BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
Dalam bagian ini berisi mengenai analisis implementasi pendidikan life skill, faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi pendidikan life skill di pondok pesantren Darul Ishlah Pisang Sari Panjang Wetan kota Pekalongan. Data yang akan dianalisis tidak berupa angka tetapi berupa informasi dengan menggunakan teknik analisis model Milles and Huberman, dimana analisis data dilakukan secara interaktif dengan melalui beberapa tahapan yaitu: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan sehingga menghasilkan analisis sebagai berikut. A. Analisis Implementasi Pendidikan Life Skill di Pondok Pesantren Darul Ishlah Pisang Sari Panjang Wetan Kota Pekalongan 1.
Analisis Perencanaan Pendidikan Life Skill di pondok pesantren Darul Ishlah Pisang Sari Panjang Wetan Kota Pekalongan Pondok Pesantren Darul Ishlah dalam melakukan perencanaan pendidikan life skill dilakukan dengan berbagai hal, diantaranya: a.
Perumusan tujuan Dalam perumusan tujuan awal dan sekarang tidak ada perbedaan, yaitu sesuai dengan visi dan misinya, tujuan umum dari pendidikan life skill di pondok pesantren Darul Ishlah adalah untuk meningkatkan kemandirian, karena kemandirian merupakan salah satu faktor utama. Tujuan khususnya yaitu santri sepulang dari
81
82
pondok pesantren tidak tergantung dengan orang lain dan bisa membuka lapangan pekerjaan. Kalau bisa santri setelah keluar dari pesantren bisa menghidupi keluarga dan membantu kedua orang tuanya. Disamping mereka harus mengajarkan ilmu agama mereka juga diharapkan bisa bekerja sesuai dengan kemampuannya. 1 Seperti yang telah diketahui bahwa perencanaan merupakan proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dalam menetapkan jalan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu seefisien dan seefektif mungkin. Dalam setiap perencanaan selalu terdapat tiga kegiatan yang meskipun dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya dalam proses perencanaan.
Salah satu
diantara
kegiatan tersebut
adalah:
perumusan tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut dapat mencakup tujuan umum (goal) dan tujuan khusus (objectives) yang dimiliki oleh suatu organisasi atau lembaga.2 Mengenai perumusan tujuan dalam pendidikan life skill di pondok pesantren Darul Ishlah sudah baik dan cukup jelas dalam merumuskannya, karena pondok pesantren Darul Ishlah mampu merumuskan tujuan, baik secara umum maupun secara khusus, diantaranya tujuan secara umum, yaitu mencapai kemandirian dan tujuan khususnya yaitu santri sepulang dari pondok pesantren tidak tergantung dengan orang lain
1
Kiai Abdul Choliq, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ishlah, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 21 Februari 2016. 2 Nanang Fatah., Landasan Manajemen Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 49.
83
dan bisa membuka lapangan pekerjaan. Kalau bisa santri setelah keluar dari pesantren bisa menghidupi keluarga dan membantu kedua orang tuanya. Disamping mereka harus mengajarkan ilmu agama mereka juga diharapkan bisa bekerja sesuai dengan kemampuannya. Dengan adanya perumusan tujuan tersebut, maka pondok pesantren dapat mengetahui apa yang seharusnya akan dikerjakan kedepannya, serta memiliki arah dan tujuan yang jelas. Sehingga keadaan di masa yang akan datang tidak hanya kebetulankebetulan saja. b.
Pemilihan program Pada awalnya program life skill yang akan diajarkan di pondok pesantren Darul Ishlah adalah life skill menjahit dan keterampilan tangan dari pelepah pisang. 3 Setelah dilakukan perencanaan ulang, pemilihan program yang dilakukan pondok pesantren Darul Ishlah untuk mencapai tujuan pendidikan life skill, yaitu dengan menerapkan life skill yang beranekaragam, untuk menyesuaikan kebutuhan santri di pondok pesantren tersebut.4 Dalam pemilihan program, keputusan yang diambil tidak lepas kaitannya dengan masalah yang dihadapi pada masa yang akan datang.5 Pemilihan program awal dengan program setelah dilakukan
3
Kiai Abdul Choliq, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ishlah, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 05 April 2016. 4 Kiai Abdul Choliq, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ishlah, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 21 Februari 2016. 5 Sudjana, Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Bandung: Falah Production, 2004), hlm.59.
84
perencanaan ulang, jauh berbeda dan lebih baik, karena pondok pesantren Darul Ishlah dalam pemilihan program yaitu dengan menerapkan pendidikan life skill yang beranekaragam, tidak hanya satu skill saja yang diajarkan, sehingga dengan adanya life skill yang beranekaragam, maka hal tersebut bermanfaat sekali bagi santri, karena kondisi santri di pondok pesantren Darul Ishlah memiliki bakat maupun kemampuan yang berbeda-beda, oleh karena itu life skill yang diajarkan pun harus berbeda untuk memenuhi kebutuhan santri. Akan tetapi life skill yang diajarkan hendaknya mengikuti perkembangan zaman secara maksimal, agar tidak ketinggalan zaman. Diantaranya dengan pelatihan komputer yang berbasisi internet, sehingga nanti apabila santri menghasilkan produk bisa dipasarkan lewat media online. c.
Sumber daya Dalam upaya menggambarkan penyusunan rangkaian tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi atau lembaga, maka perlu mempertimbangkan sumber-sumber yang tersedia atau sumber-sumber yang dapat disediakan. Sumber-sumber itu meliputi sumber daya manusia dan sumber daya non manusia. Sumber daya manusia mencakup, pamong belajar, fasilitator, tutor, warga belajar, pimpinan lembaga, dan masyarakat/ pesarta didik. Sumber daya non manusia meliputi fasilitas, alat-alat, waktu, biaya, lingkungan, dan
85
sumber daya buatan dan lain sebagainya. 6 Dalam perencanaan pendidikan life skill di pondok pesantren Darul Ishlah mengenai sumber daya yang dipersiapkan diantaranya: 1) Tenaga pengajar Tenaga pengajar life skill di pondok pesantren Darul Ishlah adalah teman-teman dari pihak pengasuh yang bisa diajak bekerjasama, mereka mempunyai keahlian tertentu yang sesuai dengan kebutuhan life skill yang diajarkan di pondok pesantren, seperti menjahit, tata boga, kaligrafi, komputer dan membuat keterampilan tangan. Mereka pun ikhlas di dalam mengajar.7 Yang menjadi tenaga pengajar life skill di pondok pesantren Darul Ishlah sudah sesuai dengan bidang mereka masing-masing, diantaranya sesuai dengan wawancara dengan masing-masing pengajar bahwa pengajar life skill komputer, sudah lulus sarjana dan sudah berpengalaman mengajar komputer di luar pondok pesantren tersebut. Pengajar life skill kaligrafi biasa menjadi dewanjuri ketika ada lomba kaligrafi tingkat provinsi, menjadi pelatih dalam pembuatan kaligrafi. Pengajar life skill menjahit, tata boga dan keterampilan tangan merupakan salah satu anggota Bapeda kota Pekalongan dan biasa menjadi pelatih keterampilan tangan maupun yang lainnya di berbagai tempat. Pengajar life
6
Sudjana, Op.Cit., hlm.59 Kiai Abdul Choliq, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ishlah, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 21 Februari 2016. 7
86
skill dari pelepah pisang pernah mengikuti diklat di Jawa Tengah membuat keterampilan dari pelepah pisang. Selain para pengajar memiliki keahlian dalam bidangnya masing-masing, mereka juga ikhlas dalam mengajar di pondok pesantren Darul Ishlah. Mereka tidak terlalu mengharap gaji, kerena para pengajar memahami kondisi pondok pesantren tersebut, selain itu mereka juga sudah mendapatkan penghasilan dari luar, misalnya ada yang menjadi guru, anggota Bapeda, pelatih dan sebagainya. 2) Peserta didik Sebagai peserta didik dalam perencanaan awal pendidikan life skill di pondok pesantren Darul Ishlah adalah para santri yang ada di pondok pesantren Darul Ishlah, santrinya pada waktu itu hanya 10 anak. 8 Namun setelah dilakukan perencanaan ulang, peserta didik dalam pendidikan life skill di pondok pesantren Darul Ishlah adalah para santri dan warga sekitar yang bersedia untuk ikut pendidikan life skill.9 Sehingga peserta didik dalam pendidikan life skill di pondok pesantren Darul Ishlah sudah berkembang, karena pondok pesantren sudah melibatkan warga sekitar sebagai
8
Kiai Abdul Choliq, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ishlah, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 05 April 2016. 9 Kiai Abdul Choliq, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ishlah, Wawancara Pribadi. Pekalongan, 21 Februari 2016.
87
peserta didiknya, tidak hanya dari kalangan santri yang mukim saja. 3) Masyarakat dan lingkungan Masyarakat sekitar dan lingkungan tidak menjadi kendala untuk pendidikan life skill di pondok pesantren Darul Ishlah, mereka selalu mendukung dengan adanya pendidikan life skill di pondok pesantren tersebut, bahkan mereka sangat antusias. Diantaranya mereka memasukkan anak-anaknya untuk mengikuti pendidikan life skill yang diselenggarakan oleh pondok pesantren. 4) Fasilitas/ sarana prasarana Fasilitas dan sarana prasarana yang digunakan ketika perncanaan awal dengan cara meminjam kepada teman pengasuh. 10
Namun setelah perencanaan ulang fasilitas yang digunakan
dalam kegiatan pendidikan life skill di pondok pesantren Darul Ishlah dengan memanfaatkan tempat yang luas di sekitar pondok pesantren, diantaranya aula pondok, halaman pondok, mini lab komputer dan lain sebagainya. Sarana prasarana yang di perlukan pun beranekaragam sesuai kebutuhan jenis ketrampilan yang diajarkan. Pengadaan sarana prasarana dibeli secara bertahap. 11 Memang
sarana
prasarana
yang
digunakan
dalam
pendidikan life skill di pondok pesantren Darul Ishlah masih
10
Kiai Abdul Choliq, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ishlah, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 05 April 2016. 11 Kiai Abdul Choliq, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ishlah, Wawancara Pribadi. Pekalongan, 21 Februari 2016.
88
kurang dan terbatas, diantaranya mesin jahit yang rusak, jumlah komputer yang masih sedikit. Meskipun demikian, hal tersebut tidak menjadi kendala yang menyebabkan pendidikan life skill harus berhenti di pondok pesantren tersebut, namun pondok pesantren Darul Ishlah tidak diam begitu saja, tetapi mereka tetap berusaha untuk memenuhi dan melengkapi keterbatasan tersebut sambil mejalankan pendidikan life skill. 5) Dana Dana yang digunakan untuk pendidikan life skill di pondok pesantren Darul Ishlah yaitu bantuan dari Dinas Pendidikan dan perusahaan Telkom
yang
dimanfaatkan untuk
keperluan
operasional, dan dana untuk selanjutnya dari pondok itu sendiri seperti hasil penjualan produk yang dibuat, hasil mengikuti perlombaan, membuka warung kecil-kecilan di wilayah pondok, dan lain sebagainya. 12 Namun dana yang digunakan masih kurang, karena mengandalkan dana dari pondok pesantren saja. Sehingga perlu pondok pesantren mencari donatur tetap agar pendidikan life skill yang ada di pondok pesantren dapat berjalan dengan baik dan lancar serta berkembang dengan pesat.
12
Kiai Abdul Choliq, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ishlah, Wawancara Pribadi. Pekalongan, 21 Februari 2016.
89
2. Analisis Pengorganisasian Pendidikan Life Skill di Pondok Pesantren Darul Ishlah Pisang Sari Panjang Wetan Kota Pekalongan Untuk pengorganisasian ketika awal diadakannya pendidikan life skill, pengasuh membagi pengajar untuk mengajar sesuai dengan bidangnya masing-masing. Akan tetapi pada saat itu pondok pesantren belum menyusun struktur organisasi dan jadwal secara tertulis. 13 Setelah dilakukan perencanaan ulang, pengorganisasian pendidikan life skill di pondok pesantren Darul Ishlah dilakukan dengan berbagai hal diantaranya: menentukan sumber daya dan kegiatan yang dibutuhkan terlebih dahulu. Kemudian merancang dan mengembangkan kelompok kerja, menugaskan seseorang atau kelompok orang dalam suatu tanggung jawab,
dan
pendelegasian
wewenang.
Dalam
merealisasikan
pengorganisasian tersebut pengasuh beserta pengajar sepakat untuk membuat jadwal life skill antara kegiatan satu dengan kegiatan yang lainya. Begitu juga dibuatkan struktur organisasi dalam pendidikan life skill di pondok pesantren Darul Ishlah. 14 Di dalam suatu organisasi, pengorganisasian merupakan sesuatu yang sangat perlu, pengorganisasian merupakan proses mengatur, mengalokasikan dan mendistribusikan pekerjaan, wewenang dan sumber daya diantara anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Dimana proses organisasi ini meliputi: pertama, menentukan sumber
13
Kiai Abdul Choliq, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ishlah, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 05 April 2016. 14 Kiai Abdul Choliq, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ishlah, Wawancara Pribadi. Pekalongan, 21 Februari 2016.
90
daya dan kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi. Kedua, merancang dan mengembangkan kelompok kerja yang berisi orang yang mampu membawa organisasi pada tujuan. Ketiga, menugaskan seseorang atau kelompok orang dalam suatu tanggung jawab tugas dan fungsi tertentu. Keempat, mendelegasikan wewenang kepada individu yang berhubungan dengan keleluasaan melaksanakan tugas. 15 Dalam
penentuan
kegiatan-kegiatan
seorang
manajer
harus
mengetahui, merumuskan dan menspesifikasikan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi dan menyusun daftar kegiatan-kegiatan
yang
diperlukan
yang
akan dilakukan.
Ketika
mengembangkan kelompok kerja pemimpin harus mengelompokkan kegiatan-kegiatan dalam beberapa kelompok atas dasar tujuan yang sama, kegiatan-kegiatan yang bersamaan serta berkaitan yang terdapat dalam satu unit kerja. Dalam pendelegasian wewenang, pemimpin harus menetapkan besarnya wewenang yang akan didelegasikan kepada setiap unit kerja. 16 Pengorganisasian pendidikan life skill di pondok pesantren Darul Ishlah
antara
pengorganisasian
awal
dengan
seteleh
diadakan
pengorganisasian ulang mengalami perubahan yang baik. diantaranya dalam menentukan sumber daya seperti tenaga pengajar sudah baik,
15
Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 94-95. 16 Marno dan Triyo Supriyatno, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam (Bandung: PT Refika Aditama, 2008), hlm.19.
91
karena para pengajar memiliki keahlian masing-masing sesuai dengan kebutuhan pondok pesantren, dan penentuan kegiatannya pun sudah baik, karena menyelenggarakan kegiatan life skill yang beranekaragam menyesuaikan keadaan santri yang memiliki kemampuan/ bakat berbeda-beda. Ketika merancang dan mengembangkan kelompok kerja dalam pendidikan life skill di pondok pesantren Darul Ishlah untuk life skill mejahit, tata boga dan keterampilan tangan diampu oleh satu pengajar. Namun untuk life skill yang lainnya seperti, komputer, kaligrafi, dan keterampilan dari pelepah pisang masing-masing diampu oleh satu pengajar. Sehingga dalam hal merancang dan mengembangkan kelompok kerja sudah tersusun rapi. Masing-masing sesuai dengan job atau keahliannya. Pengorganisasian pendidikan life skill di pondok pesantren Darul Ishlah dalam menugaskan seseorang atau kelompok orang dalam suatu tanggung jawab masih kurang fokus, karena ada seorang pengajar yang diberi tugas mengajar sampai tiga life skill, sehingga pendidikan life skill yang dilakukan kurang efektif. Tenaga pengajar tersebut, seperti ibu Sri Mulyati, S.Ag. yang ahli dalam bidang menjahit, memasak, keterampilan tangan diberi tugas dan dimintai bantuan untuk mengajar hal tersebut, jadi ibu Sri Mulyati diberi tugas untuk mengajar tiga keterampilan tersebut kepada para santri. Bapak Khafidz ahli dalam bidang kaligrafi dimintai bantuan untuk mengajar kaligrafi, begitu juga bapak Abdullah
92
Rifa’i ahli dalam bidang komputer dimintai bantuan untuk mengajar komputer, dan pengasuh sendiri mengajari pembuatan keterampilan dari pelepah pisang. Pendelegasian wewenang dalam pendidikan life skill di pondok pesantren Darul Ishlah sudah tersusun rapi, hal tersebut dilakukan dengan disusunnya struktur organisasi dan jadwal pendidikan life skill, sehingga memperjelas masing-masing tugas setiap pengajar dan tidak terjadi bentrok antara kegiatan keagamaan di pondok dengan pendidikan life skill yang direncanakannya. Penyusunan jadwalnya pun sudah tersusun dengan baik karena jadwalnya menyesuaikan waktu luang santri ketika tidak ada kesibukan kegiatan keagamaan mereka.
3.
Analisis Penggerakan Pendidikan Life Skill di Pondok Pesantren Darul Ishlah Pisang Sari Panjang Wetan Kota Pekalongan Penggerakan/ pelaksanaan dalam pendidikan life skill di pondok pesantren Darul Ishlah dilakukan dengan menjaga komunikasi atau situasi yang baik antara pengasuh dengan pengajar, upaya dari pengasuh memberikan masukan atau bimbingan ketika pelaksanaan pendidikan life skill di pondok pesantren, dan melakukan kegiatan yang bertujuan. Dalam melakukan kegiatan yang bertujuan ketika awal, yang dilakukan oleh pengajar adalah hanya dengan life skill menjahit dan keterampilan
93
tangan dari pelapah pisang.17 Sementara setelah dilakukan perencanaan dan pengorganisasian ulang/ sekarang maka life skill yang dilakukan ditambah seperti life skill menjahit, tata boga, keterampilan tangan, keterampilan dari pelepah pisang, komputer dan kaligrafi. Selain itu juga ada upaya dari pengasuh mengadakan kerja sama dengan BLK. 18 Penggerakan pada dasarnya merupakan fungsi manajemen yang komplek dan ruang lingkupnya cukup luas dan berhubungan erat dengan sumber daya manusia. Penggerakan merupakan salah satu fungsi terpenting dalam manajemen. Pentingnya pelaksanaan penggerakan didasarkan
pada
alasan
bahwa,
usaha-usaha
perencanaan
dan
pengorganisasian bersifat vital tapi tidak akan ada output konkrit yang dihasilkan tanpa adanya implementasi aktivitas yang diusahakan dan diorganisasikan dalam suatu tindakan actuating atau usaha yang menimbulkan action. Sehingga banyak ahli yang berpendapat bahwa penggerakan merupakan fungsi yang terpenting dalam manajemen. 19 Beberapa
unsur
penggerakan
diantaranya
situasi,
upaya
menggerakkan, dan kegiatan yang bertujuan. Unsur pertama, situasi dalam penggerakan, menjelaskan tentang perlunya suasana hubungan baik formal maupun informal antara pihak yang menggerakkan dan yang digerakkan. Hubungan ini pada dasarnya adalah komunikasi antara pihak pimpinan dengan pihak yang dipimpin. Komunikasi akan efektif apabila 17
Kiai Abdul Choliq, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ishlah, Wawancara Pribadi. Pekalongan, 4 April 2016. 18 Kiai Abdul Choliq, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ishlah, Wawancara Pribadi. Ahad, 21 Februari 2016. 19 Marno dan Triyo Supriyatno, Op.Cit., hlm. 20.
94
terjadi interaksi antara pemimpin dengan yang dipimpin, adanya pesan dan umpan balik yang bermakna. Kedua, upaya menggerakkan, upaya ini mencakup
kegiatan
mendorong,
menarik,
membimbing,
dan
mengarahkan dorongan yang terdapat pada diri orang-orang yang dipimpin supaya mereka melakukan tugas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Tugas pekerjaan biasanya telah dicantumkan dalam gambaran tugas (job description) pada organisasi sesuai dengan rangkaian kegiatan yang telah ditetapkan dalam rencana. Ketiga, kegiatan yang bertujuan, unsur ini mencakup kegiatan, perbuatan atau pekerjaan yang dilakukan oleh pihak yang dipimpin agar dapat terfokus pada pencapaian tujuan organisasi atau lembaga. 20 Situasi dalam penggerakan di pondok pesantren mengenai pendidikan life skill ini adalah hubungan/ komunikasi antara pengasuh dengan pengajar life skill. Pengajar dalam melaksanakan tugasnya, yaitu mengajar life skill di pondok pesantren Darul Ishlah selalu mengadakan komunikasi kepada pengasuh selaku pemimpin pondok pesantren tersebut, komunikasinya pun terjaga dengan baik. Pengasuh selaku pimpinan dalam pendidikan life skill di pondok pesantren Darul Ishlah sudah baik dalam melaksanakan upaya penggerakan ini,
karena pengasuh memberikan bimbingan dan
pengarahan kepada pelaksana pendidikan life skill. Selain itu pengasuh juga selalu memberi motivasi dan semangat kepada para pengajar,
20
Sudjana, Op.Cit., hlm.146-153.
95
membagi tugas sesuai dengan fungsinya untuk mencapai tujuan. Pengarahan baik secara langsung maupun tidak langsung diberikan oleh pengasuh kepada para pengajar. Dalam kegiatan yang bertujuan sudah cukup baik, antara kegiatan awal dengan kegiatan sekarang sudah ada perbedaan, dimana kegiatannya ditambah tidak hanya dua life skill yang diajarkan, selain itu para pengajar sudah memahami tugas yang diberikan kepadanya dan melaksanakannya dengan baik sesuai dengan yang direncanakan. Kegiatan tersebut diantaranya ada life skill menjahit, tata boga dan keterampilan tangan, keterampilan dari pelepah pisang, komputer dan kaligrafi. Para santri merasa senang dengan diadakannya pendidikan life skill yang beranekaragam di pondok pesantren tersebut. Karena mereka tidak hanya mendapatkan satu pendidikan life skill saja, akan tetapi banyak pendidikan life skill yang ditawarkan di pondok pesantren tersebut. Begitu juga pengalaman santri semakin bertambah karena dari pihak pengasuh sendiri melakukan kerjasama dengan BLK.
4. Analisis Pengawasan Pendidikan Life Skill di Pondok Pesantren Darul Ishlah Pisang Sari Panjang Wetan Kota Pekalongan Pengawasan yang dilakukan dalam pelaksanaan pendidikan life skill di pondok pesantren Darul Ishlah dilakukan dengan cara pengajar menyampaikan apa yang terjadi di lapangan dan hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan life skill di pondok pesantren dalam rapat
96
yang diadakan pengasuh, kemudian pengasuh memberikan masukanmasukan untuk memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi, dan diselesaikan dengan cara musyawarah. Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya pendidikan life skill yang ada di pondok pesantren Darul Ishlah bisa dilihat dari hasil dan nilai jual produk yang dihasilkannya. 21 Pengawasan (controlling) merupakan mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan untuk mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan
rencana.
Pendapat
ini
menggambarkan
bahwa
aktivitas
controlling adalah untuk menemukan dan mengoreksi penyimpanganpenyimpangan penting dalam hasil yang dicapai terhadap aktivitas yang direncanakan dan dilaksanakan secara objektif. 22 Langkah-langkah pokok dalam pengawasan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) menetapkan tolok ukur mengenai hasil pencapaian tujuan dan kegiatan untuk mencapai tujuan tersebut, 2) mengukur penampilan pelaksana dalam melakukan kegiatan, 3) membandingkan penampilan pelaksana dengan tolok ukur yang telah ditetapkan, dan 4) memperbaiki kegiatan, apabila dipandang perlu, sehingga kegiatan itu sesuai dengan rencana. 23 Dalam pengawasan pendidikan life skill di pondok pesantren Darul Ishlah belum merumuskan dengan baik, dan belum mempunyai standar nilai dalam proses evaluasi. Dalam arti, tidak seperti langkah-langkah 21
Kiai Abdul Choliq, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ishlah, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 21 Februari 2016. 22 Syaiful Sagala, Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat (Jakarta: PT Nimas Multima, 2004), hlm. 26. 23 Sudjana, Op.Cit., hlm. 219.
97
yang ada dalam teori, diantaranya dengan menetapkan tolok ukur, mengukur pelaksanaan, membandingkan dan memperbaiki kegiatan. Akan tetapi yang digunakan pondok pesantren Darul Ishlah adalah dengan cara mengungkapkan masalah-masalah secara langsung dari para pengajar, dan kemudian pengasuh memberikan masukan-masukan untuk memperbaiki kegiatan life skill di pondok pesantren tersebut. Untuk mengevaluasi berhasil atau tidaknya pendidikan life skill di pondok pesantren Darul Ishlah juga belum dirumuskan dengan baik, tetapi pesantren ini hanya menggunakan sistem evaluasi dengan pengungkapan secara langsung, Maka dalam evaluasi yang dilakukan di
pondok pesantren Darul Ishlah
masih tergolong manual atau
tradisional, karena hanya pengungkapan saja
yang dilakukan untuk
proses pengevaluasian kegiatan life skill yang sudah terlaksana.
B. Analisis Faktor Pendukung Dan Penghambat Dalam Implementasi Pendidikan Life Skill di Pondok Pesantren Darul Ishlah Pisang Sari Panjang Wetan Kota Pekalongan 1. Analisis Faktor Pendukung dalam Implementasi Pendidikan Life Skill di Pondok Pesantren Darul Ishlah Pisang Sari Panjang Wetan Kota Pekalongan Dalam implementasi pendidikan life skill di pondok pesantren Darul Ishlah Pisang Sari Panjang Wetan Kota Pekalongan tidak terlepas
98
dari adanya faktor-faktor yang turut mendukung dalam pelaksanaannya, di antaranya adalah sebagai berikut: a. Pengasuh Pengasuh di pondok pesantren Darul Ishlah dalam pendidikan life skill selalu memberikan motivasi, bimbingan dan arahan kepada para pengajar. Komunikasinya terjalin baik dengan para pengajar. 24 Kuatnya otoritas pengasuh/ kiai di dalam pesantren, maka mati hidupnya pesantren banyak ditentukan oleh figur kiai. Sebab bagaimanapun, kiai merupakan penguasa, baik dalam pengertian fisik maupun nonfisik yang bertanggung jawab penuh terhadap lembaga pesantren. Dalam kenyataannya, sebagian besar pesantren dapat menemukan bentuknya yang lebih mapan karena faktor manajemen kiainya. Adanya semangat kerja yang ikhlas dari kiai, menjadikan pesantren disegani oleh masyarakat secara luas. 25 Dengan adanya pengasuh yang seperti itu, yaitu pengasuh yang tranformatif merupakan sosok yang mampu melakukan trobosan dan perubahan secara mendasar dan signifikan dalam semua aspek, khususnya dalam mencari solusi. Maka hal tersebut menjadi faktor pendukung dalam hal merencanakan pendidikan life skill di pondok pesantren Darul Ishlah.
24
Sri Mulyati, Pengajar life skill di Pondok Pesantren Darul Ishlah, Wawancara Pribadi Pekalongan, 1 Maret 2016. 25 Amiruddin Nahrawi, Pembaharuan Pendidikan Pesantren (Yogyakarta: Gama Media, 2008), hlm. 27.
99
b. Tenaga Pengajar Tenaga pengajar di pondok pesantren Darul Ishlah merupakan teman dari pengasuh pondok pesantren tersebut, kebetulan mereka memiliki keahlian life skill yang berbeda-beda. Mereka pun ikhlas di dalam mengajar life skill.26 Di dalam lembaga pendidikan, Tenaga pengajar/ pendidik merupakan komponen yang harus ada. Tanpa adanya pengajar maka pendidikan tidak dapat berjalan dengan baik. Di pondok pesantren Darul Ishlah tidak ada masalah mengenai tenaga pengajar/ pendidik, bahkan tenaga pengajar di pondok pesantren Darul Ishlah menjadi faktor pendukung dalam menggerakkan pendidikan life skill, dikarenakan tenaga pengajar yang ada di pondok pesantren tersebut merupakan orang-orang yang ikhlas dalam mengajar, mereka tidak mengharap gaji besar seperti orang pada umumnya. c. Masyarakat dan lingkungan Di pondok pesantren Darul Ishlah masyarakat sekitar dan lingkungan selalu mendukung dengan adanya pendidikan life skill di pondok pesantren tersebut. Tidak ada masyarakat yang merasa terganggu, bahkan masyarakat ikut berpartisipasi cukup baik.27 Masyarakat dan lingkungan dalam pelaksanaan pendidikan life skill memang harus diperhatikan, karena keberdaan masyarakat di
26
Kiai Abdul Choliq, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ishlah, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 21 Februari 2016. 27 Kiai Abdul Choliq, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ishlah, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 21 Februari 2016.
100
lingkungan pesantren itu sangat penting, tanpa ada peran serta masyarakat maka pendidikan life skill kurang berjalan dengan baik, begitu juga dalam hal lingkungan. Dengan begitu masyarakat dan lingkungan sekitar pondok pesantren Darul Ishlah bisa menjadi pendukung dalam pelaksanaan pendidikan life skill. d. Pemilihan program Pemilihan program seperti life skill yang diajarkan di pondok pesantren ini beranekaragam, tidak hanya satu life skill saja, sehingga mampu menampung kemampuan santri yang berbeda-beda, seperti menjahit, memasak, komputer, membuat keterampilan tangan dan kaligrafi.
28
Dengan adanya hal tersebut maka menjadi faktor
pendukung dalam perencanaan terutama untuk mencapai tujuan, yaitu santri bisa bekerja sesuai dengan kemampuannya.
2. Analisis Faktor Penghambat dalam Implementasi Pendidikan Life Skill di Pondok Pesantren Darul Ishlah Pisang Sari Panjang Wetan Kota Pekalongan Implementasi pendidikan life skill di pondok pesantren Darul Ishlah tidak semuanya dapat berjalan dengan mulus. Hal ini terjadi, karena dalam prakteknya di lapangan masih ditemukan banyak kendala dan hambatan. Hambatan-hambatan itu di antaranya adalah sebagai berikut: 28
Putri Nabila, Santriwati Pondok Pesantren Darul Ishlah, Wawancara Pribadi., Pekalongan, 27 Februari 2016.
101
a. Sarana prasarana Sarana prasarana yang digunakan dalam pendidikan life skill masih ada alat yang rusak, seperti mesin jahit. Begitu juga jumlah komputer tidak sesuai dengan jumlah siswa yang ada di pondok pesantren tersebut, ketika pelaksanaan life skill komputer, setiap satu komputer digunakan oleh beberapa santri.29 Keberhasilan pendidikan life skill sangat ditentukan oleh sarana prasarana yang dipergunakan untuk praktik pendidikan. Bagi lembaga pendidikan pesantren, sarana prasarana ini sangatlah diperlukan karena pengajaran merupakan bagian penting dari pendidikan. Dan harus diperhatikan, hendaknya sarana prasarana itu memenuhi kelayakan, seperti luasnya kelas disesuaikan dengan kapasitas murid, ventilasinya dapat menyalurkan hawa yang bersih, suasananya tenang. Demikian pula halnya dengan sarana prasarana lain. Adapun sarana dan prasarana yang mendukung di pondok pesantren Darul Ishlah masih terbatas dan hal tersebut dapat mengganggu dalam pelaksanaan pendidikan life skill. Hal ini disebabkan karena terbatasnya anggaran untuk kegiatan pendidikan life skill. Oleh karena itu dari pihak pondok pesantren berusaha untuk terus melengkapi dan menambah segala sarana dan prasarana yang mendukung dalam kegiatan pendidikan life skill.
29
Observasi di Pondok Pesantren Darul Ishlah Pisang Sari Panjang Wetan Kota Pekalongan, 23 Februari 2016.
102
b. Pengelolaan kelas Di pondok pesantren Darul Ishlah di dalam pendidikan life skill tidak ada pembagian kelas, akan tetapi menjadi satu kelas, baik itu santri lama maupun santri baru menjadi satu. 30 Dengan tidak adanya pengelolaan kelas dengan baik maka pelaksanaannya menjadi kurang efektif. c. Dana terbatas Dana untuk pendidikan life skill berasal dari pondok itu sendiri, baik itu dari penjualan produk yang dihasilkan, mengikuti perlombaan, dan sebagainya. Sementara ini mereka tidak mendapat bantuan dari pihak luar, jadi untuk membeli segala seuatu yang diperlukan dalam pendidikan life skill harus mengumpulkan uang terlebih dahulu. 31 Keberhasilan pendidikan life skill sangat ditentukan oleh dana yang dimanfaatkan untuk melengkapi perangkat keras (hard Ware) untuk dipergunakan praktik pendidikan. Untuk mendapatkan hal itu diperlukan biaya yang tidak sedikit. Di pondok pesantren Darul Ishlah mengenai dana yang tersedia untuk pendidikan life skill masih terbatas,
pondok
pesantren tersebut
dalam
memenuhi
dana
pendidikan life skill merupakan dari usaha mereka sendiri, karena
30
Observasi di Pondok Pesantren Darul Ishlah Pisang Sari Panjang Wetan Kota Pekalongan, 1- 7 Maret 2016. 31 Kiai Abdul Choliq, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ishlah, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 21 Februari 2016.
103
ingin menerapkan visi dan misi mereka agar tertanam jiwa kemandirian. d. Kondisi santri Santri yang ada di pondok pesantren Darul Ishlah memiliki bakat atau keahlian yang berbeda-beda. 32 Santri merupakan elemen yang harus ada dalam sebuah pesantren, karena tanpa adanya santri suatu lembaga tidak lagi bisa dikatakan pesantren. Bakat dan minat masing-masing santri berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. begitu juga di pondok pesantren Darul Ishlah dalam pendidikan life skill minat santri itu berbeda-beda, sehingga apabila ia tidak minat, maka ia kurang bersemangat dan malas dalam mempelajari suatu hal, akhirnya hal tersebut menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan pendidikan life skil yang ada di pondok pesantren.
32
Khafidz, Pengajar life skill di Pondok Pesantren Darul Ishlah, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 16 Maret 2016.