BAB IV ANALISIS SISTEM PENTARIFAN DAN USULAN PENERAPAN NEXT GENERATION NETWORK DI INDONESIA 4.1
Analisis Sistem Pentarifan NGN
Setelah mengetahui gambaran tentang sistem pentarifan NGN dan parameterparameter yang dilihat, berikut ini adalah evaluasi dari skema-skema pentarifan tersebut: 1. Sistem pentarifan flat. Sesuai dengan kriteria yang dievaluasi, maka skema ini memiliki beberapa keuntungan, yang paling utama adalah bahwa sistem ini sederhana dan tidak menyulitkan. Sistem tidak memerlukan penyesuaian dengan teknologi jaringan yang sudah ada saat ini. Pada sistem ini tidak dibutuhkan adanya pengukuran pada sistem billing dan accounting karena pengenaan tarifnya tidak bergantung pada pemakaian. Sistem ini juga memungkinkan adanya kemerataan sosial dengan tidak adanya perbedaan antara pengguna yang mampu dan yang tidak mampu secara finansial. Dengan membayar tarif yang tetap, setiap orang dapat mengakses jaringan dengan mendapatkan tingkat layanan yang sama. Tetapi skema ini tidak memungkinkan jaringan untuk mempengaruhi perilaku pengguna dalam time frame yang pendek dimana pada time frame ini kongesti jaringan terjadi. Pada skema ini pengguna tidak dibuat menyesuaikan diri dengan kondisi jaringan sehingga tidak mendukung operasi jaringan. Sistem ini juga tidak cocok digunakan untuk kendali kongesti atau manajemen trafik. Dengan time frame yang panjang, cara untuk meningkatkan sumber daya jaringan (lebar pita) adalah dengan menggunakan pengembangan teknologi jaringan seperti transmisi serat optik dan
38
wavedivision multiplexing. Dengan perandaian seperti itu,maka sistem ini tidak bisa mencegah adanya kongesti jaringan pada seluruh time frame. Karena sistem ini tidak dapat memberikan efek pada pengguna pada kondisi jaringan seperti apapun maka akan mengakibatkan kongesti. Secara eksplisit sistem pentarifan flat pricing juga tidak mendukung terjaminnya QoS individual pengguna. Sistem ini juga tidak meningkatkan efisiensi ekonomi jaringan. Tingkat pemakaian pengguna individual tidak dimasukkan dalam perhitungan dalam sistem ini. Gambar dibawah ini menunjukkan fungsi permintaan untuk lebar pita. Pada sistem ini permintaan bukan merupakan fungsi terhadap harga, hal ini menyebabkan kerugian pada sebagian rentang kebutuhan lebar pita. Daerah A merupakan wilayah dimana pelanggan akan diuntungkan karena mereka akan membayar dibawah tarif yang mereka ingin bayar. Sedangkan daerah B adalah daerah dimana pengguna akan dirugikan karena membayar diatas yang mereka inginkan, pada daerah inilah operator mempunyai keuntungan.
Gambar 4.1 Fungsi permintaan terhadap harga (tarif)
39
2. Sistem pentarifan Paris-metro. Evaluasi terhadap sistem pentarifan ini hampir sama dengan sistem pentarifan flat, keuntungan utama dari sistem ini adalah kesederhanaannya. Karena setiap jaringan logikal mengimplementasikan pentarifan flat, maka skema ini juga cocok dengan teknologi yang ada saat ini. Tetapi pada skema ini, jaringan perlu untuk mengetahui pilihan pengguna untuk billing dan accounting. Pentarifan menjadi kontrol untuk manajemen trafik pada PMP. Dengan mendefinisikan dan menyediakan kategori QoS yang berbeda-beda, operator jaringan dapat membuat kumpulan jaringan yang identik yang dibedakan menurut trarif aksesnya yang akan membagi pengguna dalam kelas yang berbeda-beda. Tetapi dengan cara diatas PMP tetap tidak memungkinkan terjaminnya QoS individual karena setiap jaringan tetap bekerja pada basis best-effort. Tarif harus tetap dalam jangka waktu yang lama sehingga pengguna dapat memprediksi level layanan mereka. Karena perbedaan harga maka tingkat pemakaian pada harga tinggi menjadi rendah. Sistem ini meningkatkan efisiensi ekonomi jaringan, tingkat pemakaian akan meningkat dengan memilih subnetwork yang berbeda. Dengan skema mirip dengan pentarifan flat, PMP tetap tidak bisa mengoptimalkan pemakaian pengguna secara keseluruhan. Secara teknik, kerugian PMP terletak pada potensi ketidakstabilan pada jaringannya, saat periode kongesti, pengguna yang tidak sensitif terhadap harga akan memilih jaringan yang lebih mahal dengan harapan menerima layanan yang lebih baik, hal ini akan menyebabkan kongesti pada jaringan dengan tarif lebih mahal tersebut dan menimbulkan ketidakstabilan. PMP ini sendiri baru sekedar usulan dan belum ada pengembangan sama sekali.
40
3. Sistem pentarifan prioritas Sistem priority pricing memerlukan label prioritas pada setiap header paket, pada internet protocol (IP) tempat untuk label ini telah disediakan, sehingga menjamin kompatibilitas dengan jaringan IP. Seperti PMP, pengukuran diperlukan pada sistem billing dan accounting untuk menyimpan tingkat prioritas setiap paket yang dikirim oleh setiap pengguna. Sistem ini memungkinkan manajemen trafik, walaupun dalam time frame yang singkat, saat periode kongesti, trafik ditransmisikan berdasarkan tingkat prioritas. Trafik dengan prioritas yang rendah akan ditunda atau bahkan dibatalkan, prioritas trafik yang lebih tinggi akan dikenakan tarif yang lebih tinggi. Jika harga dihitung untuk mencegah kongesti maka tingkat layanan juga akan meningkat. Jaminan terhadap QoS individual tetap tidak bisa diberikan pada sistem ini. Karena tarif merupakan indikator dari pemakaian pengguna, maka sistem pentarifan ini meningkatkan efektivitas ekonomi dari jaringan. Setiap paket yang dibatalkan memiliki tingkat prioritas yang rendah dan memiliki nilai yang rendah bagi pengguna itu sendiri. Jaringan dapat selalu mengatur tarif sehingga kepuasan pengguna secara kesuluruhan lebih baik dari sistem pentarifan flat. Beberapa penelitian menyimpulkan pengguna sensitif terhadap performasi jaringan dan perubahan tarif, keuntungan pengguna akan berkurang saat performansi jaringna menurun atau saat tarif meningkat. Dalam sistem ini pengguna akan memilih salah satu dari empat kelas yang disediakan yaitu:
high priority loss dan delay.
low-priority loss dan delay.
high-priority loss dan low-priority delay.
low-priority loss dan high-priority delay.
41
Contoh-contoh model trafiknya dalah sebagai berikut:
komunikasi suara, sensitif terhadap delay tetapi insensitif terhadap paket yang hilang.
TELNET dan FTP, keduanya sensitif terhadap delay.
Email, tidak sensitif terhadap delay.
Tetapi sistem ini tidak memberikan dampak kepada kemerataan sosial, dalam kasus ini kemampuan pengguna untuk membayar tidak menjamin pesannya akan dikirimkan oleh jaringan. Dengan banyak jumlah tingkat prioritas atau tarif yang tinggi untuk tungkat prioritas yang tinggi juga, maka trafik dari pengguna yang kurang mampu secara finansial mungkin tidak akan terlayani. 4. Sistem pentarifan Smart-market. Mekanisme penawaran pada sistem ini menyebabkan skema ini tidak kompatibel dengan teknologi jaringan yang ada saat ini. Pentarifan smartmarket memerlukan perubahan yang signifikan pada perangkat keras protokol dan jaringan. Untuk setiap paket yang telah dikirim catatan billing pengguna harus selalu diperbaharui. Ini berarti akan akan biaya tambahan,walaupun mekanisme penawaran hanya dilakukan pada periode kongesti. Skema ini tetap tidak bisa menjamin layanan bahkan tidak bisa menjamin transmisinya. Seperti pentarifan prioritas, skema ini hanya menjamin paket akan terkirim bergantung pada prioritas relatif yang ditentukan dengan penawaran. Hal ini tentu saja akan berakibat tidak adanya kemerataan secara sosial, karena pengguna yang kurang mampu secara finansial mungkin tidak bisa menggunakan layanan,sehingga memerlukan adanya regulasi dari pemerintah. Di lain pihak, sistem ini meningkatkan efisiensi jaringan dan ekonomi. Dengan asumsi pemakaian jaringan yang tinggi, maka mekanisme penawaran akan meningkatkan efisiensi ekonomi jaringan. Nilai yang ditawarkan
42
mengindikasikan nilai sosial, tarif equilibrium adalah tawaran dari pengguna marginal,oleh karena itu tarif yang dikenakan pada pengguna selalu kurang atau minimal sama dengan nilai yang ditawarkan. Lebar pita dialokasikan berdasarkan nilai tawaran yang diberikan, sehingga lebar pita terbesar akan diberikan pada pelanggan yang memiliki nilai tertinggi. Tawaran yang dicantumkan pada setiap paket juga dapat digunakan untuk memfasilitasi keputusan routing. Paket dengan tawaran yang tinggi akan dikirimkan melalui jalur terpendek, sedangkan paket dengan tawaran yang rendah akan dikirimkan melalui jalur yang lebih panjang. 5. Sistem pentarifan kapasitas yang diharapkan Sistem pentarifan ini kompatibel dengan teknologi ATM (asynchronous transfer mode) atau RSVP (resouce reservation protocol). Ini berarti juga dapat mendukung manajemen trafik atau kendali kongesti dengan membuat pengguna menentukan tingkat layanan dan mengenakan tarif sesuai pilihan tersebut. Salah satu keuntungan utama dari sistem pentarifan ini adalah penentuan tarif tidak berhubungan dengan besarnya trafik sebenarnya tetapi bergantung pada volume trafik yang diperkirakan (diharapkan). Pengukuran tidak dibutuhkan sehingga mengurangi biaya tambahan pada jaringan. Tetapi walaupun pengukuran tidak dibutuhkan untuk billing, trafik tetap harus ditertibkan untuk menyesuaikan dengan kontrak trafik. Efisiensi jaringan dan ekonomi pada sistem ini juga tinggi. Selain itu keadilan secara sosial juga bisa terbentuk karena pengguna yang kurang mampu secara finansial juga dapat mengadakan kontrak dengan jaringan. Tanggung jawab alokasi sumber daya diberikan pada jaringan, dengan asumsi ini semua pengguna dapat mengakses jaringan tanpa dipengaruhi kemampuan untuk membayar. Pengguna yang mampu juga tetap dapat membayar tarif untuk layanan yang lebih baik.
43
Sistem pentarifan ini dibedakan dari sistem yang yang berbasis pada sumber daya yang digunakan. 6. Sistem pentarifan responsif Mekanisme pada sistem pentarifan ini, pengguna yang menyesuaikan diri tidak hanya meningkatkan efisiensi jaringan tetapi juga efisiensi ekonomi. Pengguna yang adaptif dibagi dalam dua kelas yaitu pengguna elastis dan pengguna inelastis. Pengguna elastis tidak dapat mentoleransi paket yang loss tetapi dapat mentoleransi keterlambatan, sementara pengguna yng inelastis memerlukan jaminan keterlambatan yang jelas namun dapat mentoleransi suatu tingkat loss. Kedua kelas pengguna ini menilai tingkat layanan yang mereka terima dari jaringan dengan menggunakan fungsi keuntungan. Jaringan mengatur tarif dengan menggunakan pendekatan smart-market. Jaringan menghitung jumlah sumber daya yang digunakan, contohnya pemakaian buffer pada antarmuka antara pengguna dan jaringan, lalu menentukan tarif per paket. Pengguna dibuat mengirimkan trafik pada jam tidak sibuk dan dicegah untuk melakukan pengiriman pada saat jam sibuk sehingga efisiensi ekonomi bertambah, hal ini disebabkan pengguna akan mengontrol sendiri keputusan kapan melakukan pengiriman. Sistem pentarifan ini didesain untuk layanan ATM ABR,sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem pentarifan ini kompatibel dengan teknologi yang ada sekarang dan memungkinkan pemerataan sosial. Tetapi ABR hanya menjamin cell rate yang minimum, sehingga time frame diasumsikan sangat singkat. Hal ini akan menyebabkan ketidakstabilan seperti pada fungsi kendali kongesti tradisionil. Saat pamakaian jaringan berkurang ,jaringan harus menurunkan tarif, hal ini mendorong pengguna untuk mengirim dan akan menyebabkan kongesti. Selanjutnya, dengan asumsi ini operator jaringan harus tetap menyimpan rincian billing dan acounting, sehingga memerlukan biaya tambahan.
44
7. Sistem pentarifan pemerataan proporsi sumber daya Pada sistem ini pengguna memilih tarif yang mereka inginkan dan jaringan mengalokasikan tarif sesuai dengan kriteria keadilan yang proporsional. Alokasi sumber daya jaringan menjamin efisiensi ekonomi selama pemakaian oleh pengguna adalah maksimal. Sistem ini juga mendukung kemerataan secara sosial. Kemerataan pada dalam sistem ini berarti dalam periode kongesti setiap pelanggan dapat mengakses jaringan tanpa dipengaruhi kemampuan finansialnya. Setiap pengguna yang ingin membayar tarif tertentu akan dialokasikan sejumlah lebar pita. Akses ke jaringan bahkan dapat dijamin untuk pengguna yang kurang mampu. Selain itu efisiensi jaringan juga sangat tinggi selama jaringan selalu dapat mengalokasikan semua sumber dayanya. Kongesti juga dapat dihindari dengan cara mengalokasikan sumber daya jaringan kepada pengguna. Pada periode sibuk, setiap pengguna akan mendapatkan jumlah lebar pita yang lebih kecil, dengan demikian pengguna akan memperlambat transmisinya pada ujung jaringan. Pengukuran pada billing dan accounting juga tidak diperlukan karena pengguna hanya membayar tarif yang ingin mereka bayar. Jaringan hanya perlu terus mengikuti tarif yang diminta pengguna lalu mengalokasikan lebar pita kepadanya. Dengan skema ini tarif yang ditawarkan pengguna seharusnya stabil dalam time frame yang pendek atau bahkan medium. 4.2
Usulan Sistem Pentarifan NGN di Indonesia
Pada bagian ini penulis akan memberikan usulan sistem pentarifan yang cocok diterapkan di sistem telekomunikasi Indonesia di era NGN nantinya. Dari analisis diatas penulis mencoba memberikan rangkuman evaluasi terhadap kriteria-kriteria yang dikur pada bebrapa sistem pentarifan pada tabel berikut:
45
Tabel 4.1. Perbandingan sistem pentarifan berdasarkan kriteria (1) Flat
PMP
Prioritas
Smart market
Jaringan yang cocok
IP
IP,VN
IP
Pengukuran billing
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Manajemen trafik
Tidak
Ya
Ya
Ya
Indv QoS
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Eff.jaringan
Rendah
Variabel
Tinggi
Tinggi
Eff.ekonomi
Rendah
Variabel
Tinggi
Tinggi
Keadilan secara sosial
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Time frame
Panjang
Panjang
Pendek
Pendek
Tabel 4.2. Perbandingan sistem pentarifan berdasarkan kriteria (2) Exp.capacity
responsif
Pemerataan proporsional
Jaringan yang cocok
ATM,RSVP
ATM,VN
ATM,IP
Pengukuran billing
Ya
Ya
Tidak
Manajemen trafik
Ya (CAC)
Ya
Ya
Indv QoS
Ya
Sebagian
Ya
Eff.jaringan
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Eff.ekonomi
Variabel
Tinggi
Tinggi
Keadilan secara sosial
Ya
Ya
Ya
Time frame
Sedang/panjang
Pendek
Pendek
Dengan melihat evaluasi beberapa sistem pentarifan yang ada maka usulan sistem pentarifan yang diajukan penulis adalah sistem pentarifan kapasitas yang diharapkan (expected capacity).
46
Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan penulis untuk mengajukan sistem ini: 1. Sistem pentarifan ini kompatibel dengan jaringan ATM dan IP yang sudah banyak digunakan di Indonesia. 2. Manajemen jaringan dan pengontrolan kongesti dapat didukung oleh sistem pentarifan ini, sehingga jaringan dapat beroperasi dengan baik, dan tentunya kepuasan pengguna juga akan terpenuhi. 3. Sistem ini memiliki efisiensi jaringan dan ekonomi yang tinggi. 4. Keunggulan yang penting dari sistem ini adalah terpenuhinya kemerataan secara sosial, sehingga baik pengguna dengan kemampuan finansial tinggi ataupun rendah tetap bisa menggunakan layanan yang ada. Keunggulan ini jelas terasa karena seperti kita ketahui jumlah masyarakat Indonesia yang tidak mampu secara finansial sangat banyak, namun seluruh masyarakat membutuhkan apa yang disebut komunikasi. Sistem pentarifan ini tidak memerlukan perubahan yang signifikan dari sistem pentarifan yang telah ada saat ini yaitu yang berbasis durasi, jarak, ataupun gabungan dari keduanya. Sebaliknya pengukuran-pengukuran yang sebelumnya dihitung pada sistem pentarifan tradisionil (durasi, jarak, pembagian wilayah) tidak diperlukan lagi,pengguna hanya perlu mengidentifikasi kualitas layanan yang diinginkan dan membayar tarif sesuai dengan kualitas yang diinginkannya. Sistem pentarifan tradisionil tidak dapat mengontrol kongesti dalam jaringan, setiap pengguna diberikan alokasi lebar pita yang sama dan dikenakan tarif sesuai dengan durasi dan jarak antara sumber dan tujuan, sehingga selama lebar pita masih tersedia maka pengguna baru bisa masuk dalam jaringan, setelah lebar pita habis terpakai maka pengguna baru tidak dapat masuk dan akan diblok untuk masuk jaringan. Sistem pentarifan baru ini mendukung manajemen trafik atau kendali kongesti dengan membuat pengguna menentukan tingkat layanan dan mengenakan tarif sesuai pilihan tersebut. Tanggung jawab alokasi sumber daya diberikan pada jaringan, dengan asumsi ini semua
47
pengguna dapat
mengakses jaringan tanpa dipengaruhi kemampuan untuk
membayar. Sistem pentarifan yang menjadi usulan penulis kompatibel dengan jaringan ATM dan IP, seperti dijelaskan pada bab I, mempertimbangkan aspek bisnis, dalam hal ini biaya investasi yang harus ditanamkan, mengganti seluruh jaringan sirkit dengan jaringan paket akan membutuhkan biaya yang sangat besar. Oleh karena itu migrasi antar jaringan haris dilakukan secara bertahap. Dalam proses ini, jaringan sirkit tetap akan bisa berfungsi dan bahkan berhubungan dengan jaringan paket secara simultan. Dengan begitu, perusahaan penyedia layanan telekomunikasi tetap dapat mengambil untung dari layanan selama ini dan secara bertahap melakukan peningkatan menuju jaringan berbasis paket. Untuk itu diperlukan adanya softswitch yang merupakan salah satu bagian penting dari jaringan NGN yang memungkinkan integrasi protokol/teknologi yang berbeda dapat digabungkan. Softswitch merupakan perangkat yang dapat diprogram (bersifat terbuka atau tidak proprietary) dan juga berfungsi mengontrol panggilan/koneksi. Pada tahap implementasinya softswitch ini berinteraksi dengan jaringan eksisting (PSTN) maupun jaringan data berbasis kabel.
(1)
(2)
Gambar 4.2 (1) jaringan TDM tradisional; (2) jaringan upgrade dari switch TDM
48
Gambar 4.3 Jaringan interkoneksi NGN awal versi Telkom
4.2.1 Perbandingan Revenue Pada Sistem Pentarifan Lama dan Baru Pada bagian ini penulis akan menunjukkan perbandingan penerapan sistem pentarifan lama dan usulan sistem pentarifan baru dilihat dari sisi ekonomi yaitu dari segi pendapatan operator telekomunikasi. Nilai yang didapat dari perhitungan ini juga menggambarkan jumlah biaya yang harus dikeluarkan konsumen untuk melakukan komunikasi. Pada perhitungan di bawah ini penulis mengambil contoh untuk operator Telkom Flexi dengan daftar biaya telepon sebagai berikut : Tabel 4.3. Tarif Telepon Telkom Flexi Lokal
Rata-rata
09.00-15.00
15.00-19.00
167
125
145
interlokal
peak hour
selular
Peak hour
<200 km
1.290
0-30 km
535
200-500 km
1.815
30-200 km
1.700
>500 km
2.270
200-500 km
2.225
>500 km
2.680
Rata-rata
1.765
Rata-rata
49
1.792
Jumlah menit panggilan diambil dari data pada bulan april 2007 dengan jumlah total panggilan adalah 5.200.000 jam atau sama dengan 312.000.000 menit dalam satu bulan. Sehingga didapat waktu penggunaan rata-rata:
averageholdingtime =
312000000 = 2,5menit 30 x 24 x60
Perhitungan ini dilakukan dengan asumsi distribusi panggilan adalah 50% panggilan lokal, 25% panggilan interlokal, dan 25% panggilan selular (lokal dan interlokal). Untuk panggilan interlokal dan panggilan selular yang besar biayanya tidak tetap yaitu inkremental terhadap jaraknya penulis merataratakan biaya secara langsung. Periode yang diambil untuk melakukan perhitungan ini adalah periode jam sibuk (peak hour) untuk mengambil kemungkinan biaya termahal yang harus dikeluarkan oleh pengguna. Berikut ini adalah hasil perhitungannya: Tabel 4.4 Perhitungan Dengan Sistem Pentarifan Lama
50
Perhitungan pendapatan untuk sistem pentarifan baru dilakukan dengan asumsi-asumsi sebagai berikut: Ukuran Header
Paket voice tersusun atas header dan payload. Frame standar VoIP pada (tergantung pada network) jaringan Multi Link Point to Point Protocol (MLPPP) tersusun atas: layer 2 + (IP + UDP + RTP) + Payload Ukuran header
=
6 byte + (20 byte + 8 byte + 12 byte)
=
46 byte
Codec yang Digunakan dan Ukuran Payload
Codec yang digunakan pada jaringan adalah G.729 yang memiliki ukuran payload sebesar 20 byte. Dipilih codec G.729 karena memiliki kualitas voice setara ADPCM32 dengan data rate 8 kbps dan payload size 20 byte serta built-in silence suppression yang dapat mengurangi penggunaan bandwidth hingga 50%, sehingga dapat menghemat bandwidth dengan tidak mengurangi kualitas suara. Tabel 4.5. Tabel data rate dan payload size berbagai tipe coder Coder
Data Rate
Payload Size
PCM, G.711
64 kbps
160 byte
ADPCM, G.726
32 kbps
80 byte
CS-ACELP, G.729
8 kbps
20 byte
MP-MLQ, G.723.1
6.3 kbps
24 byte
Jumlah Paket per Detik
Paket voice per detik merupakan jumlah paket suara (payload) per detik yang dapat dihasilkan oleh Digital Signal Processing. Paket VoIP G.729 tersusun atas: header + payload
=
46 byte + 20 byte
=
66 byte
51
Layer 2
IP
UDP
RTP
Payload
6 byte
20 byte
8 byte
12 byte
20 byte
Gambar 4.1 Struktur Paket VoIP Codec G.729
Payload per second (pps)
= Codec Bit Rate / Voice Payload Size = 8 kbps / (20 byte x 8 bit/byte) = 50 pps
Jadi payload voice per detik untuk G.729 adalah 50 pps Besar Bandwidth per Kanal Voice
Dengan perhitungan bandwidth per kanal voice dapat diketahui besar bandwidth yang dibutuhkan jaringan. Pada tugas akhir ini akan dihitung jika menggunakan cRTP dan VAD.
a. Perhitungan Bandwidth Untuk Setiap Kanal dengan cRTP Dengan cRTP maka header yang berhubungan dengan RTP yaitu IP/RTP/UDP dikompres menjadi 2 byte sedangkan header layer 2 besarnya tetap. Ukuran header cRTP
= layer 2 + IP/UDP/RTP = 6 byte + 2 byte = 8 byte
Bandwidth untuk setiap kanal voice : BW
=
ukuran paket VoIP x pps x 8 bit/byte
BW
=
(8 byte + 20 byte) x 50 pps x 8 bit/byte
=
11200 bps = 11,2 kbps
b. Perhitungan Bandwidth Untuk Setiap Kanal dengan VAD VAD hanya berpengaruh pada jumlah pps. Saat terjadi pembicaraan, VAD akan mengirimkan sinyal paket suara. Pada saat diam (silence), suara akan
52
dipotong dan paket yang kosong tidak akan dikirimkan, hanya dikirim headernya saja untuk menjaga hubungan agar tidak terputus. Untuk two way connection VAD nya adalah 50%, secara realistisnya level VAD mencapai 40% pengiriman paket dan 60% diam. Packet per second
=
(8 kbps x 40%) / (20 byte x 8 bit/byte)
=
20 pps
Packet per second (silence)
=
(8 kbps x 60%) / (20 byte x 8 bit/byte)
=
30 pps
Bandwidth untuk setiap kanal voice : BW
=
paket suara + paket silence
BW
=
(paket VoIP x pps x 8 bit/byte) + (header x pps x 8 bit/byte)
=
(66 byte x 20 pps x 8 bit/byte) + (46 byte x 30 pps x 8 byte/bit)
=
21600 bps = 21,6 kbps
Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut: Tabel 4.6. Perhitungan Dengan Sistem Pentarifan Baru
53
Dilihat dari perhitungan diatas maka pengguna harus membayar 0,61 Rupiah/kb agar pendapatan yang diterima oleh operator tetap sama. Tetapi pada sistem yang baru pengguna dapat memilih dua kualitas jaringan (pada tugas akhir ini hanya dibahas 2 metode jaringan metode jaringan yaitu VAD dan c-RTP). Dengan metode c-RTP pengguna akan mendapatkan lebar pita 11,2 kbps sedangkan untuk metode VAD pengguna mendapatkan lebar pita 21,6 kbps. Untuk lebar pita 11.2 kbps pengguna akan dikenakan tariff yang lebih kecil yaitu 0,4 Rupiah/kb sedangkan untuk lebar pita 21,6 kbps pengguna dikenakan tariff 0,8 Rupiah/kb. Diharapkan lebar pita yang lebih kecil akan digunakan oleh masyarakat yang kurang mampu tetapi membutuhkan komunikasi, sedangkan untuk pita lebar besar akan digunakan oleh pengguna korporat atau pengguna residensial dengan kemampuan financial yang lebih besar. Sehingga diharapkan dengan metode ini akan terjasdi subsidi silang antara masyarakat yang mampu dan yang kurang mampu. Dengan tariff yang diusulkan diatas pendapatan yang diterima oleh operator juga tidak terlalu berkurang, hanya berbeda sedikit jika dibandingkan dengan metode pentarifan lama. 4.2.2
Konsep Pengimplementasian
Dalam pengimplementasian NGN terdapat dua konsep pengimplementasian, yaitu secara bertahap dan secara radikal. 4.2.2.1 Secara Bertahap
dalam pengimplementasian NGN secara bertahap ini, ada suatu pertimbangan yang pentin yang tidak bisa diabaikan, yaitu jaringan eksisting (misalnya PSTN) yang berperan penting dalam dunia telekomunikasi. Sehingga perlu diberikan suatu pendekatan agar jaringan eksisting ini tidak ditinggalkan begitu saja akibat desakan perkembangan jaringan NGN. Pendekatan tersebut dapat dilakukan dengan prinsip migrasi yang akan menggantikan tiap level
54
hierarki jaringan eksisting secara bertahap. Proses migrasi menuju jaringan NGN ini mengalami beberapa tahap implementasi, meliputi : •
Fase Learning Curve Fase learning curve merupakan fase tahap ujicoba yang akan dilakukan beberapa hal, diantaranya pengenalan terhadap teknologi serta proses pembelajarannya, proses pembelajaran softswitch, pengenalan
implementasi
dan
proses
migrasi.
Pada
proses
pengimpementasian ada beberapa tes yang dilakukan yaitu, tes penyesuaian hardware dan software, tes integrasi elemen, tes fungsi, dan tes performansi. Fase ini meliputi dua tahap, yaitu tahap uji coba di laboratorium dan uji coba di lapangan. •
Fase implementasi tahap 1 Implementasi jaringan NGN dengan melakukan migrasi pada trunk switch (TS) yaitu dengan mengganti class 4 switch dengan softswitch. Langkah pertama dengan cara menginstal trunk gateway pada bagian trunk clas4 switch untuk mengkonversi jaringan TDM ke IP dan sebaliknya. Kemudian mencabut class 4 switch tersebut (pada saat end-of-life) dari arsitektur. Sehingga class 5 switch ditangani langsung oleh trunk gateway (TG) yang akan merutekan panggilan melalui jaringan IP. Sebelum class 4 switch atau TS ini mencapai end-of-life, maka dilakukan fungsi persiapan migrasi ke softswitch dengan cara mengalihkan trafik yang ditangani TS secara bertahap misalnya pengalihan 20% trafik hingga 100%. Konfigurasi jaringan fase implementasi tahap 1 dapat dilihat pada gambar 4.3. Elemen utama
55
jaringan softswitch pada fase ini menggunakan softswitch class 4. Solusi pengimplementasian dilakukan dengan interworking pada level TS antara jaringan PSTN dengan jaringan softswitch. Dimana posisi interworking ini menempatkan elemen TG dan TS se-level. Dengan adanya elemen TG ini, ada fungsi lain yang dilaksanakan selama fase ini. Fungsi tersebut adalah fungsi tambahan, yaitu membangun jaringan baru untuk tambahan trafik baru, dimana kapasitas TS dianggap sudah maksimal.
Gambar 4.4 Konfigurasi implementasi jaringan tahap 1
•
Fase implementasi tahap 2
56
Tahap implementasi jaringan NGN dengan melakukan migrasi pada local switch (LS) yaitu dengan mengganti class5 switch dengan access gateway (AG). Sama halnya dengan implementasi tahap 1, Solusi pengimplementasian dilakukan dengan interworking pada level LS (class 5 switch) antara jaringan PSTN dengan jaringan softswitch AG ditempatkan pada LS. Jika LS tersebut mencapai end-of-life maka AG akan mengambil alih seluruh trafik serta fungsinya. Konfigurasi jaringan adalah sebagai berikut:
Gambar 4.5 Konfigurasi implementsai jaringan tahap 2
57
Elemen utama jaringan softswitch pada fase implementasi tahap 2 ini menggunakan softswitch class 4 dan 5. Pada fase ini, TG dan SG tidak digunakan lagi jika fase implementasi tahap 2 sudah lengkap atau sempurna. 4.2.2.2 Secara Radikal
Konsep pengimplementasian secara radikal ini cenderung dilakukan oleh operator baru yang akan langsung membangun jaringan baru yang akan langsung membangun jaringan baru dengan teknologi softswitch. Disini implementasi yang dilaksanakan sudah langsung memakai konsep jaringan ideal. 4.2.3
Perbandingan konsep pengimplementasian
Dalam pelaksanaan
konsep
pengimplementasian
masing-masing
cara
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tabel 4.7. Perbandingan Konsep Implementasi NGN Segi perbandingan Ekonomi
Secara bertahap
Secara radikal
Biaya relatif lebih murah karena
Biaya relatif lebih mahal karena
investasi dilakukan bertahap dan
investasi dilakukan sekaligus
investasi
lama
masih
bisa
dimanfaatkan. Prediksi kebutuhan
Pengunaan
perangkat
lebih
Belum optimal
antar
Tidak diperlukan
optimal sesuai kebutuhan Interoperabilitas
Butuh
interoperabilitas
jaringan yang berbeda Kemudahan implementasi
Sulit karena ada 2 teknologi yang berbeda (circuit switch dan packet switch)
58
Langsung sekaligus
Untuk pengimplementasian jaringan NGN di Indonesia, operator PSTN (PT.Telkom) sebainya melakukan migrasi secara bertahap karena jaringan eksisting yang ada saay ini masih memiliki umut 10-15 tahun. 4.3
ENUM
Jaringan yang didukung oleh sistem pentarifan ini adalah jaringan IP, oleh karena itu diperlukan sistem penomoran baru yang disebut dengan Telephone Number Mapping (ENUM). Definisi ENUM sendiri adalah sebuah sistem yang melakukan pemetaan dari nomor telepon ke alamat IP yang digunakan di komputer atau pesawat telepon di internet. Rencana penomoran dan pengalamatan utama dalam jaringan telekomunikasi berbasis IP di Indonesia menggunakan Uniform Resource Locator (URL) dan ITU-T E.164. Penomoran ITU-T E.164 dapat dipetakan terhadap alamat URL. Pemetaan nomor telepon E.164 ke skema pengalamatan IP imilah yang disebut ENUM. ENUM didefinisikan oleh Internet Engineering Task Force (IETF) in RFC3761 sebagai : Pemetaan nomor telepon ke Uniform Resource Identifiers (URIs) menggunakan Domain Name System (DNS) dalam domain e164.arpa. Tujuan penggunaan ENUM sudah jelas adalah untuk interworking dengan PSTN/ISDN
Gambar 4.6 Ilustrasi kerja ENUM
59
Gambar 4.7 Mekanisme penggunaan aplikasi ENUM di NGN
ENUM merupakan enabler antara PSTN dan internet. Sebagaimana dijabarkan ITU, ENUM merupakan protokol komunikasi yang menyatukan sistem penomoran telepon E.164 dengan sistem pengalamatan internet (DNS) menuju uniform resource identifier yang dapat digunakan untuk melakukan kontak terhadap sumber yang terkait dengan nomor tersebut. Secara konsep, ENUM mengonversikan nomor telepon E.164 semisal +613928 59000 ke nama
domain
lengkap
0.0.0.9.5.8.2.3.6.1.e164.arpa.
Beberapa
alamat
komunikasi yang dapat disatukan dengan ENUM adalah alamat rumah atau kantor, e-mail, nomor telepon lainnya maupun situs internet. Infrastruktur ENUM memfasilitasi sinyal berbasis IP dan interkoneksi antar penyedia layanan. Interkoneksi memungkinkan penyedia layanan VoIP menghindari biaya terminasi PSTN, menjaga kualitas end-to-end, dan mencegah adanya fitur yang tidak berfungsi. Dengan ENUM, beragam penyedia VoIP dapat dijembatani saat jaringan IP tersedia. Sementara tanpa ENUM, penyedia VoIP tak punya alternatif untuk menggunakan PSTN
60
sebagai transportasi biasa antartelepon berbasis IP pada jaringan yang berbeda. Seperti kita ketahui, selain frekuensi, nomor merupakan sumber daya alam yang terbatas sehingga pemanfaatannya harus seefisien mugkin. Tren regulasi dunia mengenai penomoran, jelas mengarah pada dua hal, yaitu number portability dan ENUM. Secara langsung maupun tidak langsung, keduanya mempunyai
hubungan
yang
unik
untuk
sama-sama
mengefisienkan
penomoran, mengubah paradigma nomor sebagai milik operator menjadi milik negara yang "dipinjamkan" kepada konsumen, serta secara lebih jauh mengubah tatanan industri. Solusi penomoran baru ini diperkirakan akan berpengaruh pada pola penomoran telefon di Indonesia, mengingat selama ini nomor telefon tetap dan seluler dibuat berdasarkan kode area wilayah dan blok nomer telefon penyelenggara telekomunikasi yang bersangkutan. Di samping itu, solusi ENUM ini terkait dengan penjajakan penerapan Mobile Number Portability (MNP), yang memungkinkan kepemilikan nomer telefon permanen, sehingga blok nomer suatu penyelenggara telekomunikasi tidak lagi dapat dijadikan acuan. Teknologi ini hampir sama dengan pemetaan nama mesin ke alamat IP, hanya saja ENUM ini memungkinkan nomor telefon tidak lagi tergantung lokasi geografis, melainkan entitasnya. Oleh karenanya, ENUM yang terdapat di suatu database harus bersifat unik dan universal, karena memungkinkan mengakomodasi layanan baru dengan hanya satu nomor saja. Ditjen Postel bersama APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) dan beberapa penyelenggara telekomunikasi telah mengadakan Test-Bed ENUM Indonesia yang telah terinstalasi di Indonesia Internet Exchange. TestBed ENUM ini merupakan kolaborasi antara penyelenggara telekomunikasi
61
dan penyelenggara jasa multimedia (khususnya ISP dan ITKP). Test-Bed ENUM memilki task force khusus yang tergabung dalam kelompok kerja nasional yang disahkan melalui Surat Keputusan Dirjen Postel No. 140/DIRJEN/2007. Tujuan Test-Bed ENUM yang sudah berlangsung sejak Juni 2007 hingga September – Oktober 2007 ini adalah untuk melakukan simulasi ENUM pada jaringan telekomunikasi eksisting dengan tahapan teknis sebagai berikut: 1) Percobaan koneksi/hubungan komunikasi dua arah antara PSTN dan IP. 2) Percobaan pengaksesan layanan berbasis IP dengan memutar nomor E.164. 3) Percobaan pengaksesan layanan berbasis internet dengan sebuah nomor E.164. Teknik alokasi yang paling konvensional adalah memberikan kesempatan pada operator, seperti operator seluler, Telkom, dll. untuk memperoleh blok nomor. Misalnya dengan alokasi +62555xxxxyyyy. Artinya ada empat digit 'x' untuk kode operator, dan kemungkinan 10.000 pelanggan per blok. Alternatif lain yang lebih baik untuk operator adalah menggunakan blok nomor existing, misalnya, +6221xxx xxxx (Jakarta), +62811xxxxxxx (Telkomsel) dll agar dapat terdaftar langsung ke primary ENUM server. Yang akan seru adalah bagi rakyat biasa, RT/RW-net dan korporasi/perusahaan. Dengan adanya ENUM, sebuah perusahaan yang sangat besar dan mempunyai banyak cabang dapat mengintegrasikan PBX-nya menjadi satu kesatuan dan di kenali di jaringan telepon dalam sebuah kode area saja. Misalnya bank yang banyak cabangnya, seperti, BCA, BRI, BNI dll. dapat saja mereka meminta blok nomor +62555xxxxyyyy, dengan kemungkinan
62
memberikan nomor ke 10.000 pesawat telepon. Tentunya internal bank harus melakukan alokasi nomor sendiri untuk masing-masing lokasi. Hal yang sama dapat juga dilakukan untuk sebuah RT/RW-net, misalnya, memperoleh blok +62555xxxxxxyy yang mempunyai kemungkinan memberikan nomor ke 100 pelanggan RT/RW-net. Sementara untuk perorangan, sebaiknya di-handle oleh registrar yang ditunjuk oleh Top Level ENUM sama seperti proses registrasi
domain.
Misalnya,
alokasi
untuk
perorangan
adalah
+6255512yyyyyy dengan kemungkinan mengalokasikan nomor ke 1 juta orang secara personal. Registrar harus menangani permohonan perorangan tersebut menggunakan mekanisme otentikasi misalnya menelepon orang tersebut, seperti di contohkan di www.e164.org. Perencanaan penggunaan ENUM dan softswitch di Indonesia diilustrasikan pada gambar di bawah ini:
sumber: Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi untuk Indonesia
Gambar 4.8 Rencana sistem ENUM di Indonesia
63