53
BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
Dalam Bab IV ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang dilaksanakan di SMA Negeri 8 Bandung, tepatnya di kelas XI IPA 8. Peneliti menguraikan mengenai kondisi objektif penelitian setelah dilakukan observasi di kelas serta lingkungan sekolah, kondisi guru dan karakteristik siswa. Gambaran pelaksanaan penelitian diuraikan melalui tahap perencanaan (plan), tindakan (act), observasi (observe), dan refleksi (reflect). Pada tahap perencanaan dibuat desain pembelajaran dari penelitian yang akan dilaksanakan. Paparan selanjutnya mengenai pelaksanaan penelitian setiap siklusnya dengan mengaplikasikan pendekatan konstruktivistik melalui dialog, deskripsi dan analisis hasil penelitian, serta kendala-kendala yang dihadapi dalam mengembangkan pendekatan konstruktivistik melalui dialog. Bab IV ini terdiri dari tiga sub bab, yaitu: A. Deskripsi gambaran umum lokasi penelitian, yang meliputi: 1. Gambaran umum lokasi penelitian, 2. Keadaan guru SMA Negeri 8 Bandung, dan 3. Karakteristik kelas penelitian. B. Deskripsi hasil penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasan dalam pembelajaran sejarah. C. Deskripsi hasil analisis penelitian penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasan dalam pembelajaran sejarah. D. Kendala-kendala yang dihadapi dalam penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog untuk meningkatkan
54
kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasan dalam pembelajaran sejarah. Setiap sub bab tersebut diuraikan sebagai berikut: A. Deskripsi Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Lokasi yang dijadikan tempat penelitian adalah SMA Negeri 8 Bandung, yang beralamat di jalan Solontongan nomor 3 Buah Batu Bandung. SMA Negeri 8 Bandung berdiri pada tanggal 1 Januari 1967. Adapun yang menjadi Kepala Sekolah di SMA Negeri 8 Bandung sampai dengan saat ini dapat di lihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.1 Nama-nama Kepala Sekolah yang Pernah Memimpin di SMA Negeri 8 Bandung No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Nama Drs. M. Moch. Ilyas Drs. Didi Kusnadi Drs. R. Aban Sobana Memed Drs. Suparman Wilaatmana Drs. Th. Lebdoto Drs. R. Fattah Wiriamihardja Drs. Tadjudin Noor Rosadi Drs. H. Mohamad Abidin Dra. Hj. Misbah Amin Drs. H. Aceng Zenal, MSc. Drs. H. Musadirdja Drs. Dhana Suryana Yasin
Tahun Tahun 1967/1969 Tahun 1969 s.d. 1975 Tahun 1975 s.d. 1978 Tahun 1978 s.d. 1978 (pymt) Tahun 1978 s.d. 1988 Tahun 1988 s.d. 1992 Tahun 1992 s.d. 1994 Tahun 1994 s.d. 1997 Tahun 1997 s.d. 1999 Tahun 1999 s.d. 2000 (pymt) Tahun 2000 s.d. 2005 Tahun 2005 s.d.Sekarang
Dari tabel di atas kita dapat melihat adanya proses suksesi atau proses peralihan kekuasaan/jabatan dari kepala sekolah yang satu ke kepala sekolah selanjutnya. Masing-masing kepala sekolah memiliki program untuk memajukan SMA Negeri 8 Bandung. Sekarang yang menjabat sebagai Kepala Sekolah di SMA Negeri 8 Bandung adalah Drs. Dhana Suryana Yasin. Pada masa
55
kepemimpinannya SMA Negeri 8 Bandung, sekarang telah menjadi salah satu SMA Negeri favorit yang ada di wilayah Kota Bandung. Dengan visi sekolahnya yaitu “Terwujudnya Sekolah Bernuansa Religius, Berdaya Saing Tinggi Menuju Sekolah Efektif Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi”. Selain itu, SMA Negeri 8 Bandung memiliki misi sebagai berikut: a. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME. b. Meningkatkan kualitas proses pembelajaran. c. Meningkatkan kualitas dan kuantitas lulusan yang diterima di Perguruan Tinggi terbaik. d. Membangun sikap disiplin, etos kerja, kepercayaan diri dan kebersamaan. e. Meningkatkan prestasi kerja yang dilandasi komitmen dan sikap profesionalisme. f. Membangun kemandirian, inovatif, kondusif, dan akuntabel. g. Memberikan pelayanan prima kepada stakeholders. h. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana prasarana teknologi informasi dan komunikasi. Pendekatan konstruktivistik berpandangan bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh siswa merupakan hasil konstruksi siswa itu sendiri melalui interaksi siswa dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungannya. Dalam penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog dalam pembelajaran sejarah, guru dapat mengaitkan fenomena mengenai peristiwa terjadinya proses peralihan jabatan kepala sekolah tersebut dengan materi pembelajaran sejarah.
56
Sebagai contoh, jika guru akan membahas mengenai proses suksesi atau proses peralihan kekuasaan pada masa Orde Baru, maka untuk memudahkan siswa dalam memahami materi pembelajaran mengenai materi tersebut guru dapat memberikan contoh nyata yang dekat dengan lingkungan siswa. Sebelum guru membahas mengenai proses peralihan kekuasaan pada masa Orde Baru, terlebih dahulu guru dapat menjelaskan mengenai peristiwa terjadinya proses suksesi atau proses peralihan kekuasaan/jabatan dari kepala sekolah yang satu ke kepala sekolah SMA Negeri 8 Bandung selanjutnya sehingga siswa akan lebih mudah memahami materi pembelajaran yang di bahas. SMA Negeri 8 Bandung sekarang memiliki luas tanah: 20.200 m2, luas bangunan: 9.972 m2, luas halaman: 4.542 m2, luas taman: 3.234 m2, luas lapangan olahraga: 2.470 m2. Ruang belajar terdiri dari: ruang kelas 31 ruang, ruang Lab. IPA (Fisika, Kimia, Bologi): 3 ruang, ruang Lab. IPS, ruang komputer, ruang perpustakaan, ruang bimbingan konseling, AULA, lapangan olahraga, OSIS, Mesjid dan WC. Adapun denah lokasi SMA Negeri 8 Bandung dapat dilihat pada gambar berikut ini:
57
Gambar 4.1 Denah Lokasi SMA Negeri 8 Bandung
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa SMA Negeri 8 Bandung memiliki letak yang cukup strategis, dekat dengan hunian atau rumah penduduk, dan mudah dilalui oleh alat transportasi sehingga memudahkan siswa untuk menuju ke SMA Negeri 8 Bandung. Selain itu, SMA Negeri 8 Bandung juga memiliki sarana dan prasarana yang lengkap seperti ruang belajar, ruang Lab. IPA, Lab. IPS, ruang komputer, ruang perpustakaan, ruang bimbingan konseling, AULA, lapangan olahraga, OSIS, Mesjid dan WC. Hal tersebut sangat mendukung untuk pelaksanaan proses belajar mengajar di SMA Negeri 8 Bandung. Ruang belajar terletak jauh dari jalan yang dilalui oleh kendaraan sehingga proses belajar mengajar tidak terganggu oleh suara gaduh kendaraan. Hal ini menjadikan siswa
58
dapat belajar dengan suasana yang kondusif sehingga siswa akan lebih terfokus dalam mengikuti proses belajar mengajar di sekolah.
2. Keadaan Guru di SMA Negeri 8 Bandung Staff pengajar dan Tenaga Administrasi di SMA Negeri 8 antara lain yaitu, D3 4 orang, S1 70 orang, S2 7 orang sesuai dengan disiplin ilmu dan Tata Usaha 31 orang. Guru mitra dalam penelitian ini adalah Dra. Hj. Teni Kurniawati. Beliau dilahirkan di Bandung pada tanggal 23 April 1961. Beliau merupakan lulusan S1 dari IKIP Bandung Jurusan Pendidikan Sejarah pada tahun 1985. Memulai profesinya sebagai guru mata pelajaran sejarah dari tahun 1986 sampai dengan sekarang. Adapun pelatihan guru yang pernah diikuti antara lain: Tabel 4.2 Pelatihan Guru yang Pernah Diikuti Guru Mitra No 1. 2. 3. 4.
5.
6. 8.
Nama/Jenis Diklat EPPBM Bidang Studi Sejarah Penataran MGBS/MGMP Sejarah Putaran ke 1 Penlok Pemasyarakatan Kurikulum Baru Program Pendidikan dan Latihan Instruktur Mata Pelajaran Sejarah Tingkat SMU Lokakarya Pendalaman Materi Esensial Sejarah dalam Rangka Menyambut Reformasi dan Globalisasi Tahun 2003 Kegiatan Pelaksanaan MGMP Sejarah Sosialisasi Kurikulum dan Sistem Penilaian Berbasis
Tempat Bandung Bandung SMAN 8 Bandung Malang
Penyelenggara Kanwil Depdikbud Provinsi Jawa Barat Kanwil Depdikbud Provinsi Jawa Barat Depdikbud Kota Bandung Dirjen Dikdasmen PPG IPS dan PMP
Bandung
Kandep Dikbud Kotamadya Bandung
Bandung
Kandep Dikbud Kotamadya Bandung SMAN 8 Bandung
Bandung
59
9.
10. 11. 12.
Kompetensi Pelatihan Komputer Dasar Bagi Guru-guru/Wali Kelas X, XI, XII SMAN 8 Bandung Bintek KTSP SMA Tingkat Kota Bandung ESQ Leadership Training Workshop Nasional Kesejarahan “Menggagas Paradigma Pembelajaran Sejarah Berbasis Multikultural”
SMAN 8 Bandung
SMAN 8 Bandung
SMAN 8 Bandung Bandung Bandung
SMAN 8 Bandung Esc Center AGSI (Asosiasi Guru Sejarah Indonesia)
Berdasarkan data dari tabel di atas dapat dilihat bahwa guru mitra telah banyak mengikuti kegiatan pelatihan sehingga menjadi salah satu faktor pendukung untuk menjadikan guru mitra sebagai seorang guru yang profesioanal. Pada awalnya sebelum mengenal pendekatan konstruktivistik dalam proses belajar mengajar, guru mitra menggunakan metode pembelajaran yang masih bersifat sebagai penyampaian pengetahuan (transfer of knowledge) dari guru kepada siswa sehingga guru berperan sebagai pusat kegiatan belajar dan siswa sebagai peserta pasif yang menerima materi dari guru. Pembelajaran sejarah masih bersifat teacher centered. Artinya, sebagian besar guru masih mendominasi kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan ceramah. Pendekatan belajar ini mengakibatkan guru lebih aktif sedangkan siswa akan terkesan pasif dan hanya menerima apa yang dikatakan guru saja sehingga hal ini akan menghambat kreativitas siswa. Keterlibatan siswa dalam pembelajaran masih terbatas sehingga banyak siswa yang merasa bosan dan jenuh. Pembelajaran dititikberatkan pada penguasaan fakta dan konsep yang bersifat hafalan, kurang mengembangkan aspek-aspek lain seperti keterampilan berfikir dan bekerjasama
60
padahal pembelajaran sejarah juga diharapkan dapat menanamkan aspek-aspek tersebut. Pelaksanaan evaluasi yang dikembangkan oleh guru lebih banyak berorientasi pada hasil dan mengabaikan proses sehingga menyebabkan siswa dipaksa untuk menghafal, sedangkan proses pembelajarannya berada di luar jangkauan guru. Namun, setelah guru mitra mengetahui informasi melalui kegiatan seminar
atau
pelatihan
serta
membaca
buku
mengenai
pendekatan
konstruktivistik dalam pembelajaran sejarah, guru mitra mulai menerapkan pendekatan konstruktivistik dalam pembelajaran sejarah. Berdasarkan informasi dari hasil wawancara dengan guru mitra, beliau mengemukakan bahwa salah satu referensi
buku
yang
memberikan
informasi
mengenai
pendekatan
konstruktivistik adalah buku yang di tulis oleh Dr. Nana Supriatna, M.Ed, yang berjudul “Konstruksi Pembelajaran Kritis”. Hal tersebut memotivasi penulis untuk melaksanakan penelitian mengenai penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasan dalam pembelajaran sejarah, dan menjadikan beliau sebagai guru mitra/kolaborator dalam penelitian ini. Penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog dalam pembelajaran sejarah memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dari penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog antara lain: a. Penerapan
pendekatan
konstruktivistik
melalui
dialog
dalam
pembelajaran sejarah dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasan. Karena, dengan penerepan pendekatan
61
konstruktivistik melalui dialog dalam pembelajaran sejarah menjadikan siswa
dapat
merekonstruksi
pengetahuannya
dengan
cara
menyimpulkan dan mengungkapkan gagasan baik secara lisan maupun tulisan setelah mempelajari materi pelajaran sejarah. b. Penerapan
pendekatan
konstruktivistik
melalui
dialog
dalam
pembelajaran sejarah menjadikan siswa belajar lebih bermakna (meaningfull) mengenai sejarah karena siswa tidak hanya belajar mengenai sejarah masa lampau. Akan tetapi, siswa juga belajar mengenai sejarah yang dikaitkan dengan masalah-masalah kontemporer sehingga siswa dapat mencari dan menemukan solusi dari masalahmasalah yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. c. Kondisi siswa yang aktif (bertanya, menjawab, berdialog antara guru dan siswa, berdialog antara siswa dan siswa, serta mengemukakan gagasan) dalam proses pembelajaran akan menjadi salah satu faktor pendukung untuk memudahkan guru dalam melaksanakan pendekatan konstruktivistik melalui dialog dalam pembelajaran sejarah. Sedangkan kekurangan dari penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog, antara lain: a. Kondisi siswa yang pasif dalam proses belajar mengajar akan menyulitkan guru untuk dapat menerapkan pendekatan konstruktivistik melalui dialog dalam proses belajar mengajar sejarah.
62
b. Guru masih kesulitan dalam menemukan kata-kata pujian (reward) yang dapat memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar. c. Informasi dan pengetahuan guru terhadap masalah-masalah sosial kontemporer masih terbatas sehingga guru dituntut untuk memiliki informasi dan wawasan yang luas mengenai isu-isu aktual yang sedang berkembang di masyarakat. d. Siswa belum terbiasa melaksanakan proses belajar mengajar sejarah dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik melalui dialog. Karena siswa sudah terbiasa dengan pembelajaran yang bersifat teacher centered, sehingga sebagian besar guru masih mendominasi kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan ceramah.
3. Karakteristik Kelas Penelitian Siswa kelas XI IPA 8 terdiri dari 48 orang yang terdiri dari 21 orang siswa laki-laki dan 27 orang siswa perempuan. Ketika proses pembelajaran di kelas berlangsung, ditemukan dua karakteristik siswa yaitu siswa yang aktif dan siswa yang pasif. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, kondisi siswa yang aktif (bertanya, menjawab, berdialog antara guru dan siswa, berdialog antara siswa dan siswa, serta mengemukakan gagasan) dalam proses pembelajaran akan menjadi salah satu faktor pendukung untuk memudahkan guru dalam melaksanakan pendekatan konstruktivistik melalui dialog dalam pembelajaran
63
sejarah. Sedangkan kondisi siswa pasif dalam proses belajar mengajar akan menyulitkan guru untuk dapat menerapkan pendekatan konstruktivistik melalui dialog dalam proses belajar mengajar sejarah. Maka, guru dituntut untuk dapat menemukan solusi dari permasalahan tersebut supaya siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar. Salah satunya yaitu dengan cara menemukan
dan
memberikan kata-kata pujian (reward) yang dapat menjadikan siswa termotivasi untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar sejarah, seperti dalam kegiatan bertanya, menjawab, berdialog antara guru dan siswa, berdialog antara siswa dan siswa, serta mengemukakan gagasan setelah siswa mempelajari materi pelajaran sejarah.
B. Deskripsi
Perencanaan
dan
Aplikasi
Penerapan
Pendekatan
Konstruktivistik Melalui Dialog untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Mengungkapkan Gagasan dalam Pembelajaran Sejarah Kegiatan pada tahap ini adalah membuat perencanaan dan melaksanakan skenario pembelajaran yang telah direncanakan sesuai dengan rencana pengajaran yang telah disusun oleh peneliti dan guru mitra. Untuk perencanaan penelitian dalam setiap siklusnya akan diuraikan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar Pada Siklus Pertama Siklus pertama dilaksanakan pada tanggal 16 Maret dan 2009. Gambaran pelaksanaan proses belajar mengajar pada siklus pertama akan dijabarkan mulai dari kegiatan rencana (plan), tindakan (act), observasi (observe), dan refleksi (reflect).
64
1) Rencana (Plan) Sesuai dengan rencana penelitian yang telah disusun, siklus pertama pada pertemuan ke-1/tindakan 1 ini akan dilaksanakan pada tanggal 16 Maret 2009. Pada siklus pertama pada pertemuan ke-1/tindakan 1 ini, peneliti dan guru mitra menyusun rencana pembelajaran yang akan dilaksanakan dan dikembangkan dalam pembelajaran. Penyusunan rencana dalam kegiatan ini meliputi pembuatan perencanaan pelaksanaan pembelajaran (RPP), menentukan model pembelajaran, buku teks yang akan digunakan sebagai bahan pembelajaran, dan materi yang akan digunakan dalam penelitian di kelas XI IPA 8 serta menyusun format observasi. Materi yang digunakan berdasarkan pada hasil pemikiran bersama bahwa penelitian ini harus berjalan beriringan dengan materi yang seharusnya dikuasai oleh peserta didik, maka materi yang digunakan disesuaikan dengan kurikulum yang sedang berlaku. Materi yang akan dibahas pada pertemuan ini adalah mengenai: “Kehidupan Ekonomi dan Politik Pasca Proklamasi hingga Demokrasi Liberal”. Metode yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar pada pertemuan ke-1/tindakan 1 siklus pertama ini adalah metode tanya jawab, strategi pembelajarannya adalah student facilitator and explaning dan pendekatannya menggunakan pendekatan konstruktivistik melalui dialog. Pada pertemuan ini siswa diharapkan dapat melakukan aktivitas-aktivitas yang telah direncanakan peneliti, yaitu siswa dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran
65
sejarah. Seperti aktif bertanya, mencari dan mengolah informasi, melakukan dialog antara siswa dengan guru mengenai materi pembelajaran, melakukan dialog antara siswa dengan siswa mengenai materi pembelajaran, menjawab pertanyaan yang diajukan, menganalisis permasalahan dan pemecahannya, bertukar
pikiran
dengan
teman
sejawat,
membuat
kesimpulan,
dan
mengemukakan gagasan. Adapun format observasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 4.3 Format Lembar Observasi Penerapan Pendekatan Konstruktivistik Melalui Dialog
No 1
2
Aspek yang diamati A. Aktivitas Guru Perencanaan pembelajaran sejarah konstruktivistik melalui dialog a. Menampilkan dokumen pembelajaran b. Mengembangkan materi dan media c. Merancang pengelolaan kelas d. Merancang penilaian Penyajian pembelajaran konstruktivistik melalui dialog a. Menginformasikan tujuan pembelajaran b. Memotivasi siswa c. Mengungkap konsep awal siswa d. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide/gagasan e. Mendorong siswa untuk mencari sumber belajar f. Mengembangkan dialog dalam pembelajaran g. Mengelola interaksi kelas h. Mendorong siswa untuk membuat analisis dan elaborasi terhadap masalah-masalah Kontroversial yang dihadapinya i. Bersikap, fleksibel, lues, dan terbuka j. Membentuk kelompok-kelompok kecil
B
Hasil C
K
66
k. Memberikan tugas kepada siswa untuk mengembangkan dan menganalisis terhadap peristiwa-peristiwa sejarah yang dipelajari l. Meluruskan konsep dan pengetahuan siswa m. Melaksanakan evaluasi n. Menutup Pembelajaran B. Aktivitas Siswa a. Aktif bertanya b. Mencari dan mengolah informasi c. Melakukan dialog antara siswa dengan guru mengenai materi pembelajaran d. Melakukan dialog antara siswa dengan siswa mengenai materi pembelajaran e. Menjawab pertanyaan yang diajukan f. Menganalisis permasalahan dan pemecahannya g. Bertukar pikiran dengan teman sejawat h. Membuat kesimpulan i. Mengemukakan gagasan Keterangan: Berilah tanda chek list/centang (v) pada kolom yang tersedia. B = Baik C = Cukup K = Kurang
2) Pelaksanaan Tindakan (Act) a) Kegiatan Pembuka (Set Induction) Guru membuka kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa: “Apa yang kalian ketahui mengenai pemilu 9 April 2009 dan bagaimana pendapat kalian?” b) Kegiatan Inti (Main Point) Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan menginformasikan kepada siswa mengenai topik pembelajaran yang akan dibahas pada pertemuan tersebut, yaitu mengenai “Kehidupan Ekonomi dan Politik Pasca Proklamasi hingga
67
Demokrasi Liberal”. Langkah berikutnya guru menugaskan siswa untuk membuka halaman lampiran (halaman 49) pada buku bahan ajar. Kemudian guru mengingatkan kembali materi minggu sebelumnya dengan melakukan kegiatan dialog antara guru dengan siswa, dengan cara mengajukan pertanyaan kepada siswa: “Bagaimana perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan?” Kemudian siswa secara serempak menjawab: “Dengan cara diplomasi dan revolusi fisik”. Selanjutnya guru mengajukan pertanyaan kembali kepada siswa: “Diplomasi dan revolusi fisik contohnya bagaimana?, silakan yang bisa menjawab acungkan tangannya!”. Siswa SU mengacungkan tangan dan menjawab: “Diplomasi contohnya seperti Perundingan Renville, Perundingan Roem Royen, Konferensi Inter Indonesia, dan Konferensi Meja Bundar. Sedangkan kalau revolusi fisik contohnya seperti pertempuran lima hari di Semarang, peristiwa Surabaya, Medan Area dan Bandung Lautan Api”. Guru kemudian memberikan reward kepada siswa SU berupa nilai/point. Langkah selanjutnya guru membuat garis waktu (time line) di papan tulis mengenai: “Kehidupan Ekonomi dan Politik Mulai Kurun Waktu Pasca Proklamasi hingga Reformasi (Kehidupan Ekonomi dan Politik dari Tahun 1945 - 2009)”. Kemudian mengajukan pertanyaan: “Siapa yang bisa menjelaskan mengenai garis waktu (time line) yang telah ibu buat di papan tulis? silahkan ke depan!”. Siswa menjadi gaduh dan ribut. Kemudian siswa DA menjawab: “Saya bu”. Kemudian guru mempersilakan siswa DA untuk maju ke depan dan menjelaskan mengenai garis waktu (time line) yang telah ada di papan tulis. Siswa DA mulai menjelaskan garis waktu (time line) yang ada di papan tulis: Tahun
68
1945 – 1950, pada tanggal 3 November 1945 pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijaksanaan tentang bedirinya partai-partai politik. Maka, Kabinet Presidensial yang berlaku sejak bulan Agustus 1945, telah diganti menjadi Kabinet Parlementer. Kabinet Parlementer berlaku sejak 14 November 1945 dan Sultan Syahrir mendapat kesempatan menjadi perdana menteri pertama. Bulan Juli 1947 kedudukan Sultan Syahrir sebagai perdana menteri diganti oleh Amir Syarifuddin. Akan tetapi, Amir Syarifudin tidak mampu bertahan lama, karena pada bulan Januari 1948 kembali ada pergantian yaitu diganti oleh Hatta yang memerintah hingga Agustus 1950. Guru memberikan penjelasan kepada siswa DA, bahwa Presidentil dibacanya bukan Presidentil, tapi presidensil meskipun ditulisnya ada yang presidentil dan ada juga yang menulisnya presidensial namun dibacanya tetap presidensil. Kemudian siswa DA melanjutkan penjelasannya mengenai garis waktu (time line) yang ada di papan tulis: Tahun 1950 – 1959, pada tanggal 17 Agustus 1950 Indonesia kembali menjadi negara kesatuan setelah sebelumnya terbentuk RIS (27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950). Sejak 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959 disebut sebagai masa Demokrasi Liberal. Pada periode ini sistem pemerintahan masih berbentuk Parlementer. Tahun 1959 – 1966, Dewan Konstituante yang dipilih pada pemilu 1955 tidak mampu membentuk UUD baru, sebagai pengganti UUDS 1950. Maka tanggal 5 Juli Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya yaitu, kembali ke UUD 1945, pembubaran dewan konstituante, dan pembentukan MPRS dan DPAS. Sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tersebut masa Demokrasi Liberal berakhir dan mulailah Demokrasi
69
Terpimpin sampai tahun 1966. Hal ini berarti penghapusan sistem pemerintahan Parlementer dan berlaku kembali sistem pemerintahan Presidensial sesuai dengan UUD 1945. Kemudian 11Maret - 21 Mei 1998 Indonesia memasuki zaman Orde Baru, dan 21 Mei 1998 sampai sekarang Indonesia memasuki zaman Reformasi. Pada tahun 2009 ini (pada tanggal 9 April 2009) Indonesia akan melaksanakan pemilu lagi dan partainya sangat banyak. Guru kemudian memberikan reward kepada siswa DA berupa nilai/point. Guru melanjutkan proses belajar mengajar dengan cara mengajukan pertanyaan kepada siswa: “Kenapa presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 juli 1959 dan menggantikan UUDS 1945 menjadi UUD 1945 dan apa perbedaan antara sistem Parlementer dengan sistem Presidential?” Siswa SU menjawab: “Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan menggantikan UUDS 1945 menjadi UUD 1945 karena badan konstituante tidak berhasil membuat Undang-undang. Perbedaan antara sistem Parlementer dengan sistem Presidential yaitu jika pada sistem parlementer presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara sedangkan kepala pemerintahan di pegang oleh perdana menteri. Akan tetapi, jika Presidensial presiden berfungsi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Adapun perdana menteri yang pernah berkuasa dari tahun 1950-1959 antara lain: yaitu: 1) Natsir (September 1950 – Maret 1951), 2) Sukiman (April 1951 – Februari 1952), 3) Wilopo (April 1952 – Juni 1953), 4) Ali Wongso (Agustus 1953 – Juli 1955), 5) Burhanuddin Harahap (Agustus 1955 – Maret 1956), 6) Ali Sastroamidjojo II (Maret 1956 – Maret 1957), 7) Djuanda (Maret 1956 – Juli 1959). Guru mengajukan pertanyaan selanjutnya kepada siswa: “Bagaimana
70
pendapat kalian mengenai pemilu 2009 yang akan dilaksanakan pada tanggal 9 April mendatang?” Beberapa siswa mengemukakan jawaban antara lain: siswa BD: “Banyak kartu suara yang rusak dan kurangnya sosialisasi”, Siswa LC: “Pemilu tahun 2009 membingungkan bu, karena partainya terlalu banyak dan calon legislatifnya juga banyak”, dan siswa KL: “Calon anggota legislatifnya banyak yang tidak dikenal”. Guru kemudian membacakan isi koran harian kompas tanggal 13 Maret 2009 mengenai kualitas CALEG yang masih dipertanyakan. Kemudian bertanya kepada siswa: “CALEG itu apa dan apa yang kalian temui di sepanjang jalan menuju sekolah?” Siswa secara serempak menjawab: “Calon Legislatif, di sepanjang jalan menuju sekolah banyak terpasang gambar-gambar CALEG (Calon Legislatif) dan PARPOL (Partai Politik). Guru melanjutkan kembali pertanyaannya: “Jika ada yang memberikan tawaran kepada kalian untuk menjadi calon legislatif apa yang akan kalian lakukan?” kemudian beberapa siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. Siswa SU: “Saya mau bu, saya akan mengumpulkan aspirasi rakyat”. Siswa IA: “Kalau saya akan mendatangi rumah-rumah warga supaya mereka mau mendukung saya”. Dan Siswa AN: “Kalau saya akan berjanji ke masyarakat untuk menjalankan amanah yang telah diberikan kepada saya”. c) Kegiatan Penutup (Closure) Setelah mengeksplorasi jawaban dan gagasan yang dikemukakan siswa, guru kemudian membuat kesimpulan: “Setelah Ibu mendengar jawaban dan gagasan yang telah kalian kemukakan, dapat disimpulkan bahwa intinya kalian
71
akan menerima jika ada yang memberikan tawaran kepada kalian untuk menjadi calon legislatif. Akan tetapi, jika di masa yang akan datang kalian ditakdirkan menjadi calon legislatif maka kalian harus bisa memegang dan menjalankan amanah yang telah diberikan rakyat kepada kalian. Karena, seperti yang kita ketahui yang memberikan tawaran untuk menjadi calon legislatif adalah partai politik, sehingga sekarang masih banyak ditemukan orang yang terpilih menjadi calon legislatif lebih mengedepankan kepentingan partai politik daripada kepentingan rakyat. Hal ini mungkin merupakan suatu wujud balas budi mereka ke partai politik yang mencalonkannya. Akan tetapi, Ibu berpesan kepada kalian, jika suatu saa nanti terpilih menjadi calon legislatif maka kalian harus lebih mementingkan kepentingan rakyat daripada kepentingan partai politik”. Kemudian guru menugaskan siswa untuk mempelajari dan mengerjakan tugas di bahan ajar halaman 23 – 27.
3)
Observasi (Observe)
Pada kegiatan ini peneliti bersama guru mitra melakukan analisis perbaikan terhadap PBM (Proses Belajar Mengajar). Observasi dilaksanakan di kelas dengan fokus pengamatan kepada aktivitas siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sejarah dan aktivitas guru dalam mengembangkan pembelajaran sejarah dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik melalui dialog. Adapun hasil observasi dari pelaksanaan tindakan kesatu dapat dilihat melalui tabel berikut ini:
72
Tabel 4.4 Hasil Observasi Penerapan Pendekatan Konstruktivistik Melalui Dialog Pada Pertemuan ke-1/Tindakan 1 Siklus Pertama Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Topik Pembelajaran Hari/Tgl/Bln/Thn
No 1
2
: 2. Merekonstruksi perjuangan bangsa Indonesia sejak masa Proklamasi hingga lahirnya Orde Baru : 2.1. Merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia sejak Proklamasi hingga Demokrasi Terpimpin : Ekonomi dan politik Indonesia pada masa pasca Proklamasi hingga Demokrasi Liberal : Senin, 16 Maret 2009
Aspek yang diamati A. Aktivitas Guru Perencanaan pembelajaran sejarah konstruktivistik melalui dialog a. Menampilkan dokumen pembelajaran b. Mengembangkan materi dan media c. Merancang pengelolaan kelas d. Merancang penilaian Penyajian pembelajaran konstruktivistik melalui dialog a. Menginformasikan tujuan pembelajaran b. Memotivasi siswa c. Mengungkap konsep awal siswa d. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide/gagasan e. Mendorong siswa untuk mencari sumber belajar f. Mengembangkan dialog dalam pembelajaran g. Mengelola interaksi kelas h. Mendorong siswa untuk membuat analisis dan elaborasi terhadap masalah-masalah Kontroversial yang dihadapinya i. Bersikap, fleksibel, lues, dan terbuka j. Membentuk kelompok-kelompok kecil k. Memberikan tugas kepada siswa untuk mengembangkan dan menganalisis terhadap peristiwa-peristiwa sejarah yang dipelajari
B
Hasil C
K
73
l. Meluruskan konsep dan pengetahuan siswa m. Melaksanakan evaluasi n. Menutup Pembelajaran B. Aktivitas Siswa a. Aktif bertanya b. Mencari dan mengolah informasi c. Melakukan dialog antara siswa dengan guru mengenai materi pembelajaran d. Melakukan dialog antara siswa dengan siswa mengenai materi pembelajaran e. Menjawab pertanyaan yang diajukan f. Menganalisis permasalahan dan pemecahannya g. Bertukar pikiran dengan teman sejawat h. Membuat kesimpulan i. Mengemukakan gagasan
Keterangan: Berilah tanda chek list/centang (v) pada kolom yang tersedia. B = Baik C = Cukup K = Kurang Berdasarkan hasil observasi dari penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog pada pertemuan ke-1/tindakan 1, peneliti dan guru mitra melakukan diskusi dan evaluasi terhadap kejadian dan kegiatan selama proses belajar mengajar berlangsung. Adapun hasil observasi dari pelaksanaan pertemuan ke-1/tindakan 1 siklus pertama ini, dapat di lihat pada tabel berikut ini: a) Pengamatan kepada guru : (1) Dalam proses belajar mengajar guru masih terfokus untuk menyampaikan materi sebanyak-banyaknya. Hal ini menunjukkan bahwa guru masih mendominasi dalam kegiatan belajar mengajar dan siswa masih menempati posisi sebagai pihak yang menerima informasi.
74
(2) Dalam proses belajar mengajar guru belum mendorong siswa untuk mencari sumber belajar. (3) Guru tidak mendorong siswa untuk membuat analisis dan elaborasi terhadap masalah-masalah kontroversial yang dihadapinya. (4) Guru tidak membuat kelompok-kelompok kecil, tidak memberikan tugas kepada siswa untuk mengembangkan dan menganalisis terhadap peristiwa-peristiwa sejarah yang dipelajari. (5) Guru
tidak
memberikan
kesempatan
kepada siswa untuk
melakukan dialog antara siswa dengan siswa mengenai materi pembelajaran. (6) Guru tidak memberikan kesempatan untuk bertukar pikiran kepada siswa dengan teman sejawat. (7) Guru kurang memperhatikan aktivitas siswa secara jeli. b) Pengamatan kepada siswa : (1) Kurangnya kesiapan siswa untuk mengikuti proses belajar mengajar. (2) Kurangnya antusias siswa pada proses belajar mengajar, hal ini terlihat dengan masih adanya siswa yang melakukan aktivitas lain seperti mengobrol dan memainkan hp pada saat proses belajar mengajar berlangsung. (3) Kurangnya keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar, hal ini terlihat dari masih sedikitnya siswa yang menyimak, bertanya,
75
menjawab pertanyaan serta mengemukakan gagasan pada saat proses belajar mengajar berlangsung. (4) Pandangan guru lebih terfokus pada siswa yang aktif sehingga siswa yang pasif merasa tidak diperhatikan. c) Pengamatan terhadap proses belajar mengajar : (1) Proses belajar mengajar belum berjalan dengan kondusif. Hal ini terlihat dengan masih adanya siswa yang melakukan aktivitas lain seperti mengobrol dan memainkan hp ketika proses belajar mengajar berlangsung. (2) Pengajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik melalui dialog belum berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan karena interaksi antara siswa dan guru dan antara siswa dengan siswa belum terjalin dengan aktif.
4) Refleksi (Reflect) Dari hasil observasi dan evaluasi kegiatan pada pertemuan pertemuan ke1/tindakan 1, peneliti dan guru mitra menyimpulkan bahwa proses belajar mengajar yang berlangsung dengan menerapkan pendekatan konstruktivistik melalui dialog masih banyak kekurangan. Pada dasarnya guru masih menempatkan dirinya pada posisinya sebagai pusat belajar dan memfokuskan pada penyampaian materi sebanyak mungkin. Sedangkan respon dan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar masih kurang. Oleh karena itu, untuk menghindari hal yang sama pada pertemuan berikutnya maka guru dan peneliti
76
mengadakan diskusi balikan yang bertujuan untuk memperbaiki pelaksanaan pada pertemuan ke-1/tindakan 1. Dari hasil diskusi diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : a) Dalam proses belajar mengajar guru harus mendorong siswa untuk mencari sumber belajar dan membuat analisis dan elaborasi terhadap masalah-masalah kontroversial yang dihadapinya, membuat kelompokkelompok
kecil,
dan
memberikan
tugas
kepada
siswa
untuk
mengembangkan dan menganalisis terhadap peristiwa-peristiwa sejarah yang dipelajari. b) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan dialog antara siswa dengan siswa mengenai materi pembelajaran dan memberikan kesempatan kapada siswa untuk bertukar pikiran dengan teman sejawat c) Memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan berdialog atau tanya jawab dan dalam kegiatan mengemukakan gagasan, jangan hanya beberapa anak saja.
2. Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar Pada Siklus Kedua 1) Rencana (Plan) Siklus kedua pada pertemuan ke-2/tindakan 2 ini akan dilaksanakan pada tanggal 23 Maret 2009. Pada pertemuan ke-2/tindakan 2 siklus kedua ini, peneliti dan guru mitra menyusun rencana pembelajaran yang akan dilaksanakan dan dikembangkan dalam pembelajaran. Penyusunan rencana dalam kegiatan ini
77
meliputi pembuatan perencanaan pelaksanaan pembelajaran (RPP), menentukan model pembelajaran, buku teks yang akan digunakan sebagai bahan pembelajaran, dan materi yang akan digunakan dalam penelitian di kelas XI IPA 8. Metode yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar pada pertemuan ke-2/tindakan 2 siklus kedua ini adalah metode tanya jawab, strategi pembelajarannya adalah Think pair and Share dan pendekatannya menggunakan pendekatan konstruktivistik melalui dialog. Materi yang dibahas pada pertemuan ini adalah mengenai: “Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Kebijakan Politik Pemerintahan Demokrasi Terpimpin”. Pada pertemuan ini siswa diharapkan dapat melakukan aktivitas-aktivitas yang telah direncanakan peneliti, yaitu siswa dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran sejarah. Seperti siswa dapat berdialog mengenai latar belakang lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan berdialog
mengenai kebijakan politik pada masa pemerintahan Demokrasi
Terpimpin, serta siswa dapat mengemukakan gagasan baik secara tulisan (karangan) ataupun lisan mengenai kebijakan politik pada masa Demokrasi Terpimpin jika dibandingkan dengan kondisi pemerintahan saat ini (masa Reformasi).
2) Pelaksanaan Tindakan (Act) a) Kegiatan Pembuka (Set Induction) Guru membuka kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan: “Bagaimana reaksi masyarakat menanggapi Dekrit Presiden 5 Juli 1959?”. Kemudian Siswa SU menjawab: “Masyarakat mendukungnya bu. Dari buku
78
yang saya baca, disebutkan bahwa Dekrit Presiden tersebut mendapat dukungan dari masyarakat KSAD mengeluarkan perintah harian yang ditunjukkan kepada seluruh anggota TNI untuk melaksanakan dan mengamankan Dekrit Presiden tersebut, dan DPR pun secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk bekerja terus berdasarkan UUD 1945”. Guru memberikan reward kepada siswa SU berupa point/nilai. Kemudian guru motivasi siswa dengan cara menunjuk salah satu siswa untuk membacakan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 di depan kelas, dengan cara bertanya kepada siswa: ”Siapa yang bersedia membacakan isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959? Silakan acugkan tangan dan ke depan!”. Siswa AK menjawab: “Saya bu”. Kemudian AK ke depan kelas dan membacakan isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959. b) Kegiatan Inti (Main Point) Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan menginformasikan kepada siswa mengenai topik pembelajaran yang akan dibahas pada pertemuan tersebut, yaitu mengenai : “Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Kebijakan Politik Pemerintahan Demokrasi Terpimpin”. Kemudian guru melakukan ekspositori (pembelajaran yang berpusat pada guru) mengenai kebijakan pemerintah pada masa Demokrasi Terpimpin. Guru menjelaskan materi tentang kebijakan pemerintah pada masa Demokrasi Terpimpin melalui peta konsep atau bagan. Adapun inti dari materi yang disampaikan guru mengenai kebijakan pemerintah pada masa Pada masa Demokrasi Terpimpin tersebut antara lain adalah: Pembentukan
kabinet kerja pertama; Penetapan presiden tentang Dewan
79
Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS); Pembentukan Front Nasional; Pidato Presiden tentang Manipol USDEK, yang kemudian dikenal sebagai Manifesto politik Republik Indonesia (Manipol) yang berintikan Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia (USDEK); Pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) dan pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil Pemilu 1955; Pembubaran Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI); Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) melalui penetapan Presiden; dan Perjuangan pembebasan Irian Barat. Langkah selanjutnya guru mengajukan pertanyaan kepada siswa: “Apakah terjadi penyimpangan-penyimpangan pada masa Demokrasi Terpimpin? Jika ada apa saja dan bagaimana menurut pendapat kalian?”. Siswa secara serempak menjawab: “Ada bu…. banyak”. Kemudian guru mengajukan pertanyaan selanjutnya kepada siswa: “Siapa yang bisa menyebutkan contohnya? Silakan acungkan tangannya!”. Siswa EH menjawab: “Saya bu, contoh penyimpangan yang terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin antara lain: Kedudukan Presiden seharusnya berada di bawah MPR, tetapi kenyataannya MPR tunduk kepada Presiden. Terus… selain itu juga, Presiden secara langsung terjun mengatur perekonomian negara (Sistem Ekonomi Terpimpin). Guru kemudian memberikan reward berupa point/nilai kepada siswa EH. Kemudian guru memberikan tugas kepada siswa: “Tadi ibu telah menjelaskan materi mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah pada masa Demokrasi Terpimpin. Sekarang kalian diskusikan dengan teman sebangku
80
mengenai materi tersebut. Nanti, kalian akan ditunjuk oleh ibu untuk mempresentasikan hasil diskusi kalian”. Siswa kemudian melakukan kegiatan diskusi dengan cara berdialog dengan teman sebangkunya mengenai kebijakan pemerintah pada masa Demokrasi Terpimpin dan guru mengontrol kegiatan diskusi dengan menghampiri beberapa siswa yang sedang melakukan diskusi. Kemudian guru memberitahukan kepada siswa bahwa waktu untuk melakukan kegiatan diskusi telah habis dan guru kemudian mengajukan pertanyaan: “Sekarang siapa yang berani mengemukakan hasil diskusinya, silakan ke depan!”. Beberapa siswa bertanya: ”Boleh berdua bu?”, guru menjawab: “Boleh, silakan!”. Kemudian siswa AM dan SU ke depan. Siswa AM mengemukakan gagasan dari hasil diskusi: ”Menurut hasil diskusi yang telah saya lakukan, saya dapat menyimpulkan bahwa pemerintahan Demokrasi Terpimpin diawali dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 1959. Setelah badan konstituante gagal dalam menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Presiden Soekarno menetapkan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945 dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959”. Kemudian siswa SU bertanya: “Boleh menambahkan bu?”. Guru mempersilakan siswa SU untuk mengemukakan gagasan dari hasil diskusi. Kemudian siswa SU mengemukakan gagasan dari hasil dialognya: “Dalam menjalankan pemerintahan pada masa Demokrasi Terpimpin, pemerintah melakukan beberapa kebijakan antara lain: Pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) dan pembubaran Dewan Perwakilan rakyat (DPR) hasil Pemilu 1955; Pembentukan MPRS melalui penetapan Presiden dan
81
sebagainya. Namun, dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan tersebut terjadi beberapa penyimpangannya antara lain yaitu: Seharusnya kedudukan presiden di bawah MPR tapi MPR malah tunduk ke Presiden; Pidato Presiden 17 Agustus 1959 yang dikenal sebagai Manifesto Politik Republik Indonesia, kemudian ditetapkan sebagai GBHN; Lahirnya konsep NASAKOM; Anggota Dewan perwakilan rakyat (DPR) hasil pemilu I (1955) dibubarkan dan diganti oleh Dewan Perwakilan Rakyar gotong Royong (DPR-GR) karena menolak RAPBN yang diajukan oleh Presiden; Secara langsung Presiden terjun mengatur perekonomian negara (Sistem Ekonomi Terpimpin); Dalam politik luar negeri yang semula bebas aktif berubah haluan menjadi Poros Jakarta - Phnom Phen Peking. Guru kemudian memberikan reward kepada siswa AM dan SU berupa poit/nilai dan pujian “bagus jawabannya” dan mepersilakan AM dan SU untuk kembali ke tempat duduk. Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa: “Bagaimana pendapat kalian mengenai pemerintahan Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin jika dibandingkan dengan kondisi pemerintahan Indonesia pada saat ini (masa Reformasi)?”. Kemudian siswa RP mengacungkan tangan dan menjawab: “Menurut saya, baik pada masa pemerintahan Demokrasi Terpimpin maupun pada saat ini (masa Reformasi) penyimpangan-penyimpangan masih terjadi. Hal ini, dapat kita lihat dengan masih adanya prilaku-prilaku yang tidak terpuji yang dilakukan oleh elit politik, misalnya masih adanya kasus tindakan korupsi yang terjadi pada saat ini. Akan tetapi, saya berpendapat bahwa kondisi pemerintahan di Indonesia pada saat ini mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Hal ini
82
dapat di lihat dari banyaknya kasus tindakan korupsi yang telah dapat dibongkar dan para pelakunya telah berhasil di tangkap dan diadili”. Kemudian guru memberikan reward kepada siswa RP berupa point/nilai dan pujian (bagus jawabannya, silakan berikan tepuk tangan untuk siswa RP). Siswa pun kemudian bertepuk tangan. c) Kegiatan Penutup (Closure) Setelah mengeksplorasi pendapat atau gagasan yang dikemukakan siswa, guru kemudian membuat kesimpulan: “Setelah Ibu mendengar jawaban dan gagasan yang telah kalian kemukakan, dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dilakukan beberapa kebijakan seperti: Pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) dan pembubaran Dewan Perwakilan rakyat (DPR) hasil Pemilu 1955; Pembentukan MPRS melalui penetapan Presiden dan sebagainya.
Namun, dalam
melaksanakan kebijakan tersebut masih terdapat penyimpangan-penyimpangan. Akan tetapi, meskipun demikian sebagaimana pendapat yang telah dikemukakan oleh teman kalian tadi baik pada masa pemerintahan Demokrasi Terpimpin maupun pada saat ini (masa Reformasi) penyimpangan-penyimpangan masih terjadi. Kondisi pemerintahan di Indonesia pada saat ini mengalami perubahan ke arah yang lebih baik, hal ini dapat kita lihat dengan terbongkarnya beberapa kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. Mudah-mudahan pemerintah kita dapat terus meningkatkan kualitas kinerjanya”. Guru kemudian memberitahukan materi untuk minggu depan kepada siswa: “Untuk minggu depan kita akan membahas
83
mengenai Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI), silakan kalian baca dan pelajari mengenai materi tersebut”.
3) Observasi (Observe) Pada kegiatan ini peneliti bersama guru mitra melakukan analisis perbaikan terhadap PBM (Proses Belajar Mengajar). Observasi dilaksanakan di kelas dengan fokus pengamatan kepada aktivitas siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sejarah dan aktivitas guru dalam mengembangkan pembelajaran sejarah dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik melalui dialog. Adapun hasil observasi dari pelaksanaan pertemuan ke-2/tindakan 2 siklus pertama ini, dapat di lihat pada tabel di berikut ini: Tabel 4.5 Hasil Observasi Penerapan Pendekatan Konstruktivistik Melalui Dialog Pada Pertemuan ke-2/Tindakan 2 Siklus Kedua Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Topik Pembelajaran Hari/Tgl/Bln/Thn
No 1
: 2. Merekonstruksi perjuangan bangsa Indonesia sejak masa Proklamasi hingga lahirnya Orde Baru : 2.1. Merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia sejak Proklamasi hingga Demokrasi Terpimpin : Dekrit Presiden 5 juli 1959 dan kebijakan Politik pemerintahan Demokrasi Terpimpin. : Senin, 23 Maret 2009 Aspek yang diamati
A. Aktivitas Guru Perencanaan pembelajaran sejarah konstruktivistik melalui dialog a. Menampilkan dokumen pembelajaran b. Mengembangkan materi dan media c. Merancang pengelolaan kelas
B
Hasil C
K
84
d. Merancang penilaian 2 Penyajian pembelajaran konstruktivistik melalui dialog a. Menginformasikan tujuan pembelajaran b. Memotivasi siswa c. Mengungkap konsep awal siswa d. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide/gagasan e. Mendorong siswa untuk mencari sumber belajar f. Mengembangkan dialog dalam pembelajaran g. Mengelola interaksi kelas h. Mendorong siswa untuk membuat analisis dan elaborasi terhadap masalah-masalah Kontroversial yang dihadapinya i. Bersikap, fleksibel, lues, dan terbuka j. Membentuk kelompok-kelompok kecil k. Memberikan tugas kepada siswa untuk mengembangkan dan menganalisis terhadap peristiwa-peristiwa sejarah yang dipelajari l. Meluruskan konsep dan pengetahuan siswa m. Melaksanakan evaluasi n. Menutup Pembelajaran B. Aktivitas Siswa a. Aktif bertanya b. Mencari dan mengolah informasi c. Melakukan dialog antara siswa dengan guru mengenai materi pembelajaran d. Melakukan dialog antara siswa dengan siswa mengenai materi pembelajaran e. Menjawab pertanyaan yang diajukan f. Menganalisis permasalahan dan pemecahannya g. Bertukar pikiran dengan teman sejawat h. Membuat kesimpulan i. Mengemukakan gagasan Keterangan: Berilah tanda chek list/centang (v) pada kolom yang tersedia. B = Baik C = Cukup K = Kurang Berdasarkan hasil observasi penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog pada pertemuan ke-2/tindakan 2 siklus kedua ini, peneliti dan guru mitra melakukan diskusi dan evaluasi terhadap kejadian dan kegiatan selama
85
proses belajar mengajar berlangsung. Maka, diperoleh beberapa temuan sebagai berikut: a) Pengamatan kepada guru : (1) Guru mulai terbiasa menempatkan posisinya sebagai fasilitator atau mitra belajar bagi siswa. Hal ini salah satunya yaitu dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan dialog antara siswa dengan siswa mengenai materi pembelajaran serta memberikan kesempatan untuk bertukar pikiran kepada siswa dengan teman sejawat,
serta
memberikan
kesempatan
kepada
siswa
untuk
mengemukakan gagasan. (2) Dalam proses belajar mengajar guru telah membuat kelompokkelompok kecil (memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan diskusi dengan teman sebangku), memberikan tugas kepada siswa untuk mengembangkan dan menganalisis terhadap peristiwa-peristiwa
sejarah
yang
dipelajari
dan
memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melakukan dialog antara siswa dengan siswa mengenai materi pembelajaran serta memberikan kesempatan untuk bertukar pikiran kepada siswa dengan teman sejawat. b) Pengamatan kepada siswa : (1) Terdapat peningkatan minat dan aktivitas siswa untuk mengikuti proses belajar mengajar sejarah. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan jumlah siswa yang menyimak, bertanya, menjawab pertanyaan dan mengemukakan gagasan.
86
(2) Pertanyaan, jawaban pertanyaan, dan gagasan yang dikemukakan oleh siswa tidak terbatas pada pengetahuan seputar fakta saja, tetapi mulai berhubungan dengan hal-hal yang bersifat kontemporer dan memerlukan pemikiran kritis. c) Pengamatan terhadap proses belajar mengajar : (1) Proses belajar mengajar sudah mulai berjalan dengan kondusif. Hal ini ditandai dengan situasi kelas yang mulai terkendali dan kegiatan dialog antara guru dengan siswa maupun dialog antara siswa dengan siswa sudah dapat berjalan dengan baik sehingga komunikasi terjalin dengan baik. (2) Pada pertemuan ke-2/tindakan 2 siklus kedua ini, proses belajar mengajar sejarah telah mengarah pada penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog.
4) Refleksi (Reflect) Berdasarkan hasil observasi, diskusi dan evaluasi yang dilakukan oleh peneliti dan guru mitra, maka kegiatan yang dilakukan pada pertemuan ke2/tindakan 2 siklus kedua ini, telah menunjukkan adanya kemajuan dan peningkatan yang berarti bagi guru, siswa maupun proses belajar mengajar. Kemajuan atau peningkatan tersebut dapat terlihat dari adanya perubahanperubahan cara mengajar guru yang mulai memfokuskan pembelajaran dengan mengembangkan penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog yaitu pandangan yang beranggapan bahwa pengetahuan merupakan hasil konstruksi
87
manusia melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan mereka. Dalam menyampaikan materi pembelajaran sejarah guru melakukannya dengan cara membangun persepsi dan membangun cara pandang siswa mengenai materi yang dipelajari, mengembangkan masalah baru dan mengembangkan konsep-konsep baru. Sehingga kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan dan siswa dipandang sebagai individu mandiri yang memiliki potensi belajar dan pengembang ilmu. Selain itu kemajuan siswa dapat dilihat pula dari peningkatan keaktifan siswa selama proses belajar mengajar berlangsung, baik dari aktivitas menyimak, bertanya, menjawab pertanyaan, menyimpulkan dan mengemukakan gagasan. Untuk pertemuan berikutnya, guru harus dapat mempertahankan keberhasilan yang telah dicapai pada pertemuan ke-2/tindakan 2 siklus kedua ini, dan guru harus mampu mengembangkan proses pembelajaran yang lebih menarik dan lebih baik dalam menerapkan pendekatan konstruktivistik melalui dialog dalam kegiatan pembelajaran sejarah, yaitu dengan cara melakukan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut: Pertama, apersepsi yaitu kegiatan tanya jawab antara guru dengan siswa. Guru mengawali kegiatan pembelajaran di kelas dengan kegiatan berupa mengungkap konsep awal siswa, memotivasi siswa, brainstorming (curah pendapat). Kedua, Eksplorasi yaitu kegiatan siswa untuk mencari pengetahuan sendiri sampai mereka menemukan sendiri. Ketiga, diskusi dan penjelasan konsep yaitu suatu kegiatan dialog antara siswa dengan guru atau antara siswa dengan siswa. Hasil yang telah dicapai oleh masing-masing siswa didiskusikan dengan siswa lain dengan mempresentasikan hasil temuannya di
88
depan kelas dan siswa lain diminta untuk menanggapi. Kemudian guru memberikan penjelasan-penjelasan terhadap permasalah yang ditemui. Keempat, pengembangan aplikasi yaitu pada tahapan ini setelah mempelajari materi pelajaran sejarah siswa diharapkan dapat mengkonstruksi pengetahuannya, dengan cara menyimpulkan dan mengungkapkan gagasan baik dalam bentuk tulisan (karangan) ataupun secara lisan.
3. Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar Pada Siklus Ketiga Berdasarkan hasil temuan pada siklus pertama dan kedua, dapat diketahui adanya peningkatan dalam proses belajar mengajar dari satu pertemuan ke pertemuan berikutnya. Peningkatan tersebut terjadi pada aktivitas mengajar guru, aktivitas belajar siswa, dan proses belajar mengajar. Akan tetapi, meskipun demikian peningkatan dalam setiap aktivitas tersebut belum sepenuhnya sesuai dengan harapan. Oleh karena itu, pada siklus ketiga ini tindakan yang dilakukan akan difokuskan pada pengembangan pendekatan konstruktivistik melalui dialog. Siklus ketiga dalam penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 13 April 2009 dan 27 April 2009. Gambaran pelaksanaan proses belajar mengajar pada siklus kedua akan dijabarkan mulai dari kegiatan rencana (plan), tindakan (act), observasi (observe), dan refleksi (reflect).
89
1) Rencana (Plan) Pada pertemuan ke-3/tindakan 3 siklus ketiga ini akan dilaksanakan pada tanggal 13 April 2009. Peneliti dan guru mitra menyusun rencana pembelajaran yang akan dilaksanakan dan dikembangkan dalam pembelajaran. Penyusunan rencana dalam kegiatan ini meliputi pembuatan perencanaan pelaksanaan pembelajaran (RPP), menentukan model pembelajaran, buku teks yang akan digunakan sebagai bahan pembelajaran, dan materi yang akan digunakan dalam penelitian di kelas XI IPA 8. Metode yang digunakan pada tindakan ketiga ini adalah metode tanya jawab, strategi pembelajarannya adalah think pair and share, dan pendekatannya menggunakan pendekatan konstruktivistik melalui dialog. Materi yang akan dibahas pada pertemuan ini adalah mengenai: “Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI) dan Beberapa Versi Mengenai Dalang dari Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI)”. Pada pertemuan ke-3/tindakan 3 siklus ketiga ini, siswa diharapkan dapat melakukan aktivitas-aktivitas yang telah direncanakan peneliti, yaitu siswa dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran sejarah. Siswa diharapkan dapat berdialog mengenai peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI) dan siswa dapat mengemukakan gagasan mengenai dalang dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI).
90
2) Pelaksanaan Tindakan (Act) a) Kegiatan Pembuka (Set Induction) Guru membuka proses belajar mengajar dengan mengajukan pertanyaan: “Bagaimana pendapat kalian mengenai peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI)?”. Kemudian Siswa DD menjawab: “Gerakannya sadis bu, tidak berprikemanusiaan”. Kemudian guru memotivasi siswa dengan cara menunjukkan gambar/foto tentang: peristiwa pembantaian dari Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI), Sumur Lubang Buaya, Monumen Pancasila Sakti dan gambar/foto D. N. Aidit. Siswa terlihat antusias ketika guru menampilkan gambar/foto tersebut. b) Kegiatan Inti (Main Point) Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan menginformasikan kepada siswa mengenai topik pembelajaran yang akan dibahas pada pertemuan tersebut, yaitu mengenai: “Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI) dan Beberapa Versi Mengenai Dalang dari Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI)”. Guru kemudian menjelaskan materi mengenai Gerakan 30 September 1965 (G.30. S/PKI) melalui bagan atau peta konsep yang telah di pasang di papan tulis. Adapun inti materi yang disampaikan antara lain mengenai: Tokoh Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI); Latar belakang terjadinya Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI); Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI); Korban dari Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI); dan penumpasan Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI).
91
Guru melakukan kegiatan dialog dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa: “Sebelum terjadinya Gerakan 30 september 1965, apakah Partai Komunis Indonesia (PKI) sudah ada?”. Siswa menjawab: “Ada bu.., contohnya pada masa PKI Madiun 1948”. Kemudian guru memberikan penjelasan kepada siswa bahwa sebenarnya Partai Komunis Indonesia (PKI) telah ada mulai tahun 1920. Pada awalnya PKI ini bernama Partai Komunis Hindia (PKH) yang berdiri pada tanggal 23 Mei 1920. Pada tahun 1926 terjadi peristiwa pemberontakan pertama yang dilakukan oleh PKI. Guru melanjutkan penjelasannya kepada siswa: “Kenapa pelaku dari dari Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI) ini adalah Angkatan Darat? Hal ini membuktikan bahwa telah terjadi penyusupan PKI ke dalam tubuh Angkatan Darat. Selanjutnya guru melanjutkan kegiatan dialog dengan siswa dengan mengajukan pertanyaan berikutnya kepada siswa: “Salah satu latar belakang dari Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI) ini adalah adanya Angkatan Kelima. Kita punya berapa angkatan?”. Siswa secara serempak menjawab: “Ada empat bu…, Angkatan Darat, Angkatan laut, Angkatan Udara dan Angkatan Kepolisian”. Guru melanjutkan penjelasannya: “Jadi, pada waktu itu D. N. Aidit menginginkan untuk membentuk Angkatan kelima. Angkatan kelima ini anggotanya adalah para buruh dan tani. D. N. Aidit berencana mempersenjatai mereka dengan cara mendapat bantuan 100.000 pucuk senjata dari RRC. Akan tetapi, usaha D. N. Aidit untuk mendirikan Angkatan Kelima tidak berhasil karena di tentang oleh Angkatan Darat. Selain dilatarbelakangi oleh Angkatan Kelima peristiwa ini juga dilatarbelakangi oleh adanya isu sakitnya Soekarnon, dengan
92
adanya isu ini menyebabkan ketidakpastian dikalangan rakyat. Biasanya PKI tumbuh subur di wilayah yang masyarakatnya miskin. PKI memiliki pemikiran sama rasa sama rata sehingga banyak masyakat miskin yang tertarik untuk bergabung dengan PKI. Langkah selanjutnya mengajukan pertanyaan kepada siswa: “Peristiwa apa lagi selain Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI), yang gerakannya sangat biadab?”. Siswa menjawab: “Tidak ada bu”. Kemudian guru menjelaskan bahwa sebenarnya jawabannya ada, yaitu peristiwa Poso. Guru melanjutkan mengajukan pertanyaan kepada siswa: “Bagaimana pendapat kalian mengenai adanya kontroversi mengenai dalang dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI)? Pada saat ini ada beberapa versi mengenai dalang dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI). Ada beberapa versi mengenai dalang dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI), antara lain: Pertama, menurut versi pemerintah Orde Baru yang disosialisasikan kepada masyarakat termasuk dunia pendidikan, baik melalui pidato resmi pejabat, buku-buku, film dan media massa lainnya. PKI merupakan dalang utama dibalik peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI). Versi itu sebenarnya, merupakan hasil rekonstruksi dari seorang sejarawan militer, Nugroho Notosusanto, dan seorang militer yang meminati hukum, Ismail Saleh, yang disusun sejak tahun 1968 dan sangat berkepentingan dengan eksistensi dan legitimasi pemerintah Orde Baru. Hampir selama 30 tahun dunia pendidikan di Indonesia, khususnya di tingkat persekolahan didominasi oleh interpretasi versi pemerintah Orde Baru dalam memaknai peristiwa itu sehingga – oleh pemerintah – peristiwa itu lebih
93
dipopulerkan menjadi “G.30.S/PKI” atau Gestapu PKI”. Kedua, menurut versi para akademi dari Universitas Cornell, Amerika Serikat, yang kemudian terkenal dengan sebutan Cornell Paper (Anderson & Mcvey, 1971). Menurut versi ini, peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI) jelas merupakan masalah intern dalam tubuh AD, khususnya kelompok militer yang berasal dari Divisi Diponegoro, Jawa Tengah. Ketiga, menurut versi dari seorang sejarawan Barat, Antonie C. A. Dake (1973), yang menyatakan bahwa tidak menutup kemungkinan dalang utama dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI) adalah presiden Soekarno sendiri. Bahwa AD selalu berseteru, baik secara diam-diam maupun terang-terangan, dengan presiden Soekarno sudah menjadi rahasia umum sejak zaman revolusi Indonesia. Keempat, menurut versi dari seorang sosiolog dan sejarawan Belanda, W. F. Wertheim (1970), yang menyatakan bahwa dalang dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI), adalah Jenderal Soeharto Hal ini dibuktikan menurut Wertheim, bahwa ketiga pelaku utama Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI) yaitu Kolonel Untung, Letkol Latief, dan Syam Kamaruzaman adalah bekas anak buah dan teman baik Soeharto sejak zaman revolusi Indonesia. Kelima, menurut versi dari seorang mantan pejabat intelejen AS, Peter Dale Scott (1999), yang menyatakan bahwa peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI), yang pada gilirannya menjatuhkan Presiden Soekarno, didalangi oleh CIA (Central of Intelligence Agency). Kemudian guru mengajukan pertanyaan kepada siswa: “Menurut pendapat kalian siapa dalang dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI)? Siapa yang bersedia berpendapat atau mengemukakan gagasan? Silakan acungkan
94
tangan dan ke depan!”. Tiga orang siswa (DA, LB, AK) mengacungkan tangan dan ke depan, kemudian guru meminta ketiga siswa tersebut mengemukakan gagasannya. Siswa LB berpendapat: “Kalau menurut saya Soeharto bu, karena Kolonel Untung yang memimpin Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI). Merupakan bekas anak buah dari Soeharto dan sebelum terjadinya peristiwa tersebut terjadi pertemuan antara Latief dengan Soeharto. Meskipun tidak diketahui membicarakan mengenai apa. Tapi menurut saya Soeharto terlibat. Ketika Untung melangsungkan pernikahannya pada tahun 1960-an Soehartolah yang bertindak sebagai walinya, Soeharto pula yang didatangi oleh Latief, pada tanggal 30 September 1965, yang melaporkan akan diadakannya G.30.S walaupun dalam perkembangan kemudian Soeharto membantahnya. Sementara itu Syam Kamaruzzaman juga dianggap sebagai intel “dwi fungsi” yang melayani kepentingan intelejen baik untuk PKI maupun Angkatan Darat (AD).”Siswa DA berpendapat bahwa: “Menurut saya PKI dan Soeharto bu. Karena PKI memiliki keinginan untuk menggulingkan kekuasaan Soekarno sehingga wajar jika PKI dikatakan sebagai dalang dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI) sedangkan Soeharto setelah terjadinya gerakan tersebut menjadi presiden. Jadi, tidak menutup kemungkinan jika sebelum terjadinya peristiwa Gerakan 30 September
1965
(G.30.S/PKI),
Soeharto
memiliki
keinginan
untuk
menggulingkan kekuasaan Soekarno juga supaya dia bisa menjadi Presiden”. Siswa (AK) berpendapat: “Sama bu, saya juga berpendapat sama seperti temanteman, dalang dari Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI) ini adalah Soeharto karena pelaku dari gerakan tersebut seperti Untung, Latif dan Syam
95
Kamaruzaman adalah bekas anak buah dari Soeharto. Apalagi Soeharto pernah hadir menjadi wali dalam pernikahan Kolonel Untung”. Kemudian guru memberikan pujian dan nilai kepada ketiga siswa tersebut serta meminta siswa yang lain untuk bertepuk tangan. c) Kegiatan Penutup (Closure) Setelah mengeksplorasi pendapat atau gagasan yang dikemukakan siswa, guru kemudian membuat kesimpulan: “Dalang dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI) ini, sampai sekarang masih kontroversi. Maka, Penjelasan yang relatif memuaskan pemahaman kita tentang peritiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI) adalah apa yang kemudian dikenal dengan teori “konspirasi”. Ada banyak pihak yang bermain dan banyak kelompok yang berkepentingan dengan peristiwa itu. Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI), merupakan sebuah peristiwa yang paling tragis dan berdarah sepanjang sejarah Indonesia modern, kemenangan nampaknya berpihak kepada Soeharto dan Angkatan Darat yang kemudian segera membentuk pemerintah Orde Baru. Sebagai sebuah rezim yang lahir dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI), maka pemerintah Orde Baru – dalam perkembangan selanjutnya – merasa perlu dan berkepentingan dengan ‘tafsir sejarah yang benar dan tunggal’ menurut perspektif pemerintah yang sedang berkuasa”. 3) Observasi (Observe) Pada kegiatan ini peneliti bersama guru mitra melakukan analisis perbaikan terhadap PBM (Proses Belajar Mengajar). Observasi dilaksanakan di
96
kelas dengan fokus pengamatan kepada aktivitas siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sejarah dan aktivitas guru dalam mengembangkan pembelajaran sejarah dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik melalui dialog. Adapun hasil observasi dari pelaksanaan pada pertemuan ke-3/tindakan 3 siklus ketiga, dapat dilihat melalui tabel berikut ini: Tabel 4.6 Hasil Observasi Penerapan Pendekatan Konstruktivistik Melalui Dialog Pada Pertemuan ke-3/Tindakan 3 Siklus Ketiga Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Topik Pembelajaran Hari/Tgl/Bln/Thn
No 1
2
: 2. Merekonstruksi perjuangan bangsa Indonesia sejak masa Proklamasi hingga lahirnya Orde Baru : 2.1.Merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia sejak proklamasi hingga Demokrasi Terpimpin : Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G.30.S/PKI). : Senin, 13 April 2009 Aspek yang diamati
A. Aktivitas Guru Perencanaan pembelajaran sejarah konstruktivistik melalui dialog a. Menampilkan dokumen pembelajaran b. Mengembangkan materi dan media c. Merancang pengelolaan kelas d. Merancang penilaian Penyajian pembelajaran konstruktivistik melalui dialog a. Menginformasikan tujuan pembelajaran b. Memotivasi siswa c. Mengungkap konsep awal siswa d. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide/gagasan e. Mendorong siswa untuk mencari sumber belajar f. Mengembangkan dialog dalam pembelajaran g. Mengelola interaksi kelas h. Mendorong siswa untuk membuat analisis dan elaborasi terhadap masalah-masalah
B
Hasil C
K
97
Kontroversial yang dihadapinya i. Bersikap, fleksibel, lues, dan terbuka j. Membentuk kelompok-kelompok kecil k. Memberikan tugas kepada siswa untuk mengembangkan dan menganalisis terhadap peristiwa-peristiwa sejarah yang dipelajari l. Meluruskan konsep dan pengetahuan siswa m. Melaksanakan evaluasi n. Menutup Pembelajaran B. Aktivitas Siswa a. Aktif bertanya b. Mencari dan mengolah informasi c. Melakukan dialog antara siswa dengan guru mengenai materi pembelajaran d. Melakukan dialog antara siswa dengan siswa mengenai materi pembelajaran e. Menjawab pertanyaan yang diajukan f. Menganalisis permasalahan dan pemecahannya g. Bertukar pikiran dengan teman sejawat h. Membuat kesimpulan i. Mengemukakan gagasan Keterangan: Berilah tanda chek list/centang (v) pada kolom yang tersedia. B = Baik C = Cukup K = Kurang
Berdasarkan hasil observasi penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog pada pertemuan ke-3/tindakan 3 siklus ketiga ini, peneliti dan guru mitra melakukan diskusi dan evaluasi terhadap kejadian dan kegiatan selama proses belajar mengajar berlangsung. Maka, diperoleh beberapa temuan sebagai berikut: 1) Pengamatan kepada guru : (1) Secara umum guru telah dapat melaksanakan proses belajar mengajar sesuai dengan yang telah direncanakan oleh peneliti dan guru mitra.
98
(2) Dalam proses belajar mengajar guru telah menugaskan siswa untuk membuat analisis dan elaborasi terhadap masalah-masalah kontroversial yang dihadapinya. 2) Pengamatan kepada siswa : (1) Ketika proses belajar mengajar berlangsung, siswa nampak lebih siap untuk mengikuti proses belajar mengajar. Hal ini ditandai dengan tidak adanya siswa yang melakukan aktivitas di luar aktivitas proses belajar mengajar seperti mengobrol, mengerjakan tugas mata pelajaran lain atau memainkan hp pada saat proses belajar mengajar sejarah berlangsung. (2) Ketika proses belajar mengajar berlangsung, siswa nampak lebih aktif
dan
antusias
jika
dibandingkan
dengan
pertemuan
sebelumnya. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan jumlah siswa yang terlibat aktif dalam proses belajar mengajar, baik berupa aktivitas menjawab pertanyaan, menyimpulkan maupun mengungkapkan gagasan. Meskipun peningkatan tersebut tidak terlalu besar, tetapi setidaknya mampu menunjukkan adanya perubahan
sikap,
pandangan
dan
respon
siswa
terhadap
pembelajaran sejarah. 3) Pengamatan terhadap proses belajar mengajar : (1) Proses
belajar
mengajar
dengan
menggunakan
pendekatan
konstruktivistik melalui dialog sudah dapat berjalan dengan baik. Guru
dan
siswa
sudah
terbiasa
menggunakan
pendekatan
99
konstruktivistik melalui dialog dalam proses belajar mengajar sejarah. Hal ini terlihat dari guru mulai terbiasa menempatkan posisinya sebagai fasilitator atau mitra belajar bagi siswa. Hal ini salah satunya yaitu dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan dialog antara siswa dengan siswa mengenai materi pembelajaran serta memberikan kesempatan untuk bertukar pikiran kepada siswa dengan teman sejawat, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasan. (2) Proses
belajar
mengajar
dengan
menggunakan
pendekatan
konstruktivistik melalui dialog sudah dapat berjalan dengan baik. Siswa pun lebih aktif dalam mengikuti peroses belajar mengajar hal ini terlihat dari adanya peningkatan aktivitas siswa dalam kegiatan menyimak, bertanya, menjawab pertanyaan, menyimpulkan maupun mengungkapkan
gagasan
ketika
proses
belajar
mengajar
berlangsung.
4) Refleksi (Reflect) Dari pengamatan peneliti dan guru mitra pada pertemuan ke-3/tindakan 3 siklus ketiga ini, terdapat peningkatan aktivitas belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan siswa. Guru mulai terbiasa melakukan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan konstruktivistik melalui dialog, dalam proses belajar mengajar guru tidak lagi menjadikan materi sebagai unsur yang dominan dan guru mulai mampu untuk menghubungkan materi yang dikaji dengan masalah
100
kontemporer, terutama yang dekat dengan kehidupan siswa. Di sisi lain, dengan diterapkannya pendekatan konstruktivistik melalui dialog dalam proses belajar mengajar menjadikan siswa lebih aktif dalam dalam menyimak, bertanya, menjawab pertanyaan, dan mengemukakan gagasan, bahkan dalam tataran gagasan yang dikemukakan oleh siswa sudah dapat memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi. Supaya dapat lebih memotivasi siswa dalam proses belajar mengajar, maka pada pertemuan selanjutnya guru diharapkan dapat memberikan penekanan pujian, misalnya dengan menyebutkan nama siswa yang bertanya, menjawab pertanyaan dan mengemukakan gagasan secara berulang-ulang. Selain itu, guru juga dapat mengemukakan kepada siswa bahwa pertanyaan, jawaban pertanyaan, atau pun gagasan yang dikemukakan oleh siswa itu bagus, hebat, dan kritis, dengan demikian siswa yang bertanya, menjawab atau mengemukakan gagasan akan merasa dihargai dan siswa yang lain akan termotivasi untuk dapat terlibat aktif dalam proses belajar mengajar. Guru juga harus dapat mengeksplor secara mendalam apa yang disampaikan oleh siswa.
4. Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar Pada Siklus Keempat 1) Rencana (Plan) Pada pertemuan ke-4/tindakan 4 siklus keempat ini akan dilaksanakan pada tanggal 27 April 2009. Pada pertemuan ke-4/tindakan 4 siklus ini, peneliti dan guru mitra menyusun rencana pembelajaran yang akan dilaksanakan dan
101
dikembangkan dalam pembelajaran. Penyusunan rencana dalam kegiatan ini meliputi pembuatan perencanaan pelaksanaan pembelajaran (RPP), menentukan model pembelajaran, buku teks yang akan digunakan sebagai bahan pembelajaran, dan materi yang akan digunakan dalam penelitian di kelas XI IPA 8. Metode yang digunakan pada tindakan keempat ini adalah metode tanya jawab, strategi pembelajarannya adalah student facilitator and explaning dan pendekatannya menggunakan pendekatan konstruktivistik melalui dialog. Materi yang dibahas pada pertemuan ini adalah mengenai : “ Proses Peralihan Kekuasaan Politik Setelah Peristiwa Gerakan 30 September 1965”. Pada pertemuan ini, siswa diharapkan dapat melakukan aktivitas-aktivitas yang telah direncanakan peneliti, seperti siswa dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran sejarah. Seperti siswa dapat berdialog mengenai proses peralihan kekuasaan politik setelah Peristiwa Gerakan 30 September 1965 dan siswa dapat mengemukakan gagasan mengenai kontroversi Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar).
2) Pelaksanaan Tindakan (Act) a) Kegiatan Pembuka (Set Induction) Guru membuka proses belajar mengajar dengan mengajukan pertanyaan: “Bagaimana reaksi masyarakat menanggapi penghianatan Gerakan 30 September 1965?”. Kemudian dua orang siswa (DA dan LB) menjawab, siswa DA menjawab: “Masyarakat membenci PKI dan menuntut supaya PKI dibubarkan”.
102
Sedangkan siswa LB menjawab: “Banyak terjadi demo supaya PKI dibubarkan”. Guru memberikan reward berupa poin/nilai dan pujian “Bagus jawabannya” kepada siswa DA dan LB. b) Kegiatan Inti (Main Point) Guru memulai kegiatan pembelajaran dengan menginformasikan kepada siswa mengenai topik pembelajaran yang akan dibahas pada pertemuan tersebut, yaitu mengenai : “Proses Peralihan Kekuasaan Politik Setelah Peristiwa Gerakan 30 September 1965”. Kemudian guru menuliskan peta konsep atau bagan di papan tulis mengenai proses peralihan kekuasaan politik setelah Peristiwa Gerakan 30 September 1965, yaitu proses jatuhnya Demokrasi Terpimpin. Adapun konsepkonsep tersebut yaitu: Tuntutan pembubaran PKI; TRITURA; Pembentukan Kabinet 100 menteri; dan Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar). Langkah selanjutnya guru mengajukan pertanyaan kepada siswa: “Kenapa Partai komunis Indonesia (PKI) dilarang di Indonesia? Siapa yang bisa acungkan tangannya!” kemudian siswa I menjawab: “Saya bu, karena PKI bertentangan dengan Pancasila yang pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa”. Guru memberikan pujian kepada siswa I “Bagus jawabannya”. Selanjutnya guru meminta siswa untuk memperhatikan konsep-konsep yang telah ditulis di papan tulis dan mengajukan pertanyaan selanjutnya: “Coba apakah kalian tau siapa saja yang menuntut supaya PKI dibubarkan? Silakan yang bisa menjawab acungkan tangannya!” kemudian siswa AK menjawab: “Rakyat bu….”. Guru kemudian menambahkan jawaban dari siswa AK, jadi yang menuntut untuk PKI dibubarkan antara lain yaitu rakyat dan mahasiswa. Adapun yang melakukan aksi demonstrasi
103
menuntut supaya PKI dibubarkan antara lain adalah: KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia), KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia), KAWI (Kesatuan Wanita Indonesia), KAGI (Kesatuan Aksi Guru Indonesia), KASI (Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia), KABI (Kesatuan Aksi Buruh Indonesia), dan KAPBI (Kesatuan Aksi Pengemudi Beca Indonesia). Siswa secara serempak tertawa (ha3x ….) ketika guru menyebutkan KAPBI (Kesatuan Aksi Pengemudi Beca Indonesia). Kemudian siswa AK bertanya: “Kesatuan pengemudi beca, Bu…?”. Guru memberikan penjelasan kepada siswa: “Jadi, kalian bisa bayangkan pada masa itu pengemudi becak ikut aktif dalam melakukan demonstrasi menuntut supaya PKI dibubarkan. Kesatuan aksi-aksi ini membuat sebuah front, yang dinamakan dengan front Pancasila. Kemudian pada tanggal 26 Oktober kesatuan aksi tersebut mengadakan rapat akbar di lapang Banteng Jakarta, kalau sekarang Lapang Banteng tersebut adalah Monas. Kesatuan aksi tersebut kemudian melakukan demonstrasi pada tanggal 10 Januari 1966 yang dipelopori oleh KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia). Kemudian guru mengajukan pertanyaaan mengenai konsep selanjutnya kepada
siswa:
“Kenapa
masyarakat
Indonesia
menuntut
supaya
PKI
dibubarkan?”. Beberapa siswa menjawab, antara lain: siswa DN menjawab: “Karena PKI bertentangan dengan agama”, siswa DA menjawab: “PKI sangat biadab, sering melakukan tindakan kekerasan”. Kemudian guru mengemukakan bahwa konsep selanjutnya yang akan dibahas adalah TRITURA, guru kemudian menugaskan siswa untuk menyebutkan isi dari TRITURA. Siswa NH menjawab:
104
“Saya bu, isinya ada tiga yaitu: Bubarkan PKI, Retool kabinet Dwikora dan Turunkan harga atau perbaikan ekonomi. Guru melanjutkan pertanyaannya: “Bagaimana tindakan pemerintah dalam menanggapi tindakan demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa? Silakan acungkan tangannya yang bisa jawab!”. Siswa EH menjawab: “Mengadakan Sidang Kabinet 100 Menteri”. Kemudian guru menambahkan jawaban dari siswa EH, jadi pada saat itu menghadapi demonstrasi menuntut TRITURA dibubarkan Soekarno kurang memberikan tanggapan hal ini terbukti Soekarno tidak membubarkan PKI dan malah membentuk kabinet Dwikora yang disempurnakan (kabinet 100 menteri), yang didalamnya diduga masih terdapat orang-orang yang terlibat dalam PKI antara lain seperti Dr. Soebandrio dan Umar Dani. Ketika Soekarno mengadakan pelantikan Sidang Kabinet 100 Menteri pada tanggal 24 Februari 1966 mahasiswa melakukan aksi demonstrasi kembali. Pada demonstrasi ini menyebabkan gugurnya salah satu mahasiswa UI (Universitas Indonesia) yaitu Arief Rachman Hakim sehingga dia diberi gelar sebagai pahlawan Ampera. Soekarno membalas aksi demonstrasi tersebut dengan membubarkan KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) pada tanggal 26 Februari 1966 dan menutup UI (Universitas Indonesia) pada tanggal 3 Maret 1966 sehingga akhirnya melahirkan Surat Perintah 11 Maret (Supersemar). Kemudian siswa I bertanya: “Bu…., tapi sampai sekarang kan Supersemar masih kontroversi?”. Kemudian guru menjawab:” Iya betul, ini Ibu membawa salah satu versi mengenai isi Supersemar. Kemudian guru memperlihatkan salah satu contoh naskah Surat Perintah 11 Maret (Supersemar). Siswa terlihat antusias mengikuti
105
proses belajar mengajar, ketika guru menunjukkan salah satu contoh naskah Surat Perintah 11 Maret (Supersemar). Langkah selanjutnya guru memberitahukan kepada siswa bahwa kegiatan belajar selanjutnya adalah debat mengenai: “Demonstrasi, TRITURA dan Surat perintah 11 Maret (Supersemar)”. Kemudian guru menugaskan 10 orang siswa untuk ke depan. Kemudian 10 orang siswa: (RP, MY, WF, I, AK, NH, KL, EH, DD, DA), maju ke depan. Kemudian 10 orang siswa tersebut dibagi menjadi dua kelompok dengan cara suit dan kemudian terbagi menjadi 2 kelompok yaitu: 1) kelompok Kontra (AK, NH, EH, DD, DA), dan 2) kelompok Pro ((RP, MY, WF, I, KL). Siswa terlihat antusias melakukan kegiatan debat dan siswa lain pun memperhatikan proses jalannya debat, akhirnya kegiatan debat selesai dan guru menyuruh siswa untuk kembali ke tempat duduknya masing-masing dan meminta siswa lainnya untuk memberikan tepuk tangan. c) Kegiatan Penutup (Closure) Setelah mengeksplorasi pendapat atau gagasan yang dikemukakan siswa, guru kemudian membuat kesimpulan: “Dari hasil debat kalian, Ibu tidak akan mengarahkan bahwa kalian yang pro terhadap Supersemar demonstrasi maupun TRIRURA adalah yang benar atau yang kontra adalah yang benar. Semuanya ibu kembalikan kepada kalian akan memilih yang mana. Sampai sekarang Surat perintah 11 Maret (Supersemar) masih kontroversi”.
106
3) Observasi (Observe) Pada kegiatan ini peneliti bersama guru mitra melakukan analisis perbaikan terhadap PBM (Proses Belajar Mengajar). Observasi dilaksanakan di kelas dengan fokus pengamatan kepada aktivitas siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sejarah dan aktivitas guru dalam mengembangkan pembelajaran sejarah dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik melalui dialog. Adapun hasil observasi dari pelaksanaan pertemuan ke-4/tindakan 4 siklus keempat ini, dapat dilihat melalui tabel berikut ini: Tabel 4.7 Hasil Observasi Penerapan Pendekatan Konstruktivistik Melalui Dialog Pertemuan Ke-4/Tindakan 4 Siklus Keempat Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Topik Pembelajaran Hari/Tgl/Bln/Thn
No 1
2
: 2. Merekonstruksi perjuangan Bangsa Indonesia sejak masa Proklamasi hingga lahirnya Orde Baru : 2.2. Menganalisis pergantian pemerintahan dari Demokrasi hingga lahirnya Orde Baru : Proses peralihan kekuasaan politik setelah Peristiwa Gerakan 30 September1965 : Senin, 13 April 2009 Aspek yang diamati
A. Aktivitas Guru Perencanaan pembelajaran sejarah konstruktivistik melalui dialog a. Menampilkan dokumen pembelajaran b. Mengembangkan materi dan media c. Merancang pengelolaan kelas d. Merancang penilaian Penyajian pembelajaran konstruktivistik melalui dialog a. Menginformasikan tujuan pembelajaran b. Memotivasi siswa c. Mengungkap konsep awal siswa d. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide/gagasan
B
Hasil C
K
107
Mendorong siswa untuk mencari sumber belajar Mengembangkan dialog dalam pembelajaran Mengelola interaksi kelas Mendorong siswa untuk membuat analisis dan elaborasi terhadap masalah-masalah Kontroversial yang dihadapinya i. Bersikap, fleksibel, lues, dan terbuka j. Membentuk kelompok-kelompok kecil k. Memberikan tugas kepada siswa untuk mengembangkan dan menganalisis terhadap peristiwa-peristiwa sejarah yang dipelajari l. Meluruskan konsep dan pengetahuan siswa m. Melaksanakan evaluasi n. Menutup Pembelajaran B. Aktivitas Siswa a. Aktif bertanya b. Mencari dan mengolah informasi c. Melakukan dialog antara siswa dengan guru mengenai materi pembelajaran d. Melakukan dialog antara siswa dengan siswa mengenai materi pembelajaran e. Menjawab pertanyaan yang diajukan f. Menganalisis permasalahan dan pemecahannya g. Bertukar pikiran dengan teman sejawat h. Membuat kesimpulan i. Mengemukakan gagasan Keterangan: Berilah tanda chek list/centang (v) pada kolom yang tersedia. B = Baik C = Cukup K = Kurang e. f. g. h.
Berdasarkan hasil observasi penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog pada pertemuan ke-4/tindakan 4 siklus keempat ini, peneliti dan guru mitra melakukan diskusi dan evaluasi terhadap kejadian dan kegiatan selama proses belajar mengajar berlangsung. Maka, diperoleh beberapa temuan sebagai berikut:
108
a) Secara umum siswa sudah terlibat aktif dan responsive dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sejarah, terutama ketika proses belajar
mengajar
dilakukan
dengan
menerapkan
pendekatan
konstruktivistik melalui dialog dan materi dihubungkan dengan masalah-masalah kontemporer. Siswa terlihat lebih dapat memahami materi yang sedang dibahas dan siswa menjadi lebih terlibat aktif dalam menyampaikan apa yang telah diketahui dan dipahaminya melalui gagasan-gagasan yang dikemukakannya. b) Penampilan guru dalam proses belajar mengajar dengan menerapkan pendekatan konstruktivistik sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasan nampak lebih terlatih dan mapan sehingga dapat mengendalikan situasi dan kondisi kelas. Situasi dan kondisi kelas menjadi lebih hidup dan dinamis dengan
munculnya
beberapa
pertanyaan
atau
gagasan
yang
dikemukakan siswa yang beragam.
4) Refleksi (Reflect) Dari hasil observasi dan evaluasi kegiatan pada pertemuan ke-4/tindakan 4 siklus keempat ini, peneliti dan guru mitra berkesimpulan bahwa penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog sudah dapat dilaksanakan dengan baik dalam
proses
belajar
mengajar
sejarah.
Guru
diharapkan
dapat
mempertahankannya dan dapat lebih menghidupkan proses belajar mengajar
109
sejarah dan lebih mengarahkan dan mendorong siswa untuk mengemukakan gagasan.
5. Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar pada Siklus Kelima 1) Rencana (Plan) Siklus ketiga akan dilaksanakan pada tanggal 1 Juni 2009. Pada pertemuan ke-5/tindakan 5 siklus kelima ini, peneliti dan guru mitra menyusun rencana pembelajaran yang akan dilaksanakan dan dikembangkan dalam pembelajaran. Penyusunan rencana dalam kegiatan ini meliputi pembuatan perencanaan pelaksanaan pembelajaran (RPP), menentukan model pembelajaran, buku teks yang akan digunakan sebagai bahan pembelajaran, dan materi yang akan digunakan dalam penelitian di kelas XI IPA 8. Metode yang digunakan pada tindakan kelima ini adalah metode tanya jawab, strategi pembelajarannya adalah student facilitator and explaning dan pendekatannya menggunakan pendekatan konstruktivistik melalui dialog. Materi yang dibahas pada pertemuan ini adalah mengenai : “Dampak menguatnya peran negara terhadap kehidupan masyarakat dalam bidang ekonomi pada masa Orde Baru serta pengaruh kekuatan militer pada masa Orde Baru”. Pada pertemuan ini, siswa diharapkan dapat melakukan aktivitas-aktivitas yang telah direncanakan peneliti, seperti siswa dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran sejarah. Seperti siswa dapat berdialog mengenai Siswa dapat berdialog mengenai dampak menguatnya peran negara terhadap kehidupan masyarakat dalam bidang ekonomi dan pada masa Orde Baru, dan Siswa diharapkan dapat mengemukakan
110
gagasan mengenai pengaruh kekuatan militer di Indonesia pada masa Orde Baru dibandingkan dengan masa sekarang (masa Reformasi).
2) Pelaksanaan Tindakan (Act) a) Kegiatan Pembuka (Set Induction) Guru membuka proses belajar mengajar dengan mengajukan pertanyaan: “Apa yang kalian ketahui mengenai Orde Baru dan bagaimana pendapat kalian mengenai pemerintah Orde Baru?”. Kemudian, siswa AK menjawab: bu, menurut saya pemerintah Orde Baru Otoriter dan pada masa Orde Baru banyak terjadi peristiwa KKN. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan pemerintahan sekarang sudah jauh lebih baik contohnya pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono para pelaku KKN sudah banyak yang berhasil ditangkap dan diadili. Guru memberikan reward kepada siswa AK berupa nilai dan pujian “bagus jawabannya”, ada lagi yang berpendapat lain?. Selanjutnya siswa AP menjawab: bu, menurut saya pada masa Orde Baru sudah berhasil meningkatkan taraf hidup rakyat Indonesia. Pendapatan per kapita rakyat Indonesia tahun 1969 baru US$70 dan pada tahun 1995 meningkat menjadi US$880, sementara penduduk miskin tahun 1976 berjumlah 54,2 juta jiwa (40,08%), pada tahun 1990 tinggal 27,2 juta jiwa (15,08%), dan pertumbuhan ekonomi terus-menerus naik mencapai rata-rata 6,5% per tahun. Akan tetapi, hal tersebut memberikan dampak negatif seperti adanya kesenjangan ekonomi, Konglomerasi, dan Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Kemudian guru memberikan reward berupa nilai kepada siswa AP.
111
b) Kegiatan Inti (Main Point) Guru memulai kegiatan pembelajaran dengan menginformasikan kepada siswa mengenai topik pembelajaran yang akan dibahas pada pertemuan tersebut, yaitu mengenai: “Dampak menguatnya peran negara terhadap kehidupan masyarakat dalam bidang ekonomi pada masa Orde Baru serta pengaruh kekuatan militer pada masa Orde Baru”. Kemudian guru menjelaskan bahwa dampak menguatnya peran negara dalam bidang ekonomi yaitu pada masa Orde Baru pembangunan ekonomi merupakan prioritas utama pemerintah Orde Baru. Seperti yang telah dikemukakan oleh teman kalian tadi bahwa Orde Baru berhasil menaikkan pendapatan per kapita penduduk Indonesia dan berhasil mengurangi jumlah penduduk miskin. Tetapi, ternyata kebijakan tersebut berdampak negatif yang berkepanjangan. Dampak yang ditimbulkan dari kebijakan yang terlalu mengutamakan
pertumbuhan
ekonomi
adalah
menyebabkan
terjadinya
kesenjangan ekonomi, konglomerasi, dan Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Langkah selanjutnya guru mengajukan pertanyaan kepada siswa: Bagaimana dampak menguatnya peran negara dalam bidang politik? Siapa yang bisa acungkan tangannya!” kemudian siswa NH menjawab: “Saya bu, pada masa Orde Baru di bidang politik, Presiden Soeharto melakukan penyatuan partaipartai politik sehingga pada masa itu dikenal tiga partai politik yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Guru memberikan pujian kepada siswa NH “Bagus jawabannya”, jadi pada masa Orde Baru terjadi penyatuan partai-partai politik
112
sehingga partai politik pada masa Orde Baru hanya ada tiga partai yaitu PPP, Golkar, dan PDI. Kemudian guru mengajukan pertanyaan selanjutnya: “Apa saja ciri-ciri pemerintah Orde Baru? Silakan yang bisa menjawab acungkan tangannya!” kemudian siswa RN menjawab: “lembaga kepresidenan yang terlalu dominan, rendahnya kesetaraan di antara lembaga tinggi negara, dan rekrutmen politiknya tertutup”. Kemudian guru memberikan reward berupa point dan pujian kepada siswa RN “Iya RN bagus jawabannya”. Selanjutnya guru memasang/ menunjukkan gambar karikatur di papan tulis, kemudian menugaskan siswa untuk ke depan dan menjelaskan mengenai gambar karikatur tersebut. Kemudian dua orang siswa (WF dan LB) ke depan, dan guru mempersilakan kedua siswa tersebut untuk mengemukakan pendapatnya mengenai gambar karikatur tersebut. Siswa WF mengemukakan pendapat bahwa: bu, setelah saya melihat gambar ini saya berpendapat bahwa pada masa Orde Baru pemerintahannya didomonasi oleh kekuatan militer, yaitu Angkatan Darat. Pada masa Orde Baru juga dikenal adanya program petrus (penembak misterius), jadi jika ada orang contohnya preman yang dianggap akan menggangu pemerintahan maka pemerintah Orde Baru melaksanakan program petrus untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kemudian siswa LB mengemukakan pendapatnya mengenai gambar karikatur tersebut: menurut saya, militer khususnya Angkatan Darat sangat berperan pada masa Orde Baru dan pemerintahannya cenderung otoriter dan bersifat militeristik. Salah satu contohnya seperti yang disampaikan oleh teman saya tadi, pada masa Orde Baru ada program petrus. Akan tetapi, program petrus pada
113
masa sekarang (masa Reformasi) program petrus tersebut sudah dihapuskan karena dianggap bertentangan dengan HAM (Hak Asasi Manusia). Kemudian guru memberikan reward berupa nilai/point kepada siswa WF dan LB dan meminta siswa lainnya untuk bertepuk tangan untuk siswa WF dan LB. Langkah selanjutnya guru memberikan penjelasan kepada siswa bahwa secara ringkas penopang kekuasaan Soeharto pada masa Orde Baru dapat dibagi menjadi dua, pertama pilar yang bersifat riil, yaitu berupa kekuataan nyata tidak sekedar melegitimasi kekuasaan tersebut tetapi membelanya jika ada ancaman. Kedua adalah pilar yang bersifat simbolik. Pilar ini tidak terlihat atau kasat mata tetapi memiliki efek yang luar biasa untuk mengendalikan rakyat dan menjadi semacam tangan gaib (invisible hand) penguasa untuk mengiringi rakyat menuju pada satu kesetiaan tunggal. Pilar yang bersifat riil sebagai penopang kekuasaan Soeharto yang paling utama adalah militer. Militer pendukung utama kekuasaan Soeharto adalah Angkatan Darat, angkatan di mana Soeharto pernah berkiprah sebelum ia menjadi Presiden. Pilar riil kedua penopang kekuasaan Soeharto adalah Golongan Karya (Golkar) dan partai politik. Di samping berdiri di atas penopang kekuasaan riil, kekuasaan Soeharto juga ditopang oleh pilar yang bersifat simbolik, yang tidak dapat terlihat oleh mata, namun bisa dirasakan bahwa penopang tersebut sangat efektif. Pertama desas-desus, isu, dan propaganda hitam, dan yang kedua adalah sejarah. Kemudian guru menugaskan siswa untuk berdiskusi mengenai materi yang telah dibahas dengan teman sebangkunya dan menugaskan siswa untuk mengemukakan pendapatnya dari hasil diskusi tersebut. Setelah lima menit
114
kemudian, guru menugaskan siswa untuk mengemukakan pendapatnya: iya, silakan siapa yang berani mengemukakan pendapatnya dari hasil diskusi? Boleh ke depan!. Siswa DA menjawab: “Saya bu, berdasarkan hasil diskusi saya berpendapat bahwa pemerintahan pada masa Orde Baru banyak memberikan dampak kepada rakyat Indonesia baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positifnya seperti terjadinya peningkatan taraf hidup rakyat Indonesia, sedangkan dampak negatifnya banyak terjadinya KKN, adanya konglomerasi dan adanya kesenjangan ekonomi. Jika saya membandingkan kondisi pemerintahan pada masa Orde Baru dengan masa sekarang (masa Reformasi), saya berpendapat bahwa pemerintahan sekarang jauh lebih baik daripada sebelumnya. Hal ini bisa kita lihat dengan dihapuskannya program petrus (penembak misterius) karena program tersebut bententangan dengan HAM, dan pada masa sekarang para pelaku KKN telah banyak yang yang ditangkap dan diadili. Kemudian guru memberikan reward berupa nilai dan pujian kepada siswa DA “bagus jawabannya dan cukup kritis”. c) Kegiatan Penutup (Closure) Setelah mengeksplorasi pendapat atau gagasan yang dikemukakan siswa, guru kemudian membuat kesimpulan: dampak menguatnya peran negara pada masa pemerintah Orde Baru terjadi pada bidang ekonomi dan politik. Dibidang ekonomi terjadi peningkatan taraf hidup rakyat Indonesia, akan tetapi menimbulkan dampak negatif
yaitu adanya KKN, Konglomerasi dan
kesenjangan ekonomi. Begitu juga pada bidang politik, pada masa Orde Baru terjadi penyatuan partai politik sehingga hanya ada tiga partai yaitu PPP, PDI,
115
dan Golkar. Kemudian kekuatan militer, khususnya Angkatan Darat pada masa Orde Baru sangat dominan. Militer merupang penopang kekuasaan utama pemerintah Orde Baru.
3) Observasi (Observe) Pada kegiatan ini peneliti bersama guru mitra melakukan analisis perbaikan terhadap PBM (Proses Belajar Mengajar). Observasi dilaksanakan di kelas dengan fokus pengamatan kepada aktivitas siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sejarah dan aktivitas guru dalam mengembangkan pembelajaran sejarah dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik melalui dialog. Adapun hasil observasi dari pelaksanaan pertemuan ke-5/tindakan 5 siklus kelima ini, dapat dilihat melalui tabel berikut ini: Tabel 4.8 Hasil Observasi Penerapan Pendekatan Konstruktivistik Melalui Dialog Pertemuan Ke-5/Tindakan 5 Siklus Kelima Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Topik Pembelajaran
Hari/Tgl/Bln/Thn
No 1
: 2. Merekonstruksi perjuangan bangsa Indonesia sejak masa Proklamasi hingga lahirnya Orde Baru : 2.2. Menganalisis pergantian pemerintahan dari Demokrasi Terpimpin hingga lahirnya Orde baru : Dampak menguatnya peran negara terhadap kehidupan masyarakat dalam bidang ekonomi pada masa Orde Baru serta pengaruh kekuatan militer pada masa Orde Baru : Senin, 1 Juni 2009
Aspek yang diamati A. Aktivitas Guru Perencanaan pembelajaran sejarah konstruktivistik melalui dialog
B
Hasil C
K
116
2
a. Menampilkan dokumen pembelajaran b. Mengembangkan materi dan media c. Merancang pengelolaan kelas d. Merancang penilaian Penyajian pembelajaran konstruktivistik melalui dialog a. Menginformasikan tujuan pembelajaran b. Memotivasi siswa c. Mengungkap konsep awal siswa d. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide/gagasan e. Mendorong siswa untuk mencari sumber belajar f. Mengembangkan dialog dalam pembelajaran g. Mengelola interaksi kelas h. Mendorong siswa untuk membuat analisis dan elaborasi terhadap masalah-masalah Kontroversial yang dihadapinya i. Bersikap, fleksibel, lues, dan terbuka j. Membentuk kelompok-kelompok kecil k. Memberikan tugas kepada siswa untuk mengembangkan dan menganalisis terhadap peristiwa-peristiwa sejarah yang dipelajari l. Meluruskan konsep dan pengetahuan siswa m. Melaksanakan evaluasi n. Menutup Pembelajaran B. Aktivitas Siswa a. Aktif bertanya b. Mencari dan mengolah informasi c. Melakukan dialog antara siswa dengan guru mengenai materi pembelajaran d. Melakukan dialog antara siswa dengan siswa mengenai materi pembelajaran e. Menjawab pertanyaan yang diajukan f. Menganalisis permasalahan dan pemecahannya g. Bertukar pikiran dengan teman sejawat h. Membuat kesimpulan i. Mengemukakan gagasan Keterangan: Berilah tanda chek list/centang (v) pada kolom yang tersedia. B = Baik C = Cukup K = Kurang
117
Berdasarkan hasil observasi penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog pada pertemuan ke-5/tindakan 5 siklus kelima ini, peneliti dan guru mitra melakukan diskusi dan evaluasi terhadap kejadian dan kegiatan selama proses belajar mengajar berlangsung. Maka, diperoleh beberapa temuan sebagai berikut: a) Secara umum siswa sudah terlibat aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sejarah, siswa terlihat lebih memahami materi yang sedang dibahas dan siswa menjadi lebih terlibat aktif dalam menyampaikan apa yang telah diketahui dan dipahaminya melalui gagasan-gagasan yang dikemukakannya. b) Dalam proses belajar mengajar dengan menerapkan pendekatan konstruktivistik melalui dialog guru lebih terlatih dan sudah terbiasa sehingga dapat mengendalikan situasi dan kondisi kelas serta dapat mengaktifkan siswa. Dari suasana belajar terlihat siswa lebih bergairah dalam mengikuti proses belajar mengajar sejarah.
4) Refleksi (Reflect) Dari hasil observasi dan evaluasi kegiatan pada pertemuan ke-5/tindakan 5 siklus ketiga ini, peneliti dan guru mitra menyepakati bahwa pada siklus kelima ini merupakan puncak dari kemampuan guru dan siswa dalam menerapkan pendekatan konstruktivistik melalui dialog dalam pembelajaran sejarah, dan pembelajaran sudah dianggap stabil karena itu tindakan pada siklus kelima merupakan siklus terahir dalam penelitian ini.
118
C. Deskripsi Hasil Analisis Penerapan Pendekatan Konstruktivistik Melalui Dialog untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Mengungkapkan Gagasan dalam Pembelajaran Sejarah Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti dan guru mitra terhadap pelaksanaan penelitian mengenai penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasan dalam pembelajaran sejarah, maka dapat diketahui telah terjadi peningkatan pada setiap pertemuan/tindakan dalam setiap siklusnya. Pada siklus pertama dan kedua, secara umum pembelajaran belum menunjukkan suatu pembelajaran yang terfokus pada pembelajaran yang menerapkan
pendekatan
konstruktivistik
melalui
dialog.
Guru
masih
memposisikan dirinya sebagai pusat belajar dan memfokuskan pada penyampaian materi sebanyak mungkin. Pada proses belajar mengajar guru tidak mendorong siswa untuk mencari sumber belajar, membuat analisis dan elaborasi terhadap masalah-masalah kontroversial yang dihadapinya, guru tidak membuat kelompokkelompok kecil, tidak memberikan tugas kepada siswa untuk mengembangkan dan menganalisis terhadap peristiwa-peristiwa sejarah yang dipelajari, tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan dialog antara siswa dengan siswa mengenai materi pembelajaran, tidak memberikan kesempatan untuk bertukar pikiran kepada siswa dengan teman sejawat, dan Guru kurang memperhatikan aktivitas siswa secara jeli. Begitu juga dengan aktivitas belajar siswa yang belum kondusif, kurangnya kesiapan siswa untuk mengikuti proses belajar mengajar, kurangnya antusias siswa pada proses belajar mengajar, hal ini
119
terlihat dengan masih adanya siswa yang melakukan aktivitas lain seperti mengobrol dan memainkan hp pada saat proses belajar mengajar berlangsung, dan kurangnya keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar, hal ini terlihat dari masih sedikitnya siswa yang menyimak, bertanya, menjawab pertanyaan serta mengemukakan gagasan pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Pada siklus ketiga dan keempat ini peneliti melihat tahap-tahap pembelajaran konstruktivistik melalui dialog pada siswa dan guru telah mulai memperlihatkan hasil yang memuaskan. Aktifitas guru telah menunjukkan adanya peningkatan meskipun masih perlu ditingkatkan. Guru mulai terbiasa menerapkan pendekatan konstruktivistik melalui dialog dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar tidak lagi bersifat teacher centered tetapi sudah berpusat pada siswa (student centered) sehingga suasana belajar lebih aktif, kreatif, dan konstruktif. Guru mulai terbiasa menempatkan posisinya sebagai fasilitator atau mitra belajar bagi siswa. Hal ini salah satunya yaitu dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan dialog antara siswa dengan siswa mengenai materi pembelajaran serta memberikan kesempatan untuk bertukar pikiran kepada siswa dengan teman sejawat, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasan. Pada proses belajar mengajar guru telah membuat kelompok-kelompok kecil (memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan diskusi dengan teman sebangku), memberikan tugas kepada siswa untuk mengembangkan dan menganalisis terhadap peristiwaperistiwa sejarah yang dipelajari dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan dialog antara siswa dengan siswa mengenai materi pembelajaran serta
120
memberikan kesempatan untuk bertukar pikiran kepada siswa dengan teman sejawat. Pada siklus kelima, peneliti melihat tahap-tahap ini peneliti melihat tahaptahap pembelajaran konstruktivistik melalui dialog pada siswa dan guru telah memperlihatkan hasil yang memuaskan. Aktivitas guru dan siswa telah menunjukkan adanya peningkatan dari siklus-siklus sebelumnya. Guru telah dapat memberikan reward yang dapat memotivasi siswa yang pasif menjadi siswa yang terlibat aktif dalam proses belajar mengajar. Seperti dalam kegiatan bertanya, menjawab, berdialog antar siswa dengan guru dan dialog antara siswa dengan siswa, aktif mengolah informasi, mampu membertukar pikiran dengan teman sejawat, mampu mengaplikasikan pengalaman mengajar, mampu menyimpulkam dan mampu mengungakan gagasan dari materi yang telah dipelajari. Hal lain yang membuktikan adanya peningkatan dengan penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasan yaitu dengan dilakukannya kegiatan wawancara, baik yang dilakukan dengan guru maupun siswa. Wawancara yang dimaksud dalam penelitian ini adalah wawancara untuk memperolah data seluasluasnya baik secara formal maupun informal. Dalam pelaksanaannya wawancara banyak dilaksanakan di dalam kelas, yaitu ketika proses belajar mengajar berlangsung. Wawancara tersebut dilakukan oleh guru kepada siswa melalui kegiatan dialog dengan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat kontemporer dan analisis yang membantu peneliti untuk mendapatkan data pertanyaan yang dimaksud adalah berupa pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan materi
121
atau topik sejarah. Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, dapat diketahui apakah siswa sudah dapat memahami pelajaran atau tidak, siswa memberikan respon positif atau tidak terhadap proses belajar mengajar sejarah, siswa sudah dapat termotivasi atau belum untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar sejarah, dan apakah siswa sudah dapat merekonstruksi pengetahuannya sendiri atau belum sehingga siswa dapat memiliki kemampuan untuk menyimpulkan dan mengemukakan gagasan-gagasannya setelah mengikuti proses belajar mengajar sejarah. Selain wawancara dilakukan dalam proses belajar mengajar wawancara dilakukan di luar proses belajar mengajar, dilakukan oleh peneliti secara langsung dengan guru mitra dan dengan 24 orang siswa kelas XI IPA 8 SMA Negeri 8 Bandung yang dipilih secara acak pada hari senin tanggal 1 Juni 2009. Dari hasil wawancara tersebut secara umum guru mitra dan siswa berpendapat bahwa penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengemukakan gagasan dalam pembelajaran sejarah, menjadikan suasana belajar lebih menyenangkan dan dinamis, siswa menjadi lebih memahami materi yang dibahas karena dengan penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog dalam pembelajaran sejarah menjadikan siswa belajar lebih bermakna, menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas, menuntut siswa untuk berfikir kritis dan terlibat aktif adalam proses belajar mengajar, serta meningkatkan kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasan dalam pembelajaran sejarah.
122
Dengan kata lain, dengan pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivistik melalui dialog siswa tidak lagi menempati posisi sebagai peserta yang pasif yang hanya mendengarkan penjelasan materi dari guru semata. Akan tetapi, siswa juga terlibat aktif sebagai pelaku sejarah yang berperan aktif untuk mengambil suatu keputusan sesuai dengan jamannya. Selain itu, perubahan juga terjadi pada cara pandang siswa dalam menilai pelajaran sejarah. Pada awalnya siswa beranggapan pelajaran sejarah adalah pelajaran yang membosankan dan membuat ngantuk karena hanya sebatas menghafal angka, tahun, dan tokoh dari suatu peristiwa. Akan tetapi, cara pandang siswa menjadi lebih baik dan dapat membuka wacana berfikir kritis siswa mengenai apa yang ada dan terjadi dilingkungannya dan menuntut siswa untuk berfikir solusi dalam tataran konsep dan tataran praktis terhadap masalah yang dihadapinya. Keberhasilan mengajar menjadi tanggung jawab diri siswa itu sendiri. Sementara itu guru hanya berperan sebagai fasilitator dan mediator untuk menciptakan suasana yang dapat mendukung berjalannya proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar dengan penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog dipandang sebagai suatu pendekatan dalam proses belajar mengajar yang mengarah pada penemuan suatu konsep yang lahir dari pandangan-pandangan, pendapat-pendapat, gambaran-gambaran serta inisiatif siswa melalui proses eksplorasi personal, diskusi, dan penulisan reflektif, dan mengubah cara pandang guru dalam melaksanakan evaluasi yang pada awalnya lebih banyak berorientasi pada hasil dan mengabaikan proses, sekarang menjadi tidak hanya berorietasi pada hasil saja tetapi juga pada proses.
123
Berdasarkan deskripsi di atas, terutama hasil observasi dan diskusi melalui triangulasi diperoleh hasil bahwa penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasan dalam pembelajaran sejarah dapat dijadikan sebagai alternatif bagi guru sejarah dalam melaksanakan proses belajar mengajar sejarah di kelas. Penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog dalam pembelajaran sejarah dapat menjadikan suasana belajar menjadi lebih menarik bagi siswa, lebih bervariasi, dan dapat mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran dan menjadikan siswa belajar sejarah lebih bermakna (meaningfull) dalam pembelajaran sejarah. Pengalaman selama melaksanakan penelitian di kelas XI IPA 8 SMA Negeri 8 Bandung, pada awalnya siswa berpandangan negatif terhadap pembelajaran sejarah, siswa beranggapan bahwa pembelajaran sejarah adalah pelajaran yang membosankan karena hanya sebatas menghafal angka, tahun, dan tokoh suatu peristiwa, membuat ngantuk, tidak bermakna dan lain-lain. Untuk mengatasi permasalahan dan pandangan negatif terhadap pembelajaran sejarah, maka diperlukan upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Guru harus dapat menampilkan model/pola/prosedur/langkah-langkah pembelajaran yang dapat menarik perhatian siswa, memotivasi siswa untuk dapat terlibat aktif dalam proses belajar mengajar, dapat menjadikan siswa berfikir kritis, dan menumbuhkan kesadaran dan kebermaknaan dalam diri siswa bahwa mereka adalah bagian dari sejarah. Ternyata, setelah peneliti menerapkan pendekatan konstruktivistik melalui dialog untuk meningkatkan kemampuan
124
siswa dalam mengungkapkan gagasan dalam pembelajaran sejarah terjadi perubahan yang signifikan mengenai cara pandang siswa terhadap pembelajaran sejarah. Berdasarkan hasil pengamatan atau observasi, evaluasi dan diskusi antara peneliti dan guru mitra, maka dapat disampaikan bahwa pembelajaran sejarah melalui penerapan pendekatan konstruktivistik untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasan dalam pembelajaran sejarah ini pada akhirnya diperoleh suatu model/pola/prosedur/langkah-langkah pembelajaran yang khusus dimiliki oleh peneliti dan juga tim yang tergabung didalamnya serta diterapkan di kelas XI IPA 8 SMA Negeri 8 Bandung pada semester genap tahun ajaran 2008/2009. Model/pola/prosedur/langkah-langkah tersebut dinamakan “Model Ema”. Munculnya model pembelajaran ini khusus diartikan sebagai produk akhir dari penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti. Tentu saja model/pola/prosedur/langkah-langkah pembelajaran khusus ini tidak akan sama dengan pembelajaran guru lain karena hasil penelitian ini sangat ditentukan oleh situasi dan kondisi siswa-siswa yang ada di kelas yang menjadi subjek penelitian. Adapun langkah-langkah pembelajaran yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik yang diadopsi dari Karli (2003: 4), yang terdiri dari 4 langkah yaitu: 1) Apersepsi, 2) Eksplorasi, 3) Diskusi dan penjelasan konsep, dan 4) Pengembangan aplikasi. Terlepas dari adanya kelemahan dan kekurangan dalam penelitian ini, model/pola/prosedur/langkah-langkah pembelajaran yang dilaksanakan dalam
125
penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog dalam penelitian ini meliputi : 1. Apersepsi, yaitu kegiatan tanya jawab antara guru dengan siswa. Guru mengawali kegiatan pembelajaran di kelas dengan kegiatan berupa mengajukan pertanyaan untuk mengungkap konsep awal siswa, memotivasi siswa, brainstorming (curah pendapat). 2. Eksplorasi, yaitu kegiatan siswa untuk mencari pengetahuan sendiri sampai mereka menemukan sendiri. 3. Diskusi dan penjelasan konsep, yaitu suatu kegiatan dialog antara siswa dengan guru dan antara siswa dengan siswa. Maksudnya adalah hasil yang telah dicapai oleh masing-masing siswa didiskusikan dengan siswa lain dengan mempresentasikan hasil temuannya di depan kelas dan siswa lain diminta untuk menanggapi. Kemudian guru memberikan penjelasan-penjelasan terhadap permasalah yang ditemui. 4. Pengembangan aplikasi, pada tahapan ini setelah mempelajari materi pelajaran
sejarah
siswa
diharapkan
dapat
mengkonstruksi
pengetahuannya, dengan cara menyimpulkan dan mengungkapkan gagasan baik dalam bentuk tulisan (karangan) ataupun secara lisan.
126
D. Kendala-kendala yang Dihadapi Penerapan Pendekatan Konstruktivistik Melalui
Dialog
untuk
Meningkatkan
Kemampuan
Siswa
dalam
Mengungkapkan Gagasan dalam Pembelajaran Sejarah Setiap pembelajaran yang telah dilaksanakan tentunya tidak akan terlepas dari kendala-kendala, baik yang dihadapi oleh guru maupun siswa sebagai subjek belajar.
Kendala-kendala
tersebut
muncul
karena
metode/model pembelajaran yang ideal. Maka,
tidak
ada
satupun
dengan kata lain setiap
metode/model pembelajaran tentu memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Meskipun pendekatan konstruktivistik melalui dialog telah dapat dilakukan, guru juga mengalami beberapa kendala dalam menerapkannya dalam proses belajar mengajar. Adapun kendala-kendala yang dihadapi oleh guru dalam menerapkan pendekatan konstruktivistik melalui dialog dalam pembelajaran sejarah antara lain : 1. Pada awalnya guru belum memahami dan belum terbiasa dalam menggunakan pendekatan konstruktivistik melalui dialog dalam proses belajar mengajar sejarah. Hal ini terlihat pada pertemuan pertama, guru masih terlihat kaku dan belum bisa menerapkan pendekatan konstruktivistik melalui dialog secara optimal. Akan tetapi, melalui diskusi balikan sebagai evaluasi dari setiap tindakan yang dilakukan oleh peneliti dan mitra, penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog dalam proses belajar mengajar sejarah akhirnya dapat dilaksanakan dengan cukup baik oleh guru.
127
2. Terbatasnya informasi dan pengetahuan guru mengenai isu-isu masalah sosial kontemporer sehinga guru dituntut untuk memiliki informasi dan wawasan yang luas mengenai isu-isu aktual mengenai masalah-masalah sosial kontemporer yang sedang berkembang luas di masyarakat. Seperti isu-isu masalah sosial kontemporer yang sedang berkembang di masyarakat baik melalui media televisi, internet, koran, majalah dan sebagainya. 3. Guru masih sulit untuk menemukan kata-kata pujian atau reward yang dapat memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar. Akan tetapi, melalui diskusi balikan sebagai evaluasi dari setiap tindakan yang dilakukan oleh peneliti dan mitra, guru dapat memberikan penekanan pujian, misalnya dengan menyebutkan nama siswa yang bertanya, menjawab pertanyaan dan mengemukakan gagasan secara berulang-ulang. Guru dapat mengemukakan kepada siswa bahwa pertanyaan, jawaban pertanyaan dan gagasan yang dikemukakan oleh siswa itu bagus, hebat, dan kritis, dengan demikian siswa yang bertanya, menjawab atau mengemukakan gagasan akan merasa dihargai dan siswa yang lain akan termotivasi untuk dapat terlibat aktif dalam proses belajar mengajar. 4. Pada awalnya siswa belum terbiasa dengan proses belajar mengajar yang menggunakan pendekatan konstruktivistik melalui dialog. Hal ini terlihat pada pertemuan awal tindakan, siswa masih terlihat pasif dan masih kurangnya siswa yang berpartisipasi aktif dalam proses
128
belajar mengajar seperti dalam kegiatan bertanya, menjawab, berdialog
dengan
guru
maupun
antar
siswa
dengan
siswa,
menyimpulkan dan mengungkapkan gagasan. Akan tetapi, setelah beberapa kali guru menerapkan pendekatan konstruktivistik melalui dialog dalam
proses
belajar mengajar siswa menjadi
lebih
berpartisipasi aktif dalam proses belajar mengajar. Dalam beberapa kali tindakan respon siswa belum baik. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan adanya kerjasama yang baik antara peneliti, guru dan siswa, baik guru maupun siswa mulai terbiasa untuk melakukan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan konstruktivistik melalui dialog pada proses belajar mengajar. Akhirnya dapat diperoleh suatu perubahan yang dapat mengidentifikasikan suatu keberhasilan melalui penerapan pendekatan konstruktivistik melalui dialog untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengungkapkan gagasan dalam pembelajaran sejarah.