pun tidak keluar. Novita mengisikan dakron dengn bagian yang lebih padat pada bagian badan saja dan bagian kepala tidak begitu padat agar lebih nampak pipih
untuk
mengimbangi sayap boneka ini. Sehingga boneka lebih nampak seimbang meskipun bentuk dan warnanya berbeda. Menurut Murtihadi & Gunarto ( 1982: 67 ) hal tersebut tergolong dalam keseimbangan tersembunyi atau balance informal ialah bentuk keseimbangan yang pengaturan unsur-unsurnya tidak sama antara satu dengan yang lain. Keseimbangan ini keadaanya lebih unik dan rumit dibandingkan keseimbangan sederhana. Namun disayangkan tenik jahit tidak berperan dalam menghias padahal yang digunaka
Novita dalam menghias dominan dari kain.
Novita tidak menjahit kain untuk hiasan namun hanya menempel saja padahal jika
148
bahan kain hanya ditempel dengan lem , kerekatan lem pada kain tidak bertahan lama Sepasang telinga dan sepasang sayang tersebut memiliki ukuran dan jarak yang diperhitungkan agar seimbang. Keseimbangan tersebut tegolong keseimbangan sederhana. Kesimbangan sederhana atau balance formil yaitu peyusunan unsurunsur yang masing-maisng memiliki daya tarik yang sama. Unsur yang bobotnya sama, pengaturan ditempatkan pada jarak yang sama (Murtihadi & Gunarto,1982: 67 ) .Namun sayang rancangan Novita tersebut kurang sesuai hasilnya nampak pada sayap kanan boneka ini yang diletakan kurang sesuai dengan sayang kiri padahal ukuran dan bentuk sudah dibuat sama meskipun tak sama persis. Berbeda dengan telinga sudah disusun dengan baik. Warna yang dipilih terbilang mecolok karena warna yang mendominasi ialah warna kuning dan oranye, warna tersebut merupakan warna panas. . Sesuai dengan penjelasan Murtihadi & Gunarto ( 1982: 42 ) bahwa warna yang ada pada peangi, terdapat deret warna-warna yang panas hingga dingin atau sejuk, dimana warna kuning termasuk warna panas serta hijau dan putih tergolong dingin. Munculnya warna merah muda yang cerah dan gelap serta warna coklat muda tidak menganggu keselarasan warna yang telah mendominasi karena kedekatan akan tingkatan gradasi. Namun sedangkan munculnya warna biru tua dan tua serta abu-abu muda cerah pada sayang yang tergolong dalam warna dingin cukup mencuri perhatian karena kontras dengan warna panas yang mendominasi. . Kontras ialah penggunaan unsur-unsur yang saling menunjukan perlawanan . dengan kontras keadaan akan menjadi tidak teralu polos dan statis dan menunjukan bentuk dinamis,kekontrasan dapat berupa warna dan unsur lain (Murtihadi & Gunarto,1982: 68). Pada sayap dan hidung ini kontras yang terjadi berlebihan dan tidak sebanding sehingga pusat pehatian beralih pada hidung dan sayapnya. Dari paparan tersebut walaupun hidung dan sayap tak mendominasi namun malah menjadi pusat perhatian, karena hal tersebut menghadirkan kontes warna, menerapkan suatu unsur
149
yang kecil tetapi pengaruh besar terhadap keluasan, menetapkan sesuatu yang lain dalam penyusunan unsur tersebut yang dapat menghasilkan klimaks atau pusat perhatian (Murtihadi & Gunarto,1982: 73) Dalam bahan yang dipakai sudah baik mendukung terciptanya bentuk yang diiinginkan namun kurang variatif. Bahan yang dipakai ialah pakaian bekas, mata plastic, kancing bekas.,Seperti yang diinginkan Novita kepalanya ingin dibuang seperti kepala macan maka Novita menghias kepala dengan kain hitam sebagai motif kulit macan. Tak hanya itu Novita menghias badan boneka dengan kancing, hal itu cukup baik namun hiasan ini kurang mendukung dan menambah kuat karakter boneka. Hal tersebut didukung dengan pendapat Clark (1985) bahwa teknik menghias atau dekorasi boneka akan menambah keindahan penampilan dan menimbulkan ciri-ciri khusus pada boneka. Dari penjelasan tersebut diketahuilah bahwa karya tersebut tergolong karya boneka yang memiliki ide dan kreatifitas yang baik, namun teknik dan perenapan unsur dan prinsip seni rupa hanya cukup baik.
150
7. Kreasi Boneka Karya Selvi Setiawati
Gambar 4.55 Kreasi boneka karya Selvi Setiawati (Foto : Olga Rindang Amesti, 2016)
Kreasi boneka ini merupakan karya Selvi Setiawati. Boneka ini memiliki warna dominan putih dan dilengkapi dengan warna coklat tua, hitam dan hijau tua. Bagian boneka ini meliputi kepala dan badan saja. Warna putih ada pada topi, kepala, dan badan.. Bentuk kepala dan badan boneka ini memiliki bentuk yang sama yaitu bentuk bulat. Warna coklat tua ada pada rambut, mulut boneka dan warna hijau terletak pada syal serta warna hitam pada mata. Mata boneka terbuat dari hiasan mata plastik dan bagian mulut menggunkan sulaman benang. Pada bagian rambut dan syal menggunakan kain sama dengan bagian tubuhnya. Menurut Selvi ide dalam membuat karya ini terinspirasi dari bentuk boneka salju. Boneka salju yang ia ciptakan sudah diubah sesuai dengan imajinasinya. Selvi mengkombinasikan imajinasinya dengan bentuk boneka salju. Idenya berhasil ditampilkan namun cukup kreatif dan cukup original saja. Hal itu karena bentuk
151
karya masih cenderung mencontoh dibanding ide sendiri. Seperti halnya yang dipaparkan Bangun (2000:27) penilaian orisinalitas merupakan instrument penilaian kritis yang menjelaskan ide karya yakni dengan mengindentifikasikan masalah artistik yang akan dipecahkan, apa fungsi seni, tujuan seni, serta ada tidaknya makna inovasi ekspresi sertistik ataupun akselerasi tekniknya. Ditambah dengan yang terpapar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988: 465) yang dapat dikatakan kreatif ialah yang bersifat daya cipta atau pekerjaan yang menghendaki kecerdasan dan imaginasi. Warna pada boneka ini memunculkan warna-warna kontras. Kekontrasan tersebut ada yang menimbulkan dinamis namun ada yang menimbulkan kontras yang berlebihan. Kontras yang menimbulkan dinamis ialah pemmilihan warna rambut boneka yang menimbulkan kesan boneka tidak monoton dan lebih dinamis. Berbeda halnya, warna hijau pada syal boneka nampak menimbulkan kontras yang berlebih ditambah letak warna hijau yang ada ditengah menambah pusat perhatian pada syal berwarna hijau yang lebih mencolok dibanding yang lain. Lain halnya jika melihat warna topi yang berwarna putih sama dengan warna tubuh boneka ini memimbulkan kesan monoton dan tidak kontras sehingga antara kepala dengan topi tidak ada perbedaan yang mencolok. Alangkah lebih baik jika warna topi diberi warna yang kontras dengan kepala. Paparan tersebut didukung pendapat bahwa kontras ialah penggunaan unsurunsur yang saling menunjukan perlawanan dengan kontras keadaan akan menjadi tidak teralu polos dan statis dan menunjukan bentuk dinamis, kekontrasan dapat berupa warna dan unsur lain (Murtihadi & Gunarto,1982: 68). Meskipun syal tersebut kecil namun karna kehadirannya lebih mencolok dibanding yang lain, hal tersebut menghadirkan kontes warna, menerapkan suatu unsur yang kecil tetapi pengaruh besar terhadap keluasan, menetapkan sesuatu yang lain dalam penyusunan unsur tersebut yang dapat menghasilkan klimaks atau pusat perhatian (Murtihadi & Gunarto,1982: 73).
152
Teknik jahit Selvi dapat terbilang kurang baik. Hal itu karena yang digunakan dalam boneka ini terbilang sangat minim dan selain itu menempelkan dengan lem .Meskipun Selvi sudah menerapkan dua teknik jahit. Jahitan yang tidak nampak dari luar digunakan hanya pada pada topi dan jahitan yang nampak dari luar pada sisi diatas kepala dan untuk menyulam bentuk bibir boneka. Sulaman pada bibir boneka jelas nampak tidak rapi. Selain dari itu Selvi memilih untuk merekatkan dengan lem, seperti bagian rambut , syal dan topi pada kepala. Merekatkan dengan lem kurang baik dibanding dijahit, karena dengan lem akan mudah lepas. Dalam mengisikan dakron pada bonekapun Selvi cukup baik saja Karena kain yang dipilih kain yang sedikit transparan sehingga dakron yang kurang baik memasukannya nampak dari luar. Dakron masih nampak menggumpal dan tidak merata sehingga boneka kurang terbentuk dengan baik khususnya pada bagian badan tidak tercapai bulat yang diinginkan namun pada bagian lain sudah baik Seperti yang disampaikan Clark (1985: 13) tahap pengisian dakron dilakukan harus disesuaikan kepadatannya agar tercapai bentuk sesuai desain Boneka ini dihias dengan diberi rambut ,mata plastik, syal dan sulaman mulut. Mayoritas bahan tersebut berasal dari kain dan pembuatannya kurang optimal,. Seperti pada rambut yang hanya sedikit terdapat hanya dibagian depan saja penempelannya pun hanya dilem, selain itu pada syal pun juga dilem saja. Sulaman pada mulut nampak tidsk rapi sehingga bentuk mulut kurang baik. Cara menghias tersebut sudah cukup baik sehingga dapat cukup membentuk ciri. Meskipun begitu karya ini memiliki keselarasan yang cukup baik. Menurut Murtihadi & Gunarto (1982: 65) keselarasan adalah penyesuaian dari unsur-unsur diantaranya keadaan yang ekstrim dan tidak ekstrim atau antara bentuk yang serasi dengan yang tidak serasi. Proporsinya pun cukup ideal antara bagian satu dengan bagian yang lain seimbang namun tidak monoton dan menarik tanpa menimbulkan sesuatu yang mengganjal dan berlebihan. Seperti yang disampaikan Murtihadi & Gunarto (1982: 67) proporsi ialah dalam mengatur proporsi yang sesuai seringkali
153
dihadapkan masalah yang harus diatasi yaitu, bagaimana menempatkan unsur-unsur agar menarik, bagaimana cara menentukan ukuran dan bentuk secara tepat, bagaimana menerapkan unsur-unsur supaya selaras dan seimbang..Dan kesatuan dalam karya ini pun cukup baik Menurut Murtihadi & Gunarto (1982: 60) kesatuan merupakan penggabungan unsur-unsur sagar saling mengisi dan melengkapi dan tidak terlihat penonjolan yang mencolok dari setiap unsur. Kebulatan unsur-unsur yang disusun menjadi satu harus betul-betul selaras, seimbang dan mengandung irama tertentu sesuai peranan dan fungsi yang dimaksud, dan meskipun ada unsur yang kontras namun harus dengan ukuran-ukuran tertentu dan seimbang.
8.
Kreasi Boneka Karya Ulfa Rizqi Putri
Gambar 4.56 Kreasi Boneka Karya Ulfa Rizqi Putri (Foto : Olga Rindang Amesti, 2016)
154
Kreasi boneka tersebut merupakan karya siswa yang bernam Ulfa Rizqi Putri. Boneka ini memiliki warna putih, hijau, coklat, kuning, dan merah muda. Warna yang dominan dalam boneka ini adalah warna putih yang memiliki motif garis horizontal ,garis itu berwarna hijau, coklat dan hitam. Warrna kuning muncul pada benang yang digunakan pada boneka ini. Warna merah dan hitam dipadukan sebagai warna mata boneka ini. Bagian boneka ini terdiri dari kepala dan badan saja. Wajah boneka ini terdapat mata dan mulut. Boneka ini menggunakan jahitan yang nampak dari luar dan yang tidak nampak. Menurut Ulfa boneka ini merupakan hasil imajinasinya tentang burung hantu. Wardhani memang tidak mencontoh persis bentuk dari burung hantu. Ia menciptakan bentuk burung hantu sendiri berdasarkan imajinasinya.. Bentuk yang diciptakan jauh dari bentuk burung hantu. sehingga jika melihat boneka ini sulit diketahui bahwa Ulfa ingin menampilkan bentuk burung hantu. Hal itu terjadi karena boneka ini tidak memunculkan ciri-ciri dari burung hantu. Untuk memunculkan figur diinginkan perlu memunculkan pula ciri khasnya. Begitu pula menurut Rubrum (1982:61) untuk menciptakan sebuah boneka , ide dapat diperoleh dengan imajinasi dalam membayangkan orang atau tipe seseorang lengkap dengan ciri-cri orang tersebut. Dapat dikatakan ide Ulfa kurang sesuai karena kurang memunculkan ciri bentuk burung hantu sehingga publik sulit menangkap bentuk yang ciptakan. Ulfa berani menerapkan teknik jahit yang nampak dari luar dan yang tidak nampak dari luar. Hal tersebut baik, namun sayang Ulfa teknik menjahit kurang baik. Jahitan yang kurang rapi, besar dan kurang padat menyebabkan memungkinkan dakron dalam boneka dapat keluar. Seperti yang disampaikan Clark (1985:29) jahitan yang baik adalah kecil dan padat sehingga dapat tertutup rapat dan isian pun tidak keluar. Penggunaan benang kuning pada jahitan yang nampak dari luar kurang kontras karena mayoritas dan latar dari bagian yang dijahit adalah putih sehingga warna cerah bertemu dengan warna cerah kurang menimbulkan
155
perbedaan. Kontras ialah penggunaan unsur-unsur yang saling menunjukan perlawanan . dengan kontras keadaan akan menjadi tidak teralu polos dan statis dan menunjukan bentuk dinamis,kekontrasan dapat berupa warna dan unsur lain (Murtihadi & Gunarto,1982: 68). Berbeda saat melihat bagian mata warna merah muda sangat mencolok dibandingkan dengan warna yang lain, warna merah muda yang digunakan adalah warna merah muda yang mencolok sehingga memunculkan kekontrasan yang berlebih dibandingkan warna yang lain. Hal tersebut menyebabkan pusat perhatian berada pada mata pada bagian warna merah muda tersebut. Dari paparan tersebut walaupun mata tak mendominasi namun menjadi pusat perhatian, karena hal tersebut menghadirkan kontes warna, menerapkan suatu unsur yang kecil tetapi pengaruh besar terhadap keluasan, menetapkan sesuatu yang lain dalam penyusunan unsur tersebut yang dapat menghasilkan klimaks atau pusat perhatian (Murtihadi & Gunarto,1982: 73). Bentuk yang diciptakan Ulfa sangatlah sederhana karena hanya terdiri dari kepala dan badan saja namun dalam teknik pengisian dakron Ulfa dapat mengisikan dakron dengan baik. Hal itu menyebabkan boneka Ulfa dapat menggembung sesuai bentuk yang diinginkan. Namun dalam menghias boneka Ulfa terbilang kurang baik. Hiasan yang digunakan sangat minim dan membuat karakter boneka ini lemah. Hal ini pula yang menjadi penyebab kurang berhasilnya Ulfa memunculkan figure burung hantu. Menghias boneka dengan baik dapat menambah kuat ciri dan karakter boneka. Hal tersebut didukung dengan pendapat Clark (1985) bahwa teknik menghias atau dekorasi boneka akan menambah keindahan penampilan dan menimbulkan ciri-ciri khusus pada boneka. Menghias boneka secara minim dan boneka ini yang hanya terdiri dari kepala dan badan saja, hal tersebut menyababkan bentuk yang tak tercapai selain itu pula memunculkan tingkat kesulitan yang rendah dalam menciptakan boneka ini. Namun demikian karya ini memiliki keselarasan yang cukup baik. Menurut Murtihadi & Gunarto (1982: 65) keselarasan adalah
156
penyesuaian dari unsur-unsur diantaranya keadaan yang ekstrim dan tidak ekstrim atau antara bentuk yang serasi dengan yang tidak serasi.
9. Kreasi Boneka Karya Aji Rais Permana
Gambar 4.57 Kreasi Boneka Karya Aji Rais Permana (Foto : Olga Rindang Amesti, 2016)
Kreasi boneka tersebut merupakan karya Aji Rais Pemana. Boneka ini memiliki bagian kepala sekaligus menjadi badan, kaki dan sayap. Warna pada boneka ini hanya menggunkan dua warna yaitu warna abu-abu dan putih. Kaki sebelah kiri dan kanan memiliki bentuk yang berbeda begitu pula sayang kanan dan dan sayap kiri memiliki bentuk yang berbeda pula. Pada bagian kepala terdapat telinga kecil pada bagian ujung kiri dan kanan kepala.
157
Menurut paparan Aji boneka ini ingin menampilkan figur burung hantu. Ia banyak mencontoh bentuk boneka burung hantu yang sudah ada namun ia sudah memberi warna yang berbeda dan tidak memberi detail seperti yang ia contoh. Dari paparan tersebut diketahui bahwa ide dari boneka ini kurang kreasit dan tingkat originalitas yang kurang. Karena Aji banyak mencontoh dan hanya sedikit memberi gagasan dan sedikit imajinasi untuk merubahnya. Seperti halnya yang dipaparkan Bangun (2000:27) penilaian orisinalitas merupakan instrument penilaian kritis yang menjelaskan ide karya yakni dengan mengindentifikasikan masalah artistik yang akan dipecahkan, apa fungsi seni, tujuan seni, serta ada tidaknya makna inovasi ekspresi sertistik ataupun akselerasi tekniknya. Ditambah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988: 465) kreatif bersifat daya cipta atau pekerjaan yang menghendaki kecerdasan dan imaginasi. Warna boneka ini memiliki waarna yang dipadukan dengan baik tingkat kekontrasan yang tidak menonjol. Pemberian warna abu-abu dan putih yang seimbang dalam tiap bagian membuat karya ini nampak seimbang meskipun Sayap dan kaki sisi kanan dan kiri nampak tidak sama namun tertutup dengan waran abuabu dan putih yang berpadu dan lebih mayoritas memunculkan keseimbangan. Sehingga boneka lebih nampak seimbang meskipun ada bagian yang sisi kiri dan kanannya ada yang tak sama. Menurut Murtihadi & Gunarto (1982: 67) hal tersebut tergolong dalam keseimbangan tersembunyi atau balance informal ialah bentuk keseimbangan yang pengaturan unsur-unsurnya tidak sama antara satu dengan yang lain. Keseimbangan ini keadaanya lebih unik dan rumit dibandingkan keseimbangan sederhana. Namun karena tidak ada kekontrasan yang menambah kesan dinamis sehingga karya ini terkesan datar. Kontras ialah penggunaan unsurunsur yang saling menunjukan perlawanan . dengan kontras keadaan akan menjadi tidak teralu polos dan statis dan menunjukan bentuk dinamis,kekontrasan dapat berupa warna dan unsur lain (Murtihadi & Gunarto,1982: 68).
158
Aji menggunakan teknik menjahit yang tidak nampak dari luar. Namun hasilnya banyak jahitan yang nampak keluar. Hal tersebut disebabkan oleh jahitan Aji yang masih kurang rapi, kecil, padat dan kurang kencang sehitngga selain jahitan yang seharusnya tidak nampak menjadi nampak dari luar dan dakronpun dapat keluar. Jahitan Aji yang tidak rapi sangat mencolok kehadirannya karena benang yang digunakan adalah warna hitam yang sangat kontras dibanding warna lain yang cerah. Selain hal tersebut, kekontrasan berlebih nampak pula pada bagian mata yang hanya dilem dan bekas lem tersebut meninggalkan bekas warna kuning cerah. Letak kekontrasan berlebih pada boneka ini terletak padaa kekurangan boneka ini. Walaupun unsur kecil
namun
hal
itu mencolok
dapat
menjadi
pusat
perhatian.karena hal tersebut menghadirkan kontes warna, menerapkan suatu unsur yang kecil tetapi pengaruh besar terhadap keluasan, menetapkan sesuatu yang lain dalam penyusunan unsur tersebut yang dapat menghasilkan klimaks atau pusat perhatian (Murtihadi & Gunarto,1982: 73). Hal tersebut sedikit terimbangi dengan adanya potongan kain yang lain pada bagian tengah, namun sayangnya pula bagian tersebut juga dilem dan cara mengelem yang tidak rapi meninggalkan bekas yang mencolok. Sehingga yang menonjol dalam karya ini adalah bekas pengeleman dan jahitan yang tidak rapi. Aji sudah baik dalam mengisikan dakron sehingga semua bagian menggembung sesuai bentuk yang diinginkan. Boneka ini kurang memiliki karakter kuat dalam menampilkan figur burung hantu karena ciri dan karakter hanya ditampilkan dalam bagian tubuh seperti bentuk badan, hadirnya sayap dan bentuk mata. Samuel tidak menghias boneka ini dengan optimal, ia hanya memberi mata besar dari kain berwarna putih dan memberi kain putih pada kepala dan memberi potogan berbeda pada batas badan yang Aji maksud sebagai bulu dan kedua bagian itu direkatkan dengan dilem, pengeleman tersebut meninggalkan bekas yang jelas terlihat. Hal itu kurang mendukung dalam memperkuat ciri dan karakter boneka ini
sehingga
159
karakter dan cirinya masih lemah. Padahal dengan menghias karakter dan ciri boneka lebih kuat. . Hal tersebut didukung dengan pendapat Clark (1985) bahwa teknik menghias atau dekorasi boneka akan menambah keindahan penampilan dan menimbulkan ciri-ciri khusus pada boneka. Namun demikian karya ini telah memiliki keseimbangan yang cukup baik. Keseimbangan merupakan penyusunan unsur-unsur dengan komposisi yang seimbang . Keseimbangan dapat diperoleh dengan pengelompokan bentuk dan warna maupun unsur lain disekitar titik pusat (Murtihadi & Gunarto,1982: 67).
Karya yang didiskripsikan dan dibahas oleh penulis berdasarkan klasifikasi baik, cukup dan kurang dalam memenuhi aspek ide,teknik membuat boneka dan penerapan prinsip dan unsur seni rupa maka dapat diperoleh skor capaian dalam setiap kriteria. Berikut tabel indikator skor setiap kriteria pada tiap karya. Tabel 4.4 Indikator kriteria Indikator Skor Ide
Teknik Menjahit
Mengisi
Unsur & Prinsip Menghias
Seni Rupa
Dakron 1
Ide banyak dari
Banyak jahitan
Dakron terisi
Hiasan tidak
Unsur yang ada
meniru
tidak rapi,
tidak merata
menambah
sudah mencapai
dibanding
besar dan tidak
dan
kuat krakter
minimal 1 prinsip
dengan gagasan
padat sehingga
kepadatannya
dan ciri serta
seni rupa
sendiri
dakron ada
tidak sesuai
cara menghias
yang keluar 2
tidak beragam
Perpaduan
Jahitan cukup
Dakron terisi
Hiasan cukup
Unsur yang ada
seimbang
rapi, kecil dan
cukup merata
menambah
sudah
ataupun banyak
cukup padat
dan
kuat karakter
minimal 3 prinsip
gagasan sendiri
sehingga tidak
kepadatannya
dan ciri serta
seni rupa
dibanding
ada dakron
cukup sesuai
cara menghias
mencapai
160
meniru yang
yang keluar
cukup
sudah ada 3
beragam
Ide berasal dari
Jahitan rapi ,
Dakron terisi
Hiasan
Unsur yang ada
gagasan sendiri
kecil dan
merata dan
menambah
sudah mencapai
dan tidak meniru
padat sehingga
kepadatannya
kuat krakter
minimal 5 prinsip
tidak ada
sesuai
dan ciri serta
seni rupa
dakron yang
cara menghias
keluar
inovatif atau beragam
Tabel 4.5 Skor sampel karya siswa Skor Teknik Nama
Lejar Laksito Adi Wardhani Era S Betty Ria Stevani Fathoni Ario B Fanisya Febrita Novita Hendra P Selvi Setiawati Ulfa Rizqi Putrii Aji Raiz Permana
Ide
3 3 3 2 2 2 2 1 1
Menjahit
Mengisi Dakron
Menghias
3 3 3 3 3 2 1 2 1
3 3 2 3 2 2 2 3 3
3 3 3 2 2 2 2 1 1
Unsur dan Prinsip Seni Rupa
3 2 2 2 2 2 2 1 1
Keterangan ; 1: Kurang baik 2: Cukup baik 3: Baik Tabel tersebut menunjukan bahwa siswa dari 9 siswa yang mencapai ide degan baik ada 3 siswa, siswa yang mencapai cukup baik ada 4 siswa, sedangkan kurang baik ada 2 siswa. Dalam teknik terbagi dalam tiga teknik yaitu teknik menjahit, teknik mengisi dakron, teknik menghias. Dalam teknik menjahit sudah banyak siswa
161
yang mencapai teknik menjahit yang baik yaitu sebanyak 5 siswa, 2 siswa dengan capaian cukup baik dan 2 siswa kurang baik. Banyak pula siswa yang sudah menguasai teknik mengisi dakron dengan baik yaitu 5 siswa, sedangkan 4 siswa mencapai cukup baik. Teknik menghias pun sudah banyak siswa yang menguasai, 3 siswa sudah mencapai teknik mengahias yang baik, 4 siswa cukup baik dan 2 siswa kurang. Berbeda dengan dalam penerapan unsur dan prinsip seni rupa masih banyak siswa yang hanya cukup baik saja, yaitu 6 siswa ,sedangkan yang sudah baik hanya 1 siswa, dan yang kurang 2 siswa. Sehingga dapat diketahui bahwa sudah banyak siswa yang mampu menuangkan ide dengan baik dan penguasaan teknik dengan baik. Namun sayang dalam penerapan unsur dan prinsip seni rupa masih perlu perbaikan.
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai Pelaksanaan Pembelajaran Seni Rupa di Kelas XI IPS 4 SMA Negeri 6 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Proses pembelajaran kreasi boneka di kelas XI IPS 4 SMA Negeri 6 Surakarta terlaksanakan dengan baik. Hal tersebut didukung dengan guru yang inovatif, kreatif dan terbuka pada perkembangan seni rupa dan siswa yang memiliki minat tinggi dan antusias dalam berproses pembelajaran. Sehingga terwujud kreatifitas siswa yang semakin terpacu dan hasil karya dan nilai siswa yang dicapai memuaskan. Hal itu tak luput dari materi yang menarik, media, metode, model dan evaluasi pembelajaran yang sesuai serta mendukung jalannya proses pembelajaran. Namun, ada beberapa aspek yang perlu diperbaiki seperti halnya LCD projector yang sering eror sehingga tayangan yang sudah disusun baik dan menarik menjadi kurang optimal. Tak hanya itu, penilaian yang dilakukan guru perlu perbaikan karena penilaian kurang mendetail. 2. Berdasarkan hasil analisis karya siswa, mayoritas karya sudah sesuai teknik boneka meliputi teknik menjahit, teknik mengisi dakron dan teknik menghias. Mayoritas siswapun dapat menuangkan ide dalam kreasi boneka dengan baik. Namun dalam penerapan unsur dan prinsip seni rupa mayoritas siswa masih perlu perbaikan.
162
163
B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan penelitian diatas, maka implikasi dari penelitian ini adalah: Pembelajaran kreasi boneka mampu meningkatkan minat dan keaktifan siswa dalam belajar seni rupa. Pembelajaran ini dapat membangun kreativitas siswa dalam menyalurkan ide, gagasan, dan kreasinya melalui karya kreasi boneka.
C. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan dan berkaitan dengan simpulan dan implikasi diatas, maka penulis mengajukan saran sebagai berikut: 1. Bagi guru: a. Guru sebaiknya terus berpikir terbuka untuk melakukan inovasi dalam mengembangkan materi yang diberikan kepada siswa yang sesuai dengan kurikulum untuk meningkatkan kreativitas siswa b. Guru melakukan
penilaian sesuai dengan perangkat penilaian yang telah
direncanakan sehingga mendetail dan diketahui jelas capaian dan yang perlu diperbaiki oleh siswa 2. Bagi Siswa a. Siswa sebaiknya terus mempertahankan dan mengembangkan anatusias dan minatnya pada seni rupa dengan memperluas wawasan dan pengalaman tidak hanya didalam sekolah melainkan diluar sekolah pula dapat dengan berpartisipasi dalam kompetisi, pameran, workshop dan kegiatan seni rupa lainya. b. Siswa perlu lebih memahami unsur dan prinsip seni rupa agar dalam penerapan pada karya dapat tercapai dengan baik. 3. Bagi sekolah Pihak sekolah sebaiknya lebih terbuka dan mendukung, serta memfasilitasi terhadap inovasi materi pembelajaran, selama hal tersebut sesuai tujuan dan
164
standar pembelajaran pada silabus seperti perlunya ruang khusus untuk seni rupa serta sarana dan prasarana. Pihak sekolah perlu menambah kegiatan seni rupa pada kegiatan ekstrakulikuler untuk menampung minat dan antusias siswa.
165
DAFTAR PUSTAKA
Anitah,S (2009). Teknologi Pembelajaran. Surakarta: Yuma Pustaka. Aunurrahman. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Bahari, N. (2008). Kritik Seni, Wacana Apresiasi dan Kreasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bangun,C.S, (2000). Kritik Seni Rupa. Bandung: Penerbit ITB. Beri, (2016). Teknik dan Jenis Boneka. Diperoleh 25 Maret 2016 jam 23.25 dari http://AB/WujudBoneka.html. Cecile & Michele.(1984). Hobi Rumah Tangga: Seni Patung Lunak. Jakarta: PT. Tira Pustaka. Clark, E. D.(1985). Mainan dan Boneka Dengan Teknik Pembuatan yang Sederhana. Semarang : Dahara Prize. Davis.N (1984). Belajar Menjahit. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. Dewantoro.K.H,(2013). Bagian Pertama : Pendidikan .Yogyakarta : Penerrbit Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa & Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa. Gino, dkk. (1999). Belajar dan Pembelajaran I. Surakarta: UNS Press. Jazuli, M.(2008). Paradigma Kontekstual Pendidikan Seni. Unesa University Press. Jihad & Haris, (2013). Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo. Kartika dkk(2007). Pengantar Estetika. Bandung: Rekayasa Sains. Kemdikbud(2014) Edisi Revisi: Buku Guru Seni Budaya. Jakarta : Kemdikbud Koen,W. (1986). Buatlah dan Kerjakan Hasta Karya Anak-Anak, Jakarta : PT. Tira Pustaka Kusnandar. (2007). Guru Profesional Implemetasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Margono,S.(2005). Metodelogi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta Moleong,L.J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyadi, P. (1994). Kritik Seni. Surakarta. UNS Press. Murtihadi & Gunarto (1982) Dasar-Dasar Desain. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Nasution. (1996). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara.
166
Perry, M. (1984). Hobi Rumah Tangga: Boneka dan Pakaiannya. Jakarta: PT. Tira Pustaka. Rusman. (2011). Model-Model Pembelajaran.Jakarta: Raja Grafindo Persada Sanyoto, S E (2010.) Nirmana, Elemen-Elemen Seni dan Desain. Yogyakarta : Jalasutra Sumanto. (2001). Petunjuk Praktikum Mata kuliah Pendidikan Seni Rupa. Depdiknas: Universitas Negeri Malang. Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan.Bandung: Alfabeta Suharno,dkk. (2000) Belajar dan Pembelajaran II. Surakarta: FKIP UNS Susanto, M .( 2012). Diksi Rupa. Yogyakarta: Dicti Art Lab Susanto.M (2008). Sejarah dan Perkembangan Boneka Diperoleh 24 Maret 2016 jam 21.20 dari http://arsipIVAA.go.id/file/dokumen/Boneka & Perupa.pdf Sutopo, H.B. (2002). Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Suwandi, S. (2008). Model Asesmen Dalam Pembelajaran. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 Surakarta. Tabrani, P. (2006). Kreativitas & Humanitas: Sebuah Studi Tentang Peranan Kreativitas Dalam Perikehidupan Manusia. Yogyakarta & Bandung: Jalasutra. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan & Pengembangan Bahasa, (1988) Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Wikipedia, History of Doll Diperoleh 25 Maret 2016 jam 20.16 dari Wikipedia/historyofdoll.html. Yonathan & PPPPTK Seni dan Budaya, (2015). Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikuum 2013 Tahun 2015 SMA/SMK Mata Pelajaran Seni Budaya. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
167
LAMPIRAN
Wawancara dengan guru
Wawancara dengan siswa
168
Berikut foto prses kreasi boneka.
Siswa menggambar desain boneka
Siswa memperhatikan tayangan LCD dipapan
169
Siswa menggambar desain boneka
Siswa membuat pola boneka
170
Siswa memotong kain
Siswa menjahit hasil potongan
171
Siswa menjahit hasil potongan
Siswa menjahit hasil potongan
172
Siswa saling mengarahkan bila mengalami kesulitan
Siswa saling mengarahkan bila mengalami kesulitan
173
Siswa menyatukan bagian boneka
Siswa menghias boneka
174
Siswa menghias boneka
Siswa menghias boneka
175
Berikut beberapa foto kreasi boneka karya siswa.
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
RENCANA PELAKSANAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah
: SMA N 6 Surakarta
Mata Pelajaran
: Seni Budaya (SeniRupa)
Kelas/Semester
: XI/2(Dua)
Materi Pokok
: Berkarya seni rupa dua dan tiga dimensi
Alokasi Waktu
: 4 X 2 jam / 4 Pertemuan
A. KOMPETENSI INTI 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya 2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleransi, damai), santun, responsive danproaktif, dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dugnia. 3. Memahami, menerapkan, menganalisispengetahuan factual, konseptual, procedural berdasarkan rasa keingintahuannya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni,
budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan mintanya untuk memecahkan masalah. 4. Mengolah, menalar dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
B. KOMPETENSI DASAR 1.1 Menunjukkan sikap penghayatan dan pengamalan serta bangga terhadap karya seni rupa sebagai rasa syukur terhadapanugerah Tuhan
2.1 Menunjukkan sikap kerjasama, bertanggung jawab, toleran, dan disiplin melalui aktivitas berkesenian.
186
187
2.2 Menunjukkan sikap santun, jujur, cinta damai dalam mengapresiasi seni dan pembuatnya. 2.3 Menunjukkan sikap responsif dan pro-aktif, peduli terhadap lingkungan dan sesama, menghargaikarya seni dan pembuatnya. 3.1 Menganalisis bahan, media,teknik dan proses berkarya dalam seni rupa
3.2
Mengevaluai karya seni rupa berdasarkan jenis ,simbol,fungsi ,teknik dan nilai estetisnya
4.1
Membuat karya seni rupa dua dimensi hasil modifikasi
C. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI 1.1.1
Menunjukkan rasa syukur terhadap kebesaran Tuhan yang Maha Esa atas semua karya seni yang ada dan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari.
2.1.1
Menunjukakan perilaku rasa ingin tahu, disiplin, teliti, bertanggung jawab, kritis, kreatif, komukikatif dalam merancang karya seni.
2.2.1
Bekertja sama dalam melakukan praktik dan diskusi, menata tempat praktikdan merapikan alat setelah digunakan.
2.3.1
Pro-aktif dalam kegiatan diskusi untuk memecahkan masalah
3.1.1
Mengidentifikasi unsur-unsur dan prinsip dalam karya seni rupa
3.1.2
Mengidentifikasi pengertian, teknik,alat dan media dalam gambar bentuk
3.2.1
Mengidentifikasi jenis, simbol,fungsi teknik dan nilai estetisnya dalam gambar bentuk
3.2.2 D. MATERI PEMBELAJARAN a. b. c. d.
Pengertian dan jenis unsur-unsur dan prinsip dalam seni rupa Pesngertian karya Seni Rupa Dua dimensi dan Tiga Dimensi Pengertian dan teknik menggambar bentuk sebagai karya dua dimensi Pengertian dan teknik Seni kreasi boneka sebagai karya tiga dimensi
*Materi terlampir E. KEGIATAN PEMBELAJARAN 1. Pertemuan Pertama (1 x 2 JP)
188
Langkah Pembelajaran
Sintak model pembelajaran
Kegiatan pendahuluan - Salah satu peserta didik memimpin doa sebelum kegiatan pemblajaran dimulai - Guru mengecek kehadiaran peserta didik - Apersepsi tentang batik - Menunjukkan contoh batik Kegiatan Inti
Problem Based Learning
Deskripsi
Alokasi waktu 10 menit
Memuat kegiatan Mengamati - Mengamati contoh-contoh karya seni rupa dua dimensi Fase 1 - Mengamati unsur-unsur Orientasi peserta dan prinsip dalam karya didik pada masalah seni rupa - Mengamati contoh karya gambar bentuk - Mengamati bahan dan alat serta teknik dalam membuat karya gambar bentuk Menanya - Menanyakan tentang pengertian karya seni rupa dua dimensi - Menanyakan tentang unsurunsur dan prinsip dalam seni rupa Fase 2 - Peserta didik menanyakan alat Mengorganisasikan dan bahan, teknik serta langkah peserta didik gambar bentuk sebagai karya dua dimensi - Peserta didik menanyakan jenis objek gambar bentuk
Mengumpulkan informasi/mencoba - Mencari informasi tentang pengertian, jenis, unsur-unsur dan prinsip dalam seni rupa - Mengidentifikasi alat dan bahan serta teknik dalam
70 menit
189
Fase 3 Membimbing penyelidikan individu dan kelompok
Fase4 Mengembangkan dan menyajikan artefak dan mempamerkanya
gambar bentuk Menciptakan dan mengasosiakan Hasil karya - Berkarya berupa karya gambar bentuk - Peserta didik membuat sket gambar dengan tema buah yang telah ditentukan guru - Mendiskusikan tehnik gambar bentuk yang digunakan Membuktikan /menarik kesimpulan - Merefleksikan sketsa gambar bentuk yang telah dibuat - Guru bersama siswa mengulas hasil karya bersama
Fase 5 Analisis dan evaluasi Proses pemecahan masalah
Kegiatan penutup
1) Guru dan peserta didik menyimpulkan tentang materi pembelajaran. 2) Penjelasan tugas yang diberikan untuk pertemuan selanjutnya. 3) Guru menutup pelajaran dengan doa dan salam.
10 menit
Deskripsi
Alokasi waktu
2. Pertemuan Kedua (1 x 2 JP) Langkah Pembelajaran
Sintak model pembelajaran
190
Kegiatan pendahuluan - Salah satu peserta didik memimpin doa sebelum kegiatan pemblajaran dimulai - Guru mengecek kehadiaran peserta didik - Apersepsi tentang desain motif batik bebas/kreasi
Kegiatan Inti
Discovery Learning
10 menit
Memuat kegiatan Mengamati - Mengamati contoh-contoh hasil karya gambar bentuk - Mengamati teknik pewarnaan menggunakan pensil warna - Mengamati hasil kerja minggu sebelumnya
1. Stimulation (pemberian rangsangan)
Menanya - Menanyakan karya yang ditunjukkan oleh guru - Menanyakan tentang teknik gambar bentuk - Menanyakan komposisi warna gambar bentuk
2. Problem statement (identifikasi masalah)
Mengumpulkan informasi/mencoba - Mencari referensi karya gambar bentuk - Mengidentifikasi teknik pewarnaan dengan pensil warna - Mendiskusikan hasil karya gambar bentuk Menalar/ menggasosiasi :
3. Data collection (pengumpulan data)
-
Berkarya gambar bentuk dengan eksperimen mereka sendiri
-
Mengevaluasi hasil karya anak
-
4. Data processing (pengolahan
Mengkomunikasikan : -
Peserta didik mendiskusikan hasil karya bersama guru
-
Mempresentasikan hasil karya siswa sendiri
70 menit
191
data)
iKegiatan penutup
-
Guru mengulas hasil presentasi
-
Guru dan peserta didik menyimpulkan tentang materi pembelajaran.
-
Penjelasan tugas yang diberikan untuk pertemuan selanjutnya.
-
Guru menutup pelajaran dengan doa dan salam.
5. Verifikasication (pembuktian) 6. Generalization (menarik kesimpulan)
10 menit
3. Pertemuan ketiga (1 x 2 JP) Langkah Pembelajaran
Sintak model pembelajaran
Kegiatan pendahuluan - Salah satu peserta didik memimpin doa sebelum kegiatan pemblajaran dimulai - Guru mengecek kehadiaran peserta didik - Apersepsi tentang desain motif batik bebas/kreasi
Discovery Learning
Kegiatan Inti 1. Stimulation (pemberian rangsangan)
Deskripsi
Alokasi waktu 10 menit
Memuat kegiatan Mengamati - Mengamati contoh-contoh hasil karya seni tiga dimensi - Mengamati contoh hasil karya kreasi boneka dari pakaian atau kain bekas - Mengamati alat,bahan serta teknik membuat kreasi boneka Menanya - Menanyakan tentang pengertian karya seni rupa tiga dimensi - Menanyakan karya kreasi yang
70 menit
192
2. Problem statement (identifikasi masalah)
-
ditunjukkan oleh guru Menanyakan tentang alat dan bahan ,serta teknik dalam kreasi boneka Menanyakan objek yang akan dibuat kreasi boneka
Mengumpulkan informasi/mencoba - Mencari referensi pengertian karya seni rupa tiga dimensi - Mengidentifikasi langkah kreasi boneka Menalar/ menggasosiasi :
3. Data collection (pengumpulan data) 4. Data processing (pengolahan data)
Kegiatan penutup
5. Verifikasication (pembuktian) 6. Generalization (menarik kesimpulan)
4. Pertemuan Keempat (1 x 2 JP)
-
Membuat sketsa awal desain kreasi boneka
-
Mencoba teknik pewarnaan pada desain akhir dengan pensil warna
Mengkomunikasikan : -
Peserta didik mendiskusikan karya desainnya bersama guru
-
Guru Mengevaluasi karya desain bonkea bersama murid
-
Guru dan peserta didik menyimpulkan tentang materi pembelajaran.
-
Penjelasan tugas yang diberikan untuk pertemuan selanjutnya.
-
Guru menutup pelajaran dengan doa dan salam.
10 menit
193
Langkah Pembelajaran
Sintak model pembelajaran
Kegiatan pendahuluan - Salah satu peserta didik memimpin doa sebelum kegiatan pemblajaran dimulai - Guru mengecek kehadiaran peserta didik - Apersepsi tentang desain motif batik bebas/kreasi
Discovery Learning
Deskripsi
Alokasi waktu 10 menit
Memuat kegiatan Mengamati - Mengamati contoh-contoh kreasi boneka dari pakaian atau kain bekas - Mengamati teknik dan langkah pembuatan boneka Menanya - Menanyakan karya boneka yang ditunjukkan oleh guru - Menanyakan tentang alat dan bahan dalam membuat karya boneka - Menanyakan komposisi warna
Kegiatan Inti 1. Stimulation (pemberian rangsangan)
2. Problem statement (identifikasi masalah)
Mengumpulkan informasi/mencoba - Mencari referensi motif batik untuk dikembangkan - Mengidentifikasi teknik pewarnaan dengan cat air Menalar/ menggasosiasi :
3. Data collection (pengumpulan data) -
4. Data processing (pengolahan
-
Membuat sketsa awal desain kreasi sendiri
-
Mencoba teknik pewarnaan pada desain akhir
Mengkomunikasikan : -
Peserta didik mendiskusikan karya desainnya bersama guru
-
Mepresentasikan hasil karya desain batik peserta didik
70 menit
194
data) Kegiatan penutup 5. Verifikasication (pembuktian) 6. Generalization (menarik kesimpulan)
-
Guru dan peserta didik menyimpulkan tentang materi pembelajaran.
-
Penjelasan tugas yang diberikan untuk pertemuan selanjutnya.
-
Guru menutup pelajaran dengan doa dan salam.
10 menit
F. PENILAIAN, PEMBELAJARAN REMIDIAL DAN PENGAYAAN
1. Jenis/teknis penilaian -
Tertulis
-
Karya
2. Bentuk Instrumen Penilaian Terlampir 3. Pembelajaran Remidial dan Pengayaan 4. Kunci dan Pedoman Penskoran G. MEDIA, ALAT, DAN SUMBER PEMBELAJARAN 1. Media/Alat Dan Bahan Pembelajaran -
Contoh desain batik berbagai motif
-
Contoh teknik pewarnaan menggunakan cat air
-
Pensil, penghapus cat air, cat poster, kertas gambar A4
2. Sumber Pembelajaran Buku Guru. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2013). Seni Budaya. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Buku Siswa. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2013). Seni Budaya. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
CATATAN ......................................................................................................................................... .........................................................................................................................................
195
......................................................................................................................................... ......................................................................................................................................... ................................................................ Mengetahui Kepala SMA.....................
Surakarta,....................... Guru Mata Pelajaran Seni Budaya
NIP..................................
NIP................................
LAMPIRAN
196
1. Instrumen Penilaian Kompetensi Sikap a. Penilaian Kompetensi Sikap Melalui Observasi Penilaian Sikap Kegiatan Praktikum/Diskusi
Mata pelajaran Kelas/Semester Kompetensi Dasar
: Seni Budaya (Seni Rupa) : X/1 : 3.1 Memahami bahan, media dan teknik dalam proses
perkarya seni rupa
4.1 Membuat karya seni rupa dua dimensi berdasarkan melihat model Topik/Subtopik
: Bahan, media, jenis, simbol, nilai estetika dan teknik dalam proses berkarya seni rupa dua dimensi : 3. 3.1.1. Mengidentifikasi pengertian batik, alat, bahan, dan tahapan dalam proses pembuatan batik 3.2.1. Mengidentifikasi jenis, fungsi, dan nilai estetika pada karya seni batik Membuat desain batik Mempresentasikan hasil karya desain batik
Indikator Pencapaian Kompetensi
4. 4.1.1. 4.1.2.
Instrumen : Lembar Penilaian Kegiatan Praktik No.
Nama Siswa
Displin
Tanggung jawab
Kerja sama
Teliti
Peduli
Jumlah Skor
Komunikatif
Jumlah skor
Kreatif
Nilai
1. 2.
Lembar Penilaian Diskusi No. 1. 2.
Nama siswa
Kerja sama
Rasa ingin tahu
Santun
nilai
197
b. Penilaian Sikap Melalui Penilaian Diri Mata pelajaran Kelas/Semester Kompetensi Dasar
: Seni Budaya (Seni Rupa) : X/1 : 3.1 Memahami bahan, media dan teknik dalam proses
perkarya seni rupa
4.1 Membuat karya seni rupa dua dimensi berdasarkan melihat model Topik/Subtopik
Indikator Pencapaian Kompetensi
4. 4.1.1. 4.1.2.
: Bahan, media, jenis, simbol, nilai estetika dan teknik dalam proses berkarya seni rupa dua dimensi : 3. 3.1.1. Mengidentifikasi pengertian batik, alat, bahan, dan tahapan dalam proses pembuatan batik 3.2.1 Mengidentifikasi jenis, fungsi, dan nilai estetika pada karya seni batik Membuat desain batik Mempresentasikan hasil karya desain batik
Instrumen : Penilaian Diri Topik : Bahan, media, jenis, simbol, fungsi, niai estetika dan teknik dalam proses berkarya seni rupa dua dimensi Nama : ...... Kelas : X No. 1. 2. 3.
Pernyataan Memahami bahan dan alat untuk berkarya batik Memahami teknik dalam membuat desain batik Memahami materi desain batik yang dipresentasikan
Sudah Memahami
Belum Memahami
198
c. Penilaian Antar Peserta Didik Instrumen : REKAPITULASI PENILAIAN DIRI PESERTA DIDIK Mata Pelajaran :Seni Budaya Topik :Bahan, media, jenis, simbol, fungsi, niai estetika dan teknik dalam proses berkarya seni rupa dua dimensi Kelas : X No.
Nama Siswa
Skor Pernyataan Penilaian Diri 1 2 3 4 5
Jumlah
Nilai
1. 2.
d. Penilaian Sikap Melalui Jurnal Mata pelajaran Kelas/Semester Kompetensi Dasar
: Seni Budaya (Seni Rupa) : X/1 : 3.1 Memahami bahan, media dan teknik dalam proses
perkarya seni rupa
4.1 Membuat karya seni rupa dua dimensi berdasarkan melihat model Topik/Subtopik
Instrumen : JURNAL No. Hari/Tanggal 1. Senin, 2015
: Bahan, media, jenis, simbol, nilai estetika dan teknik dalam proses berkarya seni rupa dua dimensi
Kejadian
Keterangan/Tindak lanjut
Keterangan : ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………
199
2. Instrumen Penilaian Kompetensi Pengetahuan a. Tes Tulis