BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian Dalam bab ini diuraikan mengenai: (1) metode penelitian, (2) pendekatan penelitian, (3) sumber data dan lokasi penelitian, (4) teknik pengumpulan data penelitian, dan (5) teknik analisis data penelitian. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Studi kasus dipilih karena secara umum dapat memberikan akses atau peluang yang luas kepada peneliti untuk menelaah secara mendalam, detail, intensif dan komprehensif terhadap unit yang diteliti. Burhan Bungin (2003:23) secara lebih rinci menjelaskan keunggulan-keunggulan studi kasus sebagai berikut: 1. Studi kasus dapat memberikan informasi penting mengenai hubungan antar-variabel serta proses-proses yang memerlukan penjelasan dan pemahaman yang lebih luas 2. Studi kasus memberikan kesempatan untuk memperoleh wawasan mengenai konsep-konsep dasar perilaku manusia. Melalui penyelidikan intensif peneliti dapat menemukan karakteristik dan hubunganhubungan yang (mungkin) tidak diharapkan/diduga sbelumnya. 3. Studi kasus dapat menyajikan data-data dan temuan-temuan yang sangat berguna sebagai dasar untuk membangun latar permasalahan bagi perencanaan penelitian yang lebih besar dan mendalam dalam rangka pengembangan ilmu-ilmu sosial. Yin (2009) berpendapat, "Penelitian studi kasus sangat tepat digunakan pada penelitian yang bertujuan menjawab pertanyaan ‘bagaimana’ dan ‘mengapa’ terhadap sesuatu yang diteliti”. Studi kasus adalah suatu model yang menekankan pada eksplorasi dari suatu “sistem yang terbatas” pada satu kasus atau beberapa kasus secara mendetail, disertai dengan penggalian data
49
secara mendalam dengan melibatkan beragam sumber informasi yang kaya akan konteks Creswell (Herdiansyah, 2010). Lebih lanjut Miles dan Huberman (2007:15) menyatakan: “Studi kasus merupakan kajian yang rinci disuatu latar, suatu obyek, tumpuan atau suatu peristiwa tertentu”. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa batasan studi kasus meliputi: (1) sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan dokumen; (2) sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu totalitas sesuai dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan maksud untuk memahami berbagai kaitan yang ada di antara variabelvariabelnya. Salah satu kekhususan penelitian studi kasus sebagai metoda adalah pada tujuannya. Melalui pertanyaan ‘apa’ dan ‘mengapa’ terkandung substansi dasar dalam kasus yang diteliti. Oleh sebab itu penelitian ini tepat apabila digunakan pada penelitian yang bersifat eksplanatori yaitu penelitian yang bersifat menggali penjelasan kasualitas, atau sebab dan akibat yang terkandung di dalam objek yang diteliti. Kekhususan penelitian studi kasus yang lain adalah pada sifat objek yang diteliti. Menurut Yin (2009), kasus di dalam penelitian studi kasus bersifat kontemporer, masih terkait dengan masa kini, baik yang sedang terjadi, maupun telah selesai tetapi masih memiliki dampak yang masih terasa pada saat dilakukannya penelitian. Oleh karena itu, penelitian studi kasus tidak tepat digunakan pada penelitian sejarah, atau fenomena yang telah berlangsung lama, termasuk kehidupan yang telah menjadi tradisi atau budaya. Sifat kasus yang demikian juga didukung oleh
50
Creswell (Afriani, 2009) yang menyatakan bahwa penelitian studi kasus berbeda dengan penelitian grounded theory dan phenomenologi yang cenderung berupaya meneliti teori-teori klasik, atau definitif, yang telah mapan (definitive theories) yang terkandung dalam objek yang diteliti. Berikut ini adalah tiga model desain studi kasus menurut Yin (2008:29): 1. Studi kasus Exploratory. Ketika melaksanakan studi kasus eksploratory, maka kerangka kerja dan pengumpulan data boleh jadi dilaksanakan sebelum pertanyaan penelitian didefinisikan. Model penelitian ini boleh jadi digunakan sebagai pembuka dalam penelitian hubungan. 2. Studi kasus Explanatory. Studi kasus explanatory akan bermanfaat ketika digunakan dalam penelitian sebab akibat, terutama pada penelitian masyarakat
atau
organisasi
yang
kompleks,
menginginkan
suatu
pertimbangan untuk menggunakan berbagai macam kasus untuk menguji beberapa pengaruh. Hal ini akan tercapai dengan menggunakan teknik Pattern-matching adalah situasi dimana beberapa bagian informasi dari beberapa kasus dikorelasikan dengan beberapa proposisi teori. 3. Studi kasus deskriptif. Eksplorasi harus deskriptif ini membutuhkan kehadiran investigator untuk mendeskripsikan teori yang menetapkan kerangka kerja yang menyeluruh untuk melakukan pengkajian mengenai gagasan-gagasan penelitian. Peneliti harus mampu menentukan sebuah awal penelitian bagian apa yang dianalisis dalam penelitian.
51
Berdasakan uraian di atas, maka studi kasus merupakan model penelitian yang dipilih oleh penulis. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan membaca permulaan di SLB X Kabupaten Kuningan ditinjau dari kondisi yang melatarbelakangi kemampuan membaca permulaan.
B. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif pada dasarnya merupakan suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki fenomena sosial dan masalah-masalah yang berhubungan dengan manusia. Miles (1992) menyatakan: “Penelitian kualitatif pada dasarnya merupakan suatu proses penyelidikan, yang mirip dengan pekerjaan detektif”. Sedangkan menurut Moleong (2007:3) bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Fenomena dalam penelitian ini adalah kemampuan membaca permulaan siswa low vision di sebuah sekolah yang berlokasi di kabupaten Kuningan dilihat dari sudut pandang kondisi yang melatar belakangi kemampuan membaca permulaan tersebut.
52
C. Sumber Data dan Latar Penelitian Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa low vision SLB X di Kabupaten Kuningan kelas V satu orang dan kelas VII dua orang, jadi jumlah kasus adalah tiga orang. Selanjutnya sumber data ini disebut sebagai kasus. Pemilihan kasus ini didasarkan atas pertimbangan: 1. Memiliki masalah dalam kemampuan membaca permulaan 2. Telah mengikuti pembelajaran membaca lebih dari tiga tahun akan tetapi masih belum lancar membaca 3. Sisa penglihatannya memungkinkan membaca dengan menggunakan media huruf awas 4. Potensi akademiknya bagus berdasarkan nilai raport yang diperolehnya Gambaran ketiga kasus tersebut sebagai berikut, kasus pertama yang bernama “B” siswa low vision yang duduk di kelas V SDLB, merupakan putra pertama dari dua bersaudara, anak seorang guru di sebuah SLTA di kabupaten Kuningan, yang beralamat di desa Garawangi kecamatan Garawangi. Gangguan penglihatan yang dialami B dibawa sejak lahir, menurut hasil pemeriksaan medis gangguan tersebut disebabkan oleh virus toxoplasma yang diderita ibunya saat mengandung B. Pada usia 5 tahun B dioperasi mata di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sejak operasi tersebut kemampuan penglihatan B semakin meningkat. Saat ini B telah mengikuti pendidikan di SLB selama lima tahun. Kasus kedua, siswa yang bernama “Y” ini lahir di Kuningan pada tanggal 03 Pebruari 1995, saat ini duduk di kelas VIII. Y berasal dari desa
53
Manis, kecamatan Jalaksana, kabupaten Kuningan. Y merupakan anak sulung dari 3 bersaudara. Ibunya tidak bekerja, sedangkan ayahnya bekerja sebagai seorang wiraswasta kecil di desanya. Pada saat masuk sekolah, Y masih memiliki sisa penglihatan lebih baik dibandingkan sekarang. Berdasarkan hasil pemeriksaan medis, saat itu Y disarankan untuk melakukan operasi katarak pada kedua matanya
dan menggunakan kacamata untuk membantu
penglihatannya, namun Y yang waktu itu berusia 7 tahun, menolak dengan alasan takut menjalani operasi. Kondisi kemampuan penglihatan Y semakin hari semakin menurun. Kasus ketiga, bernama “J” adalah siswa low vision yang duduk di kelas VII. Ia hidup berdua dengan ibunya, ayahnya telah meninggal disaat J masih balita. Mereka tinggal di sekitar komplek perumahan Puri Asri desa Kasturi kecamatan Kuningan. Ibunya yang bekerja sebagai buruh sangat perhatian terhadap kemajuan pendidikan putra tunggalnya ini. Gangguan penglihatan J dialami sejak lahir. Pada usia 7 tahun J diperiksa oleh dokter mata di Rumah Sakit Gunung Jati Cirebon, hasil pemeriksaan menyatakan bahwa J mengalami katarak dan harus menjalani operasi, namun karena rasa takutnya, J tidak mau menjalani operasi tersebut. Kondisi kemampuan penglihatan J saat ini masih tetap sama sejak masih anak-anak, tidak mengalami peningkatan ataupun berkurang. Sumber data yang lainnya adalah guru dan kepala sekolah. Kedua sumber data ini selanjutnya disebut sebagai informan.
54
Penelitian dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa Tunanetra di kabupaten Kuningan yang selanjutnya disebut sekolah X. Sekolah ini didirikan pada tahun 1965 yang bernaung dibawah yayasan suatu organisasi wanita. Pada tahun 2006 sekolah ini ditunjuk oleh Yayasan Low Vision YPWG menjadi Sub Senter Layanan Low Vision di wilayah kabupaten Kuningan. Penunjukkan sebagai Sub Senter Layanan Low Vision inilah yang menjadi pertimbangan peneliti dalam memilih latar penelitian ini.
D. Teknik Pengumpulan Data Pada penelitian ini dibutuhkan sejumlah data-data dari lapangan. Dari sebuah penyelidikan akan dihimpun data-data utama dan sekaligus data tambahannya. “Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah katakata dan tindakan. Sedangkan data tertulis, foto, dan statistik adalah data tambahan” (Moleong, 2007:157). Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam sebuah penelitian. Dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang benar maka peneliti akan mendapatkan data-data yang memenuhi standar. Berikut ini beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini: 1. Pengumpulan Data dengan Observasi Herdiansyah (2010:131) menyatakan bahwa: Inti dari observasi adalah adanya perilaku yang tampak dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Perilaku yang tampak dapat berupa perilaku yang dapat dilihat langsung oleh mata, dapat didengar, dapat dihitung, dan dapat diukur. Karena mensyaratkan perilaku yang
55
tampak, potensi perilaku seperti sikap dan minat yang masih dalam bentuk kognisi, afeksi, atau kecenderungan perilaku tidak dapat diobservasi. Selain itu, observasi haruslah mempunyai tujuan tertentu. Pengamatan yang tanpa tujuan bukan merupakan observasi. Sedangkan pernyataan Marshall dalam Sugiyono (2010): “trough observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached to those behavior”. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut. Selanjutnya Sanapiah Faisal (Sugiyono, 2010) mengklasifikasikan observasi menjadi observasi berpartisipasi (participant observation), observasi yang secara terang-terangan dan tersamar (overt observation dan covert observation), dan observasi yang tak berstruktur (unstructured observation). Untuk mendapatkan sejumlah data, peneliti melakukan observasi partisipatif pada golongan partisipasi pasif dan observasi terus terang atau tersamar. Masalah yang diobservasi pada penelitian ini adalah hal yang berhubungan dengan kondisi siswa dan kondisi lingkungan, serta beberapa aspek yang berpengaruh terhadap kemampuan membaca siswa. Observasi dilakukan secara bertahap pada kurun waktu sekitar dua bulan, tepatnya bulan Mei dan Juni 2011 bertempat di kelas masing-masing siswa dan di ruang layanan low vision yang berada di sekolah tempat berlangsungnya penelitian. Pencatatan hasil observasi dilakukan pada lembar observasi yang telah disusun oleh peneliti.
56
2. Pengumpulan Data dengan Wawancara Metode wawancara hampir digunakan dalam setiap penelitian kualitatif sehingga wawancara menjadi metode pengumpulan data yang utama. Sebagian besar data diperoleh dari hasil wawancara, maka teknik wawancara harus dikuasai oleh peneliti. Wawancara didefinisikan oleh Gorden (Herdiansyah, 2010) sebagai berikut: “Interviewing is conversation between two people in which one person tries to direct the conversation to obtain information for some specific purpose”. Definisi tersebut dapat diartikan bahwa wawancara merupakan percakapan antara dua orang yang salah satunya bertujuan untuk menggali dan mendapatkan informasi untuk suatu tujuan tertentu. Sedangkan Susan Stainback (Sugiyono, 2010) menyatakan bahwa: “interviewing provide the researcher a means to gain a deeper understanding of
how the participant interpret a situation or
phenomenon than can be gained through observationalon”. Maksud dari kalimat tersebut adalah dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi. Esterberg (Sugiyono, 2010) mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu: a. Wawancara Terstruktur (Structured Interview) Wawancara ini digunakan apabila peneliti telah mengetahui informasi yang akan diperolehnya oleh sebab itu instrumen penelitiannya
57
telah disiapkan yang berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis dan alternatif jawabannyapun telah disiapkan pula. b. Wawancara Semiterstruktur (Semistructured Interview) Wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-depth interview,
dimana
dalam
pelaksanaannya
lebih
bebas
daripada
wawancara terstruktur. Wawancara ini bertujuan untuk mengungkap permasalahan lebih terbuka dengan cara minta pendapat dan ide-ide dari orang yang diwawancarai c. Wawancara Tak Berstruktur (Unstructured Interview) Pada wawancara ini tidak menggunakan pedoman yang telah disusun secara sistematis dan lengkap, namun hanya menggunakan garisgaris besar permasalahan saja sebagai pedoman. Penelitian pendahuluan atau penelitian yang lebih mendalam sering menggunakan wawancara model ini. Wawancara
yang
digunakan
pada
penelitian
ini
adalah
wawancara takterstruktur. Wawancara ini memungkinkan peneliti mendapatkan gagasan-gagasan dan jawaban yang bervariasi sehingga bisa mengungkap suatu fenomena yang menjadi latar penelitian ini. Wawancara dilakukan pada siswa, dan guru yang dilaksanakan pada waktu berbeda yaitu pada bulan Mei dan Juni 2011 bertempat di sekitar kelas dan sekolah tempat penelitian. Hasil dari wawancara berupa temuan-temuan dicatat pada lembar wawancara dan disajikan berupa data-data yang diolah pada tesis ini.
58
3. Pengumpulan data dengan dokumen (studi dokumen) Studi dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat dan menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek . ”Studi dokumentasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan peneliti kualitatif untuk mendapatkan gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu media tertulis dan dokumen lainnya yang ditulis atau dibuat langsung oleh subjek yang bersangkutan” (Herdiansyah, 2010:143). Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, catatan harian, sejarah kehidupan, peraturan, kebijakan atau karya-karya monumental seseorang. Dokumen yang digunakan pada penelitian ini berupa lembaran hasil asesmen, program pembelajaran low vision, dan nilai raport siswa.
E. Teknik Analisis Data Untuk memahami sejumlah data penelitian yang telah diperoleh, maka perlu dilakukan pengolahan terhadap data-data yang telah didapat. Bogdan (Sugiyono, 2010) menyatakan bahwa: “Data analysis is the process of systematically searching and arraging the interview transcripts, fieldnotes, and other materials that you accumulate to increase your own understanding of them and to enable you to present what you have discovered to others”. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke
59
dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain. Sedangkan Creswell (Herdiansyah, 2010) mengemukakan beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan analisis data kualitatif, antara lain: 1. Analisis data kualitatif dapat dilakukan secara simultan dengan proses pengumpulan data, dan penulisan naratif lainnya. 2. Pastikan bahwa proses analisis data kualitatif yang telah dilakukan berdasarkan pada proses reduksi data dan interpretasi. 3. Ubah data hasil reduksi ke dalam bentuk matriks. 4. Identifikasi prosedur pengodean (coding) digunakan dalam mereduksi informasi ke dalam tema-tema atau kategori-kategori yang ada. 5. Hasil analisis data yang telah melewati prosedur reduksi yang telah diubah menjadi bentuk matriks yang telah diberi kode (coding), selanjutnya disesuaikan dengan model kualitatif yang dipilih. Beberapa ahli penelitian kualitatif mengajukan tahapan-tahapan teknik analisis data dengan berbagai macam pendekatan, model, dan berbagai tujuan sesuai dengan
disiplin ilmu yang mereka miliki. Tahapan-tahapan teknik
analisis tersebut pada dasarnya sama yaitu melalui prosedur pengumpulan data, input data, analisis data, penarikan kesimpulan dan verivikasi, dan diakhiri dengan penulisan hasil temuan dalam bentuk narasi. Untuk menganalisis data pada penelitian ini digunakan teknik analisis data model interaktif menurut Miles & Huberman. Teknik analisis data yang lebih mudah dipahami adalah
60
teknik analisis data model interaktif menurut Miles & Huberman (Herdiansyah, 2010) yang terdiri atas empat tahapan yang harus dilakukan. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pengumpulan Data Untuk mendapatkan sejumlah data yang diperlukan, penulis melakukan pengumpulan data sesuai dengan pedoman yang telah dipersiapkan. Datadata yang diambil meliputi kondisi kemampuan siswa, lingkungan belajar, dan program pembelajaran yang dipersiapkan guru untuk siswa low vision. 2. Reduksi Data Data-data yang telah didapat direduksi yaitu dengan cara penggabungan dan pengelompokkan data-data yang sejenis menjadi satu bentuk tulisan sesuai dengan formatnya masing-masing. 3. Display Data Setelah semua data dimasukkan pada format masing-masing dan telah berbentuk tulisan (script) maka selanjutnya adalah melakukan display data. Display data ini mengolah data-data yang setengah jadi yang sudah dikelompokkan dan memiliki alur tema yang jelas, ditampilkan dalam suatu matriks kategorisasi yang sesuai tema. Tema-tema tersebut kemudian dipecah menjadi sub tema dan diakhiri dengan pemberian kode (coding) dari sub tema tersebut sesuai denganverbatim wawancara yang telah dilakukan sebelumnya.
61
4. Penarikan kesimpulan dan/atau tahap verifikasi Tahap terakhir dari seluruh kegiatan analisis data kualitatif model Miles & Huberman adalah kesimpulan. Kesimpulan yang disajikan harus menjurus kepada jawaban dari pertanyaan penelitian yang mengungkap “apa” dan “bagaimana” temuan-temuan yang didapat dari kegiatan penelitian tersebut.
62