BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode neonatus merupakan waktu yang paling rawan untuk kelangsungan hidup anak. Pada tahun 2015, 2,7 juta neonatus meninggal, merepresentasikan 45% dari kematian anak dibawah 5 tahun di seluruh dunia (WHO, 2016). Dari keseluruhan kematian neonatus, hampir 1 juta kematian neonatus terjadi dalam 24 jam pertama setelah kelahiran dan hampir 2 juta kematian terjadi dalam minggu pertama kehidupan. Selain itu, proporsi kematian di bawah lima tahun yang terjadi selama periode neonatus meningkat meskipun angka kematian pada seluruh anak di bawah lima tahun menurun. Begitu juga di Indonsia, proporsi kematian anak di bawah 5 tahun pada periode neonatus meningkat dari 48% tahun 2009 menjadi 50% sejak tahun 2012 dan cenderung menetap hingga tahun 2015. Proporsi kematian anak pada periode neonatus juga meningkat di seluruh regio WHO selama selang 25 tahun ini (WHO, 2016). Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2014, penurunan angka kematian neonatus (AKN) masih sangat rendah (Kemenkes, 2015). Dari keseluruhan kematian neonatus di Indonesia, 85% neonatus meninggal terjadi saat awal kelahiran. Dari 85% neonatus tersebut, 33% meninggal dalam 24 jam, 25% meninggal dalam 24-48 jam dan 9% meninggal dalam 48-72 jam. Selain itu, hasil Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa 78,5% dari kematian neonatal terjadi pada usia 0-6 hari (Kemenkes, 2015).
1
2
85% kematian neonatus disebabkan oleh 3 hal utama, yaitu komplikasi prematuritas, kematian neonatus terkait intrapartum termasuk asfiksia, dan infeksi neonatal (WHO & UNICEF, 2013). Di Indonesia, komplikasi yang menjadi penyebab kematian terbanyak yaitu asfiksia, bayi berat lahir rendah, dan infeksi (Kemenkes, 2015). Kematian neonatus terkait asfiksia intrapartum yang dulu disebut asfiksia lahir tercatat sebanyak 814.0000 kematian tiap tahunnya (Lawn et al., 2011). Asfiksia juga berhubungan dengan morbiditas yang nyata, menyebabkan beban sebesar 42 juta disabilitas disesuaikan tahun hidup (disability adjusted life years / DALYs) (Lawn et al., 2011). DALYs mengukur beban penyakit yang dinyatakan dalam bentuk tahun kehidupan yang hilang karena kematian/kecacatan. Satu DALY adalah hilangnya satu tahun kehidupan yang sehat. Di dunia, asfiksia menyumbang 23% kematian neonatus dan 8% kematian anak kurang dari 5 tahun (Bryce et al., 2005). Sedangkan di Indonesia, kematian neonatus 21% disebabkan oleh asfiksia (WHO, 2012). Insidensi asfiksia lebih besar pada negara berkembang karena kualitas pelayanan prenatal dan obstetri lebih rendah. Asfiksia merupakan kombinasi hiperkapnea dan hipoksia. Asfiksia lahir adalah gangguan pertukaran gas antara ibu dengan bayi selama proses kelahiran (Cowan et al., 2003). Asfiksia perinatal sinonim dengan asfiksia lahir, keduanya merujuk pada periode tidak hanya sesaat sebelum lahir dan selama proses lahir, namun termasuk juga saat lahir dan periode postpartum dini yang secara umum disebut periode stabilisasi sesaat setelah lahir (Helmy, 2014).
3
Asfiksia menyebabkan hipoksia progresif dan berhubungan dengan retensi karbondioksida dan asidosis metabolik (Adcock & Stark, 2013). Hipoksia berat menyebabkan glikolisis anaerobik dan produksi asam laktat. Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan gangguan fungsi jantung yang berakibat terjadinya hipotensi dan iskemia. Iskemia dapat mengganggu penghantaran oksigen yang menyebabkan gangguan lebih lanjut termasuk gangguan eliminasi produk metabolik dan respiratorik yaitu asam laktat dan karbondioksida (Adcock & Stark, 2013).Organ/sistem yang sering terkena adalah otak, jantung, paru, ginjal, saluran cerna, gangguan hematologi, elektrolit, dan metabolisme glukosa dimana gangguan-gangguan tersebut menyebabkan kematian atau gejala sekuele neurologis jangka panjang (Adcock & Stark, 2013; Helmy, 2014; Morales et al., 2011). Laktat akan diproduksi ketika terjadi hipoksia dan juga pada perfusi jaringan buruk. Saat penurunan oksigen mencapai kadar kritis sehingga metabolisme melalui siklus Krebs tidak dapat dipertahankan, jaringan melakukan metabolisme anaerobik untuk memenuhi kebutuhan energi. Hal ini menyebabkan peningkatan produksi dan akumulasi laktat di dalam darah (Nguyen et al., 2010; Shah et al., 2004). Kadar laktat telah dipakai pada beberapa penelitian untuk mendeteksi hipoksia jaringan pada stadium awal, menilai beratnya penyakit, dan memprediksi luaran penyakit (Cady et al., 1973; Kruse et al., 1987; Shah et al., 2004). Penelitian yang baru juga mulai memberi perhatian dalam penilaian faktor prognosis kadar laktat dalam darah dikaitkan dengan hipoksia yang terjadi pada neonatus (Deshpande & Platt, 1997; Shah et al., 2004).
4
Prediksi luaran asfiksia penting untuk mengantisipasi dan pengelolaan neonatus yang mengalami asfiksia. Penyulit asfiksia bisa menyebabkan kematian atau kecacatan. Biaya pengelolaan penyulit juga mahal. Pemeriksaan yang bertujuan untuk memprediksi luaran neonatus yang mengalami asfiksia diperlukan oleh petugas kesehatan untuk memberikan konseling pada orangtua, menyediakan perawatan yang tepat termasuk rujukan. Perlunya prediksi luaran yang lebih dini adalah karena singkatnya waktu emas yang dimiliki neonatus untuk optimalisasi terapi, berkisar antara 1-6 jam setelah lahir (Cheung & Robertson, 2000; Shah et al., 2004). Penelitian menunjukkan bahwa optimalisasi terapi, dalam hal ini terapi hipotermia pada asfiksia yang dilakukan sebelum / dalam 6 jam setelah lahir memperbaiki kemampuan untuk bertahan hidup tanpa palsi serebral atau disabilitas lain sebesar 40% dan menurunkan kematian atau disabilitas neurologis sebesar 30% (Johnston et al., 2011). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa penundaan terapi hingga lebih dari 6 jam tidak neuroprotektif (Gunn et al., 1999). Pemeriksaan kadar laktat darah sebagai faktor prediktor luaran neonatus yang mengalami asfiksia yang telah diteliti tersebut, memerlukan prosedur invasif, sulit, dan lama karena mengambil sampel dari darah vena, arteri, ataupun umbilikal (Behar et al., 1984; Li-juan et al., 2011; Morales et al., 2011; Shah et al., 2004; Silva et al., 2000). Dengan memeriksa kadar laktat darah kapiler menggunakan alat portabel, kadar laktat dapat diperoleh dengan cepat,mudah,dan dapat dilakukan di samping tempat tidur nenonatus tanpa keahlian khusus. Selain itu, perlu diteliti juga peran kadar laktat darah kapiler dalam memprediksi luaran kejadian asfiksia.
5
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut. Apakah kadar laktat inisial darah kapiler merupakan prediktor mortalitas pada asfiksia neonatorum? dan apakah neonatus dengan kadar laktat inisial tinggi memiliki risiko kematian lebih tinggi dibandingkan neonatus dengan kadar laktat inisial rendah pada asfiksia neonatorum? C. Tujuan Penelitian 1.
Mengetahui apakah kadar laktat inisial darah kapiler merupakan prediktor mortalitas independen pada asfiksia neonatorum.
2.
Mengetahui apakah neonatus dengan kadar laktat inisial tinggi memiliki risiko kematian lebih tinggi dibandingkan neonatus dengan kadar laktat inisial rendah pada asfiksia neonatorum. D. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat untuk ilmu pengetahuan Sebagai salah satu dasar penelitian dan pengembangan pengetahuan mengenai asfiksia neonatorum dan kaitannya dengan kadar laktat dalam darah.
2.
Manfaat untuk pelayanan klinis Dengan mengetahui kegunaan kadar laktat darah kapiler dalam memprediksi mortalitas pada asfiksia neonatorum, diharapkan dapat membantu dokter memberikan gambaran informasi medis pasien asfiksia dengan cepat meski di tempat dengan fasilitas terbatas.
6
E. Keaslian Penelitian Penelusuran literatur secara komperehensif didapatkan beberapa penelitian mengenai pemeriksaan kadar laktat pada asfiksia adalah sebagai berikut (Tabel 1). Tabel 1. Keaslian Penelitian Penulis Judul Jurnal Subjek dan metode Hasil Shah, et Postnatal lactate 61 neonatus cukup Laktat inisial meningkat al., as an early bulan dengan signifikan (rerata±SD 2004 predictor of asfiksia. Metode: 1,09±4,6) pada neonatus short-term retrospektif. dengan EHI sedang-berat outcome after Sampel: darah dibanding tanpa/EHI ringan intrapartum plasma. (rerata±SD 7.1±4.7) asphyxia Silva, Clinical value 115 bayi baru lahir Laktat plasma >9 mmol/L et al., of a single dicurigai berhubungan dengan EHI 2000 postnatal lactate mengalami asfiksia sedang-berat. Sensitivitas saat lahir. Metode: 84%, Spesifisitas 67%. measurement kohort prospektif. Defisit basa dan laktat after intrapartum Sampel: darah memiliki nilai klinis sama. plasma. asphyxia Aiken, Neonatal blood 582 bayi baru Kadar laktat >10 mmol/L et al., gases and lahir. Metode: pada jam 1 2013 outcome kohort prospektif mengindikasikan luaran following Sampel: darah buruk, serupa dengan kadar perinatal arteri. laktat > 5 mmol/L setelah 4 asphyxia jam. LiClinical value 77 neonatus Laktat awal/inisial lebih Juan, et of early lactate dengan asfiksia tinggi signifikan pada al., clearance rate berat. Metode: kelompok mati (8.1±5.0) 2011 on evaluation of kohort prospektif mmol/L. Bersihan laktat 6 prognosis in Sampel: darah jam lebih tinggi signifikan severe asphyxia arteri. pada kelompok hidup neonate (50.1±21.0)% dibanding dengan kelompok mati (12.3±23.8)% Peneli- Kadar laktat Bayi baru lahir Persamaan: mengukur tian ini inisial darah dengan asifiksia kadar laktat darah pada kapiler sebagai (VTP). Berat lahir asfiksia. prediktor ≥ 1000 g, Usia Perbedaan: sampel darah mortalitas pada kehamilan ≥ 28 kapiler; menggunakan alat asfiksia minggu. Metode: portabel; luaran: mortalitas neonatorum kohort retrospektif. dinilai usia 24 jam, 7 hari, Sampel: darah & 28 hari; menganalisis kapiler. variabel perancu mortalitas
7
Keseluruhan penelitian pada Tabel 1 diatas memiliki kesamaan dengan penelitian ini, yaitu subjek penelitian adalah bayi baru lahir dengan asfiksia, dilakukan pemeriksaan kadar laktat awal / inisial / sebelum terapi, dan merupakan penelitian kohort. Pada penelitian Shah et al., (2004) dan Silva et al., (2000) sama-sama melakukan penelitian pada bayi cukup bulan dengan mengukur kadar laktat plasma dan melihat luaran berupa EHI. Sedangkan penelitian Aiken et al., (2013) dan Li-Juan et al., (2011) melakukan penelitian pada bayi cukup bulan dengan mengukur kadar laktat arteri. Luaran pada penelitian Aiken et al., (2013) berupa EHI sedangkan pada penelitian Li-Juan et al., (2011) luaran yang diamati adalah kematian yang serupa dengan penelitian ini. Penelitian Shah et al., (2004) juga mirip dengan penelitian ini karena menggunakan metode kohort retrospektif, sedangkan penelitian lain menggunakan metode kohort prospektif. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian ini subjek penelitian adalah bayi baru lahir yang mencakup juga berat lahir rendah hingga ≥ 1000 gram dengan usia kehamilan hingga≥ 28 minggu yang mengalami asfiksia. Asfiksia didefinisikan sebagai kondisi neonatus yang memerlukan langkah resusitasi minimal mencapai VTP (ventilasi tekanan positif). Perbedaan yang lain adalah hingga saat ini belum ada penelitian yang melakukan pemeriksaan kadar laktat dengan alat pemeriksaan laktat portabel menggunakan sampel darah kapiler pada neonatus dengan asfiksia.