BAB III TINJAUAN UMUM MENGENAI HAK ASASI MANUSIA
A. Pengertian Dan Sejarah Perkembangan HAM. Jhon Locke menytakan bahwa Hak Asasi Manusia adalah “ hak-hak yang di berikan lansung oleh Tuha Yang Maha Esa sebagai hak yang kordati. Oleh karenanya tidaka ada kekuasaan apapun di dunia yang mencabutnya.35 Hak ini sifatnya sangat mendasar (fundamental) bagi hidup dan kehidupan manusia dan merupakan hak kodrati yang tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia. Dalam pasal 1 Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia disebutkan bahwa ” Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi negara, hukum, pemerintah setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”. Berdasarkan beberapa perumusan pengertian Hak Asasi Manusia di atas, diperoleh suatu kesimpulan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugrah ALLAH Swt yang harus di hormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu masyarakat atau negara. Dengan demikian hakikat penghormatan dan perlindungan terhadap Hak Asai Manusia(HAM) adalah menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara hak dan 35
Azyunardi Azra, Demokrasi Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani. TIM ICCE UIN Jakarta, 2003, h.201
Universitas Sumatera Utara
kewajiban, serta keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Upaya menghromati, melindungi dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu, pemerintah (aparatur pemerintahan baik militer maupun sipil) bahkan negara. Jadi dalam memenuhi dan menuntut hak tidak terlerpas dari pemenuhan kewajiban yang harus dilaksanakan. Begitu juga dalam memenuhi kepentingan perseorangan tidak boleh memaksa
kepentingan orang banyak (kepentingan
umum). Karena itu pemenuhan, perlindungan dan penghormatan kepada Hak Asasi Manusia (HAM) harus diikuti dengan pemenuhan terhadap kewajiban hak asasi manusia dan tanggung jawab asasi manusia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara. Jadi dapat disimpulkan Bahwa hakikat dari Hak Asasi Manusia (HAM) adalah keterpaduan antara Hak Asasi Manusia (HAM), kewajiban asasi manusia dan tanggung jawab asasi manusia yang berlangsung . secara sinergis dan seimbang. Bila ketiga unsur asasi yaitu Hak Asasi Manusia (HAM), kewajiban asasi manusia dan tanggung jawab asasi manusia yang melekat pada setiap individu manusia, baik dalam tatanan kehidupan pribadi, kemasyarakatan, kebangsaan, kenegaraan dan pergaulan global tidak berjalan secara seimbang, dapat dipastikan akan menimbulkan kekacauan, anarkisme dan kesewenang-wenangan dalam tata kehidupan umat manusia. Berdasarkan beberapa rumusan Hak Asasi Manusia (HAM) di atas, maka dapat diketahui beberapa ciri pokok hakikat Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu sebagai berikut : 1. Hak Asasi Manusia (HAM) tidak perlu diberikan, dibeli atau di warisi. Hak Asasi Manusia adalah bagian dari manusia secara otomatis.
Universitas Sumatera Utara
2. Hak Asasi Manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial dan bangsa. 3.
Hak Asasi Manusia (HAM) tidak bisa dilanggar. Tidak seorang pun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai Hak Asasi Manusia (HAM) walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).36
Pembicaraan tentang keberadaan Hak Asasi Manusia (HAM) tidak terlepas dari pengakuan terhadap adanya hukum alam (natural law) yang menjadi cikal bakal bagi kelahiran Hak Asasi Manusia (HAM). Pada umumnya para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya Hak Asasi Manusia (HAM) di kawasan Eropa dimulai dengan lahimya Magna Charta yang antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasan absolut (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat dengan hukum yang dibuatnya) menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat dimintai pertanggung jawabannya di muka hukum. Magna Charta telah menghilangkan hak absolutisme raja. Sejak itu mulai dipraktekkan jika raja melanggar hukum harus diadili dan mempertanggung jawabkan kebijakan pemerintahannya kepada parlermen.37 Menurut Arlina Permanisari menyebutkan bahwa intisari dari hak-hak asasi manusia (hard core rights) atau disebut juga sebagai hak-hak yang paling dasar mempakan jaminan perlindungan minimal yang mutlak dihormati terhadap 36
Ibid, h.201-202 ibid
37
Universitas Sumatera Utara
siapapun baik dimasa damai maupun diwaktu perang. Hak-hak yang paling dasar tersebut adalah hak untuk hidup, larangan perbudakan, jaminan peradilan.38 Pasal 21 Magna Charta menggariskan “Earls and barons shall be fined by their equal and only in proportion the measure of the offence ” (para Pangeran dan Baron akan dihukum (didenda) berdasarkan atas kesamaan dan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukannya.39 Selanjutnya dalam Pasal 40 Magna Charta ditegaskan “...no one will we deny or delay, rights or justice ” (. . .tidak seorang pun menghendaki kita mengingkari atau menunda tegaknya hak atau keadilan). Lahirnya Magna Charta ini kemudian diikuti oleh lahimya Bill of Rights di Inggris pada tahun 1689. Pada masa itu mulai timbul pandangan (adagium) yang intinya bahwa manusia sama di muka hulcum (equality before the law). Adagium ini memperkuat dorongan timbulnya negara hukum dan negara demokrasi. Bill of Rights melahirkan asas persamaan harus diwujudkan, betapun berat resiko yang dihadapi, karena hak kebebasan baru dapat diwujudkan jika ada hak persamaan. Perkembangan Hak Asasi Manusia (HAM) selanjutnya ditandai dengan munculnya The American Declaration of Independence yang lahir dari paham Rousseau dan Montesquieu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir, ia harus dibelenggu.40
38
Arlina Permanisari, Pengantar Hukum Humaniter , Internasional Committee of The Red Cross, Jakarta, 1999, h.342 39 Azyunardi Azra, Op.Cit, h.202 40 Ibid,h.203
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration (Deklarasi Francis), dimana ketentuan tentang hak lebih dirinci lagi sebagaimana dimuat dalam The Rule of Law yang antara lain berbunyi “tidak boleh ada penangkapan dan penahanan yang semena-mena, termasuk penangkapan tanpa alasan yang sah dan penahanan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah”.41 Dalam kaitan itu berlaku prinsip presumption of innocent, artinya orang-orang yang ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bersalah. Kemudian prinsip ini dipertegas oleh prinsip freedom of expression (kebebasan mengeluarkan pendapat), freedom of religion (kebebasan menganut keyakinan/agama yang dikehendaki), The rights of property (perlindungan hak milik) dan hak-hak dasar lainnya. Jadi dalam French Declaration sudah tercakup hak-hak yang menjamin tumbuhnya demokrasi mauupun negara hukum. Pemikiran Hak Asasi Manusia (HAM) terus berlangsung dalam rangka mencari rumusan yang sesuai dengan konteks ruang dan zamannya. Secara garis besar perkembangan pemikiran Hak Asasi Manusia (HAM) dibagi pada 4 generasi yaitu:42 1. Generasi pertama berpendapat Bahwa pengertian hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran Hak Asasi Manusia (HAM) generasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan suatu tertib hukum yang baru. 41
Ibid Ibid
42
Universitas Sumatera Utara
2 . Generasi kedua, pemikiran Hak Asasi Manusia (HAM) tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran Hak Asasi Manusia (HAM) generasi kedua menunjukkan perluasan pengertian konsep dan cakupun hak asasi manusia. Pada generasi kedua ini lahir dua covenant yaitu International Covenant on Economic, Social and cultural Rights dan International Convenant on Civil and Political Rights., kedua Covenant tersebut disepakati dalam sidang Umum PBB 1966. Pada masa generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidak seimbangan dengan hak sosial budaya, hak ekonomi dan hak politik. 3. Selanjutnya lahir generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran Hak Asasi Manusia (HAM) generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan (The Rgihts of Development). Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran Hak Asasi Manusia (HAM) generasi ketiga juga mengalami ketidak seimbangan dimana teljadi penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar. Jika kata „pembangunan‟ tetap dipertahankan, maka pembangunan tersebut haruslah berpihak kepada rakyat dan diarahkan kepada redistrubusi kekayaan nasional serta redistribusi sumber-sumber daya sosial, ekonomi, hukum, politik dan budaya secara merata. Keadilan dan pemenuhan hak asasi haruslah dimulai sejak mulainya pembangunan itu sendiri, bukan setelah pembangunan itu selesai.
Universitas Sumatera Utara
4. Setelah banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan dari pemikiran Hak Asasi Manusia (HAM) generasi ketiga, lahirkan generasi keempat yang mengkritikk peranan negara yang sangat dominan dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbukan dampak negatif seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran Hak Asasi Manusia (HAM) generasi keempat dipelopori oleh negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of The Basic Duties of Asia People and Government. Deklarasi ini lebih maju dari rumusan generasi ketiga; karena tidak saja mencakup tuntutan struktural tetapi juga berpihak kepada terciptanya tatanan sosial yang berkeadilan. Selain itu Hak Asasi Manusia (HAM) Asia telah berbicara mengenai masalah kewajiban asasi bukan hanya hak asasi. Deklarasi tersebut juga secara positif mengukuhkan keharusan imperatif dari negara untuk memenuhi hak asasi masyarakatnya. Beberapa masalah dalam deklarasi ini yang terkait dengan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam kaitan dengan pembangunan sebagai berikut: a.
Pembangunan berdikari (self development). Pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan yang membebaskan rakyat dan bangsa dan ketergantungan dan sekaligus memberikan kepada rakyat sumber-sumber daya sosial ekonomi. Relokasi dan redistribusi kekayaan dan modal nasional haruslah dilakukan dan sudah waktunya sasaran pembangunan itu ditujukan kepada rakyat banyak di pedesaan.
Universitas Sumatera Utara
b. Perdamaian Masalah perdamaian tidak semata-mata berani anti perang, anti nuklir, dan anti perang bintang. Tetapi justru lebih dari itu suatu upaya untuk melepaskan diri dari budaya kekerasan (culture of violence) dengan segala bentuk tindakan. Hal itu berarti penciptaan budaya damai (culture of peace) menjadi tugas semua pihak baik rakyat, negara, regional maupun dunia intemasional. c. Partisipasi rakyat Soal partisipasi rakyat ini adalah suatu persoalan hak asasi yang sangat mendesak untuk terus dipeijuangkan baik dalam dunia politik maupun dalam persoalan publik lainnya. d.
Hak-hak budaya Di beberapa masyarakat menunjukkan tidak dihormatinya hak-hak budaya. Begitu juga adanya upaya dan kebijakan penyeragaman budaya oleh negara merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi berbudaya, karena mengarah ke penghapusan kemajemukan budaya yang menjadi identitas kekayaan suatu komunitas warga dan bangsa.
e.
Hak keadilan sosial Keadilan sosial tidak saja berhenti dengan menaiknya pendapatan perkapita, tetapi justru baru berhenti pada saat tatanan sosial yang tidak adil dijungkirbalikkan dan diganti dengan tatanan sosial yang berkeadilan.
B. Pelanggaran Hak Asasi Manusia Banyaknya pelanggaran hak asasi manusia yang berbeda-beda modus, baik perlakuan yang tidak adil ataupun diskriminasi terhadap golongan tertentu dan
Universitas Sumatera Utara
lain sebagainya, maka perlu di bentuk pengadilan hak asasi manusia. Pelanggaranpelanggaran itu pada pokonya di bedakan menjadi tiga jenis, yakni, pertama, pelanggaran terhadap hak asasi manusia pada umumnya, kedua, genosida, dan ketiga, kejahatan terhadap kemanusian 43 . Adapun yang di maksud dengan kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:44 a. Membuat anggota kelompok. b. Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggotaanggota kelompok. c. Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagian kelompok. d. Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok, atau e. Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain. Sedangan yang dimaksud dengan kejahatan terhadap kemanusian adalah salah satu perbuatan yang meluas atau sistematis yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditunjuk secara langsung terhadap penduduk sipil berupa tindakan: a. Pembunuhan. b. Pemusnahan. c. Perbudakan. 43
Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Pasca Reformasi, (Jakarata: Buana Ilmu Populer, 2007), h.619 44 Lihat penjelasan pasal 7, 8, dan 9 UU No.26 Tahun 2006 tentang Pengadilan HAM
Universitas Sumatera Utara
d. Penyiksaan. e. Pengusiran atau pemindahan pendudukan secara paksa. f. Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar ketentuan pokok hukum internasional. g. Perkosaan,
perbudakan
seksual,
pelacuran
secara
paksa,
pemaksaan kehamilan, pemandualan atau sterilisasi secara paksa, bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara. h. Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari atas perbedaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lai yang telah di akui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional. i. Penghilangan orang secara paksa, atau j. Kejahatan apartheid. Adapun kejahatan kemanusian untuk dapat dikatagorikan sebagai pelanggaran HAM yang berat harus memenuhi syarat, yaitu adanya serangan yang meluas dan sintetis, diketahui bahwa serangan itu ditunjukan secara langsung terhadap penduduk sipil, dan serangan itu sebagai kelanjutan kebijakan yang berhubungan dengan organisasi. 45 Diluar kelompok kejahatan genosida dan kejahatan kemanusian itu maka pelangaran HAM pada umumnya, harus di cegah dan di tindak apabila tejadi secara sungguh-sungguh agar kehormatan, harkat, dan
45
Syamsir Abdullah Rozali, Pekembangan Hak Asasi Manusia dan Keberadaan Hak Asasi Manusia di Indonesia, h.38
Universitas Sumatera Utara
martabat manusia dapat dijaga dan dilindungi dengan sebaik-baiknya.
46
Sedangkan realisasinya sudah terbukti dalam putusan ataupun perkara yang sudah masuk dalam katagori genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.47
C. Perangkat Hukum Internasional Tentang HAM Perangkat hukum internasional tentang hak asasi manusia adalah Konvensi dan Deklarasi. Terdapat perbedaan antara keduanya, Konvensi bersifat mengikat secara hukum dan memiliki sanksi yang tegas, (hard law) sedangkan Deklarasi tidak bersifat mengikat dan tidak memiliki sanksi yang tegas (soft law). Pelanggaran kemanusian di berbagai negara kemudian menjadi topik pembahasan yang serius di PBB. Diskriminasi rasial termusuk dalam pelanggaran hak asasi manusia. Defenisi diskriminasi rasial adalah “setiap pembedaan, pengecualian, pembatasan atau pilihan didasarkan pada suku bangsa, warna ku;it, keturunan atau asal bangsa atau suku yang mempunyai tujuan atau pengaruh menghilangkan atau merusak pengakuan, kesenangan atau pengaruh menghilangkan
atau
merusak
pengakuan,
kesenagan
atau
pengaruh
menghilangkan atau merusak pengakuan, kesenangan atau pelaksanaan pada dasar persamaan, hak-hak asasi manusia dan kebebasn yang hakiki dalam politik, ekonomi, sosial, budaya atau sesuatu bidang kehidupan masyarakat.” Dalam sejarah dunia setidaknya kita mencatat bebrapa contoh peristiwa pelanggaran diskriminasi rasial yang besar. Kasus Afrika Selatan, semua penduduk Afrika Selatan di daftarkan berdasarkan rasnya, tentu saja proses hukum ini juga melahirkan diskriminasi rasial dalam prakteknya. Selain beragam 46
Jimly Asshiddiqie, Op.cit, h.620 Kompilasi Pelanggaran Berat Rwanda, Genosida, Kejahatan Perang dan Kejahatan Terhadap Kemanusian, (Jakarta: ELSAM,2007), h.1 47
Universitas Sumatera Utara
tindak kekerasan, juga banyak peraturan yang amat membatasi hak kaum hitam. Misalkan: dibuat gheto-gheto bagi kaum kulit hitam, aturan yang melarang kaum kulit hitam mempelajari budaya selain budayanya sendiri, harus memiliki surat jalan jika hendak keluar dari wilayahnya dan bahkan juga larangan perkawinan antar ras. Kasus Turki di Eropa di anggap bukan sebagai “pribumi” Eropa. Mereka dianggap bangsa asing (Asia) yang berusaha mendapat keuntungan dari Eropa dengan melakukan asimilasi dan penyeludupan hukum. Kasus kaum Indian di Amerika. Kelompok Indian sebagai penduduk asli (indigenous people) benua Amerika mengalami penyerangan, pembunuhan massal dan pengusiran dari wilayah-wilayah tempat tinggal mereka oleh kelompok kaum pendatang kulit putih. Selain tindak kekerasan tersebut, kaum pendatang juga mendatangkan berpeti-peti minuman keras yang mendatangkan kebiasaan bermabuk-mabukan dikalangan pemuda Indian. Stigminasi juga dilakukan secara kejam. Kelompok Indian digambarkan sebagai kelompok yang biadab, mempunyai kebiasaan menari-nari dan membakar manusia. Stgmatisasi in berlangsung ratusan tahun. Sampai sekarang rasialisme masuh tumbuh dengan subur di benua Amerika. Pelanggaran kemanusiaan di berbagai negara ini kemudian menjadi topik pembahasan yang serius di PBB. Setelah melalui perdebatan yang panjang pada banyak persidangan Majelis Umum PBB, akhirnya dibuka dan ditandatangani sebuah konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial pada tanggal 7 maret 1996.
Universitas Sumatera Utara
Komisi Hak Asasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kemudian menyusun sebuah rancangan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial. Rancangan ini selanjutnya diajukan kepada Majelis Umum PBB. Pada tanggal 21 Desember 1965, Majelis Umum PBB mengesahkan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial. Rancangan ini selanjutnya di ajukan kepada Majelis Umum PBB. Pada tanggal 21 Desember 1965, Majelis Umum PBB mengesahkan Konvensi Internsional tentang penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination/ CERD). Dengan disahkannya konvensi ini, maka konvensi ini menjadi memiliki kekuatan hukum kepada negara anggota yang mendatangani konvensi ini. Pemerintah Republik Indonesia telah menandatangani konvensi ini pada tanggal 25 Mei 1999, tiga puluh empat tahun setelah konvensi ini dibuat. Deklarasi HAM Universal 1948 adalah dokumen tertulis pertama tentang HAM yang diterima semua bangsa. Karena itu, Majelis Umum PBB menyebut Deklarasi HAM Universal 1948 sebagai a cammon standard of achievment for all peoples and nations (pencapaian yang jadi standar bersama bagi semua orang dan bangsa). Deklarasi HAM Universal 1948 diadopsi lewat revolusi PBB No 217 (III) tahun 1948. Deklarasi HAM Universal 1948 dilahirkan di tengah reruntuhan peradaban manusia akibat Perang Dunia II dan kebrutalan monster-monster kemanusian, semisal Hitler, Mussolini, dan Jepang di Asia Pasifik. Selain itu, awal berlangsungnya perang dingin yang membuat polarisasi dunia yang kian
Universitas Sumatera Utara
menajam dan mengorbankan HAM, memicu semangat untuk membuat instrumen perlindungan HAM, yang kini kita kenal sebagai deklarasi HAM. Sejalan dengan itu, PD II yang berakhir tahun 1945, mengilhami dan memicu semangat dekolonisasi, khususnya di Asia Afrika. Seluruh kejadian ini membulatkan tekad warga dunia untuk membuat dataran yang bisa di pakai bersama guna menegakkan prinsip-prinsip HAM. Deklarasi yang memiliki 30 pasal ini, secara garis besar, berbicara mengenai hak-hak dan jaminan agar tiap individu bisa hidup dan tidak boleh ada satu orang pun yang leluasa membunuhnya (life), tiap individu di jamin agar tidak ada individu lain yang menyaksikannya (no turture) dan kebebasan (liberty). Level operasional Deklarasi HAM Universal 1948 dapat dibagi dalam empat kelompok besar,yaitu: Pertama, penegasan prinsip yang menjadi fondasi dasar deklarasi ini bahwa tiap orang lahir dengan kebebasan dan persamaan dalam hak dan martabat. Kedua, prinsip kesamaan dan tidak dibenarkan memberlakukan diskriminasi. Kelompok ini memberi kewajiban kepada negara untuk melindungi dan menegakkan prinsip-prinsip itu. Ketiga, kewajiban tiap individu di masyarakat untuk menjalankan dann menegakkan HAM dan kebebasan. Keempat, larangan bagi negara, kelompok, atau individu untuk berbuat sesuatu yang mencederai hak-hak dan kebebasan yang diatur dalam Deklarasi HAM Univeral 1948.
Universitas Sumatera Utara
Kendati deklarasi ini hanya singkat, ternyata cakupan soal yang dilindunginya cukup basar. Bahkan , ada hal-hal yang dicantumkan deklarasi tetapi tidak ada dalam Konvensi Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, misalnya, hak untuk kepemilikan, hak untuk memperoleh suaka, dan hak untuk menentukan kebangsaan (Burgenthal, 1990). Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia sebagai standart umum keberhasilan sesama manusia dan semua bangsa dengan tujuan bahwa setiap individu dan setiap organ masyarakat, dengan senantiasa mengingat Deklarasi ini, akan berusaha melalui cara pengajaran dan pendidikan untuk memajukan penghormatan terhadap hak-hak dan kebebasan dan melalui upaya-upaya yang progresif baik secara nasional dan internasional, menjamin pengakuan dan ketaatan yang universal dan efektif, baik oleh rakyat negara peserta maupun rakyat yang berada di wilayah yang masuk dalam wilayah hukumnya. Menurut Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia bahwa semua manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat serta hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal budi dan hati nurani serta hendaknya bergaul satu dengan yang lain dalam semangat persaudaraan. Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia tanpa membedekan dalam bentuk apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, bangsa, agama, keyakinan politik atau keyakinan lainnya, asal usul kebangsaan dan sosial, hak milik, kelahiran atau status lainnya, pembedaan tidak dapat dilakukan atas dasar status politik, hukum atau status internasional negara atau wilayah dari mana seseorang
Universitas Sumatera Utara
berasal, baik dari negara merdeka, wilayah perwalian, wilayah tanpa pemerintahan sendiri atau wilayah yang berada di bawah batas kedaulatan lainnya. Berdasarkan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia bahwa semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun. Semua orang berhak untuk mendapat perlidungan yang sama terhadap diskriminasi apapun yang melanggar Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia dan terhadap segala hasutan untuk melakukan diskriminasi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV LANGKAH PERATURAN PRESIDEN RODIGRO DUTERTE TERHADAP PEMBERANTASAN NARKOBA MENURUT CONVENSITION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUET, IN HUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT
A.
Latar belakang langkah peraturan Presiden Radigro Duterte dalam kejahatan narkotika di Negara Filipina Apa yang terbayang di pikiran bahkan benak ketika menonton film
thriller kondang adaptasi komik Marvel bertitel The Punisher Film adaptasi komik Marvel dengan karakter antihero utama bernama Frank Castle ini menceritakan sosok Frank, seorang
pria yang membalas dendam atas
terbunuhnya keluarganya oleh mafia, dengan aksi perang seorang diri berupa pembersihan dan vigilante (main hakim sendiri) kepada setiap pelaku kriminal yang ditemuinya. Dan dalam fiksi tersebut, diceritakan sosok Frank alias "Punisher", adalah sosok yang sangat terobsesi pada balas dendam dan menganggap segala bentuk kekerasan bahkan pembunuhan adalah hal yang pantas dibayar untuk memerangi kejahatan. Belakangan dan yang sedang menjadi perbincangan hangat publik dunia, aksi bengis dan kejam ala sosok Frank "Punisher" Castle ini tak lagi hanya bisa ditemukan secara fiktif, melainkan benar-benar terjadi di dunia nyata. Penerapnya tak lain adalah salah satu negara di Asia Tenggara yaitu Filipina, atas perintah sang presiden yang baru saja terpilih dua bulan yang lalu yakni seorang Rodrigo Duterte. Dengan kampanye presidensil Duterte yakni "pembersihan 100.000 kriminal narkoba untuk menyelamatkan Filipina sampai seruan perang semesta
65
Universitas Sumatera Utara
bagi rakyat Filipina untuk melawan kriminal narkoba" , Duterte mendapat sematan julukan baru yakni "Punisher" Duterte oleh majalah TIME, sampai "Dirty Harry" Duterte. Duterte bernama lengkap Rodrigo Duterte, adalah presiden terpilih keenambelas Filipina kelahiran Maasin 71 tahun silam. Meski kelahiran Maasin, Duterte hanya setahun bersekolah di sana kemudian pada masa selanjutnya ia berpindah ke Davao. Duterte mengaku dekat dengan Davao dan menganggapnya sebagai rumah sendiri. Bahkan di tempat inilah awal karir sang presiden di panggung politik dituliskan. Duterte menjabat sebagai walikota sekaligus pimpinan tertinggi Davao selama dua dekade lamanya. Dan pada periode pemerintahannya di Davao inilah pula, Duterte mendapatkan gelar "Punisher" dari majalah berpengaruh dunia TIME. Atas dugaan keterlibatan Duterte dalam mendukung Davao Death Squad (DDS), unit pembunuh bayaran yang bertanggungjawab atas terbunuh dan hilangnya lebih dari 1000 orang dari berbagai latar belakang kriminal terutama peredaran narkoba, sepanjang periode 1998-2008 yang merupakan salah satu periode Duterte menjabat sebagai walikota Davao. Seiring dengan misi Duterte untuk memberantas perdagangan dan kebiasaan penggunaan narkoba di Davao, sekaligus menciptakan suasana yang lebih aman dan tertib bagi Davao selama Duterte menjadi walikota. Duterte memenangi pemilu presidensil Filipina pada Mei 2016 dengan keunggulan suara telak atas rival terberatnya, Mar Roxas. Di usianya yang telah menapak 71 tahun sekaligus mengukuhkan Duterte sebagai presiden tertua kedua Filipina sesudah nama Sergio Osmena.
Universitas Sumatera Utara
Meski baru menjalani penobatan secara resmi sebagai presiden dan bertugas di Malacanang pada Juni 2016, Duterte telah dituduh menjadi orang yang bertanggung jawab di balik layar atas tewasnya kurang lebih 800 orang yang terlibat jaringan narkoba di Filipina. Pada pidatonya semenjak menjabat walikota di Davao, Duterte telah berkali-kali bersumpah untuk memerangi bahkan memberantas jaringan peredaran narkoba Filipina yang dinilainya telah membunuh ribuan bahkan ratusan ribu nyawa tak berdosa rakyatnya sendiri sepanjang tahun. Duterte mengaku telah mengantongi kurang lebih 150 nama pejabat Filipina dari bermacam latar belakang seperti pejabat Kongres, hakim, bahkan petinggi militer yang dicurigai memiliki koneksi dengan jaringan peredaran narkoba negara tersebut.
Ia memiliki kewajiban memberitahukan hal tersebut
kepada rakyat Filipina dan sebaliknya, rakyat Filipina berhak untuk mengetahui nama-nama tersebut, menunjukkan bahwa negara mereka kini telah menjadi negara yang narko-politik. Sekaligus, pada pidatonya tersebut Duterte pada posisinya sebagai presiden Filipina mengumumkan "perang" terhadap jaringan narkoba dan kriminal di negara tersebut, sekaligus mengajak rakyat Filipina untuk ikut menyukseskan seruan tersebut dengan diperbolehkan menangkap, bahkan membunuh para bandar narkoba atau pengedar dan pelaku kriminal lain dengan iming iming hadiah beribu peso, hadiah tersebut juga dijanjikan Duterte pada pecandu narkoba yang mau menyerahkan diri. Duterte boleh saja awalnya mengelak pada tuduhan tersebut, namun penyelidikan Amnesti Internasional pada peningkatan jumlah pelaku kriminal yang tewas oleh death squad Davao pada periode kedua Duterte menjabat sebagai walikota, dan meningkatnya kembali
Universitas Sumatera Utara
jumlah pelaku kriminal yang tewas secara pesat, terutama setelah pidato deklarasi Duterte selaku presiden mengenai perang terhadap jaringan narkoba Filipina membuat sang "Punisher" dari Davao tak lagi sanggup berkelit. Kurang lebih 50 pelaku kriminal dan bandar narkoba ditemukan tewas pada empat hari pertama terhitung sejak Duterte mengumumkan deklarasi tersebut. Disusul 500.000 orang pecandu dan pengedar narkotik menyerahkan diri pada awal aksi kampanye anti-narkoba presiden. Korban tewas ditemukan di sepanjang jalan, kolong jembatan, bahkan ruang publik dan keramaian lainnya di Manila. Mereka dibunuh oleh orang-orang yang mengendarai sepeda motor tak berpelat nomor, dengan topeng dan pakaian serba hitam, yang membunuh dengan cara menembak belakang kepala atau menikam. Death squad Duterte kini tak lagi hanya merajah Davao. Tindakan yang seringkali disebut sebagai pembunuhan ekstra-yudisial (pembunuhan yang dianggap legal dan tanpa sanksi dari proses hukum yang berlaku) ini tentu saja menuai protes kemanusiaan dari berbagai pihak. Terutama dari lembaga dunia seperti Human Right Watch PBB. Amnesti Internasional, Kongres yang diwakili Senator Leila de Lima, dan pemimpin Katolik seperti Socrates Villegas. Senator Leila de Lima menganggap bahwa metode ekstra-yudisial death squad ala Duarte tidak mewakili poin Konstitusi Filipina. Sedang Socrates Villegas menilai bahwa metode Duarte malah mengubah perilaku generasi pecandu narkoba Filipina menjadi generasi pembunuh jalanan yang dianggapnya lebih menjadi suatu mimpi buruk. Dari pihak Human Right Watch PBB, malah mengancam Duterte bahwa mereka akan mengirim ahli untuk menyelidiki lebih lanjut death squad dan keterlibatan Duterte.
Universitas Sumatera Utara
Duterte mengaku tidak peduli dan berbalik mempertanyakan peran PBB yang useless sepanjang terjadinya konflik di Timur Tengah terutama Irak dan Syiria. Dan menurut Duterte, PBB tidak akan turut bertanggungjawab akan kerusakan moral berkelanjutan generasi muda Filipina jika peredaran narkoba di negeri itu terus mengalir dan dibiarkan. Duterte bahkan mengancam PBB bahwa bisa jadi ia mempertimbangkan keluarnya Filipina dari PBB dan membentuk organisasi lain bersama China dan negara lain termasuk Afrika. Hal yang bisa jadi membawa harmonisasi baru Filipina-China sejak rivalitas panas mereka mengenai nine dashed line Laut China Selatan pada masa Benigno Aquino III. Death Squad bentukan Duterte ditengarai merupakan jebolan New Peoples Army, sayap partai kiri Filipina yang diminta langsung oleh Duterte untuk membantunya membasmi para bandar narkoba Filipina dan jaringannya. Death Squad ini tak hanya beranggotakan pria, bahkan perempuan juga direkrut untuk melancarkan operasi Duterte dengan logika bahwa perempuan akan lebih mudah mendekati terduga kriminal dan lebih tidak dicurigai. Anggota Death Squad yang berhasil membunuh satu kepala, akan diganjar imbalan dua puluh ribu peso atau sekitar lima juta rupiah. Jumlah yang diakui termasuk banyak oleh para anggota yang kebanyakan hanya berprofesi sebagai sipil untuk biaya bertahan hidup meski jumlah sedemikian kadang harus dibagi dengan anggota yang lain. Death Squad ditengarai juga mendapatkan kebebasan dan imunitas dari aparat kepolisian dan militer seiring dengan support Duterte sendiri atas langkah pembunuhan gelap yang mereka lakukan. Aparat Filipina juga ditengarai menyokong aksi death squad dengan respons kepada tiap laporan pembunuhan
Universitas Sumatera Utara
yang diperlambat. Posisi ini membuat musuh anggota death squad hanya satu yakni para bandar narkoba dan kriminal lain di sekelilingnya, yang menurut mereka tak kalah sadis dan menuntut para anggota untuk secara cerdas menyembunyikan dan secepatnya berganti identitas. Hal ini juga membuktikan bahwa langkah kejam Duterte adalah diikuti oleh kebersihan aparatur negara yang ingin dibuat dan dijunjung Duterte. Death squad Duterte diatur sedemikian rupa olehnya untuk bisa berkorelasi dengan baik seperti pada kepolisian untuk membasmi sesuatu yang telah mengakar kuat dan sulit dibasmi di Filipina yaitu peredaran narkoba. Sesuatu yang mustahil adanya dilakukan tanpa terciptanya sistem aparatur yang bersih dan tanpa kongkalikong terhadap jaringan yang menjadi buruan sendiri. Oleh sebab itu Duterte pernah berujar bahwa "hukum tidak memerintah presiden untuk melindungi pejabat", dan menjamin imunitas anggota kepolisian dan militer atas tuduhan pembunuhan jika mereka melakukan hal tersebut (ekstrayudisial terhadap bandar narkoba dan kriminal). Duterte juga pernah berkata bahwa "percayalah, aku tidak peduli tentang HAM", bersamaan bahwa instruksi masyarakat sipil untuk memerangi pelaku narkoba bahkan kriminal dengan menembak sampai membunuh, adalah berlaku sampai Duterte masih hidup menjabat. Begitu
tegasnya
Duterte
melawan
narkoba
dan
keinginannya
menyelamatkan filipinos dari sesuatu yang membuat hancur hidup mereka yang tak terhitung jumlahnya menurutnya lebih penting daripada hanya "menghitung jumlah korban kriminal yang tewas oleh death squad maupun sipil biasa". Duterte juga mengaku jengah dengan peredaran narkoba di negerinya terutama terhadap
Universitas Sumatera Utara
sabu-sabu dan zat metamfetamin yang dikandungnya karena berasal dari reaksi kimia. "Enam bulan sampai setahun ketagihan, lalu banyak pemuda Filipina akan mengalami kerusakan otak setelah mengonsumsinya", ujar sang Punisher pada suatu kesempatan mengacu pada bobroknya mentalitas dan kehancuran hidup banyak pemuda Filipina akibat bahaya peredaran narkoba. Opini dan impresi rakyat Filipina pun terbelah. Antara memuji, atau mencaci Duterte, bagai berusaha memilih stempel penilaian yang pas yaitu malaikat ataukah malah iblis pada sosoknya. Sedang tekanan publik luar mengenai penegakan kemanusiaan tentu masih saja gencar kepada sang presiden. Bagaimanapun kisah dan aksi yang dilakukan Duterte tentu dimaksudkan sebagai sesuatu yang baik pada keselamatan bangsanya Filipina, terhadap apa yang sering disebut sebagai penghancur generasi mudanya yaitu narkoba. Sesuatu yang terbilang bengis dan semacam itu ketika Duterte bahkan membentuk suatu death squad dari sipilnya sendiri yang melakukan aksi petrus (penembakan misterius) dan bahkan telah mempunyai bekal berupa daftar calon korban incarannya. Alasannya simpel, karena menurut Duterte jika memerangi narkoba hanya bergantung via berbagai toleransi dan rehabilitasi tanpa tindakan tegas, mata rantai peredaran narkoba berujung kerusakan moral-mental jutaan generasi muda filipina tidak akan putus. Duterte ingin membasmi narkotika yang ibarat jamur Filipina, sampai ke akar-akarnya. Meski metodologi petrus kali ini yang dilakukan ala Duterte, adalah untuk menegakkan gaung perlawanan rakyat melawan segala bentuk toleransi narkotika, bukan malah diselewengkan sebagai alat hegemoni politik dengan
Universitas Sumatera Utara
melakukan petrus pada mereka yang disebut suara rakyat via perwakilanperwakilan yang dahulu dianggap bersuara nyaring terhadap pemerintah. Secara menyentil pula, bahwa Duterte menegakkan perang pada narkotika dengan berusaha menjamin bahwa segala birokrasi dan aparatur negara benarbenar bersih seutuhnya dan tidak terlibat, atau mereka akan berakhir hidupnya di tangan death squad. Seolah seperti suatu sarkasme pada penegakan hukum dan usaha pembasmian narkotika di negara ini yang kadang birokrasinya masih berbelit, dan banyak aparatur terlibat main mata dan kongkalikong. Percayalah, selama di negeri ini hal tersebut masih terjadi, tempat rehabilitasi niscaya cuma ditakdirkan untuk hanya disesaki, lalu akhirnya ditambah lagi. Membuat pemberantasan narkoba kadang hanya wangi sebagai bungabunga slogan, penegakan hanya sampai ranting, belum sampai akar. Tak berperikemanusiaan agaknya, tapi salut untuk komitmen tanpa pandang bulu Duterte demi menyelamatkan masa depan jutaan generasi muda Filipina dari bahaya laten narkoba.48
b. Pandangan HAM terhadap langkah peraturan Presiden Radigro Duterte dalam kejahatan narkotika di Negara Filipina Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
48
http://www.kompasiana.com,bayuariframadhan,rodrigo-punisher-duterte-dilema-hamdan-penyelamatan-filipina-dari-narkoba, diakses pada tanggal 28 agustus 2016
Universitas Sumatera Utara
perlindungan harkat dan martabat manusia.49 Konsep Dasar Hak Asasi Manusia merupakan hak yang melekat pada manusia yang dimiliki oleh manusia sematamata karena ia manusia, bukan pemberian manusia lain ataupun pemberian hukum positif melainkan semata-mata karena martabatnya sebagai manusia. Dan ini berarti Hak Asasi Manusia tidak dapat dicabut dan dirampas sewenangwenang oleh orang lain. Pada awalnya konsep hak menentukan nasib sendiri ditujukan untuk membebaskan rakyat dari belenggu kolonial. Namun penerapannya kemudian mengalami perluasan makna tidak hanya berlaku bagi rakyat negara kolonial, tetapi juga rakyat yang ditindas oleh pemerintah despotik, rakyat yang berada di bawah dominasi asing, dan rakyat multi bangsa yang haknya ditentukan oleh penguasa pusat.50 Saat ini, pengaturan mengenai hak-hak manusia sudah banyak diatur oleh dunia, seperti diatur dalam: Universal Declarations of Human Right PBB (DUHAM 1948), Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR 1966), Konvenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR 1966), Konvensi Penghapusan segala Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention Againts Torrture & Others Cruel, Inhuman or Degraing Punishment / CAT) dan sebagainya.51. Hak Prinsip yang bersifat kolektif untuk menentukan nasib sendiri merupakan salah satu dari empat tujuan dibentuknya PBB. Prinsip ini telah
49
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Antonio Cassese, Hak Menentukan Nasib Sendiri, dalam Hak Sipil dan Politik : EsaiEsai Pilihan, Ifdhal Kasim (editor), Jakarta, ELSAM, 2001, h. 83-84 50
51
. Masyhur Effendi, Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional, Bogor: Ghalia Indonesia, h 76.
Universitas Sumatera Utara
berkontribusi dan memainkan peranan penting di suatu negara dimana selfdetermination dinyatakan sebagai hak asasi dalam konvean Internasional, yaituKonvenan
Internasional
Hak-Hak
Sipil
dan
Politikdan
Konvenan
Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya .52 Hak untuk menentukan nasib sendiri (self-determination), menurut UU No.12 tahun 2005 tentang Pengsahan “International Convenant on Civil and Political Right” atau Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik menyatakan “bahwa semua bangsa atau rakyat dapat menyerukan kepada semua negara termasuk negara-negara yang bertanggungjawab atas pemerintahan wilayah yang tidak berperintahan sendiri dan wilayah perwalian unntuk memajukan perwujuan hak tersebut”. Maupun seperti yang dituangkan dalam Undang-Undang No.11 tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant on Economic, Social and Cultural Rights ( Konvenan Internasional tentang HakHak Ekonomi, Sosial dan Budaya) yang dalam pasal 1 merumuskan “Bahwa semua bangsa atau rakyat mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan menyerukan kepada semua negara, termasuk Negara-negara yang bertanggung jawab atas pemerintahan Wilayah yang tidak Berpemerintahan Sendiri dan Wilayah Perwalian, untuk memajukan perwujudan hak tersebut”. 53 Salah satu hak untuk menentukan nasib sendiri atau self-determination, baik hak untuk mendapatkan kebebasan, dan persamaan serta hak untuk terlibat secara politik, ekonomi, sosial maupun budaya yang sesuai dengan aturan yang berlaku 52
. Adnan Buyung Nasution dan Patra M. Zen, Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, halaman 127. 53
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant on Economic, Social and Cultural Rights ( Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya).
Universitas Sumatera Utara
di negaranya ini dapat dituangkan dengan adanya Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention Againts Torture and Others Cruel, Inhuman or Degrading Punishment /CAT), mengartikan Penyiksaan itu dilarang. Konvensi ini memperjuangkan hak-hak orang banyak seperti hak untuk hidup secara bebas dan damai dalam segala aspek, baik dari segi ekonomi, sosial, politik maupun budaya apabila mereka merasa hak-haknya dirampas dengan adanya suatu penyiksaan dengan kekerasan. Padahal seharusnya mereka mempunyai hak untuk bebas dari segala macam bentuk penyiksaan. Konsep self-determination ini telah mendasari pemenuhan atas hak-hak sipil dan politik serta hak ekonomi, sosial dan budaya. Self Determination atau Hak untuk Menentukan Nasib Sendiri merupakan sesuatu hal yang penting dalam pelaksanaan hak sipil dan politik serta hak ekonomi, sosial dan budaya seperti yang tercantum dalam konvensi-konvensi Hak Asasi Manusia (HAM) Konvenan ini mengingatkan Negara-negara akan kewajibannya menurut piagam PBB untuk memajukan dan melindungi melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) terutama dalam menentukan nasibnya sendiri untuk menikmati kebebasan sipil dan politik serta kebebasan dari rasa takut dan kekurangan yang hanya dapat tercapai apabila telah tercapainya suatu keadaan dimana seseorang dapat menikmati hak-hak yang mendasar seperti hak ekonomi, sosial dan budaya maupun hak-hak sipil dan politiknya. Penentuan nasib sendiri adalah pilihan bebas seseorang untuk bertindak sendiri tanpa paksaan dari luar, dan terutama sebagai kebebasan seseorang dari suatu wilayah tertentu untuk menentukan status politik mereka sendiri. Bebas untuk
menentukan
nasibnya
sendiri,
bebas
untuk
bersikap
tindak,
Universitas Sumatera Utara
mengekspresikan hidup mereka tanpa adanya kekangan dari orang ataupun kelompok manapun. Akan tetapi, bebas disini tetap terbatas pada peraturan-peraturan yang berlaku di negaranya tanpa mengurangi kewajiban-kewajiban yang harus mereka lakukan. Karena apabila seseorang mengingikan sesuatu hak, maka tak terlepas mereka harus mengerjakan kewajibannya terlebih dahulu. Karena hak dan kewajiban merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. It can also be defined as the ability or power to make decisions for yourself, especially the power of a nation to decide how it will be governed. Maksud dari kata self determination itu sendiri mengandung 2 unsur, yakni :54 1.
Tindakan atau kekerasan yang membutuhkan satu pemikiran tersendiri
tentang apa yang seharusnya difikirkan, dilakukan tanpa adanya pengaruh dari luar atau paksaan. 2.
Hak rakyat untuk memutuskan sendiri status politik atau bentuk dari suatu
Pemerintahan, tanpa adanya pengaruh dari luar. Oleh karena itu disimpulkan sebagai kemampuan atau kekuatan untuk membuat keputusan untuk diri sendiri, terutama kekuatan dari suatu negara untuk memutuskan peraturan-peraturan yang berlaku di negaranya. In other words, it is the right of the people of a nation to decide how they want to be governed without the influence of any other country. The latter is a complex concept with conflicting definitions and legal criteria for determining which groups may legitimately claim the
right
to
self-determination.
55
This
often
coincides
with
54
. http://www.yourdictionary.com/self-determination Antonio Cassese, Hak Menentukan Nasib Sendiri, dalam Hak Sipil dan Politik : EsaiEsai Pilihan, Ifdhal Kasim (editor), Jakarta, ELSAM, 2001, hal. 83-84 55
Universitas Sumatera Utara
various nationalist movements.Dengan kata lain, ini merupakan hak rakyat di suatu negara untuk memutuskan bagaimana mereka ingin diatur tanpa pengaruh negara lain. Dengan adanya hak ini, setiap warga negara masyarakat berhak untuk memiliki kebebasan untuk menentukan status politik dan untuk mengejar kemajuan ekonomi, sosial dan budaya bangsa. Dan pasal dalam konvensi ini merupakan sesuatu yang sangat penting pada tahun 1966 karena ketika itu masih banyak wilayah jajahan yang didalamnya terkandung Hak Asasi Manusia (HAM) yang paling mendasar dan mutlak adanya yaitu hak untuk hidup. Hak untuk hidup yang melekat pada setiap manusia di dalam kehidupannya sesungguhnya merupakan hak yang paling mendasar dan hak yang paling tradisional maupun fundamental yang keberadaanya menjiwai hampir keseluruhan nilai HAM, baik di bidang sipil dan politik, maupun ekonomi, sosial dan budaya. Karena hak ini sangat penting sehingga hak hidup sangat wajib untuk dilindungi oleh hukum sehingga tidak ada seorang pun yang dapat merampas hak hidup secara sewenang-wenang. Untuk menentukan nasib sendiri terkadang masih terdapat banyak halangan sehingga hak-hak asasi atau hak kodrati sebagai manusia merasa terampas dan tidak dapat memperoleh hak yang sepatutnya mereka peroleh. Kekerasan dengan tindakan-tindakan penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia. Selain penembakan mati di tempat terhadap pengguna narkoba yang ada di Negara Filipina sebagai contoh kasus misalnya saja yang sering dialami oleh
Universitas Sumatera Utara
Tenaga Kerja Wanita, Mahasiswa Perguruan Tinggi Militer dan bahkan Tersangka/tahanan di dalam penjara. Ada bermacam-macam Pengertian dari Penyiksaan, antara lain dapat diartikan sebagai berikut: Tindakan penyiksaan menurut Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat
manusia
dapat
dirumuskan
dalam
pasal
1
yang
isinya
: “penyiksaan” berarti setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari orang itu atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh orang itu atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa orang itu atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada diskriminasi, apabila rasa sakit dan penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan pejabat pemerintah. Hal itu tidak meliputi rasa sakit atau penderitaan yang timbul hanya dari, melekat pada, atau diakibatkan oleh sanksi hukum yang berlaku “.56 Dari penjelasan pasal diatas dapat disimpulkan dalam pasal ini terdapat 3 unsur pokok didalam maksud penyiksaan, ketiga unsur tersebut antara lain: 1.
Harus adanya rasa sakit atau penderitaan terhadap jasmani/raga maupun rohani/jiwa yang luar biasa.
2.
Harus ada suatu tujuan
56
Pasal 1 Undang-Undang No.5 tahun 1998 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan
Universitas Sumatera Utara
3. Harus ditimbulkan oleh dan atau hasutan dari atau dengan persetujuan atau sepengetahuan dari seseorang pejabat public atau seseorang yang bertindak di dalam kapasitas pemerintahan. Dalam Deklarasi Tokyo 1975 World Medical Association disebutkan bahwa Penyiksaan adalah tindakan kekerasan fisik dan atau mental yang dilakukan secara sepihak, sengaja dan sistematik oleh seseorang atau sekelompok orang lain yang menimbulkan perasaan tidak nyaman sampai dengan nyeri yang tidak tertahankan,unbearable pain, sehingga berakibat terjadinya cedera dan kerusakan sementara dan atau menetap pada tubuh maupun pada fungsi organ tubuh; serta gangguan psikiatrik berupa perasaan cemas, takut dan teror yang berlebihan, hilangnya harga diri atau jati diri, serta penyiksaan berat yang dapat menyebabkan kematian dan sebagainya57. Pasal 351 KUHPidana merumuskan Penyiksaan sebagai sesuatu yang mengakibatkan luka-luka berat, kematian, dan sengaja merusak kesehatan. Akan tetapi dalam pasal 28 KUHPidana merumuskan Penyiksaan adalah luka-luka berat hanya pada penyiksaan fisik semata.58 Efek dari penyiksaan adalah penderitaan (pain or suffering). yang bertingkat-tingkat. Ada beberapa istilah dalam penyiksaan antara lain:59 a.
Falanga, istilah untuk pemukulan berulang-ulang yang sangat hebat (menyakitkan) pada telapak kaki dan seputar kaki. Falanga termasuk
57
http://www.komnasham.go.id/portal/files/Majalah%20Suar%20Juni%202002.pdf akses pada tanggal 20 juni 2002
di
58
Pasal 351 dan pasal 28 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana http://www.komnasham.go.id/portal/files/Majalah%20Suar%20Juni%202002.pdf, h.9 diakses pada tanggal 20 juni 2002 59
Universitas Sumatera Utara
pemukulan sistematis dan berakibat cacatnya korban. Penyiksaan ini acap menimpa para tahanan di seluruh dunia. b.
Planton adalah penyiksaan
yang dilakukan pada tahanan dengan
melakukan suatu posisi yang tidak normal dengan jangka waktu tertentu misalnya berdiri dengan kepala ditutup selama 14 jam. Planton lebih dikenal dengan memaksa korban untuk berdiri dengan jangka waktu lama. c.
Submarino adalah memasukkan kepala korban ke dalam air, lumpur atau cairan
lainnya,
atau
lebih
dikenal
dengan wet
submarino. Dry
submarino adalah memasukkan kepala korban ke kantong plastik dan mengikat kantong itu dengan tujuan korban akan kesulitan bernapas. d.
Telephono, pemukulan kedua daun telinga secara simultan dengan telapak tangan bertujuan merusak gendang telinga, sehingga dapat menyebabkan sakit, pendarahan dan kehilangan pendengaran sehingga sulit dideteksi oleh dokter.
Jadi, penyiksaan merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan sengaja kepada seseorang yang tidak dapat memperthankan haknya dalam menentang sebuah kekerasan terhadap dirinya, dimana suatu tindakan tersebut menimbulkan rasa sakit bagi dirinya baik sakit yang jasmani atau dirasakan oleh tubuh / raga maupun sakit rohani atau mental pada seseorang bahkan penyiksaan yang berdampak hilangnya nyawa seseorang atau sampai menyebabkan kematian sehingga dapat dikatakan telah merampas hak hidup seseorang yang merupakan hak paling mendasar yang dimiliki oleh manusia sebagai mahkluk pribadi. Hal inilah yang merupakan alasan dibuatnya konvensi yang menentang Penyiksaan.
Universitas Sumatera Utara
(Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment / CAT).60 Jika dilihat dari sejarah dunia maka konsep self-determination ini diawali pada saat Revolusi Prancis dan kemerdekaan Amerika, tetapi dikarenakan dokumentasi hukum internasional masih sangat minim maka ada pendapat yang mengatakan bahwa Uni Soviet lah yang mempelopori konsep dati the right toselfdetermination. Terdapat perdebatan dalam hukum internasional yang menggangap bawha pelaksanaan self-determination ini bukanlah sebagai hak asasi yang bersifat
absolut
karena
dalam self-determination harus
mempertimbangkan
kedaulatan Negara, national integrity, dan hak asasi. Akan tetapi perdebatan itu berakhir setelah Piagam PBB dilahirkan karena Piagam PBB menyatakan dengan tegas mengakui the right to self-determination. 61 Konvenan ini diperlukan dalam masyarakat karena hak untuk menentukan nasib sendiri sedang dipertaruhkan oleh setiap orang. Hak untuk menentukan nasib sendiri merupakan hak yang sangat penting dalam kehidupan sebagai manusia. Hak-hak pribadi seperti hak hidup atau sering dikatakan hak asasi manusia merupakan hak yang sewajarnya untuk mendapatkan perlindungan. Segala
kegiatan
pemberian
perlindungan
ini
merupakan
dasar
dalam
mengembangkan aspek kehidupan, ketiga aspek tersebut meliputi:62 1. Aspek ideologi dan politik yang menumbuhkan hak-hak politik. 2. Aspek ekonomi yang menumbuhkan hak-hak dibidang ekonomi 60
. Pasal 1 ayat (1), Undang-Undang No. 5 tahun 1998 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia. 61
Todung Mulya Lubis, 2005, Jalan Panjang Hak Asasi Manusia, h. 313-314
62
Dr. Loebby.Loqman.SH.,MH. 1993. Delik Politik di Indonesia, h. 76
Universitas Sumatera Utara
3. Aspek sosial budaya menumbuhkan hak-hak sosial budaya. Karena banyak orang yang tidak dapat menentukan nasibnya sendiri, atau dirampasnya hak-hak yang paling mendasar dalam hidupnya seperti hak hidup, hak kebebasan bergerak, hak bebas dari penindasan, kebebasan berfikir, hak untuk berkumpul dan menyatakan pikiran, hak untuk bekagama dan berkeyakinan bahkan hak untuk bebas dari adanaya penyiksaan. Dimana seharusnya ia dapat menentukan nasibnya sendiri dalam pemehuahan atas hak sipil dan politik serta hak ekonomi, sosial dan budaya sehingga konvenan HAM sangatlah diperlukan dan konvenan ini juga diperlukan agar dapat melindungi hak asasi manusia dan untuk melindungi hak asasi dalam hal kebebasan walaupun ada kebebasan seseorang yang memang dirampas dikarenakan hukum yang mengatur misalnya : seorang tahanan penjara. Sudah banyak atau sudah mulai terlihat beberapa kasus penyiksaan yang terjadi. Adapun kekerasan yang dilakukan oleh pihak berwajib atau Polisi kepada para tersangka atau para tahanan. Yang walaupun hak-hak para tersangka ataupun tahanan memang dibatasi sesuai peraturan tetapi bukan berarti pihak yang berweang dalam hal ini polisi diperbolehkan untuk melakukan kekerasan kepada tersangka. Dalam pelaksanaanya, kekerasan berupa penyiksaan ini termasuk dalam kategori non-derogable rights.63 Karena penyiksaan termasuk dalam kategori hak untuk tidak dianiaya. Sesungguhnya selama tujuh abad hingga akhir Abad XVIII, di daratan Eropa, penyiksaan dianggap sebagai hal biasa dan sah untuk memperoleh „kebenaran‟. Sasaran perbuatan itu setidaknya adalah para budak, orang asing, 63
Andrey Sujatmoko, Tanggungjawab Negara Atas Pelanggaran Berat HAM, Jalarta:2005, h.69-70.
Universitas Sumatera Utara
orang-orang yang tidak memiliki identitas hukum, dan mereka yang dianggap pengkianat. Penyiksaan bahkan dipakai sebagai metode untuk mencari keadilan. Argumen yang selalu dikedepankan oleh mereka yang mendukung penyiksaan adalah bahwa metode itu diperlukan untuk memperoleh kebenaran. Argumen ini digunakan baik sebelum melakukan cara-cara lain maupun sebagai pilihan terakhir.64 Akan tetapi seiring perkembangan zaman dan kemajuan pemikiran manusia, cara-cara untuk memperoleh kebenaran tersebut tidaklah lagi dengan suatu ancaman kekerasan dan penyiksaan dengan tindakan-tindakan yang tidak manusiawi tanpa memikirkan hak-hak yang seharusnya dilindungi oleh UU maupun pemerintah. Akan tetapi sampai sekarang manusia tetap saja ada yang masih menggunakan cara-cara untuk memperoleh kebenaran ini dengan jalan kekerasaan dan penyiksaan kepada seseorang. Ada lima hal yang biasa mendorong seorang penyidik atau polisi melakukan hal itu, yaitu :65 1. Kegagalan kalau bukan kemalasan mencari bukti- bukti lain selain dari tersangka, yang mengakibatkan 2. tersangka sebagai pelampiasan kegagalan itu. 3. perasaan diremehkan akibat tersangka yang berbelit-belit dan. 4. kebencian atau rasa frustasi terhadap mekanisme hukum yang tidak berhasil mengurangi kejahatan dan. 5. budaya
militeristik
yang
banyak
menggunakan
pendekatan
kekuasaan.
64
. http://www.komnasham.go.id/portal/files/Majalah%20Suar%20Juni%202002.pdf,h.3 Diakses pada tanggal 20 juni 2002 65 ibid
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor diatas bukanlah suatu tindakan yang mencerminkan sikap untuk menghormati hak orang lain sekalipun orang lain tersebut telah melakukan tindakan yang melawan hukum. Bahkan Undang-undang Hak Asasi Manusia pun mengatur tentang hak seseorang yang kebebasannya dirampas. Seperti yang dirumuskan dalam pasal 10 ayat (1) Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik: “ Setiap orang yang dirampas kebebasannya wajib diperlakukan secara manusiawi dan dengan menghormati martabat yang melekat pada diri manusia” dan pasal (2) berbunyi : “ Tersangka, kecuali dalam keadaan yang sangat khusus, harus dipisahkan dari orang yang telah dipidana, dan diperlakukan secara berbeda sesuai dengan statusnya sebagai orang yang belum dipidana.“ Hal ini juga dapat dikaitkan dengan hak atas keadilan, bukan hanya UU yang mengatur hak atas keadilan, tetapi dalam ajaran agama Islam. Hak atas keadilan ini juga merupakan hak yang sangat penting dan bernilai yang diberikan Islam kepada manusia. kebencianmu
66
Al-Quran telah menetapakan :”Janganlah membiarkan
terhadap
suatu
kaum
mendorongmu
berbuat
sewenang-
wenang” (Q.S. Al-Maidah; 5:2) “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum sampai mempengaruhi dirimu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa” (Q.S. Al-Maidah; 5:8). Dengan Penekanan kepada hal ini, Al-Qur‟an sekali lagi mengatakan :”Hai orang-orang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi semata-mata karena ALLAH” (Q.s. An-Nisa; 4:135)
66
Maulana Abdul A‟la Maududi,2000,Hak-Hak Asasi Manusia dalam Islam, h. 18-19.
Universitas Sumatera Utara
Jadi para tersangka ataupun tahanan yang hak untuk mendapatkan kebebasannya dirampas pun tetap memiliki hak nya untuk diperlakukan secara manusiawi tanpa adanya siksaan dengan suatu kekerasan dan menimbuklkan rasa sakit dan bahkan sampai ada yang menyebabkan kematian. Apabila hal ini terjadi maka perbuatan pihak berweang dalam hal ini bertindak sebagai Polisi sama saja telah merenggut atau merampas hak seseorang terhadap hak yang seharusnya dilindungi. Hal-hal seperti inilah yang menyebabkan diperlukannya suatu Pengaturan khusus yang mengatur tentang Sesuatu yang Menentang adanya Penyiksaan, dimana seharusnya Manusia dengan kemampuannya berfikir dan belajar serta dengan perkembangan zaman manusia seharusnya lebih bisa mengoreksi diri, mengembangkan pemikirannya secara rasional bahwa tindakan penyiksaan bukanlah suatu cara yang paling tepat untuk mencapai kebenaran. Dengan menyadari bahwa tindakan Penyiksaan meruapakan tindakan yang bertentangan dengan Hak Asasi Manusia, bertentangan dengan hak seseorang untuk menentukan nasibnya sendiri dalam hal hak bebas dari penyiksaanan sehingga Pemerintah mencari cara agar dalam mengungkapkan kebenaran tidaklah harus dengan jalan Penyiksaan. Kemudian lahirlah gerakan anti penyiksaan.
yang
dituangkan
dalam
Konvensi
Menentang
Penyiksaan
(Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment / CAT). Agar tindakan-tindakan Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia tidak terjadi. Konvenan ini diperlukan guna untuk melindungi hak-hak
Universitas Sumatera Utara
manusia agar terbebas dari adanya suatu penyiksaan, baik penyiksaan itu dilakukan dengan siksaan fisik maupun mental. Sedangkan Implikasi konsep “self determination” ini sendiri terhadap pemenuhan atas hak sipil dan politik, serta hak ekonomi, sosial dan budaya apabila dilihat dari contoh diatas dimana seorang tersangka yang mendapat siksaan ia tidak dapat menentukan nasibnya sendiri untuk terlepas dari penyikssan itu, hak nya telah dirampas. Atau dapat kita lihat dalam contoh kasus lain dimana seorang bandar narkoba atau seseorang yang di katakan sedang membawa narkoba atau mememiliki narkoba di tembak mati di tempat tanpa adanya proses pengadilan ataupun penyelidikan lebih lanjut. Pelaksanaan tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan menurut pendapat penulis belum berlaku efektif dan memang masih menemukan kendala. Salah satu bukti bahwa konvensi ini belum berlaku efektif dapat kita lihat dari Tindakan-tindakan Penyiksaan yang masih sering dilakukan oleh pihak berwenang dalam hal ini adalah kepolisian terhadap tahanan atau tersangka bukan karena aparatur kepolisian tidak atau belum memahami secara normatif satau secara hukum bahwa Penyiksaan tersebut ditentang dalam UU, akan tetapi dalam praktik memang mereka juga dihadapkan pada terbatasnya waktu, fasilitas kerja, tindak kejahatan yang makin beragam, perilaku pelaku tindak pidana yang menyulitkan polisi untuk mendapatkan keterangan guna mengungkap suatu tindak pidana. Penggunaan kekerasan yang dilakukan oleh Polisi biasanya dalam rangka penggunaan wewenang. Sedangkan kendala dari para tersangka
yang utama adalah masalah
pendidikan. Tidak masalah apabila tersangka itu mempunyi pendidikan yang
Universitas Sumatera Utara
tinggi, sehingga mereka mengetahui hak-hak yang seharusnya mereka peroleh walaupun mereka menjadi seorang yang hak kebebasannya dibatasi dan dirampas oleh karena perbuatan mereka sendiri. Tetapi yang menjadi masalah adalah apabila seseorang atau warga masyarakat yang menjadi tersangka karena tingkat pendidikannya kurang atau bahkan tidak mendapatkan pendidikan dan pengetahuan mengenai hak-hak nya maka mereka akan pasrah dan tidak bisa menuntut hak mereka untuk tidak mendapatkan Penyiksaan. 67 Karena pada umumnya mereka tidak mengetahui tentang Konvensi Anti Penyiksaan dan proses yang diatur mengenai prosedur penangkapan, penahanan dan perlakuan aparat terhadap mereka, mereka umumnya merasakan penyiksaan, mulai dari tahap ringan sampai dengan penyiksaan berat. Praktek penyiksaan dan tindakan yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat ini sudah seharusnya mendapat ketegasan dari Komite Anti Penyiksaan, dengan harapan dapat membantu memperbaikki dan menghapus praktek-praktek penyiksaan di Negara Filipina. Oleh karena itu, agar Konvensi ini dapat berjalan dengan lebih efektif maka organisasi masyarakat sipil yang menolak praktek-praktek penyiksaan, tindakan yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat mendesak untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:68 1. Melaksanakan Konvensi Anti Penyiksaan dengan sebaik-baiknya, termasuk melakukan deklarasi terhadap pasal 21 dan 22 Konvensi yang
67
http://www.balitbangham.go.id/detail4.php?id=42 di akses pada tanggal 23 agustus
2016 68
http://hrwg.org/in/siaran-pers/96-kelompok-kerja-untuk-advokasi-menentangpenyiksaan Di akses pada tanggal 2 februari 2014
Universitas Sumatera Utara
mengakui kewenangan Komite Anti Penyiksaan untuk menerima komunikasi dari negara-negara peserta konvensi dan individual 2. Memberikan hak-hak korban penyiksaan 3. Menghapus hukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat, antara lain menghapuskan hukuman mati Sehingga sebaiknya pemerintah Negara Filipina harus melakukan monitoring terhadap setiap proses hukum kasus-kasus penyiksaan yang terjadi sebagai wujud pelaksaanaan
kewajibannya
menurut
Konvensi
Menentang
Penyiksaan.
Pemerintah Negara Filipina juga harus menjalankan kewajibannya untuk memenuhi hak-hak korban berupa hak atas kompensasi, rehabilitasi dan keadilan.69
C.
Pandangan PBB terhdap langkah peraturan Presiden Radigro Duterte dalam kejahan narkotika di Negara Flipina Pakar HAM Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengutarakan niat untuk
menyelidiki Presiden Filipina Rodrigo Duterte dalam perangnya melawan kriminal dan narkoba di Filipina. Pakar HAM ini ingin berkunjung langsung ke Filipina, namun ia meminta jaminan keamanan bagi orang-orang yang akan diwawancarainya. Duterte sendiri, pekan lalu, menyatakan dirinya akan mengizinkan pakar PBB dan Uni Eropa untuk datang dan menyelidiki pembunuhan ribuan orang di Filipina, sejak dirinya menjabat pada 30 Juni 2016 lalu. Namun, Duterte juga menantang para pakar itu untuk berdebat dengan dirinya di hadapan publik 69
. http://www.suaramerdeka.com/cybernews/harian/0705/14/nas24.htm Di akses pada tanggal 7 mei 2014
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah filipina hingga kini belum mengeluarkan undangan resmi. Namun pelapor PBB untuk urusan eksekusi sewenang-wenang dan di luar hukum, Agnes callamard, menyatakan dirinya akan mengajukan permohonan. “Saya menyambut baik laporan baru-baru ini (yang disampaikan) melaui media bahwa presiden dan pemerintah Filipina akan mengundang misi PBB untuk menyelidiki tudingan eksekusi mati di luar hukum,” tutur Callmard dalam pernyataannya via email kepada AFP, senin (26/9/2016) Meskipun sang presiden membuka kesempatan bagi pakar PBB dan Uni Eropa untuk melakukan penyelidikan, di sisi lain, Mentri Luar Negri Filipina Perfecto Yasay mendesak dunia internasional untuk tidak ikut campur dalam urusan Filipina. Ia mengatakan,
presiden Filipina Radigro Duterte memiliki
mandat untuk membersihkan Filipina dan narkoba dan korupsi, dan kini Filipina tengah berupaya untuk memenuhi mandat tersebut. Pemerintah Duterte bertekad untuk membebaskan Filipina dari praktik korupsi dan lainnya, termasuk distribusi dan penggunaan obat-obatan terlarang. Tindakan kita, bagaimanapun, telah memegang kedua berita utama nasional dan perhatian internasional untuk semua alasan yang salah,” kata Yasaf, saat berbicara di Sidang Umum PBB. Sejauh ini , Amerika Serikat (AS), PBB dan Uni Eropa (UE) mengecam kebijakn yang di ambil oleh Duterte, khususnya dalam memberantas narkoba. Menurut ketiganya kebijakan Duterte telah melanggar Hak Asasi Manusia. Dalam kampanye anti anrkoba, Duterte memang telah menerapkan kebijakan yang cukup ekstrem, ia mengizinkan para penegak hukum, bahkan
Universitas Sumatera Utara
filipina untuk menembak mati para pecandu, pengedar dan bandar narkoba bahkan akan mendapat pelindungan hukum. Setidaknya sudah 3.000 orang telah tewa sejak Dutertemerilis kebijakan tersebut. Duterte sendiri menegaskan kampanye tidak akan berakhir sebelum pabrik narkoba terkahir di filipina tutup dan bandar narkoba terkahir di filipina tewas.Melalui kebijakan tersebut pula, Duterte bersikeras bahwa ia tidak mendrong pelanggaran hukum karena pelaku kriminal tersebut jelas merugikan negara dan pantas untuk di berantas.70 Kantor PBB urusan penanggulangan narkotika sebelumnya menyampaikan kekhawatiran yang mendalam atas aksi "main hakim sendiri" yang dilakukan Duterte terhadap para tersangka penyelundup narkotika di Filipina. Pakar urusan narkotika PBB belum lama ini meminta pemerintah Manila menghentikan rangkaian pembunuhan terhadap para pengedar narkotika dalam kebijakan perang terhadap narkotika yang ditabuh pemerintah Duterte. Tapi Duterte balik menyerang PBB dengan menyerukan supaya pakar di organisasi
internasional
itu
tidak
hanya
melihat
kematian
para
pengedar narkotika, tapi juga orang-orang yang tewas akibat penyebaran barang haram itu di tengah masyarakat Filipina.71 Negara-negara dari seluruh dunia memberikan peringatan kepada Filipina atas kebijakan negara itu untuk melakukan “perang” melawan narkoba. Para diplomat yang hadir dalam Universal Periodic Review (UPR) di Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-bangsa (HAM PBB), Jenewa, 70
https://jakartagreater.com/kebijakan-duterte-berantas-narkoba-melanggar-ham/ di akses pada tanggal 26 sep 2016 71
http://parstoday.com/id/news/world-i18547duterte_pemberantasan_narkotika_dan_pbb di akses pada tanggal 23 agustus 2016
Universitas Sumatera Utara
Swiss, mengecam lonjakan angka kematian selama operasi anti-narkoba Presiden Filipina Rodrigo Duterte, serta mendesak penghentian aksi pembunuhan di luar hukum tersebut. Filipina menjadi salah satu negara yang dievaluasi dalam forum UPR tersebut. Setiap negara secara sukarela menyampaikan kebijakannya terkait penegakan HAM dan dievaluasi oleh negara-negara PBB lainnya dalam UPR setiap empat tahun sekali. Organisasi pengawas HAM internasional, Human Rights Watch (HRW) menyatakan sesi UPR hari Senin (8/5) penting karena besarnya bencana HAM sejak pelantikan Duterte. Senator Filipina sekaligus sekutu Duterte, Alan Cayetano, mengecam apa yang disebutnya sebagai kampanye oleh para pendukung HAM dan media untuk mengubah persepsi upaya anti-narkoba pemerintah.72
72
http://www.beritasatu.com/asia/429690-perang-antinarkoba-filipina-dikecam-didewan-ham-pbb.html diakses pada tanggal 9 mei 2017
Universitas Sumatera Utara
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1.
Asia Tenggara mrupakan salah satu kawasan yang tingkat kejahatan transosialnya relatif tinggi khususnya perdagangan narkotika. Hal ini disebabkan karena kejahatan transnasional marak terjadi di kawasan dimana negara-negaranya diatur oleh pemerintahan yang korup dan lembaga pemerintahan yang lemah. Dan dalam pencegahan narokotika di kawasan Asia Tenggara ASEAN membuat ASOD (ASEAN Senior Officials on Drugs Matters) yang merupakan organisasi bentukan ASEAN pada tahun 1984 yang bertugas dan bertanggung jawab dalam penanggulangan masalah narkoba atau narkotika.
2.
Perangkat hukum internasional tentang Hak Asasi Manusia adalah Konvensi dan Deklarasi. Terdapat perbedaan antara keduanya, Konvensi bersifat mengikat secara hukum dan memiliki sanksi yang tegas, (hard law) sedangkan Deklarasi tidak besifat mengikat dan tidak memiliki sanksi yang tegas (soft law).
3.
Presiden Radigro Duterte ingin membasmi narkotika yang ibarat jamur Filipina sampai keakar-akarnya yang dimaksudkan sebagai sesuatu yang baik pada keselamatan bangsanya di Negara Filipina dan sebagai penghacur generasi mudanya, dan menrut Presiden Radigro Dutertr jika memerani narkoba hanya bergantung via berbagai toleransi dan rehabilitasi tanpa tindakan yang tegas, mata rantai peredaran narkoba berujung kerusakan moral-moral jutaam generasi muda Filipina tidak akan putus.
92
Universitas Sumatera Utara
B. Saran 1.
Perlu di harapkan agar pemerintah dalam setiap peraturan atau kebijakan yang di keluarkan harus dapat diperlakukan secara efektif dalam menangani kasus-kasus pelanggaran atau kejahatan dengan pemberlakuan dan penjatuhan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Dan disini di tuntut kebijaksanaan dan kejujuran para aparat penegak hukum demi tegaknya dan terciptanya keadilan tanpa meninggalkan Hak Asasi Manusia itu sendiri.
2.
Konvensi ini belum berlaku berlaku secara efektif, dengan bukti masih banyaknya penyiksaan yang terjadi kepada manusia yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak pernah memikirkan hak-hak orang lain. Tetapi semoga saja konvensi ini dapat berlaku secara lebih tegas untuk kedepannya agar Penyiksaan-penyiksaan itu tidak terjadi lagi.
3.
Praktek penyiksaan dan tindakan yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat ini sudah seharusnya mendapat ketegasan dari Komite Anti Penyiksaan, dengan harapan dapat membantu memperbaikki dan menghapus praktek-praktek penyiksaan di Negara Filipina. Sehingga sebaiknya pemerintah Negara Filipina harus melakukan monitoring terhadap setiap proses hukum kasus-kasus penyiksaan yang terjadi sebagai wujud
pelaksaanaan
Penyiksaan.
kewajibannya
Pemerintah
Negara
menurut
Konvensi
Filipinajuga
harus
Menentang menjalankan
kewajibannya untuk memenuhi hak-hak korban berupa hak atas kompensasi, rehabilitasi dan keadilan.
Universitas Sumatera Utara