BAB III PERKEMBANGAN KERJASAMA EKONOMI FEDERASI RUSIA DAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK DI BIDANG ENERGI DAN INFRASTRUKTUR
A.
Sejarah dan Perkembangan Kerjasama Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok Hubungan kerjasama antara Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok
merupakan hubungan yang telah terjalin ratusan tahun lamanya. Secara resmi, kontak pertama yang dilakukan oleh Federasi Rusia (dulunya bernama Uni Soviet, atau USSR) dan Republik Rakyat Tiongkok adalah pada tahun 1680an ketika terjadi bentrokan mengenai batas wilayah, yang pada akhirnya diselesaikan pada tahun 1689 melalui Perjanjian Nerchinsk (Treaty of Nerchinsk)
1
, yang
menggambarkan batas umum antara kedua negara. Pada saat itu Republik Rakyat Tiongkok tidak memiliki hubungan politik atau diplomatik apapun dengan negara Eropa selain Vatican, yang secara tidak formal hadir di Beijing karena adanya misi keagamaan Jesuit. Pada tahun 1727, Republik Rakyat Tiongkok diwakili oleh Kaisar Kangxi bernegosiasi dengan Peter the Great, seorang kaisar Federasi Rusia yang sangat terkenal sebagai tonggak reformasi Federasi Rusia, yang membuat Federasi Rusia menjadi sebuah bangsa yang besar pada saat itu. Sebagai hasil negosiasi, kedua belah pihak menandatangani sebuah perjanjian, yaitu Treaty of Kyakhta. 1
Alexander Mercouris. A Very Brief History of China-Russia Relations, diakses dari: http://darussophile.com/2014/05/a-very-brief-history-of-chinese-russianrelations/ pada tanggal 08 Februari 2015.
Perjanjian ini berisikan penjelasan atas gambaran batas-batas negara secara lebih spesifik. Dalam perjanjian tersebut, kedua negara juga sepakat untuk menyetujui adanya perdagangan antar batas kecil-kecilan antara kedua negara. Bahkan, pada akhirnya kedua negara menyetujui adanya kehadiran diplomatik Federasi Rusia di Beijing dalam bentuk gerejawi pada saat itu, yang tentunya menjadikan Federasi Rusia sebagai negara kedua setelah Vatikan yang memiliki hubungan langsung dengan Republik Rakyat Tiongkok. Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok menjalin hubungan yang terbilang sangat baik, bahkan hingga abad ke-18 dan pertengahan abad ke-19, Federasi Rusia merupakan satu-satunya negara Eropa yang menjalin hubungan baik dan memiliki kunjungan rutin ke Republik Rakyat Tiongkok. Sejak tahun 1793 hingga 1860, Federasi Rusia menjadi penengah antara Republik Rakyat Tiongkok, Perancis dan Inggris, dalam ekspedisi Anglo-French yang disebabkan karena adanya ketegangan antara Republik Rakyat Tiongkok dan negara Eropa Barat, yakni Inggris, Perancis, dan adanya keterlibatan Amerika Serikat. Konflik tersebut dikenal sebagai Second Opium War (Perang Opium Kedua). 2Diplomat Federasi Rusia menjadi penerjemah yang sangat terampil sebagai penengah dan memiliki peta akurat Republik Rakyat Tiongkok. Hal ini tentunya merupakan salah satu keistimewaan yang hanya dimiliki oleh Federasi Rusia, dikarenakan oleh rumitnya kebijakan Republik Rakyat Tiongkok terhadap negara Eropa lainnya. 2
Berdasarkan data U.S. Department of State: Office of the Historian, dalam artikel Milestones 1830-1860: The Opening to China Part II: the Second Opium War, the United States and the Treaty of Tianjin. Diakses dari https://history.state.gov/milestones/1830-1860/china-2, pada tanggal 8 Februari 2015.
Sangat disayangkan, pada tahun 1857 hingga 1860 hubungan yang baik tersebut mulai merenggang, diakibatkan oleh adanya krisis pemberontakan Taiping, ditambah lagi hubungan yang rumit antara Republik Rakyat Tiongkok dan negara Eropa Barat, serta adanya aneksasi daerah Amur. Republik Rakyat Tiongkok menandatangani perjanjian pada tahun 1858, namun perang yang ada masih berlangsung hingga pada tahun 1860, ketika Republik Rakyat Tiongkok meratifikasi perjanjian tersebut dan bersedia untuk menerima persyaratan yang tercantum. Ketegangan antara Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok tetap terjadi pada akhir abad ke-19. Dengan alasan kepentingan nasionalnya, Federasi Rusia mengeluarkan kebijakan yang mendukung Republik Rakyat Tiongkok dalam perang antara Tiongkok dan Jepang pada tahun 1895. Dukungan tersebut diberikan tidak dengan percuma, Federasi Rusia memaksa Republik Rakyat Tiongkok dalam pengadilan untuk memberikan sewa Pangkalan Angkatan Laut Tiongkok di Port Arthur. Pandangan Republik Rakyat Tiongkok terhadap Federasi Rusia tentunya berubah, yang mengakibatkan kebencian antara kedua negara tersebut pada saat itu. Harapan untuk menjalin hubungan yang baik antara Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok tidak serta-merta memudar. Pada bulan Oktober 1917, pemerintah Federasi Rusia dibawah Bolshevik mengumumkan pemberian hak teritorial istimewa kepada Republik Rakyat Tiongkok atas perjanjian tidak seimbang yang pernah ditandatangani sebelumnya. Federasi Rusia (pada saat itu bernama Uni Soviet) menjadi pendukung utama atas gerakan nasionalis
Republikan Tiongkok oleh Sun Ya-Tsen dan pemerintah Guomindang. Sun YaTsen juga merupakan pendukung Federasi Rusia. Hubungan antara Federasi Rusia (Uni Soviet) dan Republik Rakyat Tiongkok (Tiongkok) semakin berkembang pada tahun 1920an. Selama beberapa dekade, hubungan Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok mengalami naik-turunnya. Terjadi beberapa ketegangan di tahun 1960an, namun setelah kematian Mao Zedong, hubungan Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok kembali membaik. Sejak itu, hubungan antara keduanya tetap stabil. Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok memiliki konektivitas sejarah, budaya dan geografi untuk menjalin hubungan yang baik. Hubungan antara Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok dibandingkan dengan negara barat lainnya tentunya tidak dapat dibandingkan, terutama ketika hubungan tersebut telah dijalin selama hampir 500 tahun lamanya. Pada tahun 1991, tepatnya pada tanggal 27 Desember pemerintah Republik Rakyat Tiongkok mengumumkan pengakuannya terhadap Federasi Rusia sebagai negara yang independen, dan akhirnya menandatangani protokol perjanjian bilateral pada tanggal 31 Desember, yang menjadi perjanjian pertama setelah masa Perang Dingin. Hubungan Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok tidak dibatasi hanya sampai di sana, kedua negara menjalin berbagai kerjasama strategis, terbukti ditandatanganinya perjanjian kerjasama pada bulan April 1996. Perjanjian tersebut menjadi awal dari berbagai kerjasama lainnya yang dilakukan oleh Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok. Sejak itu, sebuah mekanisme pertemuan tahunan antar kepala pemerintahan Federasi Rusia dan Republik
Rakyat Tiongkok telah dilaksanakan.3 Ada kurang lebih 24 komite dan subkomite antar negara yang bekerja pada bidang yang berbeda. Konsultasi mengenai masalah strategi keamanan dilaksanakan secara reguler. Perjanjian antar negara dan antar agensi meliputi hampir semua kerjasama bilateral. Dalam dekade terakhir, keinginan politik kedua negara merupakan salah satu pendorong terjadinya pertumbuhan perdagangan bilateral dan pertukaran ekonomi yang luar biasa. Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok juga menandatangani “Treaty on Good Neighbourly Friendship and Cooperation between the Russian Federation and the People’s Republic of China” atau Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama Negara Tetangga antara Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok pada bulan Juli 2001, yang juga mereka sebut sebagai “dokumen politik yang menentukan perkembangan hubungan Sino-Rusia pada abad yang baru”.4 Pada tahun 2002, hubungan antara Amerika Serikat dan Federasi Rusia semakin membaik, begitu pula dengan hubungan Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok. Namun pada saaat itu, baik Federasi Rusia maupun Republik Rakyat Tiongkok mengobservasi kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat, serta merencanakan adanya kerjasama anti-Amerika, yakni perdagangan dengan tidak
3
Hal ini dibuktikan atas pertemuan yang terus-menerus dilaksanakan sejak tahun 2009, bahkan pada tahun 2010 Hu Jintao dan Dmitry Medvedev bertemu sebanyak tujuh kali, diakses dari http://en.kremlin.ru/events/president/transcripts/4486 dan http://en.special.kremlin.ru/catalog/countries/CN/events/page/6, pada tanggal 10 Februari 2015 4 Moscow Joint Statement of Russia and China Heads of State (Московское совместное заявление глав государств России и Китая), Collection of Russia-China Documents (Сборник российско-китайских документов), 1999–2007 (Moscow, 2007), 153
menggunakan mata uang U.S. Dollar.5 Sejak saat itu, Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok tidak henti-hentinya melakukan pertemuan dan konsultasi antar negara, membahas berbagai bentuk kerjasama yang dijalin antara kedua negara. Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok merayakan satu dekade ditandatanganinya perjanjian kerjasama antara kedua negara pada tahun 2006. Hal ini tentunya didasari oleh adanya prinsip saling menghormati dan adanya keseimbangan manfaat yang didapatkan oleh kedua negara. Presiden Putin mengunjungi Beijing pada bulan Maret di tahun yang sama atas pencapaian kerjasama kedua negara. Dalam kesempatan tersebut, Presiden Hu Jintao mengatakan bahwa mereka akan berkawan dari generasi ke generasi dan tidak akan menjadi musuh.6 Mulai pada tahun 2006 hingga tahun 2007, kedua negara merayakan Year of Russia dan Year of China, untuk mendemonstrasikan kekuatan kerjasama Sino-Rusia. Perayaan tersebut ditujukan untuk menguatkan hubungan antar negara pada tingkat lokal dan hubungan bilateral, hingga menjangkau langsung ke masyarakat. Pada masa perayaan tersebut, terjadi pelebaran investasi antar negara, pertukaran nilai-nilai budaya, kerjasama energi dan masalah lingkungan dan pengeluaran visa. Setelah Dmitry Medvedev menduduki jabatan kepresidenan pada tahun 2008, beliau menyetujui adanya Konsep Baru Kebijakan Luar Negeri Federasi Rusia yang menggarisbawahi pentingnya daerah Asia-Pasifik, khususnya Republik Rakyat Tiongkok. Hal ini ditunjukkan dengan kunjungan yang
5
Yu Bin. 2002. China-Russia Relations: Putin’s Partners in Beijing: Old and Young. Washington: Center for Strategic and International Studies. 6 J. Bellacqua. 2010. The Future of China-Russia Relations.University Press of Kentucky: Lexington.
dilakukannya ke Republik Rakyat Tiongkok dan Kazakhstan. Selain itu, Medvedev melanjutkan kebiasaan yang telah ditetapkan sebelumnya, yakni adanya pertemuan-pertemuan yang diadakan dalam setahun dengan Presiden Republik Rakyat Tiongkok, Hu Jintao. Sebagai produsen minyak terbesar di dunia, Federasi Rusia dengan penuh semangat mempromosikan perkembangan ekspor energinya, khususnya minyak bumi. Pada tahun 2009, Federasi Rusia menjadi negara produsen minyak terbanyak di dunia, menggantikan Arab Saudi, dengan kontribusi minyak dunia sebesar 12.5%. 7 Untuk mengembangkan kapasitas ekspor minyaknya, Federasi Rusia mulai mencari destinasi pemasaran minyaknya. Setelah resesi pada tahun 2009, Federasi Rusia mengalami pertumbuhan ekonomi yang terbilang lambat, yakni hanya 4,5% dibandingkan dengan Republik Rakyat Tiongkok, yakni 10,4% pada tahun 2010.8 Pada tahun 2010, Republik Rakyat Tiongkok dinobatkan sebagai konsumer energi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. 9 Pada bulan September di tahun yang sama, Federasi Rusia mengambil langkah yang besar untuk mencari pangsa pasar baru demi memasarkan hasil buminya – yakni minyak – ketika Presiden Dmitry Medvedev dan Presiden Republik Rakyat Tiongkok, Hu Jintao menghadiri upacara pembukaan pipeline ESPO (East Siberian-Pacific Ocean), yakni sebuah proyek yang bertujuan untuk memompa minyak bumi melalui jalur
7
Adnan Vatansever. 2010. Russia’s Oil Exports: Economic Rationale Versus Strategic Gains. Massachusets : Carnegie Endowment for International Peace. 8 Data Worldbank: http://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.MKTP.KD.ZG, diakses pada tanggal 12 April 2015 9 Menurut data U.S. Energy Information Administration, diakses dari: http://www.eia.gov, pada tanggal 10 April 2015
Samudera Pasifik, yang akan mulai beroperasi pada tahun berikutnya. Hal ini akan meningkatkan jumlah ekspor minyak dari Federasi Rusia ke Republik Rakyat Tiongkok hingga tiga atau empat kali lipat pada dekade berikutnya, dan menjadikan Republik Rakyat Tiongkok sebagai partner perdagangan terbesar Federasi Rusia, menggantikan Jerman. Tentunya, tingkat ekspor gas juga akan meningkat.10 Proyek ini selesai dengan sempurna pada tahun 2014, di mana pipeline yang dibangun 4.700km melintas dari Federasi Rusia ke Republik Rakyat Tiongkok. Gambar berikut menunjukkan rute pipeline yang dibangun: Gambar 1.1 Rute pipeline dari Federasi Rusia ke Republik Rakyat Tiongkok
Sumber: Erica S. Downs, 2010, Sino-Russian Energy Relations: An Uncertain Courtship. Brookings: USA 10
Arkady Moshes dan Matti Nojonen. 2011. FIIA Report: Russia-China Relations. (Tampere: Juvenes Print)
Gambar di atas menunjukkan rute pipeline yang telah dibangun dari sumber kilang minyak menujung ke kota Daqing di Republik Rakyat Tiongkok. Pembangunan pipeline tersebut merupakan salah satu bentuk usaha Federasi Rusia untuk mendongkrak ekonominya. Di sisi lain, Republik Rakyat Tiongkok diuntungkan karena mendapatkan sumber energi selain Timur Tengah yang jauh lebih efisien, karena memiliki lokasi yang berdekatan dengan Republik Rakyat Tiongkok. Setelah melakukan evaluasi atas hasil hubungan Sino-Rusia pada tahun 2010, petugas Kementrian Luar Negeri Republik Rakyat Tiongkok menyatakan, “The bilateral political mutual trust, practical cooperation, people-to-people exchanges, and strategic coordination reached an unprecedented level.” 11 Hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok telah mencapai suatu tingkatan di mana terdapat kepercayaan antara kedua belah pihak dan bahwa adanya kerjasama yang praktis, pertukaran sumber daya manusia dan koordinasi strategis yang dijalin antar kedua negara yang tidak terduga sebelumnya. Pemerintah Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok telah berusaha dengan baik untuk menjaga hubungan kedua negara. Pada tanggal 1 Januari 2011, pipeline Federasi Rusia – Republik Rakyat Tiongkok secara resmi beroperasi, di mana 15 juta ton minyak dikirimkan ke Republik Rakyat Tiongkok melalui jalur tersebut. 12 Namun angka tersebut
11
Situs resmi Republik Rakyat Tiongkok: China and Russia, http://www.fmprc.gov.cn/eng/wjb/zzjg/dozys/gjlb/3220/ t16725.htm/, diakses pada tanggal 10 April 2015 12 Victor Larin. 2012. Russia and China: New Trends in Bilateral Relations and Political Cooperation dalam Laporan Asia-Pacific Center for Security Studies: From
tidaklah banyak, melihat dari total konsumsi energi Republik Rakyat Tiongkok yang sangat tinggi. Pada tahun tersebut, Federasi Rusia mendapatkan hanya 6% dari total impor minyak di Republik Rakyat Tiongkok, sedangkan Timur Tengah masih menjadi penyedia minyak teratas di Republik Rakyat Tiongkok. 13 Namun bagaimanapun, keberadaan Federasi Rusia sebagai salah satu partner strategis di Republik Rakyat Tiongkok terus meningkat. Tingginya permintaan minyak Republik Rakyat Tiongkok mengakibatkan dibutuhkannya pembangunan pipeline fase kedua, pipeline tersebut dibangun dengan menghubungkan sebuah terminal baru yang berdekatan dengan Vladivostok di Laut Jepang, hingga mencapai Daqing. Pembangunan ini berakhir pada bulan Desember 2012. Di tahun yang sama, Federasi Rusia akhirnya menjadi anggota World Trade Organization (WTO), memberikan Rusia kebebasan untuk berdagang, dan menjadi harapan agar tercipta prospek perdagangan dan investasi yang lebih baik bagi Republik Rakyat Tiongkok. Total investasi Republik Rakyat Tiongkok untuk Rusia pada tahun 2012 meningkat, yakni sebesar US$27,922 juta, yang merupakan 7.7% dari total Foreign Direct Investment (Investasi Asing Langsung)14 Kurang dari setahun setelah Vladimir Putin kembali naik ke posisi kepresidenan pada tahun 2012, Xi Jinping pada bulan Maret 2013 terpilih sebagai Presiden Republik Rakyat Tiongkok. Sebagai presiden yang baru, Xi Jinping APEC 2011 to APEC 2012: American and Russian Perspectives on Asia Pacific Security and Cooperation (Honolulu: APCSS) 13 14
Ibid. Hlm 181 Sujit Kumar. 2013. Russia-China Relations: An Analysis. Diakses dari: http://sites.uom.ac.mu/wtochair/attachments/article/83/SujitKumar-RussiaChina%20Economic%20Relations%20An%20Analysis.pdf , pada tanggal 12 April 2015.
memilih Rusia sebagai tujuan pertama kegiatan hubungan luar negerinya dan memberikan signal bahwa beliau ingin tetap menjadikan Federasi Rusia sebagai prioritas dalam kerjasama bilateralnya. Lebih jauh lagi, kerjasama antar kedua negara tersebut membuat Amerika Serikat frustrasi terhadap tindakan veto Republik Rakyat Tiongkok dan Federasi Rusia untuk menghalangi usaha Perserikatan Bangsa-Bangsa melawan rezim Assad di Suriah dan kekhawatiran Amerika Serikat terhadap gerakan anti-Amerika dalam kerjasama energi kedua negara tersebut yang menggunakan mata uang mereka masing-masing. 15 Kerjasama kedua negara semakin berkembang dari masa ke masa, hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor seperti adanya ikatan historis, kesamaan visi dan bahkan kepentingan strategis. Kedua negara menyetujui untuk meningkatkan volume perdagangan tahunannya menjadi US$100 Milyar di tahun 2015 dan US$200 Milyar di tahun 2020 saat Xi Jinping berkunjung pada bulan Maret 2013.16 Disamping adanya ikatan historis, kesamaan visi dan berbagai kepentingan strategis, hubungan Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok semakin berkembang sejak Rusia dikenakan sanksi dari Uni Eropa dan Amerika atas kasus perselisihan Rusia-Ukraina yang memberatkan perekonomian Rusia pada saat itu. Tepatnya pada bulan Maret 2014, Rusia tidak lagi dapat melakukan kerjasama ekonomi dengan negara di bawah Uni Eropa, Amerika Serikat dan organisasi lainnya. Hal ini tentunya sangat krusial bagi Federasi Rusia, karena Uni Eropa 15
China-Russia: A Special Relationship. Diakses dari http://www.euronews.com/2013/03/22/china-russia-a-special-relationship/, pada tanggal 30 Februari 2015 16 Berdasarkan pernyataan Xi Jinping melalui http://news.xinhuanet.com/english/china/201310/21/c_132817648.htm, diakses pada tanggal 21 Maret 2015.
memiliki pangsa pasar minyak Rusia sebanyak 75%. 17 Selama bertahun-tahun lamanya Uni Eropa menjadi negara tujuan ekspor minyak terbesar bagi Federasi Rusia. Tahun 2014, dijadikan sebagai tahun kesempatan bagi Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok untuk menjalankan strategi kerjasamanya. Pada bulan Mei 2014, Presiden Putin mengunjungi Shanghai untuk menghadiri Konferensi SCO
(Shanghai
Cooperation
Organization),
yang
membahas
mengenai
peningkatan interaksi dan kepercayaan diri di Asia, serta menandatangani 46 dokumen. Hal ini diikuti dengan kunjungan Perdana Menteri Li Keqiang ke Moscow, di mana kedua pihak menandatangani 38 dokumen perjanjian. Russia dan Republik Rakyat Tiongkok akhirnya menandatangani perjanjian transaksi sebesar US$400 Milyar18, di mana Federasi Rusia akan berperan sebagai penyedia gas alam untuk Republik Rakyat Tiongkok melalui pipeline selama 30 tahun, menjadi salah satu perjanjian terbesar antara salah satu produsen dan konsumer energi terbesar di dunia.19 Secara keseluruhan, kerjasama yang dijalin antara Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok merupakan kerjasama yang berkesinambungan dan kian berkembang dengan berjalannya waktu. Kerjasama yang dijalin di antara keduanya merupakan kerjasama mutual yang menguntungkan kedua belah pihak, di satu sisi Federasi Rusia mendapatkan salah satu sumber dana atas hasil kerjasama perdagangan yang dilakukan, terutama setelah Federasi Rusia 17
Menurut data statistik Stratfor, dari http://www.stratfor.com, diakses pada tanggal 12 April 2015 18 Alexander Gabuev. 2015. A “Soft Alliance”? Russia-China Relations After The Ukraine Crisis. London: European Council on Foreign Relations. Hlm 4 19 Alexander Gabuev, Loc.cit.
mendapatkan sanksi dari negara-negara Uni Eropa, Amerika Serikat, serta organisasi atau negara lainnya.
B.
Bentuk Kerjasama Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok Sejak tahun 1991 ketika terjadi perpecahan Uni Soviet, Federasi Rusia dan
Republik Rakyat Tiongkok telah menjalin hubungan kerjasama. Kerjasama yang dijalin antara Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok berkembang dari masa ke masa, dalam berbagai bidang. Karena adanya pertumbuhan ekonomi Republik Rakyat Tiongkok yang luar biasa, maka Republik Rakyat Tiongkok membutuhkan sumber pasokan sumber daya alam yang cukup untuk memenuhi permintaan domestiknya, sehingga perdagangan dengan Federasi Rusia, yang menyediakan pasokan sumber daya alam seperti minyak dan batu bara dapat menjadi partner perdagangan yang baik, terlebih lagi Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok memiliki kesamaan kepentingan secara politis dan geografis. Kerjasama yang dilakukan antara Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok meliputi kerjasama dalam bidang pendidikan dan kebudayaan, kerjasama di bidang militer, kerjasama ekonomi, terutama di bidang energi dan pembangunan infrastruktur.
1.
Kerjasama di Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Republik Rakyat Tiongkok dan Federasi Rusia telah melakukan kerjasama
dalam bidang pendidikan dan kebudayaan sejak tahun 1992.
20
Dengan
pelaksanaan kerjasama tersebut, kedua negara mengharapkan bahwa dapat terjalin hubungan erat di antara kedua belah pihak. Sejak akhir tahun 1990an hingga 2000, kedua negara telah mencoba merevitalisasi hubungan kebudayaannya. Dalam jangka waktu lima tahun kedua negara telah mengadakan sejumlah aktivitas kebudayaan seperti: pelaksanaan festival, pertukaran karya seni puisi dan karya tulis, perkenalan tari-tarian tradisional baik tarian Republik Rakyat Tiongkok maupun Federasi Rusia, serta pertunjukan musik. Pada tahun 2006, Presiden Republik Rakyat Tiongkok saat itu, Hu Jintao dan Presiden Putin menandatangani perjanjian pertemanan yang baik antar negara tetangga (good-neighbourly friendship cooperation) kerjasama pendidikan dan kebudayaan dan sejak saat itu, kedua negara mengadakan perayaan Year of China dan Year of Russia21 setiap tahunnya. Perayaan tersebut dilaksanakan di masingmasing negara untuk memperkenalkan dan menggarap nilai-nilai kebudayaan negara yang satu terhadap negara yang lainnya. Selanjutnya pada tahun 2009 hingga tahun 2010 dilakukan pertukaran bahasa di antara kedua negara. Pada tahun 2010, Federasi Rusia mengadakan The Year of Chinese Language, sepanjang tahun tersebut ada kurang lebih 100 20 21
A Collection of Russian-Chinese Agreements 1949-1999. (Moscow:Terra-Sport, 1999) Dalam laporan resmi pelaksanaan perayaan Year of China di Federasi Rusia, dari http://www.china.org.cn/english/features/phrt/204153.htm, diakses pada tanggal 20 April 2015
Universitas yang dibiayai oleh negara yang menjalankan kursus bahasa Mandarin, dengan
40
diantaranya
terdaftar
sebagai
bahasa
asing
pertama
yang
dipelajarinya.22 Terdapat lebih 10.000 mahasiswa S1 dan S2 yang terdaftar telah mempelajari bahasa Mandarin di Federasi Rusia.23 Pada tahun 2012, Presiden Dmitry Medvedev menandatangani sebuah Dekrit yang berjudul “The Year of Russian Tourism in People's Republic of China and the Year of the Chinese Tourism in the Russian Federation.” Tahun 2012 hingga 2013 dijadikan sebagai tahun pelaksanaan “Years of Two-way Tourism” di antara Republik Rakyat Tiongkok dan Federasi Rusia. Dalam rentang waktu tersebut, kedua negara akan berkesempatan untuk saling memperkenalkan situssitus pariwisatanya kepada masyarakat lokal, baik di Federasi Rusia maupun di Republik Rakyat Tiongkok. Hal ini tentunya tidak akan menjadi masalah, karena baik warga negara Federasi Rusia maupun Republik Rakyat Tiongkok dapat melakukan perjalanan kunjungan ke negara tetangganya dengan bebas visa jika melakukan perjalanan selama maksimal lima belas hari lamanya serta maksimal 50 orang per kelompok.24 Setelah naiknya kembali Presiden Putin dan terpilihnya Presiden Xi Jinping, Federasi Rusia dan RRC, berbagai kerjasama pendidikan dan kebudayaan terus
22
Menurut Pei Yufang, penasehat pendidikan Kedutaan Besar Republik Rakyat Tiongkok di Federasi Rusia, diakses dari http://news.xinhuanet.com/english2010/indepth/2010-03/23/c_13221481.htm pada tanggal 12 April 2010 23 Ibid. 24 Sesuai dengan data Kementerian Pariwisata Federasi Federasi Rusia, diakses dari: http://www.russiatourism.ru/en/contents/deyatelnost/internationalactivities/interregional-and-bilateral-cooperation/year-of-russian-tourism-inchina, diakses pada tanggal 16 April 2015
dilanjutkan. Sebagai contoh, pada tahun 2013, Perdana Menteri Li Keqiang mewakili Republik Rakyat Tiongkok melakukan kunjungan ke Rumah Jabatan Federasi Rusia di Moscow sebagai kunjungan reguler ke-19. Dalam pertemuan tersebut Li Keqiang juga menegaskan bahwa hubungan kerjasama kebudayaan dan pendidikan antara kedua negara sangatlah berkembang.25 Hal ini dibuktikan dengan banyaknya jumlah siswa Republik Rakyat Tiongkok yang ingin mengenyam pendidikan di Federasi Rusia, serta dilaksanakannya berbagai program pertukaran pelajar. Kerjasama yang dijalin antar kedua negara dalam bidang kebudayaan tidak menutup kemungkinan akan menjadi salah satu faktor terbentuknya hubungan bilateral yang solid atau semakin erat. 2.
Kerjasama di Bidang Militer Rusia sebagai salah satu negara yang memproduksi peralatan militer
menjadi sumber impor militer bagi Republik Rakyat Tiongkok, terutama setelah negara anggota Uni Eropa mengembargo Republik Rakyat Tiongkok sebagai konsekuensi protes Tiananmen di tahun 1989, yang akhirnya meningkatkan penjualan alat militer Federasi Rusia ke negara asing hingga 20-50%.
26
Perdagangan alat-alat mesin, reaktor nuklir, dan peralatan militer lainnya menjadi produk ketiga terbanyak yang diekspor oleh Rusia ke Tiongkok. 27 Kerjasama militer antara kedua negara meliputi perdagangan alat-alat militer, mesin, reaktor
25
Dalam catatan pertemuan Federasi Federasi Rusia, diakses dari http://government.ru/en/news/15197/, pada tanggal 16 April 2015 26 Sejarah http://thediplomat.com/2010/04/why-china-snubs-russian-arms/3/ 27 Sesuai dengan data peta perdagangan (Trade Map) Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok, diakses dari www.trademap.org pada tanggal 12 Mei 2015
nuklir, transportasi militer seperti misil pertahanan udara, dan lainnya. Disamping itu, dilakukan juga berbagai pelatihan militer. Pada awal abad ke-21, hubungan kerjasama militer antar keduanya menjadi pudar, di mana Rusia enggan untuk melakukan perdagangan alat-alat militer kepada Republik Rakyat Tiongkok karena alasan keamanan, namun pada tahun 2010 hubungan militer kedua negara mulai membaik. Perdagangan peralatan militer kembali dijalankan, hingga mencapai hampir US$850 juta.28 Pada tahun 2014, Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok merencanakan untuk mengadakan pelatihan gabungan bagi para angkatan laut di Mediterania pada musim semi berikutnya. Hal ini dilakukan untuk memperkuat aliansi militer Rusia dan Tiongkok. 29 Hingga kini, kerjasama militer Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok terus berlanjut dan berkembang, serta menjadi salah satu topik perhatian publik.
3.
Kerjasama di Bidang Ekonomi Kerjasama antara Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok sangat ditentukan
oleh adanya potensi geografis dan pertumbuhan ekonomi. Rusia, jika dibandingkan dengan Republik Rakyat Tiongkok masih tertinggal jauh dalam pertumbuhan ekonominya. Menurut data WorldBank, pada tahun 2013 penghasilan bruto Rusia hanyalah 2/9 dibandingkan dengan RRC. 30 Namun,
28
Ibid. Dalam pernyataan Wakil Menteri Pertahanan Federasi Rusia, Anatoly Antonov, diakses dari http://tass.ru/en/russia/794057, pada tanggal 12 Mei 2015 30 Worldbank, Ibid. 29
karena adanya kesamaan historis dan kepentingan, maka keduanya melakukan perdagangan. Rusia melihat Tiongkok sebagai sebuah negara yang memiliki populasi yang besar, sehingga dapat menjadi tujuan pemasaran produk Rusia. Oleh karena tingginya permintaan konsumsi minyak, Republik Rakyat Tiongkok harus mencari partner perdagangan minyak yang menguntungkan. Rusia merupakan partner yang sesuai bagi Republik Rakyat Tiongkok untuk melakukan perdagangan, terutama karena Rusia merupakan salah satu negara penghasil minyak terbesar di dunia per tahun 2015, yakni sekitar 10 juta barel per hari, atau sebesar 14,05% kontribusi terhadap produksi minyak bumi global. 31 Selain itu, kedua negara sepakat untuk melakukan perdagangan dengan menggunakan mata uangnya sendiri, dan bukan menggunakan U.S. Dollar, yang tentunya menguntungkan bagi kedua pihak. Kerjasama ekonomi antara Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok meliputi perdagangan berbagai komodi. Rusia mengekspor berbagai hasil bumi seperti kayu dan serat kayu, mesin, reaktor nuklir, boilers, yang terbanyak adalah bahan bakar mineral, produk penyulingan dan minyak, dan lain-lain. Sebaliknya, Tiongkok mengekspor berbagai jenis kendaraan selain kereta api, pakaian dan aksesoris, alat-alat elektrik dan elektronik. Kerjasama ekonomi dengan nilai terbesar yang dilakukan oleh kedua negara tersebut merupakan kerjasama energi yang ditandatangani pada tahun 2014.
31
Sesuai data http://www.eia.gov, diakses pada tanggal 12 Mei 2015
Transaksi minyak gas tersebut bernilai hingga US$400 milliar32, yang meliputi pembangunan pipeline ke Republik Rakyat Tiongkok, dibangun untuk mendistribusikan minyak langsung dari kilang di Rusia hingga ke Tiongkok. Selain perdagangan, kerjasama ekonomi antara Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok juga meliputi investasi langsung dari negara asing (Foreign Direct Investment), pelaksanaan berbagai proyek kerjasama seperti pembangunan sektor agrikultur (pangan) baik di Rusia maupun Tiongkok melalui dana investasi. Dana investasi tersebut dialirkan ke dalam sebuah lembaga pendanaan yakni RCIF (Russia-China Investment Fund) yang didukung oleh lembaga dana investasi langsung pemerintah Rusia (Russian Direct Investment Fund, disingkat RDIF) serta lembaga investasi pemerintah Tiongkok (China Investment Corporation, disingkat CIC). Investasi yang ditanamkan kedalam lembaga tersebut bernilai 2 Milyar Dollar Amerika dengan saham seimbang antar kedua negara. Dengan proyeksi penambahan US$2 Milyar yang diharapkan dapat diraup dari investor internasional.33 Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok melakukan investasi pembangunan dan perkembangan dalam berbagai sektor. Sektor-sektor tersebut merupakan sektor transportasi dan logistik, konsumer dan retail, pembangunan pabrik yang maju, pertambangan dan penggarapan sumber daya alam, pertanian atau agrikultur, dan jasa keuangan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat kedua negara, dengan melakukan kerjasama yang semakin erat, 32
Diakses dari http://asia.rbth.com/business/2014/05/21/russia-china_talks_yield_30year_gazprom_contract_worth_400_billion_36823.html, pada tanggal 10 Desember 2014 33 Russian Direct Investment Fund (RCIF). Disadur dari www.rcif.com, diakses pada tanggal 12 Mei 2015.
serta melakukan reformasi struktural di Republik Rakyat Tiongkok dan Federasi Rusia.34 Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu faktor penting yang menandakan adanya perkembangan suatu negara. Oleh karena itu, Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok juga tidak mengabaikan proses pembangunan infrastruktur. Dalam bidang pembangunan infrastruktur, Federasi Rusia dikenal sebagai salah satu negara pencipta alat transportasi terbaik. Oleh karena itu, Republik Rakyat Tiongkok ingin menandatangani kerjasama dan melakukan investasi untuk proyek pembangunan infrastruktur dengan Federasi Rusia. 35 Selama kurang lebih 10 tahun lamanya, Republik Rakyat Tiongkok menjadi salah satu negara investor terbesar di Federasi Rusia. Kerjasama dalam bidang infrastruktur yang telah dilaksanakan meliputi pembangunan
transportasi,
jalur
kereta
api,
perkembangan
pengelolaan
pertambangan, pembangunan infrastruktur penyaluran energi (yang kurang lebih mencapai 70 Milyar Dollar Amerika)36 pembangunan proyek rumah di Federasi Rusia, serta pembangunan jembatan untuk penyeberangan sungai antar batas. Dalam data terakhir pada awal bulan Mei 2015, Rusia dan Tiongkok akan mengumumkan
bahwa
keduanya
akan
memprioritaskan
mega-proyek
pembangunan infrastruktur. Federasi Rusia akan menerima investasi dari
34
RCIF. Ibid. Dalam liputan langsung penandatanganan kerjasama Federasi Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok, diakses dari http://www.washingtonpost.com/world/europe/china-russia-sign-400-billiongas-deal/2014/05/21/364e9e74-e0de-11e3-8dcc-d6b7fede081a_story.html, pada tanggal 20 April 2015 36 Ibid. 35
Republik Rakyat Tiongkok sebanyak 300 Milyar Rubles37 atau sekitar 60 Milyar Dollar Amerika dalam pembangunan kereta berkecepatan tinggi untuk menghubungkan antara Moscow dan Kota Kazan Rusia yang akan diselesaikan pada tahun 2020.38 C.
Kerjasama Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok Di Mata Global Kerjasama antara Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok secara
umum telah menarik perhatian masyarakat internasional, terutama bagi para politikus atau pelaksana negara. Kerjasama di antara kedua negara tersebut mendapatkan respon yang berbeda-beda di setiap kalangan. Bagi sebagian analis, hubungan kerjasama antara Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok dibutuhkan untuk kelangsungan keduanya, serta menguntungkan bagi kedua negara. Namun di sisi lain, bagi analis lainnya merasa ragu terhadap kerjasama yang dibantun antara keduanya. Sebagai contoh, Bobo Lo, mantan duta besar Australia hubungan kerjasama antar kedua negara tersebut tidak seimbang, serta bukanlah ancaman bagi Amerika Serikat ataupun negara lainnya.39 Setelah menerima sanksi dari Uni Eropa dan Amerika Serikat, Federasi Rusia telah menjadikan Republik Rakyat Tiongkok sebagai partner pengganti perdagangan produk domestiknya. Sanksi yang telah diterima oleh Rusia telah mengakibatkan adanya penurunan cadangan devisa pada bulan Februari 2014
37
Pernyataan Presiden Putin, dari: http://uk.reuters.com/article/2015/05/08/russia-chinaidUKL5N0XZ24F20150508, diakses pada tanggal 21 April 2015 38 Dalam data Keputusan Pemerintah Federasi Rusia: http://government.ru/en/docs/17998/, diakses pada tanggal 10 Mei 2015 39 Bobo Lo. 2008. Axis of Convenience. London: Brookings Institution Press
sebanyak 29% dari bulan Januari 2014. Oleh karena itu, sebagian ahli menyatakan bahwa Rusia bukanlah ancaman.40 Namun, bagi sebagian ahli, salah satunya Gilbert Rozman, seorang profesor Universitas Princeton, kerjasama yang dijalin antara Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok merupakan sebuah perjuangan kedua negara untuk mendirikan sebuah tatanan internasional yang baru, serta untuk mempertahankan identitas nasional negaranya. Tentunya Rusia sebagai negara berdaulat, harus mengusahakan jalan yang terbaik untuk kelangsungan negaranya, dan dengan kesempatan yang ada, yakni kerjasama dengan Republik Rakyat Tiongkok yang merupakan negara dengan GDP tertinggi kedua di dunia tentunya menjadi opsi yang baik bagi Federasi Rusia, meski tentunya hal itu tidak serta-merta terjadi. Indonesia di sisi lain dengan kebijakan bebas-aktif terbuka kepada kedua negara untuk melakukan kerjasama dalam berbagai bidang. Kerjasama yang dijalin oleh Indonesia dan Rusia-Tiongkok terus berlanjut tanpa hambatan. Bahkan, Pemerintah Indonesia diwakili oleh Joko Widodo, setelah menghadiri KTT APEC di Beijing, sepakat untuk melakukan kerjasama dengan Rusia dalam bidang infrastruktur, serta kerjasama dalam perdagangan dengan Republik Rakyat Tiongkok terus berlanjut. Sedangkan, bagi Uni Eropa, hubungan antara Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok bukan merupakan berita yang baik, terutama setelah Uni Eropa memberikan sanksi bagi Rusia. Dalam sebuah tulisan dari Alexander Gabuev, salah seorang anggota dan penulis dari Dewan Hubungan Internasional Eropa 40
http://www.brookings.edu/blogs/order-from-chaos/posts/2015/03/12-we-may-live-differentworlds-sanctions-russia-still-make-sense-pifer, diakses pada tanggal 30 April 2015
(European Council on Foreign Relations) menyatakan bahwa Uni Eropa memiliki dua opsi menangani hubungan kerjasama Rusia dan Tiongkok yang dapat mengakibatkan dependensi Rusia terhadap Tiongkok yakni: (1) Bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk meningkatkan tekanan bagi Rusia dengan memberikan sanksi terhadap perusahaan Republik Rakyat Tiongkok yang melakukan kerjasama atau bisnis dengan Rusia, atau (2) Mencoba untuk merenggangkan hubungan kerjasama Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok dengan mendorong negara Asia lainnya seperti Jepang dan Korea Selatan untuk bekerjasama dengan Rusia untuk mengurangi ketergantungan Rusia terhadap Tiongkok. Federasi Rusia dan Republik Rakyat Tiongkok harus secara seimbang untuk berusaha menjalin hubungan yang baik satu sama lain agar dapat menepis kritik dari pihak lain yang meragukan keduanya dapat berhasil. Baik pendapat optimis maupun pesimis, tidak dapat mengalahkan fakta jika hubungan kedua negara tersebut saat ini sedang berkembang dan keduanya sedang menjalankan berbagai kerjasama untuk mempererat hubungan tersebut. Namun tentunya, tidak dapat dipungkiri bahwa baik Republik Rakyat Tiongkok maupun Federasi Rusia telah memiliki agenda nasional tersendiri yang memiliki perbedaan.