BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan dipapaparkan analisis hasil penelitian tentang pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti, metode pembentukan karakter peserta didik melalui pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti dan efektivitas pembentukan karakter peserta didik melalui pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti. Analisis yang peneliti gunakan didasarkan pada data yang diperoleh selama melakukan penelitian, data yang diperoleh di lapangan berupa data yang bersifat kualitatif, dengan demikian peneliti akan menganalisis data tersebut menggunakan teknik analisis data deskriptif. Peneliti akan mendeskripsikan data yang telah diperoleh ini kemudian memberikan analisis berdasarkan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki oleh peneliti dengan merujuk kepada teori yang telah ada. Dengan analisis ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang rumusan masalah yang telah dirumuskan.
A. Analisis Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMP Negeri 6 Pekalongan Pembelajaran pendidikan agama Islam dan Budi Pekerti di SMP Negeri 6 Pekalongan kelas VII berjalan sesuai dengan kurikulum yang digunakan. SMP Negeri 6 telah menerapkan kurikulum 2013 sejak tahun 2013. Sebagaimana hasil wawancara dengan ibu Nur Hayati bahwa:
96
97
“Kurikulum yang digunakan menggunakan kurikulum 2013, tapi untuk kelas IXnya masih menggunakan kurikulum KTSP, itu karena kurikulum 2013 itu kan mulainya dari sekarang yang kelas VIII dan K13 itu mulai dari tahun kemaren tahun pelajaran 2013/2014. Sekarang untuk kelas VII dan VII mata pelajaran PAI dan Budi Pekerti menggunakan kurikulum 2013. Waktu tahun kemarenpun untuk kota Pekalongan hanya ada 6 sekolah yang menjadi pencontohan kurikulum 2013 itu, seperti: SMP Negeri 6, SMP Negeri 2, SMP Negeri 1, SMP Negeri 14, SMP Islam dan SMP Pius Pekalongan.”1 Langkah-langkah yang ditempuh oleh guru di SMP Negeri 6 Pekalongan khususnya guru pendidikan agama Islam dan budi pekerti sesuai dengan konsep kurikulum 2013, karena telah dikelola dengan baik. Mata pelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti di SMP Negeri 6 Pekalongan pada kelas VII
berlangsung 1 kali dalam seminggu dengan
alokasi waktu 3 jam pelajaran atau setara dengan 120 menit. Materi pelajarannya meliputi: aqidah akhlaq, al-qur’an hadits, fiqih, dan tarikh (sejarah kebudayaan Islam) yang dijadikan satu dalam mata pelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti. Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti kelas VII di SMP Negeri 6 Pekalongan menggunakan strategi pembelajaran aktif dan pendekatan scientific atau pendekatan ilmiah, yaitu suatu pendekatan yang menekankan pada penerapan aktivitas peserta didik seperti mengamati, menanya,
eksplorasi, asosiasi, dan komunikasi.
Sebagaimana hasil wawancara dengan ibu Nur Hayati bahwa: “Pada pembelajaran PAI ini menggunakan strategi pembelajaran yang mampu menumbuhkan rasa ingin tahu siswa sehingga siswa 1
Nur Hayati, Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP Negeri 6 Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 22 November 2014.
98
memiliki motivasi yang tinggi untuk mengikuti pelajaran, tetapi tetap disesuaikan dengan materi pelajarannya. Dan yang jelas untuk pendekatannya menggunakan pendekatan scientific yaitu pendekatan ilmiah yang mana diharapkan melalui pembelajaran ini siswa mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya”.2 Dari keadaan di atas dapat dianalisis bahwa penerapan kurikulum 2013 sudah berjalan dengan baik dan penggunaan pendekatan scientific dalam pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti ini sangat tepat, dimana peserta didik mampu berpikir secara kritis terhadap fenomena yang ada disekelilingnya dengan pengetahuan yang telah ia miliki. Dengan penggunaan pendekatan scientific dalam pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti ini diharapkan peserta didik mampu meningkatkan pengetahuan yang ia miliki secara mandiri. Adapun
metode
yang
digunakan
untuk
mencapai
tujuan
pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti di SMP Negeri 6 Pekalongan, dengan menggunakan metode yang disesuaikan dengan materi dan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh peserta didik setelah pembelajaran itu berakhir, seperti: berdiskusi, sosiodrama, praktek langsung, dan penugasan. Metode ini dilakukan dengan konsep pembelajaran yang tenang dan menyenangkan serta menuntut aktifitas dari peserta didik agar terlibat secara aktif baik mental, fisik maupun sosialnya, sehingga memberikan kesempatan dan mengikutsertakan peserta didik untuk turut ambil bagian dalam proses pembelajaran. Dan hal tersebut terbukti dengan
2
Nur Hayati, Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP Negeri 6 Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 22 November 2014.
99
terlihatnya dari sebagian besar bahkan seluruh peserta didik terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, disamping itu menunjukan semangat belajar yang tinggi, rasa percaya diri pada diri sendiri, dan rasa ingin tahu yang tinggi ketika pembelajaran berlangsung. Dalam pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti kelas VII di SMP Negeri 6 Pekalongan, guru menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Adapun metode pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti kelas VII di SMP Negeri 6 Pekalongan, sebagai berikut. 1. Metode diskusi Metode diskusi merupakan salah satu metode yang sering guru gunakan dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti kelas VII di SMP Negeri 6 Pekalongan. Guru sering menggunakan metode diskusi di dalam inti pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti agar peserta didik mampu berpikir secara kritis terhadap fenomena yang terjadi disekitarnya. Untuk mendiskusikan materi guru sering membagi peserta didik dalam beberapa kelompok belajar untuk membahas materi tersebut. Sebagaimana hasil wawancara dengan ibu Nur Hayati bahwa: “Misalnya: untuk metode diskusi itu sering digunakan untuk materi tertentu, seperti untuk mendiskusikan materi tema iman kepada Allah karena dengan metode ini diharapkan anak mampu berpikir secara kritis, metode ini biasanya digunakan di awal pembelajaran dan inti pembelajaran PAI, untuk mendiskusikan
100
materi siswa dibagi dalam beberapa kelompok belajar untuk membahas materi tersebut.”3 Metode diskusi ini sangat tepat digunakan untuk melatih peserta didik dalam menyampaikan pendapat ataupun argumentasinya dan dengan metode ini diharapkan peserta didik berani menyampaikan pendapat maupun bertanya terkait materi yang belum diketahui serta mampu menghargai
pendapat
dari
teman-temannya
dalam
pembelajaran
pendidikan agama Islam dan budi pekerti ini. Namun terkadang masih ada peserta didik ada yang masih ragu-ragu atau malu-malu dalam menyampaikan argumentasinya dan terkadang peserta didik membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendiskusikan materi diskusi tersebut. 2. Praktek langsung Metode
praktek
langsung
merupakan
suatu
cara
yang
mengharuskan peserta didik untuk memepraktekkan secara langsung materi yang telah dipelajari. Dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti kelas VII di SMP Negeri 6 Pekalongan. Guru menggunakan metode praktek langsung ketika materi tayamum. Peserta didik diminta untuk mempraktekkan secara langsung tata cara tayamum setelah ia melihat video tentang tata cara tayamum yang telah diputar oleh guru, kemudian peserta didik satu persatu di panggil untuk mempraktikkan dengan benar di depan guru tata cara tayamum dengan benar.
3
Nur Hayati, Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP Negeri 6 Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 22 November 2014.
101
Metode praktek langsung ini sangat tepat digunakan dalam materi tayamum. Dengan menggunakan metode praktek langsung peserta didik akan mendapat pengalaman secara langsung dan memperoleh pengalaman secara nyata tentang tata cara tayamum dengan benar sehingga ia dapat mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. 3. Metode Sosiodrama Metode sosiodrama adalah salah satu metode yang digunakan guru pendidikan agama Islam dan budi pekerti, dengan metode ini peserta didik diharapkan mampu memahami peran yang sedang ia mainkan. Metode sosiodrama ini guru gunakan dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti kelas VII di SMP Negeri 6 Pekalongan, guru menggunakan metode sosiodrama dalam materi jujur, amanah, dan istiqomah. Peserta didik diminta untuk mendramatisasikan perilaku jujur, amanah dan istiqomah dari sahabat nabi. Dari kegiatan ini diharapkan peserta didik mampu menghayati dan menghargai akan pentingnya sikap jujur, amanah, dan istiqomah dalam kehidupan seharihari. Penggunaan metode ini sudah tepat karena sesuai dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dimana peserta didik akan mendapat, mengalami dan meresapi sikap jujur, amanah, dan istiqomah ini dalam kehidupan sehari-harinya sehingga ia mampu secara konsisten untuk bersikap jujur kepada siapa saja. Namun, dalam pelaksanaanya metode ini
102
kurang begitu maksimal, dikarenakan kurangya kesiapan peserta didik yang akan mendramatisasikan tokoh tersebut. 4. Metode tanya jawab Di SMP Negeri 6 Pekalongan juga menggunakan metode tanya jawab dalam pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti, metode tanya jawab merupakan salah satu dari beberapa metode yang guru gunakan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti, metode ini sering guru gunakan di awal pembelajaran untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan peserta didik tentang materi yang akan diajarkan. Sebagaimana hasil wawancara denagn ibu Nur Hayati bahwa: “Metode tanya jawab juga sering digunakan dalam pembelajaran PAI ini, karena dengan metode ini dapat mengeksplore pengetahuan siswa. Metode tanya jawab ini kadang digunakan di awal pembelajaran dan kadang di inti.”4 Metode tanya jawab juga sering guru gunakan dalam inti pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti, metode tanya jawab dapat melatih peserta didik untuk berpikir secara kritis tentang materi yang sedang dipelajari. Ketika pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti guru selalu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengeksplorasi pengetahuan yang ia ketahui. Ketika ada peserta didik yang bertanya, guru memberikan kesempatan kepada seluruh peserta didik untuk menjawab.
4
Nur Hayati, Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP Negeri 6 Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 22 November 2014.
103
Dari keadaan di atas dapat dianalisis bahwa metode ini sangat tepat digunakan dalam melatih peserta didik untuk berpikir secara kritis tentang fenomena yang telah ia ketahui. Dengan metode ini peserta didik akan termotivasi atas tanggung jawab sabagai seorang peserta didik untuk terus menggali informasi dan pengetahuan dari berbagai sumber belajar. Namun,
terkadang
masih
ada
peserta
didik
yang
ragu
untuk
mengungkapkan argumentasinya. 5. Metode Penugasan Metode penugasan merupakan suatu cara yang dapat melatih peserta didik untuk bertanggungjawab terhadap tugas yang telah guru berikan kepadanya. Dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti kelas VII di SMP Negeri 6 Pekalongan, guru sering memberi tugas kepada peserta didik setelah materi yang diajarkan itu selesai, tugas yang diberikan kepada peserta didik berupa tugas individu maupun tugas kelompok, seperti tugas mengerjakan latihan yang ada di LKS dan soal latihan-latihan di buku paket. Dengan metode ini peserta didik dilatih agar mampu bertanggung jawab terhadap tugas yang telah diberikan kepadanya. Sebagaimana hasil wawancara dengan peserta didik: “ ..... Setelah pelajaran selesai seringnya diberi tugas, habis materi habis pasti dikasih tugas ngerjain LKS atau buku paket.”5 Metode ini sangat tepat digunakan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti. Dengan metode tersebut peserta 5
Putri Ariska, Peserta Didik SMP Negeri 6 Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 21 November 2014.
104
didik dapat belajar mandiri dan mampu bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan oleh guru kepadanya, selain itu dengan metode pemberian tugas peserta didik juga dilatih untuk belajar mandiri dengan mencari sumber belajar yang beragam, seperti: internet, koran, dan buku-buku di perpustakaan sekolah. Evaluasi
bertujuan
untuk
mengetahui
sejauh
mana
tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan itu tercapai, evaluasi dapat dilakukan dengan berbagai cara baik dengan cara menggunakan tes tertulis, tes lisan, unjuk kerja, dan tugas portofolio. Dalam pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti di SMP Negeri 6 Pekalongan, kadang guru mengevaluasi hasil belajar peserta didik untuk setiap pertemuannnya dengan mengadakan pre test dan post test. Selain itu, guru juga sering meminta peserta didik untuk mengerjakan latihan-latihan yang ada di LKS. Untuk mengevaluasi secara umum, terkait materi yang telah diajarkan guru mengadakan tes ulangan harian, ulangan semester, dan ulangan kenaikan kelas. Diharapkan dengan berbagai evaluasi ini dapat diketahui dengan pasti perkembangan dan kemajuan yang diperoleh oleh setiap peserta didik. Dari kondisi di atas dapat dianalisis bahwa penggunaan alat evaluasi dengan menggunakan tes dalam pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti di SMP Negeri 6 Pekalongan sudah baik, tes ini guru gunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik dalam aspek kognitif atau aspek pengetahuan dari peserta didik. Namun, untuk mengevaluasi aspek psikomotorik guru menggunakan unjuk kerja, dan untuk mengevaluasi aspek
105
sikap paserta didik guru menggunakan observasi dan pengamatan. Dengan variasi alat evaluasi yang digunakan guru dalam pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti ini guru mampu mengetahui tingkat keberhasilan dari masing-masing aspek yang diukur baik itu kognitif, psikomotorik, dan afektifnya setelah peserta didik mengikuti pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti.
B. Analisis
Metode
Pembentukan
Karakter
Peserta Didik
melalui
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMP Negeri 6 Pekalongan Metode adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang guru untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelum pembelajaran itu dimulai. Pembentukan karakter peserta didik harus dilakukan dengan metode yang tepat, agar karakter yang diharapkan setelah pembelajaran itu berakhir dapat melekat ada diri peserta didik. Jadi, penggunaan dan pemilihan metode yang tepat untuk membentuk karakter peserta didik sangat diperlukan agar tercapainya tujuan pembelajaran dan tujuan sekolah secara umum. Untuk membentuk sebuah karakter peserta didik, haruslah diawali dari lingkup yang terkecil. Khususnya di sekolah, dan baiknya selalu terintegrasi dalam proses pembelajaran maupun di luar pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi bahwa pembentukan karakter peserta didik melalui pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi
106
pekerti di SMP Negeri 6 Pekalongan, dapat dilakukan dengan berbagai cara atau metode. Adapun cara atau metode tersebut adalah sebagai berikut. 1. Pembiasaan memberikan penghormatan Metode pembiasaan adalah salah satu metode yang digunakan oleh guru dalam membentuk karakter peserta didik di SMP Negeri 6 Pekalongan. Dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti di SMP Negeri 6 Pekalongan. Pembiasaan untuk hormat kepada guru dan juga bendera Indonesia itu selalu rutin untuk dilakukan. Kebiasaan untuk hormat seperti ini diharapkan dapat menjadi kebiasaan bagi peserta didik, sehingga ia tidak hanya hormat kepada guru tetapi mampu menghomati orang-orang di sekelilingya, karena dengan suatu kebiasaan yang diulang-ulang dan disertai dengan kesadaran dan pemahaman akan dapat menjadi karakter seseorang. Dan kebiasaan menyanyikan lagu-lagu kebangsaan juga akan menjadikan peserta didik lebih mencintai tanah air Indonesia serta menghargai jasa para pahlawan negeri. Rasa hormat merupakan perwujudan dari pengakuan atas keberadaan orang lain tanpa memperdulikan predikat yang melekat pada diri orang tersebut. Bahkan rasa hormat tetap diperlukan meskipun orang yang kita hormati berada di bawah kita secara predikat. Seorang anak harus memiliki rasa hormat kepada orang tuanya. Seorang murid harus memiliki rasa hormat kepada gurunya. Meski begitu, seorang guru juga harus menghormati muridnya. Demikian juga orang tua terhadap anak-
107
anaknya. Penghormatan kepada orang yang lebih muda akan dirasakan sebagai kasih sayang dari orang yang lebih muda.6 Dari keadaan di atas dapat dianalisis bahwa pelaksanaan metode pembiasaan di SMP Negeri 6 Pekalongan ini sudah baik, dengan adanya kegiatan pembiasaan ini dapat menjadikan peserta didik bangga dengan jasa perjuangan para pahlawan bangsa dan menjadikan peserta didik lebih mencintai bangsanya. Selain itu, dengan kegiatan pembiasaan ini peserta didik juga akan terbiasa menghormati orang yang lebih tua, terlebih orang yang telah memberikan ilmu kepadanya. 2. Pembiasaan pembacaan do’a sebelum pelajaran Guru selalu mengawali pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti dengan bacaan surat al-fatihah. Dengan pembiasaan ini dimaksudkan agar terbentuknya karakter religius pada diri peserta didik. Walaupun peserta didik telah membaca do’a sebelum belajar bersama sebelum tadarus dimulai, pembacaan do’a ini selalu rutin dilakukan sebelum pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti ini dimulai. Sebagaimana hasil wawancara dengan ibu Nur Hayati bahwa: “...... Selain itu, sebelum pembelajaran PAI ini dimulai kita selalu memulai dengan pembacaan basmallah dan surat al-fatihah. Pembiasaan ini sebagai salah satu metode membentuk karakter religius pada siswa.”7 Dari keadaan di atas dapat dianalisis bahwa kegiatan pembiasaan ini merupakan salah saru cara untuk membentuk karakter religius pada diri 6
Abdullah Munir, Pendidikan Karakter (Yogyakarta: Pedagogia, 2010), hlm. 103. Nur Hayati, Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP Negeri 6 Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 22 November 2014. 7
108
peserta didik, dengan membiasakan mengawali segala sesuatu dengan bacaan basmalah atau al-fatihan dan mengakhirinya dengan pembacaan hamdalah akan menjadikan peserta didik berkarakter religius. 3. Pemberian nasehat Metode pemberian nasehat selalu diberikan oleh guru ketika pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti. Salah satu kata yang selalu ditekankan oleh bapak atau ibu guru baik itu di dalam pembelajaran maupun di luar pembelajaran adalah membiasakan 5S (senyum, salam, sapa, sopan santun dan sodaqoh). Dengan kebiasaan pemberian nasehat yang selalu diulang-ulang akan timbul dorongan pada diri peserta didik untuk terbiasa santun, baik itu di sekolah maupun di luar sekolah. Selain itu, Ketika peserta didik sedang mengerjakan ulangan guru juga sering menyelipkan kata “kerjakan sendiri-sendiri”. Hal ini guru gunakan agar peserta didik mampu bersikap jujur dalam mengerjakan ulangan dan percaya diri atas hasil jawabannya sendiri. Sebagaimana hasil wawancara dengan ibu Nur Hayati bahwa: “Kata-kata yang sering ditekankan oleh bapak atau ibu guru kepada siswa SMP 6 baik itu di dalam pembelajaran maupun di luar pembelajaran adalah membiasakan 5S (senyum, salam, sapa, sopan santun dan sodaqoh). Selain itu, kita juga sering mengingatkan siswa untuk masuk kelas tepat waktu dan jujur ketika mengerjakan ulangan.”8
8
Nur Hayati, Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP Negeri 6 Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 22 November 2014.
109
Dari keadaan di atas dapat dianalisis bahwa penggunaan metode pemberian nasehat sangat tepat dapat membentuk karakter peserta didik di SMP Negeri 6 Pekalongan, Dengan pemberian nasehat ini diharapkan dapat terbentuknya karakter jujur pada diri peserta didik. Penggunaan metode pemberian nasehat kepada peserta didik mampu memberikan pengertian kepada peserta didik bahwa apa yang dikatakan bapak/ibu guru itu adalah hal yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh peserta didik. 4. Keteladanan Metode keteladanan merupakan salah satu dari beberapa metode yang guru gunakan dalam membentuk karakter peserta didik dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti, guru juga selalu memberikan contoh yang baik kepada peserta didik. Metode keteladanan ini sangat berperan penting dalam membentuk pribadi dari peserta didik, karena peserta didik pasti akan mencontoh apa yang ia lihat. Keteladanan ini memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk karakter peserta didik. Kompetensi personal atau kepribadian guru sangat dibutuhkan dalam proses pembentukan pribadi peserta didik di SMP Negeri 6 Pekalongan, bapak ibu guru selalu memberikan contoh baik kepada peserta didik baik itu perbuatan maupun perkataan. Seperti: bapak ibu guru selalu memberikan contoh membuang sampah pada tempatnya. Hal ini dilakukan sebagai contoh bagi peserta didik bahwa ia harus selalu menjaga lingkungan dengan baik dan peduli
110
akan kebersihan lingkungan. Selain itu, setiap kelas maupun di luar kelas telah disediakan tempat sampah untuk sampah organik dan an organik. Dengan seperti itu peserta didik akan terbiasa hidup bersih dan sehat di sekolah dan akhirnya mampu membiasakannya di lingkungan rumah. Bapak ibu guru juga selalu bertutur kata dengan sopan kepada seluruh warga sekolah baik itu kepada peserta didik maupun kepada sesama bapak ibu guru, guru selalu memanggil peserta didik dengan panggilan yang baik, seperti memanggil dengan panggilan mas atau mbak dan selalu menggunakan kata sopan ketika membutuhkan pertolongan. Hal ini dilakukan agar peserta didik dapat membiasakan diri bertutur kata yang sopan baik itu di lingkungan sekolah mapun di luar sekolah. Sebagaimana hasi wawancara dengan ibu Nur Hayati bahwa: “Disini bapak ibu guru selalu memberikan contoh yang baik kepada siswa ya, baik itu untuk berkata sopan maupun untuk berperilaku baik kepada seluruh warga sekolah. Bapak ibu guru selalu memberikan contoh membuang sampah pada tempatnya. Hal ini dilakukan sebagai contoh bagi siswa bahwa ia harus selalu menjaga kebersihan lingkungan. Di samping itu, sekolah juga sering mengadakan lomba kebersihan antar kelas agar siswa termotivasi untuk selalu menjaga kerapian dan kebersihan sekolah.”9 Sekolah yang baik memberikan kemudahan bagi interaksi antarwarga sekolah. Berbahasa dengan santun akan membuat kita disenangi, disegani, dan dihormati orang lain. Sebaliknya, berbahasa tidak santun dapat menyebabkan kita dibenci dan tidak disenangi orang lain. Kesantunan berbahasa ditentukan antara lain oleh pemilihan kata dan nada 9
Nur Hayati, Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP Negeri 6 Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 22 November 2014.
111
kalimat. Pemakaian kata yang tidak sopan, seperti: bodoh dan dungu, serta kata-kata kasar, jorok, menyakitkan, dan menjijikkan harus dihindari.10 Dari keadaan di atas dapat diketahui bahwa penggunaan metode keteladanan sangat tepat dalam membentuk karakter peserta didik. Dengan metode ketaladanan ini peserta didik mampu bersikap santun kepada seluruh warga sekolah seperti apa yang dicontohkan oleh bapak ibu guru. Dengan kebiasaan bertutur kata yang baik, pasti peserta didik akan meniru gaya bahasa dari gurunya, lalu timbul dorongan untuk mengikuti kebiasaan berbicara mereka, keteladanan berupa perkataan maupun ucapan yang baik dapat menjadikan peserta didik berkarakter santun. 5. Pemberian reward dan punishment Dalam proses pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti, guru juga menggunakan metode pemberian reward dan punishment agar peserta didik mampu bersikap disiplin terhadap tata tertib sekolah yang telah diterapkan. Guru selalu mengecek kelangkapan peserta didik sebelum pelajaran dimulai, seperti halnya ID card dari peserta didik guru juga selalu konsisten menegur peserta didik yang tidak memakai atribut sekolah tersebut dengan melaporkan kepada guru BK. Selain itu, guru juga senantiasa memberikan reward kepada peserta didik yang baik dengan memberikan pujian kepadanya.
10
Hermawan Aksan, Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa (Bandung: Nuansa Cendekia, 2014), hlm. 33.
112
Sebagaimana hasiI wawancara dengan ibu Nur Hayati bahwa: “Metode ini digunakan untuk memotivasi siswa untuk berbuat baik dan patuh terhadap aturan dan tata tertib sekolah. Jika dia melanggar tata tertib tentunya akan mendapat sanksi, begitu pula sebaliknya, kalau dia baik otomatis dia dapat reward juga.”11 Untuk mendorong dan mempercepat proses pendidikan karakter, seyogianya pihak lembaga pendidikan memberikan reward kepada siswa yang berprestasi dan sanksi kepada siswa yang gagal. Akan tetapi, dalam memberikan reward dan sanksi ini harus seimbang dengan program sekolah. Artinya sekolah harus mampu menyediakan program-program yang menantang yang membutuhkan kerja keras, semangat tinggi, berani mengambil cara-ara yang tidak biasa, serta memaksimalkan kreativitas, inovasi, dan strategi.12 Dari keadaan di atas dapat diketahui bahwa penggunaan metode pemberian reward dan punishment ini tepat untuk membentuk karakter tanggung jawab pada diri peserta didik, dengan pemberian reward peserta didik akan selalu termotivasi untuk selalu bersikap baik dan meningkatkan perilakunya ke arah yang lebih baik lagi dan dengan metode pemberian punishment peserta didik diharapkan mampu jera terhadap kesalahan yang telah ia lakukan, sehingga pada akhirnya ia tidak akan mengulangi kesalahan yang sama untuk kedua kalinya.
11
Nur Hayati, Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP Negeri 6 Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 22 November 2014. 12 Jamal Ma’mur Asmani, Buku Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah, (Yogyakarta: Diva Press, 2011), hlm. 177-178.
113
6. Pengarahan Metode pengarahan adalah salah satu cara yang digunakan guru dalam membentuk karakter peserta didik di SMP Negeri 6 Pekalongan, guru selalu memberi pengarahan kepada peserta didik agar masuk kelas tepat waktu setelah istirahat telah usai, dan tidak membawa makanan ataupun minuman ke dalam kelas.
Hal ini guru gunakan untuk
membentuk karakter disiplin pada diri peserta didik.13 Penggunaan metode pengarahan dalam membentuk karakter disiplin pada diri peserta didik ini tepat, dimana tidak ada peserta didik yang masih di luar kelas ketika guru telah memulai pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti ini, serta peserta didikpun tidak ada yang membawa makanan ataupun minuman ke dalam kelas. Hal ini dimaksudkan agar tempat belajar atau kelas tetap bersih dan kondusif untuk belajar. Disiplin tidak akan datang dengan sendirinya, akan tetapi melalui latihan yang ketat dalam kehidupan pribadinya, di dalam interaksi belajar mengajar membutuhkan disiplin. Disiplin dalam interaksi belajar mengajar ini diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati oleh semua pihak dengan sadar, baik pihak guru maupun pihak siswa.14
13
Observasi Pada Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMP Negeri 6 Pekalongan, Hari Sabtu, 15 November 2014. 14 Sardiman, A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Raja Gravindo Persada, 2006), hlm. 17.
114
Selain beberapa cara di atas ada beberapa cara yang dilakukan oleh guru dan sekolah untuk membentuk karakter peserta didik di luar proses pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti, diantaranya sebagai berikut. 1. Kegiatan mencium tangan guru Salah satu kegiatan pagi yang rutin dilaksanakan di SMP Negeri 6 Pekalongan adalah kegiatan mencium tangan guru. Bapak ibu guru piket telah menyambut peserta didik di depan pintu gerbang sekolah sambil senyum dan sapa menghiasi bibir mereka kepada setiap peserta didik yang baru datang, dan tak lupa memberikan motivasi untuk selalu semangat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran pada hari ini. Mencium tangan saat bersalaman merupakan simbol kerendahan hati dan penghormatan seorang kepada orang lain. Bahkan, kegiatan mencium tangan juga cukup efektif untuk menghilangkan sikap sombong dan angkuh. Jika peraturan ini dijalankan secara konsisten di sekolah, maka akan timbul rasa hormat, segan, dan rendah hati. Sehingga, moral dan mental mereka bisa diperbaiki secara bertahap dan mampu menjadikan peserta didik yang memiliki akhlak mulia dan berkarakter.15 Dengan adanya kegiatan ini diharapkan dapat membentuk karakter santun pada diri peserta didik dan dengan kegiatan ini dapat menjadikan antara peserta didik dan guru lebih dekat dan bersahabat.
15
Jamal Ma’mur Asmani, op.cit., hlm. 161.
115
2. Tadarrus pagi SMP Negeri 6 Pekalongan memiliki banyak program atau kegiatan
keagamaan
yang
dilakukan
sebagai
upaya
untuk
menumbuhkembangkan karakter religius pada diri peserta didik. Salah satu kegiatan rutin yang dilakukan di SMP Negeri 6 Pekalongan adalah kegiatan tadarrus pagi, tadarrus pagi ini adalah salah satu kegiatan untuk membentuk karakter religius pada diri peserta didik, yaitu dengan cara membiasakan peserta didik untuk senantiasa membaca al-qur’an setiap hari yang dipimpin oleh salah satu guru pendidikan agama Islam dan budi pekerti. Dari keadaan di atas dapat dianalisis bahwa dengan adanya kegiatan tadarus Al-qur’an ini mampu menjadikan peserta didik terbiasa untuk membaca Al-qur’an setiap hari, serta dengan kegiatan tadarrus pagi ini dapat memberikan motivasi kepada peserta didik untuk belajar tartil, karena mendengar suara yang indah dari teman sebayanya yang telah memimpin pembacaan Al-qur’an tersebut. 3. BTQ Pagi Kegiatan BTQ Pagi merupakan salah satu kegiatan yang rutin dilakukan di SMP Negeri 6 Pekalongan dalam upaya membentuk karakter religius pada diri peserta didik. Kegiatan BTQ ini dimulai pada pukul 06.30 WIB, materi yang diajarkan pada pelajaran BTQ pagi ini meliputi tafsir hadis dari QS. Al-fatihah sampai QS. An-Nass dan mutiara hadis.
116
Pada materi tafsir hadis peserta didik dijelaskan tentang kosa kata per materi mutiara hadisnya peserta didik dijelaskan tentang hadis pendidikan. Dari keadaan di atas dapat dianalisis bahwa kegiatan BTQ pagi ini memberikan wawasan keislaman pada peserta didik. Selain itu, dengan adanya kegiatan BTQ pagi ini peserta didik dapat memahami dan mengerti isi kandungn al-qur’an. Hal ini untuk membentuk karakter religius pada diri peserta didik, karena karakter religius merupakan bagian paling penting dalam pembentukan karakter di SMP Negeri 6 Pekalongan. 4. Shalat berjama’ah Kegiatan pembiasaan yang dilakukan di SMP Negeri 6 Pekalongan dalam membentuk karakter religius pada diri peserta didik salah satunya adalah dengan cara membiasakan peserta didik untuk shalat dhuhur secara berjama’ah bersama bapak atau ibu guru di sekolah pada saat jam istirahat kedua tiba. Sebagaimana hasil wawancara dengan ibu Nur Hayati bahwa: “Pada jam istirahat kedua berlangsung siswa melakukan shalat dzuhur berjamaah di musholla SMP Negeri 6 Pekalongan yang diimami oleh pak guru. Untuk shalat dhuha juga ada jadwalnya setiap jam istirahat pertama.”16 Shalat berjama’ah dalam Islam, mampu menunjukkan pentingnya kerukunan dan persaudaraan. Dengan adanya shalat berjama’ah di lingkungan sekolah, pelan-pelan namun pasti, moralitas anak didik akan semakin tertata. Sikap atau perilaku mereka terkendali, serta proses
16
Nur Hayati, Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP Negeri 6 Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 22 November 2014.
117
perubahan mental dan karakter terjadi secara bertahap. Pendidikan memang bukan hanya transfer pengetahuan, tetapi juga perubahan perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya.17 Dari keadaan di atas dapat dianalisis bahwa penggunaan metode pembiasaan untuk melaksanakan shalat dhuhur di sekolah sangat tepat, dalam kehidupan sehari-hari pembiasaan untuk melakukan shalat berjamaah sangat penting untuk dilakukan karena dengan membiasakan diri melakukan shalat berjama’ah di sekolah, peserta didik mampu terbiasa untuk menjalankan shalat 5 waktu secara berjama’ah baik itu di luar sekolah maupun di rumah. 5. Kegiatan PHBI SMP Negeri 6 Pekalongan merupakan sekolah yang memiliki banyak program atau kegiatan keagamaan yang dilakukan sebagai upaya untuk menumbuhkembangkan karakter religius pada diri peserta didik, salah satunya kegiatan peringatan hari besar Islam. Kegiatan ini digunakan untuk membentuk karakter religius pada diri peserta didik, sebagaimana dikatakan ibu Nur Hayati bahwa: “..... Kegiatan PHBI itu Peringatan Hari Besar Islam, itu ada: peduli dhuafa, qurban pada hari raya idul adha yang dibagikan kepada semua anak-anak yang tidak mampu disini, panti asuhan dan lingkungan masyarakat sekitar yang membutuhkan, kemudian pada tanggal 10 muharram juga membagikan sodaqoh pada anak yatim piatu dari dana infaq selama 4 hari dana dikumpulkan dan kemudian pada tanggal 10 muharramnya dibagikan kepada semua anak-anak yang yatim, piatu ataupun yatim piatu yang kemaren setiap anak dapat 70.000 per anak yang semua jumlahnya 40
17
Jamal Ma’mur Asmani, op.cit., hlm. 160.
118
anak, tetapi itu bukan hanya anak yang memberikan bapak dan ibu guru juga memberikan kepada anak yatim piatu itu.”18 Salah satu bentuk kegiatan hari besar yang diperingati SMP negeri 6 Pekalongan kemarin adalah peringatan hari raya idul adha yang dilakukan dengan menyembelih hewan qurban dan kemudian daging hewan qurban tersebut dibagikan kepada seluruh peserta didik yang kurang mampu di SMP Negeri 6 Pekalongan dan masyarakat sekitar sekolah SMP Negeri 6 Pekalongan yang kurang mampu. Selain itu, kemarin SMP Negeri 6 juga memperingati kegiatan 10 muharram, kegiatan memberikan santunan kepada anak yatim ini juga dapat melatih peserta didik untuk peduli kepada sesama. Tidak hanya peserta didik yang dilatih untuk peduli terhadap sesama. Akan tetapi, bapak ibu guru juga memberikan contoh atau teladan dengan memberikan santunan kepada anak yatim piatu yang ada di sekolah. Dengan keadaan seperti ini peserta didik akan lebih meresapi nilai kepedulian sosial yang diterapkan di sekolah. SMP Negeri 6 Pekalongan memiliki banyak program yang mampu membentuk karakter kepedulian pada diri peserta didik, seperti kegiatan peduli dhuafa juga dilakukan oleh SMP Negeri 6 Pekalongan. Kepedulian sosial dapat ditumbuhkan dengan sejumlah cara. Salah satunya dengan membiasakan diri untuk menyumbang, menfasilitasi kegiatan yang
18
Nur Hayati, Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP Negeri 6 Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 22 November 2014.
119
bersifat sosial, melakukan aksi sosial, berempati kepada sesama teman, dan membangun kerukunan antar warga kelas.19 6. Ekstrakurikuler PAI Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegaiatan tambahan di luar jam pelajaran, dengan adanya kegiatan ini diharapkan para peserta didik SMP
Negeri
6
Pekalongan
mampu
memperluas
pengetahuan,
meningkatkan keterampilan peserta didik. Kegiatan ekstrakulikuler ini dimulai pada pukul 08.00 WIB diawali dengan pembacaan Asma’ul Husna dilanjutkan dengan latihan tartil Al-qur’an bersama-sama dan kemudian bershalawat bersama diiringi oleh rebana. Dari keadaan di atas dapat dianalisis bahwa SMP Negeri 6 Pekalongan juga memiliki banyak program dan kegiatan ekstrakurikuler yang mampu mengembangkan minat dan bakat dari peserta didik, salah satunya kegiatan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam. Dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler pendidikan agama Islam ini sangat bermanfaat bagi peningkatan keasadaran moral beragama pada diri peserta didik. Selain itu, kegiatan ekstrakurikuler PAI ini juga dapat mengembangkan bakat dan minat yang dimiliki oleh peserta didik, seperti: peserta didik yang memiliki suara indah dilatih untuk belajar shalawat dan tartil dengan baik sehingga ia dapat memimpin tadarrus pagi bagi teman-temannya setiap pagi dan peserta didik yang minat dan berbakat untuk bermain alat musik juga dilatih untuk belajar alat musik ketipung dan rebana yang
19
Hermawan Aksan, op.cit., hlm. 101.
120
mengiringi shalawat, sehingga ia mampu menciptakan paduan suara shalawat yang indah diiringi suara musik rebana dan juga nantinya peserta didik mampu mewakili sekolah dalam kegiatan perlombaan. 7. Infaq sosial siswa Salah satu kegiatan rutin yang dilakukan di SMP Negeri 6 Pekalongan dalam membentuk karakter kepedulian pada diri peserta didik, salah satunya adalah dengan cara membiasakan peserta didik untuk memberikan infaq seikhlasnya pada hari jumat yang dikoordinir oleh siswa OSIS di SMP Negeri 6 Pekalongan. Sebagaimana hasil wawancara dengan ibu Nur Hayati bahwa: “..... Ada juga setiap hari jum’at ada infaq sosial siswa yang mengelola anak OSIS, infaq untuk dana sosial siswa itu diperuntukkan untuk anak misalkan ada anak yang sakit, kemudian anak yang tidak mampu tapi tidak terbiayai oleh dana BOS, misalnya sepatunya sudah mulai mangap, tidak punya tas, ada anak tidak punya buku, mau bayar ini tidak mampu padahal sudah dapat dana BOS tapi uang BOS itu sudah tidak dapat mencukupi, nah itu bisa dari dana itu.”20 Dari keadaan di atas dapat dianalisis bahwa dengan adanya kegiatan infaq sosial siswa ini diharapkan mampu membentuk karakter kepedulian pada diri peserta didik, sehingga pada akhirnya peserta didik mampu menerapkan nilai kepedulian ini tidak hanya di lingkungan sekolah saja, namun dapat dijadikan kebiasaan dalam kehidupan sehariharinya. Kepedulian adalah empati kepada kepada orang lain dalam bentuk pertolongan sesuai dengan kemampuan. Menanamkan rasa kepedulian
20
Nur Hayati, Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP Negeri 6 Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 22 November 2014.
121
kepada peserta didik sangat penting dalam rangka menumbuhkan rasa persaudaraan dan kekeluargaan, serta menjauhkan diri dari sifat sombong, egois, dan individual. Kepedulian sosial akan menumbuhkan rasa kemanusiaan, kesetiakawanan, dan kebersamaan. Kepedulian yang ditanamkan pada masa kecil akan menjadi pondasi kokoh dalam melahirkan kemampuan kolaborasi, sinergis, dan kooperatif. Disinilah langkah awal dalam membangun kesalehan sosial.21 8. Kuliah ahad pagi SMP Negeri 6 Pekalongan memiliki banyak program atau kegiatan
keagamaan
yang
dilakukan
sebagai
upaya
untuk
menumbuhkembangkan karakter religius pada diri peserta didik. Sebagaimana hasil wawancara dengan ibu Nur Hayati bahwa: “..... Kemudian ada kegiatan kuliah ahad pagi, kegiatan ini berlangsung 2 minggu sekali ya, biasaya kita datangkan pemateri dari luar. Ada juga do’a bersama/istighosah, yang dilaksanakan bagi siswa kelas IX pada hari jumat yang dipimpin oleh pak Abdul Aziz.”22 Kegiatan kuliah ahad pagi ini dimulai pada pukul 08.00 WIB yang diikuti oleh peserta didik dan bapak/ibu guru SMP Negeri 6 Pekalongan. Kegiatan ini diisi dengan materi keislaman yang bergantiganti setiap pertemuannya dengan mendatangkan pemateri dari luar. Dari keadaan di atas dapat dianalisis bahwa kegiatan kuliah ahad pagi ini memberikan wawasan keislaman kepada peserta didik, kegiatan kuliah ahad pagi yang diisi dengan ceramah keislaman ini dapat 21
Hermawan Aksan, op.cit., hlm. 91-92. Nur Hayati, Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP Negeri 6 Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 22 November 2014. 22
122
memberikan wawasan keislaman sehingga mampu menjadikan peserta didik berkarakter religius pada diri peserta didik. 9. Kegiatan character building Kegiatan character building adalah salah satu kegiatan sisipan di SMP Negeri 6 Pekalongan. Kegiatan character building dilaksanakan satu minggu sekali dengan dipantau oleh wali kelas masing-masing, kegiatan ini memberikan keterampilan kepada peserta didik untuk mampu mengolah sampah dengan bijak. Menurut penuturan ibu Nur Hayati bahwa: “..... Kegiatan CB itu diarahkan untuk mengarahkan kreativitas anak, dimana sampah-sampah yang sudah tidak terpakai diolah di tempat khusus namanya itu bank sampah dan sekarang kompos pun sudah dijual 5000 per kantong yang ngolah anak-anak sendiri, Kemudian sampah yang sudah tidak terpakai itu dibuat barang-barang yang indah dilihat dan dapat dijual dan tujuan kegiatan character building untuk membangun kreativitas anak, dimana sampah-sampah yang sudah tidak terpakai diolah menjadi barang-barang yang indah dilihat”.23 Dalam kegiatan character buliding ini peserta didik diberi keterampilan mendaur ulang sampah dan komposter. Dengan adanya kegiatan
character
building
ini
mampu
melatih
dan
menumbuhkembangkan karakter cinta lingkungan pada diri peserta didik dan dengan adanya kegiatan character building ini juga dapat mengembangkan dan melatih kreativitas peserta didik. Peduli atau cinta lingkungan adalah sikap atau tindakan untuk mencegah kerusakan lingkungan sekitar dan mengembangkan upaya23
Nur Hayati, Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP Negeri 6 Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 22 November 2014.
123
upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. Untuk mencegah kerusakan lingkungan, kita bisa memulai dengan langkahlangkah sederhana yang bisa dilakukan oleh siapa saja.24 Adapun bentuk kepedulian terhadap lingkungan yang dapat dibangun di lingkungan sekolah, antara lain: terbiasa memelihara kebersihan dan kelestarian lingkunagn sekolah, menyediakan tempat pembuangan sampah dan tempat cuci tangan, menyediakan kamar mandi dengan air bersih, membiasakan memisah jenis sampah, membuat kompos dari sampah organik, menyediakan alat kebersihan, mengadadakan program cinta lingkungan, dan menyediakan tempat pembuangan sampah di dalam kelas.25 10. Mengikuti kegiatan perlombaan SMP Negeri 6 Pekalongan merupakan salah satu SMP yang sering berpartisipasi dalam berbagai kegiatan perlombaan, baik yang diadakan oleh tingkat kota maupun tingkat provinsi. Selama setahun ini saja SMP Negeri 6 Pekalongan telah berhasil membawa pulang banyak piala dalam berbagai bidang perlombaan yang diikutinya. Pada bulan november lalu saja SMP Negeri 6 Pekalongan berhasil menjuarai berbagai cabang perlombaan yang telah diikutinya, seperti: juara 1 tartil tingkat kota, juara 1 pidato tingkat kota, juara 2 tartil tingkat provinsi, juara 1 siswa berprestasi (putra) tingkat kota, juara 1 siswa berprestasi (putri) tingkat kota, juara 1 mapel IPS tingkat kota, juara 1 LCC bahasa Inggris tingkat kota, juara 2 mapel bahasa jawa tingkat kota dan lain sebagainya. 24 25
Hermawan Aksan, op.cit., hlm. 69. Ibid., hlm. 89.
124
Dengan mengikutsertakan peserta didik di dalam berbagai kegiatan perlombaan dapat melatih dan juga menumbuhkembangkan rasa cinta kepada sekolah sebagai salah satu wujud dari kecintaan terhadap tanah air, dan membela serta melatih tanggungjawab kepada peserta didik terhadap tugas yang berikan kepadanya. Sebagaimana hasil wawancara dengan ibu Nur Hayati bahwa: “..... Kegiatan lomba seperti ini dapat menumbuhkan rasa cinta siswa kepada sekolah sebagai salah satu wujud kecintaan terhadap tanah air dan membela serta mempertahankan nama baik sekolah.”26 Selain itu, kegiatan ini juga dapat melatih peserta didik untuk bersikap sportif. Sikap sportif sangat penting dalam menjalani interaksi sosial, seseorang dituntut untuk mampu mengendalikan diri ketika ia harus mengakui keunggulan dan kemenangan berada pada pihak lain. Bahkan mungkin kemenangan justru sedang berpihak pada oramg yang paling tidak disukai. Namun, karena sikap sportif yang dimilikinya ia tetap mengakui kemenangan pihak lawan, dan menerima dengan lapang dada.27 Berdasarkan pemapamaran di atas, dapat dianalisis bahwasannya pembentukan karakter peserta didik dapat dilakukan melalui proses pembelajaran maupun di luar proses pembelajaran sangatlah penting untuk dilakukan, karena untuk membentuk sebuah karakter pada diri seseorang membutuhkan waktu dan proses yang cukup lama agar karakter tersebut dapat melekat pada diri seseorang. Berbagai upaya guru pendidikan agama 26
Nur Hayati, Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP Negeri 6 Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 22 November 2014. 27 Abdullah Munir, op.cit., hlm. 101.
125
Islam dan budi pekerti di SMP Negeri 6 Pekalongan, melalui proses pembelajaran guru senantiasa menggunakan metode-metode yang tepat dalam membentuk
karakter
peserta
didik.
Seperti:
pembiasaan
memberi
penghormatan, pembiasaan pembacaan do’a sebelum memulai pelajaran, pembiasaan memberikan nasehat-nasehat kepada peserta didik, memberikan contoh atau teladan kepada peserta didik, pemberian reward dan punishment kepada peserta didik, serta memberikan pengarahan kepada peserta didik. Membentuk karakter peserta didik membutuhkan waktu yang lama. Sebagaimana dikatakan ibu Nur Hayati bahwa: “Membentuk karakter anak itu membutuhkan waktu yang cukup lama, tetapi saya yakin bisa, karena pada dasarnya setiap anak itu punya karakter masing-masing. Hanya kita bukan harus begini tapi kita mengarahkan untuk karakter yang bagus itu seperti ini. Pada dasarnya sudah tapi hanya saja kita meluruskan dan setiap anak itu pada dasarnya baik dan tidak ada yang tidak baik, hanya saja kadang-kadang pengaruh dari luar, pengaruh lingkungan keluarga, dan masyarakat itu akhirnya ada perubahan. Siapa yang membentuk karakter seperti itu, nah kita disini berusaha meluruskan ini loh yang baik itu seperti ini.”28 Sebagaimana hasil pemaparan peneliti di atas, bahwa untuk membentuk sebuah karakter pada diri peserta didik membutuhkan waktu dan proses yang lama, maka dari itu tentunya untuk membentuk sebuah karakter pada diri peserta didik membutuhkan bantuan dari berbagai program-program dan kegiatan-kegiatan sekolah di luar pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti, seperti: kegiatan mencium tangan guru, kegiatan tadarrus pagi, BTQ pagi, shalat berjama’ah, kegiatan PHBI, ekstrakurikuler PAI, Infaq
28
Nur Hayati, Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP Negeri 6 Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 22 November 2014.
126
sosial siswa, kuliah ahad pagi, kegiatan character building, dan mengikuti kegiatan perlombaan. Sedangkan untuk mengevaluasi karakter yang telah dibentuk melalui proses pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi peketi di SMP Negeri 6 Pekalongan, yaitu dengan melihat perilaku yang ditunjukkan peserta didik dalam kesehariannya baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Berdasarkan analisis di atas, bahwa alat evaluasi yang digunakan guru pendidikan agama Islam dan budi pekerti di SMP Negeri 6 Pekalongan sudah tepat. Namun, ada beberapa hal yang menjadi kendala yaitu guru tidak bisa setiap saat dan setiap waktu mengawasi perilaku peserta didik satu persatu, saat mereka berada di luar kelas maupun di luar sekolah, misalnya di rumah atau di lingkungan masyarakat.
C. Analisis Efektivitas Pembentukan Karakter Peserta Didik melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SMP Negeri 6 Pekalongan Pelaksanaan pembentukan karakter peserta didik akan efektif, jika pendidikan karakter mengembangkan nilai-nilai inti sebagai landasan bagi pembentukan karakter yang baik, yang meliputi: kepedulian, kejujuran, fairness, pertanggungjawaban, penghormatan pada diri sendiri dan orang lain, kerajinan, etos kerja yang kuat, keuletan serta kegigihan. Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah harus dilandasi komitmen untuk mempertahankan nilai-nilai tersebut, mendifinisikannya
127
dalam perilaku yang harus dilaksanakan bagi seluruh warga sekolah dan mengamati penerapannya dalam kehidupan sekolah. Seperti halnya di SMP Negeri 6 seluruh warga sekolah berkomitmen tinggi dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah, seperti: mengakaji, mendiskusikannya, serta menggunakannya sebagai dasar relasi antarmanusia di sekolah, serta mewajibkan seluruh warga sekolah mempertanggung jawabkan dalam mewujudkan nilai-nilai tersebut sebagai standar perilakunya dalam kehidupan sehari-harinya. Sebagaimana hasil wawancara dengan ibu Nur Hayati bahwa: “Secara umum akhlak/karakter anak disini ya bisa dilihat sendiri ya, kalau dibandingkan dengan yang lainnya insyaallah baik, maksudnya bisa diarahkan karena kedisiplinan itu kita tetap jaga. Ada anak melanggar tata tertib sekolah kita langsung tindak lanjuti misalnya ada anak waktu tadarrusan tidak membawa al-qur’an saja kan itu dapat point, membuang sampah sembarangan dan berkata kotor ya dapat sanksi, walaupun pada kenyataannya lingkungan juga sangat berpengaruh ya. Jadi, menurut saya ya sudah cukup efektif”.29 Dari data yang telah disajikan di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembentukan karakter peserta didik melalui pembelajaran pendidikan agama Islam dan budi pekerti di SMP Negeri 6 Pekalongan, khusunya kelas VII dapat dikatakan efektif. Hal ini dapat dilihat dari hasil penilaian yang dilakukan oleh guru terhadap peserta didik baik di dalam pembelajaran ataupun di luar pembelajaran yang menunjukkan kriteria nilai baik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata karakter yang telah dibentuk menunjukan angka 3,3 yang berada pada interval angka 2,6 sampai 3,5 yang artinya efektif. 29
Nur Hayati, Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SMP Negeri 6 Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 22 November 2014.