Laporan Tugas Akhir Museum Seni Visual Bandung
BAB III KAJIAN PUSTAKA 3.1 Pemahaman Judul Museum
: Institusi yang didedikasikan untuk membantu umat manusia untuk memahami dan menghargai alam, sejarah peradaban, serta kemajuan umat manusia dalam bidang seni, sains, maupun teknologi. (Microsoft Encarta 2006)
Seni Visual
: Bagian dari seni yang mefokuskan diri pada seni yang berwujud visual seperti lukisan, patung, film, fotografi, dan lain-lain. (Microsoft Encarta 2006)
Booming museum dimulai pada tahun 1997 saat Guggenheim Museum di Bilbao (Frank O. Gehry) dan Getty Center (Richard Meier) dibuka. Ide Revitalisasi Kawasan dengan keberadaan museum mulai populer, dan sering disebut sebagai “BILBAO EFFECT”. Terdapat tiga jenis tipe pembangunan museum : •
Bangunan baru Contoh : Bilbao-Guggenheim Museum (Frank O. Gehry) Getty Center – Los Angeles (Richard Meier)
•
Penambahan dari bangunan lama Contoh : Pyramid du Louvre (I. M. Pei) Whitney Museum (Renzo Piano)
•
Adaptive Reuse bangunan dengan fungsi berbeda Contoh : - London’s Tate Museum (Herzog+De Meuron), Adaptive reuse dari bangunan power station tahun 1960-an. - Home of Dia : Beacon (Open Office Firm + artist Robert Irwin, Adaptive Reuse dari pabrik tua milik Nabisco di pinggiran New York.
Amalia Defiani (15202046)
30
Laporan Tugas Akhir Museum Seni Visual Bandung
3.2 Interpretasi Kasus 3.2.1 Tinjauan tentang Museum Seni Visual Seiring dengan perkembangannya, museum seni tidak hanya berfungsi sebagai tempat menyimpan dan memajang benda-benda seni bernilai penting saja. Seringkali terdapat fasilitas lain yang menunjang seni dan manusia, seperti adanya teater, amphitheater, workshop digital, bahkan mungkin restoran, kafe, atau bioskop. Museum beralih menjadi bangunan yang lebih memasyarakat, tidak lagi formal dan elit. Hal yang penting untuk diperhatikan saat merancang museum adalah sirkulasi udara atau penghawaan, karena barang-barang yang disimpan di dalam museum dapat dengan mudah rusak apabila tidak diberikan perawatan khusus, terlebih dengan iklim tropis Indonesia yang lembab dan cenderung merusak. Selain itu, pencahayaan juga perlu mendapatkan perhatian khusus. Beberapa karya seni, khususnya lukisan, akan rusak apabila terkena cahaya matahari secara langsung. Hal yang amat penting untuk diperhatikan juga adalah faktor keamanan atas barang-barang koleksi museum itu sendiri. Selain mempengaruhi
faktor-faktor keberadaan
diatas, museum
owner/pemilik itu
sendiri,
museum khususnya
akan
sangat
dalam
hal
maintainence/perawatan dan pengelolaan bangunan. Museum membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk perawatan dan pengelolaannya. Di Indonesia sendiri terdapat dua jenis museum, yang dikelola oleh pemerintah dan non-pemerintah. Museum-museum yang dimiliki oleh pemerintah biasanya dikelola oleh pemerintah kota tempat museum itu berada, sedangkan museum-museum nonpemerintah biasanya dimiliki oleh perusahaan atau institusi, maupun perorangan. Pemerintah terkadang juga memberikan insentif kepada museum non-pemerintah, tergantung kepada situasi ekonomi saat itu. 3.2.2 Tinjauan sejarah seni kota Bandung 6 Bandung adalah kota di mana seni modern tumbuh subur. Sistem pendidikan selanjutnya menjadi instrumen sekaligus menjadi variabel utama yang 6
Pikiran Rakyat, Rabu 24 Desember 2003; Siregar, Aminuddin TH. 2007. Instalasi Sunaryo (1998-2003) hal 102-132
Amalia Defiani (15202046)
31
Laporan Tugas Akhir Museum Seni Visual Bandung
efektif untuk menjaga warisan nilai-nilai dari seni modern di Bandung. Pertumbuhan seni modern di Bandung diprakarsai Ries Mulder dan Simon Admiral. Keduanya menghasilkan konsep pendidikan seni rupa untuk Indonesia, yang ditandai dengan didirikannya Balai Pendidikan Universiter Guru Gambar pada 1 Agustus 1947 yang ditempatkan pada Fakulteit Voor de Techniche Wetenschappen (Fakultas Ilmu Pengetahuan Teknik) Universitas Indonesia di Kota Bandung. Hadirnya Balai Pendidikan Universiter Guru Gambar ini mengukuhkan keberadaan “Mazhab Bandung” (Bandung School) beraliran seni modern yang berjaya pada era 1950-an hingga 1970-an. Era 1980 hingga awal 1990-an ditandai dengan pemberontakan terhadap kelompok “Mazhab Bandung” yang dominan, dengan hadirnya tema-tema kritik sosial. Pada era ini, seni modern yang didominasi unsur estetik dan prinsip-prinsip formal seni dilawan. Ruang presentasi sebuah karya seni pun menjadi lebih lebar pada era ini. Masa akhir 1990-an, seniman semakin bergerak dalam pencarian gagasangagasan baru seiring perubahan politik dan sosial pada konteks negara-bangsa. Masa ini merupakan transisi yang nantinya memperkaya langgam baru, bahasa baru, estetika baru yang menyerap masa sebelumnya dan keinginan untuk dibedakan. Makna seni diperluas dan bertaut dengan aspek di luar seni. Begitu pun seni-seni untuk
advokasi
sosial-politik-kemasyarakatan
mengukuhkan
posisinya secara institusional. Lebih jauh, seni difungsikan sebagai media untuk memperbaiki hajat kemanusiaan. Akhir 1997 dan sepanjang tahun 1998, seni untuk sembako (sembilan bahan pokok) menjadi modus yang efektif bertemunya seni, seniman, dan masyarakat. Secara langsung aktivitas seni sembako mengambil alih peran-peran institusi sosial masyarakat. Periode 1990-an merupakan akumulasi dari periode sebelumnya. Pemikiran-pemikiran baru disodorkan saat resistensi terhadap dominasi politik negara telah merasuk ke sendi-sendi sosial yang selama itu diidap ketakutan berbicara, berekspresi, berkelompok. Kebebasan berpendapat, kritik politik terhadap negara menjadi milik dominan masyarakat. Kondisi ini di satu sisi membuat seni-seni untuk advokasi sosial-politik kemasyarakatan dilematis. Pada Amalia Defiani (15202046)
32
Laporan Tugas Akhir Museum Seni Visual Bandung
tahun 1999, pameran transisi yang ditujukan untuk mengonstruksi gagasan, media, dan estetika baru tercatat pameran Blup Art yang diikuti sekira 30 seniman muda Bandung. Lalu program-program Galeri Barak sejak tahun 2000 menjadi pilar penting untuk menyambut perbincangan pascamodern atau pascastrukturalis juga berperan besar melahirkan genre seni baru di Bandung. Seni seperti performance art, seni video, instalasi, multimedia, seni objek, dan new painting berkembang pesat dan kemudian lazim dipraktekkan. Bersamaan dengan hangatnya isu feminisme-gender, wacana tubuh, kematian subjek seniman, identitas, pluralisme, nihilisme hingga seni jeprut. Ruang presentasi seni rupa Bandung abad ke-21 menjadi program reguler atau temporal di Rumah Nusantara, Galeri Taman Budaya Jawa Barat, ruang pameran CCF, Griya Seni Popo Iskandar, Galeri Soemardja, Galeri Kita, Black Box-ASTI, Galeri Fabrik (kini hilang), Galeri Adira, Nu-Art Sculpture Park, Galeri Red Point, Babakan Siliwangi, R-66, Rumah Proses, Selasar Sunaryo Art-Space hingga Gedung Landraad. 3.2.3 Sejarah dan Perkembangan Museum Terminologi
museum
berasal
dari
bahasa
Yunani,
mouseton
(mouseton) yang berarti tempat Mnemosyne, dewi ingatan/memori Yunani, dan anak-anaknya (muses) menari. Pada awal perkembangannya, bangunan museum sendiri diidentifikasikan sebagai sekolah tempat berkumpulnya penyair dan filusuf yang biasanya terletak menempel dengan kuil pemujaan muses. Selanjutnya, kata museum dipakai untuk mendeskripsikan bangunan fasilitas penelitian yang letaknya berdampingan dengan perpustakaan, seperti pada museum di Alexandria. Sampai dengan awal abad ke-18, terminologi ‘museum’ lebih mengacu kepada akademi tempat para ilmuwan belajar dibandingkan sebagai tempat menyimpan barang-barang koleksi. Baru dimulai sejak abad ke-19 museum dimaksudkan sebagai bangunan yang berfungsi sebagai tempat menyimpan dan menampilkan barang-barang koleksi sekaligus sebagai fasilitas penelitian atas barang-barang koleksi tersebut. 7 7
Museum Buildings; Birkhauser, 2004
Amalia Defiani (15202046)
33
Laporan Tugas Akhir Museum Seni Visual Bandung
Semangat identitas nasional serta ketertarikan atas seni secara romantis merupakan pencerahan yang mendasari pembangunan museum pada abad ke-19. Perkembangan ilmu pengetahuan yang beragam mendorong perkembangan tipologi museum yang berbeda-beda pula. Namun yang paling banyak mendapatkan perhatian adalah museum seni, yang banyak dibangun terutama di daerah Jerman. Desain dari museum-museum seni tersebut mengacu pada langgam arsitektur Baroque maupun bentuk kuil-kuil pada era klasik, seolah menegaskan museum sebagai sebuah representasi identitas nasional serta kuil pemujaan terhadap seni.8 Namun, pada pertengahan abad ke-20 mulai terjadi permintaan untuk mereformasi museum karena museum mulai dianggap sebagai tempat yang membosankan dan mulai sepi pengunjung. Pada akhir 1950-an mulai diadakan perubahan dengan menjadikan museum sebagai tempat bertukar ide, khususnya atas seni modern, namun sayangnya perubahan ini justru semakin menambah sifat eksklusifnya. Museum digambarkan sebagai sebuah penjara seni, tempat yang hanya dikunjungi oleh para elit yang paham akan seni. Akhirnya pada tahun 1968 terjadi gerakan protes atas museum yang dipicu oleh revolusi mahasiswa yang menginginkan untuk merubah paradigma museum dari suatu menara gading tempat elit seni berkumpul menjadi tempat untuk bersosialisasi, mengubah museum dari sebuah kuil muses menjadi tempat untuk belajar yang menarik. Museum akhirnya memiliki otonomi sendiri dan lebih fleksibel dalam menentukan fungsi apa yang dapat dipenuhi, namun secara dilematis juga menarik museum untuk memenuhi hukum efisiensi komersil. Dalam konteks industri pariwisata, hukum tersebut memaksa museum menjadi sebuah pasar seni yang bertujuan untuk menarik pengunjung sebanyak-banyaknya namun sekaligus menggambarkannya sebagai sebuah
simbol
keberhasilan demokrasi budaya.
Peran museum terus berkembang sehingga muncul kerancuan atas museum sebagai ‘taman hiburan’ atau sebuah institusi pengajaran. 8
idem
Amalia Defiani (15202046)
34
Laporan Tugas Akhir Museum Seni Visual Bandung
3.2.4 Tren Museum Saat Ini Tren yang berkembang saat ini adalah berkaitan dengan masalah ekonomi yaitu menggabungkan fungsi-fungsi komersial sebagai fungsi tambahan selain dari fasilitas edukasi pada museum itu sendiri. Fungsi-fungsi tambahan tersebut dapat merupakan fungsi yang bersifat mendukung fungsi utama (seperti bioskop, galeri, teater) maupun yang bersifat sebagai pelengkap (seperti restoran, kafe, retail, butik, dll.) Selain masalah ekonomi, teknologi juga amat mempengaruhi bentuk dan karakter museum yang ada saat ini. Perkembangan material dan teknologi konstruksi memungkinkan untuk menghasilkan bentuk bangunan museum yang lebih beragam. Selain itu, teknologi yang mendukung sistem utilitas, terutama pencahayaan dan penghawaan, serta sistem keamanan sudah dapat dengan mudah diaplikasikan, sehingga memungkinkan pengoptimalan fungsi. Penerapan teknologi untuk sistem keamanan sebaiknya dirancang sesuai dengan kebutuhan museum itu sendiri. Museum saat ini juga berfungsi sebagai ikon yang mengangkat citra suatu daerah dan sekaligus mengangkat identitas lokal daerah tersebut. Museum dibuat semenarik mungkin agar pengunjung tertarik untuk datang dan akhirnya memfungsikan daerah di sekitar museum tersebut, membuat daerah sekitar museum menjadi ikut hidup. 3.2.5 Museum Sebagai Tipologi Bangunan Sejarah penggolongan museum sebagai suatu tipologi bangunan dimulai pada jaman Renaissance, saat Donato Bramante merancang courtyard tempat ekshibisi patung di Vatikan yang disebut sebagai Atrio del Piacere untuk Paus Julius II pada tahun 1508. Courtyard yang berisi patung-patung kemudian menjadi unsur penting dalam pembentukan museum. Galeri Tipe ruangan galeri mulai dapat dikenali sejak abad ke-16 sebagai suatu ruangan interior tambahan yang memiliki bukaan-bukaan berupa jendela pada sisi-sisi tertentu dan sisi-sisi lainnya diisi oleh patung-patung dan lukisan. Galeri ditemukan pada bangunan kastil maupun istana raja-raja Eropa. Pada Amalia Defiani (15202046)
35
Laporan Tugas Akhir Museum Seni Visual Bandung
perkembangan selanjutnya, bagian-bagian tertentu pada galeri juga diisi oleh fresco seperti pada galeri di Palazzo Colonna di Roma atau bahkan cermin seperti di Istana Versailles sehingga galeri tidak hanya terdiri atas patung-patung dan lukisan-lukisan saja.
Gb.3.1 Galleria della Mostra di Palazzo Ducale, Mantua, Gb.3.2 Galleria di Palazzo Colonna, Roma, 1590 (Museum Buildings; Birkhauser,2004) 1675-78 (Museum Buildings; Birkhauser, 2004) Gb.3.3 Rotunda (kiri) dan groundplan bangunan dan courtyard (kanan) dari Museo PioClementino, Vatican, Michaelangelo Simonetti 1773-80 (Engraving in the manner of Paul Letarouilly; Le Vatican, Paris 1882)
Bangunan Publik Museum mulai berfungsi sebagai bangunan publik yang memiliki otonomi sendiri sejak abad ke-18, saat bangunan museum neo-klasik karya Jean-NicolasLouis Durand dibangun.
Amalia Defiani (15202046)
36
Laporan Tugas Akhir Museum Seni Visual Bandung
Gb.3.4 Desain museum karya Jean-Nicolas-Louis Durrand, denah dan potongan bangunan. (J.N.L Durrand: Precis des lecons d’architecture, vol.2, Paris 1803)
Tempat Ekshibisi Menjelang
akhir
abad
ke-19
barulah
tipologi
museum
dapat
diidentifikasikan sebagai suatu bangunan yang terdiri atas bagian-bagian terpisah yang dikelompokkan secara iregular dan memiliki porsi besar untuk kebutuhan ekshibisi dan secara prinsip dapat diperluas sesuai dengan kebutuhan, hal yang amat bertentangan dengan fase bangunan sebelumnya yang susunannya lebih jelas. Unsur-unsur klasik seperti kolom-kolom Yunani dan pedimen masih tetap dipergunakan sampai dengan abad ke-20 sebagai lambang museum sebagai suatu kuil humanisme.
Amalia Defiani (15202046)
37
Laporan Tugas Akhir Museum Seni Visual Bandung
Gb.3.5 Schweizerisches Landesmuseum, Zurich, Gustav Gull, 1892-98 (Museum Buildings; Birkhauser, 2004)
Antara Pemenuhan Fungsi dan Representasi Arsitektural Satu dekade terakhir, museum dibangun dengan penggambaran sebagai suatu bangunan yang menggabungkan antara fungsi dan fiksi/khayal. Museum merupakan suatu karya seni yang arsitektural. Pembangunan museum sendiri mulai menjadi
fokus publik sejak awal 80-an, saat Museum Abteiberg di
Monchengladbach karya Hans Hollein dibangun. Hal itu merupakan titik awal
Amalia Defiani (15202046)
38
Laporan Tugas Akhir Museum Seni Visual Bandung
pembangunan museum-museum lainnya dengan beragam langgam, mulai dari posmodern tahun 80-an sampai dekonstruksi dan minimalis tahun 90-an.
Gb.3.6 Museum Abteiberg, Monchengladbach, Hans Hollein, 1972-1982 (Museum Buildings; Birkhauser, 2004)
Gb. 3.7 Museum Solomon R. Guggenheim, New York, F.L. Wright 1943-1959. Eksterior (kiri, sumber : Museum Buildings; Birkhauser, 2004) dan interior ramp spiral (kanan, sumber : Art Museums into the 21st Century; Birkhauser, 1999)
Amalia Defiani (15202046)
39
Laporan Tugas Akhir Museum Seni Visual Bandung
Gb.3.8 Guggenheim Museum Bilbao, Spanyol, Frank. O. Gehry, 1993-97. Siteplan (atas), Tampak dari seberang sungai (tengah), dan potongan longitudinal (bawah). (sumber : Art Museums into the 21st Century; Birkhauser, 1999)
Amalia Defiani (15202046)
40
Laporan Tugas Akhir Museum Seni Visual Bandung
3.3 Pemahaman Isu Edutainment in urban context Isu yang diambil adalah Edutainment in urban context—non historical site dengan menerapkankan pengajaran seni yang bersifat menghibur agar masyarakat lebih mudah memahami seni itu sendiri. Edutainment
:
- Activity or program that combines both educational and
entertaining elements (Babylon English-English Dictionary) - A form of entertainment designed to educate as well as to amuse. Edutainment typically seeks to instruct or socialize its audience by embedding lessons in some familiar form of entertainment: television programs, computer and video games, films, music, websites, multimedia software, etc. (wikipedia) Artinya Edutainment adalah aktivitas yang menggabungkan antara pengajaran dengan hiburan atau sebaliknya. Teori-teori komunikasi yang mempengaruhi Education-Entertainment antara lain : •
Persuasion Theory: (Aristotle, Petty, Cacioppo):
Psychological
characteristics effect the response of a person to messages. Also indicates the message and source factors that influence a person's response such as the credibility, attractiveness, and expertise of the source. Artinya respon seseorang terhadap pesan-pesan yang diterima dipengaruhi oleh karakteristik psikologis masing-masing. •
Theory of Reasoned Action: (Ajzen, Fishbein) : Social influences effect behavior, including beliefs and perceived social norms. Artinya pengaruh-pengaruh sosial mengakibatkan pembentukan perilaku, termasuk dalam hal kepercayaan serta norma-norma yang diterapkan.
•
Social Learning Theory: (Bandura) : People learn by observing others and the consequences of their behavior. If the person so chooses, they then Amalia Defiani (15202046)
41
Laporan Tugas Akhir Museum Seni Visual Bandung
emulate the behavior by rehearsing the action, taking action, comparing their experiences to the experiences of others, and then adopting the new behavior. Artinya manusia belajar dari mengamati orang lain serta konsekuensi dari perbuatan orang lain tersebut. •
Diffusion Theory: (Rogers): Behavior spreads through a community or group over a period of time. Television may plant the idea, but social networks reinforce it and cause it to grow. Artinya perilaku menyebar ke seluruh komunitas atau kelompok masyarakat melalui periode tertentu. Televisi yang menanamkan ide, namun yang menyebarkan dan menumbuhkan perilaku tertentu adalah jaringan-jaringan sosial.
Pengajaran tentang edutainment meliputi: •
Relevance: Learning is more likely when people can see the usefulness of the knowledge they are given. Artinya Relevansi : pengajaran akan lebih dimengerti apabila orang dapat melihat kegunaan dari pengetahuan yang diberikan.
•
Incremental Learning: Learning is most effective when people can learn at their own pace. Artinya Pembelajaran Bertahap : pembelajaran akan efektif apabila orang dapat belajar sesuai dengan kemampuan masing-masing.
•
Distributed Learning: (Fossard) Different people learn in different ways over different periods of time. It is important to present information differently so that people can absorb it.
Amalia Defiani (15202046)
42
Laporan Tugas Akhir Museum Seni Visual Bandung
Artinya Pembelajaran yang Terdistribusi : tiap orang memiliki cara belajar yang berbeda-beda dalam rentang waktu yang berbeda pula. Sangat penting untuk menampilkan informasi yang berbeda-beda agar masyarakat dapat mencerna dalam cara masing-masing. Urban
: - (Lat, urbis) bersifat kekotaan, berhubungan dengan kota. (Kamus Besar Bahasa Indonesia) -
"related to cities." (wikipedia)
Konteks urban dicirikan dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan dapat mencakup mulai dari kota yang relatif kecil hingga ke kota besar. Pada kota besar konteks urban dapat ditemukan pada core kota dan konteks suburban pada bagian pinggiran kota. Untuk menghasilkan suatu bentukan arsitektur yang sesuai dengan isu Edutainment in urban context—non historical site maka museum seni visual ini harus memiliki fungsi tambahan yang mendukung tema.berupa : • Ruang Baca • Kafe
Contoh : British Museum in London
• Toko
(Norman Foster)
• Rest areas • Lobby yang besar , contoh : Pyramid du Louvre (I.M Pei) 3.4 Kelompok Sasaran Perancangan bangunan ini ditujukan untuk memudahkan seseorang untuk menikmati seni dan juga sebagai tempat rekreasi yang edukatif dan ditujukan bagi: • Komunitas seni yang ada di kota Bandung • Umum (penduduk Bandung): o Anak-anak : Untuk menumbuhkan minat seni sejak dini o Dewasa o Keluarga: Sebagai fasilitas rekreasi keluarga • Badan Pendidikan: Untuk kegiatan akademis, berlatih dan bersosialisasi
Amalia Defiani (15202046)
43