BAB IPENDAHULUAN A. Latar Belakang Balita menjadi istilah umum bagi anak dengan usia dibawah 5 tahun (Sutomo dan Anggraini, 2010). Pada masa balita terjadi pertumbuhan dan perkembangan secara pesat yang menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan pada masa selanjutnya, sehingga pemberian pelayanan untuk memenuhi kebutuhan balita salah satunya dalam bentuk kegiatan Posyandu sangat penting untuk dilakukan, (Unicef, 2012). Posyandu merupakan bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat yang mencakup berbagai kegiatan bermanfaat bagi sasaran yang ingin dicapai (Kemenkes RI, 2012). Jumlah posyandu di Indonesia secara kuantitas memiliki perkembangan yang signifikan, yakni pada tahun 1986 terdapat 25.000 unit dan meningkat pada tahun 2004 menjadi 238.699 unit, akan tetapi dari aspek kualitas masih ditemukan berbagai masalah. Permasalahan pada kegiatan Posyandu yakni terkait kinerja kader Posyandu yang belum memadai, sehingga kegiatan pemantauan pertumbuhan balita oleh kader Posyandu dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) tidak berjalan optimal (Handajani et al., 2009). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta tahun 2014 menunjukan bahwa Kota Yogyakarta memiliki Posyandu aktif dengan jumlah yang memadai 1
2
yakni 1.030 unit disertai jumlah kader aktif sebanyak 5.000 orang, akan tetapi masih terjadi masalah malnutrisi seperti kasus gizi buruk (1,35%) dan gizi kurang (2%) yang berkaitan erat dengan status pertumbuhan balita (Profil Kesehatan Provinsi DIY, 2013). Hal ini menunjukan bahwa penggunaan KMS sebagai deteksi dini yang dapat mencegah masalah pertumbuhan pada balita tidak berjalan secara optimal. Puskesmas Gedongtengen merupakan 1 dari 18 Puskesmas di Kota Yogyakarta yang terdiri dari Kelurahan Sosromenduran dan Pringgokusuman. Pada Juni 2015 peneliti melakukan studi pendahuluan dan diketahui bahwa Puskesmas Gedongtengen memiliki jumlah Posyandu yang memadai, yakni sebanyak 36 unit disertai 422 kader Posyandu, akan tetapi di wilayah tersebut memiliki prevalensi kasus gizi buruk dan gizi kurang yang tinggi dibandingkan Puskesmas lainnya di Kota Yogyakarta (13,64%) dan prevalensi tersebut didominasi wilayah Kelurahan Pringgokusuman. Adanya masalah pada sikap kader Posyandu dapat mempengaruhi kinerjanya yang buruk dalam pelaksanaan kegiatan Posyandu, salah satunya dalam pemantauan pertumbuhan balita dengan KMS (Wirapuspita, 2013). Permasalahan sikap pada kader Posyandu masih ditemui pada salah satu Dusun di Kelurahan Pringgokusuman, yakni Dusun Notoyudan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 3 kader Posyandu pada Oktober 2015 di Dusun Notoyudan, didapatkan bahwa para kader memiliki sikap yang tidak sesuai dengan prosedur pada KMS yang baru. Para kader mengatakan, apabila saat bulan penimbangan balita mengalami kejadian sakit,
3
maka mereka tidak menyikapi hal tersebut untuk ditulis dalam KMS karena tidak mengetahui prosedur tersebut, kemudian para kader juga belum pernah diberikan informasi terkait isi konseling apa saja yang dapat diberikan pada ibu balita sesuai dengan kondisi balitanya, sehingga mereka sangat jarang dalam menyikapi kondisi balita pada ibu atau pengasuh balita yang seharusnya membutuhkan konseling. Pernyataan para kader mengenai belum didapatkannya Informasi mengenai penggunaan KMS terbaru juga diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan tenaga kesehatan Puskesmas Gedongtengen pada September 2015. Diketahui bahwa pada tahun 2008 KMS mengalami perubahan dengan rujukan WHO tahun 2005, akan tetapi para kader belum pernah diberikan informasi yang spesifik terkait prosedur penggunaan KMS yang terbaru dari pihak Puskesmas. Pemberian informasi yang diberikan dari pihak Puskesmas kepada para kader Posyandu hanya terkait cara penimbangan pada balita, sehingga pengetahuan kader dalam penggunaan KMS yang terbaru masih rendah. Pengetahuan merupakan faktor pembentuk sikap, sehingga pengetahuan yang rendah dapat berdampak pada sikap yang tidak sesuai (Azwar, 2005). Adanya sikap yang tidak sesuai dari orang-orang yang berkontribusi dalam pelayanan kesehatan yakni salah satunya kader Posyandu, dapat mempengaruhi pada terwujudnya suatu pelayanan kesehatan yang kurang optimal (Efendi dan Makhfudli, 2009), sehingga sangat penting sebagai kader Posyandu untuk memiliki sikap yang sesuai agar
4
mempengaruhi kinerja pelaksanaan pelayanan kesehatan yang optimal, salah satunya dalam pemantauan pertumbuhan balita dengan KMS. Pelatihan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang dialami kader Posyandu. Adanya pelatihan dapat berdampak pada perubahan sikap yang dialami oleh seseorang maupun sekelompok orang (Sudjana, 2007). Pada prinsipnya, setiap metode dalam pelatihan memiliki keunggulan dan kelemahan, sehingga menurut Supariasa (2011) agar tercapainya suatu kegiatan pelatihan yang efektif, maka direkomendasikan untuk menggunakan metode dengan jumlah lebih dari satu dengan bantuan media atau alat bantu yang menarik, mudah dipahami dan disesuaikan dengan tujuan serta sasaran dalam kegiatan pelatihan. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti mencoba menerapkan pelatihan baru yang diberi nama Sinau KMS bersama Kader Posyandu (Sisbandu) dengan penggunaan gabungan dari beberapa metode dan media pembelajaran dalam pelatihan. Pelatihan Sisbandu menerapkan berbagai macam metode seperti metode ceramah, tanya jawab, studi kasus, demonstrasi dan permainan dengan bantuan media berupa modul pelatihan. Harapannya, melalui adanya pelatihan Sisbandu ini dapat mempengaruhi sikap para kader Posyandu dalam penggunaan KMS yang berdampak positif bagi pelaksanaan pelayanan kesehatan di tingkat Posyandu.
5
Dari uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana pengaruh pelatihan Sisbandu terhadap sikap kader Posyandu dalam menggunakan KMS balita di wilayah kerja Puskesmas Gedongtengen Kota Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh pelatihan Sisbandu terhadap sikap positif kader Posyandu dalam penggunaan KMS balita di wilayah kerja Puskesmas Gedongtengen Kota Yogyakarta ? ”. C. Tujuan penelitian 1.
Tujuan Umum Mengetahui pengaruh pelatihan Sisbandu terhadap sikap kader Posyandu dalam penggunaan KMS balita di wilayah kerja Puskesmas Gedongtengen Kota Yogyakarta.
2.
Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran sikap kader Posyandu dalam penggunaan KMS secara keseluruhan dan secara spesifik pada komponen serta masing-masing item sikap dalam penggunaan KMS b. Mengetahui pengaruh pelatihan Sisbandu terhadap sikap secara keseluruhan dan komponen sikap kader Posyandu dalam penggunaan KMS.
6
c. Mengetahui hubungan antara masa kerja dengan sikap kader Posyandu dalam penggunaan KMS d. Mengetahui hubungan antara pendidikan dengan sikap kader Posyandu dalam penggunaan KMS D. Manfaat penelitian 1. Manfaat Teoritis Diharapkan melalui penelitian ini dapat memperluas kajian metode promosi kesehatan yang lebih optimal untuk meningkatkan sikap kader Posyandu dalam penggunaan KMS balita. 2. Manfaat praktis a. Bagi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Diharapkan melalui penelitian ini dapat memberikan masukan dan dapat digunakan sebagai bahan perimbangan dalam pemilihan metode pelatihan yang efektif bagi kader Posyandu untuk meningkatkan kinerja pada pelaksanaan Posyandu b. Bagi responden Diharapkan melalui penelitian ini dapat membantu meningkatkan sikap kader Posyandu dalam penggunaan KMS balita sehingga dapat mempengaruhi pelayanan kesehatan yang optimal di tingkat Posyandu.
7
c. Bagi peneliti selanjutnya Diharapkan melalui penelitian ini dapat menjadi acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya terkait penggunaan metode pelatihan yang efektif dalam meningkatkan pelayanan kesehatan di masyarakat. E. Keaslian penelitian 1. Sudarmanta, 2010 dengan judul “Pengaruh pelatihan dengan modul pendamping KMS terhadap pengetahuan kader dalam interpretasi hasil penimbangan Posyandu di Kabupaten Bantul”. Rancangan yang digunakan dalam penelitian Sudarmanta (2010) merupakan rancangan eksperimen pre test post test control group. Hasil penelitian Sudarmanta (2010) menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari pelatihan terhadap pengetahuan dan ketepatan kader dalam interpretasi hasil penimbangan (p< 0,05). Persamaan penelitian Sudarmanta (2010) dengan penelitian yang dilakukan adalah terletak pada modul KMS yang digunakan sebagai media dalam pelatihan, persamaan lainnya juga ditemukan pada sasaran dalam penelitian yakni kader Posyandu. Perbedaan penelitian Sudarmanta (2010) dengan penelitian yang dilakukan adalah terletak pada rancangan penelitian. Pada penelitian Sudarmanta (2010) menggunakan rancangan eksperimen pre test post test control group sedangkan pada peneltian yang dilakukan menggunakan rancangan pra eksperimen one group pre test post test. Perbedaan lainnya adalah terletak pada variabel dependen. Variabel
8
dependen dalam penelitian dilakukan adalah sikap kader Posyandu dalam penggunaan KMS, sedangkan variabel dependen pada penelitian Sudarmanta (2010) adalah pengetahuan dan ketepatan kader Posyandu dalam interpretasi hasil penimbangan. 2. Setyoroni dan Ekowati, 2012 dengan judul “ Hubungan tingkat pengetahuan ibu balita tentang Kartu Menuju Sehat (KMS) dengan sikap ibu balita dalam penggunaan KMS di Posyandu Cempaka II Biru Pandanan Wonosari Klaten”. Rancangan yang digunakan dalam penelitian Setyoroni dan Ekowati (2012) merupakan rancangan cross sectional. Hasil penelitian Setyoroni dan Ekowati (2012) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan (p<0,05) antara tingkat pengetahuan ibu balita tentang KMS dengan sikap ibu dalam penggunaan KMS di Posyandu Cempaka II Biru Pandanan Wonosari Klaten. Persamaan penelitian Setyoroni dan Ekowati (2012) dengan penelitian yang dilakukan adalah terletak pada variabel sikap dalam penggunaan KMS di Posyandu. Perbedaan penelitian Setyoroni dan Ekowati (2012) dengan penelitian yang dilakukan adalah terletak pada rancangan penelitian. Pada penelitian Setyoroni dan Ekowati (2012) menggunakan rancangan cross sectional sedangkan pada peneltian yang dilakukan menggunakan rancangan pra eksperimen one group pre test post test. Perbedaan lainnya adalah terletak pada sasaran penelitian. Sasaran dalam penelitian Setyoroni dan Ekowati (2012) adalah ibu balita, sedangkan sasaran dalam penelitian yang dilakukan adalah kader Posyandu.
9
3. Lestari, 2010 dengan judul “Pengaruh pelatihan deteksi dini tumbuh kembang terhadap peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan bidan di Kabupaten Banjar”. Rancangan yang digunakan dalam penelitian Lestari (2010) merupakan rancangan pra eksperimen one group pre test post test.Hasil penelitian Lestari (2010) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan (p<0,05)dari pelatihan terhadap pengetahuan, sikap dan ketrampilan bidan dalam deteksi dini tumbuh kembang balita di Posyandu. Persamaan penelitian Lestari (2010) dengan penelitian yang dilakukan adalah terletak pada penggabungan beberapa metode pelatihan yang digunakan sebagai intervensi yakni metode ceramah dan demonstrasi dalam penelitan serta salah satu variabel dependen yang digunakan yakni variabel sikap. Perbedaan penelitian Lestari (2010) dengan penelitian yang dilakukan adalah terletak pada sasaran dalam penelitian. Pada penelitian Lestari (2010) dilakukan pada para bidan di Puskesmas sedangkan sasaran pada penelitian
yang dilakukan
oleh
peneliti
adalah para kader Posyandu