5 Tabel 2 Kisaran nilai albedo (unitless) tiap penutup lahan Penutup Lahan Albedo (Unitless) Hutan alam Agroforest Karet Monokultur Karet P. Kelapa Sawit Semak Belukar T. Paku-Pakuan Sawah Pemukiman Badan Air Sumber: Setiawan
Min 0.043 0.048 0.051
Max 0.056 0.058 0.065
Mean 0.051 0.052 0.053
0.052 0.057 0.057 0.066 0.070 0.141 (2006)
0.070 0.077 0.077 0.090 0.140 0.257
0.060 0.064 0.067 0.077 0.093 0.190
2.5 Pengindraan Jauh (Remote Sensing) Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi mengenai sebuah objek, area atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dari alat yang tidak bersentuhan langsung dengan objek, area atau fenomena yang sedang diamati Lillesand dan Kiefer (1997). Prinsip dasar penginderaan jauh adalah perekaman informasi dengan menggunakan matahari dan sumber energi dalam sensor sebagai sumber tenaga. Radiasi yang dipancarkan oleh matahari atau sumber energi lainnya akan dipantulkan kembali oleh permukaan bumi dan atmosfer dalam bentuk reflektansi permukaan. Hasil pantulan tersebut akan direkam oleh sensor satelit. Hasil perekaman tersebut akan digunakan dalam proses pengolahan data untuk memperoleh informasi tentang permukaan bumi. 2.5.1 Citra Satelit Landsat Teknologi penginderaan jauh satelit dipelopori oleh NASA Amerika Serikat. Sensor Thematic Mapper mengamati obyek-obyek di permukaan bumi dalam 7 band spektral, yaitu band 1, 2 dan 3 adalah sinar tampak (visible), band 4, 5 dan 7 adalah infra merah dekat, infra merah menengah, dan band 6 adalah infra merah termal yang mempunyai resolusi spasial 120 x 120 m. Luas liputan satuan citra adalah 175 x 185 km pada permukaan bumi. Landsat 5 mempunyai kemampuan untuk meliput daerah yang sama pada permukaan bumi pada setiap 16 hari, pada Kemampuan
ketinggian orbit 705 km (Sitanggang, 1999 di acu dalam Ratnasari 2000). Satelit Landsat-7 mengorbit pada ketinggian 705 km, sun synchronous, dan memetakan bumi dengan siklus pengulangan 16 hari sekali. Sistem Landsat-7 dirancang untuk bekerja 7 band atau kanal energi pantulan (band 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8) dan satu band energi emisi band 6, (tabel 2). Data ETM+ yang dikalibrasi dengan baik dapat diolah untuk mengubah energi surya yang dikumpulkan oleh sensor menjadi nilai radiance. Sensor ETM+ bekerja pada 3 resolusi, yaitu 30 meter untuk band 1-5, dan 7, 60 meter untuk band 6, dan 15 meter untuk band 8. Luas cakupan citra Landsat adalah sekitar 185 km x 185 km. BAB III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei – Agustus 2010. Lokasi yang dijadikan sebagai daerah kajian penelitian adalah Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur 02º 32’ LS 112º 58’ BT, provinsi Kalimantan Tengah. Pengolahan data dilakukan di laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Udara Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB. 3.2 Data dan Alat Penelitian 3.2.1 Data yang digunakan • Data citra Landsat 5 TM Path/Row 119/062, 7 Februari 1989. Data citra Lansat 7 ETM+ Path/Row 119/062, 19 Agustus 2004 diperoleh dari web: http://glovis.usgs.gov/. Peta dasar wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur . Peta sebaran lahan gambut oleh Wetlands International , Indonesia Program, 2002. 3.2.2 Alat yang digunakan • PC (Personal Computer), Software Ms. Excel dan Ms. Word 2007 • Software Er Mapper Software ini digunakan untuk analisis Suhu permukaan dan suhu udara dengan metode perhitungan suhu permukaan dan komponen neraca energi. • Sofware Arc View Gis 3.3 with full extenxion Software ini digunakan untuk menghitung besar luasan klasifikasi tutupan lahan dan pembuatan layout peta.
6
3.3 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan dua analisis yaitu analisis suhu permukaan, analisis komponen neraca energi untuk mengetahui nilai suhu udara. 3.3. 1 Analisis Suhu Permukaan 3.3.1.1 Pengolahan Awal Citra Satelit 1. Koreksi Geometrik dan Radiometrik : Koreksi geometrik dilakukan untuk meminimalisasi error atau kesalahan geometri dari citra satelit yang terdistorsi karena perbedaan sistem koordinat dan datum. Koreksi Radiometrik dilakukan untuk menghilangkan error atau kesalahan nilai spektral citra satelit yang disebabkan oleh proses penyerapan, penghamburan dan pemantulan di atmosfer selama proses akuisisi citra satelit 2. Cropping Wilayah Kajian Cropping bertujuan untuk mengefisienkan besarnya citra satelit yang akan diolah. Metode yang digunakan adalah metode sub-sampling image dengan memotong wilayah kajian dengan data vektor. 3. Klasifikasi Penutup Lahan Klasifikasi citra dilakukan dengan menggunakan metode klasifikasi tidak terbimbing atau Unsupervised Classification. .
sedangkan landsat TM hanya dibagi menjadi 5 kelas. 3.3.1.2 Estimasi Suhu Permukaan Untuk mengestimasi suhu permukaan dari citra satelit Landsat TM/ETM+ digunakan band 6. Band 6 yang memiliki panjang gelombang 10.40 - 12.50 μm, juga memiliki fungsi sebagai band thermal infrared. Adapun tahap yang dilakukan untuk mendapatkan nilai suhu permukaan adalah sebagai berikut ; 1. Konversi Nilai Digital Number ke Dalam Nilai Spectral Radiance Suhu kecerahan dihitung dengan menggunakan nilai spectral radiance yang diperoleh dari nilai digital number USGS (2002), persamaannya adalah : Lλ = Gain * QCAL + Offset.......................(1) LMAX ( i ) − LMIN ( i ) ⎛ L χ = ⎜⎜ QCAL MAX − QCAL MIN ⎝
..............................................................(2) Dimana : = Spectral radiance pada kanal ke i (Wm-2sr-1μm-1) QCAL = Nilai digital number kanal ke i LMIN = Nilai minimum spectral radiance kanal ke i LMAX = Nilai maximum spectral radiance kanal ke i QCALMIN = Minimum pixel value QCALMAX= Maximum pixel value (255) Lλ
2. Konversi Nilai Spectral Radiance (Lλ) ke Dalam Brightness Temperature (TB) Persamaan yang digunakan mengikuti hubungan yang sama dengan persamaan Planck dengan dua konstanta kalibrasi. Konstanta kalibrasi data citra landsat K1= 666.09 Wm-2sr-1μm-1 dan K2 = 1282.71K untuk landsat ETM sedangkan untuk landsat TM, K1= 607,76 Wm-2sr-1μm-1 dan K2 = 1260.56K, USGS ( 2002). TB =
Gambar 3 Proses Klasifikasi Unsuvervised (Harry et al, 2002). Pada citra Landsat 1989, 2004, untuk lansat ETM+ dibagi menjadi 6 kelas untuk mendapatkan penutup lahan diantaranya : hutan primer, hutan sekunder, badan air, perkebunan, lahan terbuka, semak belukar,
⎞ ⎟⎟ × (QCAL MAX − QCAL MIN ) + LMIN ( i ) ⎠
K2 …... .............(3) ⎛ K1 ⎞ ln ⎜ + 1⎟ ⎝ Lλ ⎠
Di dalam software Er-Mapper formula yang digunakan untuk mengestimasi brightness temperature (TB) didasarkan pada persamaan (2) dan (3) di atas, ekspresi formulanya adalah sebagai berikut (USGS, 2002) ;
7
TB = (1282.71/log (1+666.09) / (17.04/255) *i1)))-273.15 ...................................(4)
3.
Koreksi Emisivitas Untuk mendapatkan suhu permukaan dari citra landsat ETM+, perlu dikoreksi dengan emisivitas benda melalui persamaan (Weng 2001) :
Ts (koreksi) =
TB …..........(5) ⎛ λTB⎞ 1+ ⎜ ⎟ lnε ⎝ ∂ ⎠
Dimana : Ts = Suhu permukaan yang terkoreksi (K) λ = Panjang gelombang radiasi emisi (11.5 µm) ∂ = hc/ σ (1.438 x 10-2 mK) h = Konstanta Planck (6.26x10-34 J sec) c = Kecepatan cahaya (2.998 x 108 m sec-1) ε = Emisivitas σ = Konstanta Stefan Boltzman (1.38 x 10-23 JK-1) Nilai emisivitas untuk lahan non vegetasi yaitu sekitar 0.92, untuk lahan vegetasi sekitar 0.95, dan nilai emisivitas untuk air sekitar 0.98 (Weng 2001). 3.3.2
Analisis Komponen Neraca Energi Komponen neraca energi terdiri dari albedo, radiasi netto, fluks pemanasan permukaan (G), fluks pemanasan udara (H), fluks pemanasan laten ( λE), dan fluks radiasi untuk fotosintesis tumbuhan. Namun dalam penelitian ini hanya mengkaji albedo, fluks pemanasan permukaan (G) dan radiasi netto . 3.3.2.1 Radiasi Gelombang Pendek dan Albedo Energi radiasi gelombang pendek yang dipantulkan oleh suatu permukaan, dapat diduga dari sensor satelit yang menerima kisaran panjang gelombang pendek. Pada citra satelit landsat kisaran panjang gelombang pendek diterima oleh kanal visible (1, 2 dan 3). Persamaan yang digunakan mengikuti persamaan (2), dengan nilai QCAL, LMIN dan LMAX untuk band 1, 2, dan 3. Nilai spectral radiance untuk kanal 1, 2, dan 3 adalah sebagai berikut (Khomarudin 2005) :
Kanal 1 ; low gain high gain Kanal 2 ; low gain high gain Kanal 3 ; low gain high gain
; Lλ = 1.17 DN –6.2 ; Lλ = 0.775 DN – 6.2 ; Lλ = 1.205 DN – 6.4 ; Lλ = 0.796 DN – 6.4 ; Lλ = 0.939 DN – 5 ; Lλ = 0.619 DN – 5
Albedo (α) merupakan perbandingan jumlah radiasi yang dipantulkan dengan jumlah energi radiasi surya yang diterima oleh suatu permukaan. Energi yang dipantulkan oleh suatu permukaan memiliki panjang gelombang yang pendek, sehingga sensor yang digunakan untuk menghitung albedo adalah sensor yang menerima panjang gelombang pendek. Pendugaan albedo dari citra landsat dalam (USGS 2002) dipengaruhi oleh beberapa parameter seperti ; jarak astronomi bumi-matahari (d), rata-rata nilai solar spectral irradiance pada kanal tertentu (ESUNλ), spectral radiance (Lλ), dan sudut zenith matahari (Cos Ө), yang dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan USGS ( 2002):
α =
π . Lλ .d 2
ESUN λ .Cos θ
...................(6)
Tabel 3 Parameter perhitungan albedo Parameter
Band 1
Band 2
Band 3
Sudut elevasi matahari
58o32’
58o32’
58o32’
Irradiasi matahari
1969
1840
1551
1.03368
1.03368
1.03368
Jarak bumi ke matahari
Sumber : USGS (2002) Untuk menghitung nilai d2 perlu diketahui JD (julian Day) artinya jumlah hari dalam satu tahun yang dihitung dari tanggal 1 Januari sampai tanggal akuisisi data citra satelit pada tahun yang bersangkutan. Persaman yang digunakan (Hermawan 2005) : d2 = (1-0.01674.Cos(0.9856 (JD-4)))2......(7) Bila nilai albedo dan jumlah energi radiasi gelombang pendek yang dipantulkan oleh suatu permukan telah diestimasi dari data satelit, maka besarnya radiasi gelombang pendek yang diterima
8 permukaan dapat diperoleh persamaan USGS (2002) : ↓
Rs =
Rs ↑
dengan
... ……………...(8)
α
¾
Konversi Satuan Satuan energi radiasi surya yang digunakan adalah Wm-2. Satuan tersebut menggambarkan satuan radiasi surya sesaat (kerapatan fluks) yang berhasil direkam oleh citra satelit Landsat dalam waktu sesaat. Namun satuan untuk total energi radiasi gelombang pendek hasil estimasi dengan penginderaan jauh masih dinyatakan dalam satuan Wm-2steradian-1μm-1. Satuan tersebut menyatakan laju perpindahan energi (W, Watts) yang terekam oleh sensor per m-2 luas permukaan, untuk 1 steradian (sudut tiga dimensi dari sebuah titik di permukaan bumi ke sensor satelit) per unit panjang gelombang dalam satu kali pengukuran. Agar nilai energi radiasi surya hasil estimasi penginderaan jauh bisa dilakukan perhitungan lebih lanjut dengan parameter lainnya, maka harus dilakukan konversi dari Wm-2steradian-1μm-1 menjadi satuan energi Wm-2. Untuk mengembalikan nilai menjadi radiasi yang tidak tergantung pada sifat lengkung permukaan bumi, maka nilai radiasi merupakan fungsi dari nilai irradians yang terbebas dari besaran arah (radiasi isotropic). Fungsi perhitungan adalah integral terhadap dΩ yang menghasilkan persamaan berikut (Hermawan 2005) : E= πd2 ……..……………………..........(9) Dimana : π = 3.14 = Jarak bumi matahari dalam d2 satuan astronomi. Untuk menghilangkan unsur panjang gelombang (μm-1) maka perlu dikalikan dengan nilai tengah panjang gelombang dari masing -masing kanal. ¾
Radiasi Gelombang Panjang Radiasi gelombang panjang yang dipancarkan oleh permukaan bumi dapat diturunkan dari persamaan Stefan Boltzman, dimana ε = emisivitas, σ =Tetapan StefanBoltzman (5.67x10-8 Wm-2 K-4) dan Ts merupakan suhu permukaan objek (K). ↑ RL =
εσ T 4 S
…..................(10)
Radiasi gelombang panjang yang datang sangat kecil bila dibandingkan dengan radiasi gelombang pendek yang datang. Karena data citra satelit landsat ETM+ yang diperoleh untuk penelitian ini tidak memiliki penutupan awan, sehingga besarnya radiasi matahari yang diemisikan dari awan sangat kecil. Untuk nilai radiasi gelombang panjang, hanya diambil nilai radiasi gelombang panjang yang dipancarkan dari permukan bumi. 3.3.2.2 Radiasi Netto Radiasi Netto adalah jumlah energi radiasi gelombang pendek yang datang dikurangi dengan radiasi gelombang panjang yang keluar ditambah energi radiasi gelombang panjang yang datang dan dikurangi energi gelombang panjang yang keluar. Persamaan untuk menghitung radiasi netto adalah sebagai berikut. Rn = Rsin + Rlin – Rsout – Rlout .............(11) Rn = (1 - α)Rs + Rl - εσ(Ts + 273.16) 4.......(12)
Dimana Rn adalah Radiasi netto (MJ m-2 hari-1), Rsin adalah radiasi gelombang pendek yang datang, Rlin adalah radiasi gelombang panjang yang datang, Rsout adalah radiasi gelombang pendek yang keluar, Rlout adalah radiasi gelombang panjang yang keluar, Rs adalah radiasi gelombang pendek yang datang (MJ m-2 Radiasi gelombang hari-1), Rl adalah panjang yang datang (MJ m-2 hari-1) (Swinbank 1963) tergantung dari suhu udara dan dibedakan pada kondisi berawan dan tidak berawan, α adalah albedo permukaan (diduga dari data satelit), Ts adalah suhu permukaan (K) (diduga dari data satelit), ε adalah emisivitas permukaan dibedakan untuk vegetasi sebesar 0,95 dan untuk non vegetasi sebesar 0,92 (Weng 2001), dan σ adalah tetapan Stefan Bolztman (4,90 X 1019 m-2 hari-1K-4). 3.3.2.3 Fluks Pemanasan Tanah Heat Flux)
(Soil
Fluks pemanasan tanah adalah sejumlah energi radiasi surya yang sampai pada permukaan tanah dan digunakan untuk berbagai proses fisik dan biologi tanah. Secara umum FAO (1998), menghitung nilai G pada saat siang hari sebesar 0.1 Rn. Menurut Snyder dan Paw U (2000) fluks pemanasan tanah (G) adalah konduksi energi per area unit akibat adanya gradien temperature.
9 Cp
Pada penelitian ini nilai Fluks pemanasan tanah ditentukan dari persentase radiasi netto yang di terima oleh suatu permukaan/penutup lahan seperti ditunjukan oleh Tabel 3. Tabel 4 Tabel proporsi untuk penentuan G Penutup Rn G Proporsi Lahan Tambak 212 15 0.07 Sawah 208 17 0.08 Vegetasi Sawah bera 195 20 0.10 Industri 194 21 0.11 Perkotaan 194 20 0.10 Perdesaan 201 19 0.10 Belukar 207 18 0.09 Perkebunan 213 16 0.08 Sumber : Khomarudin (2005) 3.3.2.4 Fluks Pemanasan Udara (H) Fluks pemanasan udara (H) merupakan energi yang terkonversi dari radiasi netto untuk proses pemanasan atmosfer sekitarnya Monteith dan Unsowrth (1990) H=
β (R n − G ) 1+ β
…........... (13)
Tabel 5 Nilai β pada beberapa penutup Penutup lahan Pemukiman* Perkebunan ** Air ** Sawah ** Hutan Tropis *
Bowen Ratio (β) 4.0 0.50 0.11 0.25 0.33
Sumber :
* Oliver (1973), ** Khomarudin (2005) 3.3.3 Estimasi Suhu Udara Suhu udara dapat diduga dari nilai Sensible Heat Flux Montheith dan Unsworth (1990). persamaan untuk menentukan suhu udara (Ta) sebagai berikut :
⎛ H raH ⎜ρ C ⎝ air p
Ta = Ts − ⎜
⎞ ⎟⎟ ................. (14) ⎠
Dimana : H = Fluks Pemanasan Udara (Wm-2) ρair = Kerapatan Udara Lembab (1.27 kg m-3)
= Panas spesifik udara pada tekanan konstan (1004 J Kg-1 K-1) Ts = suhu permukaan (K) Ta = Suhu udara (K) raH = Tahanan aerodinamik (ms-1 ) Tahanan aerodinamik merupakan fungsi dari kecepatan angin. Semakin besar kecepatan angin, maka tahanan aerodinamik yang menghambat fluks panas akan semakin kecil. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan (Brown dan Rosenberg 1974, dalam Hermawan 2005), tahanan aerodinamik memiliki persamaan : raH = 31.9 u -0.96...........................................(15) Kecepatan angin normal pada ketinggian 1-2 m, yaitu sekitar 2 ms-1 . Pada penelitian ini nilai kecepatan angin dibedakan pada tiga penutup lahan yaitu ; air (2.01 ms-1), non vegetasi (1.79 ms-1) dan vegetasi (1.41 ms-1), (Khomarudin 2005).
10
Regristrasi, Digitasi Peta Gambut
Identifikasi vegetasi di lahan gambut dan mineral
Analisis Suhu Permukaan dan udara dengan jenis lahan Gambut dan Mineral
Gambar 4 Diagram alir penelitian.