35
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian Dalam menyusun rancangan penelitian (research design) aspek paradigma (pendekatan) sangat diperlukan, yaitu untuk dapat memahami kompleksitas dunia nyata (Mulyana, 2006: 9). Penelitian yang berjudul “Komodifikasi Warisan Budaya sebagai Daya Tarik Wisata di Pura Penataran Sasih”, apabila dilakukan melalui pendekatan yang cermat, niscaya lebih mudah dapat dilihat dan dipahami berbagai fenomena yang terjadi di lapangan. Berdasarkan judul yang diangkat, jenis penelitian yang dilakukan dapat dikategorikan ke dalam penelitian budaya yang berorientasi kekinian (posmodern). Dalam konteks ini komodifikasi dicirikan oleh dominannya kekuatan kapitalisme, yakni dijadikannya warisan budaya sebagai daya tarik wisata di Pura Penataran Sasih dengan nekara “Bulan Pejeng” sebagai ikonnya untuk menarik kunjungan wisatawan. Sebagaimana diketahui bahwa nekara “Bulan Pejeng” sangat disakralkan dan dipuja sebagai manifestasi Ida Ratu Sasih oleh warga masyarakat Desa Pejeng, termasuk sakralisasi terhadap warisan budaya lainnya. Pendekatan (paradigma) yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif kritis, yaitu melalui pendekatan yang saksama atas berbagai fenomena yang dilihat, diamati, dan didengar ketika wawancara. Demikian pula, metode yang digunakan, baik dalam pengumpulan data, pengolahan data, maupun analisis data adalah metode penelitian kritis. Dalam pengumpulan data ada tiga cara pokok yang digunakan, yaitu observasi, wawancara, dan studi pustaka. Sikap 35
36
kritis dikedepankan proses pengumpulan data, baik dalam melihat dan mengamati berbagai fenomena di lapangan, menyampaikan pertanyaan dan mendengarkan berbagai penjelasan dari informan, maupun telaah pustaka yang dilakukan. Begitu pula dalam melakukan analisis, niscaya dilakukan secara cermat demi keabsahan data yang diperoleh.
3.2 Lokasi Penelitian Pejeng adalah sebuah desa yang menjadi bagian wilayah administratif Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, yang posisinya berada di antara dua buah sungai besar, yaitu daerah aliran sungai (DAS) Pakerisan dan Petanu. Di tengah-tengah desa tersebut berdiri kokoh Pura Penataran Sasih, tepatnya di pinggir sebelah timur jalan raya jurusan Gianyar-Tampaksiring. Untuk mencapainya, dari Kota Gianyar berjarak kurang lebih 6 km ke arah barat laut melalui pertigaan Semabaung. Kemudian penjalanan dilanjutkan ke arah barat melewati perempatan Bedulu. Dari Bedulu perjalanan dilanjutkan ke arah utara kurang lebih 1 km melewati Museum “Balai Penyelamatan Peninggalan Purbakala (BP3) Bali-NTT’. Ketika telah tiba di depan lapangan Desa Pejeng, tampak Pura Penataran Sasih berdiri tegak menghadap ke arah barat berhadapan dengan lapangan, yang sekaligus difungsikan sebagai tempat parkir bagi para pengunjung ke situs Pura Penataran Sasih. Bila berangkat dari ibu kota provinsi, yakni dari titik nol Kota Denpasar, jaraknya kurang lebih 26 km menuju ke arah utara melewati jalan jurusan Denpasar-Gianyar. Ketika sampai di pertigaan Sakah (Patung Bayi), perjalanan dilanjutkan ke arah utara sampai bertemu dengan pertigaan Ubud-Bedulu. Dari
37
pertigaan tersebut perjalanan dilanjutkan ke arah timur lewat situs Goa Gajah. Dari perempatan Bedulu, dilanjutkan ke arah utara kurang lebih 1 km, maka sampailah di lokasi Pura Penataran Sasih, Pejeng.
3.3 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang didikumpulkan dalam penelitian ini adalah jenis data kualitatif dan data kuantitatif sebagai penunjang. Data kualitatif berupa kata-kata dan tindakan yang berkaitan dengan komodifikasi warisan budaya. Data itu dikumpulkan dengan teknik observasi dan wawancara mendalam dari sejumlah informan di lapangan. Sementara itu, data kuantitatif berupa angka-angka, penjumlahan dengan persentase yang diperoleh dari dokumentasi dan wawancara. Data kuantitatif menyangkut jumlah penduduk, kunjungan wisata, dan lain-lain. Sumber data dibedakan atas sumber data primer dan sumber data sekunder.
3.3.1 Data Primer Menurut Lofland dan Lofland (Moleong, 2012: 157), sumber data utama atau data primer dalam penelitian kualitatif ialah para informan di lapangan dan objek yang diobservasi. Yang termasuk dalam jenis ini adalah data yang bersumber dari pengamatan langsung (observasi) di lapangan dan dilengkapi dengan wawancara (interview). Dalam penelitian ini penentuan informan dilakukan melalui teknik purposive, yaitu dengan memilih mereka yang dipandang menguasai bidang permasalahan yang dibahas.
38
3.3.2 Data Sekunder Sumber data sekunder terkait penelitian yang dilakukan adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber tertulis yang menurut Gottschalk (1975: 35) dipadankan dengan dokumen. Sumber tertulis atau dokumen yang dimaksudkan, antara
lain
hasil-hasil
penelitian
sebelumnya
yang
membahas
tentang
komodifikasi, baik yang dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan; buku-buku; sumber-sumber lainnya yang memiliki relevansi dengan objek yang diteliti, seperti jurnal, media sosial, dan sebagainya.
3.4 Instrumen Penelitian Berdasarkan keterbatasan ruang, waktu, dan kemampuan yang dimiliki, maka dalam penelitian di lapangan dibantu dengan instrumen. Selain peneliti, ada berbagai instrumen disiapkan sesuai dengan keperluan di objek, seperti penggunaan block note, tape recorder, tustel, dan alat-alat lainnya yang diperlukan. Kehadiran peneliti sebagai instrumen penelitian mutlak dibutuhkan. Tujuannya bilamana terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di lapangan, niscaya peneliti yang lebih mengetahui dan memahaminya sehingga dengan cepat dapat dicari solusi untuk penyelesaian permasalahannya. Terkait dengan instrumen yang disiapkan, semuanya itu biasanya dibutuhkan ketika mengadakan pengamatan di objek penelitian dan saat mengadakan wawancara dengan para informan yang telah ditentukan sebagai narasumber. Untuk menjaga kemungkinan hilangnya data yang diperoleh dan mengabadikan data yang terlepas dari pendengaran, yang berakibat tidak lengkapnya data yang diperoleh, maka pemanfaatan tape recorder sangat
39
diperlukan pada waktu wawancara dilaksanakan. Demikian pula tustel, sangat dibutuhkan dalam observasi dan wawancara. Upaya penyiapan instrumen dilakukan secara lengkap dengan harapan agar penyajian data dapat menjadi lebih lengkap. Bentuk penyajiannya dilakukan dengan dua cara yaitu secara nonformal dan secara formal. Penyajian non formal berupa uraian kata-kata. Sebaliknya, secara formal, yakni melengkapinya, baik dengan foto-foto maupun dalam bentuk gambar.
3.5 Teknik Pengumpulan Data Dalam
penelitian
ini
digunakan
beberapa
metode,
baik
dalam
pengumpulan data maupun dalam analisisnya. Tahapan-tahapan kerja yang dilalui adalah sebagai berikut.
3.5.1 Observasi. Di atas telah disinggung bahwa hasil observasi merupakan data utama dalam penelitian kualitatif. Sehubungan dengan itu, perlu diadakan observasi ke objek (tempat) yang diteliti dan dilakukan dalam kesempatan atau waktu yang relatif banyak, baik pengamatan terhadap objek material maupun tindakan (aktivitas) seseorang, kelompok orang, dan masyarakat yang diamati, untuk mendapatkan gambaran objek yang lebih jelas. Sistem yang ditempuh di lapangan adalah sistem pengamatan terlibat (participant observation), yaitu dengan cara terlibat langsung di situs penelitian dan mengikuti secara aktif kegiatan kemasyarakatan (Moleong, 2012: 9). Terkait dengan penelitian yang dilakukan, pilihan waktu (momen) yang tepat adalah ketika upacara piodalan atau pujawali.
40
Pada saat upacara piodalan atau pujawali dilaksanakan, sejak persiapan sampai dengan puncak upacara ada rentang waktu sebelas hari dan dari puncak upacara sampai Ida Batara kasineb ada kesempatan sebelas hari, sehingga ada momen yang amat baik untuk mengadakan pengamatan selama 22 hari. Dikatakan momen yang amat baik karena ketika persiapan menyongsong puncak upacara para warga sekaligus para tokoh masyarakat hadir di pura. Dengan demikian, dapat diamati secara langsung interaksi antarwarga masyarakat yang melakukan kegiatan ngayah; interaksi antar tokoh; interaksi antara tokoh dan pamangku; dan lainlainnya. Berbeda dengan keadaan (situasi) yang tampak pada pelaksanaan upacara piodalan (pujawali) yang khusyuk dengan kegiatan ritual keagamaan, yaitu fenomena keseharian, terutama kehadiran wisatawan yang berkunjung ke utama mandala untuk melihat langsung warisan budaya. Dalam hal pemaknaan ruang dan waktu masuk ke tempat suci wisatawan memiliki persepsi berbeda dengan panyungsung pura. Maksudnya, wisatawan tidak mengenal adanya pembedaan wilayah sakral dan profan. Ketika masuk ke tempat suci tanpa berpretensi ada larangan masuk yang harus dipikirkan, seperti ada kematian, datang bulan (menstuarsi), dan semacamnya. Sebaliknya, orang Bali khususnya panyungsung pura, berkewajiban moral untuk mematuhi larangan masuk ke ruang suci pura. Selain fenomena kehadiran wisatawan ke ruang utama mandala, menarik untuk dikritisi adalah fenomena halaman depan (nista mandala) pura.
41
3.5.2 Wawancara Sebagai sumber data primer, wawancara sangat urgen dilakukan sebagai penunjang validitas data yang diperoleh melalui observasi. Sehubungan dengan itu, dalam pemilihan informan harus ditentukan dengan cara selektif. Maksudnya, yang dilibatkan sebagai informan betul-betul orang yang mengetahui dan memahami objek yang diteliti. Seperti diungkapkan oleh Fontan dan Frey (dalam Bungin, 2001: 92) bahwa informan adalah seseorang yang bertindak sebagai pembantu peneliti, tetapi berasal dari anggota kelompok yang diteliti. Tugas utama informan adalah sebagai penunjuk jalan dan penerjemah kebiasaankebiasaan yang bersifat kultural. Selain itu, juga menerjemahkan istilah-istilah khas atau ungkapan-ungkapan yang dikembangkan secara khusus oleh anggota masyarakat. Untuk itu informan yang dipilih dengan teknik purposive. Artinya, informan yang dipilih betul-betul memahami permasalahan yang dibahas. Cara yang ditempuh dalam wawancara adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Patton (1980), yaitu pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara. Jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang dirumuskan tidak perlu ditanyakan secara berurutan. Demikian pula penggunaan dan pemilihan kata-kata untuk wawancara dalam hal tertentu tidak perlu dilakukan sebelumnya, tetapi disesuaikan dengan keadaan informan dalam konteks wawancara yang sebenarnya (Moleong, 2011: 187). Dengan cara ini para informan lebih leluasa dapat menjawab pertanyaan yang diberikan. Perlakuan seperti ini dapat membuat para informan merasa lebih dihargai. Sebaliknya kehadiran peneliti di tengah-tengah masyarakat menjadi lebih diperhatikan. Sikap saling pengertian di antara kedua belah pihak dapat
42
membangun hubungan yang kondusif. Keadaan seperti ini dapat mempermudah proses kerja peneliti di lapangan. Namun, di balik kebebasan yang diberikan kepada para informan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan, niscaya sikap kritis dalam memilah-milah (mereduksi) berbagai informasi yang diperoleh untuk dijadikan sumber data tetap tidak boleh diabaikan.
3.5.3 Studi Pustaka Sebagai langkah selanjutnya, dilakukan kegiatan pengumpulan dan telaah data yang diperoleh dari sumber-sumber buku literatur, hasil-hasil penelitian, terutama yang membahas komodifikasi, baik yang tidak dipublikasikan maupun yang dipublikasikan, berupa jurnal, media sosial, dan sumber-sumber bacaan lainnya yang ada relevansinya dengan permasalahan yang dibahas. Di samping itu,
juga
diperlukan
ketelitian
dalam
pemilihan
sumber
pustaka
dan
pengutipannya. Ketelitian dalam pemilihan sumber dimaksudkan adalah kecermatan memilih pengarang atau penulis buku, baik secara kualitas (nilai) maupun kuantitas (jumlah) buku yang ditulis atau popularitas sang penulis. Selain itu, juga dilengkapi dengan arsip dokumen di kantor desa, kecamatan, dan lembaga-lembaga penyimpanan arsip di kabupaten
3.6 Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan interpretatif. Cara ini menekankan pada pemerian (deskriptif), artinya mencatat secara teliti segala fenomena yang dilihat dan didengar (Bungin, 2001: 56). Pemerian terhadap berbagai fenomena berkenaan dengan warisan budaya,
43
khususnya keberadaan nekara “Bulan Pejeng” sebagai objek kajian memerlukan analisis secara kritis, baik dari segi tipe, motif hiasan, maupun tradisi lisan yang berkembang di masyarakat. Sikap kritis juga dilakukan terhadap perubahan halaman depan (nista mandala) pura dari lapangan terbuka untuk kegiatan publik menjadi ruang ekonomi (bisnis). Hal yang tidak kalah penting adalah melihat, mengamati, dan mendeskripsikan dengan teliti (kritis) perilaku masyarakat ketika mengabdikan karma baktinya (ngayah); perilaku masyarakat dalam melaksanakan upacara maplengkungan yang merupakan salah satu upacara penting serangkaian dengan upacara piodalan di Pura Penataran Sasih; mengamati dan mendeskripsikan perilaku sutri; dan banyak lagi fenomena lainnya. Dalam kegiatan analisis yang dilakukan atas berbagai fenomena yang diamati dan hasil wawancara yang melengkapinya, kemudian dilanjutkan dengan tiga alur kegiatan yang dilakukan secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian dan penafsiran data, serta penarikan simpulan (Silalahi, 1999: 264). Kegiatan tersebut merupakan sebuah rangkaian kerja yang dilakukan secara berulang-ulang.
3.7 Penyajian Hasil Analisis Data Penyajian hasil analisis data yang telah diperoleh dalam penelitian sangat penting, untuk mendapatkan gambaran sejauh mana keberadaan data yang sudah ada dan diyakini validitasnya. Bilamana dirasakan masih kurang memadai, harus diupayakan melengkapinya dengan menempuh jalan seperti telah diuraikan di atas (observasi,
wawancara,
dan
studi
disesuaikan metode analisis yang ada.
pustaka),
kemudian
menganalisisnya
44
Dalam penyajian hasil analisis data dilakukan dengan dua cara, yaitu penyajian secara informal dan formal. Penyajian informal maksudnya, yaitu penyajian dalam bentuk narasi atau deskripsi kata-kata atau ungkapan-ungkapan. Di pihak lain penyajian formal, yaitu penyajian yang dilengkapi dengan tabel, gambar-gambar, foto-foto, dan denah pura.