BAB III KAJIAN PUSTAKA
Untuk memelihara sebuah keuntungan kompetitif di dunia bisnis sekarang ini, Manufaktur harus merespon dengan cepat kebutuhan konsumen yang mana semakin menuntut baik dari sisi jumlah order, spesifikasi dan tanggal pengiriman. Kemampuan mengubah operasi untuk memuaskan permintaan tersebut, yang dikenal sebagai fleksibilitas, menjadi sangat perlu dan peningkatan fleksibilitas sangat diperlukan secara rutin. Hal ini menempatkan pentingnya penerapan fleksibilitas dan proses pembuatan keputusan terstruktur pada banyak perusahaan manufaktur.
3.1. Ketidakpastian dalam Manufaktur dan Rantai Pasok 3.1.1. Definisi dan Taksonomi Ketidakpastian Rantai Pasok
Sebuah rantai pasok (Supply Chain) didefinisikan sebagai “Sebuah jaringan organisasi yang saling terkait dan saling tergantung yang bekerja bersama secara kooperatif dan saling membutuhkan untuk mengendalikan, mengelola dan meningkatkan aliran material dan informasi dari pemasok (supplier) ke pemakai akhir (end user)” (Scott dan Westbrook, 1991). Pengelolaan rantai pasok di dunia kompetitif sekarang ini semakin menantang dikarenakan ketidakpastian pasokan dan permintaan semakin besar, globalisasi pasar, lingkaran hidup produk dan
16
17
teknologi yang semakin pendek dan peningkatan penggunaan manufaktur, distribusi dan mitra logistik (Christoper dan Lee, 2004). Terutama dalam bisnis saat ini, ketergantungan sumber daya atau dampak outsourcing sangat mempengaruhi hubungan antar organisasi (Paulraj dan Chen, 2007). Manajemen rantai pasok adalah disiplin yang sangat penting untuk meningkatkan kinerja kompetitif yang dengan erat mengintegrasikan fungsi internal dalam perusahaan (misalnya
pemasaran,
desain
dan
pengembangan
produk)
dan
efektif
menghubungkan dengan operasi eksternal dari pemasok dan mitra saluran (Stevens, 1989). Faktanya adalah kemampuan rantai pasok dapat dipengaruhi oleh beragam ketidakpastian. Ketidakpastian dapat disebabkan oleh elemen-elemen internal dan eksternal rantai pasok dan efek dari ketidakpastian tersebut dapat mempengaruhi kinerja rantai pasok dan permintaan. Oleh karena itu, salah satu tujuan utama manajemen rantai pasok adalah mengurangi ketidakpastian-ketidakpastian. Ketidakpastian didefinisikan sebagai setiap kejadian tak terduga yang terjadi selama proses produksi yang tidak dapat direncanakan (Koh et al, 2002). Secara umum, ketidakpastian rantai pasok dapat digambarkan sebagai setiap kejadian tak terduga yang tidak dapat direncanakan selama proses produksi dalam sebuah rantai pasok atau akan muncul dengan beberapa derajat ketidakjelasan (Koh dan Tan, 2006). Rantai pasok, menghubungkan rantai nilai kegiatan yang berkaitan dengan perencanaan dan pengendalian bahan baku, komponen dan produk jadi dari pemasok ke pelanggan akhir, terus fokus pada bidang manajemen. Dalam
18
literature, ketidakpastian didefinisikan dan diklasifikasikan dalam berbagai cara. Prater (2005) mengidentifikasikan ketidakpastian rantai pasok ke dalam 2 (dua) tingkat; ketidakpastian tingkat makro dan tingkat mikro yang terdiri dari variable, beberapa tujuan, kendala, amplifikasi, kekacauan deterministik, perencanaan jangka panjang dan kekacauan non-deterministik. Paulraj dan Chen (2007) menggambarkan secara umum tipe ketidakpastian; yaitu ketidakpastian pasokan, ketidakpastian permintaan dan ketidakpastian teknologi. Koh dan Tan (2006) mengspesifisikan ketidakpastian manufaktur sebagai ketidakpastian pasokan, ketidakpastian permintaan, ketidakpastian pengembangan produk baru dan ketidakpastian teknologi. Dengan mempertimbangankan seluruh sudut pandang rantai pasok, ketidakpastian pasokan dan ketidakpastian permintaan dianggap sebagai ketidakpastian eksternal dimana secara utama dipengaruhi oleh pelanggan dan pemasok secara teratur. Sebaliknya, ketidakpastian pengembangan produk baru dan ketidakpastian teknologi sebagai ketidakpastian internal dimana sumbersumber ketidakpastian tertanam terutama dalam fungsi manufaktur dan cenderung terjadi dalam kegiatan dan waktu yang spesifik. Berdasarkan pandangan tersebut diatas, ketidakpastian yang menjadi konsentrasi karya akhir ini adalah “ketidakpastian pasokan” dan “ketidakpastian permintaan”. Untuk dapat mengatasi ketidakpastian-ketidakpastian ini, telah ada sebuah
usaha
untuk
mengidentifikasi
sumber
ketidakpastian
sehingga
penyelesaian dapat dengan jelas dinyatakan dan digunakan ke setiap sumber ketidakpastian.
19
Sumber-sumber ketidakpastian ini dapat menjadi data yang sangat berguna untuk mengaudit masing-masing sumber ketidakpastian di dalam rantai pasok. Sumber-sumber ketidakpastian tersebut dianggap sebagai sumber ketidakpastian umum sebagaimana dimaksud dalam beberapa literatur. Dalam karya akhir ini, sumber ketidakpastian pasokan meliputi pemberitahuan ke pemasok yang singkat atas perubahan kebutuhan, rentang waktu pengiriman dari pemasok yang lama dan hubungan yang tidak baik dengan pemasok. Sementara itu, persediaan pelanggan yang tidak visible, hubungan yang tidak baik dengan pelanggan dan perubahan produk terus menerus yang menyebabkan tingginya tingkat keusangan dianggap sebagai sumber ketidakpastian dalam permintaan. Setelah sumber ketidakpastian diketahui, upaya-upaya pengurangan ketidakpastian dan metode-metode atau teknik-teknik lain berhubungan dengan ketidakpastian rantai pasok akan dijabarkan pada seksi pembahasan berikutnya untuk memberikan latar belakang akan pengetahuan sekarang ini dalam berhubungan dengan ketidakpastian rantai pasok, terutama ketidakpastian pasokan dan permintaan.
3.1.2. Pengelolaan Ketidakpastian dalam Rantai Pasok
Ada sejumlah upaya untuk mengelola ketidakpastian rantai pasok dari beberapa perspektif seperti manajemen rantai pasok, manajemen operasi, manajemen strategis dan manajemen pengetahuan. Diantara berbagai penelitian yang mencoba untuk mengatasi ketidakpastian rantai pasok, cakupan untuk mengatasi ketidakpastian rantai pasok dapat dikelompokkan kedalam bagian
20
utama; melakukan penilaian resiko (Zsidisin et al, 2004), menggunakan teknik peramalan (Pagh dan Cooper, 1998) dan meminimalkan sumber ketidakpastian (Childerhouse et al, 2003; Vorst dan Beulens, 2002). Zsidisin et al (2004) menyarankan bahwa teknik penilaian resiko mempermudah mendapatkan informasi bagi bagian pembelian untuk memverifikasi perilaku pemasok, mendorong keselarasan tujuan antara bisnis membeli dan menjual dan mengurangi ketidakpastian hasil terkait dengan pasokan yang masuk. Childerhouse dan Towil (2004) menekankan pentingnya mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan rantai pasok yang transparan pada bisnis saat ini. Dengan menempatkan upaya pada beberapa pendekatan seperti penyederhanaan aliran bahan baku, hubungan rantai pasok, kebijakan persediaan dan sistem informasi, ketidakpastian dapat menjadi lebih terkelola. Terutama di tingkat operasional, peramalan dan pengambilan keputusan jangka pendek disarankan menjadi sarana mengatasi ketidakpastian (Wilding, 1998). Diantara ketiga area ini, dapat dilihat bahwa melakukan analisa resiko dianggap sebagai tugas utama sebelum pelaksanaan tindakan tertentu dan memungkinkan ketidakpastian rantai pasok diperlakukan dengan lebih sistematis dan objektif. Sejumlah penelitian telah dipelajari dalam mengembangkan alat-alat analisis untuk mengelola ketidakpastian. Pratt (2005) menyediakan strategi operasional dan alat analisis untuk mengelola berbagai jenis ketidakpastian. Vorst dan Beulens (2002) menyajikan daftar kemungkinan dari strategi desain ulang rantai pasok menurut sumber ketidakpastian dan digunakan untuk analisa lebih lanjut ketidakpastian. Koh dan Tan (2006) mengembangkan TAPS untuk membantu membuat keputusan
21
berhubungan dengan ketidakpastian rantai pasok. Melalui pengembangan praktekpraktek
manufaktur,
pengembangan
paradigma
baru
dalam
pengaturan
manufaktur yang secara khusus merespons terhadap ketidakpastian rantai pasok; yaitu manufaktur tangkas (Agile Manufacturing, AM). AM mulai menjadi konsep bisnis dimana perusahaan dapat beroperasi secara menguntungkan dalam lingkungan kompetitif dimana peluang perubahan dari pelanggan terus menerus dan tak terduga. Cooper (1983) menggambarkan bahwa model proses generasi berikutnya harus bersifat mengalir, mampu beradaptasi terhadap kondisi dan situasi serta fleksibel. AM diakui sebagai salah satu perhatian utama dalam manajemen rantai pasok modern (Teece dan Pisano, 1994).
3.2. Agile Manufacturing
Agility (Ketangkasan) didefinisikan sebagai kemampuan sebuah organisasi untuk berkembang dalam sebuah perubahan yang berkelanjutan, lingkungan bisnis yang tidak terduga (Prater, Biehl dan Smith, 2001). Ketangkasan di bidang manufaktur berarti mampu merespon dengan cepat dan efektif konfigurasi permintaan pasar saat ini dan juga menjadi proaktif dalam mengembangkan dan mempertahankan pasar dalam menghadapi kekuatan-kekuatan kompetitif yang luas (Bessant et al, 2001, p.31). Gusinger dan Ghorashi (2004) mengusulkan contoh-contoh praktek tangkas; yaitu prosedur sistematis untuk mengevaluasi dan merespon keluhan dan kekhawatiran pelanggan, tim yang berkualitas untuk
22
mereview dan membuat rekomendasi pada upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas, menggunakan peralatan proses fleksibel, kerja sama dan pembentukan tim yang dapat dikonfigurasi ulang dimana anggotanya adalah manajemen, kualitas, produksi dan pemasaran. Dalam pelaksanaan strategi manufaktur, masih belum jelas seperti bagaimana persis hubungan strategi manufaktur dengan proses strategi perusahaan (Spina, 1998) dan bagaimana hubungan strategi manufaktur dengan ketangkasan. Beberapa penelitian telah mencoba untuk menyelidiki masalah ini. Studi dari Brown dan Bessant (2003) menyajikan kerangka kerja konseptual dari konfigurasi dan alat-alat ketangkasan. Bessant et al (2001) mengusulkan sebuah model referensi kemampuan tangkas manufaktur yang terdiri dari 4 (empat) parameter utama yang saling berhubungan; yaitu : strategi yang lincah (agile strategy), proses yang gesit (agile process), hubungan yang lincah (agile linkages) dan orang yang tangkas (agile people). Disarankan bahwa perlu untuk mengeksplorasi konfigurasi tangkas yang berbeda dan mengembangkan kerangka kerja untuk mempermudah para pengambil keputusan strategis dalam mengidentifikasi konfigurasi khusus yang diperlukan untuk sektor-sektor atau produk mereka. Brown dan Bessant (2003) menunjukkan bahwa AM menggabungkan perilaku reaktif dan proaktif dan tingkat fleksibilitas yang tinggi di beberapa daerah kunci. Dari titik ini, kesadaran akan makna fleksibilitas telah diangkat sebagai sebuah elemen utama dari ketangkasan (agility).
23
3.2.1. Fleksibilitas: Dimensi dari Paradigma Agile Manufacturing
Tekanan untuk meningkatkan investasi tangkas dalam rantai pasok telah meningkat seiring dengan meluasnya persaingan, semakin beragam produk dan kecenderungan kustomisasi massal (MC). Para manajer sekarang ini sedang mencari area-area yang dapat ditingkatkan untuk meningkatkan kinerja ketangkasan. Salah satu cara untuk merespon ketidakpastian adalah dengan membangun fleksibilitas ke dalam manufaktur dan rantai pasok. Salah satu dimensi utama kinerja rantai pasok adalah fleksibilitas; kemampuan untuk beradaptasi dengan kemampuan internal dan eksternal atau reaksi terhadap ketidakpastian lingkungan. Secara umum, fleksibilitas manufaktur telah diklasifikasikan
dalam
banyak
cara.
Umumnya,
strategi
fleksibilitas
diklasifikasikan kedalam 3 (tiga) tingkat; yaitu fleksibilitas operasional (operational flexibility), fleksibilitas taktikal (tactical flexibility) dan fleksibilitas strategis (strategic flexibility). Tabel 3.1 menunjukkan taksonomi fleksibilitas. Fleksibilitas operasional mempertimbangkan aspek-aspek teknikal, aspek-aspek proses dan aspek-aspek manusia terkait dalam fungsi manufaktur. Fleksibilitas taktikal mempertimbangkan fungsi yang lebih luas termasuk rantai pasok. Kedua tipe strategi fleksibilitas ini dimaksudkan untuk berfokus pada kinerja operasional sementara fleksibilitas strategis cenderung berdampak pada organisasi jangka panjang. Meskipun demikian, tidak ada konsensus yang telah dibuat dalam definisi fleksibilitas manufaktur. Dalam karya akhir ini, fleksibilitas manufaktur didefinisikan sebagai “kemampuan organisasi manufaktur untuk menggunakan
24
atau memindahkan sumber daya secara efektif dalam menanggapi kondisi yang berubah”. Tabel 3.1 - Taksonomi Fleksibilitas (Chang, 1999) Tingkat
Fleksibilitas Strategis (Fleksibilitas berorientasi Output)
Fleksibilitas Taktikal (Fleksibilitas berorientasi Proces)
Fleksibilitas Operasional (Fleksibilitas berorientasi Input)
Dimensi Fleksibilitas Keterangan Manufaktur Fleksibilitas Produk Kemampuan sistem manufaktur Baru (New Product untuk memperkenalkan dan membuat komponen dan produk Flexibility) baru Fleksibilitas Bauran Kemampuan sistem manufaktur untuk beralih antara produk yang Produk (Mix berbeda dalam bauran produk Flexibility) Fleksibilitas Volume Kemampuan sistem manufaktur (Volume Flexibility) untuk berubah secara ekonomis sesuai aggregate volume produksi Fleksibilitas Perluasan Kemampuan untuk meningkatkan kapasitas tanpa halangan (Expansion Flexibility) Fleksibilitas Proses Kemampuan sistem manufaktur komponen dan (Process Flexibility) memproduksi produk melalui beragam alternatif alur agar meningkatkan utilisasi sistem Fleksibilitas Rute Kemampuan peralihan urutan kerja mesin dalam membuat suatu produk (Routing Process) Fleksibilitas Program Kemampuan peralatan untuk bekerja tanpa diawasi pada periode (Programme waktu yang lama Flexibility) Fleksibilitas Kemampuan untuk pertukaran Operasional urutan dari beberapa operasi untuk setiap jenis produk (Operational Flexibility) Fleksibilitas Mesin Kemampuan mesin untuk beralih (Machine Flexibility) antara berbagai jenis operasi tanpa penghalang Fleksibilitas Tenaga Kemampuan tenaga kerja Kerja (Labour melakukan tugas manufaktur secara Flexibility) luas dengan efektif Kemampuan sistem penanganan Fleksibilitas Penanganan Material dalam memindahkan komponen dan (Flexibilitas Material produk dalam pabrik secara efektif Handling)
25
3.2.2. Pengembangan Teknologi dan Sumber Daya Organisasi
Sistem Manufaktur Fleksibel (Flexible Manufacturing System, FMS) merupakan kawasan yang berbeda dari studi fleksibilitas manufaktur. Sebagian besar, FMS berfokus pada desain dan pengembangan teknis dari sistem manufaktur. Namun, penerapan sistem seperti ini dianggap sebagai aspek utama dalam Manajemen Operasi. Sebagai contoh, Alder (1998) menyarankan bahwa untuk mengelola otomatisasi fleksibel, kombinasi fleksibilitas dan stabilitas yang tepat
harus
ditetapkan
dengan
mempertimbangkan
adanya
mekanisme
fleksibilitas. Beberapa pekerjaan menarik dari Crowe (1992) memberikan wawasan yang signifikan terhadap pengelolaan FMS. Area penerapan FMS dipertimbangkan oleh banyak peneliti manufaktur untuk mencapai fleksibilitas sebenarnya kedalam sebuah sistem. Literatur pada umumnya mendukung pandangan bahwa Advanced Manufacturing Technology (AMT) bukanlah satu-satunya cara untuk mencapai berbagai jenis fleksibilitas. Suarez et al (1996) mengidentifikasi sejumlah faktorfaktor sumber yang memungkinkan perusahaan menerapkan fleksibilitas. Ada teknologi produksi, teknik manajemen produksi, proses pengembangan produk dan sistem akunting dan informasi. Sehubungan dengan karya Sethi dan Sethi (1990), Jack et al (2003) Koste et al (2004), fleksibilitas volume dapat ditingkatkan dengan mengadopsi mesin multifungsi, tata letak produksi tanpa spesifik proses, otomatisasi sistem penanganan material dan peningkatan fleksibilitas routing. Meningkatkan sistem perencanaan dan pengendalian
26
produksi dan meningkatkan tingkat fleksibilitas mesin umumnya digunakan untuk meningkatkan fleksibilitas produk. Maruca (1993) mengemukakan bahwa pabrik dimana para manajer berpikir fleksibel cenderung didapatkan dari banyak latihan dan didapatkan karena menjadi lebih baik pada hal tersebut. Ini adalah keyakinan yang menjadi kenyataan. Studi ini menemukan bahwa fleksibilitas lebih banyak ditentukan oleh orang-orang di pabrik, pengalaman industri mereka dan praktek yang mereka dapat, daripada penggunaan tipe teknologi tertentu. Anand dan Ward (2004) mengemukakan bahwa adalah perlu untuk mempelajari lebih lanjut tentang bagaimana membangun kapabilitas yang berhubungan dengan setiap tipe fleksibilitas yang diidentifikasikan penting. Meskipun demikian, beberapa praktisi dan peneliti tampaknya mempertimbangkan teknologi otomatisasi dengan komputer menjadi sinonim dengan fleksibilitas; elemen infrastruktur lain juga diperlukan untuk mencapai fleksibilitas (Upton (1994), Boyer et al (1997)). Untuk mencapai fleksibilitas, banyak perusahaan bereksperimen dengan struktur organasasi yang baru dan proses manajemen; termasuk de-layering, jaringan berbasis tim, aliansi dan kemitraan (Gupta dan Singh, 2002). Kathuria (1998) menyelidiki praktek manajerial dari fleksibilitas manufaktur dalam manufaktur di Amerika Serikat. Dia melaporkan bahwa praktek-praktek manajerial seperti membangun tim, pemberdayaan karyawan dan praktek berorientasi hubungan dapat mempermudah pengelolaan fleksibilitas manufaktur, terutama dalam aspek manusia.
27
Mengikuti perkembangan industri, penekanan dalam penelitian akademik telah berubah dengan menggunakan fleksibilitas manufaktur sebagai respon terhadap lingkungan yang dinamis. Copeland dan Weiner (1990) berpendapat bahwa pendekatan proaktif diperlukan oleh perusahaan yang beroperasi dalam lingkungan yang dinamis. Newman et al (1993) menganggap bahwa penyangga teknikal itu memungkinkan perusahaan untuk berurusan dengan dinamika lingkungan. Bourgeouis (1985) secara empiris menunjukkan jebakan dari penggunaan kontrak jangka panjang dan penyangga dengan menunjukkan bahwa pengurangan kebutuhan fleksibilitas hanya akan bermanfaat dalam lingkungan yang stabil. Meskipun demikian, studi dari Kara dan Kayis (2004) jelas memberikan fokus pada sistem produksi dalam membangun kapabilitas untuk tingkat fleksibilitas yang lebih tinggi. Ada kemungkinan bahwa para manajer cenderung untuk mengembangkan jenis strategi yang lain yang mengurangi ketidakpastian. Kara dan Kayis percaya bahwa ini harus disertakan dalam daftar strategi dan harus diprensentasikan dalam fungsi lain seperti pemasaran dan penjualan. Selain itu, kualitas dan Just in Time (JIT) dapat dianggap memainkan peranan penting dalam mengurangi ketidakpastian. Jadi, tidak hanya pengembangan teknologi yang diperlukan tetapi manufaktur juga harus fokus pada pembangunan kapabilitas
atau
pengembangan
sumber
daya
organisasi.
Dalam
mempertimbangkan teknik dan alat fleksibilitas (Olhager dan West (2002); Kara dan Kayis (2004)), teknik fleksibilitas dapat diklasifikasikan kedalam 2 (dua) jenis strategi utama; yaitu mengurangi ketidakpastian dan membangun fleksibilitas.
28
Ringkasnya, serangkaian strategi fleksibilitas diklasifikasikan dan disajikan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 - Teknik dan Strategi Fleksibilitas Strategi Terfokus (mengurangi ketidakpastian)
Strategi Fleksibilitas (membangun sumber fleksibilitas)
Design Focus Component reuse Design for manufacturability Cross-functional design teams
Production Control and Technology Focus Range of process capability Capability of design technology Process change times Scale and integration of process Automatic monitoring device
Managerial Focus Project management skills Lean management technique Lifetime employment Mass production management technique Standardisation Continous Learning Preventive Maintenance
Workforce Focus Multi-skilled workers Flexible workforce Subcontracting, Outsourcing Lead time buffers
Demand/Market Focus Order processing and forecasting sensitivity Timely and effective information system Real-time acquisition of market knowledge
3.3. Latar belakang Konsep Peningkatan Fleksibilitas
Pertanyaan
dilontarkan
tentang
sejauh
mana
penerapan
strategi
fleksibilitas adalah benar-benar dibutuhkan dan bagaimana masalah-masalah fleksibilitas dapat diselesaikan di seluruh rantai pasok, tidak hanya manufaktur (Ketokivi, 2006). “Bagaimana untuk mencapai manfaat maksimum fleksibilitas?”
29
menjadi pertanyaan penting bagi beragam pihak dan faktor yang terlibat dalam rantai pasok. Pengetahuan tentang fleksibilitas manufaktur telah dikembangkan mulai dari klasifikasi fleksibilitas, identifikasi sumber fleksibilitas, pengujian hubungan
antara
kontinjensi
dan
kinerja
fleksibilitas
dan,
akhirnya,
pengembangan model dan alat untuk penerapan fleksibilitas.
3.3.1. Definisi dan Pengukuran Fleksibilitas
Fleksibilitas adalah kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang berbeda dan mencapai tujuan berbeda dengan fasilitas yang sama (Zhang dan Sharifi, 2000). Banyak penulis melakukan studi tentang pengukuran fleksibilitas sejak dekade terakhir. Jaikumar (1984) telah membahas 3 (tiga) jenis fleksibilitas yaitu fleksibilitas produk, proses dan program serta menyarankan cara untuk menggunakan
formulasi
pemrograman
matematika
stokastik
berdasarkan
throughput dari skenario masa depan yang diharapkan atau historis throughput selama jangka waktu tertentu. Son dan Park (1987) mengusulkan 4 (empat) jenis ukuran fleksibilitas, yaitu fleksibilitas peralatan, produk, proses dan permintaan untuk jangka waktu produksi tertentu dan menghitung setiap ukuran berdasarkan biaya yang dikeluarkan. Dengan bantuan ukuran fleksibilitas parsial ini, ukuran fleksibilitas total telah didefinisikan, yaitu jumlah resiprokatif dari resiprokatif dari masing-masing fleksibilitas. Gupta dan Goyal (1989) mengklasifikasi pengukuran fleksibilitas kedalam 6 (enam) kelompok yaitu pengukuran
30
berdasarkan konsekuensi ekonomis, pengukuran berdasarkan kriteria kinerja, pendekatan multidimensional, pendekatan Petri-net, pendekatan teori informasi dan pendekatan teori keputusan. Dalam upaya lain untuk mengukur fleksibilitas secara moneter, Son dan Park (1990) menggunakan biaya non-konvensional untuk menggambarkan fleksibilitas manufaktur; yaitu set-up, waktu tunggu, idle, biaya persediaan, produk, proses, peralatan dan fleksibilitas permintaan berturut-turut. Masing-masing biaya non-konvensional ini memiliki kesempatan biaya, yaitu manfaat ekonomi yang dikorbankan ketika pilihan sebuah tindakan menghalangi pilihan yang lain. Pyoun dan Choi (1994) dan Pyoun et al (1995) membuat perbedaan antara fleksibilitas potensial dan
fleksibilitas realisasi serta
mengembangkan prosedur untuk mengukur fleksibilitas realisasi dalam hal moneter dan mengintegrasikan nilai-nilai ini ke dalam model evaluasi keuangan. Namun, kekurangan dari model ini adalah sulitnya memperoleh data untuk menghitung setiap nilai fleksibilitas. Malek dan Wolf (1991) mengusulkan suatu indikator tunggal yang komprehensif yang mengklasifikasikan desain FMS bersaing yang berbeda sesuai dengan fleksiblitas yang melekat padanya. Memperluas pekerjaan mereka, Malek dan Wolf (1991) mengembangkan sebuah indeks yang juga mencakup biaya keusangan teknologi dan siklus hidup FMS dalam proses evaluasi dan peringkat kuantitatif desain bersaing. Fleksibilitas juga telah diukur berdasarkan karakteristik fisik dari sistem (Chen dan Chang (1996), Gustavon (1984), Kochikor dan Narendran (1992), Zelenovic (1982)). Pendekatan ini dianggap kurang memadai, akan tetapi karena
31
fleksibilitas tidak datang dari karakteristik fisik semata tetapi hasil dari kombinasi faktor-faktor seperti karakteristik fisik, kebijakan operasi dan praktek manajemen. Secara keseluruhan, ukuran fleksibilitas harus mencakup 2 (dua) komponen,
yaitu
ukuran
keanekaragaman
dan
ukuran
waktu.
Contoh
keanekaragaman termasuk jumlah komponen, jumlah keluarga komponen, perubahan persentase volume dan jumlah set-up. Ukuran waktu termasuk waktu switch over antara keluarga komponen, persentase perubahan volume per perubahan siklus bisnis dan jumlah set-up periode perkiraan. Pengukuran fleksibilitas volume dan bauran produk telah dikembangkan oleh banyak peneliti. Narasimhan dan Das (1999) menggunakan kesulitan dengan meningkatkan kapasitas sistem dan waktu yang dibutuhkan untuk mengubah produksi untuk mengukur fleksibilitas volume. Petroni dan Bevilacqua (2002) mengembangkan volume terendah yang mungkin dari komponen yang masih memungkinkan perusahaan untuk mempertahankan laba usaha. Chenhall (1996) mengembangkan ukuran waktu throughput bahan baku, waktu set up, kualitas komponen, output bebas defect, ukuran produktifitas berkaitan dengan input fisik, tingkat persediaan minimum, keandalan vendor dan tanggapan untuk mengukur fleksibilitas secara keseluruhan.
3.3.2. Kerangka Kerja Peningkatan Fleksibilitas Manufaktur
Meningkatkan fleksibilitas manufaktur merupakan upaya perusahaan untuk meningkatkan kemampuan organisasi untuk secara efektif mengubah
32
operasi dan prosesnya (misal : kapasitas, urutan) untuk menangani ketidakpastian yang diramalkan dan tak terduga (misal : permintaan, kegagalan internal). Seperti disebutkan sebelumnya, adalah umum untuk mengklasifikasikan strategi fleksibilitas ke dalam 3 (tiga) tingkat; yaitu fleksibilitas operasional, fleksibilitas taktikal dan fleksibilitas strategis. Peningkatan normalnya ditempatkan pada 3 (tiga) tingkat strategi fleksibilitas ini. Selanjutnya, strategi peningkatan fleksibilitas manufaktur dapat diklasifikasikan oleh 3 (tiga) kriteria berikut, yaitu tujuan strategis, modus fleksibilitas dan tingkat perbaikan. Tujuan strategis termasuk meningkatkan kepuasan pelanggan, meningkatkan daya saing, meningkatkan kinerja operasional dan mengurangi ketidakpastian dalam manufaktur dan rantai pasok. Modus fleksibilitas termasuk adaptif, redefinisi, perbankan dan pengurangan. Tingkat perbaikan termasuk investasi struktural, perbaikan proses, pengembangan sumber daya dan perencanaan sumber daya. Sebagai contoh, Ndubisi et al (2005) menekankan pentingnya seleksi pemasok dan manajemen pemasok serta fleksibilitas yang dapat ditingkatkan dengan mengadopsi strategi seperti mendorong pemilihan pemasok yang berbasis pada teknologi. Strategi ini cenderung untuk meningkatkan kinerja operasional pabrik
dan
didasarkan
pada
pengurangan
modus
fleksibililtas
dimana
ketidakpastian berkurang karena kinerja pemasok yang baik. Jelas bahwa strategi ini terjadi pada tingkat perencanaan sumber daya. Literatur fleksibilitas manufaktur membahas banyak strategi fleksibilitas yang berbeda yang dapat digunakan untuk meningkatkan fleksibilitas manufaktur dan sebagai hasilnya meningkatkan kinerja rantai pasok (Sethi dan Sethi, 1990).
33
1) Proses dan Kerangka Kerja Fleksibilitas
Fleksibilitas manufaktur adalah konsep yang kompleks, multi dimensional dan sulit untuk mensintesis (Sarker et al, 1994). Banyak peneliti telah mempertimbangkan definisi, permintaan, klasifikasi dalam dimensi, pengukuran, pemilihan dan interprestasi fleksibilitas manufaktur (Beach et al 2000; De Toni dan Tonchia 1998, Gupta dan Goyal 1989, Sarker et al 1994, Sethi dan Sethi 1990). Telah ada juga beberapa penulis memfokuskan pada proses fleksibilitas dan mengemukakan pada kerangka kerja analitikal fleksibilitas. Upton (1994) mengusulkan sebuah kerangka kerja untuk menganalisa fleksibilitas manufaktur berdasarkan berbagai dimensi dan dispesifikasikan oleh 3 (tiga) elemen, yaitu rentang (range), mobilitas (mobility) dan keseragaman (uniformity). Suarez et al (1991) menampilkan model dasar fleksibilitas manufaktur seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1. Unsur-unsur utama dari model ini adalah faktor-faktor kontekstual dan organisasi, jenis fleksibilitas dan faktor-faktor sumber fleksibilitas.
34
Gambar 3.1 - Model Dasar Penerapan Fleksibilitas (Suarez et al, 1991)
Faktor kontekstual dan Organisasi - Strategi produk - Perilaki pesaing - Karakteristik permintaan produk - Siklus hidup produk
Jenis Fleksibilitas - Fleksbilitas Volume - Fleksibilitas Bauran Produk - Fleksibilitas Produk Baru - Fleksibilitas Waktu Pengiriman
Faktor Sumber Fleksibilitas - Teknologi produksi - Teknik manajemen produksi - Sumber daya manusia - Hubungan dengan pemasok, sub-kontraktor dan hubungan distribusi - Desain produk - Sistem informasi dan akunting
Penerapan Fleksibilitas dan Tindakan
Untuk mencapai fleksibilitas manufaktur, sebuah proses pelaksanaan diperlukan untuk memberikan panduan bagi para manajer. Slack (1988) merekomendasikan 3 (tiga) pendekatan bertahap yang terdiri dari mendefinisikan kebutuhan akan fleksibilitas, melakukan sebuah audit fleksibilitas dan mengembangkan program tindakan untuk fleksibilitas. Tahap mendefinisikan persyaratan fleksibilitas telah popular dan dipelajari oleh banyak peneliti (Olhager dan West (2002), Narain et al (2000), Nilsson dan Nordahl (1995), Gerwin (1993), Suarez (1991), dan Slack (1998)). Karya dari Gerwin (1993) memberikan proses yang komprehensif untuk menerapkan fleksibilitas. Sementara sebagian penulis menekankan penggunaan fleksibilitas secara reaktif, konsep kerangka kerja Gerwin menggambarkan penggunaan fleksibilitas manufaktur sebagai sebuah komponen dalam strategi manufaktur baik yang reaktif maupun proaktif. Gerwin mengusulkan kerangka kerja dasar proses penerapan fleksibilitas seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2. Ada 5 (lima) variabel dalam kerangka kerja
35
tersebut, yaitu ketidakpastian lingkungan, strategi manufaktur, fleksibilitas manufaktur yang diinginkan, metode fleksibilitas dan pengukuran kinerja.
Gambar 3.2 - Proses Fleksibilitas Manufaktur (Gerwin, 1993)
Ketidakpastian Lingkungan
Strategi Manufaktur
Fleksibilitas Manufaktur yang diinginkan
Metode untuk menjalankan Fleksibilitas
Mengurangi Pengukuran Kinerja Mendefinisi Ulang
Dalam operasi, pengertian fleksbilitas mencakup hal sebagai berikut, yaitu efisiensi, responsif, kepandaian dalam berbagai bidang (versatility) dan kekuatan (robustness) (Chuu, 2005). Ketika sebuah penyesuaian atau perubahan terjadi pada proses manufaktur tertentu, fleksibilitas berarti bahwa sistem manufaktur harus beroperasi dengan efektif menggunakan sumber daya yang ada dan memberikan hasil yang efisien sesuai dengan perubahan tersebut. Sistem harus merespon dengan tiba-tiba terhadap perubahan atau dalam waktu yang sempurna. Sistem harus mampu mengatasi ketidakpastian yang diharapkan dan sistem harus mampu menangani pula ketidakpastian yang tak terduga dengan menggunakan kemampuan yang ada. Dalam upaya untuk mencapai fleksibilitas, sejumlah penelitian telah memberikan kerangkan kerja dasar untuk dapat digunakan dalam analisis. Sebagai contoh, Correa (1994) memberikan wawasan kedalam fleksibilitas dari sumber daya manufaktur struktural. Secara struktural, ada 3 (tiga) jenis redundansi struktural, yaitu redundansi dalam kapabilitas, kapasitas dan
36
penggunaan sumber daya. Untuk mencapai campuran fleksibilitas yang diinginkan, pemilihan konfigurasi redundansi sumber daya yang tepat harus dibuat. Harvey et al (1997) menyajikan kerangka kerja untuk mengelola fleksibilitas di sektor jasa dengan mengurangi variabilitas sumber, menyelesaikan variabilitas yang tersisa di titik dampak dan menerapkan teknologi informasi.
2) Hubungan
antara
Lingkungan
Bisnis,
Strategi
Bisnis,
Strategi
Manufaktur dan Program Peningkatan Fleksibilitas
Potensi untuk
meningkatkan fleksibilitas
tergantung pada faktor
lingkungan, organisasional dan faktor-faktor teknikal. Karena peningkatan fleksibilitas mungkin menjadi sangat mahal dan dapat menyebabkan kerumitan manajemen serta biaya koordinasi yang tinggi, para manajer harus menjustifikasi dengan benar apakah peningkatan fleksibilitas diperlukan dan cocok untuk lingkungan, organisasional dan faktor-faktor teknikal perusahaan (Prater et al (2001)). Mereka juga mengungkapkan bahwa perusahaan yang sukses dengan rantai pasok fokus pada aspek-aspek utama dari rantai pasok mereka dan tidak berusaha memberikan setiap fitur yang dituntut oleh perusahaan tangkas; hanya memantapkan jenis fleksibilitas yang diinginkan untuk berkontribusi kepada suksesnya rantai pasok. Sebelum mendapatkan jenis fleksibilitas yang dibutuhkan dan program peningkatan fleksibilitas, banyak penulis menyarankan bahwa perusahaan harus mengikuti proses pengambilan keputusan strategis (Gerwin (1993)). Sebagai
37
contoh, berurusan dengan kejenuhan pasar, perusahaan sering bergerak sendirinya ke sebuah pasar baru. Strategi ekspansi pasar baru sudah ada dalam literature yang melibatkan riset pasar untuk permintaan produk yang akurat di pasar baru, keputusan tepat waktu, tempat dan metode masuk yang menjamin kelancaran operasional perusahaan nantinya, mendirikan operasi baru, jaringan distribusi dan strategi pemasaran (Cui (1998)). Ketika memasuki pasar baru, sebuah perusahaan manufaktur mungkin memperhitungkan beberapa variabel seperti ketidakpastian pasokan,
ketidakpastian
produk/pasar,
ketidakpastian
persaingan
dan
ketidakpastian internal. Dan juga harus mengidentifikasi strategi bisnis dari waktu ke waktu dimana variabel-variabel tersebut mempengaruhi perusahaan ke posisi baru. Untuk tujuan bisnis memantapkan operasi baru dapat digambarkan kedalam strategi manufaktur utama seperti “Ekspansi Kapasitas (Capacity Expansion)” (Bowon dan Yoonseok (2001), Olhager et al (2001)), “Peramalan Permintaan (Demand forecasting)” dan “Pengurangan rentang waktu (Lead-time reduction). Contoh lain adalah siklus hidup produk yang lebih singkat. Sebuah perusahaan harus memperbaharui portofolio produk mereka untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada dan mencari pelanggan baru, sehingga strategi produk baru diperlukan. “Produk – Proses Bauran Produk” (Product-Process Mix) secara intuitif muncul sebagai strategi manufaktur ketika menambahkan sebuah produk baru ke ruang produksi. Dengan demikian, pertimbangan “Investasi teknologi baru” (New tehnology investment) dan “Kompetensi Pemasok” (Supplier competency) sangat penting.
38
Fleksibilitas diperlukan ketika perusahaan perlu mengatasi beberapa ketidakpastian
tertentu.
Kondisi
dimana
perusahaan
harus
menangani
ketidakpastian yang terlibat. Mengacu ke studi dari Jack dan Raturi (2002), ketidakpastian yang telah terdefinisi akan kemudian terhubung ke fleksibilitas volume dan produk. Sehingga diperlukan variable dari fleksibilitas volume dan produk menjadi tujuan bisnis utama (seperti memasuki pasar baru, meluncurkan produk baru, mencari sumber-sumber baru dan merubah operasi yang sedang berjalan) dapat diturunkan. Hal ini dapat dengan jelas menunjukkan bahwa hubungan antara lingkungan bisnis, strategi bisnis, strategi manufaktur dan pilihan program peningkatan fleksibilitas dapat dimantapkan. Akibatnya, proses peningkatan fleksibilitas manufaktur dapat diilustrasikan seperti dalam Gambar 3.3 yang terutama dikembangkan oleh Harrison (1998) dan Boyle (2006). Harrison (1998) yang menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan strategis yang efektif harus memiliki penilaian lingkungan dan organisasi, analisa kesenjangan strategis, kompatibilitas dengan kendala operasi, jumlah informasi yang optimal, pemahaman yang tinggi dari pembuat keputusan di semua tingkatan dan sikap terbuka manajemen. Boyle (2006) mengusulkan kerangka kerja untuk penerapan fleksibilitas manufaktur yang mencakup: menentukan strategi kompetitif organisasional, melakukan analisa ketidakpastian, mengembangkan strategi manufaktur, mengidentifikasi tingkat fleksibilitas pada tingkat agregat dan komponen, melakukan rekonsiliasi fleksibilitas, mengidentifikasi jenis potensi dan jenis, alat serta tingkat fleksibilitas yang diperlukan, melaksanakan alat
39
fleksibilitas dan menentukan fleksibilitas yang tepat serta mengukur fleksibilitas aktual atau sebenarnya.
Gambar 3.3 - Proses Peningkatan Fleksibilitas Manufaktur (diadaptasi dari Harrison 1998, Boyle 2006) Identifikasi Strategi Bisnis
Pengukuran Fleksibilitas
Identifikasi Strategi Manufaktur
Penilaian Sukses Pelaksanaan
Pelaksanaan Tindakan
Pemantauan dan Pengendalian
Seperti disebutkan dalam literature, perusahaan yang sukses harus mempertukarkan (trade-off) keputusan fleksibilitas. Mengembangkan sistem yang lebih kompleks tidak selalu menjawab untuk berurusan dengan ketidakpastian. Oleh karena itu, memilih sebuah keputusan yang optimal (dan realistis) yang sejalan dengan konteks dan kapabilitas sekarang dapat memungkinkan perusahaan menangani lebih baik ketidakpastian lingkungan bisnis mereka dan dengan sukses mencapai profitabilitas (hasil fleksibilitas) dari keputusan tersebut. Menurut teori strategi operasi, keserasian antara tindakan dan fokus organisasi dengan konteks adalah sangat penting untuk mencapai manfaat yang lebih tinggi dan tindakan tersebut (Hill (1995), Slack dan Lewis (2002)). Suarez dan Cusumano (1996) mengusulkan konsep dasar keputusan fleksibilitas yang mempengaruhi kebutuhan untuk fleksibilitas, yaitu karakteristik permintaan produk, strategi produk dari perusahaan, perilaku pesaing yang relevan dan tahapan siklus hidup dari industri.
40
Mereka juga menyarankan 6 (enam) faktor yang mempengaruhi implementasi fleksibilitas. Dengan kata lain, ini adalah daerah yang harus dipertimbangkan ketika perusahaan memutuskan untuk berinvestasi dalam jenis fleksibilitas tertentu, yaitu teknologi produksi, teknik manajemen produksi, hubungan dengan sub-kontraktor, pemasok dan distributor, sumber daya manusia (pelatihan dan ketrampilan tenaga kerja, keamanan pekerjaan dan kebijakan kompensasi), desain produk dan sistem akunting dan informasi. Melalui sejumlah karya penelitian, dapat ditarik kesimpulan faktor yang melibatkan keputusan fleksibilitas dan dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) fokus utama, yaitu kondisi bisnis, tujuan manufaktur dan kondisi operasi. Faktor pertama adalah kondisi bisnis, baik lingkungan bisnis eksternal dan internal. Hubungan antara ketidakpastian dan fleksibilitas adalah isu yang sangat penting karena fleksibilitas sering dipandang sebagai sebuah respon adaptif terhadap ketidakpastian lingkungan (Upton (1995)). Bertahan di jaman sekarang dengan lingkungan persaingan sangat tinggi dan lingkungan sering cepat berubah mengharuskan perusahaan untuk mengembangkan strategi yang memberikan jenis fleksibilitas yang sesuai untuk berhasil dalam lingkungan khusus mereka (Anand dan Ward (2004)). Banyak literature fleksibilitas manufaktur menggambarkan pentingnya identifikasi faktor-faktor kontekstual (seperti pasar, pesaing) terhadap kesuksesan fleksibilitas manufaktur dan kinerja perusahaan secara keseluruhan seperti karya Petron dan Benvilacqua (2002) yang mengidentifikasi faktor-faktor yang membedakan antara best practice fleksibilitas manufaktur dengan
41
perusahaan non-best practice. Tabel 3.3 merangkum faktor strategis yang mempengaruhi adopsi dan pelaksanaan fleksibilitas manufaktur.
Tabel 3.3 - Isu Strategis yang Mempengaruhi Adopsi dan Implementasi Fleksibilitas Manufaktur Isu Strategis dalam Peningkatan Fleksibilitas Fragmentasi pasar dan model proliferasi Memaksimalkan penggunaan kapasitas Memotong biaya manufaktur ketika dibawah utilisasi Pola pesanan pelanggan Kemampuan berkompetisi Mengurangi modal investasi dan standar ramping (lean) Efisiensi dan kecepatan Keuntungan pasar Efisiensi dan keuntungan kualitas Mengurangi kemacetan manufaktur Berbagai jenis produk Peningkatan daya saing Perubahan permintaan Pemanfaatan fasilitas pabrik yang rendah Globalisasi Biaya penyangga kapasitas, rentang waktu dan persediaan yang tinggi
Referensi
Seine (2007) Szwejczewski (2007) Connelly (2006)
Industrial Engineer (2005) Kochan (2004) Vasilash (2004)
Wall (2003) Zald (1994) Newman dan Sridharan (1993)
Faktor kedua adalah tujuan manufaktur. Perbedaan strategi bisnis dan strategi manufaktur perusahaan dapat mempengaruhi kebutuhan setiap jenis fleksibilitas dan dengan demikian menghasilkan strategi fleksibilitas yang berbeda. Sebagai contoh, tujuan strategi perusahaan adalah mengurangi ketidakpastian dari pesanan pelanggan dan meningkatkan daya saing dengan berfokus pada pasar yang mana perusahaan dapat melakukannya dengan baik.
42
Menghindari pesananan pelanggan yang memiliki keuntungan kecil dan terkecil dan fokus pada konsentrasi pasar sering digunakan sebagai strategi utama manufaktur. Ini mempengaruhi perusahaan untuk mengadopsi strategi dalam hubungannya dengan fleksibilitas produk daripada fleksibilitas volume (Yusuf et al (2003)). Menurut strategi manufaktur ini yang ditetapkan oleh perusahaan, meningkatkan fleksibilitas produk menghasilkan keuntungan lebih tinggi kepada pabrik daripada fleksibilitas volume. Mengambil perspektif ini, perusahaan harus mengadopsi sebuah program peningkatan fleksibilitas dalam kaitannya dengan tujuan keseluruhan manufaktur. Secara ringkas, pertimbangan target fleksibilitas terhadap tujuan lain seperti biaya, kualitas dan pengiriman harus dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif dari penerapan fleksibilitas. Jelas bahwa penerapan fleksibilitas kadang-kadang dapat mengurangi kualitas produk akhir, memperkuat kesempatan untuk merespon kepada permintaan atau ketidakpastian pasar yang lain dan menurunkan tingkat kemampuan kendali. Faktor terakhir adalah kondisi operasi. Untuk berhasil menerapkan strategi fleksibilitas, perusahaan harus memastikan bahwa mereka mematuhi konteks operasional perusahaan.
3) Persyaratan
Fleksibilitas:
Faktor-faktor
terkait
dengan
Kinerja
Fleksibilitas
Selama 2 (dua) dekade terakhir, beberapa penelitian telah memberikan bukti adanya hubungan antara fleksibilitas dan kinerja dalam operasi. Swamidas
43
dan Newell (1987) menemukan hubungan yang signifikan antara fleksibilitas manufaktur dan pertumbuhan penjualan dan keuntungan dalam sampel 35 perusahaan. Fiegenbaum dan Karnani (1991) menunjukkan bahwa output (volume) dikaitkan dengan keuntungan tambahan di perusahaan kecil, terutama pada industri dibawah fluktuasi permintaan yang kuat. Narasimhan dan Das (1999) menemukan hubungan yang signifikan modifikasi (produk kustomisasi) fleksibilitas dan pengurangan biaya manufaktur dalam sampel 68 perusahaan. Namun, tidak ada hubungan signifikan yang ditemukan antara biaya dan volume dengan fleksibilitas produk baru. Jack dan Raturi (2002) menemukan bukti hubungan antara fleksibilitas volume dan kinerja keuangan dengan kinerja pengiriman. Akhirnya, replikasi studi awal Pagell dan Krause (2004) oleh Swamidass dan Newell (1987) serta Pagell dan Krause (1999) menemukan bukti bahwa peningkatan fleksibilitas menyebabkan peningkatan kinerja, meskipun efek ini tidak dapat dikaitkan dengan tingkat pabrik dalam merespon ketidakpastian lingkungan. Team building, inspirasi, pengakuan, dukungan, mentoring dan praktek delegasi berguna dalam memfasilitasi fleksibilitas manajemen (Kathuria (1998)). Praktek manajemen yang tepat akan membantu pemenuhan dari tujuan yang sulit dalam mencapai fleksibilitas di tingkat pabrik. Wadhwa et al (2006) mempelajari salah satu praktek fleksibilitas popular, yaitu strategi penundaan (postponement strategies). Mereka menekankan pentingnya mengelola pengetahuan dan mengembangkan pemikiran inovatif pada pelaksanaan strategi penundaan.
44
Peningkatan fleksibilitas produksi menciptakan tantangan baru mengenai perencanaan dan penyeimbangan (balancing) lini produksi perakitan (assembly line). Klampfl et al (2006) mensimulasikan bagaimana mengalokasikan persediaan dalam tempat kerja (workcell) sehingga operasi yang tidak bernilai tambah seperti berjalan dan menunggu diminimalkan. Ini menunjukkan bahwa tata letak tempat kerja perlu diuji ketika beroperasi di lingkungan yang fleksibel. Yusuf et al (2003) mempelajari transisi dari batch ke manufaktur selular. Ketersediaan sumber daya ketika dibutuhkan atau redundansi sumber daya adalah salah satu konsep utama dalam pengelolaan fleksibilitas (Correa (1994)). Ini membutuhkan pemahaman manajemen terhadap bagaimana merencanakan dan mengalokasikan serta menjadi proaktif pada perubahan terencana dan tak terencana atau variabilitas dalam proses manufaktur. Pentingnya arus informasi dianggap sebagai salah satu enabler dari fleksibilitas (Childerhouse et al (2003)). Selain itu, integrasi proses dapat mempengaruhi kegagalan atau kesuksesan pelaksanaan fleksibilitas (Boon-itt dan Paul (2006)). Pemasok memainkan peran penting dalam fleksibilitas manufaktur dari produsen/pabrik. Produsen/pabrik sekarang menggunakan kekuatan dan teknologi pemasok untuk mendukung upaya produksi mereka dan turut campur tangan dalam praktek produksi pemasok (Rutherford et al (1995)). Ndubsi (2005) menunjukkan bahwa pemilihan dan strategi manajemen pemasok berdampak pada fleksibilitas manufaktur. Mereka menyimpulkan bahwa, untuk mencapai fleksibilitas manufaktur, produsen/pabrik harus menunjukkan pemasok dengan road map dan rencanan teknologi dari produsen/pabrik dan menetapkan program
45
manajemen persediaan dengan pemasok. Perez dan Sanchez (2001) menekankan peran hubungan pemasok pada fleksibilitas melalui studi kasus industri otomotif Spanyol. Mereka menggambarkan bahwa strategi kemitraan dikembangkan dari pelaksanaan prinsip-prinsip JIT, transfer informasi dan teknologi, membangun komitmen dan kepercayaan jangka panjang, keterlibatan dalam desain produk. Akibatnya, rantai pasok lebih fleksibel sebab pemasok mampu merespon kebutuhan pelanggan hilir. Akhirnya dukungan struktur dan infrastruktur juga penting untuk keberhasilan fleksibilitas. Produsen/pabrik mencari cara untuk mengurangi investasi modal dan strategi sourcing adalah salah satu alternatif popular. Narasimhan dan Das (1999) menekankan kontribusi strategi sourcing untuk fleksibilitas manufaktur dan kinerja. Mereka berpendapat bahwa penargetan fleksibilitas manufaktur yang spesifik dengan strategi basis logistik yang tepat memungkinkan perusahaan untuk membuat dan mendukung kompetensi untuk memenangkan persaingan. Singkatnya, kinerja fleksibilitas berdasarkan sejauh mana strategi manufaktur dan basis supply sejalan. McCullen et al (2001) menjelaskan bahwa praktek Lean dapat mempengaruhi keberhasilan fleksibilitas pada tingkat tinggi. Kurangnya infrastruktur yang sesuai seperti sistem pemesanan yang efektif dapat mengurangi derajat sejauh mana sistem manufaktur dapat menjadi fleksibel (Hormozi (2001)). Tabel 3.4 merangkum faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja fleksibilitas manufaktur. Meringkas uraian literature di atas, elemen-elemen utama keberhasilan fleksibilitas manufaktur dan keefektifan rantai pasok meliputi manajemen dan
46
pengendalian produksi, kapabilitas proses dan redundansi sumber daya, hubungan pembeli-pemasok serta struktur dan infrastruktur pendukung.
Tabel 3.4 - Faktor-faktor yang Berdampak pada Kinerja Fleksibilitas Manufaktur Faktor
Referensi
Keproaktifan manufaktur Kapabilitas eksklusif dan berlapis dari sumber daya yang tersedia Komunikasi, hubungan antar departemen, fleksibilitas pemasok dan teknologi Partisipasi pelanggan dan pemasok Orientasi kewirausahaan (keinovatifan, otonomi, risk taking, keproaktifan dan agresivitas kompetitif) Team building, pemberdayaan karyawan, dan hubungan lain yang berorientasi praktek/latihan Pemilihan dan manajemen strategis pemasok Advanced manufacturing technology dan praktek perbaikan operasi Standarisasi komponen Sistem informasi Persepsi para manajer
Chang et al (2005) Gindy dan Saad (1998) Lau (1999) Kayis dan Kara (2005) Chang et al (2007) Kathuria (1998) Ndubisi et al (2005) Zhang et al (2006) Salvador et al (2007) Coronado (2003) Nordahl dan Nilsson (1996)
4) Kebutuhan untuk Kerangka Kerja Peningkatan Fleksibilitas Manufaktur
Sebagaimana
dinyatakan
sebelumnya,
latar
belakang
peningkatan
fleksibilitas manufaktur telah digambarkan. Proses peningkatan fleksibilitas manufaktur berasal dari dampak ketidakpastian lingkungan rantai pasok dan perusahaan perlu untuk memelihara dan meningkatkan keuntungan kompetitif dan profitabilitas. Untuk merumuskan strategi peningkatan yang efektif, adalah
47
penting bahwa strategi sejalan dengan kondisi bisnis, tujuan manufaktur dan konsisten dengan kondisi operasi. Konsep fleksibilitas pada dasarnya adalah ukuran dari efesiensi proses perubahan (Ndubisi et al (2005)). Dalam hal ini, “pandangan berbasis sumber (resource based view) dapat diterapkan dalam konteks penelitian manajemen operasi (Mills, Platts dan Bourne (2003)). Sumber daya perusahaan biasanya pasif dan terfragmentasi. Nilai sumber daya perusahaan biasanya terletak di 2 (dua) tempat mendasar. Pertama, memberikan arah dasar bagi strategi perusahaan. Kedua, sumber utama keuntungan perusahaan. Sementara lingkungan bisnis jauh lebih dinamis, sumber daya perusahaan relatif stabil. Oleh karena itu, dalam lingkungan bisnis yang cepat berubah, pengambilan keputusan strategis harus mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki perusahaan, atau memiliki akses ke, bukan hanya mengandalkan faktor permintaan pasar. Kapabilitas didefinisikan sebagai kapasitas sumber daya tim untuk melakukan beberapa tugas atau kegiatan. Kapabilitas adalah hasil dari pola kompleks aksi dan sinergi positif antara berbagai sumber daya (Grant (1991)). Ini berarti bahwa perusahaan-perusahaan perlu memahami sumber daya yang ada sebelum membuat keputusan. Konsekuensinya, proses perubahan dianggap lebih efektif sebagai perubahan jika dapat dibuat dengan sedikit atau tanpa kesalahan, atau kekurangan. Investigasi rinci lebih lanjut tentang bagaimana menilai keberhasilan fleksibilitas, sumber daya dan kemampuan diperlukan. Kerangka kerja terstruktur untuk membuat keputusan tentang strategi fleksibilitas berikut metodologi penilaian yang sistematis diperlukan.
48
3.4. Rerangka
Berpikir
Pengambilan
Keputusan
Strategis
untuk
Peningkatan Fleksibilitas Manufaktur
Pengembangan studi dari Gerwin (1993), Boyle (2006) dan Ngamsirijit (2008), sebuah kerangka kerja peningkatan fleksibilitas untuk mengevaluasi tindakan yang memberikan fleksibilitas pada tingkat tertinggi digambarkan pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4 - Rerangka Berpikir Proses Pengambilan Keputusan Peningkatan Fleksibilitas Manufaktur dengan Evaluasi Kriteria Penselarasan dengan Tujuan Manufaktur
Manfaat dan Biaya Fleksibilitas Pengukuran Fleksibilitas
Identifikasi Strategi Manufaktur
Pemuasan Kondisi Operasi
Kapabilitas Fleksibilitas Penilaian Sukses Pelaksanaan
Pelaksanaan Tindakan
Pemantauan dan Pengendalian
3.4.1
Pengukuran Fleksibilitas
Chang (1999) mengembangkan sebuah instrument untuk mengukur dan menganalisa fleksibilitas manufaktur. Instrumen terdari dari 11 (sebelas) komponen fleksiblitas manufaktur. Fleksibilitas adalah sebuah konsep yang
49
inheren samar-samar dan merupakan persyaratan penting dalam pengukuran adalah keterlibatan persepsi dan kepercayaan manusia. 11 (sebelas) jenis fleksibilitas diukur, sementara keseluruhan fleksibilitas diberikan sebagai efek gabungan dari jenis ini. Dapat dilihat bahwa pengukuran fleksibilitas dilakukan untuk mengidentifikasi fleksibilitas yang diinginkan. Fleksibilitas yang diinginkan harus menjadi konsisten dengan kapabilitas fleksibilitas sekarang dari sistem manufaktur dan permintaan pasar untuk mencegah investasi fleksibilitas yang berlebihan atau kurang. Hal ini dideskripsikan dalam studi Olhager dan West (2002). Mereka mengusulkan sebuah kerangka kerja penggunaan metodologi dari quality function deployment (QFD) untuk memodelkan penerapan kebutuhan fleksibilitas dari titik pandang pelanggan ke dalam fleksibilitas manufaktur pada beberapa tingkat hirarki. Penggunaan metode logika fuzzy dari Tsourveloudis dan Philis (1998) kelihatan tidak sesuai dalam praktek. Karena pengukuran fleksibilitas termasuk suatu aspek baru bagi beberapa perusahaan manufaktur, akan menjadi lebih baik untuk memperkenalkan sebuah metode yang lebih mudah untuk dipahami tapi efektif seperti metode penilaian (rating) yang telah dikembangkan penulis dalam sebuah lembaran kerja Pengukuran dan Pemilihan Prioritas Fleksibilitas Manufaktur (Lampiran 2) untuk pengukuran fleksibilitas termasuk daftar jenis fleksibilitas dan ukurannya. Hal ini dapat didistribusikan ke fungsi yang relefan sebagai alat survei untuk mencapai evaluasi fleksibilitas yang lebih akurat.
50
3.4.2
Identifikasi Manufaktur Strategi
Setelah fleksibilitas yang diinginkan sudah diperoleh, strategi manufaktur dapat dimantapkan. Dalam sebuah pendekatan strategis, adalah perlu untuk membangun jembatan antara strategi manufaktur dan masing-masing pilihan fleksibilitas untuk memastikan derajat keselarasan strategi. Sebuah keputusan multi-level
hirarki
dan
keputusan
tingkat
menengah
diperlukan
untuk
menghubungkan manfaat dan perangkap fleksibilitas dengan strategi manufaktur perusahaan. Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi trade-off terkait dengan strategi manufaktur untuk mendapatkan tindakan yang paling tepat untuk fleksibilitas yang berhubungan dengan strategi manufaktur dan memberikan manfaat tertinggi bagi organisasi. Dalam melakukan hal ini, hal tersebut menyatakan bahwa tindakan yang dipilih yang akan diambil sesuai dengan strategi bisnis dan tujuan manufaktur. Trade-off yang harus diambil menjadi pertimbangan meliputi fleksibilitas, biaya, waktu, kualitas dan manfaat tidak langsung. Untuk karya akhir ini, tujuan manufaktur adalah untuk meningkatkan dan mencapai fleksibilitas manufaktur tertingi. Dengan demikian, tindakan paling disukai harus memenuhi semua jenis fleksibilitas pada saat itu; meminimalkan biaya dan waktu dan memaksimalkan kualitas dan manfaat tidak langsung. Uraian singkat dari fleksibilitas, biaya, waktu, kualitas dan manfaat tidak langsung yang menjadi pertimbangan dalam analisis ditunjukkan pada Tabel 3.5
51
Tabel 3.5 - Manfaat dan Biaya Fleksibilitas Fleksibilitas Mesin dapat menyesuaikan volume produksi Ketersedian komponen dalam beberapa situasi Pemasok dapat memproduksi komponen yang diperlukan Keakuratan perkiraan permintaan dan pasar Komponen yang memiliki penggunaan yang sama Pemasok dapat memproduksi komponen baru yang diperlukan Kemampuan karyawan untuk mempelajari hal baru Distribusi informasi komponen baru ke semua komponen Pemasok dapat memproduksi beragam komponen Pengelolaan komponen dari beragam sumber ke lini produksi Pekerja dengan beragam ketrampilan Sejumlah bauran model Perluasan pabrik dan kapasitas Kemampuan pekerja untuk bekerja dalan unit produksi baru Sejumlah urutan produksi Beragam urutan produksi Pemasok dapat memproduksi komponen sejalan dengan urutan perusahaan Pengaturan tenaga kerja dari setiap urutan yang diperlukan Pengurangan waktu set-up Kemampuan pekerja untuk memprogram dan mengendalikan mesin Penjadwalan sejalan dengan operasi mesin Sistem pemulihan cepat dan darurat mesin Kinerja tim pemeliharaan Kemampuan tenaga kerja dan proses untuk produksi lembur
Kualitas Kualitas dalam pekerjaan pemrosess Kualitas produk akhir Biaya Biaya mesin dan perlengkapan Biaya modal investasi Biaya tak terduga Biaya tenaga kerja dan karyawan Biaya dari persediaan mesin dan peralatan Biaya dalam pengembangan pemasok Biaya pelatihan Biaya dari pendesainan komponen dan produk baru Biaya peralihan Biaya dalam pengelolaan rantai pasok Biaya dari kesalahan dalam peramalan Biaya Produksi Waktu Waktu menganggur (Idle time) Rentang waktu produksi Waktu pengembangan Waktu peralihan Waktu set-up Waktu pembelajaran Manfaat Tidak Langsung Efisiensi rantai pasok Pengurangan persediaan Penundaan penanaman modal Pendayagunaan pabrik dan sumber daya Transfer dan peningkatan pengetahuan Pengurangan resiko Peluang bisnis
52
3.4.3
Penilaian Kesuksesan Penerapan
Boyle (2006) mengemukakan kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan fleksibilitas. Hal tersebut dapat disebabkan oleh, pertama, masalah pelaksanaan, pengoperasian dan pendayagunaan alat teknologi yang diperlukan (misal: FMS dibutuhkan, tetapi kurangnya pelatihan memperlambat dan menghambat manfaat fleksibilitas yang ditawarkan teknologi). Kedua, halangan manajemen perubahan seperti perilaku resistensi, kurangnya komunikasi, kurangnya dukungan manajemen, macetnya informasi dan hilangnya komitmen untuk fleksibilitas (misal: orang enggan menggunakan teknologi FMS, fleksibilitas tidak lagi menjadi prioritas manajemen senior, sulit untuk mendapatkan sumber daya moneter dan manusia yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat fleksibilitas yang diinginkan). Oleh karena itu, setelah tindakan untuk fleksibilitas telah dievaluasi dan dipilih di tingkat strategis, langkah kritikal berikutnya adalah bahwa tindakan yang dipilih sejalan dengan kondisi operasi saat ini dan dapat memberikan kinerja fleksibilitas tertinggi ketika dilaksanakan. Uraian singkat faktor-faktor operasi yang menjadi pertimbangan dalam analisis ditunjukkan dalam Tabel 3.6. Pengendalian dan pengelolaan produksi, redundansi sumber daya dan koordinasi pembeli-pemasok adalah kapabilitas yang signifikan dalam kesuksesan fleksibilitas manufaktur. Struktur dan infrastruktur pada praktek kerampingan (lean) dan ketangkasan (agile) juga perlu dipertimbangkan untuk menjadi berarti dalam menangani aspek teknologi dan organisasional dari praktek praktek kerampingan (lean) dan ketangkasan (agile). Hal-hal ini dapat mencakup
53
kapabilitas teknologi terkait (misal : kapabilitas tenaga kerja untuk memprogram ulang mesin) dan aktifitas organisasi terkait (misal : meratakan produksi, Kanban, praktek TQM).
Tabel 3.6 - Atribut Operasional untuk Pertimbangan Peningkatan Fleksibilitas Redundansi Sumber daya Pengendalian proses Derajat kesiapan proses dan teknologi untuk menganalisa secara efektif, menginterprestasi data dan melaksanakan tindakan untuk menghadapi perubahan Pengendalian umpan Derajat kesiapan proses dan teknologi untuk balik menganalisa secara efektif kinerja dari tindakan yang telah dilakukan Ketrampilan Sejauh mana tingkat ketrampilan dan keragaman tenaga kerja dalam teknikal, komunikasi dan manajemen dari perusahaan maupun pemasok Komitmen Sejauh mana karyawan berkomitmen dalam mengejar misi dan berbagai strategi kunci objektif untuk tujuan yang sama Pengendalian dan pengelolaan produksi Derajat kemudahan pengenalan permasalahan di Visibilitas produksi dan derajat ketersediaan dan aksesbilitas data dalam penyelesaian masalah Penggunaan standard prosedur, bahan baku dan proses Standardisasi dalam manufaktur dan fungsi desain Sejauh mana sistem dapat bereaksi terhadap masalah Kemampuan reaksi yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan dan menyelesaikannya dengan cepat Sejauh mana perusahaan mengumpulkan, Rasionalitas menginterprestasi dan menggunakan informasi secara sistematis untuk merencanakan dan menyelesaikan masalah Sejauh mana perusahaan dapat dengan efektif Alokasi mengelola dan menggunakan sumber daya untuk mencapai keuntungan yang tinggi dan permintaan pesanan Koordinasi pembeli - pemasok Keterlibatan Sejauh mana pembeli dan pemasok terlibat dalam penyelesaian masalah dan penetapan tujuan Program Derajat keefektifan dari program pengembangan
54
pengembangan pemasok dari sisi tingkat peningkatan pemasok dalam pemasok hal perencanaan dan pengetahuan teknikal Berbagi informasi dan Derajat keefektifan berbagi informasi antara pembeli komunikasi dan pemasok dan teknologi informasi untuk komunikasi antara mereka Penetapan kesepakatan Derajat klarifikasi dan keefektifan kesepakatan dan saling menguntungkan yang dibuat antara pembeli dan pemasok untuk menangani keragaman dan perubahan Struktur dan infrastruktur pendukung Tekologi Derajat kerampingan (lean) dan ketangkasan (agile) teknologi dan struktur dalam perusahaan untuk melaksanakan tindakan dengan sukses Aktifitas organisasi Derajat kerampingan (lean) dan ketangkasan (agile) aktifitas organisasi dalam perusahaan untuk melaksanakan tindakan dengan sukses
3.4.4
Pelaksanaan Tindakan
Permasalahan pelaksanaan fleksibilitas terdiri dari 3 (tiga) aspek utama yang terdiri dari aspek manufaktur, aspek tenaga kerja dan aspek rantai pasok. Dalam aspek manufaktur, 2 (dua) hal utama yang perusahaan perlu untuk lebih fokus, yaitu meningkatkan pemahaman proses dan meningkatkan pengendalian infrakstruktur dan aktifitas. Pemahaman proses mengacu pada pemahaman hal apa yang diperhitungkan untuk fleksibilitas dan sumber daya yang terlibat dalam setiap jenis fleksibilitas. Pentingnya pengendalian infrastruktur dan aktifitas harus dikenali oleh para manajer karena hal tersebut dapat memfasilitasi proses pelaksanaan dan meningkatkan tingkat kesuksesan pelaksanaan. Dalam aspek tenaga kerja, komunikasi menjadi hal kritikal dalam pelaksanaan fleksibilitas. Tenaga fungsional lebih suka melakukan pekerjaan mereka sesuai dengan standar prosedur atau arahan yang spesifik tanpa pemahaman yang penuh. Komunikasi dari manajer ke staf dapat memberikan latar
55
belakang yang jelas dari pelaksanaan dan peran serta tanggungjawab yang spesifik bagi staf dalam fungsi tertentu. Sebagai hasilnya, hal ini memungkinkan staf memberikan lebih banyak dukungan pada aktifitas terkait sebagai bagian dari tugas mereka. Selanjutnya, komunikasi ini dapat berfungsi sebagai mekanisme untuk memperoleh komitmen dan keterlibatan karyawan. Dalam aspek rantai pasok, rekanan rantai pasok harus mempertimbangkan pembagian tanggungjawab dalam pelaksanaan dan pengelolaan fleksibilitas yang diperlukan. Vickery et al (1999) menemukan bahwa manufaktur secara umum bertanggungjawab atas fleksibilitas manufaktur, pemasaran secara umum bertanggungjawab atas fleksibilitas distribusi dan riset dan pengembangan secara umum bertanggungjawab atas fleksibilitas pengenalan produk baru. Dengan pemfokusan pada fleksibel tersebut dari perspektif internal, banyak kontribusi dari perspektif rantai pasok menjadi hilang (Duclos et al (2003)). Ini menunjukkan bahwa tanggungjawab dalam pencapaian masing-masing jenis fleksibilitas yang diperlukan harus dibagi ke berbagai stakeholder. Kerjasama yang rapat antara manufaktur dan pemasok adalah mendasar untuk pencapaian fleksibilitas manufaktur. Sebagai contoh, kemampuan pemasok kadang-kadang dapat membatasi kemampuan manufaktur dalam merespon dengan cepat kebutuhan pelanggan. Jadi, dalam pencapaian fleksibilitas, baik pemasok dan manufaktur harus berbagi tanggungjawab agar proses secara keseluruhan dapat dikelola dan dilaksanakan dengan efektif. Misalnya, kemampuan pemasok terbatas maka pelatihan lanjutan diperlukan. Kondisi ini mengarah pada kecenderungan sumber
56
global lebih tinggi. Akibatnya, pelaksanaan fleksibilitas dengan pemasok menjadi lebih sulit dikendalikan.
3.4.5
Pemantauan dan Pengendalian
Tahap akhir dari kerangka kerja peningkatan fleksibilitas adalah pemantauan dan pengendalian. Ini menekankan pentingnya sebuah mekanisme kendali dalam pemantauan dan pengendalian dari pelaksanaan jenis dan tingkat fleksibilitas. Intinya disini adalah memantau dan mengevaluasi secara berkelanjutan kecocokan strategi dan operational antara jenis fleksibilitas yang diamati dan jenis fleksibilitas yang dilaksanakan. Sebagai hasilnya, diajukan oleh Suarez et al (1991), fleksibilitas yang diamati dan yang diperlukan harus dibandingkan untuk memastikan bahwa ada kecocokan yang memuaskan. Jika ada kecocokan yang baik antara pelaksanaan jenis pelaksanaan dengan yang diperlukan (atau sama), maka diharapkan bahwa organisasi dapat mencapai perbaikan dalam kinerja bisnis. Jika tidak, mekanisme kendali akan membunyikan alarm yang mengindikasikan bahwa beberapa pengaturan diperlukan dalam jenis fleksibilitas yang diperlukan atau pada tahap pelaksanaan untuk meningkatkan kinerja manufaktur, rantai pasok dan perusahaan. Boyle (2006) mengusulkan bahwa tahap pengelolaan fleksibilitas yang diharapkan fokus pada 3 (tiga) aktifitas : 1) Secara periodik mengukur fleksibilitas aktual untuk memastikan bahwa fleksibilitas yang diharapkan masih sedang dicapai lebih lanjut.
57
2) Merubah fleksiblitas yang diharapkan, jika diperlukan, berhubungan dengan perubahan ketidakpastian dan persaingan, strategi manufaktur dan pemasaran, 3) Memastikan fleksibilitas yang diharapkan berlanjut untuk membantu mencapai daya saing, strategi manufaktur dan pemasaran serta secara positif mempengaruhi kinerja bisnis.
Tahap pengelolaan fleksibilitas yang diharapkan juga mengalamatkan persoalan tentang mengapa fleksibilitas aktual yang diharapkan tidak membantu untuk meningkatkan kinerja bisnis atau mencapai daya saing, strategi pemasaran atau manufaktur. Alasan yang mungkin dari kurangnya peningkatan bisnis termasuk : 1) Ketidakakuratan penganalisaan ketidakpastian yang dihadapi oleh unit manufaktur, 2) Pengembangan strategi daya saing yang tidak efektif, 3) Pengembangan strategi manufaktur yang tidak sama dengan strategi daya saing dan pemasaran, 4) Pelaksanaan jenis dan tingkat fleksibilitas yang tidak benar, 5) Ketidakpastian yang dihadapi organisasi telah berubah sejak jenis dan tingkat fleksibilitas yang diharapkan diidentifikasi; sebagai hasilnya, jenis dan tingkat fleksibilitas
tersebut
bukan
ketidapastian yang baru ini.
yang
diperlukan
untuk
mengalamatkan